FARMAKOGNOSI II
Nama : Maya Armianti
NPM : 14.11.4101.48401.0.074
Golongan : VB
Tanggal : Desember 2016
I. Nama Percobaan
Pembuatan Produk Dari Bahan Alam
II. Pendahuluan
II.1 Tujuan Percobaan
Dapat mendesain dan membuat produk dari bahan alam temulawak
mulai dari penyiapan simplisia, pembuatan ekstrak, standarisasi, skrinning
fitokimia, identifikasi senyawa kurkumin dengan KLT (Kromatografi Lapis
Tipis) sampai pembuatan produk.
II.2 Dasar Teori
Temulawak (Curcuma xanthorriza) merupakan tanaman dli Indonesia
yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional dan
industri jamu disamping merupakan salah satu tanaman ekspor yang cukup
potensial. Komponen utama kandungan zat yang terdapat dalam rimpang
temulawak adalah zat kuning yang di sebut kurkumin, dan juga protein,
pati, serta zat zat minyak atsiri.
Kegunaan temulawak cukup banyak bagi pengobatan berbagai penyakit,
diantaranya adalah sebagai pembersih darah, obat sakit kuning (gangguan
hati/liver), demam malaria, sembelit, neuroprotektif (meningkatkan daya
ingat), pemberantas bau badan, dan memperbanyak ASI serta
antihiperlipidemia. Khasiat dari temulawak dapat lebih optimal jika
temulawak dibuat ekstrak karena dengan ekstraksi zat yang terkandung dalam
temulawak dapat tersari dengan lebih baik. Pembuatan ekstrak temulawak
diawali dengan pembuatan rimpang temulawak segar menjadi simplisia.
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain
simplisia merupakan bahan yang dikeringkan.
A. Penyiapan Simplisia
Adapun tahapan-tahapan penyiapan simplisia adalah :
1. Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain
tergantung pada bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman atau
bagian tanaman pada saat panen, waktu panen, dan lingkungan
tempat tumbuh. Bagian temulawak yang digunakan yaitu bagian
rimpang.
2. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau
bahan-bahan asing lainnya dari temulawak. Temulawak dibersihkan
dari benda-benda asing seperti tanah, rumput dan bagian tanaman
yang rusak.
3. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor
lainnya yang melekat pada temulawak. Pencucian dilakukan dengan
air bersih yang mengalir.
4. Perajangan
Temulawak yang telah bersih, dikupas kulitnya terlebih dahulu.
Kemudian diiris/dirajang dengan ketebalan yang sesuai (tidak terlalu
tipis atau tebal). Kemudian disusun diatas baki atau nampan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan dan penggilingan.
5. Pengeringan
Temulawak yang telah diletakkan pada nampan kemudian
dimasukkan kedalam oven dengan suhu 600C selama 3-4 jam untuk
proses pengeringan. Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan
simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam
waktu lama.
6. Sortasi kering
Bahan yang sudah kering kemudian dibersihkan kembali dari zat
pengotor yang masih ada. Tujuan sortasi kering untuk memisahkan
benda-benda asing dan pengotor-prngotor lain yang masih ada dan
tertinggal pada simplisia kering.
7. Penyerbukkan
Simplisia yang sudah bersih kemudian di haluskan atau diserbukkan
dengan menggunakan mortir atau alat bantu lain yang bersih misal
blender, kemudian diayak.
8. Pengepakan dan penyimpanan
Serbuk temulawak kemudian dimasukkan kedalam wadah dan
dikemas. Tujuan dari pengepakan yaitu agar simplisia tidak cepat
rusak, mundur atau berubah mutunya karena faktor luar dan dalam,
antara lain cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi,
penyerapan air, pengotoran, serangga dan kapang.
B. Ekstraksi
Serbuk temulawak kemudian di ekstraksi dengan menggunakan
metode maserasi, dimana maserasi adalah proses pengekstrakkan
simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan
atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Bahan yang
dimaserasi disini yaitu temulawak, sedangkan pelarut atau cairan penyari
yang digunakan yaitu etanol. Etanol digunakan sebagai cairan penyari
karena temulawak mengandung senyawa kurkumin, yang mana senyawa
kurkumin bersifat non polar dapat larut dalam etanol yang cenderung
bersifat non polar dibandingkan dengan air. Selain itu, etanol bersifat
lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh, tidak beracun, netral,
absorbansinya baik. Sehingga dengan pelarut etanol dihasilkan ekstrak
yang kental (murni) untuk mempermudah proses identifikasi.
Pada proses maserasi ini, temulawak yang digunakan sebanyak 500
gram, etanol 70% sebanyak 1250 ml. Cara kerjanya yaitu temulawak
yang telah ditimbang sebanyak 500 gram dimasukkan kedalam toples
kaca ditambah dengan etanol 70%, kemudian diaduk sampai tercampur
rata. Kemudian ekstrak dibungkus dengan kain agar terlindung dari
cahaya. Hal ini dilakukan untuk mencegah kurkumin kontak dengan
cahaya yang dapat menyebabkan penguraian kurkumin. Setelah itu,
simplisia di maserasi selama 7 hari dengan pengadukan berulang setiap
satu kali sehari pada interval waktu yang sama. Setelah 7 hari ekstrak
yang didapat disaring dengan corong yang dilapisi kertas saring.
Sebelumnya kertas saring dibasahi terlebih dahulu dengan etanol 96%
yang bertujuan untuk mengkondisikan kertas saring pada corong
sehingga mempermudah dan mempercepat proses penyaringan. Dari
hasil penyaringan diperoleh maserat sebesar 600 ml. Kemudian ekstrak
diuapkan diatas waterbath dengan cawan porselen sampai didapat ekstrak
kental pada suhu 700C. Digunakan suhu 700C karena pada suhu tersebut
etanol menguap sehingga zat aktif terpisah dari pelarut. Untuk
mempercepat penguapan pelarut, maka saat diuapkan dilakukan
pengadukan dan di angin-anginkan secara terus-menerus. Kemudian
ekstrak kental yang diperoleh dihitung bobotnya. Dari hasil penimbangan
ekstrak kental yang diperoleh sebesar 4,7 gram. Kemudian dihitung
rendemennya.
Perhitungan randemen :
berat ekstrak total
Rendemen = berat simplisia x 100%
4,7 gram
= 500 gram x 100%
= 0,94%
C. Standarisasi simplisia
Setelah ekstrak simplisia temulawak jadi, selanjutnya dilakukan
standarisasi simplisia. Standarisasi simplisia mempunyai pengertian
bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat atau sebagai bahan
baku harus memenuhi standar mutu. Sebagai parameter standar yang
digunakan adalah persyaratan yang tercantum dalam monografi resmi
terbitan Departemen Kesehatan RI Materia Medika Indonesia.
Parameter standarisasi simplisia yang dilakukan dalam praktikum
ini adalah parameter non-spesifik diantaranya penetapan susut
pengeringan, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut
asam, penetapan kadar sari larut etanol dan penetapan kadar sari larut air.
Persyaratan mutu simplisia temulawak berdasarkan ketetapan MMI
:
Kadar abu total 4,4%
Kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,74%
Kadar sari yang larut dalam etanol 3,5%
Kadar sari larut dalam air 8,9%
1. Penetapan susut pengeringan
Penetapan susut pengeringan dilakukan dengan cara
menimbang 1 gr simplisia yang telah dihaluskan menjadi serbuk di
atas kaca arloji yang telah ditimbang bobotnya sebelumnya.
Simplisia dioven selama 20 menit pada suhu 105 o C. Pada suhu
105oC ini, air akan menguap, dan senyawa-senyawa yang
mempunyai titik didih yang lebih rendah dari air akan ikut menguap
juga. Susut pengeringan dinyatakan sebagai nilai persen terhadap
bobot awal. Simplisia yang telah dioven ditimbang bobotnya dan
dicatat, kemudian dioven dan ditimbang kembali seperti cara
sebelumnya sampai didapat bobot yang konstan.
Susut pengeringan dihitung dengan rumus :
( bobot awalbobot akhir )
susut pengeringan= 100
bobot awal
Bobot awal = 36 gr
Bobot 1 = 35,8 gr
Bobot 2 = 35,6
(36 gr 35,8 gr )
susut pengeringan1= 100 = 0,56 gr
36 gr
(36 gr 35,6 gr )
susut pengeringan2= 100 = 1,11 gr
36 gr
0,56 gr +1,11 gr
ratarata susut pengeringan= = 0,835 gr
2
Tujuan mengetahui susut pengeringan adalah memberikan
batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang
pada proses pengeringan. Pada simplisia temulawak ini mengandung
minyak menguap, jadi susut pengeringan ini tidak bisa dikatakan
identik dengan kadar air, karena berat simplisia yang berkurang
bukan hanya disebabkan kehilangan air, namun juga ada zat lain
seperti minyak atsiri. Sedangkan kurkumin dalam bentuk kristal
mempunyai titik lebur sebesar 183-185oC, kristal kurkumin ini tidak
menguap. Jadi pada susut pengeringan ini simplisia temulawak ini
kehilangan senyawa sebesar 50% selama proses pengeringan.
Senyawa yang hilang (menguap) paling banyak adalah minyak
menguap dan air.
2. Penetapan kadar abu total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara memanaskan
1 gr simplisia di atas cawan penguap sampai menjadi abu. Abu yang
didapat ditimbang sehingga didapat berat abu total sebanyak 0,4 gr.
Kadar abu total dihitung dengan cara :
Berat abu
Kadar abu total = Berat simplisia x 100%
0,4 gram
Kadar abu total = 1 gram x 100% = 40%
0,2 gram
Kadar abu tidak larut asam = 0,6 gram x 100% = 33, 33%
4. Uji Saponin
Uji saponin dilakukan dengan cara serbuk temulawak
dimasukkan dalam tabung reaksi ditambah air suling ditutup dan
dikocok kuat selama 30 detik setelah itu didiamkan sampai terbentuk
buih 3 cm. Hasil praktikum menunjukkan negatif mengandung
saponin karena tidak terbentuk buih sampai 3 cm. Seharusnya
terbentuk buih karena saponin termasuk surfaktan. Buih tidak timbul
banyak kemungkinan karena pengocokan yang kurang kuat, dan
ruang lingkup sedikit.
Dari hasil analisis skrinning fitokimia tersebut diperoleh hasil
bahwa ekstrak temulawak mengandung alkaloid dan tannin.
E. Analisis KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah salah satu alat pemisah dan
alat uji senyawa kimia secara kualitatif dan kuantitatif. Senyawa yang
diuji dapat berupa senyawa tunggal maupun senyawa campuran dari
produk pabrik, hasil sintesis, isolasi dari hewan percobaan, maupun dari
tanaman dan mikroorganisme.
Pelacak bercak dengan menggunakan bantuan spektroskopi
umumnya menggunakan sinar UV atau sinar tampak. Uji kualitatif
digunakan parameter Rf (Retardation factor), harga Rf senyawa tersebut
dibandingkan dengan harga standar.
Identifikasi keberadaan kurkuminoid hasil ekstraksi dilakukan
secara cepat dengan KLT, menggnakan fase diam silika gel GF 254 dan
Fase gerak campuran CHCl3 (Kloroform) dan Eter dengan perbandingan
98 : 2 dimana kloroform diambil sebanyak 980 ml dan eter diambil
sebanyak 20 ml. Rf teori yaitu 0,30-0,37.
Adapun cara kerja analisis KLT sebagai berikut :
Potong plt KLT dan aktifkan pada oven pada suhu 1000C selama 15 menit
Beri garis pada KLT atau titik sebagai penanda. Dimana panjang plat KLT
adalah 10 cm, kemudian diberi batas atas dan batas bawah masing-masing 1 cm,
dan jarak antara totolan yaitu 1 cm.
Totolkan sampel dengan bantuan pipa kapiler (usahakan tinggi cairan sama per
sampel)
b. 2,7 cm 8 cm 0,3375
Sampel 1 c. 4 cm 8 cm 0,5
d. 5,3 cm 8 cm 0,66
e. 5,9 cm 8 cm 0,7
0,25
a. 2 cm 8 cm
0,35
b. 2,8 cm 8 cm
0,5
Sampel 2 c. 4 cm 8 cm
0,66
d. 5,3 cm 8 cm
0,7
e. 5,9 cm 8 cm
Dari hasil perhitungan Rf kemudian dibandingkan dengan nilai Rf
standar kurkumin yaitu 0,30 0,37. Dari perbandingan antara Rf sampel
dengan Rf standar didapat hasil pada sampel 1 kurkumin terdeteksi pada
bercak b dengan jarak yang ditempuh sampel sebesar 2,7 cm dan nilai Rf
sampel 0,3375 dan pada sampel 2 kurkumin terdeteksi pada bercak b
dengan jarak yang ditempuh sampel 2,8 cm dan nilai Rf sampel 0,35.
F. Pembuatan Produk
Temulawak secara tradisional banyak digunakan untuk tujuan
pengobatan atau sebagai minuman untuk menjaga kesehatan. Tanaman
ini memiliki berbagai aktivitas hayati seperti antiinflamasi, antikanker,
penyembuh luka dan menurunkan kadar kolesterol serum.
Ekstrak kental temulawak yang telah dibuat dan telah di uji
standarisasi, skrinning fitokimia dan uji KLT kemudian akan dibuat suatu
produk yaitu sirup temulawak. Acuan yang diambil berasal dari jurnal
EFEK EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMULAWAK TERHADAP
MEMORI SPASIAL TIKUS MODEL DEMENSIA YANG DI INDUKSI
TRIMETHYLIN dan jurnal PENGARUH CARBOXYMETHYL
CELULOSA NATRIUM SEBAGAI PENGENTAL TERHADAP
STABILITAS SIRUP TEMULAWAK (CURCUMA XANTHORRIZA
ROXB). Tujuan kami memilih jurnal ini karena ingin membuat produk
temulawak terbaru dimana khasiatnya sebagai neuroprotektif yaitu untuk
meningkatkan daya ingat. Dimana pada jurnal tersebut dijelaskan bahwa
pada pengujian pada hewan uji yaitu tikus yang dibuat demensia
diperoleh hasil ekstrak rimpang temulawak memiliki khasiat sebagai
neuroprotektif yang meminimalkan gangguan memori sehingga
temulawak berpotensi untuk meningkatkan daya ingat.
Konversi dosis :
Dosis yang diambil dari jurnal yaitu sebesar 100 mg/kgBB, yang
mana dosis ini digunakan pada tikus jantan galur Wistar dengan berat
badan 150-200 gram dan berumur kurang lebih 2-3 bulan. Cara konversi
dosis dari hewan ke manusia yaitu :
Diketahui :
Dosis untuk tikus = 100 mg/kgBB
BB tikus = 200 gram = 0,2 kg
Dosis absolut = 100 mg/kgBB x 0,2 kg
= 20 mg (untuk tikus 200 gram)
Dengan mengambil factor konversi yaitu 0,018 dari table konversi maka
dosis untuk manusia yaitu :
Dosis manusia (70 kg) = 20 mg x 56,0
= 1120 mg/70kg
= 16 mg/kg
Karena obat ini kami tujukan untuk digunakan untuk anak-anak
umur 2-15 tahun maka dosis yang digunakan yaitu :
Dosis anak 2-7 tahun = 16 mg x 15 kg
= 240 mg (250 mg)
= 250 mg/2x sehari
= 125 mg/5ml (cth)
Dosis anak 8-12 tahun = 16 mg x 30 kg
= 480 mg (500 mg)
= 500 mg/2x sehari
= 383 mg/5ml
Jadi, aturan pakai obat :
Anak 2-7 tahun : 2 x sehari 1 cth
Anak 8-12 tahun : 2 x sehari 2 cth
FORMULASI
R/ Ekstrak temulawak 1,5 gr
Sucrosa 80% 25 gr
CMC Na 1% 25 gr
Asam sitrat 3 gr
Madu 5 gr
Na Benzoat 0,06 gr
Aquadest ad 60 ml
URAIAN BAHAN
1. Temulawak
Nama lain : Curcuma xanthorrhiza Roxb
Rumus molekul : C21H20O6
Bagian tanaman : rimpang
Pemerian : berwarna kuning kejinggaan sampai coklat kejinggaan,
berbau khas, bau aromatis, rasa agak pahit.
Kandungan : kurkuminoid, mineral N, minyak lemak, karbohidrat,
protein, kalium
Titik lebur : 1830C
Kelarutan : tidak larut dalam air, tetapi larut dalam etanol dan aseton
Fungsi dalam formula : zat aktif
2. Asam sitrat
Nama resmi : Acidun citricum
Rumus kimia : C6H8O7
Pemerian : hablur bening, tidak berwarna, atau serbuk hablur granul
sampai halus, putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau, rasa
sangat asam
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol,
agak sukar larut dalam eter
Khasiat : zat tambahan
Fungsi dalam formula : pengatur pH
3. CMC Na
Nama resmi : Carboxymethylcellulosum Natricum
Pemerian : serbuk atau granul, putih sampai krim, higroskopik
Kelarutan : mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal,
tidak larut dalam etanol dalam eter dan dalam pelarut lain
Khasiat : bahan tambahan
Fungsi dalam formula : suspending agent
4. Sukrosa
Rumus kimia : C11H22O11
Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna, masa hablur atau atau
berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa manis,
stabil diudara. Larutannya netral terhadap lakmus
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam
air mendidih, sukar larut dalam etanol.
Fungsi dalam formula : pemanis
5. Aquadest
Nama lain : air suling
Rumus kimia : H2O
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
Fungsi dalam formula : pelarut
6. Natrium benzoat
Rumus kimia : C6H5COONA
Pemerian : Granul putih atau kristal, tidak berbau atau praktis tidak
berbau, stabil diudara
Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan
lebih mudah larut dalam etanol 90%
Fungsi dalam formula : pengawet
7. Madu
Sinonim : Mel depuratum, purified honey
Khasiat : Emolient, pelembab, perawatan kulit
Pemerian : Warna : bening, kuning pucat atau coklat
kekuningan
Bau : bau enak khas
Rasa : manis
Penampilan : cairan kental seperti sirup
Kelarutan : mudah larut dalam air.
Larutkan Na
Tambahkan madu, benzoat dalam air,
aduk ad homogen masukkan dalam
larutan 1
Masukkan suspensi
kedalam botol obat.