Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1. TINJAUAN PUSTAKA
Sediaan semi padat sendiri diantaranya adalah : salep, linimentum, oculenta,dll. Salep
adalah sediaan semi padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan
obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok ( FI. Ed III ).

Adapun keuntungan sediaan setengah padat dibandingkan dengan sediaan cair :


Dapat diatur daya penetrasi dari zat berkhasiat dengan memodifikasi basisnya.
Kontak sediaan dengan kulit lebih lama.
Lebih sedikit mengandung air sehingga lebih sulit ditumbuhi bakteri.
Lebih mudah digunakan tanpa memerlukan alat bantu.

Berikut adalah beberapa sediaan semi padat berdasarkan konsistensi :


 Unguenta : Salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak mencair
pada suhu biasa, tapi mudah dioleskan tanpa menggunakan tenaga.
 Cream : salep yang banyak mengadung air, mudah diserap kulit , dan dapat
dicuci dengan air.
 Pasta : Salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat ( serbuk ).
 Cerata : Salep berlemak yang banyak mengandung lilin, sehingga konsistensinya
lebih keras.
 Gel : Salep yang lebih halus, umumnya mengandung sedikit atau tanpa lilin,
digunakan sebagai basis.
A. Salep
Salep (unguenta, unguentum, ointment) adalah sediaan setengah padat yang mudah
dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi secara
homogen dalam dasar salep yang cocok (Farmakope Indonesia. Edisi III)
Basis salep yang biasa digunakan pada pembuatan salep :
 Basis Salep Hidrokarbon :
- Vaselin putih & vaselin kuning
- Paraffin cair & padat
 Basis Salep Serap
- Adeps lanae, Lanolin
- Unguentum Simpllex
 Basis Salep Yang Dapat Dicuci Dengan Air :
- Basis salep emulsi tipe M/A
- Hydrophilic Ointment
 Basis Salep Yang Larut Dalam Air
- PEG
- Tragacanth
- PGA

Basis merupakan komponen terbesar dalam suatu sediaan semi padat. Salah satu faktor
yang harus diperhatikan dalam formulasi sediaan semi padat adalah pemilihan / seleksi basis
yang cocok / sesua. Basis merupakan faktor yang sangat menentukan kecepatan pelepasan / aksi
dari obat, yang nantinya akan mempengaruhi khasiat atau keberhaslan terapi, sehingga sediaan
semi padat harus diformulasikan dengan basis yang baik. Keberadaan basis dalam suatu sediaan
sangat penting, manakala dalam sediaan tersebut tidak ada zat aktif / obat yang terkandung
seperti pada sediaan kosmetik. Sedangkan pada kasus dimana sediaan tersebut mengandung zat
aktif, maka sebelum obat tersebut berefek, maka hal pertama yang harus terjadi adalah obat harus
bias terlepas dari sediaan. Obat terlarut, kemudian berdifusi dan terlepas dari pembawa atau
basisnya. Tidak peduli obatnya harus bekerja dimana ( dipermukaan kulit, lapisan stratum
korneum, lapisan dermis, unit pilosebasea dll. ), obat harus terlepas dari pembawa.

Pemilihan basis salep juga tergantung pada beberapa faktor :


 Khasiat yang diinginkan
 Sifat Bahan obat Yang dicampurkan
 Ketersediaan hayati\
 Stabilitas dan ketahanan sediaaan hayati
Adapun kualitas basis salep yang baik adalah :
 Stabil ; Selama pemggunaan harus bebas dari inkompatibilitas, tidak dipengaruhi oleh
suhu dan kelembapan kamar.
 Lunak ; Semua zat yang ada dalam salep harus dalam keadaan halus, dan seluruh produk
yang digunakan dalam pembuatan salep harus lunak dan homogen.
 Mudah Dipakai ; sediian salep yang sudah jadi nantinya bila digunakan haruslah mudah
dipakai dan tidak mempersulit si pemakainya.

 Dasar Salep Yang cocok ; Bahan dasar salep yang digunakan harus lah sesuai dan cocok
dengan komponen bahan baku yang lainnya,,agar salep yag dihasilkan menghasilkan efek
yang dikehendaki.
 Dapat terdistribusi merata ; ketika salep nanti digunakan harus terdistribusi merata dan
cepat menyerap kedalam lapisan kulit,,yg kemudian akan didistribusikan ketempat-
tempat yang yang ditujukan untuk memperoleh efeknya, dan tidah boleh sampai
menggumpal pada satu tempat saja, apa lagi sampai menyebabkan iritasi.

Adapun ketentuan umum Cara Pembuatan Salep, adalah sebagai berikut :


1. Peraturan Salep Pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan kedalamnya, jika perlu dengan
pemanasan.
2. Peraturan Salep Kedua
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada peraturan peraturan lain, dilarutkan
lebih dulu dalam air, asalkan air yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep.
Jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis.
3. Peraturan Salep Ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak dan air, harus
diserbuk terlebih dahulu kemudian diayak dengan pengayak B40.
4. Peraturan Salep Keempat
Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus sampai dingin
dan homogen.
Menurut efek terapinya, salep sendiri terbagi atas :
 Salep epidermic (salep penutup) → Digunakan pada permukaan kulit yang berfungsi
hanya untuk melindungi kulit dan menghasilkan efek local, karena bahan obat tidak
diabsorsi. Kadang-kadang ditambahkan antiseptik, adstringen untuk meredakan
rangsangan. Dasar salep yang terbaik adalah senyawa hidrokarbon ( vaselin ).
 Salep Endodermic → Salep dimana bahan obatnyamenembus kedalam, tetapi tidak
melalui kulit dan terabsorsi sebagian. Untuk melunakkan kulit atau selaput lender diberi
local iritan. Dasar salep yang baik adalah minyak lemak.
Salep diadermic → Salep dimana bahan obatnya menembus kedalam melalui kulit dan
mencapai efek yang diinginkan karena diabsorsi selurunya, misalnya pada salep.

B. Cremores ( krim )
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai ( FI.ed.IV ).
Ada 2 tipe cream, yaitu cream tipe minyak air ( M/A ) dan cream tipe air minyak
(A/M). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat cream yang
dikehendaki. Untuk ceam tipe a/m digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, dan cera.
Sedangkan cream tipe m/a digunakan sabun monovalen seperti trietanolamin, natrium stearat,
kalium stearat, dan ammonium stearat.
Kestabilan cream akan terganggu / rusak jika system campurannya terganggu,
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan perubahan
salah satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain.
Bahan pengemulsi krim harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang
dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi krim, dapat digunakan emulgid, lemak bulu domba,
setasium, setilakohol, stearilalkohol, golongan sorbitan, polisorbat, PEG, dan Sabun.
Bahan pengawet yang sering digunakan umumnya adalah metilparaben (nipagin) 0,12-
0,18% dan propilparaben (nipasol) 0,02-0,05%.

2. TUJUAN
Mengetahui dan menguasai cara pembuatan sediaan semi padat dengan menggunakan zat
aktif dari ekstrak tanaman ( Daun Kemangi ).
BAB II
METODOLOGI
1. ALAT DAN BAHAN
 ALAT :
 Mortir
 Stamfer
 Batang pengaduk
 Pot salep (4 buah)
 Timbangan
 Cawan porselin
 Kaca arloji
 Water bath
 Kaca bundar
 Piknometer
 BAHAN :
R/ Salep
 Ekstrak daun kemangi 5% dan 10%
 Asam stearat 11,75 %
 Adeps lanae 25 %
 Vaselin putih 9%
 PEG 7%
 TEA (trietanolamina) 1,5%

2. CARA KERJA
Perhitungan komposisi bahan dibuat dalam 2 konsentrasi yaitu 5 % dan 10%
dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan basis dengan 2 konsetrasi ekstrak tanaman
obat.
1. Salep (Basis Salep ad 20 gram)
 Dalam mortir masukkan bahan aktif ekstrak tanaman 5% dan 10%, gerus sampai
halus.
 Tambahkan basis vaselin sedikit demi sedikit, aduk sampai homogen
 Masukkan dalam pot salep

2. Cream
a. Pembuatan Vanishing cream (Basis vanishing cream ad 20 gram)
 (Fase minyak) Panaskan asam stearat, cera alba, vaselin putih, ( fase minyak )
diatas water bath pada suhu 70°C.
 (Fase Air) Panaskan Propilenglikol, TEA, aqua diatas water bath pada suhu 70°C.
 Mortir dan stamfer panaskan pada suhu 70°C
 Fase air masukkan dalam mortir, tambahkan fase minyak aduk ad terbentuk
massa cream.
BAB III
PEMBAHASAN
1. HASIL
Tabel evaluasi sediaan krim dan salep yang diamati selama 4 minggu.

NO. MINGGU KE- EVALUASI SEDIAAN

ORGANOLEPTIK PH UJI DAYA SEBAR HOMOG


ENITAS

1. MINGGU KE-1 Warna : Hijau Tua Krim : 5 KRIM : Krim +


50 g : 1,3 cm Salep =
Bau : Khas Kemangi Salep : 6 100 g : 2,5 cm Homogen
150 g : 3,2 cm
200 g : 3,9 cm

SALEP :
50 g : 5,1 cm
100 g : 5,5 cm
150 g : 5,8 cm
200 g : 6,3 cm
2. MINGGU KE-2 Warna : Hijau Tua Krim : 6 KRIM : Krim +
50 g : 3,2 cm salep =
Bau : Khas Kemangi Salep : 5 100 g : 3,5 cm Homogen
150 g : 3,7 cm
200 g : 4,0 cm

SALEP :
50 g : 4,1 cm
100 g : 4,6 cm
150 g : 5,0 cm
200 g : 5,8 cm
3. MINGGU KE-3 Warna : Hijau Tua Krim : 6 KRIM : Krim +
50 g : 2,9 cm Salep =
Bau : Khas Kemangi Salep : 5 100 g : 3,2 cm Homogen
150 g : 3,5 cm
200 g : 3,7 cm

SALEP :
50 g : 3,3 cm
100 g : 3,5 cm
150 g : 3,8 cm
200 g : 4,0 cm

4. MINGGU KE-4 Warna : Hijau Tua Krim : 6 KRIM : Krim +


50 g : 2,6 cm Salep :
Bau : Khas Kemangi Salep : 5 100 g : 2,9 cm Homogen
150 g : 3,3 cm
200 g : 3,7 cm

SALEP :
50 g : 3,5 cm
100 g : 3,8 cm
150 g : 4,1 cm
200 g : 4,3 cm

Perhitungan BJ/ MJ :
Berat Salep + Krim : 38,69

Salep :
m 1
𝜌= =1=1
v

Krim :
m 1
𝜌= =1=1
v

2. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, kami membuat formulasi krim dan salep dari ekstrak daun
kemangi. Tentu saja didalam proses formulasi krim dan salep tidak hanya mengandung
bahan aktif saja tetapi juga mengandung bahan-bahan tambahan penyusun salep dan krim
seperti basis krim dan salep. Basis krim yang digunakan dalam proses formulasi ini
adalah Adeps lanae, sedangkan basis salep yang digunakan dalam formulasi yakni
Vaselin putih. Kemudian juga digunakan emulgator TEA (trietanolamin) yang masuk
kedalam golongan emulgator anionik, PEG sebagai humektan dan yang terakhir tentu
saja Aquadest sebagai pelarut.
Pengujian yang kami lakukan terhadap krim dan salep yaitu uji organoleptik, pH, uji daya
sebar dan juga uji homogenitas. Uji organoleptik yang dilakukan pada krim dan salep
yaitu melihat perubahan warna dan bau. Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat dilihat
bahwa warna dan bau dari krim dan salep adalah warna hijau tua dan memiliki bau khas
daun kemangi yang merupakan bahan aktif yang digunakan dalam formulasi ini. Uji pH
dari krim dan salep yang kami uji adalah berkisar antara 5-6. Hal ini sudah sesuai dengan
pH kulit, karena pH kulit memiliki pH yaitu 4,2-6,5. Kesesuaian pH kulit dengan pH
topikal mempengaruhi penerimaan kulit. Kemungkinan iritasi kulit akan sangat besar
apabila sediaan terlalu asam atau terlalu basa. Uji ketiga dari formulasi ini adalah uji
homogenitas, yang dihasilkan adalah bahwa sediaan krim dan salep yang kami buat
homogen karena kelarutan bahan aktif dan bahan tambahan yang digunakan dalam
formulasi berhasil larut dengan baik, didukung dengan sanitasi yang baik pula pada saat
proses pencampuran. Uji keempat yang dilakukan adalah uji daya sebar pada sediaan
krim dan salep, yang ditambah beban anak timbangan 50g, 100g, 150g, 200g. Persyaratan
daya sebar pada sediaan topikal yaitu sekitar 5-7 cm, maka berdasarkan hasil uji daya
sebar pada sediaan krim dan salep dapat dikatakan bahwa sediaan sudah memenuhi syarat
daya sebar yang baik. Daya sebar yang baik menyebabkan kontak antara obat dengan
kulit menjadi luas, sehingga absorpsi obat ke kulit berlangsung cepat. Viskositas suatu
sediaan berpengaruh pada luas penyebarannya. Semakin rendah viskositas suatu sediaan
maka penyebarannya akan semakin besar sehingga kontak antara obat dengan kulit akan
semakin cepat.
Permasalahan yang diperoleh pada saat evaluasi sediaan krim dan salep adalah pada
minggu pertama sudah terdapat jamur pada permukaan sediaan krim.

Anda mungkin juga menyukai