PENDAHULUAN
1. TINJAUAN PUSTAKA
Sediaan semi padat sendiri diantaranya adalah : salep, linimentum, oculenta,dll. Salep
adalah sediaan semi padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan
obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok ( FI. Ed III ).
Basis merupakan komponen terbesar dalam suatu sediaan semi padat. Salah satu faktor
yang harus diperhatikan dalam formulasi sediaan semi padat adalah pemilihan / seleksi basis
yang cocok / sesua. Basis merupakan faktor yang sangat menentukan kecepatan pelepasan / aksi
dari obat, yang nantinya akan mempengaruhi khasiat atau keberhaslan terapi, sehingga sediaan
semi padat harus diformulasikan dengan basis yang baik. Keberadaan basis dalam suatu sediaan
sangat penting, manakala dalam sediaan tersebut tidak ada zat aktif / obat yang terkandung
seperti pada sediaan kosmetik. Sedangkan pada kasus dimana sediaan tersebut mengandung zat
aktif, maka sebelum obat tersebut berefek, maka hal pertama yang harus terjadi adalah obat harus
bias terlepas dari sediaan. Obat terlarut, kemudian berdifusi dan terlepas dari pembawa atau
basisnya. Tidak peduli obatnya harus bekerja dimana ( dipermukaan kulit, lapisan stratum
korneum, lapisan dermis, unit pilosebasea dll. ), obat harus terlepas dari pembawa.
Dasar Salep Yang cocok ; Bahan dasar salep yang digunakan harus lah sesuai dan cocok
dengan komponen bahan baku yang lainnya,,agar salep yag dihasilkan menghasilkan efek
yang dikehendaki.
Dapat terdistribusi merata ; ketika salep nanti digunakan harus terdistribusi merata dan
cepat menyerap kedalam lapisan kulit,,yg kemudian akan didistribusikan ketempat-
tempat yang yang ditujukan untuk memperoleh efeknya, dan tidah boleh sampai
menggumpal pada satu tempat saja, apa lagi sampai menyebabkan iritasi.
B. Cremores ( krim )
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai ( FI.ed.IV ).
Ada 2 tipe cream, yaitu cream tipe minyak air ( M/A ) dan cream tipe air minyak
(A/M). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat cream yang
dikehendaki. Untuk ceam tipe a/m digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, dan cera.
Sedangkan cream tipe m/a digunakan sabun monovalen seperti trietanolamin, natrium stearat,
kalium stearat, dan ammonium stearat.
Kestabilan cream akan terganggu / rusak jika system campurannya terganggu,
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan perubahan
salah satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain.
Bahan pengemulsi krim harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang
dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi krim, dapat digunakan emulgid, lemak bulu domba,
setasium, setilakohol, stearilalkohol, golongan sorbitan, polisorbat, PEG, dan Sabun.
Bahan pengawet yang sering digunakan umumnya adalah metilparaben (nipagin) 0,12-
0,18% dan propilparaben (nipasol) 0,02-0,05%.
2. TUJUAN
Mengetahui dan menguasai cara pembuatan sediaan semi padat dengan menggunakan zat
aktif dari ekstrak tanaman ( Daun Kemangi ).
BAB II
METODOLOGI
1. ALAT DAN BAHAN
ALAT :
Mortir
Stamfer
Batang pengaduk
Pot salep (4 buah)
Timbangan
Cawan porselin
Kaca arloji
Water bath
Kaca bundar
Piknometer
BAHAN :
R/ Salep
Ekstrak daun kemangi 5% dan 10%
Asam stearat 11,75 %
Adeps lanae 25 %
Vaselin putih 9%
PEG 7%
TEA (trietanolamina) 1,5%
2. CARA KERJA
Perhitungan komposisi bahan dibuat dalam 2 konsentrasi yaitu 5 % dan 10%
dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan basis dengan 2 konsetrasi ekstrak tanaman
obat.
1. Salep (Basis Salep ad 20 gram)
Dalam mortir masukkan bahan aktif ekstrak tanaman 5% dan 10%, gerus sampai
halus.
Tambahkan basis vaselin sedikit demi sedikit, aduk sampai homogen
Masukkan dalam pot salep
2. Cream
a. Pembuatan Vanishing cream (Basis vanishing cream ad 20 gram)
(Fase minyak) Panaskan asam stearat, cera alba, vaselin putih, ( fase minyak )
diatas water bath pada suhu 70°C.
(Fase Air) Panaskan Propilenglikol, TEA, aqua diatas water bath pada suhu 70°C.
Mortir dan stamfer panaskan pada suhu 70°C
Fase air masukkan dalam mortir, tambahkan fase minyak aduk ad terbentuk
massa cream.
BAB III
PEMBAHASAN
1. HASIL
Tabel evaluasi sediaan krim dan salep yang diamati selama 4 minggu.
SALEP :
50 g : 5,1 cm
100 g : 5,5 cm
150 g : 5,8 cm
200 g : 6,3 cm
2. MINGGU KE-2 Warna : Hijau Tua Krim : 6 KRIM : Krim +
50 g : 3,2 cm salep =
Bau : Khas Kemangi Salep : 5 100 g : 3,5 cm Homogen
150 g : 3,7 cm
200 g : 4,0 cm
SALEP :
50 g : 4,1 cm
100 g : 4,6 cm
150 g : 5,0 cm
200 g : 5,8 cm
3. MINGGU KE-3 Warna : Hijau Tua Krim : 6 KRIM : Krim +
50 g : 2,9 cm Salep =
Bau : Khas Kemangi Salep : 5 100 g : 3,2 cm Homogen
150 g : 3,5 cm
200 g : 3,7 cm
SALEP :
50 g : 3,3 cm
100 g : 3,5 cm
150 g : 3,8 cm
200 g : 4,0 cm
SALEP :
50 g : 3,5 cm
100 g : 3,8 cm
150 g : 4,1 cm
200 g : 4,3 cm
Perhitungan BJ/ MJ :
Berat Salep + Krim : 38,69
Salep :
m 1
𝜌= =1=1
v
Krim :
m 1
𝜌= =1=1
v
2. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, kami membuat formulasi krim dan salep dari ekstrak daun
kemangi. Tentu saja didalam proses formulasi krim dan salep tidak hanya mengandung
bahan aktif saja tetapi juga mengandung bahan-bahan tambahan penyusun salep dan krim
seperti basis krim dan salep. Basis krim yang digunakan dalam proses formulasi ini
adalah Adeps lanae, sedangkan basis salep yang digunakan dalam formulasi yakni
Vaselin putih. Kemudian juga digunakan emulgator TEA (trietanolamin) yang masuk
kedalam golongan emulgator anionik, PEG sebagai humektan dan yang terakhir tentu
saja Aquadest sebagai pelarut.
Pengujian yang kami lakukan terhadap krim dan salep yaitu uji organoleptik, pH, uji daya
sebar dan juga uji homogenitas. Uji organoleptik yang dilakukan pada krim dan salep
yaitu melihat perubahan warna dan bau. Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat dilihat
bahwa warna dan bau dari krim dan salep adalah warna hijau tua dan memiliki bau khas
daun kemangi yang merupakan bahan aktif yang digunakan dalam formulasi ini. Uji pH
dari krim dan salep yang kami uji adalah berkisar antara 5-6. Hal ini sudah sesuai dengan
pH kulit, karena pH kulit memiliki pH yaitu 4,2-6,5. Kesesuaian pH kulit dengan pH
topikal mempengaruhi penerimaan kulit. Kemungkinan iritasi kulit akan sangat besar
apabila sediaan terlalu asam atau terlalu basa. Uji ketiga dari formulasi ini adalah uji
homogenitas, yang dihasilkan adalah bahwa sediaan krim dan salep yang kami buat
homogen karena kelarutan bahan aktif dan bahan tambahan yang digunakan dalam
formulasi berhasil larut dengan baik, didukung dengan sanitasi yang baik pula pada saat
proses pencampuran. Uji keempat yang dilakukan adalah uji daya sebar pada sediaan
krim dan salep, yang ditambah beban anak timbangan 50g, 100g, 150g, 200g. Persyaratan
daya sebar pada sediaan topikal yaitu sekitar 5-7 cm, maka berdasarkan hasil uji daya
sebar pada sediaan krim dan salep dapat dikatakan bahwa sediaan sudah memenuhi syarat
daya sebar yang baik. Daya sebar yang baik menyebabkan kontak antara obat dengan
kulit menjadi luas, sehingga absorpsi obat ke kulit berlangsung cepat. Viskositas suatu
sediaan berpengaruh pada luas penyebarannya. Semakin rendah viskositas suatu sediaan
maka penyebarannya akan semakin besar sehingga kontak antara obat dengan kulit akan
semakin cepat.
Permasalahan yang diperoleh pada saat evaluasi sediaan krim dan salep adalah pada
minggu pertama sudah terdapat jamur pada permukaan sediaan krim.