Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur,
meracik, memformulasi obat, identifikasi, kombinasi, analisis dan standarisasi
atau pembakuan obat serta pengobatan termasuk pula sifat-sifat obat dan distribusi
penggunaannya yang aman (Syamsuni, 2006).
Salah satu cabang ilmu farmasi adalah fitokimia. Fitokimia adalah ilmu
yang mempelajari tentang senyawa kimia yang terdapat dalam suatu tumbuhan.
Pada tumbuhan terjadi proses metabolisme dan menghasilkan metabolit yang
terdiri dari metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer merupakan
senyawa yang harus terkandung didalam suatu tumbuhan yang meliputi
karbohidrat, lemak dan protein. Sedangkan metabolit sekunder yaitu senyawa
yang relatif terdapat pada suatu tanaman, contohn ya yaitu flavonoid, alkaloid,
saponin, tannin dan lain-lain.Berbagai bahan kimia yang terkandung dalam
tumbuhan dapat diekstraksi untuk dijadikan bahan baku berbagai jenis obat
makanan dan kosmetik.
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dari pelarut cair. Simplisia
yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut. metode yang
umum digunakan, diantaranya maserasi, perkolasi, sokletasi dan refluks. Salah
satu metode yang banyak digunakan adalah maserasi dan perkolasi pada ekstraksi
dingin.
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut
melalui beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.
Cairan penyari akan menembus dinding sel simplisia dan akan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif.
Pemanfaatan potensi bahan obat yang berasal dari alam di Indonesia kini
mulai berkembang karena adanya kesadaran yang semakin tinggi akan
penggunaan bahan-bahan yang berasal dari alam. Sehingga sekarang ini
masyarakat kembali menggeluti bahan alam sebagai bahan penting dalam
membuat suatu obat.

1
Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh
semua mahluk hidup bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah,
meringankan, maupun menyembuh penyakit (Ansel, 1989)
Sehingga, kita sebagai tenaga farmasis harus mengetahui dan memahami
cara mengekstraksi yang baik dan benar untuk menghasilkan bahan obat dari alam
yang nantinya akan dijadikan bahan awal obat tradisional dan bisa juga dijadikan
obat semi sintesis. Dengan keahliannya, farmasis mudah membuat suatu sediaan
obat. Oleh karena itu, pada percobaan ini dilakukan proses ekstraksi dingin
dengan menggunakan metode maserasi dan metode perkolasi pada sampel daun
sirih.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah mengetahui dan memahami cara
ekstraksi denga ekstraksi dingin dengan prinsip-prinsip kerja dari ekstraksi dingin
1.2.2 Tujuan Percobaan
1. Diharapkan mahasiswa dapat menfetahui maksud dari ekstraksi dingin
2. Mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis ekstraksi dingin
3. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui prinsip kerja dari ekstraksi
dingin
1.3 Prinsip percobaan
Penyarian zat pada sampel daun sirih yang dilakukan dengan metode
maserasi dan perkolasi. Cairan penyari akan masuk kedalam sel melewati dinding
sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didalam
sel dengan diluar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan
diganti olehcair penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan zat terlarut dengan
pelarutnya berdasarkan titik didih pelarut. Metode ekstraksi terbagi atas dua cara,
yaitu maserasi dan soxhletasi. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling
sederhana. Bahan simpilisia yang digunakan dihaluskan berupa serbuk kasar dan
dilarutkan dengan bahan pengekstraksi. Soxhletasi merupakan cara ekstraksi yang
dilakukan dalam sebuah alat yang disebut soxhlet dengan pelarut polar
berdasarkan titik didihnya (Damanik, dkk., 2014).
Proses awal pembuatan ekstrak adalah pembuatan serbuk simplisia.
Simplisia dibuat serbuk sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat
mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal, yaitu semakin halus
serbuk simplisia proses ekstraksi semakin aktif (Istiqomah, 2013).
2.2.1 Maserasi
Maserasi secara luas digunakan dalam penelitian tanaman obat. Maserasi
terlibat perendaman bahan (kasar atau bubuk) dalam wadah bertutup dengan
pelarut dan didiamkan pada suhu kamar untuk jangka waktu minimum 3 hari.
Proses perendamaan bertujuan untuk melunakkan dan memecahkan dinding sel
tanaman. Setelah 3 hari, campuran dilakukan penyaringan. Pelarut yang
digunakan dalam proses perendaman pada metode maserasi memainkan peran
penting. Pilihan pelarut akan menentukan jenis senyawa diekstraksi dari sampel
(Azwanida, 2015).
Pelarut pilihan utama untuk mengekstraksi metabolit sekunder yang belum
diketahui dan untuk tujuan skrining adalah metanol, etanol 70%, dan etanol 96%.
Ketiga pelarut ini memilki daya ekstraksi yang luas sehingga metabolit sekunder
tersari dalam tiga kali maserasi. Jika tujuannya untuk mengisolasi dan
memurnikan senyawa, maka pelarut organik lain yang digunakan, yaitu butanol,
etil asetat, kloroform, aseton, atau heksana (Saifudin, 2014).

3
Gambar 2.1 Alat Meserasi

Pelarut pilihan utama untuk mengekstraksi metabolit sekunder yang belum


diketahui dan untuk tujuan skrining adalah metanol, etanol 70%, dan etanol 96%.
Ketiga pelarut ini memilki daya ekstraksi yang luas sehingga metabolit sekunder
tersari dalam tiga kali maserasi. Jika tujuannya untuk mengisolasi dan
memurnikan senyawa, maka pelarut organik lain yang digunakan, yaitu butanol,
etil asetat, kloroform, aseton, atau heksana (Saifudin, 2014).
Pemilihan pelarut pada proses ekstraksi dilakukan karena pelarut mampu
melarutkan senyawa yang akan diekstrak, mudah dipisahkan dan dimurnikan
kembali. Selain pemilihan pelarut, suhu ekstraksi juga perlu diperhatikan. Suhu
ekstraksi yang terbaik dilakukan adalah kisaran 20⁰C-80⁰C, tetapi suhu yang
digunakan harus dibawah titik didih pelarut yang digunakan (Damanik, dkk.,
2014).
Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya (Putra, dkk., 2014):
1. Degesti
Degesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu
pada suhu 40o-50o C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia
yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
2. Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus menerus waktu peroses
maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
3. Remaserasi

4
Cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan
penyari pertama, sesudah diendapkan tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi
lagi dengan cairan penyari yang kedua.

4. Maserasih melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari
selalu bergerak dan menyabar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali
secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.
Cairan pencari ini dipompa dari bawah bejana penyari.peroses ini dilakukan
berulang-ulang,sehingga penyari jenuh terhadap zat aktif.
Keuntungan cara ini:
1. aliran cairan penyari mengurangi lapisan bata
2. cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga akan
memperkecil kepekatan setempat
3. waktu yang diperlukan lebih pendek.
2.2.2 Perkolasi
Perkolasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan jalan melewatkan
pelarut yang sesuai secara lama pada simplisia dalam suatu percolator atau metode
ekstraksi cara dingin yang menggunakan pelarut mengalir yang selalu baru.
Ekstraksi dilakukan dalam bejana yang dilengkapi kran untuk mengeluarkan
pelarut pada bagian bawah. Perbedaan utama dengan maserasi terdapat pada pola
penggunaan pelarut, dimana pada maserasi pelarut hanya di pakai untuk
merendam bahan dalam waktu yang cukup lama, sedangkan pada perkolasi
pelarut dibuat mengalir.

Gambar 2.2 Alat Perkolasi Biasa

Penambahan pelarut dilakukan secara terus menerus, sehingga proses


ekstraksi selalu dilakukan dengan pelarut yang baru. Dengan demikian diperlukan

5
pola penambahan pelart secara terus menerus, hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan pola penetesan pelarut dari bejana terpisah disesuaikan dengan
jumlah pelarut yang keluar, atau dengan penambahan pelarut dalam jumlah besar
secara berkala. Yang perlu diperhatikan jangan sampai bahan kehabisan pelarut.
Proses ekstraksi dilakukan sampai seluruh metabolit sekunder habis tersari,
pengamatan sederhana untuk mengindikasikannya dengan warna pelarut, dimana
bila pelarut sudah tidak lagi berwarna biasanya metabolit sudah tersari. Namun
untuk memastikan metabolit sudah tersari dengan sempurna dilakukan dengan
menguji tetesan yang keluar dengan KLT atau spektrofotometer UV. Penggunaan
KLT lebih sulit karena harus disesuaikan fase gerak yang dipakai, untuk itu lebih
baik menggunakan spektrofotometer. Namun apabila menggunakan KLT indikasi
metabolit habis tersari dengan tidak adanya noda/spot pada plat (Dirjen POM,
1995).
Perkolasi dilakukan dalam wadah berbentuk silindris atau kerucut
(perkolator) yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan
pengekstraksi yang dialirkan secara kontinyu dari atas, akan mengalir turun secara
lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Jika pada
maserasi sederhana tidak terjadi ekstraksi sempurna dari simplisia oleh karena
akan terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan dalam sel dengan cairan
disekelilingnya, maka pada perkolasi melalui simplisia bahan pelarut segar
perbedaan konsentrasi tadi selalu dipertahankan. Dengan demikian ekstraksi total
secara teoritis dimungkinkan (praktis jumlah bahan yang dapat diekstraksi
mencapai 95%) (Voight, 1995).
2.2.2.1 Prinsip perkolasi
Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian
bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah
melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang
dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh
kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan diatasnya, dikurangi dengan daya
kapiler yang cenderung untuk menahan (Istiqomah, 2013)
Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian simplisia dengan
derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan

6
penyari sampai 5 bagian cairan penyari dimasukkan dalam bejana tertutup
sekurang-kurangnya 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam
perkolator, ditambahkan cairan penyari. Perkolator ditutup dibiarkan selama 24
jam, kemudian kran dibuka dengan kecepatan 1 ml permenit, sehingga simplisia
tetap terendam. Filtrat dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan dibiarkan selama
2 hari pada tempat terlindung dari cahaya (Istiqomah, 2013)
2.2.2.2 Jenis-Jenis Perkolator
a. Perkolator bentuk corong.
b. Perkolator bentuk tanung
c. Perkolator bentuk paruh.
Dasar pemilihan perkolator tergantung pada jenis serbuk simplisia yang
akan disari. Jumlah bahan yang disari tidak boleh lebih dari 2/3 tinggi perkolator.
Misalnya, serbuk kina yang mengandung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak
baik bila diperkolasi dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan
segera menjadi pekat dan berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak
cair, jumlah cairan penyari yang diperlukan untuk melarutkan zat aktif.pada
keadaan tersebut, pembuatan sediaan digunakan perkolator lebar untuk
mempercepat proses perkolasi (Dirjen Pom, 1986).
2.2.3 Pelarut yang digunakan
Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat
kandungan kimia (metabolit sekunder) yang akan diekstraksi. Sifat yang penting
adalah sifat kepolaran, dapat dilihat dari gugus polar senyawa tersebut yaitu gugus
OH, COOH. Senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar, dan senyawa
non polar akan lebih mudah larut dalam pelarut non polar. Derajat kepolaran
tergantung kepada ketetapan dielektrik, makin besar tetapan dielektrik makin
polar pelarut tersebut (Dirjen POM, 1992).
Syarat-syarat pelarut adalah sebagai berikut (Dirjen POM, 1992):
1. Kapasitas besar
2. Selektif
3. Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik didihnya cukup
rendah)

7
4. Cara memperoleh penguapannya adalah dengan cara penguapan diatas
penangas air dengan wadah lebar pada temperature 60 oC, destilasi, dan
penyulingan vakum.
5. Harus dapat diregenerasi
6. Relative tidak mahal
7. Non toksik, non korosif, tidak memberikan kontaminasi serius dalam
keadaan uap
8. Viskositas cukup rendah
9. Pemilihan metode ekstraksi
2.3 Uraian Tanaman
2.3.1 Tanaman Paku (Stenochlaena palustris)
1. Klasifikasi Paku (Tjitrosoepomo, 2013).
Kingdom : Plantae
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Filicopsida
Ordo : Filicales
Suku : Blechnaceae
Genus : Stenochlaena Gambar 2.3 Paku
Spesies : Stenochlaena palustris (Stenochlaena palustris)

2. Kandungan kimia
Tanaman paku mengandung senyawa organik yaitu alkaloid, glikosida
flavonoida, tannin, triterpenoid/steroida, dan saponin. (Harbone, 1987).
3. Morfologi tanaman paku
Tumbuhan kelakai merupakan jenis tumbuhan paku yang memiliki
panjang 5 – 10 m. Akar rimpang yang memenjat tinggi, kuat, pipih persegi.
Tangkai daun 10 – 20 cm, kuat. Daun menyirip tunggal 1,5 – 4 cm, mengkilap,
daun mudanya berwarna merah muda, merah kerap kali keungu-unguan,
bertekstur lembut dan tipis, semakin dewasa daunnya mengalami perubahan
warna menjadi kecoklatan dan pada akhirnya menjadi hijau tua dan keras. Daun
berbentuk lanset, ujungnya meruncing, tepinya bergerigi dan pangkalnya
membulat (Steenis, 2003).
4. Khasiat dan manfaat

8
Bagi masyarakat Dayak Kalimantan Tengah kelakai merupakan makanan
favorit, kelakai dimasak dengan cara dioseng-oseng, sayur bening atau direbus
untuk lalapan. Berdasarkan studi empiris daun dan batang kelakai muda
dipergunakan oleh masyarakat suku Dayak sebagai suplemen penambah darah,
obat awet muda, penambah ASI pada ibu yang sedang menyusui, obat tekanan
darah tinggi, pereda demam dan mengobati sakit kulit (Maharani, dkk., 2005).
2.3.2 Sirih Hutan (Piper betle)
1. Klasifikasi Sirih Hutan (Tjitrosoepomo, 2013).
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae
Genus : Piper Gambar 2.4 Sirih Hutan
Species : Piper betle (Piper betle)

2. Kandungan kimia
Daun sirih mengandung senyawa organik yaitu minyak atsiri, alkaloida,
flavonoida, tannin, triterpenoid/steroida, dan saponin. Minyak atsiri yang terdapat
pada daun sirih mengandung betel phenol, saskuiterpen, eugenol dan kavicol yang
memiliki daya mematikan kuman, antioksidasi, antifungi, dan mampu
menghilangkan bau badan, bersifat menahan perdarahan, menyembuhkan luka
pada kulit dan gangguan saluran pencernaan (Damayanti, 1995)
3. Morfologi sirih hutan
Sirih hutan merupakan tanaman terna, tumbuh merambat atau menjalar.
Helaian daun berbentuk bundar telur sampai lonjong,panjang 5 cm sampai 18 cm,
lebar 2,5 cm sampai 10,5 cm pada bagian pangkal helai daun berbentuk jantung
(cordatus) atau agak bundar, tulang daun bagian bawah gundul atau berambut
sangat pendek, tebal, berwarna putih. Bunga berbentuk bulir untai (amentum),
berdiri sendiri di ujung cabang atau berhadapan dengan daun. Bulir jantan,
panjang gagang 1,5 cm sampai 3 cm, benang sari sangat pendek. (Dirjen POM,
1995).
4. Khasiat dan manfaat

9
Daun sirih sebagai tanaman asli Indonesia biasanya tumbuh merambat,
tapi lebih sering bersandar pada batang pohon. Sebenarnya daun sirih ini memiliki
banyak sekali manfaat dan khasiat. Terutama manfaatnya untuk kesehatan dan
kecantikan. Beberapa kandungan yang terdapat pada minyak atsiri yang
dihasilkan oleh daun sirih adalah minyak terbang (betIephenol), seskuiterpen, pati,
diatase, gula dan zat samak dan kavikol yang memiliki daya mematikan kuman,
antioksidasi dan fungisida, anti jamur (Damayanti, 1995).
2.4 Uraian Bahan
2.4.1 Alkohol (Dirjen POM,1995)
Nama Resmi : Aethanolum
Nama Lain : Alkohol, etanol, ethyl alkohol
Nama Kimia : Etanol,
Rumus struktu :

Rumus Molekul : C2H5OH


Berat Molekul : 46,068 g/mol
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap,
dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroformP,
dan dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
Kegunaan : Sebagai antiseptic (membersihkan)
2.4.2 Methanol (FI III : 706)
Nama resmi : METHANOL
Nama lain : Metanol
Berat Molekul : 32 gr/mol
Rumua molwkul : CH3OH
Rumus struktur :CH3 – OH

10
Pemerian : cairan tidak berwarna, jernih, bau khas.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan
jernih, tidak berwarna.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai pelarut

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat
Praktikum fitokimia ekstraksi dingin dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal
06 Maret 2019 pukul 15.00 WITA s/d selesai. Tempat pelaksanaan di
Laboratorium Bahan Alam Farmasi, kampus 1 Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yakni, Alat maserasi,
batang pengaduk, gelas ukur, kain kasa, tisu, botol infus, botol sprite, gelas kimia,
selang infus dan wadah penyimpanan.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini yakni, alumunium
foil, kasa steril, metanol, daun sirih hutan, dan kertas label.
3.3 Cara kerja
3.3.1 Maserasi
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat dan bahan menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang sampel tanaman ssebanyak 25 gr
4. Diukur pelarut methanol sebanyak 900 ml
5. Dimasukan sampel kedalam toples yang sudah ditimbang
6. Ditambahkan pelarut yang sudah diukur, usahakan banyak pelarut
dalam toples sama dengan tinggi sampel
7. Diaduk sampai semua sampel terbasahi dengan pelarut
8. Ditutup toples dengan tambahan alumunium foil

11
9. Dikocok selama 1 jam dengan cara digoyang sampai warna sampel
lebih kental

3.3.2 Perkolasi
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat dan bahan menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang sampel tanaman sejumlah 25 gr
4. Diukur pelarut methanol sejumlah 30 ml
5. Botol infus yang telah dilubangi pada bagian atas sesuai dengan
petunjuk asisten
6. Dilipat 5-7 kasa steril sesuai dengan lebar botol kemudian dimasukan
dalam botol infus
7. Diatur sedemikian rupa kasa steril tersebut pada bagian bawah botol
dengan menggunakan batang pengaduk agar tidak ada celah
8. Dilengkapi botol infus dengan selang infus dalam posisi terkunci
9. Dimasukan sampel yang sudah ditimbang ke dalam botol infus,
usahakan tinggi sampel jauh dari batas lubang pada botol
10. Ditambahkan pelarut yang sudah diukur secara perlahan sampai
sampel terbasahi semua
11. Kemudian botol infus dibungkus dengan alumunium foil, khusus pada
bagian botol yang dilubang diberi lapban dan ekstra alumunium foil
12. Digantung botol dengan menggunakan tali rafia ditempat yang
terlindung dari cahaya matahari
13. Didiamkan selama 8 jam, setelah 8 jam letakan botol sprite yang telah
dibungkus dengan alumunium foil pada ujung selang infus
14. Selang dibuka dengan memperhatikan kecepatan aliran 1ml/ menit
15. Jika proses ekstraksi sudah selesai, simpan ekstrak cair ditempat yang
sejuk dan terlindung dari cahaya matahari untuk dilanjutkan pada
proses berikutnya.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41. Hasil

Gambar 4.1.1 Ekstraksi Gambar 4.1.2 Ekstraksi


Metode Meserasi Daun Metode Perkolasi Akar
Sirih Hutan Paku

4.2 Pembahasan

13
Maserasi terlibat perendaman bahan (kasar atau bubuk) dalam wadah
bertutup dengan pelarut dan didiamkan pada suhu kamar untuk jangka waktu
minimum 3 hari. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana.
Bahan simpilisia yang digunakan dihaluskan berupa serbuk kasar dan dilarutkan
dengan bahan pengekstraksi (Azwanida, 2015)
Pada percobaan ini, langkah pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan. Selanjutnya dibersihkan alat dengan
menggunakan alkohol 70%. Menurut Irianto (2006), alkohol 70% merupakan zat
yang paling efektif sebagai senyawa untuk sterilisasi, antiseptik dan desinfektan
yang dapat menghambat pembiakan mikroorganisme. Sampel daun sirih yang
telah disipakan dilakukan perajngan dengan cara dipotong kecil-kecil sehingga
menjadi haksel.Menurut Tilaar (2009), perajangan pada simplisia dilakukan untuk
memperluas permukaan bagian tanaman yang digunakan agar pada saat proses
pengeringan dapat mongering secara merata dan dengan waktu yang cepat. Tahap
selanjutnya yaitu pengeringan daun sirih hutan dilakukan dengan bantuan sinar
matahari. Menurut Istiqomah (2013), pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi
kadar air yang terkandung di dalam daun sirih hutan sehingga mudah untuk
diekstrak atau penghancuran.
Selanjutnya, ditimbang sampel daun sirih sebanyak 25 gram.
Perbandingan bahan dengan pelarut adalah 3:1, haksel daun sirih lalu dimasukkan
ke dalam toples dan ditambahkan pelarut metanol 96 % sebanyak 1000 ml.
Menurut Harbone (1984), metanol termasuk pelarut polar yang diharapkan dapat
menarik zat-zat aktif yang juga bersifat polar. Pemilihan pelarut yang sesuai
merupakan faktor penting dalam proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan
menurut Depkes RI (2008) adalah pelarut yang dapat menyari sebagian besar
metabolit sekunder yang diinginkan dalam simplisia (Depkes RI, 2008).
Metanol merupakan pelarut yang bersifat universal sehingga dapat melarutkan
analit yang bersifat polar dan nonpolar. Metanol dapat menarik alkaloid, steroid,
saponin, dan flavonoid dari tanaman (Thompson, 1985).

14
Campuran haksel daun sirih hutan dan pelarut tersebut dikocok secara
konstan selama 1 jam, upayakan bahan seluruhnya terendam oleh pelarut.
Menurut Khunaifi (2010), tujuan pengocokan adalah untuk menghomogenkan
larutan selama proses perendaman dan mempercepat kontak antara sampel dan
pelarut.Hasil dari proses perendaman ini, yaitu cairan akan menembus dinding sel
yang mengandung zat aktif sehingga zat aktif akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan diluar sel sehingga larutan
yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terus berulang hingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
Keuntungan metode maserasi adalah pengerjaannya sederhana untuk
dilakukan dan alat-alat yang digunakan mudah didapatkan. Adapun kerugiaan dari
metode ini adalah pengerjaannya yang lama karena alat-alat yang digunakan
cukup sederhana. Selain itu, penyariannya juga kurang sempurna karena tidak
semua sari terekstraksi. Cairan penyari yang dipakai biasanya berupa air, etanol,
atau pelarut organik lainnya. Pilihan pelarut akan menentukan jenis senyawa
diekstraksi dari bahan (Azwanida, 2015)
Percobaan kedua menggunakan metode ekstraksi dengan perkolasi.
Perkolasi menurut Syamsuni (2006), adalah suatu cara penarikan dengan memakai
alat yang disebut perkolator yang simplisianya terendam dalam cairan penyari.
Sedangkan untuk prinsip kerja dari perkolasi menurut Voight (1994), yaitu serbuk
simplisia ditempatkan disuatu bejana silinder yang dibawahnya diberi sekat
berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut,
cairan penyari ini akan melarutkan sel-sel yang dilaluinya hingga mencapai
keadaan jenuh.
Proses praktikum dilakukan dengan cara menimbang haksel simplisia akar
paku sebanyak 25 gram. Pada praktikum kali ini digunakan penyari etanol 96%
sebanyak 300 mL. Simplisia yang telah dibasahi kemudian dimasukkan ke dalam
bejana dan didiamkan sekurang-kurangnya selama 3 jam. Pembasahan dan
pendiaman ini bertujuan agar sel-sel simplisia mengembang sempurna sehingga
cairan penyari akan mudah menembus sel (Saifudin, 2014).
Setelah 3 jam massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam percolator
tabung yaitu berupa botol infus yang sebelumnya telah dilapisi kertas saring dan

15
telah dibasahi dengan etanol. Menurut Khunaifi (2010), ini berujuan untuk
menjaga kecepatan aliran cairan penyari, jika kertas saring dibasahi dengan air
maka air yang bersifat polar akan mempercepat aliran cairan. Haksel simplisia
akar paku dimasukkan sedikit demi sedikit sambil sesekali ditekan hati-hati,
tujuannya menurut Khunaifi (2010), untuk mengatur aliran dari cairan penyari.
Setelah simplisia dari akar paku dimasukkan semuanya kemudian dimasukkan
cairan penyari kedalam percolator melalui dinding percolator agar cairan penyari
rata mengenai serbuk simplisia dan supaya tidak terbentuk lubang ditengah-tengah
serbuk simplisia.
Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 mL per menit. Kemudian
cairan penyari ditambahkan berulang-ulang sehingga selalu ada selapis cairan
penyari diatas simplisia. Setelah itu hasil dari perkolasi diuapkan diatas watrebath
hingga diperoleh ekstrak kental
Setelah diperoleh ekstrak kental maka dapat dihitung randemennya.
Menghitung randemennya dengan cara pertama, timbang pot obat yang masih
kosong, kemudian timbang pot obat yang telah berisi ekstrak kental. Untuk
mengetahui bobot ekstrak yang diperoleh maka bobot pot obat yang berisi ekstrak
dikurangi dengan bobot pot obat kosong. Hasil dari pengurangan tersebut itulah
bobot ekstrak yang diperoleh. Setelah diperoleh bobot ekstrak kental maka
dihitung randemennya dengan cara bobot ekstrak yang diperoleh dibagi dengan
jumlah simplisia yang ditimbang kemudian dikalikan dengan 100%.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum fitokimia ini, diperoleh kesimpulan bahwa.
1. pada metode ini diekstraksi untuk mengidentifikasi senyawa yang ada
didalam tanaman daun paku hutan.
2. Untuk ekstraksi dingin terdapat beberapa jenis ektraksi yaitu metode
maserasi dengan sistem tanpa pemanasan. Dan juga metode perkolasi
yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari.
3. Pada ekstraksi maserasi dan perkolasi terdapat prinsip kerjanya jika
pada metode maserasi yaitu ekstrakso zat aktif yang dilakukan dengan

16
cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari
pada temperatur kamar, terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk
kedalam sampel melewati dinding sel, isi sel akan larut karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan didalam sel dengan diluar sel.
Peristiwa tersebut akan berulang sampai terjadi keseimbangan antara
larutan didalam sel dan diluar sel. Sedangkan pada metode perkolasi
prinsip kerjanya adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu
benjana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori.cairan
penyari dialirkan dari atas kebawah, larutan penyari akan melarutkan
zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh .
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Jurusan
Diharapkan agar bisa lebih memperhatikan fasilitas yang akan digunakan
dalam perkuliahan maupun dalam praktikum yang kurang memadai. Lebih
khususnya pada proses praktikum dimana praktikan merasa kurang dalam
menggunakan alat maupun bahan yang disediakan di laboratorium.
5.2.2 Saran untuk Laboratorium
Diharapkan agar laboratorium dapat melengkapi fasilitasnya
berupa alat-alat dan bahan-bahan yang menunjang dalam proses praktikum, agar
praktikum yang dilaksanakan dapat berjalan dengan lancar.

5.2.3 Saran untuk Asisten


Diharapkan agar kerjasama antara asisten dengan praktikan lebih
ditingkatkan dengan banyak memberi wawasan tentang percobaan yang
dilakukan, dan hubungan asisten dengan praktikan diharapkan selalu terjaga
keharmonisannya agar dapat tercipta suasana kerjasama yang baik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Azwanida, 2015. A Review on the Extraction Methods Use in Medicinal Plants,


Principle, Strength and Limitation. Journal Medicinal and Aromatic
Plants. 4(3): 1-6.

Damanik, D. D. P., N.Surbakti dan R.Hasibuan, 2014. Ekstraksi Katekin dari


Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) dengan Metode Maserasi. Jurnal
Teknik Kimia. 3(2): 10-14.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi. Jakarta : Depkes RI

Dwivedi, V dan S.Tripathi, 2014. Review study on potential activity of Piper


betle,Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry. 3(4): 93-98.

18
Istiqomah, 2013. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi
terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa Piperis rectofructi fructus.
Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Khunaifi, M. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong (Anredera


Cordifolia (Ten.) Steenis) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan
Pseudomonas Aeruginosa. Skripsi. Malang: UIN Malang.Moeljanto, R.
D dan Mulyono, 2003. Khasiat dan Manfaat Daun Sirih Obat Mujarab
dari Masa ke Masa. Agromedia Pustaka, Tangerang.

Putra, A. A. B., N. W.Bogoriani, D.P.Diantariani dan N.L.U.Sumadewi, 2014.


Ekstraksi Zat Warna Alam dari Bonggol Tanaman Pisang (Musa
paradisiacal L.) dengan Metode Maserasi, Refluks, dan Sokletasi. Jurnal
Kimia. 8(1):113-119.

Putri, P. H., Wignyanto dan N.Mayang, 2012.Hasil Ekstraksi Daun Sirih Hijau
(Piper betle L.) sebagai Pengawet Alami pada Bakso Sapi. Jurnal
Pertanian. 2(1): 1-10.

Saifudin, A., 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder. Deepublish, Yogyakarta.


Shah, G. A., T.T.Shah dan S.Telang, 2016. Anti-Proliferative Efficacy of Piper
betle Leaf Extracts Against B16F10 Melanoma in An In-Vivo
Experimental Model. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences. 5(6): 835-843.

Syahrinastiti, T. A., A.Djamal dan L.Irawati, 2015. Perbedaan Daya Hambat


Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) dan Daun Sirih Merah (Piper
crocatum Ruiz dan Pav) terhadap Pertumbuhan Escherichia coli. Jurnal
Kesehatan Andalas. 4(2): 421-424.

Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku


Kedokteran EGC, Jakarta.
Thompson, E. B. 1985. Drug Bioscreening. America: Graceway Publishing
Company, Inc. Pp. 40, 118.

Tilaar, H. A. R. 1999. Pendidikan, Kebudayaan, dan masyrakat madani


Indonesia. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Voight, R., 1994, Buku Pengantar Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh


Soedani, N., Edisi V, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada Press.

19

Anda mungkin juga menyukai