NAMA KELOMPOK :
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang mempelajari kemampuan
obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologi,
resorpsi dan nasipnya didalam organisme hidup. Untuk menyelidiki semua interaksi
antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta penggunaan pada pengobatan penyakit,
disebut farmakologi klinis.
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak. Fungsi
sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Dua perangkat
neuron dalam komponen otonom pada sistem saraf perifer adalah neuron aferen atau
sensorik dan neuron eferen atau motorik. Neuron aferen mengirimkan impuls ke sistem
saraf pusat, dimana impuls itu diinterprestasikan. Neuron eferen menerima impuls
(informasi) dari otak dan meneruskan impuls ini melalui medulla spinalis ke sel-sel
organ efektor. Jalur eferen dalam sistem saraf otonom dibagi menjadi dua cabang yaitu
saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Dimana kedua sistem saraf ini bekerja pada organ-
organ yang sama tetapi menghasilkan respon yang berlawanan agar tercapainya
homeostatis (keseimbangan). Kerja obat-obat pada sistem saraf simpatis dan sistem saraf
parasimpatis dapat berupa respon yang merangsang atau menekan.
Dalam dunia farmasi, sistem saraf otonom ini sangat erat hubungannya dengan
farmakologi dan toksikologi karena kita dapat mengetahui mekanisme kerja obat yang
akan mempengaruhi sistem saraf otonom itu sendiri.
Kelinci
Kelinci1I 2
Kelinci II
HASIL PENGAMATAN
3.1 Hasil
1. Pengaruh Obat Otonom terhadap Otot Iris Mata Kelinci yang diberi Atropin
(mata kanan) dan Epinefrin (mata kiri)
D pupil
Diameter pupil kanan (cm) Dimeter pupil kiri (cm)
normal
Kanan Kiri 0,5’ 1’ 5’ 10’ 15’ 20’ 0,5’ 1’ 5’ 10’ 15’ 20’
0,6 0,6 0,6 0,6 0,7 0,7 0,8 0,8 0,6 0,6 0,7 0,7 0,7 0,7
cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm
2. Pengaruh Obat Otonom terhadap Otot Iris Mata Kelinci yang diberi
Pilokarpin+Atropin (mata kanan) dan Pilokarpin (mata kiri)
D pupil
Diameter pupil kanan (cm) Dimeter pupil kiri (cm)
normal
Kanan Kiri 0,5’ 1’ 5’ 10’ 15’ 20’ 0,5’ 1’ 5’ 10’ 15’ 20’
0,8 0,7 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,6 0,7 0,8 0,5
cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum pengaruh obat otonom terhadap mata ini menggunakan hewan uji
kelinci yang diberikan obat tetes mata berupa atropin, epinefrin dan pilokarpin. Setiap kelinci
diukur terlebih dahulu diameter matanya, digunakan sebagai pembanding ketika telah ditetesi
obat.
Pada kelinci pertama, mata kanan ditetesi atropin sebanyak 3 tetes. Lalu dihitung tiap
menit sesuai data pengamatan. Atropin merupakan obat golongan antimuskarinik. Yang dapat
menyebabkan dilatasi pupil. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa mata kanan kelinci
pada saat normal berukuran 0,6 cm, sedangkan setelah 0,5 menit dan 1 menit pemberian
atropin tidak ada perubahan karena ukuran pupil masih 0,6 cm, dapat diketahui pada waktu
tersebut obat belum bereaksi, sehingga belum terlihat dilatasi pupil. Setelah pemberian 5
menit terlihat perubahan pada pupil mata, karena ukurannya menjadi 0,7 cm. Atropin telah
memberikan efek dilatasi pupil. Dilanjutkan pada menit ke 10, diameter pupil tetap 0,7 cm.
Pada menit ke 15 dan menit ke 30 , diameter pupil menjadi 0,8 cm. Atropin masih
menyebabkan efek dilatasi.
Pada kelinci pertama, mata kiri ditetesi epinefrin sebanyak 3 tetes yang merupakan
obat golongan adrenergik. Sama halnya dengan atropin, epinefrin juga mengakibatkan
dilatasi pada pupil mata. Dari hasil pengamatan, diameter normal pada mata kelinci yaitu 0,6
cm. Setelah pemberian pada 0,5 menit diameter dari pupil mata tetap 0,6 disebabkan obat
epinefrin belum bekerja sehingga tidak menyebabkan dilatasi pupil. Setelah pemberian 1
menit diameter pupil menjadi 0,7 cm, terjadi dilatasi pupil. Pada menit ke 5 diameter pupil
tetap 0,7 cm. Kemudian setelah menit ke 10, 15 dan 30 diameter pupil tetap yaitu 0,7cm.
Pada kelinci kedua, mata sebelah kanan memiliki diameter mata normalnya 0,8 cm.
Mata kanan diberikan pilokarpin dan atropin 2 tetes untuk masing-masing obat. Obat pertama
yang diberikan yaitu pilokarpin lalu dijaraki beberapa menit dan dilanjutkan dengan menetesi
obat atropin. Atropin merupakan obat golongan antimuskarinik yang menyebabkan dilatasi
pupil, sedangkan pilokarpin adalah obat golongan agonis muskarinik yang menyebabkan
kontriksi pupil. Kerja antara 2 obat ini adalah antagonis atau berlawanan, sehingga ketika
perlakuan akan menyebabkan efek diameter pupil tidak akan mengalami perubahan.
Setelah pemberian 0,5 menit atau 30 detik, diameter dari pupil mata masih 0,8 cm,
masih belum terjadi perubahan atau efek obat belum terlihat. Pada menit ke 0,8 cm diameter
pupil masih 0,8 cm, kemudian pada menit ke 10, 15 dan 30 diamter pupil tidak mengalami
perubahan tetap pada 0,8 cm.
Kelinci kedua pada mata sebelah kiri memiliki diameter 0,7 cm dan ditetesi obat
pilokarpin, yang telah diketahui bisa menyebabkan kontriksi pupil atau pengecilan pada
diameter pupil. Setelah pemberian pada 30 detik, 1 menit diameter pupil mata yaitu 0,8 cm.
kemudian pada menit ke 10 diameter pupil mata menjadi 0,7 cm. Pada menit ke 15 diameter
pupil adalah 0,8 cm. Dan pada menit ke 30 diameter pupil mata adalah 0,5 cm.
Kemungkinan kesalahan yang dilakukan pada saat praktikum pengaruh kerja obat
otonom terhadap mata yaitu, kesalahan pada saat mengukur diameter dari pupil mata kelinci,
ketidak tepatan atau jumlah tetesan berbeda sehingga menyebabkan efek yang berbeda.
BAB V
KESIMPULAN
Hasil yang didapat pada praktikum pengaruh obat otonom terhadap mata yaitu :
1. Sistem saraf dibagi mnjadi 2, sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf Tepi (SST). SSP
terdiri dari otak dan medulla spinalis, SST mempunyai 2 cabang, sistem saraf somatik
(SSS) dan sistem saraf otonom (SSO).
2. Fungsi SSO adalah mengendalikan dan mengatur organ-organ otonom, seperti jantung,
saluran gastrointestinal (GI), mata, kandung kemih, pembuluh darah, kelenjar, paru-paru
dan bronkus.
3. Jalur eferen dari SSO dibagi menjadi 2, saraf simpatik dan saraf parasimpatik, yang
sering disebut sebagai sistem saraf simpatik dan sistem saraf para simpatik.
4. Jenis obat yang digunakan pada praktikum ini yaitu : atropin, pilokarpin, dn epinefrin.
5. Tiap-tiap obat memiliki efek yang berbeda, dari perbedaan efek tersebut dilakukan
pengujian dan perbandingan dengan efek yang sesuai yang diakibatkan oleh masing-
masing obat.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Sulistia Gan, dkk. 2012. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Peterbit FKUI
Priyanto, Lilin Batubara. 2010. Farmakologi Dasar untuk Mahasiswa Farmasi dan Keperawatan.
Depok Jabar: Leskonfi