Anda di halaman 1dari 18

EKSTRAKSI BAHAN ALAT

Sri Yunita K Bungi (85FA18033) sriyunitabungi@gmail.com


Program Studi S-1 Farmasi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Bina Mandiri Gorontalo
Alamat: Jl. Prof. Dr. Aloe Saboe No. 173 Kelurahan Wonggaditi, Kota Gorontalo 96122
Gorontalo, Indonesia

A. Latar Belakang
Metabolit sekunder yang diproduksi oleh berbagai organisme memang
tidak memiliki peran yang cukup signifikan terhadap keberlangsungan hidup
dari organisme penghasilnya. Namun, metabolit sekunder tersebut diketahui
memiliki berbagai aktivitas biologi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia.
Berbagai aktivitas biologis dari metabolit sekunder antara lain antikanker,
antibakteri, antioksidan dan antifungi.
Pemanfaatan metabolit sekunder yang terdapat dalam tanaman dapat
dilakukan dengan mengkonsumsi langsung tanaman penghasil metabolit
sekunder atau melakukan isolasi terhadap metabolit sekunder yang memiliki
aktivitas biologis. Teknik mengisolasi senyawa metabolit sekunder dari suatu
bahan alam dikenal sebagai ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah satu proses
pemisahan zat yang diinginkan dari suatu material tanaman.
Metode ekstraksi mengandalkan sifat kelarutan dari senyawa yang akan
diekstrasi terhadap pelarut yang digunakan. Keberhasilan ekstraksi juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga perlu adanya ketelitian dalam
memilih metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstrak senyawa
metabolit sekunder yang diinginkan.
B. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari paktikum ini yaitu praktikan diharapkan mampu
memahami tekhnik pemisahan komponen metabolit sekunder dengan
menggunakan teknik ekstraksi.
C. Manfaat Percobaan
Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu agar mahasiswa dapat
melakukan teknik pemisahan komponen metabolit sekunder dengan
menggunakan tekhnik ekstraksi.
D. Teori
1. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi
dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel
dengan penyaringan. Ekstrak awal sulit dipisahkan melalui teknik pemisahan
tunggal untuk mengisolasi senyawa tunggal. Oleh karena itu, ekstrak awal
perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas dan ukuran molekul
yang sama. (Jurnal Kesehatan Volume VII No. 2/2014)
Salah satu metode yang digunakan untuk penemuan obat tradisional
adalah metode ekstraksi. Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat
bahan dan senyawa yang akan diisolasi. Sebelum memilih suatu metode,
target ekstraksi perlu ditentukan terlebih dahulu. Ada beberapa target
ekstraksi, diantaranya (Sarker SD, dkk., 2006):
1. Senyawa bioaktif yang tidak diketahui
2. Senyawa yang diketahui ada pada suatu organisme
3. Sekelompok senyawa dalam suatu organisme yang berhubungan secara
struktural.
Semua senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh suatu sumber
tetapi tidak dihasilkan oleh sumber lain dengan kontrol yang berbeda,
misalnya dua jenis dalam marga yang sama atau jenis yang sama tetapi berada
dalam kondisi yang berbeda. Identifikasi seluruh metabolit sekunder yang ada
pada suatu organisme untuk studi sidik jari kimiawi dan studi metabolomik.
Proses ekstraksi khususnya untuk bahan yang berasal dari tumbuhan
adalah sebagai berikut :
1. Pengelompokan bagian tumbuhan (daun, bunga, dll), pengeringan dan
penggilingan bagian tumbuhan.
2. Pemilihan pelarut
3. Pelarut polar: air, etanol, metanol, dan sebagainya.
4. Pelarut semipolar: etil asetat, diklorometan, dan sebagainya.
5. Pelarut nonpolar: n-heksan, petroleum eter, kloroform, dan sebagainya.
(Jurnal Kesehatan Volume VII No. 2/2014)
Menurut Depkes RI (1986) dalam Malaha (2014) bahwa dalam proses
ekstraksi, memperkecil ukuran partikel dimaksudkan untuk memperbesar luas
permukaan total dari simplisia yang akan disari. Hal ini akan memperbesar
terjadinya kontak antara partikel simplisia dengan cairan penyari, yang
selanjutnya dapat memperbesar efek ekstraksi.
Menurut Mc Cabe (1999) dalam Muhiedin (2008), ekstraksi dapat
dibedakan menjadi dua cara berdasarkan wujud bahannya yaitu:
1. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari
campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.
2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling
bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat
Ekstraksi padat cair secara umumnya terdiri dari maserasi, refluktasi,
sokhletasi, dan perkolasi. Metoda yang digunakan tergantung dengan jenis
senyawa yang kita gunakan. Jika senyawa yang kita ingin sari rentan terhadap
pemanasan maka metoda maserasi dan perkolasi yang kita pilih, jika tahan
terhadap pemanasan maka metoda refluktasi dan sokletasi yang digunakan
(Safrizal,2010).
Pada ekstraksi cair-cair, bahan yang menjadi analit berbentuk cair dengan
pemisahannya menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur
sehingga terjadi distribusi sampel di antara kedua pelarut tersebut.
Pendistribusian sampel dalam kedua pelarut tersebut dapat ditentukan dengan
perhitungan KD/koefisien distribusi (Faradillah:2011)
2. Ekstraksi Padat-Cair
2.1 Cara Dingin
2.1.1 Maserasi
a) Pengertian Maserasi
Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya
merendam). Cara ini merupakan salah satu cara ekstraksi, dimana sediaan
cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam
menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air,
misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan
dalam buku resmi kefarmasian (Anonim, 2014).
Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa
pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda
ini pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga
maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa
yang tidak tahan panas ataupun tahan panas (Hamdani, 2014). Maserasi
merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari (Afifah,2012).
Jadi, Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dengan
cara merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut yang sesuai dan
tanpa pemanasan.
b) Prinsip Maserasi
Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat aktif berdasarkan sifat
kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like). Langkah kerjanya
adalah merendam simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut
penyari tertentu selama beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring
dan diambil beningannya. Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk
mengekstraksi zat aktif dari suatu tanaman ataupun hewan menggunakan
pelarut yang cocok. Pelarut-pelarut tersebut ada yang bersifat “bisa campur
air” (contohnya air sendiri, disebut pelarut polar) ada juga pelarut yang
bersifat “tidak campur air” (contohnya aseton, etil asetat, disebut pelarut non
polar atau pelarut organik).
Metode Maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau pelarut
non-polar. Teorinya, ketika simplisia yang akan di maserasi direndam dalam
pelarut yang dipilih, maka ketika direndam, cairan penyari akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh dengan zat aktif dan karena
ada pertemuan antara zat aktif dan penyari itu terjadi proses pelarutan (zat
aktifnya larut dalam penyari) sehingga penyari yang masuk ke dalam sel
tersebut akhirnya akan mengandung zat aktif, katakan 100%, sementara
penyari yang berada di luar sel belum terisi zat aktif (0 %) akibat adanya
perbedaan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel ini akan muncul
gaya difusi, larutan yang terpekat akan didesak menuju keluar berusaha
mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat aktif di dalam dan di luar sel.
Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah terjadi keseimbangan
konsentrasi (istilahnya “jenuh”).
Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai, maka zat aktif di
dalam dan di luar sel akan memiliki konsentrasi yang sama, yaitu masing-
masing 50%. Alat maserasi ditunjukkan pada gambar No. 1

(a) (b)
Gambar 1. (a) maserasi sederhana (b) maserasi yang dilengkapi
pengaduk
c). Kelebihan dan Kekurangan Metode Maserasi
Kelebihan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:
Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam
Biaya operasionalnya relatif rendah
Prosesnya relatif hemat penyari dan tanpa pemanasan
Kelemahan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:
Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu
terekstraksi sebesar 50% saja
Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.
2.1.2 Perkolasi
a) Pengertian Perkolasi
Menurut Guenther dalam Irawan (2010) Perkolasi adalah cara
penyarian dengan mengalirkan penyari melalui bahan yang telah dibasahi.
Perkolasi adalah metoda ekstraksi cara dingin yang menggunakan pelarut
mengalir yang selalu baru. Perkolasi banyak digunakan untuk ekstraksi
metabolit sekunder dari bahan alam, terutama untuk senyawa yang tidak
tahan panas (Agutina, 2013).
Jadi, perkolasi adalah suatu metode estraksi dengan mengalirkan
penyari melalui bahan yang telah dibasahi sehingga pelarut yang digunakan
selalu baru.
b) Prinsip Perkolasi
Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: Serbuk simplisia ditempatkan
dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori.
Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan
penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai
keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya
sendiri dan cairan di atasnya., dikurangi dengan daya kapiler yang
cenderung untuk menahan.
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat,
kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya
kapiler dan daya geseran (friksi).
Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:
Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang
terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga
meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi.
c) Alat Perkolasi
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut percolator, cairan yang
digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat
aktif yang keluar dari percolator disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa
setelah dilakukanya penyarian disebuat ampas atau sisa perkolasi.
Bentuk percolator ada 3 macam yaitu percolator berbentuk tabung,
percolator berbentuk paruh, dan percolator berbentuk corong. Pemilihan
percolator tergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan di sari. Serbuk
kina yang mengandung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik jika
diperkolasi dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera
menjadi pekat dan berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak
cair, jumlah cairan penyari yang tersedia lebih besar dibandingkan dengan
jumlah cairan penyari yang diperlukan untuk melarutkan zat aktif. Pada
keadaan tersebut, pembuatan sediaan digunakan percolator lebar untuk
mempercepat proses perkolasi.
Percolator berbentuk tabung biasanya digunakan untuk pembuatan
ekstrak cair, percolator berbentuk paruh biasanya digunakan untuk
pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar tinggi, percolator berbentuk
corong biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan
kadar rendah. Di bawah ini adalah gambar alat perkolasi.
Gambar 2. Alat perkolasi

d) Kelebihan dan Kekurangan Perkolasi


Kelebihan dari metode perkolasi adalah:
1. Tidak terjadi kejenuhan
2. Pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga
zat seperti terdorong untuk keluar dari sel)
Kekurangan dari metode perkolasi adalah:
1. Cairan penyari lebih banyak
2. Resiko cemaran mikroba untuk penyari air karena dilakukan secara
terbuka (Sulaiman, 2011).
2.2 Cara Panas
2.2.1 Refluks
a) Pengertian Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
Refluks adalah teknik yang melibatkan kondensasi uap dan kembali
kondensat ini ke sistem dari mana ia berasal. Hal ini digunakan dalam
industri dan laboratorium distilasi. Hal ini juga digunakan dalam kimia
untuk memasok energi untuk reaksi-reaksi selama jangka waktu yang
panjang. Campuran reaksi cair ditempatkan dalam sebuah wadah terbuka
hanya di bagian atas. Kapal ini terhubung ke kondensor Liebig, seperti
bahwa setiap uap yang dilepaskan kembali ke didinginkan cair, dan jatuh
kembali ke dalam bejana reaksi. Kapal kemudian dipanaskan keras untuk
kursus reaksi. Alat refluks dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Alat refluks

b). Prinsip Metode Refluks


Prinsip kerja pada metode refluks yaitu penarikan komponen kimia
yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat
bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan
penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan
penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari
kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya
berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna,
penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Akhyar,2010).
c). Kelebihan dan Kekurangan Metode Refuks
Kelebihan dari metode refluks adalah digunakan untuk mengekstraksi
sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar, dan tahan pemanasan
langsung. (Anonim, 2011).
Kekurangan dari metode refluks adalah membutuhkan volume total
pelarut yang besar,dan Sejumlah manipulasi dari operator (Mandiri, 2013).
2.2.2 Soxhletasi
a) Pengertian Soxhletasi
Soxhletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen yang
terdapat dalam sampel padat dengan cara penyarian berulang–ulang dengan
pelarut yang sama, sehingga semua komponen yang diinginkan dalam
sampel terisolasi dengan sempurna. Pelarut yang digunakan ada 2 jenis,
yaitu heksana (C 6 H14 ) untuk sampel kering dan metanol (CH3 OH) untuk
sampel basah. Jadi, pelarut yang dugunakan tergantung dari sampel alam
yang digunakan. Nama lain yang digunakan sebagai pengganti sokletasi
adalah pengekstrakan berulang–ulang (continous extraction) dari sampel
pelarut (Rahman: 2012).
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan,
cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari
terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun
menyari simplisia dalam klonsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam
labu alas bulat setelah melewati pipa sifon ( Rene, 2011).
b) Prinsip Kerja Soxhletasi
Bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah kantung ekstraksi
(kertas, karton, dan sebagainya) dibagian dalam alat ekstraksi dari gelas
yang bekerja kontinyu. Wadah gelas yang mengandung kantung diletakkan
antara labu penyulingan dengan labu pendingin aliran balik dan
dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut,
yang menguap dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipet,
berkondensasi di dalamnya, menetes ke atas bahan yang diekstraksi dan
menarik keluar bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul di dalam wadah
gelas dan setelah mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis
dipindahkan ke dalam labu. Dengan demikian zat yang terekstraksi
terakumulasi melalui penguapan bahan pelarut murni berikutnya. Pada cara
ini diperlukan bahan pelarut dalam jumlah kecil, juga simplisia selalu baru
artinya suplai bahan pelarut bebas bahan aktif berlangsung secara terus-
menerus (pembaharuan pendekatan konsentrasi secara kontinyu).
Keburukannya adalah waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi cukup lama
(sampai beberapa jam) sehingga kebutuhan energinya tinggi (listrik, gas).
Selanjutnya, simplisia di bagian tengah alat pemanas langsung berhubungan
dengan labu, dimana pelarut menguap. Pemanasan bergantung pada lama
ekstraksi, khususnya titik didih bahan pelarut yang digunakan, dapat
berpengaruh negatif terhadap bahan tumbuhan yang peka suhu (glikosida,
alkaloida). Demikian pula bahan terekstraksi yang terakumulasi dalam labu
mengalami beban panas dalam waktu lama. Meskipun cara soxhlet sering
digunakan pada laboratorium penelitian untuk pengekstraksi tumbuhan,
namun peranannya dalam pembuatan sediaan tumbuhan kecil artinya
(Anonim: 2011).
c) Alat ekstraksi Soxhletasi

Gambar 4. Alat Soxhletasi

Nama-nama instrumen dan fungsinya adalah: 1) Kondensor berfungsi


sebagai pendingin, dan juga untuk mempercepat proses pengembunan, 2)
Timbal/klonsong berfungsi sebagai wadah untuk sampel yang ingin diambil
zatnya, 3) Pipa F/vapor berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang
menguap dari proses penguapan, 4) Sifon berfungsi sebagai perhitungan
siklus, bila pada sifon larutannya penuh kemudian jatuh ke labu alas bulat
maka hal ini dinamakan 1 siklus, 5) Labu alas bulat berfungsi sebagai
wadah bagi ekstrak dan pelarutnya, 6) Hot plate atau penangas berfungsi
sebagai pemanas larutan, 7) Water in sebagai tempat air masuk, dan 8)
Water out sebagai tempat air keluar (Azam Khan: 2012).
d) Kelebihan dan Kekurangan Soxhletasi
Metode soxhletasi memiliki kelebihan dan kekurangan pada proses
ekstraksi.
Kelebihan:
a) Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak
tahan terhadap pemanasan secara langsung.
b) Digunakan pelarut yang lebih sedikit
c) pemanasannya dapat diatur
kekurangan:
a) Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di
sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan
reaksi peruraian oleh panas.
b) Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui
kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam
wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk
melarutkannya.
c) Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk
menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi (Keloko,
2013).

3. Ekstraksi Cair-Cair
3.1 Pengertian ekstraksi pelarut (Ekstraksi Cair-Cair)
Dalam laboratorium ekstraksi dapat digunakan untuk mengambil zat
terlarut dalam air dengan menggunakan pelarut-pelarut organik yang tidak
bercampur dengan air. Dalam industri, ekstraksi dipakai menghilangkan zat-
zat yang tidak disukai yang terkait dalam produk. (Team Teaching, 2013).
Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air adalah metode
pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah pemisahan
ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Prinsip metode
ini didasarkan pada distribusi zat pelarut dengan perbandingan tertentu antara
dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti benzena, karbon tetraklorida
atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah
yang berbeda dalam kedua fase pelarut.
Ekstraksi pelarut terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan
cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan
aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis.
Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya
dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut,
dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin.
Ekstraksi cair-cair dengan pengkelat logam adalah salah satu aplikasi
utama ekstraksi cair-cair yaitu ekstraksi selektif ion logam menggunakan
agen pengkelat. Pada umumnya ion-ion logam tidak larut dalam pelarut
organik non polar. Ion logam harus diubah menjadi bentuk molekul yang
tidak bermuatan dengan pembentukan kompleks agar ion logam tersebut
dapat terekstrak ke dalam pelarut organik non polar. Senyawa kompleks
adalah suatu senyawa dimana ion logam bersenyawa dengan ion atau
molekul netral yang mempunyai sepasang atau lebih elektron bebas yang
berikatan secara kovalen koordinasi (Anonim: 2011).
Pembagian solut antara dua cairan yang tak saling campur memberikan
banyak kemungkinan yang menarik bagi pemisahan-pemisahan analitik juga
untuk keadaan yang tujuan utamanya bukanlah analitik melainkan preparatif,
maka ekstraksi solven dapat merupakan suatu langkah penting dalam urutan
yang memberikan hasil murni di dalam laboratorium organik, anorganik atau
biokimia. Meskipun kadang-kadang digunakan alat yang sukar, seringkali
diperlukan hanya sebuah corong pemisah (gambar 5). Sering pemisahan
secara ekstraksi solvent dapat dilakukan dalam beberapa menit. Tekniknya
dapat diterapkan untuk suatu batas-batas konsentrasi yang luas, dan telah
digunakan secara ekstensif untuk isotop-isotop bebas pembawa dalam
jumlah-jumlah yang sangat sedikit yang diperoleh baik dari transmutasi
nuklir maupun dari material-material industri yang dalam jumlah ion
(Underwood,1988).
Gambar 5. Corong pisah
Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya
akan lengkap. Namun, nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam
dan basa organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini
merupakan masalah dalam ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang
disebabkan gejala pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi
berulang. Anggap anda diizinkan untuk menggunakan sejumlah tertentu
pelarut. Daripada anda menggunakan keseluruhan pelarut itu untuk satu kali
ekstraksi, lebih baik Anda menggunakan sebagian-sebagian pelarut untuk
beberapa kali ekstraksi. Kemudian akhirnya menggabungkan bagian-bagian
pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa akan terekstraksi dengan lebih baik
(Yashito takeuchi, 2006).
4. Fraksinasi
Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara zat cair denga zat cair.
Fraksinasi dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat kepolaran, yaitu
daru non polar, semi polar dan polar. Senyawa yang memiliki sifat non polar
akan larut dalam pelarut non polar, yang semi polar akan larut dalam pelarut
semi polar dan yang bersifat polar akan larut dalam pelarut polar (Harborne,
1987).
Fraksinasi ini umumnya dilakukan dengan metode corong pisah atau
kromatografi kolom. Kromatografi kolom merupakan salah satu metode
pemurnian senyawa dengan menggunakan kolom (Trifani, 2012).
Corong pisah merupakan peralatan laboratorium yang digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen dalam camuran antara dua fase pelarut
yang memiliki massa jenis berbda yang tidak bercampur (Haznawati, 2012).
Corong pisah berbentuk kerucut yang ditutupi setengah bola. Corong
pisah mempunyai penyumbat diatasnya dan keran dibawahnya. Corong pisah
yang digunakan dalam laboratorium terbuat dari kaca borosilikat dan kerannya
terbuat dari kaca ataupun teflon. Ukuran corong pisah bervariasi antara 50ml
sampai 3 liter. Untuk menggunakan corong ini, campuran dua fase pelarut
dimasukkan kedalam corong dari atas dengan corong keran terttutup. Corong
ditutup dan digoyangkan dengan kuat untuk membuat fase larutan tercampur.
Corong dibalik dan keran dibuka untuk melepaskan tekanan uap yang
berlebihan. Corong kemudian didiamkan agar pemisahan antara dua fase
berlangsung. Lalu penyumbat dan keran corong dibuka. Dua fase larutan
dipisahkan dengan mengontrol keran pada corong pisah.
Macam-macam proses fraksinasi :
1. Proses fraksinasi kering
Farksinasi kering adalah suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada
berat molekul dan komposisi dari suatu material. Proses ini lebih murah
dibandingkan dengan proses lain, namun hasil kemurnian fraksinasinya
rendah.
2. Proses fraksinasi basah
Fraksinasi basah adalah suatu proses fraksinasi denga menggunakan zat
pembasah atau dsebut proses hydrophilization atau detergen proses. Hasil
fraksinasi dari proses ini sama dengan proses fraksinasi kering.
3. Proses fraksinasi dengan solvent
Adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan pelarut. Dimana
pelarut yang digunakan adalah aseton. Proses fraksinasi ini lebih mahal
dibandingkan denga proses fraksinasi lainnya karena menggunakan bahan
pelarut.
4. Proses fraksinasi dengan pengembunan
Merupakan proses fraksinasi didasarkan pada titik didih dari suatu zat
atau bahan sehingga dihasilkan suatu produk dengan kemuarnian yang
tinggi. Fraksinasi pengembunan ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi
namun proses produksinya lebih cepat dan kemurniannya lebih tinggi.
E. Metode Kerja
1. Waktu dan Tempat
Adapun praktikum pembuatan larutan baku dilaksanakan didalam
laboratorium kimia, bertempat di STIKES Bina Mandiri Gorontalo. Pada
hari Selasa tanggal 26 Maret 2019 pukul 15.00 s.d. 17.00 WITA.
2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang kita gunakan dalam praktikum, yaitu gelas ukur,
gelas kimia, erlenmeyer, pipet tetes, buret, batang pengaduk, corong pisah,
ayakan teh dan bahan yang digunakan aquadesh, methanol, bahan tanaman
dan tissue.
3. Prosedur Kerja
Menyiapkan alat dan bahan, kemudian melakukan proses perajangan
pada daun binahong (Anredera cordifolia Ten.), setelah itu masukkan di
dalam Erlenmeyer dan tambahkan methanol sebanyak 100ml, lalu
diamkan 1 X 24 jam setelah 24 jam ekstrak disaring dan residunya di
rendam kembali menggunakan etanol 100ml. filtrate metanol yang
diperoleh kemdian uapkan pada temperatur 30-40°C dengan menggunakan
alat penguap vakum (evaporator) sehingga akan diperoleh ekstrak kental
methanol. Ekstrak kental methanol selanjutnya disuspensi dengan air,
kemudian difraksinasi secara berturut-turut dengan N-Heksan 10ml
dengan jumlah ulangan 4x, filtarat N-Heksan dari ulangan 1-4 ditampung
dalam satu gelas kimia dan selanjutnya etil asetat 10ml dengan jumlah
ulangan 4x, filtrate etil asetat dari ulangan 1-4x ditampung dalam satu
gelas kimia. Sehingga diperoleh masing-masing partisi dari fraksi tersebut.
Hasil partisi dari fraksi-fraksi tersebut diuapkan atau dievaporasi kembali
pada suhu 30-40°C sampai diperoleh ekstrak kental dari N-Heksan, etil
asetat dan air. Kemudian masing-masing ekstrak disimpan dengan baik
untuk digunakan pada percobaan selanjutnya yaitu KLT (kromatologi lapis
tipis).
F. Hasil Pengamatan
No. Fraksinasi Volume ekstrak
1. Fraksinasi 1 8,8 ml
2. Fraksinasi 2 30,5 ml
3. Fraksinasi 3 14,5 ml

G. Pembahasan
Pada praktikum ini bertujuan untuk melakukan fraksinasi ekstrak
tumbuhan dengan ekstraksi cair-cair. Fraksinasi merupakan proses pemisahan
antara senyawa aktif dalam sampel berdasarkan tingkat kepolaran masing-
masing bahan. Fraksinasi menggunakan lebih dari satu pelarut. Fraksi yang
diperoleh dipisahkan.
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat atau beberapa dari suatu
padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi biasanya digunakan
untuk memisahkan dua zat berdasarkan perbedaan kelarutan.
Pada praktikum ini dilakukan ekstraksi simplisia daun binahong yang
telah dirajang sebanyak 5 gr dimaserasi/rendam dengan methanol 50 ml pada
suhu kamar selama 1 x 24 jam. Metode maserasi dipilih karena zat aktif
terdapat pada simplisia tidak tahan dengan adanya pemanasan oleh karena itu
maserasi merupakan metode yang baik karena tidak melibatkan pemanasan
dalam prosesnya dan juga metode ini sangat sederhana. adapun pelarut atau
cairan penyari yang digunakan adalah methanol karena banyak digunakan
dalam proses isolasi senyawa organic bahan alam karena dapat melarutkan
seluruh golongan metabolit sekunder dan mempunyai titik didih rendah
(67,5°C) sehingga mudah untuk diuapkan. Setelah 24 jam ekstrak disaring dan
residunya dimaserasi kembali dengan methanol baru (kondisional). Filtrate
methanol yang diperoleh kemudian uapkan pada temperature 30-40°C dengan
menggunakan alat penguap vakum (evaporator) sehingga akan diperoleh
ekstrak kental methanol selanjutnya disuspensi dengan air. kemudian
difraksinasi secara berturut-turut dengan n-heksan 10 ml dengan jumlah
ulangan 3x, filtrate n-heksan dari ulangan 1-3 ditampung dalam satu gelas
kimia dan selanjutnya etil asetat 10 ml dengan jumlah 3x, filtrate etil asetat
dari ulangan 1-3 ditampung dalam satu gelas kimia sehingga diperoleh
masing-masing partisi dari fraksi tersebut. Tujuan dilakukannya fraksinasi
yaitu untuk mendapatkan fraksi-fraksi senyawa murni yang nantinya akan
digunakan untuk uji fitokimia yang menentukan ciri senyawa aktif penyebab
efek racun atau efek yang bermanfaat dari suatu bahan alam. Hasil partisi dan
fraksi-fraksi tersebut diuapkan atau dievaporasi kembali pada suhu 30-40°C
sampai diperoleh ekstrak kental dari n-heksan, etil asetat dan air. Fraksi n-
heksan dievaporasi pada suhu 30-40°C, suhu rendah digunakan untuk
menjaga agar senyawa aktif tidak mengalami kerusakan. Kemudian masing-
masing ekstrak disimpan dengan baik untuk digunakan pada percobaan
selanjutnya yaitu KLT.
H. Kesimpulan
Dari percobaan ini yaitu ekstraksi dan fraksinasi dilakukan dengan metode
maserasi berdasarkan proses pemisahan suatu senyawa kuantitas tertentu dari
campuran atau senyawa aktif berdasarkan tingkat kepolarannya.
I. Saran
Untuk proses fraksinasi berikutnya, disarankan agar praktikan memahami
titik didih dari tiap pelarut sehingga dapat disesuaikan dengan temperature saat
proses penguapan. Juga memperhatikan penggunaan waktu yang optimal untuk
melaksanakan proses fraksinasi.
J. Daftar Pustaka
Anwar, Chairil, Hasmi. 1996. Pengantar Praktikum Kimia Oganik. Jakarta:
Depdikbud.
Depkes RI, 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai