Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang obat-obatan, baik dari
tumbuhan dan juga hewan .Salah satu cabang ilmu farmasi yang membahas
tentang tumbuhan alam maupun hewan yang dijadikan obat-obatan berkaitan
erat dengan fitokimia. (Iken dkk., 2010).
fitokimia adalah salah satu kajian ilmu yang mempelajari cara
mengidentifikasi sifat senyawa dari tumbuhan maupun hewan seperti biota
laut. Adapun metode yang terdapat dalam ilmu fitokimia yaitu ekstraksi
maserasi. (Iken dkk., 2010).
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan sifat
tertentu, terutama kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang
berbeda. Pada umumnya ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut
yang didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam
campuran, biasanya air dan yang lainnya pelarut organik. Bahan yang akan
diekstrak biasanya berupa bahan kering yang telah dihancurkan, biasanya
berbentuk bubuk atau simplisia (Sumatri dkk, 2017).
Metode maserasi merupakan proses perendaman sampel yang
menggnakan pelarut organik pada suhu ruangan. Proses ini sangat
menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam.( Mastuti dkk, 2019 )
Biota Laut adalah semua makhluk hidup yang ada di laut baik hewan
maupun tumbuhan atau karang dengan berbagai jenis organisme hidup di
perairan laut seperti bintang laut dan bulu babi yang keduanya memiliki
fungsi dan manfaat masing-masing (Iken dkk., 2010).
Pada praktikum ekstraksi dengan metode ekstraksi maserasi ini digunakan
dua sampel yaitu Bulu Babi (Diadema setosum) dan Bintang Laut
(Asteroidea). Bulu babi merupakan hewan avertebrata laut yang kaya manfaat
baik ekologi maupun ekonomi. Bulu babi memiliki fungsi ekologi yang
penting karena umumnya sebagai pemakan detritus dan predator dalam rantai
makanan (Yusron 2016). Cangkang dan duri dapat digunakan sebagai hiasan,

1
pupuk organik, pewarna, dalam bidang kesehatan untuk pengobatan penyakit
memiliki potensi sebagai antikanker, antitumor dan , Sedangkan Bintang Laut
memiliki komponen bioaktif berupa saponin. Saponin diperoleh dari isolasi
bintang laut Anasterias minuta yang memiliki kemampuan sebagai sitotoksik,
hemolisis, antifungi, dan antiviral.Dan memiliki manfaat sebagai aktivitas
antioksidan, antibakteri, antiinflamasi, antifungi dan imunostimulator, ada
juga bintang laut biru yang potensial sebagai antitumor dan agen antibakteri.
antimikroba (Tatang, 2019).
Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan praktikum fitokimia ini dengan
ekstrasi maserasi sampel Bulu babi (Echinoidea) dan Bintang Laut
(Asteroidea).
1.2 Maksud percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah:
1. Mengetahui cara ekstraksi Bintang Laut (Asteroidea) dengan metode
maserasi.
2. Mengetahui cara ekstraksi Bulu babi (Echinoidea) dengan metode
maserasi
1.3 Tujuan Percobaan
1. Untuk Mengetahui bagaimana cara ekstraksi sampel Bintang Laut
(Asteroidea) dengan metode maserasi.
2. Untuk Mengetahui bagaiman cara ekstraksi sampel Bulu babi (Echinoidea)
dengan metode maserasi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Ekstrak dan Ekstraksi
Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif melalui proses
ekstraksi menggunakan pelarut, dimana pelarut yang digunakan diuapkan
kembali sehingga zat aktif ekstrak menjadi pekat. Bentuk dari ekstrak yang
dihasilkan dapat berupa ekstrak kental atau kering tergantung jumlah pelarut
yang diuapkan (Marjoni, 2016).
Ekstraksi adalah pemisahan bahan aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui
prosedur yang telah di tetapkan. Selama proses ekstraksi, pelarut akan
berdifusi sampai ke material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan
senyawa dengan polaritas yang sesuai dengan pelarutnya (Tiwari dkk.,
2017).
Umumnya ekstraksi dikerjakan untuk simplisia yang mengandung zat-zat
berkhasiat atau zat-zat lain untuk keperluan tertentu. Simplisia (tumbuhan
atau hewan) mengandung bermacammacam zat atau senyawa tunggal,
beberapa mengandung khasiat obat. Zat–zat yang berkhasiat atau zat–zat
lain umumnya mempunyai daya larut dalam cairan pelarut tertentu, dan
sifat–sifat kelarutan ini dimanfaatkan dalam ekstraksi (Syamsuni, 2017).
2.1.2 Tujuan Ekstraksi
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia
yang terdapat pada bahan alam. Bahan-bahan aktif seperti senyawa
antimikroba dan antioksidan yang terdapat pada tumbuhan pada umumnya
diekstrak dengan pelarut. Pada proses ekstraksi dengan pelarut, jumlah dan
jenis senyawa yang masuk kedalam cairan pelarut sangat ditentukan oleh
jenis pelarut yang digunakan dan meliputi dua fase yaitu fase pembilasan
dan fase ekstraksi. Pada fase pembilasan, pelarut membilas komponen-
komponen isi sel yang telah pecah pada proses penghancuran sebelumnya.
Pada fase ekstraksi, mula-mula terjadi pembengkakan dinding sel dan

3
pelonggaran kerangka selulosa dinding sel sehingga pori-pori dinding sel
menjadi melebar yang menyebabkan pelarut dapat dengan mudah masuk
kedalam sel. Bahan isi sel kemudian terlarut ke dalam pelarut sesuai dengan
tingkat kelarutannya lalu berdifusi keluar akibat adanya gaya yang
ditimbulkan karena perbedaan konsentrasi bahan terlarut yang terdapat di
dalam dan di luar sel (Syamsuni, 2017).
Pelarut yang digunakan dalam metode ekstraksi tergantung pada tekstur
dan kandungan bahan dalam tumbuhan. Senyawa atau kandungan dalam
tumbuhan memiliki kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang
berbeda. Pelarut yang biasa digunakan antara lain kloroform, eter, alkohol,
methanol, etanol, dan etil asetat. Ekstraksi biasanya dilakukan secara
bertahap dimulai dengan pelarut yang non polar (kloroform atau n-heksana),
semi polar (etil asetat atau dietil eter), dan pelarut polar (methanol atau
etanol). ( Istiqomah, 2016 )
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekstraksi
Berikut faktor – faktor yang mempengaruhi ekstraksi menurut Ubay (2011)
1. Jenis pelarut
Jenis pelarut mempengaruhi senyawa yang tersari, jumlah zat terlarut
yang terekstrak dan kecepatan ekstraksi.
2. Suhu
Secara umum, kenaikan suhu akan meningkatkan jumlah zat terlarut
ke dalam pelarut
3. Rasio pelarut dan bahan baku 7
Jika rasio pelarut bahan baku besar maka akan memperbesar pula
jumlah senyawa yang terlarut. Akibatnya laju ekstraksi akan semakin
meningkat.
4. Ukuran partikel
Laju ekstraksi juga meningkat apabila ukuran partikel bahan baku
semakin kecil. Dalam arti lain, rendemen ekstrak akan semakin besar bila
ukuran partikel semakin kecil.

4
5. Pengadukan Fungsi pengadukan adalah untuk mempercepat terjadinya
reaksi antara pelarutdengan zat terlarut.
6. Lama waktu Lamanya waktu ekstraksi akan menghasilkan ekstrak yang
lebih banyak, karena kontak antara zat terlarut dengan pelarut lebih lama.
2.1.4 Metode Ekstraksi
Menurut Wilson (2018), Metode ekstraksi dibedakan menjadi dua, yaitu
ekstraksi dingin dan ekstraksi panas. Pada ekstraksi dingin meliputi :
a) Metode Perkolasi
Perkolasi adalah suatu cara penarikan memakai alat yang disebut
perkolator yang simplisianya terendam dalam cairan penyarinya, zat-zat
akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan sampai
memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Pada proses penarikan, cairan
penyari akan turun per lahan-lahan dari atas melalui simplisia.
(Syamsuni, 2017).
Prinsip kerja perkolasi adalah suatu cara penarikan memakai alat
yang disebut perkolator yang simplisianya terendam dalam cairan
penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara
beraturan sampai memenuhi syarat yang ditentukan (Syamsuni, 2017).
b) Metode maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar. Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan
dan peralatan yang di gunakan sederhana, sedangkan kerugiannya yakni
cara pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang banyak dan
penyarian kurang sempurna. Dalam maserasi (untuk ekstrak cairan),
serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan pelarut
di simpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering, samapai zat tertentu dapat terlarut.Metode ini
paling cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari dkk.,
2017).

5
Metode ekstraksi maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia
dengan cara merendam bahan nabati menggunakan pelarut bukan air atau
pelarut seperti etanol encer selama waktu tertentu tanpa pemanasan,
dilakukan pada suhu kamar selama waku tertentu dengan sesekali diaduk
atau digojok. Pinsip kerja dari maserasi adalah proses melarutkan zat aktif
berdasarkan sifat kelarutannya (like dis-solved like) (Marjoni, 2016).
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu ekstraksi dengan
metode ekstraksi dingin yakni metode ekstraksi maserasi. Metode maserasi
dipilih karena metode ini murah dan mudah dilakukan. Proses ekstraksi
komponen kimia dalam sel tanaman digunakan pelarut organik. Pelarut
organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik diluar sel,
maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang
terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di
dalam dan di luar sel (Marjoni, 2016).
2.1.5 Prinsip Kerja Maserasi
Prinsip kerja maserasi adalah penyarian zat aktif dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama 3 hari
pada temperature kamar terlindung dari cahaya. Cairan penyari akan masuk
kedalam sel melewati dinding sel, isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dan diluar sel.( Anggoro dkk, 2020).
2.1.6 Pelarut Yang Digunakan Dalam Metode Maserasi
Menurut Farmakope Indonesia, pelarut yang dapat digunakan pada
maserasi adalah air, etanol, etanol-air atau eter. Pilihan utama untuk pelarut
pada maserasi adalah etanol karena etanol memiliki beberapa keunggulan
sebagaipelarut diantaranya menurut Marjoni (2016) yaitu:
a) Etanol bersifat lebih selektif
b) Dapat menghambat pertumbuhan kapang dan kuman
c) Bersifat non toksik (tidak beracun)
d) Etanol bersifat netral
e) Memiliki daya absorbsi yang baik

6
f) Dapat bercampur dengan air pada berbagai perbandingan
g) Panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit
h) Etanol dapat melarutkan berbagai zat aktif dan meminimalisir
terlarutnya zat pengganggu seperti lemak.
2.1.7 Modifikasi Maserasi
Modifikasi maserasi menurut Marjoni (2016) :
a) Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah,
yaitu pada suhu 40 – 50oC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan
untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan
pemanasan akan diperoleh keuntungan antara lain kekentalan pelarut
berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan
batas, daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga
pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan
pengadukan, koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan
berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan
berpengaruh pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan
meningkat bila suhu dinaikkan.
b) Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus- menerus, waktu
proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
c) Remaserasi
Cairan penyari dibagi dua, seluruh serbuk simplisia
dimaserasi  dengan cairan penyari pertama, sesudah dienaptuangkan dan
diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
d) Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan
penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu
mengalir kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan
melarutkan zat aktifnya.

7
e) Maserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara
sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan
telah terjadi. Masalah ini dapat diatas dengan maserasi melingkar
bertingkat.
2.1.8 Keuntungan Dan Kerugian Maserasi
Keuntungan menggunakan metode ekstraksi maserasi yaitu prosedur dan
peralatan yang digunakan sederhana, metode ekstraksi maserasi tidak
dipanaskan sehingga bahan alam tifak akan terurai, ekstraksi dingin
memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, lebih hemat penyari, biaya
operasionalnya relatif rendah. Sedangkan kekurangan metode ini adalah
memerlukan banyak waktu, proses penyariannya tidak sempurna karena zat
aktif hanya tersari 50%, beberapa senyawa sulit diekstraksi dalam suhu
kamar (Marjoni, 2016).
2.2. Uraian Sampel
2.2.1 Sampel Bulu Babi (Echinoidea), Menurut Roslita, (2019)

Bulu Babi (Echinoidea)


Fitofarmaka ,2021

Klasifikasi bulu babi (Echinoidea)


Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Class : Echinoidea
Orde : Cidaroidea
Family : Diadematidae
Genus : Diadema
Spesies : Diadema setosum

8
a) Morfologi Bulu Babi
Bulu babi termasuk kedalam kelompok bulu babi yang mempunyai
cangkang beraturan (regularia). Bentuk luar cangkang berupa buah
delima atau dengan bentuk lebih tertekan/memipih memberikan kesan
setengah bola. bentuk umum bulu babi regularia, cangkang Diadema
tersusun dari ratusan keping-keping kecil. Bulu babi tidak memiliki
lengan akan tetapi mereka memiliki lima baris kaki tabung yang
berfungsi dalam pergerakan lambat.Toha, 2017)
b) Senyawa aktif
Berdasarkan hasil uji fitokimia terdapat senyawa metabolit sekunder
pada sampel bulu babi yakni mengandung alkaloid, dan dari golongan
steroid, triterpenoid dan saponin (Toha, 2017)
c) Manfaat
Bermanfaat sebagai pupuk, misalnya berasal dari organ sisa
pengolahan bulu babi biasanya berupa cangkang dan organ dalam,
Menjaga keseimbangan populasi dari alga yang hidup di karang serta
dapat menghindari adanya kompetisi penempatan ruang antara alga dan
karang, Cangkang dari jenis bulu babi tertentu dilapisi oleh pigmen
cairan hitam yang stabil. Cairan ini dapat digunakan sebagai pewarnaan
jala dan kulit dan Bahan makanan yaitu gonad dari bulu babi. Sebagai
antibakteri, dan untuk mencerdaskan otak karna banyak mengandung
protein. (Toha, 2017)
2.2.2 Sampel Bintang Laut (Asteroidea). menurut Pechenick (2015)

Bintang Laut (Asteroidea). Fitofarmaka ,2021

9
klasifikasi bintang laut (Asteroidea ) sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Asteroidea
Menurut Brusca (2016) kelas Asteroidea yang merupakan salah satu
anggota filum Echinodermata, terdiri atas tujuh ordo yaitu: Ordo
Platysterida, Ordo Paxillosida, Ordo Valvatida, Ordo Spinulosida, Ordo
Forcipulata, Ordo Brisingida, Ordo Notomyotida
a) Morfologi
Morfologi bintang laut berbentuk simetris radial, dengan
permukaan bagian bawahnya memiliki kaki tabung, yang masing –
masing dapat bertindak sebagai cakram penyedot (Kastawi, 2015).
Bintang laut mengkoordinasikan kaki tabungnya untuk menempel
pada bebatuan dan untuk merangkak secara perlahan – lahan. Bintang
laut juga mengunakan kaki tabungnya untuk menjerat mangsa, antara
lain remis dan tiram (Kastawi, 2015).
Bintang laut sebagaimana anggota filum Echinodermata lainnya
mempunyai susunan tubuh bersimetri lima (pentaradial simetri), tubuh
berbentuk cakram yang di dalamnya terdapat sistem pencernaan,
sistem respirasi, dan sistem saraf. Tubuh dilindungi oleh lempeng
kapur berbentuk perisai (ossicles). Mulut dan anus terletak di sisi yang
sama yaitu di sisi oral (Kastawi, 2015).
b) Manfaat dan Senyawa aktif bintang laut
senyawa yang terdapat pada bintang laut memiliki aktivitas
antibakteri dan antifungal. Hal ini ditandai adanya zona hambat yang
dihasilkan oleh ekstrak dari bintang laut yang ditandai senyawa
alkaloid . (Kastawi, 2015).

10
2.3 Uraian Bahan
2.3.1 Etanol menurut Farmakope Indonesia Edisi III 1979
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol, alcohol
Pemerian : Cair tidak berwara, jernih, mudah menguap dan mudah
bergerak, bau khas , rasa panas, mudah terbakar
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P, dan
dalam eter P.k
Khasiat : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk jauh dari nyala api.

11
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat dan bahan
3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada saat praktikum yaitu : Toples kaca
(Wadah), Batang Pengaduk, Corong, Gelas Kimia dan Gelas Ukur.
3.1.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada saat Praktikum yaitu :
Simplisia Bintang Laut (Asteroidea), Simplisia Bulu babi (Echinoidea) dan
Etanol 96%
3.2 Cara Kerja
3.2.2 Cara Kerja Sampel Bulu babi (Echinoidea)
1. Disiapkan Alat dan Bahan
2. Ditiimbang Bahan Simplisia Bulu babi (Echinoidea) sebanyak 92 gram
3. Dimasukkan sampel 92 gram kedalam Toples kaca kosong, lalu
ditambahkan dengan Etanol sebanyak 420 ml
4. Diaduk menggunakan batang pengaduk sampai larut, tutup toples dengan
aluminium Foil dan penutup Toples
5. Didiamkan selama 3 hari, setiap hari sampel harus diaduk.
3.2.1 Cara Kerja Sampel Bintang Laut (Asteroidea)
1. Disiapkan Alat dan Bahan
2. Ditiimbang Bahan Simplisia Bintang Laut (Asteroidea) sebanyak 480
gram
3. Dimasukkan sampel 480 gram kedalam Toples kaca kosong, lalu
ditambahkan dengan Etanol sebanyak 2.400 ml
4. Diaduk menggunakan batang pengaduk sampai larut, tutup toples dengan
aluminium Foil dan penutup Toples
5. Didiamkan selama 3 hari, setiap hari sampel harus diaduk.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Perendaman Sampel Bulu babi (Echinoidea) dan bintang laut
(Asteroidea)
No. Sampel Gambar

1. Bulu Babi
(Echinoidea)
1:1

Bintang Laut
(Asteroidea)
2. 1:2

4.2 Pembahasan
Ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan atau penyarian
komponen kimia dari suatu sampel dengan menggunakan pelarut tertentu.
Dimana ekstraksi ini bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat
dalam simplisia atau sampel. (Mukhriani dkk, 2018)
Pada percobaan ini dilakukan ekstraksi maserasi terhadap sampel bulu
babi (Echinoidea) dan bintang laut (Asteroidea). Dimana ekstraksi ini
bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia atau
sampel bulu babi dan bintang laut dalam Bidang Farmasi bulu babi bersifat
Sebagai antibakteri dan bintang laut sebagai antioksidan, antibakteri,
antifungi sehingganya dapat dimanfaatkan sebagai pengobatan. (Dahl

13
dkk,2017). Pada percobaan ini dilakukan ektraksi maserasi pada dua sampel
yaitu sampel bulu babi (Echinoidea) dan bintang laut (Asteroidea). Alasan
pemilihan metode maserasi karena cara pengerjaan dan peralatan yang
digunakan sederhana serta mudah dilakukan dan metode maserasi juga dipilih
karena tidak menggunakan suhu tinggi dimana ada beberapa senyawa aktif
dari Bintang laut yang tidak tahan panas, salah satunya yaitu flavonoid.
Bintang laut memiliki khasiat dalam bidang kesehatan Bintang laut sebagai
antioksidan, antibakteri, antifungi (Agustina, 2018).
Pada proses maserasi bulu babi pertama-tama disiapakan alat dan bahan
terlebih dahulu Selanjutnya, ditimbang sampel serbuk bulu babi sebanyak 92
gram. Kemudian dimasukkan kedalam toples kaca serta diukur pelarut etanol
96% 420 mL. Alasan penggunan etanol 96% karena pelarut etanol menyari
hampir keseluruhan kandungan simplisia baik non polar, semi polar maupun
polar dan pelarut ini bersifat selektif, ekonomis, tidak beracun, dan bersifat
universal yang cocok untuk mengekstrak semua golongan senyawa metabolit
sekunder (Iswanti, 2015).
Setelah etanol diukur dituangkan kedalam toples yang telah berisikan
sampel bulu babi, Lalu sampel diaduk, hal ini sesuai dengan pernyataan
Rifkowaty (2016) bahwa pengadukkan bertujuan untuk menghomogenkan
dan mempercepat kontak antara sampel dan pelarut. Setelah itu, ditutup toples
dengan menggunakan aluminium foil, karena menurut Astawan (2018),
tujuan penggunaan aluminium foil karena almunium foil ialah bahan yang
tahan panas dan kedap terhadap udara sehingga dapat melindungi hasil dari
sebuah ekstraksi dalam sebuah wadah. Dan selanjutnya di maserasi selama
3x24 jam juga sambil dikocok setiap hari.
Pada proses maserasi bintang laut sama halnya dengan proses maserasi
bulu babi dimana hal terlebih dahulu dilakukan yakni dengan menyiapkan
alat dan bahan, selanjutnya ditimbang sampel bintang laut sebanyak 480
gram. Kemudian dimasukkan kedalam toples kaca serta diukur etanol 96%
2.400 mL. Alasan penggunan etanol 96% karena pelarut etanol menyari
hampir keseluruhan kandungan simplisia baik non polar, semi polar maupun

14
polar dan pelarut ini bersifat selektif, ekonomis, tidak beracun, dan bersifat
universal yang cocok untuk mengekstrak semua golongan senyawa metabolit
sekunder (Iswanti, 2015).
Setelah etanol diukur dituangkan kedalam toples yang telah berisikan
sampel bintang laut, Lalu sampel diaduk, hal ini sesuai dengan pernyataan
Rifkowaty (2016) bahwa pengadukkan bertujuan untuk menghomogenkan
dan mempercepat kontak antara sampel dan pelarut. Setelah itu, ditutup toples
dengan menggunakan aluminium foil, karena menurut Astawan (2018),
tujuan penggunaan aluminium foil karena merupakan bahan yang tahan panas
dan kedap terhadap udara sehingga dapat melindungi hasil dari sebuah
ekstraksi dalam sebuah wadah. Dan selanjutnya di maserasi selama 3x24 jam
juga sambil dikocok setiap hari.

15
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Ekstraksi Sampel Bintang laut (Asteroidea) dengan metode Maserasi
dilakukan dengan cara Melarutkan sampel dalam pelarut etanol 96%
dengan perbandingan 1:2 (b/v) dan didiamkan selama 3 hari.
2. Esktraksi sampel Bulu babi (Echinoidea) dengan cara maserasi dilakukan
dengan cara melarutkan sampel dalam pelarut etanol 96% dengan
perbandingan 1:1 (b/v) dan didiamkan selama 3 hari
5.2 Saran
5.2.1 Praktikkan
Untuk praktikkan pada saat praktikum agar lebih aktif dan lebih teliti
dalam melakukan praktikum dan juga lebih memperhatikan arahan dari
Asisten Laboratorium.
5.2.2 Asisten
Agar lebih memperhatikan dan Menegur praktikkan yang tidak
memperhatikan dan hanya duduk-duduk pada saat praktikum berlangsung.
5.2.3 Laboratorium
Agar Peralatan dan bahan yang di dalam laboratorium lebih dilengkapi
lagi mengingat pada saat praktikum, praktikkan lain tidak dapat
menggunakan alat dikarenakan kurangnya alat dan Bahan yang ada. Selain
itu diharapkan pada pelaksanaan praktikum ruangan yang digunakan tetap
dalam kondisi yang bersih agar praktikan dan asisten merasa lebih nyaman
selama pelaksanaan praktikum.

16
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, DS. 2018. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif
Bintang Laut Culcita sp. [Skripsi]. bogor agricultural university,
Bogor
Anggoro, Toha, dkk, 2020, Metode Penelitian, Penerbit Universitas
Terbuka, Jakarta.
Astawan, M, Prof. Dr. 2018. Keunggulan Alumunium Foil & Logam.
Departemen. Perindustrian (Direktorat Jenderal Industri Kecil
Menengah).
Brusca R., & Brusca, G. (2016). Invertebrates. Sunderland, Massachusetts:
Sinauer Associates, Inc.
Dahl RE, Gunnar MR (2017): Heightened stress responsiveness and
emotional reactivity during pubertal maturation: Implications for
psychopathology. Dev Psychopathol 21:1–6. Dorn LD (2006):
Measuring puberty. J Adolesc Health 39:625– 626.
Departemen Kesehatan RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat, Cetakan Pertama, 3-11, 17-19, Dikjen POM,
Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.
Depkes RI., 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta,6-7.
Iken, K., B. Konar, L. Benedetti-Cecchi, J.J. Cruz-Motta, A. Knowlton, G.
Pohle, A. Mead, P. Miloslavich, M. Wong, and T. Trott. 2010.
Large-scale spatial distribution patterns of Echinoderms in
nearshore rocky habitats. PLoS ONE, 5(11):e13845
Istiqomah. 2016. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi Dan Sokletasi
Terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis Retrofracti
Fructus). Skripsi. UIN Jakarta
Iswanti, D.A. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi N-Heksan, Fraksi Etil
Asetat,
Kastawi, Y. 2015. Zoologi Avertebrata. UM Prees. Malang

17
Kumaran, N. S., Bragadeeswaran, S., & Thangaraj. (2011). Antimicrobial
aktivites in star fishes Protoreaster lincki (Blainville, 1830) and
Pentaceraster regulus (Muller & Troschel, 1842) againt isolated
human, fish pathogenic and biofilm microorganisms. Journal of
Applid Sciences Research, 7 (6): 818-825.
M.Thoha. 2017. Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka.
Mastuti, T.S. dan Handayani, R. 2019. Seyawa kimia penyusun ekstrak
ethyl asetat dari daun pisang batu dan ambon hasil distilasi air.
Prosiding SNST ke-5 Fakultas Teknik, Universitas Wahid Hasyim,
Semarang.
Mukhriani, Y. 2018. Ekstraksi, pemisahan senyawa identifikasi senyawa
aktif. Jurnal Kesehatan. 7(2):361- 367.
pada tanggal 6 Juni 2016.
Pechenik, J. (2015). Biology of the Invertebrates, fifth Edition. New York:
McGraw-Hill.
Rifkowaty, E.E., dan Wardanu A.P. 2016. Pengaruh ekstraksi cara basah
dan cara kering terhadap aktivitas antioksidan ekstrak cengkodok
(Melastoma malabathricum L.). Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan
5(1): 10-15.
Sirait, Midian. (2017). Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung:
Penerbit ITB.
Sumantri, I., Hermawan, G.P., dan Laksono, H. 2017. Ekstraksi daun sirsak
(Annova muricata L.) menggunakan pelarut etanol. Momentum
10(1): 34- 37.
Tatang, S. J., 2019. Fitokimia Tinjauan Metabolit Sekunder dan Skrining
Fitokimia. Universitas Islam Indonesia.
Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, M., Kaur G. & Kaur H., 2017, Phytochemical
Screening And Extraction: A Review, International Pharmaceutica
Sciencia, 1 (1), 98-106.
Ubay, bey. 2011. Ekstraksi padat-cair. www.ekstraksi-padat-cair.html
diakses
Yusron, E.(2016). Keanekaragaman Jenis Ekhinodermata Di Perairan
Teluk Kuta, Nusa Tenggara Barat. Makara, Sains, 13 (1): 45-78.

18
19

Anda mungkin juga menyukai