Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan daerah tropis dikenal sebagai sumber bahan baku
obat obatan yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai macam penyakit.
Begitu pula pengguna tumbuhan obat terbesar di dunia salah satunya merupakan
negara Indonesia bersama negara lain di Asia. Dengan semakin berkembangnya
zaman dan teknologi, ilmu pendidikan berusaha mengembangkan teknologi di
bidang farmasi (Prashar, 2001).
Farmasi merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara membuat,
meracik, memformulasi, mengidentifikasi, mengkombinasi, serta menganalisis
obat-obatan dan pengobatannya. Diantaranya adalah obat tradisional (Brown, T.R,
1992).
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan,
dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakatbanyak
diminati oleh masyarakat karena biasanya bahan-bahannya dapat ditemukan
dengan mudah di lingkungan sekitar. Salah satu ilmu yang mempelajari tentang
senyawa-senyawa yang terdapat pada tanaman adalah fitokimia (Santoso, 1992).
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrient, dalam arti luas adalah segala
jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk
sayuran dan buah-buahan. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada
senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan fungsi normal
tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan. Fitokimia
merupakan kajian ilmu yang mempelajari sifat dan interaksi senyawa kimia
metabolit sekunder dalam tumbuhan. Metabolit sekunder menghasilkan sejumlah
besar senyawa-senyawa khusus (kurang lebih 200.000 senyawa) pada tanaman
obat (Harborne, J.B., 2006)
Tanaman obat sudah digunakan oleh masyarakat, sebelum ditemukan obat
sintetik. Bagian tanaman yang digunakan dapat diambil dari berbagai bagian

1
mulai dari daun, batang, akar, rimpang, buah, maupun bunganya. Tanaman
tertentu digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat karena memiliki
khasiat yang terbukti secara empiris dan tanpa efek samping. Hal inilah yang
mendorong masyarakat modern untuk kembali ke alam, karena obat-obat sintetik
disamping harganya mahal, juga telah banyak terbukti memberi efek samping
yang tidak diinginkan. Seperti pada tanaman cengkeh (Packer, 1999).
Tanaman cengkeh mempunyai banyak khasiat diantaranya sebagai
antibakteri, antivirus, antifungi, antiplatelet, antikanker, antihistamin dan
antioksidan. Bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan adalah daun, tangkai daun
dan bunga cengkeh (Purmorad, 2006). Cengkeh dikenal sebagai antioksidan
terbaik diantara rempah-rempah lainnya dan sangat efektif dalam melindungi
tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Antioksidan
menstabilkan radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari
pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stress oksidatif (Packer dan
Yoshikawa, 1999). Penelitian mengenai tanaman cengkeh di Indonesia sebagian
besar hanya mencakup bagian daunnya saja sedangkan bagian bunganya masih
sedikit yang melakukan penelitian tentang khasiat yang terkandung dalam bunga
cengkeh tersebut, padahal didalam bunga cengkeh terkandung suatu komponen
fenolik yang merupakan antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan manusia
(Khalaf et al., 2007 ; Menurut Kumar, 2012).
Pada fitokimia, juga mempelajari mengenai ekstraksi senyawa pada
hewan, seperti pada biota laut. Salah satu biota laut yang bermanfaat untuk
kesehatan adalah bintang laut. Bintang laut (Asteroidea sp.) merupakan salah satu
spesies dari kelas Asteroidea, dan dikelompokkan ke dalam filum Echinodermata.
Filum Echinodermata terdiri atas kurang lebih 6000 spesies dan semuanya hidup
di air laut. Secara umum Echinodermata berarti hewan yang berkulit duri. Hewan
ini memiliki kemampuan autotomi serta regenerasi bagian tubuh yang hilang,
putus atau rusak. Semua hewan yang termasuk dalam kelas ini bentuk tubuhnya
simetri radial dan kebanyakan mempunyai endoskeleton dari zat kapur dengan
memiliki tonjolan berupa duri (Lariman, 2011).

2
Zat obat yang terdapat di dalam organisme laut mempunyai struktur kimia
beranekaragam. Struktur molekulnya pun tidak sama dengan yang ditemukan
pada tanaman darat. Senyawa bioaktif bintang laut sangat menarik untuk diteliti
terutama berkaitan dengan sifat karakteristik kimia maupun biokimianya serta
pemanfaatannya untuk bidang pangan dan kesehatan. Kandungan kimia yang
terdapat pada ekstrak bintang laut yaitu alkaloida, triterpenoida, saponin dan
flavonoida (Agustina, 2012 dan Juariah 2014). Baik tanaman maupun hewan laut,
sebelum dilakukan proses ekstraksi, akan diolah terlebih dahulu menjadi
simplisia. Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum
mengalami perubahan proses apa pun dan umumnya berupa bahan yang telah
dikeringkan yang dilakukan dengan metode ektraksi (Juariah, 2014).
Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses perpindahan massa dari
komponen zat padat yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut organik yang
digunakan. Pelarut organik akan menembus dinding sel dan selanjutnya akan
masuk ke dalam rongga sel tumbuhan yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan
terlarut dalam pelarut organik pada bagian luar sel untuk selanjutnya berdifusi
masuk ke dalam pelarut. Proses ini terus berulang sampai terjadi keseimbangan
konsentrasi zat aktif antara di dalam sel dengan konsentrasi zat aktif di luar sel
(Marjoni, 2016). Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode dan cara yang
sesuai dengan sifat dan tujuan ekstraksi itu sendiri. Sampel yang akan diekstraksi
dapat berbentuk sampel segar ataupun sampel yang telah dikeringkan (Marjoni,
2016).
Sampel yang umum digunakan adalah sampel segar karena penetrasi
pelarut akan berlangsung lebih cepat. Selain itu penggunaan sampel segar dapat
mengurangi kemungkinan terbentuknya polimer resin atau artefak lain yang dapat
terbentuk selama proses pengeringan. Penggunaan sampel kering juga memiliki
kelebihan yaitu dapat mengurangi kadar air yang terdapat di dalam sampel,
sehingga dapat mencegah kemungkinan rusaknya senyawa akibat aktivitas
antimikroba yang memiliki tujuan (Praptiningsih, 1999).
Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik semua zat aktif dan komponen
kimia yang terdapat dalam simplisia. Dalam menentukan tujuan dari suatu proses

3
ekstraksi, perlu diperhatikan beberapa hal untuk melakuakam ekstraksi seperti
jumlah simplisia yang akan diekstrak semakin banyak simplisia yang digunakan,
maka jumlah pelarut yang digunakan juga semakin banyak, derajat kehalusan
simplisia semakin halus suatu simplisia, maka luas kontak permukaan dengan
pelarut juga akan semakin besar sehingga proses ekstraksi akan dapat berjalan
lebih optimal, jenis pelarut yang digunakan dalam ekstraksi pemilihan pelarut
yang digunakan dalam ekstraksi sangat dipengaruhi oleh kepolaran dari pelarut itu
sendiri. Senyawa dengan kepolaran yang sama akan lebih mudah larut dalam
pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang sama pula (like dissolves like),
waktu ekstraksi yang digunakan selama proses ekstraksi akan sangat menentukan
banyaknya senyawa-senyawa yang terekstrak, Metode ekstraksi Berbagai metode
ekstraksi dapat digunakan untuk menarik senyawa kimia dari simplisia dengan
menggunakan metode Evaporasi untuk pengurangan kadar air suatu larutan
(Istiqomah, 2013).
Evaporasi adalah suatu proses yang bertujuan memekatkan larutan yang
terdiri atas pelarut (solvent) yang volatile dan zat terlarut (solute) yang non
volatile yang melalui proses pengentalan larutan dengan cara mendidihkan atau
menguapkan pelarut. evaporasi bertujuan untuk, meningkatkan larutan sebelum
proses lebih lanjut, memperkecil volume larutan, menurunkan aktivitas air
berdasarkan prinsip kerjanya (Praptiningsih 1999 ; Widjaja,2010).
Prinsip kerja pemekatan larutan dengan evaporasi didasarkan pada
perbedaan titik didih yang sangat besar antara zat-zat yang yang terlarut dengan
pelarutnya. Dalam evaporasi sisa penguapan adalah zat cair yang sangat kental,
bukan zat padat. Evaporasi uapnya adalah komponen tunggal dan digunakan
untuk memekatkan suatu larutan berdasarkan faktor – faktor evaporasi (MC. Cab,
dkk.,1993)
Menurut Earle (1982), adapun faktor-faktor yang menyebabkan dan
mempengaruhi kecepatan pada proses evaporasi adalah Kecepatan hantaran panas
yang diuap kan kebahan, Jumlah panas yang tersedia dalam penguapan, Suhu
maksimum yang dapat dicapai, dan tekanan yang terdapat dalam alat yang
digunakan.

4
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan evaporasi untuk
menghilangkan sebagian pelarut pada sampel ekstrak dan memekatkan ekstrak
tersebut, agar kami dapat mengetahui senyawa apa yang terkandung di dalam
sampel tanaman yaitu simplisia bunga cengkeh (syzigium aromaticum flos) dan
bintang laut (Asteroidea sp.).
1.2 Maksud Percobaan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan evaporasi
2. Untuk mengetahui prinsip kerja dari evaporasi
1.3 Tujuan Percobaan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan evaporasi
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui prinsip kerja dari evaporasi
1.4 Prinsip Percobaan
Manfaat dari percobaan ini yaitu agar dapat memekatkan larutan yang ada
pada ekstraksi yang mengandung zat yang sulit menguap dan pelarut yang mudah
menguap dengan cara menguapkan sebagian pelarutnya.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman
2.1.1 Klasifikasi Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) (Suwarto dkk, 2014)
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Myrtales
Gambar 2.1.1
Famili : Myrtaceae Cengkeh
Marga : Syzygium (Syzygium
aromaticum L.)
Spesies : Syzygium aromaticum L.
2.1.2 Morfologi Tanaman
Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) merupakan tanaman pohon dengan
batang besar berkayu keras yang tingginya mencapai 20–30 m. Tanaman ini
mampu bertahan hidup hingga lebih dari 100 tahun dan tumbuh dengan baik di
daerah tropis dengan ketinggian 600–1000 meter di atas permukaan laut (dpl)
(Danarti dan Najiyati, 2003).
Tanaman cengkeh memiliki 4 jenis akar yaitu akar tunggang, akar lateral,
akar serabut dan akar rambut. Daun dari tanaman cengkeh merupakan daun
tunggal yang kaku dan bertangkai tebal dengan panjang tangkai daun sekitar 2–3
cm (Nuraini, 2014). Daun cengkeh berbentuk lonjong dengan ujung yang runcing,
tepi rata, tulang daun menyirip, panjang daun 6–13 cm dan lebarnya 2,5–5 cm.
Daun cengkeh muda berwarna hijau muda, sedangkan daun cengkeh tua berwarna
hijau kemerahan (Kardinan, 2003).
Tanaman cengkeh mulai berbunga setelah berumur 4,5–8,5 tahun,
tergantung keadaan lingkungannya. Bunga cengkeh merupakan bunga tunggal
berukuran kecil dengan panjang 1–2 cm dan tersusun dalam satu tandan yang
keluar pada ujung-ujung ranting. Setiap tandan terdiri dari 2–3 cabang malai yang
bisa bercabang lagi. Jumlah bunga per malai bisa mencapai lebih dari 15 kuntum.

6
Bunga cengkeh muda berwarna hijau muda, kemudian berubah menjadi kuning
pucat kehijauan dan berubah menjadi kemerahan apabila sudah tua. Bunga
cengkeh kering akan berwarna coklat kehitaman dan berasa pedas karena
mengandung minyak atsiri (Thomas, 2007).
2.1.3 Kandungan Kimia
Tanaman cengkeh mengandung rendemen minyak atsiri dengan jumlah
cukup besar, baik dalam bunga (10–20%), tangkai (5–10%) maupun daun (1–4%)
(Nurdjannah, 2007). Minyak atsiri dari bunga cengkeh memiliki kualitas terbaik
karena hasil rendemennnya tinggi dan mengandung eugenol mencapai 80–90%.
Kandungan minyak atsiri bunga cengkeh didominasi oleh eugenol dengan
komposisi eugenol (81,20%), trans-β-kariofilen (3,92%), α-humulene (0,45%),
eugenol asetat (12,43%), kariofilen oksida (0,25%) dan trimetoksi asetofenon
(0,53%) (Prianto, dkk. 2013).
Eugenol (C10H12O2) adalah senyawa berwarna bening hingga kuning pucat,
kental seperti minyak, bersifat mudah larut dalam pelarut organik dan sedikit larut
dalam air. Eugenol memiliki berat molekul 164,20 dengan titik didih 250–255ºC
(Bustaman, 2011).
Eugenol merupakan senyawa yang terdapat pada minyak atsiri bunga
cengkeh dan berfungsi sebagai zat antifungi dan antibakteri. Mekanisme kerja
eugenol sebagai zat antifungi dimulai dengan penetrasi eugenol pada membran
lipid bilayer sel jamur yang mengakibatkan terjadinya penghambatan sintesis
ergosterol dan terganggunya permeabilitas dinding sel jamur sehingga terjadi
degradasi dinding sel jamur, dilanjutkan dengan perusakan membran sitoplasma
dan membran protein yang menyebabkan isi dari sitoplasma keluar dari dinding
sel jamur. Apabila hal ini terus-menerus terjadi, lama-kelamaan sel jamur akan
mengalami penurunan fungsi membran dan ketidakseimbangan metabolisme
akibat gangguan transport nutrisi hingga menyebabkan sel lisis dan pertumbuhan
jamur menjadi terhambat (Brooks, dkk., 2008).
2.1.4 Khasiat / Manfaat
Tanaman cengkeh banyak dimanfaatkan dalam industri rokok kretek,
makanan, minuman dan obat-obatan. Tanaman cengkeh bahkan dijadikan sebagai

7
obat tradisional karena memiliki khasiat untuk mengobati sakit gigi, rasa mulas
sewaktu haid, rematik, pegal linu, masuk angin, sebagai ramuan penghangat
badan dan penghilang rasa mual (Nuraini, 2014). Bagian tanaman cengkeh yang
banyak dimanfaatkan adalah bunga, tangkai bunga dan daun (Nurdjannah, 2007).
Bunga cengkeh yang dikeringkan dapat digunakan sebagai bahan
penyedap rokok dan obat penyakit kolera. Minyak cengkeh yang didapatkan dari
hasil penyulingan bunga cengkeh kering (cloves oil), tangkai bunga cengkeh
(cloves stem oil) dan daun cengkeh kering (cloves leaf oil) banyak digunakan
sebagai pengharum mulut, mengobati bisul dan sakit gigi, sebagai penghilang rasa
sakit, penyedap masakan dan wewangian (Nuraini, 2014).
2.2 Uraian Hewan
2.2.1 Klasifikasi Bintang Laut (Asteroidea)
Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Class : Asteroidea
Ordo : Forcipulatida
Family : Asteriidae
Gambar 2.2
Genus : Asteroidea Bintang Laut
Spesies : Asteroidea sp (Asteroidea sp.)
2.2.2 Morfologi Bintang Laut
Hewan-hewan asteroid berdiskus (bercakram) sentral dengan penjuluran-
penjuluran yang berongga dan bercabang-cabang sebagai selom. Asteroid mempunyai
telapak kaki berbentuk tabung dan terletakpada alur sepanjang sisi oral penjuluran-
penjuluran itu. Contoh: Asterias vugaris (bintang laut). Pada bintang laut (star fish)
jelas dapat dibedakan permukaanatas (sisi aboral) dan permukaan bawah (sisi oral).
Pada sisi aboral terdapat papan berwarna yang disebut madreporit yang letaknya pada
persimpangan empat dari 2 penjuluran.
Seluruh tubuhnya tertutup duri kecuali pada lekuk sisi oral yang disebut celah
ambulakral. Alat gerak berupa tabung telapak, biasanya 4 buah, terletak dalam celah
ambulakral. Dinding selom menonjol sebagai kantong yang disebut branki atau
papulae. Branki muncul di antara papan-papan kapur, dan berfungsi sebagai alat

8
pernapasan dan eksresi. Pada permukaan tubuhnya terdapat pediselariae, sebagai alat-
alat tambahan dan berbentuk seperti angkup (forsep) yang berguna untuk
menghilangkan benda-benda asing pada permukaan tubuhnya.
2.2.3 Kandungan Kimia
Kantong yang disebut branki atau papulae. Branki muncul di antara papan-
papan kapur, dan berfungsi sebagai alat pernapasan dan eksresi. Pada permukaan
tubuhnya terdapat pediselariae, sebagai alat-alat tambahan dan berbentuk seperti
angkup (forsep) yang berguna untuk menghilangkan benda-benda asing pada
permukaan tubuhnya.
2.2.4 Khasiat / Manfaat
Bintang laut yang tersedia di bumi ini selain bisa dibuat sebagai hiasan
ternyata bisa digunakan untuk mengobati sakit asma. Berdasarkan hasil riset yang
dilakukan beberapa ilmuwan di London, bintang laut dapat dijadikan obat untuk
penderita penyakit asama dan radang sendi atau arthritis. Selain itu, tim peneliti
dari Scottish Association for Marine Science telah mempelajari bahan berlendir
yang melapisi tubuh bintang laut berduri.
Para peneliti percaya bahwa lendir tersebut dapat dijadikan senjata baru
untuk mengobati penyakit inflamasi atau peradangan seperti asm asma dan radang
sendi. Menurut Dr. Bavinton, yang merupakan peneliti utama dalam riset ini,
penyakit peradangan, seperti asma dan radang sendi merupakan kondisi yang
terjadi ketika respon alami tubuh terhadap infeksi dipercepat di luar kendali. Hal
ini membuat sel darah putih (leukosit) yang bertugas memerangi infeksi mulai
menumpuk di pembuluh darah dan menempel pada sisi-sisinya sehingga dapat
menyebabkan kerusakan jaringan. Lendir bintang laut dapat digunakan untuk
melapisi pembuluh darah yang akan membiarkan sel darah putih mengalir dengan
mudah. Hal ini karena sel darah putih harus tetap mengalir pada pembuluh darah
(Uji M, 2014).
2.3 Uraian Bahan
2.3.1 Alkohol (FI III, 1979)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol, etanol, ethylalcohol

9
Rumus Molekul : C2H6O
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 46,07 g/mol


Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak; bau khas rasa panas, mudah terbakar
dan memberikan nyala biru yang tidakberasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform p dan
dalam eter p.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat,dan terhindar dari
cahaya,ditempat sejuk jauh dari nyala api.
Kegunaan : Sebagai pelarut.
2.3.2 Aquadest (Dirjen POM, 1979 ; Pubchem 2020)
Nama resmi : AQUA DESTILATA
Nama lain : Air suling/Aquades, distilled water
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak


mempunyai rasa
Khasiat : Sebagai pelarut
Kegunaan : Sebagai zat pembanding, sebagai medium disolusi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.2.3 Etil Asetat (FI III, 1979 ; Rowe,2009)
NamaResmi : ETHYLACETATE
Nama Lain : EtilAsetat
Rumus Molekul : C4H5O2
Rumus Struktur :

10
Berat Molekul : 88,1g/mol
Pemerian : Cairan tidak berwarna, bau seperti eter
Kelarutan : Larut dalam 15 bagian air,dapat bercampur dengan
etanol 95% p dan dengan eter p.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai eluen
2.2.4 Metanol (FI III, 1979)
Nama Resmi : METHANOL
Nama Lain : Metanol
Rumus Molekul : CH3OH
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 32 g/mol


Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan jernih
dan tidak berwarna
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, dan terhindar dari
cahaya,ditempat sejuk jauh dari nyala api
Kegunaan : Sebagai pelarut
Khasiat : Untuk Mengekstraksi senyawa pada sampel
2.2.5 N-Heksan (FI III, 1979; Pubchem)
Nama Resmi : METHANOL
Nama Lain : Heksan
Rumus Molekul : C6H12N4
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 140,19 g/mol

11
Pemerian : Hablur menguap, tidak berwarna atau serbuk hablur
putih tidak berbau, rasa membakar,lama kemudian agak
pahit.
Kelarutan : Larut dalam1,5 bagian air.Dalam 12,5 ml etanol p dan
dalam lebih kurang 10 bagian kloroform p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai eluen
2.4 Dasar Teori
2.4.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi
yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Menurut Wilson, et al.,
(2000), Secara garis besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga
langkah dasar yaitu :
1. Penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan sampel,
biasanya melalui proses difusi.
2. Zat terlarut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk
fase ekstrak.
3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel.
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia
dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu.
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif
dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian,
hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes RI 1995).
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan sifat
tertentu, terutama kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang
berbeda. Pada umumnya ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut yang
didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran,
biasanya air dan yang lainnya pelarut organik. Bahan yang akan diekstrak

12
biasanya berupa bahan kering yang telah dihancurkan, biasanya berbentuk bubuk
atau simplisia (Sembiring, 2007).
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Bahan-bahan aktif seperti senyawa antimikroba dan
antioksidan yang terdapat pada tumbuhan pada umumnya diekstrak dengan
pelarut. Pada proses ekstraksi dengan pelarut, jumlah dan jenis senyawa yang
masuk kedalam cairan pelarut sangat ditentukan oleh jenis pelarut yang digunakan
dan meliputi dua fase yaitu fase pembilasan dan fase ekstraksi. Pada fase
pembilasan, pelarut membilas komponen-komponen isi sel yang telah pecah pada
proses penghancuran sebelumnya. Pada fase ekstraksi, mula-mula terjadi
pembengkakan dinding sel dan pelonggaran kerangka selulosa dinding sel
sehingga pori-pori dinding sel menjadi melebar yang menyebabkan pelarut dapat
dengan mudah masuk kedalam sel. Bahan isi sel kemudian terlarut ke dalam
pelarut sesuai dengan tingkat kelarutannya lalu berdifusi keluar akibat adanya
gaya yang ditimbulkan karena perbedaan konsentrasi bahan terlarut yang terdapat
di dalam dan di luar sel (Voigt, 1995).
2.4.2 Pengertian Maserasi
Maserasi, Istilah maserasi berasal dari bahasa latin ”macerare” yang
artinya ”merendam”, merupakan proses paling tepat untuk obat yang sudah halus
dimungkinkan untuk direndam dalam menstrum sampai meresap dan melunakkan
susunan sel sehingga zat yang mudah larut akan melarut ( Ansel, 1989).
Maserasi atau dispersi Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan
menggunakan pelarut diam atau dengan adanya pengadukan beberapa kali pada
suhu ruangan. Metoda ini dapat dilakukan dengan cara merendam bahan dengan
sekali-sekali dilakukan pengadukan. Pada umumnya perendaman dilakukan
selama 24 jam, kemudian pelarut diganti dengan pelarut baru. Maserasi juga dapat
dilakukan dengan pengadukan secara sinambung (maserasi kinetik). Kelebihan
dari metode ini yaitu efektif untuk senyawa yang tidak tahan panas (terdegradasi
karena panas), peralatan yang digunakan relatif sederhana, murah, dan mudah
didapat. Namun metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu waktu
ekstraksi yang lama, membutuhkan pelarut dalam jumlah yang banyak, dan

13
adanya kemungkinan bahwa senyawa tertentu tidak dapat diekstrak karena
kelarutannya yang rendah pada suhu ruang (Sarker, S.D., et al, 2006).
Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa
pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini
pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi
merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa yang tidak
tahan panas ataupun tahan panas (Hamdani, 2014). Maserasi merupakan cara
penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari (Afifah, 2012).
2.4.3 Prinsip Kerja Maserasi
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada
temperature kamar terlindung dari cahaya. pelaut akan masuk kedalam sel
tanaman melewati dididing sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan didala sel dengan diluar sel. Larutan yang konentrasinya
tinggi akan terdeak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi redah
(proses difusi). Peristiwa tersebut akan berulang sampai terjadi keseimbangan
antara larutan didalam sel dan larutan diluar sel (Ansel, 1989)
2.4.4 Kelebihan & Kekurangan
Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan metode maserasi menurut
Marjoni (2016):
a. Kelebihan dari Metode Maserasi
1. Peralatan yang digunakan sangat sederhana
2. Teknik pengerjaan relative sederhana dan mudah dilakukan
3. Biaya operasionalnya relative rendah
4. Dapat digunakan untuk mengekstraksi senyawa yang bersifat termolabil
karena maserasi dilakukan tanpa pemanasan.
5. Proses ekstraksi lebih hemat penyari.
b. Kekurangan Metode Maserasi
1. Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah memerlukan banyak
waktu

14
2. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu
terekstraksi sebesar 50%
3. Pelarut yang digunakan cukup banyak.
4. Kemungkinan besar ada beberapa senyawa yang hilang saat ekstraksi.
5. Beberapa senyawa sulit diekstraksi pada suhu kamar.
6. Penggunaan pelarut air akan membutuhkan bahan tambahan seperti
pengawet yang diberikan pada awal ekstraksi. Penambahan pengawet
dimaksudkan untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan kapang.
7. Pelarut
Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah
air. etanol, etanol-air atau eter. Etanol dipertimbangkan seba gai penyari karena
lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas, tidak
beracun. netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala
perbandingan dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit Bila
cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang. dapat
ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian.
2.4.5 Pemilihan Pelarut
Pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses
ekstraksi. Jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi mempengaruhi
jenis komponen aktif bahan yang terekstrak karena masing-masing pelarut
mempunyai selektifitas yang berbeda untuk melarutkan komponen aktif dalam
bahan. Menurut Perry (1984), berbagai syarat pelarut yang digunakan dalam
proses ekstraksi, yaitu sebagai berikut:
1. Memiliki daya larut dan selektivitas terhadap solute yang tinggi. Pelarut
harus dapat melarutkan komponen yang diinginkan sebanyak mungkin dan
sesedikit mungkin melarutkan bahan pengotor.
2. Bersifat inert terhadap bahan baku, sehingga tidak bereaksi dengan
komponen yang akan diekstrak.
3. Reaktivitas. Pelarut tidak menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen bahan ekstraksi.
4. Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi.

15
5. Tidak korosif.
6. Tidak beracun.
7. Tidak mudah terbakar.
8. Stabil secara kimia dan termal.
9. Tidak berbahaya bagi lingkungan.
10. Memiliki viskositas yang rendah, sehingga mudah untuk dialirkan.
11. Murah dan mudah didapat, serta tersedia dalam jumlah yang besar.
12. Memiliki titik didih yang cukup rendah agar mudah diuapkan.
13. Memiliki tegangan permukaan yang cukup rendah.
2.4.6 Pengertian Evaporasi
Evaporasi adalah suatu proses yang bertujuan memekatkan larutan yang
terdiri atas pelarut (solvent) yang volatile dan zat terlarut (solute) yang non
volatile (Widjaja,2010). Evaporasi adalah proses pengentalan larutan dengan cara
mendidihkan atau menguapkan pelarut. Di dalam pengolahan hasil pertanian
proses evaporasi bertujuan untuk, meningkatkan larutan sebelum proses lebih
lanjut, memperkecil volume larutan, menurunkan aktivitas air (Praptiningsih
1999).
Dalam kebanyakan proses evaporasi, pelarutnya adalah air. Evaporasi
dilakukan dengan menguapkan sebagian dari pelarut sehingga didapatkan larutan
zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Evaporasi tidak sama dengan
pengeringan. Dalam evaporasi sisa penguapan adalah zat cair yang sangat kental,
bukan zat padat. Evaporasi berbeda pula dengan destilasi, karena uapnya adalah
komponen tunggal. Evaporasi berbeda dengan kristalisasi, karena evaporasi
digunakan untuk memekatkan larutan bukan untuk membuat zat padat atau Kristal
(MC. Cab,dkk.,1993).
Menurut Wirakartakusumah (1989), di dalam pengolahan hasil pertanian
proses evaporasi bertujuan untuk:
1. Meningkatkan konsentrasi atau viskositas larutan sebelum diproses lebih
lanjut.Sebagai contoh pada pengolahan gula diperlukan proses pengentalan nira
tebusebelum proses kristalisasi, spray drying, drum drying dan lainnya

16
2. Memperkecil volume larutan sehingga dapat menghemat biaya
pengepakan, penyimpanan dan transportasi
3. Menurunkan aktivitas air dengan cara meningkatkan konsentrasi solid
terlarutsehingga bahan menjadi awet misalnya pada pembuatan susu kental manis.
Menurut Earle (1982), adapun faktor-faktor yang menyebabkan dan
mempengaruhi kecepatan pada proses evaporasi adalah :
a. Kecepatanhantaranpanas yang diuapkanke bahan
b. Jumlah panas yang tersedia dalam penguapan
c. Suhu maksimum yang dapat dicapai
d. Tekanan yang terdapat dalam alat yang digunakan
e. Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi selama proses penguapan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses evaporasi menurut Haryanto
danMasyithah (2006), antara lain :
a. Luas permukaan bidang kontak
Semakin luas permukaan bidang kontakantara cairan dengan pemanas,
maka semakin banyak molekul air yang teruapkan sehingga proses evaporasi akan
semakin cepat.
b. Tekanan
Kenaikkan tekanan sebanding dengan kenaikan titik didih. Tekanan bisa
dibuat vakum untuk menurunkan titik didih cairan sehingga proses penguapan
semakin cepat.
c. Karakteristik zat cair
1. Konsentrasi
Walaupun cairan yang diumpankan kedalam evaporator cukup encer
sehingga beberapa sifat fisiknya sama dengan air, tetapi jika konsentrasinya
meningkat, larutan itu akan semakin bersifat individual.
2. Pembentukan busa
Beberapa bahan tertentu, terutama zat-zat organic berbusa pada waktu
diuapkan. Busa yang dihasilkan akan ikut ke luar evaporator bersamauap.
3. Kepekaan terhadap suhu

17
Beberapa bahan kimia, bahan kimia farmasi dan bahan makanan dapat
rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi dalam waktu yang lama. Dalam mengatur
konsentrasi bahan-bahan seperti itu maka diperlukan teknik khusus untuk
menurunkan suhu zat cair dan mengurangi waktupemanasan.
4. Kerak
Beberapa larutan tertentu menyebabkan pembentukan kerak pada
permukaan pemanasan. Hal ini menyebabkan koefisien menyeluruh semakin lama
semakin berkurang.
2.4.7 Rotary Evaporator
Rotary evaporator adalah sebuah alat yang digunakan di laboratorium
kimia untuk menghilangkan pelarut secara efisien dan perlahan-lahan serta untuk
preparasi destilasi dan penemuan ekstrak. Rotary evaporator sederhana pertama
kali ditemukan oleh Lyman C. Craig yang kemudian dipasarkan secara komersil
oleh perusahaan Buchi pada tahun 1957 (Laurence dan Christopher, 1989)

Gambar 2.4.7, Rotary Evaporator (Anonim, 2012)


Komponen utama dari sebuah vacuum rotary evaporator adalah :
1. Motor yang memutar vial atau flask sampel yang dievaporasi
2. Saluran uap sebagai sumbu rotasi dan jalur uap yang ditarik dari sampel
3. Sistem vakum yang secara bertahap mengurangi tekanan pada sistem
evaporator.
4. Bak cairan panas untuk memanaskan sampel
5. Kondensor dan koil pendingin di mana zat pendingin seperti aseton atau
dry ice ditempatkan.

18
6. Labu kondensator di bawah kondensor untuk menangkap pelarut yang
sudah didestilasi setelah mengalami kondensasi kembali (Laurence dan
Christopher, 1989).
Rotary evaporator adalah alat dengan sistem vakum yang berfungsi
menurunkan tekanan di sekitar cairan sampel yang akan menurunkan titik didih
dari komponen dalam cairan atau larutan tersebut. Rotary evaporator
digunakanpada komponen pelarut yang akan dihilangkan dari sampel setelah
ekstraksi segera setelah isolasi dari produk ekstrak tersebut. Dengan rotary
evaporator akan didapatkan cara penguapan pelarut tanpa pemanasan berlebih dan
terhindar dari resiko merusak sampel yang biasanya merupakan molekul
kombinasi yang sensitif dan kompleks antara pelarut dan zat terlarutnya. Rotary
evaporator diterapkan untuk memisahkan pelarut yang telah diturunkan titik
didihnya dengan komponen yang akan berwujud padat pada suhu dan tekanan
kamar (Laurence dan Christopher, 1989).
Keuntungan penggunaan rotary evaporator antara lain adanya gaya
sentrifugal dan gaya friksional antara dinding labu atau vial yang berotasi dengan
cairan sampel akan menghasilkan pembentukan lapisan film tipis yang merupakan
pelarut yang tersebar seluas area labu atau vial (Laurence dan Christopher, 1989).
Gaya yang tercipta dari rotasi akan meminimalkan terjadinya bumping
atau tabrakan dari molekul dalam sampel. Pelarut yang masih tersisa setelah
evaporasi dapat dihilangkan dengan mengkondisikan sampel pada tekanan yang
lebih tinggi atau kondisi yang lebih vakum pada suhu yang lebih tinggi dari
sebelumnya. Jadi, secara umum dapat dikatakan rotary evaporator relatif mudah
digunakan karena tidak memerlukan metode lanjutan yang rumit (Laurence dan
Christopher, 1989).
2.4.8 Prinsip Evaporator
Evaporator adalah alat untuk mengevaporasi larutan sehingga prinsip
kerjanya merupakan prinsip kerja atau cara kerja dari evaporasi itu sendiri. Prinsip
kerjanya dengan penambahan kalor atau panas untuk memekatkan suatu larutan
yang terdiri dari zat terlarut yang memiliki titik didih tinggi dan zat pelarut yang

19
memiliki titik didih lebih rendah sehingga dihasilkan larutan yang lebih pekat
serta memiliki konsentrasi yang tinggi.
1. Pemekatan larutan didasarkan pada perbedaan titik didih yang sangat besar
antara zatzatnya. Titik didih cairan murni dipengaruhi oleh tekanan.
2. Dijalankan pada suhu yang lebih rendah dari titik didih normal.
3. Titik didih cairan yang mengandung zat tidak mudah menguap (misalnya:
gula)akan tergantung tekanan dan kadar zattersebut.
4. Beda titik didih larutan dan titik didih cairan murni disebut Kenaikan titik
didih (boiling).
2.4.9 Metode Evaporator
1. Single effect evaporation
Menggunakan satu evaporator saja, uap dari zat cair yang mendidih
dikondensasikan dan dibuang. Walaupun metode ini sederhana, namun proses ini
tidak efektif dalam penggunaan uap. Untuk menguapkan llb air dari larutan,
diperlukan 1 – 1.3 lb uap.
2. Double effect evaporation
Uap dari satu evaporator dimasukkan ke dalam rongga uap (steam chest)
evaporator kedua, dan uap dari evaporator kedua dimasukkan ke dalam condenser.
3. Multiple Effect Evaporation
Evaporator yang digunakan dalam suatu metode lebih dari satu, seperti
misalnya uap dari evaporator kedua dimasukkan ke dalam rongga uap evaporator
ketiga, dan berlanjut sampai beberapa evaporasi.

20
BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu dan Pelaksanaan Praktikum
Praktikum Fitokimia 2 percobaan Maserasi dilaksanakan pada hari
Minggu, 26 September 2021 pukul 07:00 sampai dengan 10:00 WITA, bertempat
di Laboratorium Bahan Alam, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan,
Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu batang pengaduk, cokrol,
gelas steinles, lap halus, lap kasar, penangas, penjepit, vial, dan wadah steinles.
3.2.2 Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu alkohol 70%,
aluminium foil, aquadest, ekstrak cair metanol cengkeh, ekstrak cair etil asetat
cengkeh, ekstrak cair n-heksan cengkeh, ekstrak bintang laut etanol 96%, dan tisu.
3.3 Cara kerja
3.3.1 Evaporasi ekstrak cair metanol cengkeh
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibersihkan alat yang akan digunakan dengan alkohol 70%.
3. Dipanaskan air dengan menggunakan penangas
4. Dimasukkan ekstrak cair metanol cengkeh kedalam wadah stainless
5. Dipanaskan ekstrak menggunakan penangas
6. Diaduk secara konstan ekstrak sampai mengental
7. Ditimbang vial kosong, dan dimasukkan ekstrak kental kedalam vial
8. Ditimbang vial yang berisi ekstrak kental
9. Dihitung persen rendamen
3.3.2 Evaporasi ekstrak cair etil asetat cengkeh
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibersihkan alat yang akan digunakan dengan alkohol 70%.
3. Dipanaskan air dengan menggunakan penangas

21
4. Dimasukkan ekstrak cair etil asetat cengkeh kedalam wadah stainless
5. Dipanaskan ekstrak menggunakan penangas
6. Diaduk secara konstan ekstrak sampai mengental
7. Ditimbang vial kosong, dan dimasukkan ekstrak kental kedalam vial
8. Ditimbang vial yang berisi ekstrak kental
9. Dihitung persen rendamen
3.3.3 Evaporasi ekstrak cair N-heksan cengkeh
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibersihkan alat yang akan digunakan dengan alkohol 70%.
3. Dipanaskan air dengan menggunakan penangas
4. Dimasukkan ekstrak cair N-heksan cengkeh kedalam wadah stainless
5. Dipanaskan ekstrak menggunakan penangas
6. Diaduk secara konstan ekstrak sampai mengental
7. Ditimbang vial kosong, dan dimasukkan ekstrak kental kedalam vial
8. Ditimbang vial yang berisi ekstrak kental
9. Dihitung persen rendamen
3.3.4 Evaporasi bintang laut etanol 96%
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibersihkan alat yang akan digunakan dengan alkohol 70%.
3. Dipanaskan air dengan menggunakan penangas
4. Dimasukkan ekstrak bintang laut 96% kedalam wadah steinles
5. Dipanaskan ekstrak menggunakan penangas
6. Diaduk secara konstan ekstrak sampai mengental
7. Ditimbang vial kosong, dan dimasukkan ekstrak kental kedalam vial
8. Ditimbang vial yang berisi ekstrak kental
9. Dihitung persen rendamen

22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum flos)
Berat Ekstrak
Ekstrak Sebelum Evaporasi Sesudah Evaporasi
Kental (%)

N-Heksan 2,56%

Etil Asetat 7,5%

23
Metanol 6,78%

24
4.1.2 Bintang laut (Linckia laevigata)
Sebelum Evaporasi Berat Ekstrak
Ekstrak Sesudah Evaporasi
Kental (%)

Bintang laut
menggunakan
0,032%
pelarut Etanol
96%

4.2 Perhitungan
4.2.1 %Rendamen Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum flos)
Berat Akhir
Rumus: %Rendamen = X 100%
Berat Awal

12,8 g
1. Ekstrak N-Heksan : %Rendamen = X 100% = 2,56%
500 g
37,5 g
2. Ekstrak Etil Asetat : %Rendamen = X 100% = 7,5%
500 g
33,4 g
3. Ekstrak Metanol : %Rendamen = X 100% = 6,78%
500 g
4.2.2 %Rendamen Bintang laut (Asteroidea sp.)
1,26 g
Etanol 96% : %Rendamen = X 100% = 2,56%
37,5g

4.3 Pembahasan

25
4.3.1 Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum flos)
Evaporasi adalah proses menguapnya air dari permukaan daratan dan
permukaan lautan menuju atmosfer bumi. Besar kecilnya evaporasi dipengaruhi
oleh faktor-faktor suhu air, suhu udara, kelembaban tanah, kecepatan angin,
tekanan udara dan sinar matahari. Suhu air, suhu udara dan sinar matahari
berbanding lurus dengan besarnya evaporasi. Sementara kelembaban tanah,
kecepatan angin dan tekanan udara berbanding terbalik dengan besarnya evaporasi
(Dumairy, 1992).
Prinsip kerja dari rotary evaporator adalah untuk menguapkan pelarut
ekstraksi dan hanya meninggalkan senyawa hasil diekstraksi disebut ekstrak (Van
Diyck et.al., 2010). Adapun sampel yang kami gunakan yakni ekstrak Bunga
Cengkeh (Syzygium aromaticum flos) dengan hasil ekstrak yang menggunakan
pelarut N-Heksan, Etil Asetat, dan Metanol.
Langkah pertama siapkan alat dan bahan yang akan digunakan, dibersihkan
alat yang akan digunakan menggunakan alkohol 70% karena menurut Pratiwi
(2008), bahwa alkohol dengan konsentrasi 70% dapat berperan sebagai
desinfektan dan mempercepat pembersihan alat dari benda asing maupun
mikrooraganisme. Setelah semua alat selesai dibersihkan, ditimbang botol vial
kosong agar dapat mengetahui bobot kosong vial dan dapat memperoleh hasil
penimbangan yang relatif akurat. Karena menurut literatur Ibrahim (1998),
pengukuran merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan nilai suatu
besaran.
Pada metode evaporasi digunakan tiga sampel ekstrak Bunga Cengkeh
(Syzygium aromaticum flos) yaitu ekstrak N-Heksan yang didapatkan dari
maserasi bertingkat sebanyak 90 mL, ekstrak Etil Asetat sebanyak 373 mL, dan
ekstrak Metanol sebanyak 360 mL.
Ekstrak maserasi kemudian dimasukkan ke dalam 3 wadah stainless yang
berbeda, alasan digunakannya wadah stainless karena wadah stainless tidak
mudah berkarat dan ikut bereaksi ketika pemanasan, hal ini sesuai dengan literatur
menurut Wahyuni dan Widjanarko (2015), pada perancangan tabung evaporator

26
ini digunakan bahan dari stainless karena tidak ikut bereaksi dan tahan dari karat
sehingga aman selama dilakukan pemanasan.
Kemudian wadah tersebut dimasukkan ke dalam wadah pemanasan yang
sudah dipanaskan terlebih dahulu dan wadah pemanasan jangan ditutup agar
terjadi penguapan untuk mendapatkan konsistensi ekstrak yang lebih pekat, hal ini
sesuai dengan literatur menurut Sudjadi (1986), penguapan dimaksudkan untuk
mendapatkan konsistensi ekstrak yang lebih pekat dan tujuan dilakukan
penguapan adalah untuk menghilangkan cairan penyari yang digunakan agar tidak
mengganggu pada proses partisi.

Lakukan proses evaporasi sampai ekstrak tersebut mengental dan tidak


sampai menghitam. Tujuan dari ekstrak tersebut dikentalkan karena akan
mendapatkan hasil konsentrasi yang lebih tinggi dari sebelumnya, hal ini sesuai
dengan literatur Sudjadi (1986), proses evaporasi selain berfungsi menurunkan
aktivitas air, evaporasi juga dapat meningkatkan konsentrasi atau viskositas
larutan dan evaporasi akan memperkecil volume larutan. Lalu alasan ekstrak tidak
sampai menghitam karena waktu yang terlalu lama pada saat pemanasan jika
terlalu lama dipanaskan ekstrak tersebut akan rusak, hal ini sesuai dengan literatur
menurut Sudjadi (1986), waktu penerapan suhu yang relatif tinggi untuk waktu
yang singkat kurang menimbulkan kerusakan dibandingkan dengan bila dilakukan
pada suhu rendah tetapi memerlukan waktu lama.
Jika sudah mengental, dipindahkan ekstrak tersebut ke dalam masing-
masing botol vial menggunakan spatula. Lalu diberi label pada setiap botol
tersebut. Kemudian ditimbang botol vial yang berisi ekstrak dan dihitung
menggunakan rumus %rendamen sehingga didapat %rendamen ekstrak n-heksan
2,56%, ekstrak etil asetat 7,5% dan ekstrak metanol 6,78%.
Menurut Whika, dkk., (2017), bahwa rendemen merupakan perbandingan
antara hasil banyaknya metabolit yang didapatkan setelah proses ekstraksi dengan
berat sampel yang digunakan. Rendemen dikatakan baik jika nilainya lebih dari
10%. Oleh karena itu rendemen ekstrak kasar yang didapatkan dinyatakan baik
karena hasil rendmen >10%. Semakin besar rendemen yang dihasilkan, maka

27
semakin efisien perlakuan yang diterapkan dengan tidak mengesampingkan sifat-
sifat lain. Sedangkan menurut Alvicha (2014), menyatakan bahwa rendemen
dengan nilai persentase di bawah 15% merupakan % rendemen yang paling baik.
Maka dapat ditarik kesimpulan berdasarkan dua rumusan di atas bahwa rangen
%rendemen yang baik yaitu berkisae antara 10-15%.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Nurhayati et al. (2009) bahwa nilai
rendemen yang tinggi menunjukkan banyaknya komponen bioaktif yang
terkandung di dalamnya. Rendemen yang dihasilkan menandakan nilai ekstrak
yang dihasilkan semakin banyak. Hasil rendemen yang tinggi menunjukkan
bahwa senyawa-senyawa kimia yang dapat tersari dalam ekstrak juga cukup besar.
Hal ini dimungkinkan karena banyaknya senyawa kimia yang ada dalam
simplisia.
Kemungkinan kesalahan pada percobaan ini yaitu suhu yang tidak sesuai
dan kurangnya alat yang digunakan membuat proses pengerjaan tidak sesuai
dengan yang diharapkan.
4.3.2 Bintang laut (Linckia laevigata)
Langkah pertama siapkan alat dan bahan yang akan digunakan, dibersihkan
alat yang akan digunakan menggunakan alkohol 70% karena menurut Pratiwi
(2008), bahwa alkohol dengan konsentrasi 70% dapat berperan sebagai
desinfektan dan mempercepat pembersihan alat dari benda asing maupun
mikrooraganisme. Setelah semua alat selesai dibersihkan, ditimbang botol vial
kosong agar dapat mengetahui bobot kosong vial dan dapat memperoleh hasil
penimbangan yang relatif akurat. Karena menurut literatur Ibrahim (1998),
pengukuran merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan nilai suatu
besaran.
Pada metode evaporasi sampel biota laut, digunakan ekstrak bintang laut
(Linckia laevigata) yang diperoleh dari maserasi bertingkat menggunakan pelarut
etanol 96%, dan didapatkan ekstrak cair sebanyak 250 ml.
Dimasukkan ekstrak ke dalam wadah stainless untuk dilakukan proses
evaporasi. Alasan digunakannya wadah stainless karena wadah stainless tidak
mudah berkarat dan ikut bereaksi ketika pemanasan, hal ini sesuai dengan literatur

28
menurut Wahyuni dan Widjanarko (2015), pada perancangan tabung evaporator
ini digunakan bahan dari stainless karena tidak ikut bereaksi dan tahan dari karat
sehingga aman selama dilakukan pemanasan.
Kemudian wadah tersebut dimasukkan ke dalam wadah pemanasan yang
sudah dipanaskan terlebih dahulu dan wadah pemanasan jangan ditutup agar
terjadi penguapan untuk mendapatkan konsistensi ekstrak yang lebih pekat, hal ini
sesuai dengan literatur menurut Sudjadi (1986), penguapan dimaksudkan untuk
mendapatkan konsistensi ekstrak yang lebih pekat dan tujuan dilakukan
penguapan adalah untuk menghilangkan cairan penyari yang digunakan agar tidak
mengganggu pada proses partisi.

Lakukan proses evaporasi sampai ekstrak tersebut mengental dan tidak


sampai menghitam. Tujuan dari ekstrak tersebut dikentalkan karena akan
mendapatkan hasil konsentrasi yang lebih tinggi dari sebelumnya, hal ini sesuai
dengan literatur Sudjadi (1986), proses evaporasi selain berfungsi menurunkan
aktivitas air, evaporasi juga dapat meningkatkan konsentrasi atau viskositas
larutan dan evaporasi akan memperkecil volume larutan. Lalu alasan ekstrak tidak
sampai menghitam karena waktu yang terlalu lama pada saat pemanasan jika
terlalu lama dipanaskan ekstrak tersebut akan rusak, hal ini sesuai dengan literatur
menurut Sudjadi (1986), waktu penerapan suhu yang relatif tinggi untuk waktu
yang singkat kurang menimbulkan kerusakan dibandingkan dengan bila dilakukan
pada suhu rendah tetapi memerlukan waktu lama.
Jika sudah mengental, dipindahkan ekstrak tersebut ke dalam botol vial
menggunakan spatula. Lalu diberi label vial tersebut. Kemudian ditimbang botol
vial yang berisi ekstrak dan dihitung menggunakan rumus %rendamen sehingga
didapat %rendamen ekstrak etanol 2,56%.
Ekstraksi sampel ini menggunakan pelarut etanol 96% karena pelarut etanol
menyari hampir keseluruhan kandungan simplisia baik non polar, semi polar
maupun polar (Iswanti, 2009). Pelarut ini bersifat selektif, ekonomis, tidak
beracun, dan bersifat universal yang cocok untuk mengekstrak semua golongan
senyawa metabolit sekunder (Kristanti et al., 2008).

29
Maserasi dengan pelarut yang berbeda akan menghasilkan rendemen ekstrak
yang berbeda pula. Hal ini berdasarkan penelitian Salamah (2008), yang
menghasilkan kadar komponen aktif yang bersifat polar, semipolar, dan nonpolar
terdapat dalam jumlah yang berbeda-beda. Hal ini karena pelarut yang berbeda
akan melarutkan senyawa-senyawa yang berbeda tergantung pada tingkat
kepolaran dan tingkat ketersediaannya dalam bahan yang diekstrak.
Rendeman dari pelarut polar merupakan yang terbesar diantara fraksi yang
lain, hal ini menandakan bahwa banyak senyawa yang ditarik oleh pelarut polar.
Senyawa-senyawa yang bersifat polar seperti flavonoid dan saponin banyak
tertarik ke pelarut polar karena sesuai dengan prinsip like dissolve like , dimana
pelarut polar akan larut dengan pelarut polar (Reynander, dkk, 2017).
Tingginya rendemen pada pelarut polar juga dilaporkan oleh Nurjanah
(2009), rendemen lintah laut tertinggi diperoleh dari ekstrak metanol sebesar
4,51%, sedangkan Safitri (2010) juga melaporkan rendemen lili laut dengan
pelarut etanol sebesar 1,40%.
Kemungkinan kesalahan pada percobaan ini yaitu suhu yang tidak sesuai
dan kurangnya alat yang digunakan membuat proses pengerjaan tidak sesuai
dengan yang diharapkan.

30
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu :
1. Evaporasi adalah proses menguapnya air dari permukaan daratan dan
permukaan lautan menuju atmosfer bumi. Besar kecilnya evaporasi
dipengaruhi oleh faktor-faktor suhu air, suhu udara, kelembaban tanah,
kecepatan angin, tekanan udara dan sinar matahari.
2. Prinsip kerja dari evaporasi yaitu didasarkan pada perbedaan titik didih yang
sangat besar antara zat-zat yang terlarut dengan pelarutnya.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Jurusan
Saran kami yaitu agar jurusan dapat melengkapi saranaz dan prasarana agar
dapat memberikan kenyamanan kepada mahasiswa dalam melakukan aktivitas di
jurusan kampus Universitas Negeri Gorontalo.
5.2.2 Saran Laboratorium
Saran untuk laboratorium agar dapat melengkapi fasilitas laboratorium dan
dapat menambah ruangan laboratorium agar tidak tidak menggunakan kelas untuk
praktikum.
5.2.3 Saran Asisten
Saran untuk asisten lebih memperhatikan lagi kepada praktikan yang
sementara melakukan percobaan.

31

Anda mungkin juga menyukai