PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang agraris yang kaya akan floranya.
Dimana flora-flora tersebut banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari baik
sebagai tanaman hias maupun untuk pengobatan. Sekarang ini perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan telah memulai
pengembangan teknik-teknik dalam mengolah hasil alam yaitu tumbuhan.
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Polypodiopsida
Ordo : Polypodiales
Gambar 2.2.1
Famili : Aspleniacecae
Pakis
Genus : Aspleminum
( Pteridophyta )
Species : Pteridophyta
a. Morfologi
Morfologi tumbuhan paku adalah rimpang yang tegak, menjalar panjang
dan menjalar pendek. Daun dari tumbuhan paku kebanyakan tunggal
(monomorfik) dan jarang yang dimorfik (Yusna M., dkk, 2016).
Menurut Jamsuri (2007), kebanyakan tumbuhan paku biasanya dicirikan
pertumbuhan pucuknya yang melingkar, daunnya terdapat spora yang menempel
secara teratur dalam barisan dan ada juga yang menggerombol atau menyebar.
Berdasarkan poros bujurnya, embrio paku dapat dibedakan menjadi kutub atas
dan kutub bawah. Kutub atas berkembang membentuk rimpang dan daun,
sedangkan kutub bawah membentuk akar. Tumbuhan paku merupakan tumbuhan
yang berpembuluh atau sudah memiliki jaringan phloem dan xylem yang berarti
tumbuhan paku termasuk golongan divisi Pteridophyta dimana anggotanya telah
jelas memiliki kormus (Tjitrosoepomo, 2011).
Jenis tumbuhan paku bersifat kosmopolit yaitu dapat tumbuh dimana-mana
mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi (terrestrial), ada yang hidup di
permukaan (hidrofit) bahkan ada yang hidupnya menumpang tumbuhan lain
(epifit) Menurut Kusumaninrum (2008) dalam Prasetyo (2015), tumbuhan epifit
adalah tumbuhan yang menempel pada tumbuha lain, hanya menopang terhadap
tumbuhan lain dan tidak menibulkan akibat apa-apa terhadap inangnya. Epifit
berbeda dengan parasit karena epifit memiliki akar untuk menghisap air dan
nutrisi, tubuhan epifit sudah mampu menghasilkan makanan sendiri. Reproduksi
yang terdapat pada tumbuhan paku ada dua macam, yang pertama secara vegetatif
yaitu stolon yang menghasilkan gemma (tunas). Reproduksi yang kedua secara
generatif dengan melalui pembentukan sel kelamin jantan dan betina oleh
anteridium yang menghasilkan spermatozoid, dan arkegonium yang menghasilkan
ovum (Lovelles 1989 dalam Lubis 2009).
b. Kandungan kimia
Cibotium barometz (L.) J. Sm. (Cibotiaceae) merupakan salah satu jenis
tumbuhan paku pohon komoditi ekspor yang memiliki nilai ekonomi tinggi karena
kandungan kimianya yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional
maupun modern. Penelitian ini ditujukan pada isolasi kandungan kimia dan
evaluasi anti oksidan, antidiabetes dan toksisitas ekstrak rimpang dan bulu C.
barometz terhadap larva udang Arthemia salina L. (BSLT). Hasil uji
antiokoksidan ekstrak metanol bulu dan rimpang serta hasil fraksionasi dengan
menggunakan metoda radical scavenger DPPH (Diphenyl Picryl Hidrazyl), bahwa
fraksi etil asetat dan butanol menunjukkan aktivitas berturut-turut dengan IC50
27,53 dan 46,24 ppm dan ekstrak metanol rimpang dan ekstrak metanol bulu
dinyatakan kurang aktif dengan IC50 183,43 dan 126,10 ppm. Hasil uji toksisitas
dengan metoda Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dinyatakan tidak toksik dan
hasil uji anti diabetes dengan metoda α- glukosidase juga tidak aktif. Hasil isolasi
senyawa kimia ekstrak rimpang dan bulu C. barometz dengan metoda
kromatografi kolom gravitasi dan diidentifikasi berdasarkan data-data spektra IR
dan RMI proton dan karbon serta LC-MS, ekstrak n-heksana rimpang dan ekstrak
metanol bulu C. barometz, diperoleh senyawa metil dodekanoat (A), ß-
sitosterol (B), ß-sitosterol-O- glukopiranosida (C) dan 2,3,4,5,6-pentahidroksi
sikloheksan asam karboksilat (D) (Hariati, 2016).
c. Manfaat
Pteridophyta memiliki banyak manfaat bagi manusia, yaitu sebagai tanaman
hias contoh Platycerium, Adiantum, Asplenium dan Sellaginella; sebagai sayuran
yaitu Marsilia crenata, Pteridium aquilinu; sebagai dekorasi dan karangan bunga
yaitu Gleichenia linearis; sebagai bahan pembersih yaitu Equisetum (Mirna
(2010) dalam (Jannah, 2011).
2.2.3 Klasifikasi tanaman Sirih Hutan (Hermiati, 2013)
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliphyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Gambar 2.2.3
Genus : Piper
Sirih Hutan
Spesies :Piper Aduncum(L)
( Piper aduncum)
a. Morfologi
Sirih termasuk dalam famili Piperaceae, merupakan jenis tumbuhan
merambat dan bersandar pada batang pohon lain, yang tingginya 5-15 meter. Sirih
memiliki daun tunggal letaknya berseling dengan bentuk bervariasi mulai dari
bundar telur atau bundar lonjong, pangkal berbentuk jantung atau agak bundar
berlekuk sedikit, ujung daun runcing, pinggir daun rata agak menggulung ke
bawah, panjang 5-18 cm, lebar 3-12 cm. Daun berwarna hijau, permukaan bawah
agak kasar, kusam, tulang daun menonjol, bau aromatiknya khas, rasanya
pedas.Sedangkan batang tanaman berbentuk bulat dan lunak berwarna hijau agak
kecoklatan dan permukan kulitnya kasar serta berkerut-kerut (Inayatullah, 2012).
b. Kandungan senyawa
Daun sirih mengandung molekul – molekul bioaktif seperti sponin, tannin,
minyak atsiri, flavonoid, dan fenol yang mempunyai kemampuan untuk
membantu proses penyembuhan luka serta nutrisi yang dibutuhkan untuk
penyembuhan luka melalui peningkatan jumlah pembentukan pembuluh darah
kapiler dan sel-sel fibroblast. Molekul bioaktif lain yang mempunyai peran
sebagai antimikroba adalah minyak atsiri. Flavonoid dan fenol berperan sebagai
antioksidan yang berfungsi untuk menunda atau menghambat reaksi oksidasi oleh
radikal bebas (Negara, et al., 2014).
c. Manfaat
Daun sirih merupakan tumbuhan obat tradisional disekitar kita yang
dikenal dengan nama ilmiah Piper Beter L. Sejak sekitar tahun 600 SM,
masyarakat tradisional asia dan india menggunakan daun sirih untuk berbagai
keperluan mulai dari tata cara adat hingga pengobatan. Masyarakat Indonesia
sendiri telah mengenal daun sirih sebagai bahan menginang dan keyakinan bahwa
daun sirih dapat menguatkan gigi, menyembuhkan luka-luka kecil di dalam mulut,
menghilangkan bau badan menghentikan pendarahan gusi dan sebagai obat kumur
(Mutmainnah, 2014).
2.3 Uraian bahan
2.3.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979; Pubchem, 2021)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, alkohol
Rumus molekul : C2H5OH
Rumus Struktur :
4.2 Pembahasan
Fitokimia adalah aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun
oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta
metabolismenya, penyebarannya secara alamiah, dan fungsi biologinya.Fitokimia
juga disebut fitonutrien dalam arti luas fitokimia adalah segala jenis zat kimia
yang diturunkan dari sumber tumbuhan (Gunawan,2004).
Rajangan adalah sediaan obat tradisional berupa potongan simplisia,
campuran simplisia, atau campuran simplisia dengan sediaan galenik,
yang penggunaannya dilakukan dengan pendidihan atau penyeduhan dengan air
panas. Rajangan disebut juga haksel, haksel dapat berupa bagian-bagian dari
tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, biji dan lain-lain yang dikeringkan tapi
tidak dalam keadaan serbuk, haksel biasa dibuat dengan cara pengeringan
( Menkes RI, 1994).
Sedangkan simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat
yang belum mengalami proses pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain
berupa bahan yang telah dikeringkan (Dirjen POM, 1992). Simplisia merupakan
istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang berda dalam
wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk (Gunawan dan Mulyani,
2002).
4.2.1 Pembuatan Simplisia
Pada praktek kerja lapangan kali ini dibuat simplisia yang terdiri dari
beberapa tumbuhan. Untuk simplisia akar di gunakan tanaman paku hutan,
simplisia kulit batang di gunakan tumbuhan gamal, simplisia daun tumbuhan sirih
hutan, simplisia batang tumbuhan sirih hutan.
Adapun cara pembuatan diawali dengan proses pengumpulan bahan baku.
Dalam proses pengumpulan bahan baku ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
menurut Manaring (2015), pada proses pengambilan akar dapat menggunakan
cangkul, sekop dan alat lain yang tidak merusak tanaman. Cara pemanenan akar
dilakukan pada waktu yang tepat menurut Indah P. (2011), pemanenan akar
dilakukan pada tanaman yang sudah tua atau pada akhir massa vegetatif. Karena
pada saat itu tanaman memiliki kandungan senyawa aktif dalam kadar optimal
pada umur tetrsebut. Cara pengambilan akar yaitu diambil dari bagian batang di
bawah tanah, dipotong dengan ukuran 5-10 cm dari pangkal batang agar tanaman
tidak mati.
Pada proses pengambilan kulit batang diambil dari batang utama cabang,
dikelupas dengan ukuran panjang dan lebar tertentu, sebaiknya dengan cara
berselang-seling dan sebelum jaringan kambiumnya, untuk corteks atau kulit
batang yang mengandung minyak atsiri atau senyawa fenol digunakan alat
pengelupas yang bukan terbuat dari logam, menurut Surya Erlangga (2017), kulit
batang diambil dari tanaman atau tumbuhan yang telah tua atau umum yang tepat,
sebaiknya pada musim kemarau sehingga kulit kayu mudah dikelupas.
Pada proses pengambilan daun diambil daun pucuk dilakukan dengan cara
pemangkasan menggunakan pisau atau gunting bersih dan diambil saat tumbuhan
berfotosintesis pada pukul 09.00-12.00, bertujuan untuk menjaga kesegarannya
karena pada waktu itulah terjadi proses fotosintetis dengan sempurna pada
tumbuhan Purwanti (2012). Menurut Mukhriani (2014), tanaman yang
berfotosintesis diambil daunnya saat reaksi fotosintesis sempurna yaitu pukul
09:00-12:00. Pemanenan daun dilakukan pada saat tanaman telah tumbuh
maksimal dan sudah memasuki periode matang fisiologis. Cara ini dilakukan
dengan dipetik langsung menggunakan tangan, petik daun kelima dari pucuk
(jangan ambil yang terlalu tua dan jangan ambil yang terlalu muda). Menurut
Surya Erlangga (2017), daun dikumpulkan pada saat tumbuhan menjelang
berbunga atau sedang berbunga tetapi belum berbuah.
Pada proses pengambilan batang diambil dari batang utama dan cabang
dikelupas dengan ukuran panjang dan lebar tertentu dan tidak mengambilnya
dengan satu lingkaran penuh pada batang. Menurut Isnawati (2015), pemanenan
batang dilakukan saat tanaman sudah cukup umur. Saat panen yang paling baik
adalah pada awal musim kemarau. Menurut Dianty M. (2019), pada musim
kemarau proses pengangkutan zat hara dari tanah ke seluruh tubuh tumbuhan
berkurang sehingga zat aktif yang dibutuhkan tertumpuk di batang.
Setelah dipanen sampel disortasi basah, menurut wahyuni (2014), sortasi
basah dilakukan untuk memilih kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari
tumbuhan sebelum pencucian dengan cara membuang bagian-bagian tanaman
yang tidak digunakan. Sampel dicuci dengan menggunakan air yang mengalir,
sesuai dengan pendapat, tujuan sampel dicuci dengan air mengalir agar kotoran
dan debu yang menempel pada tanaman tersebut dapat terbawa mengalir bersama
air (Dupandu, 2015).
Selanjutnya dilakukan perajangan Menurut Indarfiya (2011), perajangan
sebaiknya tidak terlalu tipis untuk mencegah kurangnya kadar suatu senyawa dan
jika dirajang terlalu tebal memerlukan waktu penjemuran lebih lama yang
kemungkinan tanaman ditumbuhi jamur. Setelah dilakukan perajangan sampel
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan atau dijemur dibawah sinar matahari
dan ditutup menggunakan kain hitam, Menurut Nasuda (2001), tujuan penutupan
kain hitam menghindari kontak langsung antara tumbuhan dengan sinar matahari
sehingga kerusakan komponen-komponen dapat dikurangi, pengeringan dilakukan
dengan cara diangin-anginkan, cara ini digunakan untuk mengeringkan bagian
tanaman yang lunak dan mengandung senyawa aktif mudah menguap (Onrizal,
2005).
Setelah dikeringkan sampel disortasi kering, menurut Triharto (2009),
sortasi kering dilakukan terhadap bahan yang terlalu gosong dan dibesrsihkan dari
kotoran hewan. Setelah disortasi kering sampel diawetkan dengan
menyemprotkan alkohol. Menurut Nugroho (2008), penyemprotan menggunakan
alkohol bertujuan untuk membunuh mikroba yang ada pada sampel dan
mempercepat pengeringan. Setelah diawetkan kemudian sampel disimpan dalam
amplop, menurut steenis (2003), simplisia yang diperoleh diberi wadah yang baik
dan disimpan pada tempat yang dapat menjamin terpeliharanya mutu dari
simplisia. Wadah terbuat dari plastik tebal atau gelas yang berwarna gelap dan
tertutup kedap memberikan suatu jaminan yang memadai terhadap isinya.
Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah dikeringkan. Jenis
kemasan yang digunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni.
Menurut Mukhriani (2014), Simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah
tersendiri agar tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan lainnya untuk
persyaratan wadah yang akan digunakan sebagai pembungkus simplisia adalah
harus inert, artinya tidak bereaksi dengan bahan lain, tidak beracun, mampu
melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, serangga, penguapan
bahan aktif serta dari pengaruh cahaya oksigen dan uap air (Melinda, 2014).
Penyimpanan simplisia dapat dilakukan di ruang bisa (suhu kamar) ataupun
diruang ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering
dan berventilasi. Ventilasi harus cukup baik karen hama menyukai udara yang
lembab dan panas. Ada 3 jenis suhu ruang penyimpanan simplisia yaitu pada suhu
kamar bersuhu antara 15-30oC, pada tempat sejuk bersuhu antara 5-15oC, pada
tempat dingin bersuhu antara 0-8oC (Mukhriani, 2014).
4.3 Sosialisasi Hidup Sehat Dengan Mengkonsumsi Ikan Gabus
Ikan gabus merupakan ikan labirin yang mampu bertahan di luar air,
karena mempunyai alat pernafasan tambahan yang berupa lipatan kulit tipis yang
berliku- liku seperti labirin (Soeseno, 1988). Ikan ini biasa hidup di sungai, danau,
dan kolam/tambak, serta biasa membuat sarang di daerah rawa-rawa atau diantara
belukar yang terdapat pada tepi tambak dan sungai. Di Indonesia, ikan gabus
penyebarannya sangat luas, mulai dari Sumatera, Jawa, Madura, Bali, Lombok,
Kalimantan, Sulawesi, Flores, Ambon dan Halmahera (Weber dan Beaufort
1922). Di beberapa daerah, ikan gabus dikenal pula dengan nama ikan
rayong(Sunda), Kuto (Madura), Bace (Aceh), Sepungkat (Palembang), dan di
Bajarmasin dengan nama ikan Haruan (Weber & Beaufort 1922).
Ikan gabus termasuk dalam famili Ophiocephalidae mempunyai ciri – ciri
tubuh yang hampir bulat panjang, semakin pipih dan ditutupi sisik yang berwarna
hitam dengan sedikit corak pada bagian punggung, sedangkan perutnya berwarna
putih. Ikan ini terkadang disebut sebagai ikan berkepala ular karena kepalanya
lebar dan bersisik besar, mulutnya bersudut tajam. Sirip bagian punggung dan
bagian dubur panjang serta tingginya hampir sama, tidak ada bentuk taring pada
vomer dan pektine serta mempunyai 4 – 5 sisik antar gurat sisi dan pangkal jari-
jari sirip punggung bagian depan (Suprayitno, 1998). Ikan gabus termasuk ikan
buas dengan makanan berupa zooplankton, katak, kepiting, invertebrata, dan lain-
lain. Ikan gabus menunggu mangsanya sambil bersembunyi diantara rumput atau
tanaman air serta suka tinggal di dasar perairan pada siang hari dan dipermukaan
pada malam hari (Tjahyo dan Purnomo, 1998).
Ikan gabus adalah ikan air tawar asli Indonesia. Ikan gabus memiliki
kepala mirip kepala ular sehingga dinamai snakehead. Ikan gabus diketahui
memiliki rasa yang gurih, tekstur yang kenyal , serta kandungan gizi yang baik
dan berguna bagi tubuh seperti kadar albumin dan protein tinggi. Ikan gabus
memiliki kandungan protein sebesar 25,5% lebih tinggi dari kandungan protein
ikan lainnya, serta kandungan kolesterol yang lebih rendah dari daging sapi
(Suprayitno, 2008).
Ikan gabus kaya akan protein, bahkan kandungan protein ikan gabus lebih
tinggi dibandingkan beberapa jenis ikan lain. Protein ikan gabus segar bisa
mencapai 25,2%, albumin ikan gabus bisa mencapai 6,224 mg/100g daging ikan
gabus, selain itu di dalam daging ikan gabus terkandung mineral yang erat
kaitannya dengan proses penyembuhan luka, yaitu Zn sebesar 1,7412 mg/100g
daging ikan (Sediaoetama, 1985).
Ikan gabus yang bentuknya menyerupai ular, jarang dipasarkan serta
anggapan sebagian masyarakat bahwa ikan gabus senang memakan kotoran dan
bangkai hewan, menyebabkan ikan air tawar ini belum dikonsumsi secara luas
oleh masyarakat Suwawa.
Kami mensosialisasikan beberapa hal menyangkut ikan gabus kepada
masyarakat suwawa yang dimana ikan gabus dengan kandungan albumin yang
tinggi telah banyak diteliti secara ilmiah dapat meningkatkan daya tahan tubuh
dan mempercepat proses penyembuhan pasca operasi. Selain itu mempercepat
proses penyembuhan luka dalam dan luar, penyembuhan dan pencegahan berbagai
jenis penyakit.
Ikan gabus juga makanan yang syarat akan nilai gizi, dalam ikan gabus
selain tinggi protein juga mengandung beberapa mineral dan juga vitamin yang
sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Mineral yang dikandung diantaranya
adalah besi, kalsium, fosfor dan juga seng. Vitamin yang ada didalam daging ikan
gabus diantaranya adalah vitamin A dan vitamin B1 (Sediaoetama, 1985).
Adapun kemungkinan kesalahan yang kami dapatkan yaitu pada saat
pengeringan tanaman, sehingga tanaman masih terkandung kadar air yang banyak,
dan pada proses pengawetan yang tidak sesuai sehingga tanaman mudah
ditumbuhi oleh jamur.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari pkl kali ini dapat disimpulkan :
1. Fitokimia atau kimia tumbuhan mempelajari anekas ragam senyawa
organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan yaitu mengenai
struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya,
penyebaran secara alamiah serta fungsi biologinya.
2. Salah satu jenis tanaman yang dapat diolah sebagai bahan pengobatan
yaitu kunyit, kunyit dikenal sebagai obat herbal yang memiliki kandungan
anti inflamasi untuk mengatasi rasa sakit yang terkait dengan nyeri sendi.
3. Tanaman yang dapat dijadikan simplisia yaitu sambiloto, meniran,
rimpang jahe, jambu biji, rimpang kunyit, rimpang temulawak, daun sereh,
bunga cengkeh, dll. Proses pemanenan dan preparasi simplisia merupakan
proses yang dapat memenuhi mutu simplisia dalam berbagai artian, yaitu
komposisi senyawa kandungan, kontaminsi dan stabilitas bahan.
5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk jurusan
Diharapkan pihak jurusan dapat meningkatkan fasilitas-fasilitas yang ada
pada laboratorium.
5.2.2 Saran untuk asisten
Kami mengharapkan agar kiranya dapat terjadi kerja sama yang lebih baik
lagi antar asisten dan praktikan saat berada di dalam laboratorium maupun
diluar laboratorium. Sebab kerja sama yang baik akan lebih mempermudah
proses penyaluran pengetahuan dar asisten kepada praktikan.