Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang agraris yang kaya akan floranya.
Dimana flora-flora tersebut banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari baik
sebagai tanaman hias maupun untuk pengobatan. Sekarang ini perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan telah memulai
pengembangan teknik-teknik dalam mengolah hasil alam yaitu tumbuhan.

Tumbuhan merupakan salah satu organisme yang hidup dan berkembang


biak di alam ini selain hewan dan manusia. Tumbuhan ini ada yang tergolong
tumbuhan yang dapat membuat makanan sendiri dan ada pula yang tidak dapat
membuat makanan sendiri, daerah terpencil masih banyak menggunakan obat
tradisional dari tanaman sekarang dimanfaatkan dan dijadikan obat dalam bidang
farmasi.
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur,
meracik formula obat, identifikasi, kombinasi, analisis, standarisasi, atau
pembekuan obat serta pengobatan termasuk pula sifat-sifat dan distribusi
penggunaan yang aman, dalam dunia farmasi salah satu ilmu yang dipelajari yaitu
fitokimia.
Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari berbagai senyawa organik yang
dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia, biosintetis,
perubahan dan metabolisme, penyebaran secara alami dan fungsi biologis dari
senyawa organik (Hanafiah, 2009).
Sumber daya alam organik adalah gudang senyawa kimia yang sangat
potensial sebagai sumber-sumber senyawa baru yang. Senyawa-senyawa ini
sangat berguna dalam pengobatan dan industri. Salah satu jenis bahan alam
organik yang dapat digunakan dalam pengobatan yaitu simplisia.
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami proses pengolahan dan kecuali dinyatakan lain umumnya merupakan
bahan obat yang telah dikeringkan (Dirjen POM, 1979). Mengingat pentingnya
pembuatan simplisia yang akan digunakan sebagai bahan obat dalam dunia
kefarmasian, sehingga dilakukan praktek kerja lapangan fitokimia untuk
menambah wawasan pengetahuan dan keterampilan terkait fitokimia dan
pengambilan sampel untuk pembuatan simplisia. Bukan hanya itu selain kita
menambah wawasan tentang simplisia dalam praktek kerja lapangan ini kita
melakukan sosialisasi hidup sehat dengan mengkonsumsi ikan gabus kepada
masyarakat sekitar, untuk membantu masyarakat mengetahui khasiat dan manfaat
dari ikan gabus itu sendiri.
Ikan gabus merupakan jenis fauna yang hidup pada perairan tawar dan
memiliki banyak protein memiliki fungsi sebagai zat pembangun dan zat
pengatur. Kandungan protein yang diperoleh pada ikan gabus dengan jenis
kelamin yang berbeda tidak menunjukkan nilai yang besar, kadar abu yang
terkandung dalam daging ikan gabus dipengaruhi oleh kandungan mineral yang
terdapat pada habitat hidup dari ikan gabus tersebut (Suwandi 2014).
Pentingnya ilmu dalam upaya meningkatkan mutu kesehatan masyarakat,
maka dilakukanlah kegiatan praktek kerja lapangan yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai sumber obat yang berasal dari
alam.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami apa yang dimaksud
dengan fitokimia
2. Mahasiswa mampu mengetahui jenis dan manfaat tanaman yang dapat
diolah sebagai bahan pengobatan.
3. Mahasiswa mampu mengetahui tanaman yang dapat dijadikan simplisia
dan memahami syarat juga teknik pembuatan simplisia sebagai bahan obat
4. Mahasiswa mensosialisasikan khasiat dalam mengkonsumsi ikan gabus
kepada masyarakat sebagai alternatif utama dalam penyembuhan penyakit
1.3 Manfaat Praktek Kerja Lapangan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan fitokimia
2. Untuk mengetahui jenis dan manfaat tanaman yang dapat diolah
sebagai bahan pengobatan
3. Untuk mengetahui tanaman yang dapat dijadikan simplisia dan
memahami syarat juga teknik pembuatan simplisia sebagai bahan obat
4. Untuk mensosialisasikan khasiat dalam mengkonsumsi ikan gabus kepada
masyarakat sebagai alternatif utama dalam penyembuhan penyakit
1.4 Maksud Praktek kerja Lapangan
Kegiatan PKL fitokimia 1 ini untuk mengembangkan kemampuan
mahasiswa dalam hal pengetahuan tentang penggunaan bahan tanaman sebagai
bahan pengobatan obat tradisional serta cara pembuatan simplisia yang baik dan
benar juga mensosialisasikan hidup sehat dengan mengkonsumsi ikan gabus
dimasyarakat sekitar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik,
memformulasi obat, identifikasi kombinasi,analisis dan standarisasi/pembakuan
obatserta pengobatan termasuk pula sifat sifat obat dan distribusinya serta
penggunaan yang aman. Famasi dalam bahasa Yunani disebut farmakon yang
berarti medika atau obat, sedangkan ilmu meracik obat adalah ilmu yang
mempelajari tata cara penyediaan obat-obatan menjadi bentuk tertentu (meracik)
hingga siap digunakan sebagai obat. Selain ilmu meracikobat, farmasi juga
meliputi ilmu botani farmasi (Hasanuddin, 2018)
2.1.1 Tumbuhan
Tumbuhan merupakan salah satu mahkluk hidup yang terdapat di alam
semesta. Selain itu tumbuhan adalah mahkluk hidup yang memiliki daun, batang,
dan akar sehingga mampu menghasilkan makanan sendiri dengan menggunakan
klorofil untuk menjalani proses fotosintesis. Bahan makanan yang dihasilkannya
tidak hanya dimanfaatkan untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk manusia dan
hewan. Bukan makanan saja yang dihasilkannya, tetapi tumbuhan juga dapat
menghasilkan Oksigen (O₂) dan mengubah Karbondioksida (CO₂) yang
dihasilkan oleh manusia dan hewan menjadi Oksigen (O₂) yang dapat digunakan
oleh mahkluk hidup lain (Ferdinand, 2009).
2.1.2 Fitokimia
Fitokimia atau kimia tumbuhan berkaitan erat dengan organic bahan alam
dari biokimia tumbuhan. Kemajuan fitokimia sangat dibantu dengan metode
penjaringan untuk menjaring tumbuhan sehingga diperoleh senyawa yang khas.
Setiap gugus senyawa, atom memiliki keanekaan dan jumlah struktur molekul
yang banyak dan tidak sama. Hal tersebut yang membuat metode identifikasi
senyawa kimia berbeda antara fitokimia, kimia organic dan sintesis organik
(Harborne, 1987).
Fitokimia merupakan kajian ilmu yang mempelajari sifat dan interaksi
senyawa kimia metaboli tsekunder dalam tumbuhan. Keberadaan metabolit
sekunder ini sangat penting bagi tumbuhan untuk dapat mempertahankan dirinya
dari makhluk hidup lainnya, mengundang kehadiran serangga untuk membantu
penyerbukan dan lain-lain. Metabolit sekunder juga memiliki manfaat bagi
makhluk hidup lainnya. (TatangShabur, 2019).
Analisis fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi yang
mempelajari metode atau cara analisis kandungan kimia yang terdapat dalam
tumbuhan atau hewan secara keseluruhan atau bagian-bagiannya, termasuk cara
isolasi atau pemisahan (Moelyono, 2005).
Pada tahun terakhir ini fitokimia atau kimia tumbuhan telah berkembang
menjadi satu disiplin ilmu tersendiri, ilmu ini berada diantara kimia organic bahan
alam dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan dengan keduannya. Bidang
perhatiannya adalah anekaragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun
oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta
metabolismenya, penyebaran secara ilmiah dan fungsi biologisnya (Harborne,
1984).
2.1.3 Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang
telah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian
tanaman, atau eksudat tanaman. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan
utuh, bagian hewan atau zat yang dihasilkan hewan yang masih berupa zat kimia
murni. Simplisia pelikan (mineral) adalah simplisia yang berupa bahan pelikan
(mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni (Ferdinand, 2009).
Simplisia yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia nabati dan
bagian yang digunakan adalah daun. Pengumpulan daun dilakukan sedapat
mungkin pada saat cuaca kering, bila suasana basah akan menurunkan mutu dan
warnanya akan hilang dan berubah selama dalam pengeringan (Claus dan Tyler,
1965).
Simplisia terbagi atas tiga golongan:
1. Simplisia Nabati
Simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman dan eksudat tanaman.
Eskudat tanaman ialah isi yang spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang
dikeluarkan dari selnya, dengan cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari
tanamannya dengan cara tertentu yang masih belum berupa zat kimia murni
(Winarno,1977).
2. Simplisia Hewani
Simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang
dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni (Syukur,2004).
3. Simplisia Mineral
Simplisia yang berupa bahan pelican (mineral) yang belum diolah atau telah
diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni (Amin, 2009).
Pembuatan simplisia merupakan proses memperoleh simplisia dari alam
yang baik dan memenuhi syarat-syarat mutu yang dikehendaki. Cara pembuatan
simplisia ada sebagai berikut:
1. Teknik pengumpulan
Pengumpulan atau panen dapat dilakukan dengan tangan atau menggunakan
alat (mesin). Apabila pengambilan dilakukan secara langsung (pemetikan) maka
harus memperhatikan keterampilan si pemetik, agar diperolehtanaman/bagian
tanaman yang dikehendaki, misalnya dikehendaki daun yang muda, maka daun
yang tua jangan dipetik dan jangan merusak bagian tanaman lainnya. misalnya
jangan menggunakan alat yang terbuat dari logam untuk simplisia yang
mengandung senyawa fenol dan glikosa (Widyaningsih, 2004).
2. Waktu pengumpulan atau panen
Kadar kandungan zat aktif suatu simplisia ditentukan oleh waktu panen,
umur tanaman, bagian tanaman yang diambil dan lingkungan tempat tumbuhnya
(Widyaningsih, 2004).
Menurut Widyaningsih (2004), pada umumnya waktu pengumpulan sebagai
berikut :
a. Daun dikumpulkan sewaktu tanaman berbunga dan sebelum buah menjadi
masak, contohnya, daun Athropa belladonna mencapai kadar alkaloid
tertinggi pada pucuk tanaman saat mulai berbunga. Tanaman yang
berfotosintesis diambil daunnya saat reaksi fotosintesis sempurna yaitu
pukul 09.00-12.00.
b. Bunga dikumpulkan sebelum atau segera setelah mekar.
c. Buah dipetik dalam keadaan tua, kecuali buah mengkudu dipetik sebelum
buah masak.
d. Biji dikumpulkan dari buah yang masak sempurna.
e. Akar, rimpang (rhizome), umbi (tuber) dan umbi lapis (bulbus),
dikumpulkan sewaktu proses pertumbuhannya berhenti.
3. Pencucian dan Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-
bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat
dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput,
batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang.
Sedangkan Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran
lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air
bersih yang mengalir. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut
dalm air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu sesingkat
mungkin untuk menghindari kehilangan zat lebih banyak (Depkes RI, 1985).
4. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan (Depkes RI, 1985). Perajangan dilakukan untuk
mempermudah proses pengeringandan pewadahan setelah dicuci dan dibersihkan
dari kotoran atau bendaasing, materi/sampel dijemur dulu ±1 hari kemudian
dipotong-potongkecil dengan ukuran antara 0,25-0,06 cm yang setara dengan
ayakan4/18 (tergantung jenis simplisia). Pembuatan serbuk simplisia
kecualidinyatakan lain, seluruh simplisia harus dihaluskan menjadi serbuk(4/18).
Semakin tipis perajangan maka semakin cepat prosespengeringan kecuali tanaman
yang mengandung minyak menguapperajangan tidak boleh terlalu tipis karena
menyebabkan berkurangnyaatau hilangnya zat aktif. Sebaliknya bila perajangan
terlalu tebalpengeringannya lama dan mudah berjamur (Widyaningsih, 2004).
5. Pengeringan
Pengeringan bertujuan agar simplisia tidak mudah rusak karena terurai oleh
enzim yang terdapat dalam bahan baku. Enzim yang masih ada dengan adanya air
akan menguraikan bahan berkhasiat yang ada sehingga bahan kimia tersebut
rusak, selain itu juga mencegah adanya jamur dan mikroba lain
(Koensoemardiyah, 2000). Pengeringan yang paling baik dilakukan dengan
pengaturan suhu, kelembaban, dan sirkulasi udara. Bahan simplisia dapat
dikeringkan pada suhu 30oC sampai 90oC, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak
melebihi 60oC. Bahan simplisia yang mengandung senyawa yang tidak tahan
terhadap panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah
mungkin, misalnya 30oC sampai 45oC (Depkes RI, 1985). Pengeringan yang
dilakukan menggunakan sinar matahari langsung akan menyebabkan terjadinya
penguraian bahan berkhasiat. Pelaksanaaan pengaturan pengeringan ditentukan
dari bentuk atau bagian bahan yang akan dikeringkan. Bagian tanaman yang tipis
seperti bunga dan daun tidak perlu dipotong, bagian tanaman yang keras seperti
biji, akar, batang dan kayu sebaiknya dipotonglebih dahulu (Koensoemardiyah,
2000).
6. Penghalusan
Penghalusan bertujuan untuk memperbesar luas permukaan dan
mempercepat ekstraksi jika simplisia ingin dijadikan ekstrak kental ataupun cair
(Depkes RI, 1985).
7. Pengepakan dan Penyimpanan
Tujuan pengepakan adalah agar simplisia yang telah jadi dapat disimpan
dalam jangka waktu yang lama dan mutunya tetap terjaga (Depkes RI, 1985).
2.1.4 Pkl ( Praktek Kerja Lapangan)
Praktik kerja lapangan adalah modal pelatihan yang di selenggarakan di
lapangan, bertujuan untuk memberikan kecakapan yang diperlukan dalam
pekerjaan tertentu sesuai dengan tuntutan kemampuan bagi pekerjaan (Hamalik,
2001).
Praktik kerja lapangan adalah suatu bentuk kegiatan yang diikuti oleh siswa
dengan bekerja langsung dimana dunia kerja secara terarah dengan tujuan
membekali peserta didik dengan sikap dan keterampilan sesuai dengan cara
belajar langsung di DU/DI (Catur, 2013).
Praktik kerja lapangan adalah suatu tahap profesional di mana seorang siswa
(peserta) yang hampir menyelesaikan studi (pelatihan) secara formal bekerja di
lapangan dengan supervisi oleh seorang administrator yang kompeten dalam
jangka waktu tertentu yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
melaksanakan tanggung jawab (Pratama dkk, 2018).
Praktik kerja lapangan adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematik dan sinkron
program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh
melalui bekerja di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian
profesional tertentu ( Djojonegoro, 1998).
Tujuan peneliti mengambil sampel adalah memperoleh keterangan
mengenai obyek penelitian dengan jalan hanya mengamati sebagian saja dari
populasi. Hal ini dilakukan karena berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan.
2.1.5 Ikan Gabus
Ikan gabus (Channa striata) atau yang lebih dikenali sebagai striped
snakehead, anggota genus Channa, merupakan ikan konsumsi yang populer di
Asia (Wee, 1982). Peningkatan kebutuhan terhadap ikan gabus tentunya akan
mempengaruhi ketersediaan stok di perairan umum. Salah satu cara untuk
menjaga ketersediaannya adalah dengan mengembangkan kegiatan budidaya.
Budidaya ikan gabus telah dilakukan di sungai dan waduk menggunakan karamba
(Adamson, 2010; Poulsen et al., 2008), juga di rawa lebak menggunakan karamba
dan sistem pagar (Muthmainnah, 2013).
Ikan gabus merupakan ikan air tawar liar dan predator benih yang rakus dan
sangat ditakuti pembudidaya ikan. Ikan ini merupakan ikan buas (carnivore yang
bersifat predator). Di alam, ikan gabus tidak hanya memangsa benih ikan tetapi
juga ikan dewasa dan serangga air lainnya termasuk kodok. Bahkan di Kalimantan
pernah dilaporkan gabus memangsa anak bebek. Ini masuk akal karena di sungai
dan di rawa-rawa Kalimantan terdapat jenis gabus berukuran besar (gabus
toman/aruan dan sejenisnya).
Pada beberapa daerah yang dilalui aliran sungai besar seperti di Sumatera
dan Kalimantan, ikan gabus seringkali terbawa banjir ke parit-parit di sekitar
rumah, atau memasuki kolam-kolam pemeliharaan ikan dan menjadi hama yang
memangsa ikan-ikan peliharaan. Jika sawah, kolam atau parit mengering, ikan ini
akan berupaya pindah ke tempat lain, atau bila terpaksa, akan mengubur diri di
dalam lumpur hingga tempat itu kembali berair. Oleh sebab itu ikan ini sering kali
ditemui berjalan di daratan khususnya di malam hari di musim kemarau mencari
tempat lain yang masih berair. Ikan gabus bisa bertahan hidup tanpa air karena
bisa bernapas menyerap oksigen bebas menggunakan alat bantu pernapasan
berupa labirin.
2.2 Uraian Tanaman
2.2.1 Klasifikasi tanaman Gama ( Elevitch and John, 2006 )
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliophyta
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae/Leguminosa/
Papilionoideae Gambar 2.2.1
Genus : Gliricidia Gamal
Spesies : Gliricidia Sepium (Gliricidia Sepium )
a. Morfologi
Gamal berasal dari wilayah kawasan Pantai Pasifik Amerika Tengah yang
bermusim kering. Habitat asli gamal adalah hutan gugur daun tropika, dapat
tumbuh mulai dari dataran rendah hingga ketinggian tempat 1.300 meter di atas
permukaan laut, beradaptasi pada beberapa jenis tanah, termasuk jenis tanah yang
kurang subur, tahan kering, juga tahan asam. Gamal merupakan tanaman yang
cocok untuk tanah asam dan marginal. Batang gamal berukuran kecil hingga
sedang, tingginya dapat mencapai 10-12 meter, sering bercabang dari dasar
dengan diameter basal mencapai 50-70 cm. Kulit batang halus dengan warna
bervariasi, dari putih abu-abu hingga kemerah tua-coklat (Winata, 2012).
Batang dan cabang-cabang pada umumnya ada bercak putih kecil. Daun
gamal menyirip ganjil, biasanya perpasangan sepanjang sekitar 30 cm melebar
520 cm, helai daun berbentuk ovale atau elips, panjang daun 2-7 cm dan lebar
daun 1-3 cm. Helai daun, pelepah dan tulang belakang kadang-kadang bergaris-
garis merah. Bunga berwarna merah muda keungulan, sedikit warna putih,
biasanya dengan titik kuning pucat menyebar di dasar kelopak. Dasar kelopak
bunga bulat dan hampir tegak, dengan ukuran sekitar 20 mm, panjang kelopak
bunga 15-20 mm dan lebarnya 4-7 mm. Polong muda berwarna hijau kemerahan-
unguan, berwarna kuning-cokelat setelah masak dan berwarna kuning coklat
muda sampai coklat bila sudah tua. Polong berbentuk pipih hampir bulat, panjang
polong 10-18 cm, lebarnya 2 cm, jumlah biji 4-10 (Winata, 2012).
b. Kandungan Senyawa
Berdasarkan hasil uji skrining fitokimia yang dilakukan oleh Lumowa
(2017), dapat diketahui bahwa daun gamal mengandung senyawa kimia
steroid/terpenoid, tanin/polifenol, dan saponin. Hasil uji skrining fitokimia ini
memperlihatkan hasil yang sama dengan uji skrining fitokimia yang dilakukan
oleh Martin et al., (2012), dimana kandungan senyawa kimia yang terdapat pada
ekstrak daun gamal yaitu steroid, tanin/polifenol dan saponin. Sementara itu,
terdapat perbedaan hasil uji skrining fitokimia daun buah gamal yang dilakukan
oleh Suwastika et al., (2015), bahwa hasil uji fitokimia pada ekstrak daun gamal
mengandung senyawa kimia alkaloid, steroid/terpenoid, tanin/polifenol dan
saponin. Perbedaan hasil uji ini dapat disebabkan oleh karena kemampuan deteksi
uji fitokimia yang tidak mampu mendeteksi senyawa metabolit yang berjumlah
sedikit di dalam berbagai ekstrak yang digunakan pada penelitian (Lumowa,
2017).
c. Manfaat
Tanaman gamal dapat dimanfaatkan sebagai tanaman pagar dan juga
sebagai pengendali erosi. Selain itu, bunga tanaman gamal dapat digunakan
sebagai pangan yang baik dan dapat dikonsumsi setelah dimasak (Joker, 2002).
Selain daun dan bunganya yang dapat digunakansebagai bahan kapan, kayu
gamal yang awet dan tahan rayap dengan nilai kalori sebesar 4.900 kkal/kg juga
dapat digunakan sebagai bahan bangunan dan dijadikan sebagai perabot rumah
tangga (Jensen, 1999).
Fungsi lain tanaman gamal adalah sebagai tanaman pelindung, penghasil
kayu bakar, menghijaukan lahan kritis dan manfaat yang paling utama adalah
daunnya dapat dijadikan sebagai bahan akan ikan (Ajayi, 2005). Pebuatan daun
gamal menjadi tepung dan sebagai bahan pakan dapat meningkatkan keernaan dan
pertumbuhan relatif pada budidaya ikan nila (Khairuman dan K. Amri. 2002).
Dalam penelitian lain yang dilakukan Miranda et al., (1999) ditahui bahwa
tanaman gamal jugadapat dubakan sebagai pengusir caplak atau hewan sejenis
lalat pada ternak. Serta dapat digunakan sebagai bahan untuk menobati penyakit
kudis pada kulit manusia (Banez et al., 1999).
2.2.2 Klasifikasi tanaman Pakis ( Muhammad Mansur, 2018 )
Kingdom : Plantae

Divisi : Pteridophyta
Kelas : Polypodiopsida
Ordo : Polypodiales
Gambar 2.2.1
Famili : Aspleniacecae
Pakis
Genus : Aspleminum
( Pteridophyta )
Species : Pteridophyta
a. Morfologi
Morfologi tumbuhan paku adalah rimpang yang tegak, menjalar panjang
dan menjalar pendek. Daun dari tumbuhan paku kebanyakan tunggal
(monomorfik) dan jarang yang dimorfik (Yusna M., dkk, 2016).
Menurut Jamsuri (2007), kebanyakan tumbuhan paku biasanya dicirikan
pertumbuhan pucuknya yang melingkar, daunnya terdapat spora yang menempel
secara teratur dalam barisan dan ada juga yang menggerombol atau menyebar.
Berdasarkan poros bujurnya, embrio paku dapat dibedakan menjadi kutub atas
dan kutub bawah. Kutub atas berkembang membentuk rimpang dan daun,
sedangkan kutub bawah membentuk akar. Tumbuhan paku merupakan tumbuhan
yang berpembuluh atau sudah memiliki jaringan phloem dan xylem yang berarti
tumbuhan paku termasuk golongan divisi Pteridophyta dimana anggotanya telah
jelas memiliki kormus (Tjitrosoepomo, 2011).
Jenis tumbuhan paku bersifat kosmopolit yaitu dapat tumbuh dimana-mana
mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi (terrestrial), ada yang hidup di
permukaan (hidrofit) bahkan ada yang hidupnya menumpang tumbuhan lain
(epifit) Menurut Kusumaninrum (2008) dalam Prasetyo (2015), tumbuhan epifit
adalah tumbuhan yang menempel pada tumbuha lain, hanya menopang terhadap
tumbuhan lain dan tidak menibulkan akibat apa-apa terhadap inangnya. Epifit
berbeda dengan parasit karena epifit memiliki akar untuk menghisap air dan
nutrisi, tubuhan epifit sudah mampu menghasilkan makanan sendiri. Reproduksi
yang terdapat pada tumbuhan paku ada dua macam, yang pertama secara vegetatif
yaitu stolon yang menghasilkan gemma (tunas). Reproduksi yang kedua secara
generatif dengan melalui pembentukan sel kelamin jantan dan betina oleh
anteridium yang menghasilkan spermatozoid, dan arkegonium yang menghasilkan
ovum (Lovelles 1989 dalam Lubis 2009).
b. Kandungan kimia
Cibotium barometz (L.) J. Sm. (Cibotiaceae) merupakan salah satu jenis
tumbuhan paku pohon komoditi ekspor yang memiliki nilai ekonomi tinggi karena
kandungan kimianya yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional
maupun modern. Penelitian ini ditujukan pada isolasi kandungan kimia dan
evaluasi anti oksidan, antidiabetes dan toksisitas ekstrak rimpang dan bulu C.
barometz terhadap larva udang Arthemia salina L. (BSLT). Hasil uji
antiokoksidan ekstrak metanol bulu dan rimpang serta hasil fraksionasi dengan
menggunakan metoda radical scavenger DPPH (Diphenyl Picryl Hidrazyl), bahwa
fraksi etil asetat dan butanol menunjukkan aktivitas berturut-turut dengan IC50
27,53 dan 46,24 ppm dan ekstrak metanol rimpang dan ekstrak metanol bulu
dinyatakan kurang aktif dengan IC50 183,43 dan 126,10 ppm. Hasil uji toksisitas
dengan metoda Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dinyatakan tidak toksik dan
hasil uji anti diabetes dengan metoda α- glukosidase juga tidak aktif. Hasil isolasi
senyawa kimia ekstrak rimpang dan bulu C. barometz dengan metoda
kromatografi kolom gravitasi dan diidentifikasi berdasarkan data-data spektra IR
dan RMI proton dan karbon serta LC-MS, ekstrak n-heksana rimpang dan ekstrak
metanol bulu C. barometz, diperoleh senyawa metil dodekanoat (A), ß-
sitosterol (B), ß-sitosterol-O- glukopiranosida (C) dan 2,3,4,5,6-pentahidroksi
sikloheksan asam karboksilat (D) (Hariati, 2016).
c. Manfaat
Pteridophyta memiliki banyak manfaat bagi manusia, yaitu sebagai tanaman
hias contoh Platycerium, Adiantum, Asplenium dan Sellaginella; sebagai sayuran
yaitu Marsilia crenata, Pteridium aquilinu; sebagai dekorasi dan karangan bunga
yaitu Gleichenia linearis; sebagai bahan pembersih yaitu Equisetum (Mirna
(2010) dalam (Jannah, 2011).
2.2.3 Klasifikasi tanaman Sirih Hutan (Hermiati, 2013)
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliphyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Gambar 2.2.3
Genus : Piper
Sirih Hutan
Spesies :Piper Aduncum(L)
( Piper aduncum)
a. Morfologi
Sirih termasuk dalam famili Piperaceae, merupakan jenis tumbuhan
merambat dan bersandar pada batang pohon lain, yang tingginya 5-15 meter. Sirih
memiliki daun tunggal letaknya berseling dengan bentuk bervariasi mulai dari
bundar telur atau bundar lonjong, pangkal berbentuk jantung atau agak bundar
berlekuk sedikit, ujung daun runcing, pinggir daun rata agak menggulung ke
bawah, panjang 5-18 cm, lebar 3-12 cm. Daun berwarna hijau, permukaan bawah
agak kasar, kusam, tulang daun menonjol, bau aromatiknya khas, rasanya
pedas.Sedangkan batang tanaman berbentuk bulat dan lunak berwarna hijau agak
kecoklatan dan permukan kulitnya kasar serta berkerut-kerut (Inayatullah, 2012).
b. Kandungan senyawa
Daun sirih mengandung molekul – molekul bioaktif seperti sponin, tannin,
minyak atsiri, flavonoid, dan fenol yang mempunyai kemampuan untuk
membantu proses penyembuhan luka serta nutrisi yang dibutuhkan untuk
penyembuhan luka melalui peningkatan jumlah pembentukan pembuluh darah
kapiler dan sel-sel fibroblast. Molekul bioaktif lain yang mempunyai peran
sebagai antimikroba adalah minyak atsiri. Flavonoid dan fenol berperan sebagai
antioksidan yang berfungsi untuk menunda atau menghambat reaksi oksidasi oleh
radikal bebas (Negara, et al., 2014).
c. Manfaat
Daun sirih merupakan tumbuhan obat tradisional disekitar kita yang
dikenal dengan nama ilmiah Piper Beter L. Sejak sekitar tahun 600 SM,
masyarakat tradisional asia dan india menggunakan daun sirih untuk berbagai
keperluan mulai dari tata cara adat hingga pengobatan. Masyarakat Indonesia
sendiri telah mengenal daun sirih sebagai bahan menginang dan keyakinan bahwa
daun sirih dapat menguatkan gigi, menyembuhkan luka-luka kecil di dalam mulut,
menghilangkan bau badan menghentikan pendarahan gusi dan sebagai obat kumur
(Mutmainnah, 2014).
2.3 Uraian bahan
2.3.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979; Pubchem, 2021)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, alkohol
Rumus molekul : C2H5OH
Rumus Struktur :

Berat molekul : 46,07 g/mol


Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan
mudah bergerak, bauk khas dan rasa panas. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform
dan dalam eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pembersih sampel

2.3.2 Aquadest(Dirjen POM, 1979)


Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Aquadest, air suling
Rumus Molekul : H2O
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 18,02 g/mol


Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap
Kegunaan : Sebagai pelarut
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Praktek Kerja Lapangan Fitokimia I dilaksanakan pada tanggal 27-29
Desember 2022 bertempat di Desa lombongo, Kecamatan Suwawa, Kabupaten
Bone Bolango, Provinsi Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
a. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam pmbuatan simplisia yaitu botol
semprot,cutter, gunting, papan identifikasi, parang dan karung.
b. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan simplisia yaitu alkohol
70%, koran, amplop coklat, dan tanaman akar paku (Pteridium aqualinium radix),
batang sirih hutan (Piper aduncum caulis), kulit batang gamal (Gliricidia sepium
cortex), dan daun sirih hutan (Piper aduncum folium).
3.3 Cara Kerja
1. Dipanen sampel pada pukul 09.00-12.00 WITA
2. Dilakukan sortasi basah yang disertai dengan pencucian dengan air
yang mengalir
3. Dirajang sampel
4. Dikeringkan sampel
5. Dilakukan sortasi kering pada sampel
6. Dilakukan pengepakan pada sampel
7. Disimpan sampel pada wadah tertutup baik
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Gambar Simplisia

Daun Sirih Hutan Batang Sirih Hutan

Kulit Batang Gamal Akar Paku Hutan

4.2 Pembahasan
Fitokimia adalah aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun
oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta
metabolismenya, penyebarannya secara alamiah, dan fungsi biologinya.Fitokimia
juga disebut fitonutrien dalam arti luas fitokimia adalah segala jenis zat kimia
yang diturunkan dari sumber tumbuhan (Gunawan,2004).
Rajangan adalah sediaan obat tradisional berupa potongan simplisia,
campuran simplisia, atau campuran simplisia dengan sediaan galenik,
yang penggunaannya dilakukan dengan pendidihan atau penyeduhan dengan air
panas. Rajangan disebut juga haksel, haksel dapat berupa bagian-bagian dari
tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, biji dan lain-lain yang dikeringkan tapi
tidak dalam keadaan serbuk, haksel biasa dibuat dengan cara pengeringan
( Menkes RI, 1994).
Sedangkan simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat
yang belum mengalami proses pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain
berupa bahan yang telah dikeringkan (Dirjen POM, 1992). Simplisia merupakan
istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang berda dalam
wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk (Gunawan dan Mulyani,
2002).
4.2.1 Pembuatan Simplisia
Pada praktek kerja lapangan kali ini dibuat simplisia yang terdiri dari
beberapa tumbuhan. Untuk simplisia akar di gunakan tanaman paku hutan,
simplisia kulit batang di gunakan tumbuhan gamal, simplisia daun tumbuhan sirih
hutan, simplisia batang tumbuhan sirih hutan.
Adapun cara pembuatan diawali dengan proses pengumpulan bahan baku.
Dalam proses pengumpulan bahan baku ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
menurut Manaring (2015), pada proses pengambilan akar dapat menggunakan
cangkul, sekop dan alat lain yang tidak merusak tanaman. Cara pemanenan akar
dilakukan pada waktu yang tepat menurut Indah P. (2011), pemanenan akar
dilakukan pada tanaman yang sudah tua atau pada akhir massa vegetatif. Karena
pada saat itu tanaman memiliki kandungan senyawa aktif dalam kadar optimal
pada umur tetrsebut. Cara pengambilan akar yaitu diambil dari bagian batang di
bawah tanah, dipotong dengan ukuran 5-10 cm dari pangkal batang agar tanaman
tidak mati.
Pada proses pengambilan kulit batang diambil dari batang utama cabang,
dikelupas dengan ukuran panjang dan lebar tertentu, sebaiknya dengan cara
berselang-seling dan sebelum jaringan kambiumnya, untuk corteks atau kulit
batang yang mengandung minyak atsiri atau senyawa fenol digunakan alat
pengelupas yang bukan terbuat dari logam, menurut Surya Erlangga (2017), kulit
batang diambil dari tanaman atau tumbuhan yang telah tua atau umum yang tepat,
sebaiknya pada musim kemarau sehingga kulit kayu mudah dikelupas.
Pada proses pengambilan daun diambil daun pucuk dilakukan dengan cara
pemangkasan menggunakan pisau atau gunting bersih dan diambil saat tumbuhan
berfotosintesis pada pukul 09.00-12.00, bertujuan untuk menjaga kesegarannya
karena pada waktu itulah terjadi proses fotosintetis dengan sempurna pada
tumbuhan Purwanti (2012). Menurut Mukhriani (2014), tanaman yang
berfotosintesis diambil daunnya saat reaksi fotosintesis sempurna yaitu pukul
09:00-12:00. Pemanenan daun dilakukan pada saat tanaman telah tumbuh
maksimal dan sudah memasuki periode matang fisiologis. Cara ini dilakukan
dengan dipetik langsung menggunakan tangan, petik daun kelima dari pucuk
(jangan ambil yang terlalu tua dan jangan ambil yang terlalu muda). Menurut
Surya Erlangga (2017), daun dikumpulkan pada saat tumbuhan menjelang
berbunga atau sedang berbunga tetapi belum berbuah.
Pada proses pengambilan batang diambil dari batang utama dan cabang
dikelupas dengan ukuran panjang dan lebar tertentu dan tidak mengambilnya
dengan satu lingkaran penuh pada batang. Menurut Isnawati (2015), pemanenan
batang dilakukan saat tanaman sudah cukup umur. Saat panen yang paling baik
adalah pada awal musim kemarau. Menurut Dianty M. (2019), pada musim
kemarau proses pengangkutan zat hara dari tanah ke seluruh tubuh tumbuhan
berkurang sehingga zat aktif yang dibutuhkan tertumpuk di batang.
Setelah dipanen sampel disortasi basah, menurut wahyuni (2014), sortasi
basah dilakukan untuk memilih kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari
tumbuhan sebelum pencucian dengan cara membuang bagian-bagian tanaman
yang tidak digunakan. Sampel dicuci dengan menggunakan air yang mengalir,
sesuai dengan pendapat, tujuan sampel dicuci dengan air mengalir agar kotoran
dan debu yang menempel pada tanaman tersebut dapat terbawa mengalir bersama
air (Dupandu, 2015).
Selanjutnya dilakukan perajangan Menurut Indarfiya (2011), perajangan
sebaiknya tidak terlalu tipis untuk mencegah kurangnya kadar suatu senyawa dan
jika dirajang terlalu tebal memerlukan waktu penjemuran lebih lama yang
kemungkinan tanaman ditumbuhi jamur. Setelah dilakukan perajangan sampel
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan atau dijemur dibawah sinar matahari
dan ditutup menggunakan kain hitam, Menurut Nasuda (2001), tujuan penutupan
kain hitam menghindari kontak langsung antara tumbuhan dengan sinar matahari
sehingga kerusakan komponen-komponen dapat dikurangi, pengeringan dilakukan
dengan cara diangin-anginkan, cara ini digunakan untuk mengeringkan bagian
tanaman yang lunak dan mengandung senyawa aktif mudah menguap (Onrizal,
2005).
Setelah dikeringkan sampel disortasi kering, menurut Triharto (2009),
sortasi kering dilakukan terhadap bahan yang terlalu gosong dan dibesrsihkan dari
kotoran hewan. Setelah disortasi kering sampel diawetkan dengan
menyemprotkan alkohol. Menurut Nugroho (2008), penyemprotan menggunakan
alkohol bertujuan untuk membunuh mikroba yang ada pada sampel dan
mempercepat pengeringan. Setelah diawetkan kemudian sampel disimpan dalam
amplop, menurut steenis (2003), simplisia yang diperoleh diberi wadah yang baik
dan disimpan pada tempat yang dapat menjamin terpeliharanya mutu dari
simplisia. Wadah terbuat dari plastik tebal atau gelas yang berwarna gelap dan
tertutup kedap memberikan suatu jaminan yang memadai terhadap isinya.
Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah dikeringkan. Jenis
kemasan yang digunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni.
Menurut Mukhriani (2014), Simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah
tersendiri agar tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan lainnya untuk
persyaratan wadah yang akan digunakan sebagai pembungkus simplisia adalah
harus inert, artinya tidak bereaksi dengan bahan lain, tidak beracun, mampu
melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, serangga, penguapan
bahan aktif serta dari pengaruh cahaya oksigen dan uap air (Melinda, 2014).
Penyimpanan simplisia dapat dilakukan di ruang bisa (suhu kamar) ataupun
diruang ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering
dan berventilasi. Ventilasi harus cukup baik karen hama menyukai udara yang
lembab dan panas. Ada 3 jenis suhu ruang penyimpanan simplisia yaitu pada suhu
kamar bersuhu antara 15-30oC, pada tempat sejuk bersuhu antara 5-15oC, pada
tempat dingin bersuhu antara 0-8oC (Mukhriani, 2014).
4.3 Sosialisasi Hidup Sehat Dengan Mengkonsumsi Ikan Gabus
Ikan gabus merupakan ikan labirin yang mampu bertahan di luar air,
karena mempunyai alat pernafasan tambahan yang berupa lipatan kulit tipis yang
berliku- liku seperti labirin (Soeseno, 1988). Ikan ini biasa hidup di sungai, danau,
dan kolam/tambak, serta biasa membuat sarang di daerah rawa-rawa atau diantara
belukar yang terdapat pada tepi tambak dan sungai. Di Indonesia, ikan gabus
penyebarannya sangat luas, mulai dari Sumatera, Jawa, Madura, Bali, Lombok,
Kalimantan, Sulawesi, Flores, Ambon dan Halmahera (Weber dan Beaufort
1922). Di beberapa daerah, ikan gabus dikenal pula dengan nama ikan
rayong(Sunda), Kuto (Madura), Bace (Aceh), Sepungkat (Palembang), dan di
Bajarmasin dengan nama ikan Haruan (Weber & Beaufort 1922).
Ikan gabus termasuk dalam famili Ophiocephalidae mempunyai ciri – ciri
tubuh yang hampir bulat panjang, semakin pipih dan ditutupi sisik yang berwarna
hitam dengan sedikit corak pada bagian punggung, sedangkan perutnya berwarna
putih. Ikan ini terkadang disebut sebagai ikan berkepala ular karena kepalanya
lebar dan bersisik besar, mulutnya bersudut tajam. Sirip bagian punggung dan
bagian dubur panjang serta tingginya hampir sama, tidak ada bentuk taring pada
vomer dan pektine serta mempunyai 4 – 5 sisik antar gurat sisi dan pangkal jari-
jari sirip punggung bagian depan (Suprayitno, 1998). Ikan gabus termasuk ikan
buas dengan makanan berupa zooplankton, katak, kepiting, invertebrata, dan lain-
lain. Ikan gabus menunggu mangsanya sambil bersembunyi diantara rumput atau
tanaman air serta suka tinggal di dasar perairan pada siang hari dan dipermukaan
pada malam hari (Tjahyo dan Purnomo, 1998).
Ikan gabus adalah ikan air tawar asli Indonesia. Ikan gabus memiliki
kepala mirip kepala ular sehingga dinamai snakehead. Ikan gabus diketahui
memiliki rasa yang gurih, tekstur yang kenyal , serta kandungan gizi yang baik
dan berguna bagi tubuh seperti kadar albumin dan protein tinggi. Ikan gabus
memiliki kandungan protein sebesar 25,5% lebih tinggi dari kandungan protein
ikan lainnya, serta kandungan kolesterol yang lebih rendah dari daging sapi
(Suprayitno, 2008).
Ikan gabus kaya akan protein, bahkan kandungan protein ikan gabus lebih
tinggi dibandingkan beberapa jenis ikan lain. Protein ikan gabus segar bisa
mencapai 25,2%, albumin ikan gabus bisa mencapai 6,224 mg/100g daging ikan
gabus, selain itu di dalam daging ikan gabus terkandung mineral yang erat
kaitannya dengan proses penyembuhan luka, yaitu Zn sebesar 1,7412 mg/100g
daging ikan (Sediaoetama, 1985).
Ikan gabus yang bentuknya menyerupai ular, jarang dipasarkan serta
anggapan sebagian masyarakat bahwa ikan gabus senang memakan kotoran dan
bangkai hewan, menyebabkan ikan air tawar ini belum dikonsumsi secara luas
oleh masyarakat Suwawa.
Kami mensosialisasikan beberapa hal menyangkut ikan gabus kepada
masyarakat suwawa yang dimana ikan gabus dengan kandungan albumin yang
tinggi telah banyak diteliti secara ilmiah dapat meningkatkan daya tahan tubuh
dan mempercepat proses penyembuhan pasca operasi. Selain itu mempercepat
proses penyembuhan luka dalam dan luar, penyembuhan dan pencegahan berbagai
jenis penyakit.
Ikan gabus juga makanan yang syarat akan nilai gizi, dalam ikan gabus
selain tinggi protein juga mengandung beberapa mineral dan juga vitamin yang
sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Mineral yang dikandung diantaranya
adalah besi, kalsium, fosfor dan juga seng. Vitamin yang ada didalam daging ikan
gabus diantaranya adalah vitamin A dan vitamin B1 (Sediaoetama, 1985).
Adapun kemungkinan kesalahan yang kami dapatkan yaitu pada saat
pengeringan tanaman, sehingga tanaman masih terkandung kadar air yang banyak,
dan pada proses pengawetan yang tidak sesuai sehingga tanaman mudah
ditumbuhi oleh jamur.

BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari pkl kali ini dapat disimpulkan :
1. Fitokimia atau kimia tumbuhan mempelajari anekas ragam senyawa
organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan yaitu mengenai
struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya,
penyebaran secara alamiah serta fungsi biologinya.
2. Salah satu jenis tanaman yang dapat diolah sebagai bahan pengobatan
yaitu kunyit, kunyit dikenal sebagai obat herbal yang memiliki kandungan
anti inflamasi untuk mengatasi rasa sakit yang terkait dengan nyeri sendi.
3. Tanaman yang dapat dijadikan simplisia yaitu sambiloto, meniran,
rimpang jahe, jambu biji, rimpang kunyit, rimpang temulawak, daun sereh,
bunga cengkeh, dll. Proses pemanenan dan preparasi simplisia merupakan
proses yang dapat memenuhi mutu simplisia dalam berbagai artian, yaitu
komposisi senyawa kandungan, kontaminsi dan stabilitas bahan.
5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk jurusan
Diharapkan pihak jurusan dapat meningkatkan fasilitas-fasilitas yang ada
pada laboratorium.
5.2.2 Saran untuk asisten
Kami mengharapkan agar kiranya dapat terjadi kerja sama yang lebih baik
lagi antar asisten dan praktikan saat berada di dalam laboratorium maupun
diluar laboratorium. Sebab kerja sama yang baik akan lebih mempermudah
proses penyaluran pengetahuan dar asisten kepada praktikan.

Anda mungkin juga menyukai