Anda di halaman 1dari 26

Laporan

PRAKTEK KERJA LAPANGAN


“FARMAKOGNOSI”

OLEH
KELOMPOK : VIII ( DELAPAN )
ASISTEN : 1. Eva Rizkia Bagi, S.Farm
2. Eka Pratama Yusran G. Hemu, S.Farm
3. Kartiningtias Eka Putri Suleman

LABORATORIUM FARMASI BAHAN ALAM


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di zona khatulistiwa
dan terkenal mempunyai kekayaan alam dengan beranekaragam jenis tumbuhan,
tetapi potensi ini belum seluruhnya dimaanfaatkan bahan industri khususnya
tumbuhan berkhasiat obat. Adapun di Indonesia cabang ilmu yang mempelajari
tentang obat adalah farmasi.
Farmasi adalah ilmu atau seni yang mempelajari tentang cara membuat,
mencampur, meracik formulasi obat, identifikasi, kombinasi, analisis dan
standarisasi atau pembakuan obat serta pengobatan. Dalam dunia farmasi ada
beberapa ilmu yang digunakan untuk mendukung pembuatan dan peracikan
tersebut, salah satunya adalah farmakognosi.
Farmakognosi merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang
sumber bahan obat dari alam terutama tumbuhan-tumbuhan atau organisme
lainnya yang digunakan dalam pengobatan. Penggunaan tumbuhan sebagai obat
tradisional umumnya hanya didasarkan pada pengalaman atau warisan tanpa
mengetahui kandungan kimianya secara detail. Tumbuhan tersebut jika ditelaah
lebih lanjut mempunyai kandungan kimia aktif biologis.
Bahan yang disediakan oleh alam memiliki banyak khasiat yang dapat
dijadikan sebagai obat. Bahan alam yang digunakan sebagai tumbuhan obat
yang belum mengalami pengolahan apapun disebut simplisia. Simplisia
merupakan bahan obat dari alam yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan.
Tumbuhan merupakan gudang berbagai jenis senyawa kimia serta
beragam jenis sifat atau ciri-ciri yang dimilikinya yang dimanfaatkan sebagai
suatu tumbuhan obat. Hal semacam ini mempunyai hubungan yang baik dengan
objek yang dituju dalam hal ini manusia yang kemudian dimanfaatkan untuk
dikembangbiakkan atau dibudidayakan sebagai suatu usaha atau bisnis

2
tumbuhan obat yang dapat mendatangkan banyak keuntungan serta memberikan
manfaat yang besar bagi masyarakat khususnya sebagai konsumen.
Beragam upaya pun dilakukan dalam pencarian tumbuhan berkhasiat obat
dimulai dari mengidentifikasi kandungan zat kimia yang terdapat didalamnya
serta bentuk morfologi dari tumbuhan tersebut yang memberikan ciri khas.
Namun, tidak semua pula tumbuhan berkhasiat yang memberikan ciri khas itu
dapat dikategorikan sebagai tumbuhan berkhasiat.
Oleh karena itu, berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, maka
dilakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) farmakognosi untuk mencari beberapa
sampel yang akan diuji kandungan serta manfaat dari tanaman tersebut untuk
dijadikan sebagai obat.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan
1. Memahami dan mengetahui teknik pembuatan simplisia sebagai bahan
obat.
2. Memahami dan mengetahui tanman yang dapat dijadikan sebagai
simplisia
1.3 Manfaat Praktek kerja Lapangan
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui teknik pembuatan
simplisia sebagai bahan obat.
2. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tanman yang dapat
dijadikan sebagai simplisia.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Lokasi PKL


Pelaksanaan PKL kali ini yang diikuti oleh angkatan 2018 baik S1
maupun D3 jurusan Farmasi. Seluruh peserta menempati rumah warga yang
terbagi dalam 20 posko. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 15-18
Agustus 2018 di desa Bonedaa dan Bondaraya kecamatan Suwawa Selatan,
kabupaten Bone Bolango, provinsi Gorontalo. Desa itu masih terlihat sejuk
Karena disana dikelilingi oleh gunung-gunung, maka tidak heran jika di desa
ini terdapat banyak tanaman obat, baik itu terdapat di pekarangan rumah
warga maupun yang terdapat di gunung. Beberapa jenis tanaman yang terdapat
di daerah ini memiliki fungsi dan khasiat yang sangat baik untuk dijadikan
bahan obat yang dibuat dalam bentuk simplisia. Suasana di desa Bonedaa dan
Bondaraya sangat nyaman, masyarakatnya pun sangat ramah dan mereka
menerima kedatangan kami dengan baik.
2.2 Uraian Tentang Simplisia
2.2.1 Pengertian Simplisia
Simplisia merupakan bahan awal pembuatan sediaan herbal. Mutu
sediaan herbal sangat dipengaruhi oleh mutu simplisia yang digunakan. Oleh
karena itu, sumber simplisia, cara pengolahan, dan penyimpanan harus dapat
dilakukan dengan cara yang baik. Simplisia adalah bahan alam yang
digunakan sebagai bahan sediaan herbal yang belum mengalami pengolahan
apapun dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang telah
dikeringkan (Dirjen POM, 2005).
2.2.2 Penggolongan Simplisia
Simplisia terbagi 3 golongan yaitu (Gunawan, 2004)
a. Simplisia Nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian
tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang
secara spontan keluar dari tumbuhan atau dengan cara tertentu dikeluarkan

4
dari selnya 6 atau zat nabati lain yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tumbuhannya (Dirjen POM, 1995).
b. Simplisia Hewani
Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan. Contohnya adalah minyak ikan dan
madu (Gunawan, 2010).
c. Simplisia pelikan atau mineral
Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana.
Contohnya serbuk seng dan serbuk tembaga (Gunawan, 2010).
Selain ketiga jenis simplisia diatas juga terdapat hal lain, yaitu benda
organik asing yang disingkat benda asing, adalah satu atau keseluruhan dari
apa-apa yang disebut dibawah ini (Amin, 2010):
1. Fragmen, merupakan bagian tanaman asal simplisia selain bagian
tanaman yang nilai batasnya disebut monografi.
2. Hewan hewan asing, merupakan zat yang dikeluarkan oleh hewan,
kotoran hewan, batu tanah atau pengotor lainnya.
Kecuali yang dinyatakan lain, yang dimaksudkan dengan benda asing
pada simplisia nabati adalah benda asing yang berasal dari tanaman. Simplisia
nabati harus bebas serangga, fragme hewan, atau kotoran hewan tidak boleh
menyimpang bau dan warnanya, tidak boleh mengandung lendir, atau
cendawan, atau menunjukkan adanya zat pengotor lainnya. Pada perhitungan
penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, kadar abu yang larut dalam
air, sari yang larut dalam air, atau sari yang larut dalam etanol didasarkan pada
simplisia yang belum ditetapkan susut pengeringannya. Sedangkan susut
pengering sendiri adalah banyaknya bagian zat yang mudah menguap
termasuk air, tetapkan dengan cara pengeringan, kecuali dinyatakan lain,
dilakukan pada suhu 150oC hingga bobot tetap.

5
2.2.3 Cara Pembuatan Simplisia
Pembuatan simplisia merupakan proses memperoleh simplisia dari
alam yang baik dan memenuhi syarat-syarat mutu yang dikehendaki, dengan
langkah-langkah sebagai berikut (Gunawan, 2004):
1. Teknik pengumpulan
Pengumpulan atau panen dapat dilakukan dengan tangan atau
menggunakan alat (mesin). Apabila pengambilan dilakukan secara langsung
(pemetikan) maka harus memperhatikan keterampilan si pemetik, agar
diperoleh tanaman/bagian tanaman yang dikehendaki, misalnya dikehendaki
daun yang muda, maka daun yang tua jangan dipetik dan jangan merusak
bagian tanaman lainnya.misalnya jangan menggunakan alat yang terbuat dari
logam untuk simplisia yang mengandung senyawa fenol dan glikosa.
a. Waktu pengumpulan atau panen
Kadar kandungan zat aktif suatu simplisia ditentukan oleh waktu
panen, umur tanaman, bagian tanaman yang diambil dan lingkungan tempat
tumbuhnya, pada umumnya waktu pengumpulan sebagai berikut :
1). Daun dikumpulkan sewaktu tanaman berbunga dan sebelum buah
menjadi masak, contohnya, daun Athropa belladonna mencapai kadar
alkaloid tertinggi pada pucuk tanaman saat mulai berbunga. Tanaman
yang berfotosintesis diambil daunnya saat reaksi fotosintesis sempurna
yaitu pukul 09.00 - 12.00.
2). Bunga dikumpulkan sebelum atau segera setelah mekar.
3). Buah dipetik dalam keadaan tua, kecuali buah mengkudu dipetik
sebelum buah masak.
4). Biji dikumpulkan dari buah yang masak sempurna.
5) Akar (radix), rimpang (rhizome), umbi (tuber) dan umbi lapis (bulbus),
dikumpulkan sewaktu proses pertumbuhannya berhenti.
b. Bagian Tanaman
1). Klika batang/klika/korteks
Klika diambil dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan ukuran
panjang dan lebar tertentu, sebaliknya dengan cara berselang-seling

6
dan sebelum jaringan kambiumnya, untuk klika yang mengandung
minyak atsiri atau senyawa fenol gunakan alat pengelupas yang bukan
terbuat dari logam.
2) Batang (caulis)
Batang diambil dari cabang utama sampai leher akar, dipotong-potong
dengan panjang dan diameter tertentu.
3). Kayu (lignum)
Kayu diambil dari batang atau cabang, kelupas kuliltnya dan potong-
potong kecil.
4). Daun (folium)
Daun tua atau muda (daun kelima dari pucuk) dipetik satu persatu
secara manual.
5) Bunga (flos)
Tergantung yang dimaksud, dapat berupa kuncup atau bunga mekar
atau mahkota bunga atau daun bunga, dapat dipetik langsung dengan
tangan.
6). Akar (radix)
Bagian yang digunakan adalah bagian yang berada di bawah
permukaan tanah, dipotong-potong dengan ukuran tertentu.
7). Rimpang (rhizome)
Tanaman dicabut, rimpang diambil dan dibersihkan dari akar, dipotong
melintang dengan ketebalan tertentu
8). Buah (fructus)
Dapat berupa buah yang masak, matang atau buah muda, dipetik
dengan tangan.
9). Biji (semen)
Buah yang dikupas kulit buahnya menggunakan tangan atau alat, biji
dikumpulkan dan dicuci.
10). Umbi lapis (bulbus)
Tanaman dicabut, bulbus dipisahkan dari daun dan akar dengan
memotongnya.

7
2. Pencucian dan Sortasi Basah
Pencucian dan sortasi basah dimaksudkan untuk membersihkan
simplisia dari benda-benda asing dari luar (tanah, batu dan sebagainya),
dan memisahkan bagian tanaman yang tidak dikehendaki. Pencucian
dilakukan bagi simplisia utamanya bagian tanaman yang berada di bawah
tanah (akar, rimpang) untuk membersihkan simplisia dari sisa-sisa tanah
yang melekat.
3. Perajangan
Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan dan
pewadahan setelah dicuci dan dibersihkan dari kotoran atau benda asing,
materi/sampel dijemur dulu ±1 hari kemudian dipotong-potong kecil
dengan ukuran antara 0,25-0,06 cm yang setara dengan ayakan 4/18
(tergantung jenis simplisia). Pembuatan serbuk simplisia kecuali
dinyatakan lain, seluruh simplisia harus dihaluskan menjadi serbuk (4/18).
Semakin tipis perajangan maka semakin cepat proses pengeringan kecuali
tanaman yang mengandung minyak menguap perajangan tidak boleh
terlalu tipis karena menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat aktif.
Sebaliknya bila perajangan terlalu tebal pengeringannya lama dan mudah
berjamur.
4. Pengeringan
Tujuan pengeringan pada tanaman atau bagian tanaman adalah:
1) Untuk mendapatkan simplisia yang awet, tidak rusak dan dapat
digunakan dalam jangka relatif lama.
2) Mengurangi kadar air, sehingga mencegah terjadinya pembusukan oleh
jamur atau bakteri karena terhentinya proses enzimatik dalam jaringan
tumbuhan yang selnya telah mati. Agar reaksi enzimatik tidak dapat
berlangsung, kadar air yang dainjurkan adalah kurang dari 10 %.
3) Mudah dalam penyimpanan dan mudah dihaluskan bila ingin dibuat
serbuk.

8
a. Pengeringan alamiah
Tergantung dari kandungan zat aktif simplisia, pengeringan dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Sinar matahari langsung, terutama pada bagian tanaman yang keras
(kayu, kulit biji, biji dan sebagainya) dan mengandung zat aktif yang
relatif stabil oleh panas)
2. Diangin-anginkan dan tidak terkena sinar matahari secara langsung,
umumnya untuk simplisia bertekstur lunak (bunga, daun dan lain-lain)
dan zat aktif yang dikandungnya tidak stabil oleh panas (minyak
atsiri).
b. Pengeringan buatan
Cara pengeringan dengan menggunakan alat yang dapat diatur
suhu, kelembaban, tekanan atau sirkulasi udaranya.
5. Pewadahan dan penyimpanan simplisia
Sortasi kering dilakukan sebelum pewadahan simplisia bertujuan
memisahkan sisa-sisa benda asing atau bagian tanaman yang tidak
dikehendaki yang tidak tersortir pada saat sortasi basah.Simplisia yang
diperoleh diberi wadah yang baik dan disimpan pada tempat yang dapat
menjamin terpeliharanya mutu dari simplisia.Wadah terbuat dari plastik
tebal atau gelas yang berwarna gelap dan tertutup kedap memberikan suatu
jaminan yang memadai terhadap isinya, wadah dari logam tidak
dianjurkan agar tidak berpengaruh terhadap simplisia. Ruangan
penyimpanan simplisia harus diperhatikan suhu, kelembaban udara dan
sirkulasi udara ruangannya.
2.3 Uraian Tanaman
2.3.1 Sirih Hutan (Tjitrosoepomo, 1993)
a. Klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida Gambar 2.3.1 Sirih Hutan
(Piper caducibracteum)
Ordo : Piperales

9
Familia : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper caducibracteum C.DC.
b. Kandungan Kimia
Mengandung senyawa metabolit sekunder yang biasanya berperan
sebagai alat pertahanan diri agar tidak dimakan oleh hewan (hama) ataupun
sebagai agen untuk bersaing dengan tumbuhanlain dalam mempertahankan
ruang hidup. Menurut Hutapea (2000) senyawa metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh tanaman sirih berupa saponin, flavonoid, polifenol dan
minyak atsiri triterpenoid, minyak atsiri (yang terdiri atas khavikol,
chavibetol, karvakrol, eugenol, monoterpena,estragol), seskuiterpen, gula,
dan pati. Kandungan minyak atsiri yang terdapat pada daun sirih juga
berkhasiat sebagai insektisida alami. Disamping itu, kandungan minyak atsiri
yang terkandung di dalam daun sirih juga terbukti efektif digunakan sebagai
antiseptik (Dalimartha, 2006).
c. Manfaat
Daun sirih mempunyai bau aromatik khas, bersifat pedas, dan hangat.
Sirih berkhasiat sebagai antiradang, antiseptik, antibakteri. Bagian tanaman
yang dapat digunakan adalah daun, akar, dan bijinya. Daunnya digunakan
untuk mengobati bau mulut, sakit mata, keputihan, radang saluran
pernapasan, batuk, sariawan, dan mimisan. Sirihjuga berpotensi sebagai
insektisida alami yang bersifat sebagai pestisida yang ramah lingkungan
(Wijaya, dkk, 2004).
2.3.2 Puring (Tjitrosoepomo, 2011)
a. Klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae Gambar 2.3.2 Puring
(Codiaeum variegatum)

10
Genus : Codiaeum
Spesies : Codiaeum variegatum Bi.
b. Kandungan kimia
Kulit batang, akar, getah, dan daun puring beracun. Racun dalam
tumbuhan puring dikarenakan kandungan kimia 5-deoxyingenol.
c. Manfaat
Tumbuhan ini juga memiliki kandungan minyak yang sangat berkhasiat
sebagai pencahar.
2.3.3 Pepaya (Rukmana, 1997)
a. Klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Brassicales
Famili : Caricaceae
Gambar 2.3.3 Pepaya
Genus : Carica (Carica papaya)
Spesies : Carica papaya L.
b. Kandungan Kimia
Buah dan getah pepaya mengandung papain, chymopapain A, B, C,
benzyl glucosinolate, biphenyl, asam benzoat, dan asam malat. Biji
mengandung glucotropaeolin, dan phosphatidyl choline. Daun mengandung
alkaoid seperti dehydrocapaine, kolin, asam chlorogenic, dam kuersetin.
Buah mengandung vitamin c, fenol, karotenoid, likopen, dan beta karoten.
c. Manfaat
Biji pepaya mengandung komponen antioksidan dan nutrisi sehingga bisa
dijadikan sebagai antikanker. Sebuah tes menemukan bahwa biji pepaya
yang berwarna hitam bisa menurunkan infalamasi dan melawan
perkembangan sel kanker.

11
2.3.4 Mahoni (Simpson, 2006)
a. Klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Meliaceae
Genus : Swietenia Gambar 2.3.4 Mahoni
(Swietenia mahagoni)
Spesies : Swietenia mahagoni
b. Kandungan Kimia
1. Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa fenolik yang mengandung banyak pigmen
tanaman.
2. Saponin
Saponin adalah glukosa yang membentuk busa sabun jika dicampurkan
dengan air.
3. Alkaloid.
Salah satu manfaat terbesar pada biji mahoni terdapat pada kandungan
alkaloid.
c. Manfaat
Kandungan flavonoidnya berguna untuk melancarkan peredaran darah,
terutama untuk mencegah tersumbatnya saluran darah, mengurangi kadar
kolesterol dan penimbunan lemak pada dinding pembuluh darah, membantu
mengurangi rasa sakit, dan lebam, serta bertindak sebagai antioksidan untuk
menyingkirkan radikal bebas. Saponin berguna mencegah penyakit sampar,
mengurangi lemak tubuh, meningkatkan sistem kekebalan, serta menguatkan
fungsi hati dan memperlambat proses pembekuan darah.
2.3.5 Alang-alang (Heyne, 1897)
a. Klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta

12
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Imperata
Spesies : Imperata cylindrica Gambar 2.3.5 Alang-alang
b. Kandungan kimia (Imperata cylindrical)

Metabolit yang telah ditemukan pada akar alang-alang terdiri dari


arundoin, fernenol, isoarborinol, silindrin, simiarenol, kampesterol,
stigmasterol, ß-sitosterol, skopoletin, skopolin, p-hidroksibenzaladehida,
katekol, asam klorogenat, asam isoklorogenat, asam p-kumarat, asam
neoklorogenat, asam asetat, asam oksalat, asam d-malat, asam sitrat,
potassium (0,75% dari berat kering), sejumlah besar kalsium dan 5-
hidroksitriptamin (Damayanti, 2008).
c. Manfaat
Khasiat akar alang-alang sangat banyak sebagai obat untuk berbagai
gangguan kesehatan, seperti: batu ginjal, infeksi ginjal, kencing batu, batu
empedu, buang air kecil tidak lancar atau terus-menerus, air kemih
mengandung darah, prostat, keputihan, batuk rejan, batuk darah, mimisan,
pendarahan pada wanita, demam, campak, radang hati, hepatitis, tekanan
darah tinggi, urat saraf melemah, asma, radang paru-paru, jantung koroner,
gangguan pencernaan, diare, dan lain-lain Hembing (2008).
2.3.6 Cengkeh (Hapsoh dan Hasanah, 2011)
a. Klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae Gambar 2.3.6 Cengkeh
Genus : Eugenia (Eugenia aromatic)

Spesies : Eugenia aromatic; Syzygium aromaticum L.

13
b. Kandungan kimia
Minyak astiri daun cengkeh terdiri atas eugenol dengan konsentrasi yang
lebih tinggi dibandingkan asetil eugenol dan karioeugenol yang juga
terkandung di dalam minyak atsiri cengkeh. Kuncup bunga mengandung 16-
23% minyak atsiri yang terdiri dari eugenol, zat samak tipe gallat, sianidin
ramnoglukosida (pigmen utama bunga), kuersetin, kaemferol, mirisetin dan
isokuersitrin. Daun cengkeh mengandung asam gallat, metil gallat, turunan
triterpen, asam oleanolat (kariofilin), asam betulinat. Kulit batang
mengandung asam betulinat, friedelin, epifriedelinol, sitosterim, eugenin
(suatu senyawa ester dari epifriedelinol dengan suatu asam lemak rantai
panjang). Tanaman cengkeh mengandung beberapa flavonoid (Nassar,
2006), selain itu tanaman cengkeh juga mengandung campesterol,
karbohidrat, lipid, rhamnetin, sitosterol, stigmasterol dan vitamin (Barnes,
dkkl., 2002).
c. Manfaat
Dapat menghambat proses replikasi virus hepatitis C (HCV) melalui
metode in vitro. Khasiat lain dari tanaman cengkeh antara lain sebagai,
antiemetic, antikarsinogenik, analgetik, antivirus terutama Herpes simplex
(Kurokawa, 1998)
2.3.7 Gadung (Heyne, 1987)
a. Klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Liliales
Famili : Dioscoreaceae
Gambar 2.3.7 Gadung
Genus : Dioscorea (Dioscorea hispida)
Spesies : Dioscorea hispida

14
b. Kandungan kimia
Terdapat zat Alkaloid yang disebut Dioscorin (C13 H19 O2N), dimana
apabila zat ini terkonsumsi dalam tubuh walau dalam kadar yang rendah
sekali akan menyebabkan pusing. Sepotong umbi sebesar apel cukup untuk
membunuh seorang pria dalam waktu 6 jam. Efek pertama berupa rasa tidak
nyaman di tenggorokan, yang berangsur menjadi rasa terbakar, diikuti oleh
pusing, muntah darah, rasa tercekik, mengantuk dan kelelahan.
c. Manfaat
1. Mengobati penyakit kusta (tahap awal)
2. Menghilangkan kutil, kapalan dan juga mata ikan.
3. Menyembuhkan luka akibat sipilis.
4. Mengurangi kejang pada perut (diiris dan ditempelkan).
5. Menghilangkan nanah akibat luka atau borok.
6. Meringankan Gejala arthritis dan juga rematik.
7. Menurunkan kadar gula dan kolesterol dalam darah.
2.4 Uraian Bahan
2.4.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol
RM/BM : C2H5O / 46,07
Rumus strukur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, mudah menguap, bau khas.


Kelarutan : Bercampur dengan air, praktis bercampur pelarut
Kegunaan : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

15
2.4.2 Aquadest (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AQUA DESTILATA
Nama Lain : Air suling
RM/BM : H2O/18,02
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau; tidak


mempunyai rasa.
Kegunaan : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

16
BAB III
METODE PEMBUATAN SIMPLISIA
3.1 Uraian lokasi PKL
Adapun lokasi praktikum ini diadakan di dua desa yaitu di desa Boneda’a
dan desa Bonda Raya Kec. Suwawa Selatan Kab. Bone Bolango Provinsi
Gorontalo. Luas Wilayah Desa Boneda’a adalah : 1.689 Ha, terdiri dari berbagai
jenis tanah yang meliputi : Tanah Kering : 441.75 Ha, Tanah perkebunan :
406.74 Ha, Tanah Hutan : 1.900 Ha. Di desa Boneda’a terdapat 4 dusun yaitu
dusun satu Tinaloga : 350 Ha. Dan memiliki suhu rata-rata : 27-30°, Tinggi
Tempat : Dataran Rendah 0,09, Dataran Tinggi 0,65, Pegunungan 14 Meter
diatas permukaan laut. Jarak Ibu Kota menuju ke Kecamatan yaitu 5 km, lama
tempuh ke Kabupaten 14 km, lama tempuh ke Ibu Kota ke Kabupaten dengan
kendaraan darat 60 Menit.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada saat pengambilan sampel yaitu sebagai
berikut :
1. Herbarium
a) Botol Semprot
b) Gunting
c) Cutter
d) Loyang
e) Selotip
f) Parang
g) Linggis
2. Simplisia
a) Amplop Coklat
b) Botol Semprot
c) Cutter
d) Gunting
e) Karung

17
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu sebagai
berikut:
1. Herbarium
a) Air
b) Alkohol 70%
c) Bambu
d) Kardus
e) Kapas
f) Koran
g) Lakban Hitam
h) Tali Rafiah
2. Simplisia
a) Alkohol 70%
b) Tali Rafiah
c) Koran
3.2 Cara Kerja
3.3.1 Herbarium
1. Dipanen sampel pada pukul 09.00-12.00 WITA
2. Dilakukan sortasi basah yang disertai dengan pencucian air yang mengalir
3. Dikeringkan sampel dengan cara diangin-anginkan
4. Diolesi sampel menggunakan alkohol 70%
5. Dilakukan sortasi kering pada sampel
6. Disiapkan sasak dari bambu yang telah dibuat
7. Ditempelkan Koran pada kardus yang sudah disiapkan
8. Ditempelkan sampel diatas koran dengan menggunakan selotip yang telah
dilapisi dengan kertas
9. Diletakan sampel diatas bambu
10. Dilakukan pengepakan pada sasak dengan menggunakan tali rafiah
11. Dipres setiap bagian sampel bambu dengan menggunakan lakban agar
tidak mudah terkena mikroba

18
3.3.2 Simplisia
1. Dipanen sampel pada pukul 09.00-12.00 WITA
2. Dilakukan sortasi basah yang disertasi dengan pencucian sampel pada air
yang mengalir
3. Dilakukan perajangan pada sampel
4. Dilakukan penyemprotan pada sampel yang telah dirajang menggunakan
alkohol 70%
5. Dikeringkan sampel dengan cara dijemur di bawah sinar matahari atau
ditutupi dengan kain berwarna gelap
6. Dilakukan sortasi kering
7. Dilakukan pengepakan pada sampel
8. Disimpan sampel pada wadah yang tertutup rapat

19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Gambar 4.1.1 Herbarium Gambar 4.1.2 Simplisia

4.2 Pembahasan
Obat tradisional adalah obat yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan,
hewan, mineral, atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang belum
mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan. Obat
tradisional juga dikatakan campuran kompleks dari ekstrak tanaman dan insekta
berbentuk amorf atau padat yang dibentuk dalam ruang-ruang zkizogen dan
zlikozigen (Team teaching, 2014)
Obat tradisional dalam masyarakat selain memiliki keuntungan juga
memiliki kerugian. Adapun keuntungan dari obat tradisional yaitu diperoleh
atau didapatkan, harganya terjangkau, efek samping yang ditimbulkan tidak
terlalu berbahaya bahkan tidak menimbulkan efek samping sama sekali (Team
teaching, 2014)
Kerugian obat tradisional yaitu tidak praktis dalam penggunaannya,
penggunaan obat tradisional dalam tubuh menimbulkan reaksi yang lambat.
Pada Praktek kerja lapangan ini bertujuan agar kita mendapatkan informasi
keanekaragaman obat yang ada pada suatu wilayah, mendapatkan informasi
teknik dan cara penggunaan tanaman obat untuk pengobatan tradisional dan

20
masyarakat terhadap obat tradisional. hasil dari praktik kerja lapangan
farmakognosi tentang obat tradisional di desa bonda raya dan bone daa,
didapatkan berbagai jenis tanaman obat yang dipercaya khasiatnya oleh
masyarakat sekitar. Tujuan utama praktik kerja lapangan ini yaitu untuk
membuat herbarium dan mendapatkan tanaman obat untuk dijadikan simplisia,
dimana simplisia tersebut akan diuji dalam praktikum farmakognosi nantinya.
4.2.1 Herbarium
Herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan yang telah
dimatikan dan diawetkan melalui metoda tertentu dan dilengkapi dengan data-
data mengenai tumbuhan tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur (Wibowo,
2007) yang menyatakan bahwa herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan
tumbuhan yang telah dimatikan dan diawetkan melalui metoda tertentu dan
dilengkapi dengan data-data mengenai tumbuhan tersebut.
Dalam pembuatan herbarium ini kami menggunakan sasak bambu dan
tanaman yang digunakan adalah tanaman utuh. Dibersihkan dengan air yang
mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada tanaman. Setelah
di cuci dengan air yang mengalir digunakan alkohol 70% agar tanaman cepat
kering. Menurut Yemiot, alkohol 70% merupakan antiseptik yang lebih efektif
dari pada alkohol 95% karena alkohol menyebabkan protein pengental pada
permukaan. Setelah dilakukan pencucian dan pengeringan, tanaman diletakkan
diatas kardus yang sudah dilapisi koran sebanyak 3 lembar, kemudian dilapisi
kembali koran sebanyak 3 lembar kemudian ditutupi kembali dengan kardus
yang sudah dilapisi koran sebanyak 3 lembar, dan dibagian samping direkatkan
lakban hitam agar tidak ada sirkulasi udara yang keluar masuk. Setelah itu
dilakukan pengepresan dengan sasak bambu dibagian depan dan belakang, lalu
direkatkan dengan tali agar sasak bambu tersebut lebih rapat.
4.2.1 Simplisia
Simpisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang
telah dikeringkan (Dirjen POM, 1979).

21
Cara pembuatan simplisia dari tanaman tersebut memiliki kemiripan
secara umum yakni, hal pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan atau
memanen bagian tanaman obat. Pemanenan pada beberapa bagian tanaman,
pada bagian daun dilakukan pada pagi hari dari pukul 09.00-12.00, bertujuan
untuk menjaga kesegarannya karena pada waktu itulah terjadi proses fotosintetis
terjadi dengan sempurna. Untuk bagian bunga dikumpulkan sebelum atau segera
setelah mekar, buah dipanen dalam keadaan tua, kecuali buah mengkudu dipetik
sebelum masak, biji dikumpulkan dari buah yang masak sempurna, dan bagian
akar, rimpang, umbi, umbi lapis dikumpul sewaktu proses pertumbuhannya
berhenti (Team teaching, 2014).
Cara pengambilan tanaman berbeda pada setiap bagian, bagian kulit
batang atau kika diambil dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan
ukuran panjang dan lebar tertentu, untuk bagian batang diambil dari cabang
utama sampai leher akar, dipotong-potong dengan panjang dan diameter
berbeda. Bagian Kayu diambil dari batang atau cabang, kelupas kulitnya dan
potong-potong kecil. Bagian daun diambil daun tua (bukan daun kuning) daun
kelima dari pucuk. Daun muda dipetik satu persatu secara manual. Bagian
bunga dapat berupa kuncup atau bunga mekar atau mahkota bunga, dapat
dipetik langsung dengan tangan. Bagian akar diambil bagaian yang berada
dibawah permukaan tanah, dipotong-potong dengan ukuran tertentu. Bagian
rimpang dicabut dan dibersihkan dari akar, dipotong melintang dengan
ketebalan tertentu. Buah dapat berupa buah yang masak, matang atau buah
muda, dipetik dengan tangan. Biji diambil dari buah yang masak sempurna,
dikupas kulitnya menggunakan tangan atau alat, biji dikumpulkan dan dicuci
(Team teaching, 2014).
Tahap berikutnya yaitu pencucian atau sortasi basah. Pencucian dan
sortasi basah dimaksudkan untuk membersihkan tanaman atau simplisia dari
benda-benda asing dari luar. Dan memisahkan bagian tanaman yang tidak
dikehendaki. Tahap berikutnya yaitu perajangan. Perajangan dilakukan untuk
mempermudah proses pengeringan dan pewadahan. Setelah di cuci dan
dibersihkan dari kotoran dan benda asing. Sampel di potong-potong kecil

22
dengan ukuran antara 0,25-0,06 cm yang 23 setara dengan ayakan 4/18
(tergantung jenis simplisia). Semakin tipis perajangan maka semakin cepat
proses pengeringan kecuali tanaman yang mengandung minyak menguap.
Perajangan tidak boleh terlalu tipis karena menyebabkan berkurangnya atau
hilangnya zat aktif. Sebaliknya bila perajangan terlalu tebal pengeringannya
lama dan mudah berjamur (Team teaching, 2014).
Setelah dirajang, kemudian simplisia dikeringkan, tujuan pengeringan ini
yaitu untuk mendapatkan simplisia yang awet dan tahan lama, mengurangi
kadar air, sehingga mencegah pertumbuhan mikroorganisme, mudah disimpan
dan dihaluskan. Ada 2 cara pengeringan yaitu alami dan buatan. Cara alami
berupa pengeringan dengan sinar matahari langsung terutama bagian yang keras
(kayu, kulit biji, biji) dan zat aktif relatif panas. Cara alami yang kedua yaitu
dianginanginkan tanpa terkena matahari langsung. Pengeringan buatan
menggunakan alat yang diatur suhu dan kelembapan (Team teaching, 2014).
Untuk pengawetan simplisia dilakukan untuk memperpanjang masa
simplisia sehingga tidak ada mikroorganisme tumbuh, dengan merendam
simplisia ke dalam alkohol 70% atau dialiri uap panas sebelum kering (Dirjen
POM, 1979).
Setelah semua perlakuan selesai, tahap terakhir yaitu pewadahan atau
penyimpanan simplisia, diberi wadah yang baik dan disimpan di tempat
menjamin terpeliharanya mutu dari simplisia. Wadah terbuat dari plastik tebal
atau gelas yang berwarna gelap dan tertutup kedap. Harus memperhatikan suhu,
kelembapan udara dan sirkulasi udara.

23
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Teknik dalam membuat simplisia yaitu dengan cara pengolahan bahan,
sortasi basah, pencucian, pengeringan, perajangan, pengeringan, sortasi
kering, pengawetan atau penyimpanan.
2. Adapun tanaman-tanaman yang dapat dijadikan sebagai obat antara lain
yaitu sirih hutan (Piper caducibracteum), puring (Codiaeum variegatum),
papaya (Carica papaya), kunyit (Curcuma domestica), umbi gadung
(Dioscorea hispida), mahoni (Swietenia mahagoni L.), cengkeh (Syzygium
aromaticum L.) dan alang-alang (Imperata cylindrical).
5.2 SARAN
5.2.1 Saran Untuk Asisten
1. Diharapkan asisten lebih banyak memberi wawasan atau pembekalan baik
sebelum mengikuti, sementara berlangsung atau setelah praktek kerja
lapangan.
2. Diharapkan hubungan asisten dengan praktikan selalu terjaga
keharmonisannya agar dapat tercipta suasana dan kerjasama yang baik.
5.2.2 Saran Untuk Jurusan
1. Demi kelancaran praktek kerja lapangan sebaiknya fasilitas dan penuntun
praktikan yang digunakan dalam praktek kerja lapangan dilengkapi agar
hasil yang diperoleh dalam pengambilan data lebih maksimal dan
meminimalisir kekurangan pada saat pelaksanaan praktek kerja lapangan.
2. Diharapkan agar pihak jurusan dapat bekerja sama dalam penyampaian
kepada pihak orang tua praktikan mengenai pelaksanaan praktek kerja
lapangan, melihat banyak mahasiswa yang masih susah mendapatkan izin
dari orangtua, atau kurang tepat dalam cara penyampaian mereka ke
orangtua.

24
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2010. Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: Amzah.
Barnes, S., dan Vidgen, R. (2002). An Intregrative Approach to The Assesment of
E-Commerce Quality
Dalimartha, S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 5. Jakarta : Pustaka
Bunda.
Damayanti R. (2008). Uji efek sediaan serbuk instan rimpang temulawak
(Curcuma xanthorrhiza) sebagai tonikum terhadap mencit jantan.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope
Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dirjen BPOM RI. (2005). Penyiapan Simplisia Untuk Sediaan Herbal. Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Gunawan, D dan Mulyani S. 2004. Ilmu Obat Alam. Jakarta :Penebar Swadaya.
Gunawan., Didik dan Sri, M. (2010). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) jilid 1.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Hapsoh, Hasanah, 2011. Budidaya tanaman obat dan rempah. Medan: USU
Press.
Hembing, Wijayakusuma. 2008. Ramuan Herbal Penurun Kolesterol. Pustaka
Bunda : Jakarta.
Hutapea, J. R. dan Djumidi. 2000. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia (I) Jilid
1. Jakarta : Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan RI Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Terjemahan: Badan Litbang
Kehutanan Jakarta. Jilid II dan III. Cetakan kesatu. Jakarta:Yayasan Sarana
Wana Jaya.
Kurokawa, Kisho. 1988. The Architecture of Symbiosis.
Rukmana, Rahmat. 1997. Ubi kayu Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta:
Kanisius.
Simpson, M. G., 2006.Plant systematics. London : Elsevier Academic Press
Publivation.

25
Tjitrosoepomo, G. 1993. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Tjitrosoepomo, G. 1994. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
Tjitrosoepomo, G.2011.Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
Wijaya, Willie. 2004. Kamus Lengkap Inggris-Indonesia. Semarang : Bintang
Jaya.

26

Anda mungkin juga menyukai