Anda di halaman 1dari 30

www.ilmukita.

com
Telusuri situs ini

MATERI KULIAH >


PEMBUATAN SIMPLISIA

BAB I

PENDAHULUAN

A .     Latar belakang

          Di Indonesia banyak berbagai macam tumbuhan obat yang telah diteliti oleh para ahli
yang mana sampai sekarang tercantum pada buku-buku maupun artikel obat tradisional.
Tumbuhan obat atau yang biasa dikenal dengan obat herbal adalah sediaan obat baik
berupa obat tradisional , fitofarmaka dan farmasetika, dapat berupa simplisia ( bahan segar
atau yang dikeringkan ) ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni berasal dari alam,
yang dimaksut dengan obat alami adalah obat asal tanaman.

                  Indonesia sangat kaya akan kekayaan alam yang melimpah, mulai dari tanaman
herbal sampai mineral tersimpat dalam bumi pertiwi. Dijaman yang berkembang banyak
Ilmuwan bahkan Mahasiswa dari berbagai universitas berlomba-lomba untuk
mengembangkan tanaman obat. Dari sekian banyak tanaman obat ada salah satu tanaman
yang berkasiat obat yaitu Impatien balsamina atau yang biasa disebut bunga pacar air ini
telah diteliti bahawa kandungan fitokimia yang terkandung didalamnya dapat berkhasiat
sebagai obat. Penelitian terhadap tanaman ini kebanyakan tertuju pada uji fitokimia dan uji
aktivasi, tetapi untuk literatur mengenai deskripsi, morfologi dan uji mutu simplisia
tanaman pacar air masih minim bahkan dalam buku Materia Medika Indonesia pacar air
belum diklarifikasi secara detail. Hanya beberapa artikel dan e-book saja yang membahas
tanaman ini.

                  Maka dari itu perlu perhatian yang cukup mengenai tanaman ini untuk lebih
dikembangkan, karena selain menambah jenis tanaman obat kita dapat memberikan data
mengenai bentuk makroskopik dan mikroskopik tanaman pacar air.
          Dari uraian diatas maka dari itu diharapkan praktikan untuk mencari data tentang
simplisia yang akan diteliti terlebih dahulu untuk dapat membandingkan mutu dari suatu
simplisia berdasarkan ketentuan yang ada. Terlebih dahulu perlu pemahaman mengenai
obat alam , simplisia dan hubungan antara obat alam dengan simplisia.

          Obat Alam atau yang biasa disebut obat herbal adalah sediaan obat baik berupa oabat
tradisional, fitofarmaka dan farmasetik, dapat berupa simplisia ( bahan segar atau yang
dikeringkan ) ekstrak , kelompok senyawa atau senyawa murni yang berasal dari alam, yang
dimaksut dengan obat alami adalah obat asal tanaman.

B.      TUJUAN PRAKTIKUM

          a.    Mengetahui cara pembuatan simplisia yang baik.

          b.    Mengetahui mutu simplisia daun pacar air yang baik.

          c.    Mengetahui makroskopik dan mikroskopik pada simplisia Impatien Folium.

C.      PERUMUSAN MASALAH

1.       Bagaimanakah proses pembuatan simplisia yang baik pada daun pacar air ?

2.       Bagaimanakah mutu yang baik dari suatu simplisia ?

3.       Bagaimanakah cara melihat struktur organoleptis makroskopik serta mikroskopik


simpisia ?

BAB II
 

II.1    DASAR TEORI

          SIMPLISIA

                  Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan
yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
pelikan atau mineral.

1 .      Jenis Simplisia

a.            Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman
atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang
secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan
dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertent dipisahkan dari
tanamannya.

b.      Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

c.       Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni.

          Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka
simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk memenuhi persyarata minimal
tersebut, ada beberapa faktor yang berpengaruh , antara lain adalah :

1. Bahan baku simplisia.

2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia.

3. Cara penepakan dan penyimpanan simplisia.

Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga faktor tersebut
haus memenuhi persyaratan minimalyang ditetapkan.

A .     PEMBUATAN SIMPLISIA SECARA UMUM.

1.      BAHAN BAKU

Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati , merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi mutu simplisia. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat
dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah
tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau tempat lain, atau tanaman
yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias, tanaman
pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman
budidaya adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia.
Tanaman simplisia dapat di perkebunan yang luas, dapat diusahakan oleh petani
secara kecil-kecilan berupa tanaman tumpang sari atau Tanaman Obat Keluarga.
Tanaman Obat Keluarga adalah pemanfaatan pekarangan yang sengaja digunakan
untuk menanam tumbuhan obat.

2.      DASAR PEMBUATAN SIMPLISIA

a.   Simplisia dibuat dengan cara pengeringan

Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat,


tetapi dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu lama
akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang.
Pengeringan dengan suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia
pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk
simplisia yang memerlukan perajangan perlu diatur panjang perajangannya,
sehingga diperoleh tebal irisan yang pada pengeringan tidak mengalami
kerusakan.

b.   Simplisia dibuat dengan fermentasi.

Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak


berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.

c.    Simplisia dibuat dengan proses khusus.

Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati,


penyaringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang
pada prinsip bahwa pada simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu
sesuai dengan persyaratan.

d.   Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air.

Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air
yang digunakan harus terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen,
logam berat dan lain-lain.

3.      TAHAP PEMBUATAN


Pada umumya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :

A.    Pengumpulan Bahan Baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung
pada :

1.   Bagian tanaman yang digunakan.

2.   Umur tanaman yang digunakan.

3.   Waktu panen.

4.   Lingkungan tempat tumbuh.

Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di


dalam  bagian  tanaman  yang akan dipanen. Waktu  panen  yang  tepat  pada saat 
bagian  tanaman  tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah  yang terbesar.

Senyawa  aktif terbentuk  secara maksimal di dalam bagian  tanaman  atau 


tanaman  pada umur tertentu. Sebagai contoh pada  tanaman  Atropa belladonna, 
alkaloid  hiosiamina  mula-mula  terbentuk  dalam  akar. Dalam  tahun  pertama, 
pemben-

tukan  hiosiamina berpindah pada  batang yang  masih  hijau. Pada  tahun  kedua
batang  mulai  berlignin  dan kadar  hiosiamina mulai menurun  sedang pada daun
kadar hiosiamina makin  meningkat. Kadar alkaloid hios'amina tertinggi dicapai I 
dalam  pucuk  tanaman pada saat tanai  an berbunga dan kadar alkaloid  menurun 
pada saat  tanaman  berbualz  dan  niakin turun  ketika buah makin  tua. Contoh 
lain,  tanaman Menthapiperita  muda  mengandung  mentol  banyak  dalanl
daunnya. Kadar  rninyak  atsiri  dan mentol  tertinggi pada daun tanaman ini 
dicapai  pada  saat  tanaman  tepat  akan  berbunga.  Pada Cinnamornunz camphors,
kamfer akan terkumpul dalam kayu tanaman  yang  telah  tua. Penentuan  bagian 
tanaman  yang dikumpulkan dan  waktu  pengumpulan  secara  tepat  memerlukan 
penelitian.  Di  samping waktu  panen  yang dikaitkan  dengan  umur,  perlu
diperhatikan  pula  saat panen dalam sehari. Contoh, simplisia  yang mengandung
minyak atsiri  lebih  baik dipanen  pada  pagi  hari. Dengan  demikian  untuk 
menentukan  waktu  panen  dalam  sehari perlu dipertimbangkan stabilitas
kimiawi  dan  fisik  senyawa  aktif  dalam  simplisia  terhadap panas sinar matahari.

Secara garis besar, pedoman  panen  sebagai  berikut  :

1.          Tanaman  yang  pada  saat  panen  diambil  bijinya  yang telah tua  seperti 
kedawung (Parkia rosbbrgii), pengambilan  biji ditandai  dengan  telah
mengeringnya  buah.  Sering pula  pemetikan  dilakukan sebelum kering benar, 
yaitu  sebelum buah pecah  secara  alami dan  biji  terlempar jauh,  misal jarak 
(Ricinus cornrnunis).

2.          Tanaman  yang pada saat  panen  diambil  buahnya, waktu pengambilan 
sering dihubungkan  dengan tingkat  kemasakan, yang ditandai dengan 
terjadinya perubahan  pada  buah seperti perubahan  tingkat  kekerasan misal
labu merah (Cucurbita  n~oscllata).  Perubahan warna, misalnya  asam 
(Tarnarindus indica), kadar air buah, misalnya belimbing wuluh (Averrhoa 
belimbi),  jeruk  nipis  (Citrui aurantifolia)  perubahan  bentuk  buah,  misalnya 
mentimun  (Cucurnis sativus), pare (Mornordica charantia).

3.   Tanaman  yang pada saat panen diambil daun pucuknya pengambilan 


dilakukan pada  saat  tanaman  mengalami  perubahan  pertumbuhan  dari
vegetatif  ke  generatif. Pada saat itu penumpukan  senyawa  aktif  dalam kondisi 
tinggi,  se-

     hingga  mempunyai mutu  yang  terbaik.  Contoh  tanaman yang diambil  daun
pucuk  ialah kumis kucing (Orthosiphon starnineus).

4.   Tanaman  yang  pada saat  panen  diambil  daun  yang telah tua, daun  yang
diambil dipilih yang  telah membuka  sempurna  dan  terletak di bagian  cabang
atau  batang yang menerima  sinar matahari sempurna. Pada  daun tersebut 
terjadi  kegiatan  asimilasi  yang  sempurna. Contoh  panenan  ini misal 
sembung  (Blumea balsamifera).

5.   Tanaman  yang pada  saat panen diambil kulit batang, pengambilan 


dilakukan  pada saat  tanaman  telah  cukup umur. Agar  pada saat pengambilan
tidak mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada musim  yang
menguntungkan pertumbuhan antara  lain menjelang musim kemarau.

6.   Tanaman  yang pada saat  panen  diambil  umbi  lapis,  pengambilan 


dilakukan  pada saat umbi mencapai  besar maksimum  dan  pertumbuhan  pada
bagian  di atas tanah berhenti misalnya bawang merah (Allium cepa).

7.   Tanaman yang pada  saat  panen  diambil rimpangnya, pengambilan


dilakukan  pada musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian atas
tanaman. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan  besar maksimum. Panen 
dapat  dilakukan dengan  tangan,  menggunakan alat atau menggunakan  mesin. 
Dalam  ha1 ini keterampilan  pemetik diperlukan, agar diperoleh simplisia yang
benar, tidak tercampur  dengan  bagian  lain  dan  tidak merusak  tanaman 
induk. Alat  atau mesin  yang digunakan untuk memetik perlu dipilih yang 
sesuai. Alat  yang  terbuat  dari logam sebaiknya tidak digunakan  bila 
diperkirakan  akan merusak  senyawa aktif  siniplisia  seperti fenol, glikosida 
dan sebagainya. Cara  pengambilan  bagian  tanaman  untuk penibuatan 
simplisia dapat dilihat pada  tabel  I  hal. 6.

B.       SORTASI BASAH

Sortasi basah  dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran  atau  bahan-bahan 


asing  lainnya dari bahan  simplisia. Misalnya  pada  simplisia  yang  dibuat  dari
akar suatu  tanaman obat,  bahan-bahan  asing  seperti  tanah,  kerikil,  rumput, 
batang,  daun, akar  yang telah  rusak, serta pengotoran  lainnya harus  dibuang. 
Tanah mengandung  bermacam-macam mikroba  dalam  jurnlah  yang  tinggi,  oleh 
karena  itu  pembersihan simplisia  dari  tanah  yang  terikut dapat  mengurangi 
jumlah mikroba awal.

C.       PENCUCIAN
Pencucian dilakukan  untuk  menghilangkan  tanah dan  pengotoran lainnya yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian  dilakukan dengan air bersih, misalnya air
dari mata air, air sumur  atau  air  PAM. Bahan simplisia  yang mengandung  zat
yang mudah  larut  di  dalam  air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam 
waktu  yang  sesingkat  mungkin.  Menurut Frazier  (1978),  pencucian sayur-
sayuran  satu  kali  dapat menghilangkan  25% dari jumlah mikroba awal, jika 
dilakukan pencucian  sebanyak  tiga  kali, jumlah mikroba yang  tertinggal hanya 
42% dari jumlah  mikroba  awal.  Pencucian tidak dapat membersihkan  simplisia 
dari semua mikroba karena  air  pencucian  yang  digunakan biasanya 
mengandung juga  sejumlah mikroba. Cara  sortasi dan pencucian  sangat
mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba  awal simplisia. Misalnya jika air yang
digunakan  untuk  pencucian  kotor,  maka jumlah mikroba  pada permukaan 
bahan  simplisia  dapat bertambah dan air yang terdapat  pada  permukaan bahan 
tersebut  dapat  menipercepat pertumbuhan  mikroba.  Bakteri yang  umuln 
terdapat  dalam air  adalah  Pseudomonas, Proteus,Micrococcus, Bacillus,
Streptococcus, Enterobacter  dan  Escherishia.  Pada  simplisia akar,  batang  atau 
buah  dapat  pula dilakukan  pengupasan  kulit  luarnya untuk mengurangi  jumlah
mikroba awal karena  sebagian  besar jumlah  mikroba  biasanya  terdapat  pada 
permukaan  bahan  simplisia.  Bahan  yang telah  dikupas  tersebut mungkin tidak
memerlukan  pencucian jika  cara pengupasannya dilakukan dengan tepat dan
bersih.

D.      PERAJANGAN

        Beberapa  jenis  bahan  simplisia perlu mengalami  proses perajangan.


Perajangan bahan  simplisia  dilakukan  untuk mempermudah  proses 
pengeringan, pengepakan  dan  penggilingan. Tanaman  yang baru diambil  jangan 
langsung  dirajang tetapi dijemur dalam  keadaan  utuh  selama  1  hari. Perajangan
dapat dilakukan  dengan  pisau, dengan  alat  mesin  perajang  khusus sehingga 
diperoleh  irisan  tipis  atau  potongan  dengan  ukuran yang  dikehendaki.

        Semakin  tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, 
sehingga  mempercepat waktu  pengeringan. Akan  tetapi  irisan  yang  terlalu  tipis
juga  dapat menyebabkan berkurangnya  atau  hilangnya  zat  berkhasiat  yang
mudah menguap. Sehingga mempengaruhi  komposisi bau  dan rasa yang
diinginkan. Oleh  karena  itu bahan  simplisia  seperti  temulawak,  temu  giring,
jahe,  kencur dan  bahan  sejenis  lainnya dihindari perajangan yang terlalu  tipis 
untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan 
seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah. Penjemuran  sebelum  perajangan 
diperlukan  untuk mengurangi pewarnaan  akibat  reaksi  antara bahan dan logam
pisau. Pengeringan  dilakukan  dengan sinar  matahari  selama  satu hari.
E.       PENGERINGAN

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah 


rusak,sehingga dapat disimpan dalam waktu yang  lebih lama. Dengan mengurangi
kadar  air dan menghentikan  reaksi  enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau
perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu
dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.Enzim
tertentu dalam sel,masih dapat bekerja,menguraikan senyawa aktif sesaat setelah
sel mati dan selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air
tertentu. Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi
enzimatik yang merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara
proses-proses metabolisme, yakni proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi
sel. Keseimbangan ini hilang segera setelah sel tumbuhan mati. Sebelum tahun
1950, sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut lebih dahulu 
dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk menghentikan reaksi enzimatik.
Cara yang lazim dilakukan pada saat itu, merendam bahan simplisia dengan etanol 
70 % atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian selanjutnya diketahui
bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung  bila  kadar  air  dalam  simplisia  kurang
dari  10%.

Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau 


menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses
pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, Waktu
pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak 
dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan
simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia
kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara
pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya "Face hardening", yakni
bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini 
dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan
yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air
permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan
tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan
selanjutnya. "Face hardening" dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di
bagian dalarn bahan yang dikeringkan.

Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya.


Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 90°C, tetapi suhu yang
terbaik adalah tidak melebihi 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa
aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu
serendah mungkin, misalnya 300 sampai 450 C, atau dengan cara pengeringan
vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari
pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga tergantung
pada bahan simplisia,cara pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan.
Kelembaban akan menurun selama berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai 
cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang. Pada dasarnya dikenal dua
cara pengeringan yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan.

1.    Pengeringan Alamiah.

Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang
dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :

a.      Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk
mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji 
dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil.
Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia
merupakan suatu cara yang mudah dan murah, yang dilakukan dengan cara 
membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara  terbuka di atas 
tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan
aliran udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung
kepada keadaan iklim, sehingga cara ini hanya baik dilakukan di daerah  yang
udaranya panas atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan
atau cuaca yang mendung dapat memperpanjang waktu pengeringan
sehingga memberi kesempatan pada kapang atau mikroba lainnya untuk
tumbuh sebelum simplisia tersebut kering. F'IDC (Food Technology 
Development Center IPB) telah merancang dan membuat suatu alat pengering
dengan menggunakan sinar matahari, sinar matahari tersebut ditampung
pada permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini
kemudian dialirkan keatas rak-rak pengering yang diberi atap  tembus cahaya
di atasnya sehingga rnencegah bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun
hujan. Alat ini telah digunakan untuk mengeringkan singkong yang  telah
dirajang dengan demikian dapat pula digunakan untuk mengeringkan 
simplisia.

b.    Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari


langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman 
yang lunak seperti bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa
aktif mudah menguap.

 
 

2.    Pengeringan Buatan

        Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar


matahari dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan
menggunakan suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan
dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai
berikut:  “udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor,
mesin disel  atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan
atau lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan di
atas rak-rak pengering”. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering
yang sederhana, praktis dan murah dengan hasil yang cukup baik.

     Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan 


mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu 
pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai
contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk
penjemuran  dengan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia kering dengan
kadar air 10% sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat pengering dapat
diperoleh simplisia  dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8  jam.

        Daya  tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada


jenis  simplisia, kadar airnya dan cara penyimpanannya. Beberapa simplisia yang
dapat  tahan lama dalam penyimpanan jika kadar airnya diturunkan 4 sampai
8%, sedangkan simplisia lainnya rnungkin masih dapat tahan selama
penyimpanan dengan kadar air 10 sampai 12%.

F.        SORTASI KERING

        Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan 


simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-
bagian  tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masill
ada dan  tertinggal pada sirnplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia
dibungkus untuk  kernudian disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi
disini dapat dilakukan dengan  atau secara mekanik. Pada simplisia bentuk
rimpang sering jurnlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan
harus dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir,  besi dan benda-benda
tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.
 

G.      PENYIMPANAN DAN PENGEPAKAN

       Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar
dan dalam, antara lain :

  1. Cahaya               :    Sinar dari panjang gelombang tertentu


dapat menimbulkan  perubahan kimia pada simplisia, misalnya
isomerisasi,  polimerisasi, rasemisasi dan sebagainya.

          2.  Oksigen udara   :    Senyawa tertentu dalam simplisia


dapat mengalami perubahan kimiawi oleh pengaruh oksigen
udara terjadi  oksidasi dan perubahan ini dapat berpengaruh
pada bentuk  simplisia, misalnya, yang semula cair dapat
berubah menjadi kental atau padat, berbutir-butir dan
sebagainya.

       3.  Reaksi kimia intern : perubahan kimiawi dalam simplisia


yang dapat  disebabkan oleh reaksi kimia intern, misalnya oleh
enzim,  polimerisasi, oto-oksidasi dan sebagainya.

4.  Dehidrasi           :    Apabila kelembaban luar lebih rendah dari


simplisia, maka  simplisia secara perlahan-lahan akan
kehilangan sebagian  airnya sehingga rnakin lama makin
mengecil (kisut).

       5.  Penyerapan air   :    Simplisia yang higroskopik, misalnya


agar-agar, bila  disimpan dalam wadah yang terbuka akan 
menyerap lengas  udara sehingga menjadi kempal basah atau
mencair.

            6.  Pengotoran              :      Pengotoran pada simplisia dapat


disebabkan oleh berbagai  sumber, misalnya debu atau pasir,
ekskresi hewan, bahan-bahan asing (misalnya minyak yang
tertumpah) dan fragmen wadah (karung goni).

       7.  Serangga           :    Serangga dapat menitnbulkan kerusakan


dan pengotoran pada simplisia, baik oleh bentuk ulatnya maupin
oleh bentuk  dewasanya. Pengotoran tidak hanya berupa kotoran
serangga, tetapi juga sisa-sisa metamorfosa seperti cangkang
telur, bekas kepompong, anyaman benang bungkus kepompong,
bekas kulit serangga dan sebagainya.
       8.  Kapang              :    Bila kadar air dalam simplisia terlalu
tinggi, maka simplisia  dapat berkapang. Kerusakan yang timbul
tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia, tetapi juga akan
merusak  susunan kimia zat yang dikandung dan malahan dari 
kapangnya dapat mengeluarkan toksin yang dapat mengganggu
kesehatan.

          B.   METODOLOGI DAN PARAMTER STANDARISASI SIMPLISIA

                  Ada tiga Parameter standarisasi simplisia sebagai bahan baku yang


diperlukan dalam analisa mutu siplisia , yaitu :

1.    Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran Simplisia ) :

a.  Pengujian Organoleptik

b. Pengujian Makroskopik

c.  Pengujian Mikroskopik

2.    Parameter Non Spesifik :

a.  Penetapan kadar air dengan destilasi

b. Penetapan susut pengeringan

c.  Penetapan kadar abu

d. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

e.  Penetapan kadar sari yang larut dalam air

f.  Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

g. Uji cemaran mikroba

3.    Parameter Spesifik :

a.  Identifikasi kimia terhadap senyawa yang disari

                 Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran simplisia )

1.    Uji Organoleptik

Dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekhususan bau dan rasa simplisia
yang diuji.

2.    Uji Makroskopik


Dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa alat, untuk mencari
kekhususan morfologi, ukuran dan warna simplisia yang diuji.

3.    Uji Mikroskopik

Dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya


disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji dapat berupa sayatan
maupun serbuk. Tujuannya adalah untuk mencari unsur-unsur anatomi
jaringan yang khas. Dari pengujian ini akan diketahui jenis simplisia
berdasarkan fragmen pengenal yang spesifik bagi masing-masing simplisia.
Serbuk yang diperiksa adalah serbuk yang homogen dengan derajat kehalusan
4/18 yang dipersyaratkan oleh MMI. Ada 4 cara pengamatan menggunakan
mikroskop yaitu :

1.    MIKROSKOPIK 1

Menggunakan medium air atau gliserin. Digunakan untuk mendeteksi hablur


lepas, butir pati, butir tepung sari, serabut, sel batu, rambut penutup, rambut
kelenjar lepas serta beberapa jenis jaringan khas lainnya.

2.    MIKROSKOPIK 2

Serbuk terlebih dahulu dididihkan dalam larutan kloral hidra. Butir pati akan
larut akan larut dan jaringan yang berisi klorofil menjadi jernih sehingga
pengamatan dapat lebih jelas. Akan tampak sel-sel epidermis , mesofil, rongga
minyak, parenkim, hablur, sistolit dll.

3.    MIKROSKOPIK 3

·                    Diakukan pewarnaan terhadap serbuk. Sebaiknya dilakukan setelah


serbuk dijernihkan dengan chloral hidrat, namun dalam hal-hal tertentu
boleh langsung menambahkan pereaksi tanpa didahului penjernihan
jaringan.

·           Pereaksi yang biasa digunakan misalnya floroglusin-asam klorida akan


menimbulkan warna merah pada sel yang berisi lignin ( sel batu, serabut
dan xilem ).

4.    MIKROSKOPIK 4

Dilakukan terhadap serbuk yang telah diabukan. Uji ini khusus ditujukan
untuk mendeteksi ada tidaknya kerangka silika pada tanaman yang banyak
mengandung silika seperti familia Poaceae / Gramineae dan Equisetaceae.

4. Parameter Non-Spesifik

     1.  Penetapan Kadar Air ( MMI )

            Kandungan air yang berlebihan pada bahan / sediaan obat tradisional
akan mempercepat pertumbuhan mikroba dan juga dapat mempermudah
terjadinya hidrolisa terhadap kandungan kimianya sehingga dapat
mengakibatkan penurunan mutu dari obat tradisional. Oleh karena itu batas
kandungan air pada suatu simplisia sebaiknya dicantumkan dalam suatu
uraian yang menyangkut persyaratan dari suatu simplisia.

            Tujuan dari penetapan kadar air adalah utuk mengetahui batasan


maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan. Hal ini
terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut.
Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna
untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia
dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10%. Penetapan
kadar air dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu ;

a.         Metode Titrimetri

Metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan
anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang
bereaksi dengan ion hydrogen. Kelemahan metode ini adalah stoikiometri
reaksi tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada beberapa faktor
seperti kadar relatif komponen pereaksi, sifat pelarut inert yang digunakan
untuk melarutkan zat dan teknik yang digunakan pada penetapan tertentu.
Metode ini juga perlu pengamatan titik akhir titrasi yang bersifat relatif
dan diperlukan sistem yang terbebas dari kelembaban udara ( Anonim,
1995 ).

Zat yang akan diperiksa dimasukkan kedalam labu melalui pipa pengalir
nitrogen atau melalui pipa samping yang dapat disumbat. Pengadukan
dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen yang telah dikeringkan atau
dengan pengaduk magnit. Penunjuk titik akhir terdiri dari batere kering
1,5 volt atau 2 volt yang dihubungkan dengan tahanan variable lebih
kurang 2.000 ohm. Tahanan diatur sedemikian sehingga arus utama yang
cocok yang melalui elektroda platina berhubungan secara seri dengan
mikroammeter. Setiap kali penambahan pereaksi Karl Fishcer, penunjuk
mikroammeter akan menyimpang tetapi segera kembali ke kedudukan
semula. Pada titik akhir, penyimpangan akan tetap selama waktu yang
lebih lama. Pada zat-zat yang melepaskan air secara perlahan-lahan,
umumnya dilakukan titrasi tidak langsung.

b.        Metode Azeotropi ( Destilasi Toluena ).

Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan
berulang ulang kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik
untuk mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem yang digunakan
tertutup dan tidak dipengaruhi oleh kelembaban ( Anonim, 1995 ).

Kadar air (V/B) = Vol. Air yang terukur / bobot awal simplisia x 100%.

c.         Metode Gravimetri.

Dengan menghitung susut pngeringan hingga tercapai bobot tetap (


Anonim, 1995 ).

2      Penetapan Susut Pengeringan ( MMI )

Susut pngeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat.kecuali


dinyatakan lain , suhu peetapan adalah 105oC , keringkan pada suhu
penetapan hingga bobot tetap. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu
penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5oC dan 10oC dibawah
suhu leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan
selama waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap.

Susut pengeringan = (bobot awal – bobot akhir) / bobot awal x 100% Untuk
simplisia yang tidak mengandung minyak atsiridan sisa pelarut organik
menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan
air karena simplisia berada di atmoster dan ligkungan terbuka sehingga
dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan penyimpanan.

3      Penetapan Kadar Abu (MMI)

Penetapan kadar abu merupakan cara untuk mengetahui sisa yang tidak
menguap dari suatu simplisia pada pembakaran. Pada penetapan kadar abu
total, abu dapat berasal dari bagian jaringan tanaman sendiri atau dari
pengotoran lain misalnya pasir atau tanah.

 
 

4.    Penetapan Kadar Abu yang tidak larut Asam (MMI)

Ditujukan untuk mengetahui jumlah pengotoran yang berasal dari pasir atau
tanah silikat.

5.    Penetapan Kadar Sari yang larut dalam air (MMI)

Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat


tersari dengan air dari suatu simplisia.

6.    Penetapan Kadar Sari yang larut dalam etanol (MMI)

Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat


tersari dengan etanol dari suatu simplisia.

7.    Uji Cemaran Mikroba

a.       Uji Aflatoksin

Uji ini bertujuan untuk mengetahui cemaran aflatoksin yang dihasilkan


oleh jamur Aspergillus flavus.

b.      Uji Angka Lempeng Total

Untuk mengetahui jumlah mikroba/bakteri dalam sample. Batasan angka


lempengan total yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan yaitu 10oC
FU/gram.

c.       Uji Angka Kapang

Untuk mengetahui adanya cemaran kapang, batasan angka lempeng total


yang ditetapkan oleh Kemenkes yaitu 104 CFU/gram.

5.    Parameter Spesifik ( Pengujian Secara Kimia ).

Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia. Uji
kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa
tertentu dari simplisia. Biasanya dilakukan dengan analisa kromatografi lapis
tipis (KLT). Sebelum dilakukan KLT perlu dilakukan preparasi dengan penyarian
senyawa kimia aktif dari simplisia yang masih kasar.

Identifikasi kimia terhadap senyawa tersari


Kandungan kimia simplisia nabati pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai
berikut : minyak atsiri, karotenoid, steroid, triterpenoid, alkaloid, asam lemak,
senyawa fenolik ( fenol-fenol asam fenolat, fenil propanolol, flavonoid,
antrakuinon, antosianin, xanton) asam organik, glikosida, saponin, tani,
karbohidrat dan lain-lain.

Simplisia yang diuji adalah simplisia tunggal yang berupa rajangan serbuk,
ekstrak atau dalam bentuk sediaan. Mula-mula serbuk simplisia disari dengan
larutan penyari yang berbeda-beda polaritasnya berturut-turut pelarut non
polar, pelarut kurang polar. Masing-masing pelarut secara selektif akan
memisahkan kelompok kandungan kimia tersebut. Pelarut yang bersifat non
polar seperti eter minyak tanah (petroleum eter) atau heksan. Pelarut kurang
polar seperti eter, clhoroform dll. Pelarut yang polar seperti etanol, air atau
campuran keduanya dengan berbagai perbandingan, umumnya dipakai etanol
air 70%.

Penyarian dilakukan dengan cara pengocokan berkali-kali sehingga hasil


pengocokan terakhir bila diuapkan tidak meninggalkan sisa, atau dengan alat
soxhlet.

Untuk cara pengocokan dianjurkan untuk melakukan perendaman awal dengan


cairan penyari selama satu malam. Penggunaan alat soxhlet hanya dianjurkan
untuk penyariankandungan kimia yang telah diketahui stabil. Penggunaan eter
sebagai cairan penyari tidak dianjurkan mengingat sifatnya yang mudah
terbakar.

Dengan cara diatas akan diperoleh 3 macam sari yaitu :

1.    Sari dalam eter minyak tanah atau heksana

Sari ini mengandung zat-zat kimia yang larut dalam minyak misalnya minyak
atsiri, lemak dan asam lemak tinggi, steroid, dan triterpenoid, kerotenoid.
Selain kelompok tersebut diatas, kemungkinan terkandung pada klorofil dan
resin yang disebut senyawa pengotor.

2.    Sari dalam eter atau kloroform

Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagi berikut :

a.      Alkaloid
b.      Senyawa fenolik :     * fenol-fenol

                                 * asam fenolat

                                 * fenil propanoid

                                 * flavonoid

                                 * antrakuinon

                                 * xanton dan stilben

                          c.    Koponen minyak atsiri tertentu

                          d.    Asam lemak.

                     3.  Sari dalam etanol-air

                          Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagai berikut :

a.       Garam alkaloid, alkaloid basa kuartener, amina teroksidasi.

b.      Antosianin

c.       Glikosida

d.      Saponin

e.       Tanin

f.       Karbohidrat

 
di ketiak. Daun kelopak 3 atau 5, lepas atau sebagian melekat,
bertaji. Daun kelopak samping berbentuk corong miring, berwarna,
dan terdapat noda kuning di dalamnya. Sedikit di atas pangkal
daun mahkota memanjang menjadi taji dengan panjang 0,2-2 cm.
Daun mahkota 5, lepas. Daun mahkota samping berbentuk jantung
terbalik dengan panjang 2-2,5 cm, yang 2 bersatu dengan kuku,
yang lain lepas tidak berkuku dan lebih pendek. Ada 5 benangsari
dengan tangkai sari yang pendek, lepas, agak bersatu. Kepala
sarinya bersatu membentuk tudung putih. Bunga terkumpul 1-3.
Setiap tangkai hanya berbunga 1 dan tangkainya tidak beruas.
Memiliki 5 kepala putik.

Buah                             :            Buah kecil-kecil bentuk kapsul. Bakal


buah menumpang, beruang 4-5. Dalam satu ruangan tersebut
terdapat dua atau lebih bakal biji. Buah membuka kenyal dan
termasuk buah batu dengan 5 inti. Bentuk buah elliptis, pecah
menurut ruang secara kenyal.

Biji           :                    Benihnya endospermic. Embrio akan


mengalami diferensiasi.

Sebaran dunia:              Tanaman ini berasal dari Asia Selatan (India)
dan Asia Tenggara. Diperkenalkan di Amerika sekitar abad 19. Di
Indonesia, tanaman ini tersebar merata dan dipakai sebagai
tanaman hias.

Sinonim  :                    Impatiens cornuta, Linn. Impatiens hortensis,


Desf.  Impatiens mutila, D.C. I.triflora Blanco Balsamina mutila, DC.
(Zainab dan Sumiwi, 2007).

          2.    Kandungan Kimia

                 a.  Nama Senyawa      :         Kumarin

                 b.  Struktur Senyawa Kumarin :

                 c.  Termasuk Golongan senyawa fenol.


                 d. Jalur Biosintesis      :

     Kumarin adalah senyawa fenol yang pada umumnya berasal dari tumbuhan
tinggi dan jarang sekali ditemukan pada mikroorganisme. Dari segi biogenetik,
kerangka benzopiran-2-on dari kumarin berasal dari asam-asam sinamat, melalui
orto-hidroksilasi. Asam orto-kumarat yang dihasilkan setelah menjalani
isomerisasi cis-trans, menjalani kondensasi.

        Penelitian mengenai biosintesis kumarin pada beberapa jenis tumbuhan


ternyata mendukung biosintesa ini. Walaupun demikian, mekanisme dari
sebagian besar tahap-tahap reaksi tersebut masih belum jelas. Misalnya reaksi
isomerisasi cis-trans dari asam orto-hidroksikumarat mungkin berlangsung
dengan katalis enzim atau melalui proses fotokimia atau suatu proses reduksi-
dehidrogenasi yang beruntun.

                 e.  Sifat Fisika dan Kimia    :

                     1) Titik leleh 199-201 ºC.

                     2) Massa relatif 192 dengan rumus molekul C10H8O4 (Adfa, 2006).

          3.    Efek in vitro/ Farmakologi

     Senyawa murni hasil isolasi (1,4-naftoquinon yang tersubstitusi gugus metoksi)
memperlihatkan aktivitas antibakteri 0,5-0,6 kali tetrasiklin terhadap bakteri
uji Staphylococcusaureus dan Bacillus cereus (Adfa, 2007).

     Telah dilakukan pengujian aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol tanaman pacar
air (Impatiens balsamina  L.) dengan menggunakan metode induksi edema oleh
karagenan pada kaki tikus putih jantan. Ekstrak etanol pacar air diberikan per oral
dengan dosis 250, 500, dan 1000mg/Kg BB. Indometasin 10 mg/Kg BB digunakan
sebagai kontrol positif. Hasil pengujianmenunjukkan bahwa ketiga dosis ekstrak
memiliki aktivitas antiinflamasi yang berbeda nyatadibandingkan dengan kontrol.
Persentase inhibisi radang rata-rata dibandingkan terhadap kontrol negatif sebesar
49,05, 26,8, dan 40,90% masing-masing untuk ekstrak dosis 250,  500, dan 1000
mg/Kg, dan 69,33%untuk indometasin 10 mg/Kg (Sumiwi, 2007).

          4.    Analisis
                 a.  Ekstraksi dan Isolasi

     Sebanyak 3 kg sampel daun segar Impatiens balsamina  L. dimaserasi dengan


metanol 10 L selama 5 hari,  kemudian difraksinasi dengan heksana dan
dilanjutkan  dengan etil asetat. Sebanyak 10 g ekstrak etil asetat  dikromatografi
kolom menggunakan fasa diam silika  gel dan eluen n-heksana, kloroform, etil
asetat, metanol  dengan sistem step gradient polarity.  Didapat 5 fraksi, fraksi IV
dilanjutkan dengan KLT  preparatif menggunakan silika gel G. Noda
yangberfluoresensi biru dikerok lalu direndam dengan metanol selama 1 malam,
disaring dan dipekatkan  dengan menggunakan rotary evaporator,
dilanjutkan  dengan rekristalisasi menggunakan kloroform : n-heksana  didapat
amorf kuning seberat 6 mg dengan  titik leleh 199-201ºC. Setelah dilakukan
kromatografi  lapisan tipis dengan pengungkap noda lampu UV 365  nm serta
disemprot dengan NaOH 10% dalam metanol,  memperlihatkan 1 noda biru
terang, selanjutnya dengan uap I2 tetap 1 noda (Adfa, 2006).

                 b.  Kualitatif dan Kuantitatif

        Analisis kualitatif metabolit sekunder kultur sel pacar dilakukan terhadap


kandungan naftokinon, flavonoid, kumarin dan saponin dengan metode
kromatografi lapis tipis. Analisis kuantitatif kandungan kumarin dalam kultur
suspensi sel dilakukan dengan metode TLC Scanner(Zainab, 2007).

                 c.  Standarisasi

     Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia yang spesifik adalah, serbuk
sari berbentuk oval, rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat rapida, dan
papilla.  Hasil karakteristik serbuk simplisia bunga pacar air merah diperoleh
kadar air 9,31%, Kadar sari yang larut dalam air 19,62%, kadar sari yang larut
dalam etanol 12,80%, Kadar abu total 1,14%, dan kadar abu yang tidak larut
dalam asam 0,25% (Anonim, 2007).

5.    Manfaat Tanaman Pacar Air

     Pacar air berkasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah
dan disembuhkan oleh tumbuhan pacar air adalah: tumor usus, kanker saluran pencernaan, usus buntu,
menurunkan kolesterol, tekanan darah tinggi, rematik, pembengkakan, sakit pinggang, kaku pinggang,
leher kaku, tarsuga (terkena duri ikan ditenggorokan), sigurdongon (peradangan dipinggir kuku),
merangsang pertumbuhan rambut, pewarnaan kuku seperti kuteks, dan lain-lain.

         
 

BAB III

          III.1    SKEMA KERJA PEMBUATAN SIMPLISIA DAUN PACAR AIR

A.  PEMBUATAN SIMPLISIA PACAR AIR

Siapkan Daun Pacar Air 1 kg

PENGERINGAN

SORTASI KERING

PERAJANGAN

SORTASI BASAH

Daun Pacar Air Dicuci dengan Aquadest


 

 
 

PENGHALUSAN SIMPLISIA
 

B.      UJI MUTU SIMPLISIA / STANDARISASI SIMPLISIA

UJI MAKROSKOPIK
         

UJI MIKROSKOPIK

UJI PARAMETER SPESIFIK

UJI PARAMETER NON-SPESIFIK


 

 
 

III.2  LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

NO PROSEDUR KERJA KETERANGAN

1. Pemilihan Bahan Baku a.    Bahan baku           : Daun segar bunga


pacar air
 
 

b.    Waktu Panen         : Dipetik usia tanam 2


bulan.

2. Sortasi Basah  

Bahan baku dibersihkan dari pengotor


daun kering, kotoran belalang dan tanah
yang tercampur pada daun.
3. Pencucian  

Setelah di sortasi bahan dicuci dengan


aquadest.

4. Berat Basah Bahan Baku 124,36 gram

5. Cara Pengubahan Bentuk Dengan dirajang secara vertikal beraturan.

a.          Cara
6. Pengeringan
pengeringan    : 
Dijemur dibawah
sinar   matahari tidak
langsung.

 
b.     Lama pengeringan :      7 hari
c.      Berat kering           :      56,4 gram
d.     Kadar air                :      45,26 %
a.       Bentuk                  :       Serbuk halus
7. Pemeriksaan
b.      Warna                    :       Hijau tua
Organoleptik
c.       Bau                        :       Khas Aromatik
d.      Rasa                      :       Pahit

8. Pemeriksaan Serbuk simplisia berbentuk hablur


Makroskopik berwarna hujau tua dengan rasa pahit, dan
bau khas aromatik.

9. Pemeriksaan Pemeriksaan mikroskopik didapat rambut


Mikroskopik penutup multiseluler, kalsium oksalat
rapida, dan papilla.

10. Penetapan kadar air  


dengan cara Destilasi
11. Penetapan susut  
pengeringan

12. Penetapan kadar abu  

13. Penetapan kadar abu  


yang tidak larut dalam
asam

14. Penetapan kadar sari  


yang larut dalam air
15. Penetapan kadar sari  
yang larut dalam etanol

16. Uji Cemaran Mikroba  

17. Identifikasi Kimia  


Terhadap Senyawa yang
Tersari
 

BAB IV

IV.1  PEMBAHASAN

          Dari hasil praktikum pembuatan simplisia daun impatiens balsamina didapat serbuk
kering simplisia daun pacar air sebanyak 56,4 gram dengan kadar air kurng lebih 45,26%.
Dalam uji standarisasi mikroskopik daun pacar air terdapat rambut penutup multiseluler,
kalsium oksalat rapida, dan papilla. Uji mikroskopik menunjukkan bahwa simplisia yang
dibuat telah memenuhi standart yang telah ditetapkan, tetapi standart yang digunakan blum
diklarifikasi secara resmi oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia karena dalam
beberapa literatur menyatakan standart yang berbeda beda. Akan tetapi dalam literatur
dapat ditemukan kesamaan kandungan mikroskopik, jadi literatur yang saya gunakan
adalah  acuan yang memiliki kesamaan dalam pemeriksaan mikroskopik. Oleh karena itu uji
mikroskopik simplisia daun pacar air masih belum bisa dinyatakan secara resmi memenuhi
standart atau tidak. Utuk pemeriksaan uji parameter non-spesifik dan spesifik masih belum
bisa dilaksanakan karena masih diperlukan beberapa literatur yang lebih akurat, dan
karena penyimpanan yang kurang baik simplisia yang digunakan menjadi bulukan. Untuk
melanjutkan uji pemeriksaan lainnya diperlukan beberapa waktu lagi untuk proses
pemanenan tanaman.

IV.2  KESIMPULAN

          Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembuatan simplisia daun
pacar air didapat hasil akhir hablur berwarna hijau dengan berat 56,4 gram dan kadar air
45,26%. Serta hasil uji mikroskopik didapat rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat
rapida, dan papilla.

IV.3  SARAN

          Dalam penentuan standart yang baik perlu dilkukan percobaan yang berulang agar
parameter pembanding bisa lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA
 

1.          Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

2.          Anonim, !995, Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

3.          Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1987, Analisis Obat Tradisional,


Jakarta, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.

4.          Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Penuntun cara modern menganalisa
tumbuhan, Bandung ITB.

5.      Mukherjee, P.K., 2002, Quality Control of Herbal Drugs, an approach to evaluation
ouf botanicals. New Delhi, Business Horizons.

6.      Anonim, 2007, Karakterisasi Simplisia dan Isolasi Senyawa Antosianin dari Bunga
TanamanPacar Air (Impatiens balsamina Linn.), (online),
(http://gradienfmipaunib.files.wordpress.com/2008/07/morina2.pdf, diakses 20 Mei
2010).

7.      Adfa, M., 2006, 6-Metoksi, 7-Hidroksi Kumarin dari Daun Pacar Air (Impatiens


balsamina L.) Berwarna Merah, (online),
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17037/6/Abstract.pdf, diakses 20 Mei
2010).

Komentar

Lihat Versi Desktop Situs Saya

Diberdayakan oleh Google Sites

Anda mungkin juga menyukai