Anda di halaman 1dari 26

Tahapan Pembuatan simplisia :

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
perubahan apapun dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan.

^Pengumpulan bahan baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia tergantung pada bagian tanaman yang digunakan,
umur tanaman atau bagian tanaman saat panen, waktu panen, dan lingkungan tempat tumbuh.
Jika penanganan ataupun pengolahan simplisia tidak benar maka mutu produk yang dihasilkan
kurang berkhasiat atau kemungkinan dapat menimbulkan toksik apabila dikonsumsi.

^Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan bahan-bahan asing yang tidak berguna atau
berbahaya dalam pembuatan simplisia Penyortiran segera dilakukan setelah bahan selesai
dipanen, bahan yang mati, tumbuh lumut ataupun tumbuh jamur segera dipisahkan yang
dimungkinkan mencemari bahan hasil panen.

^Pencucian

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan mengurangi mikroba-mikroba yang


menempel pada bahan. Pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk
menghindari larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam simplisia. Pencucian harus
menggunakan air bersih, seperti air dari mata air, sumur atau PAM.

^Pengubahan bentuk

Pengubahan bentuk dilakukan bertujuan untuk memperluas permukaan sehingga lebih cepat
kering tanpa pemanasan yang berlebih. Pengubahan bentuk dilakukan dengan menggunakan
pisau tajam yang terbuat dari bahan steinles.

^Pengeringan

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara,
waktu pengeringan (cepat), dan luas permukaan bahan. suhu pengeringan bergantung pada
simplisia dan cara pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan antara suhu 30o-90o C.

Pengeringan dilakukan untuk mengeluarkan atau menghilangkan air dari suatu bahan dengan
menggunakan sinar matahari. Cara ini sederhana dan hanya memerlukan lantai jemur. Simplisia
yang akan dijemur disebar secara merata dan pada saat tertentu dibalik agar panas merata.
Cara penjemuran semacam ini selain murah juga praktis, namun juga ada kelemahan yaitu suhu
dan kelembaban tidak dapat terkontrol, memerlukan area penjemuran yang luas, saat
pengeringan tergantung cuaca, mudah terkontaminasi dan waktu pengeringan yang lama.
Dengan menurunkan kadar air dapat mencegah tumbuhnya kapang dan menurunkan reaksi
enzimatik sehingga dapat dicegah terjadinya penurunan mutu atau pengrusakan simplisia.
Secara umum kadar air simplisia tanaman obat maksimal 10%.

Pengeringan dapat memberikan keuntungan antara lain memperpanjang masa simpan,


mengurangi penurunan mutu sebelum diolah lebih lanjut, memudahkan dalam pengangkutan,
menimbulkan aroma khas pada bahan serta memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.

^Sortasi kering

Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi adalah
untuk memisahkan benda asing, seperti bagian-bagian yang tidak diinginkan dan pengotoran-
pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal.

^Pengemasan dan Penyimpanan

Setelah bersih, simplisia dikemas dengan menggunakan bahan yang tidak berracun/tidak
bereaksi dengan bahan yang disimpan. Pada kemasan diberi dicantumkan nama bahan dan
bagian tanaman yang digunakan. Tujuan pengepakan dan penyimpanan adalah untuk
melindungi agar simplisia tidak rusak atau berubah mutunya karena beberapa faktor, baik dari
dalam maupun dari luar. Simplisia disimpan di tempat yang kering, tidak lembab, dan terhindar
dari sinar matahari langsung.

www.ilmukita.com
Telusuri situs ini
BERANDA
MATERI KULIAH >
PEMBUATAN SIMPLISIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Di Indonesia banyak berbagai macam tumbuhan obat yang telah diteliti oleh para ahli yang
mana sampai sekarang tercantum pada buku-buku maupun artikel obat tradisional. Tumbuhan obat
atau yang biasa dikenal dengan obat herbal adalah sediaan obat baik berupa obat tradisional ,
fitofarmaka dan farmasetika, dapat berupa simplisia ( bahan segar atau yang dikeringkan ) ekstrak,
kelompok senyawa atau senyawa murni berasal dari alam, yang dimaksut dengan obat alami adalah
obat asal tanaman.

Indonesia sangat kaya akan kekayaan alam yang melimpah, mulai dari tanaman herbal sampai
mineral tersimpat dalam bumi pertiwi. Dijaman yang berkembang banyak Ilmuwan bahkan
Mahasiswa dari berbagai universitas berlomba-lomba untuk mengembangkan tanaman obat. Dari
sekian banyak tanaman obat ada salah satu tanaman yang berkasiat obat yaitu Impatien balsamina
atau yang biasa disebut bunga pacar air ini telah diteliti bahawa kandungan fitokimia yang
terkandung didalamnya dapat berkhasiat sebagai obat. Penelitian terhadap tanaman ini kebanyakan
tertuju pada uji fitokimia dan uji aktivasi, tetapi untuk literatur mengenai deskripsi, morfologi dan uji
mutu simplisia tanaman pacar air masih minim bahkan dalam buku Materia Medika Indonesia pacar
air belum diklarifikasi secara detail. Hanya beberapa artikel dan e-book saja yang membahas
tanaman ini.

Maka dari itu perlu perhatian yang cukup mengenai tanaman ini untuk lebih dikembangkan,
karena selain menambah jenis tanaman obat kita dapat memberikan data mengenai bentuk
makroskopik dan mikroskopik tanaman pacar air.
Dari uraian diatas maka dari itu diharapkan praktikan untuk mencari data tentang simplisia
yang akan diteliti terlebih dahulu untuk dapat membandingkan mutu dari suatu simplisia
berdasarkan ketentuan yang ada. Terlebih dahulu perlu pemahaman mengenai obat alam , simplisia
dan hubungan antara obat alam dengan simplisia.

Obat Alam atau yang biasa disebut obat herbal adalah sediaan obat baik berupa oabat
tradisional, fitofarmaka dan farmasetik, dapat berupa simplisia ( bahan segar atau yang dikeringkan )
ekstrak , kelompok senyawa atau senyawa murni yang berasal dari alam, yang dimaksut dengan obat
alami adalah obat asal tanaman.

B. TUJUAN PRAKTIKUM

a. Mengetahui cara pembuatan simplisia yang baik.

b. Mengetahui mutu simplisia daun pacar air yang baik.

c. Mengetahui makroskopik dan mikroskopik pada simplisia Impatien Folium.

C. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah proses pembuatan simplisia yang baik pada daun pacar air ?

2. Bagaimanakah mutu yang baik dari suatu simplisia ?

3. Bagaimanakah cara melihat struktur organoleptis makroskopik serta mikroskopik simpisia ?

BAB II
II.1 DASAR TEORI

SIMPLISIA

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan.
Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.

1. Jenis Simplisia

a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat
tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang
dengan cara tertent dipisahkan dari tanamannya.

b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau zat-zat berguna
yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

c. Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang
belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka simplisia
harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk memenuhi persyarata minimal tersebut, ada
beberapa faktor yang berpengaruh , antara lain adalah :

1. Bahan baku simplisia.

2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia.

3. Cara penepakan dan penyimpanan simplisia.

Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga faktor tersebut haus
memenuhi persyaratan minimalyang ditetapkan.

A. PEMBUATAN SIMPLISIA SECARA UMUM.

1. BAHAN BAKU

Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati , merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi mutu simplisia. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar
atau berupa tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di
hutan atau tempat lain, atau tanaman yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai
tanaman hias, tanaman pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman
budidaya adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia. Tanaman simplisia
dapat di perkebunan yang luas, dapat diusahakan oleh petani secara kecil-kecilan berupa tanaman
tumpang sari atau Tanaman Obat Keluarga. Tanaman Obat Keluarga adalah pemanfaatan
pekarangan yang sengaja digunakan untuk menanam tumbuhan obat.
2. DASAR PEMBUATAN SIMPLISIA

a. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan

Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat, tetapi dengan suhu yang
tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu lama akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh
ditumbuhi kapang. Pengeringan dengan suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada
kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk simplisia yang memerlukan
perajangan perlu diatur panjang perajangannya, sehingga diperoleh tebal irisan yang pada
pengeringan tidak mengalami kerusakan.

b. Simplisia dibuat dengan fermentasi.

Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak berkelanjutan kearah yang
tidak diinginkan.

c. Simplisia dibuat dengan proses khusus.

Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati, penyaringan sari air dan
proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa pada simplisia yang
dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan persyaratan.

d. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air.

Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang digunakan harus
terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen, logam berat dan lain-lain.

3. TAHAP PEMBUATAN

Pada umumya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :

A. Pengumpulan Bahan Baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada :

1. Bagian tanaman yang digunakan.

2. Umur tanaman yang digunakan.

3. Waktu panen.

4. Lingkungan tempat tumbuh.

Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam bagian
tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut
mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.
Senyawa aktif terbentuk secara maksimal di dalam bagian tanaman atau tanaman pada umur
tertentu. Sebagai contoh pada tanaman Atropa belladonna, alkaloid hiosiamina mula-mula
terbentuk dalam akar. Dalam tahun pertama, pemben-

tukan hiosiamina berpindah pada batang yang masih hijau. Pada tahun kedua batang mulai
berlignin dan kadar hiosiamina mulai menurun sedang pada daun kadar hiosiamina makin
meningkat. Kadar alkaloid hios'amina tertinggi dicapai I dalam pucuk tanaman pada saat tanai an
berbunga dan kadar alkaloid menurun pada saat tanaman berbualz dan niakin turun ketika buah
makin tua. Contoh lain, tanaman Menthapiperita muda mengandung mentol banyak dalanl
daunnya. Kadar rninyak atsiri dan mentol tertinggi pada daun tanaman ini dicapai pada saat
tanaman tepat akan berbunga. Pada Cinnamornunz camphors, kamfer akan terkumpul dalam kayu
tanaman yang telah tua. Penentuan bagian tanaman yang dikumpulkan dan waktu
pengumpulan secara tepat memerlukan penelitian. Di samping waktu panen yang dikaitkan
dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Contoh, simplisia yang
mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen pada pagi hari. Dengan demikian untuk
menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisik
senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.

Secara garis besar, pedoman panen sebagai berikut :

1. Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua seperti kedawung (Parkia
rosbbrgii), pengambilan biji ditandai dengan telah mengeringnya buah. Sering pula pemetikan
dilakukan sebelum kering benar, yaitu sebelum buah pecah secara alami dan biji terlempar jauh,
misal jarak (Ricinus cornrnunis).

2. Tanaman yang pada saat panen diambil buahnya, waktu pengambilan sering dihubungkan
dengan tingkat kemasakan, yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada buah seperti
perubahan tingkat kekerasan misal labu merah (Cucurbita n~oscllata). Perubahan warna, misalnya
asam (Tarnarindus indica), kadar air buah, misalnya belimbing wuluh (Averrhoa belimbi), jeruk
nipis (Citrui aurantifolia) perubahan bentuk buah, misalnya mentimun (Cucurnis sativus), pare
(Mornordica charantia).

3. Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya pengambilan dilakukan pada saat
tanaman mengalami perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke generatif. Pada saat itu
penumpukan senyawa aktif dalam kondisi tinggi, se-

hingga mempunyai mutu yang terbaik. Contoh tanaman yang diambil daun pucuk ialah kumis
kucing (Orthosiphon starnineus).

4. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun yang diambil dipilih yang
telah membuka sempurna dan terletak di bagian cabang atau batang yang menerima sinar
matahari sempurna. Pada daun tersebut terjadi kegiatan asimilasi yang sempurna. Contoh
panenan ini misal sembung (Blumea balsamifera).

5. Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan pada saat
tanaman telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan,
sebaiknya dilakukan pada musim yang menguntungkan pertumbuhan antara lain menjelang musim
kemarau.
6. Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis, pengambilan dilakukan pada saat umbi
mencapai besar maksimum dan pertumbuhan pada bagian di atas tanah berhenti misalnya
bawang merah (Allium cepa).

7. Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan dilakukan pada musim
kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam keadaan ini rimpang dalam
keadaan besar maksimum. Panen dapat dilakukan dengan tangan, menggunakan alat atau
menggunakan mesin. Dalam ha1 ini keterampilan pemetik diperlukan, agar diperoleh simplisia
yang benar, tidak tercampur dengan bagian lain dan tidak merusak tanaman induk. Alat atau
mesin yang digunakan untuk memetik perlu dipilih yang sesuai. Alat yang terbuat dari logam
sebaiknya tidak digunakan bila diperkirakan akan merusak senyawa aktif siniplisia seperti fenol,
glikosida dan sebagainya. Cara pengambilan bagian tanaman untuk penibuatan simplisia dapat
dilihat pada tabel I hal. 6.

B. SORTASI BASAH

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari
bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-
bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta
pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam
jurnlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat
mengurangi jumlah mikroba awal.

C. PENCUCIAN

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang melekat pada
bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur atau
air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut di dalam air yang mengalir,
pencucian agar dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978),
pencucian sayur-sayuran satu kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika
dilakukan pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah
mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba karena air
pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga sejumlah mikroba. Cara sortasi dan
pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang
digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat
bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat menipercepat
pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umuln terdapat dalam air adalah Pseudomonas,
Proteus,Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter dan Escherishia. Pada simplisia akar,
batang atau buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah
mikroba awal karena sebagian besar jumlah mikroba biasanya terdapat pada permukaan bahan
simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut mungkin tidak memerlukan pencucian jika cara
pengupasannya dilakukan dengan tepat dan bersih.

D. PERAJANGAN

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan bahan
simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan.
Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama
1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga
diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki.

Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga
mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan
berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap. Sehingga mempengaruhi
komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak,
temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk
mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak
bertambah. Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan akibat
reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari selama satu
hari.

E. PENGERINGAN

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,sehingga dapat
disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi
enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam
simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik
lainnya.Enzim tertentu dalam sel,masih dapat bekerja,menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel
mati dan selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan
yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak terjadi karena
adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses sintesis, transformasi dan
penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang segera setelah sel tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950,
sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut lebih dahulu dilakukan proses
stabilisasi yaitu proses untuk menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim dilakukan pada saat
itu, merendam bahan simplisia dengan etanol 70 % atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil
penelitian selanjutnya diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bila kadar air dalam
simplisia kurang dari 10%.

Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau menggunakan suatu alat
pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan,
kelembaban udara, aliran udara, Waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan
bahan simplisia tidak dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan
simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang tidak
mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat
mengakibatkan terjadinya "Face hardening", yakni bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian
dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu
pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air
permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan tersebut, sehingga
permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. "Face hardening" dapat
mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalarn bahan yang dikeringkan.

Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan simplisia
dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60°C.
Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap
harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 300 sampai 450 C, atau dengan cara
pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari
pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga tergantung pada bahan
simplisia,cara pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan. Kelembaban akan menurun
selama berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan digunakan
orang. Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan.

1. Pengeringan Alamiah.

Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang dikeringkan, dapat
dilakukan dua cara pengeringan :

a. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk mengeringkan bagian tanaman
yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang
relatif stabil. Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia merupakan
suatu cara yang mudah dan murah, yang dilakukan dengan cara membiarkan bagian yang telah
dipotong-potong di udara terbuka di atas tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl
suhu, kelembaban dan aliran udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung
kepada keadaan iklim, sehingga cara ini hanya baik dilakukan di daerah yang udaranya panas atau
kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang mendung dapat
memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi kesempatan pada kapang atau mikroba
lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia tersebut kering. F'IDC (Food Technology Development
Center IPB) telah merancang dan membuat suatu alat pengering dengan menggunakan sinar
matahari, sinar matahari tersebut ditampung pada permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan
tertentu. Panas ini kemudian dialirkan keatas rak-rak pengering yang diberi atap tembus cahaya di
atasnya sehingga rnencegah bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah digunakan
untuk mengeringkan singkong yang telah dirajang dengan demikian dapat pula digunakan untuk
mengeringkan simplisia.

b. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Cara ini
terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga, daun, dan
sebagainya dan mengandung senyawa aktif mudah menguap.

2. Pengeringan Buatan

Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar matahari dapat diatasi
jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan suatu alat atau mesin pengering
yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan
adalah sebagai berikut: “udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor, mesin
disel atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang berisi
bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan di atas rak-rak pengering”. Dengan prinsip ini
dapat diciptakan suatu alat pengering yang sederhana, praktis dan murah dengan hasil yang cukup
baik.

Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih
baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat, tanpa
dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3
hari untuk penjemuran dengan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar air
10% sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat pengering dapat diperoleh simplisia dengan
kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8 jam.

Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada jenis simplisia, kadar
airnya dan cara penyimpanannya. Beberapa simplisia yang dapat tahan lama dalam penyimpanan
jika kadar airnya diturunkan 4 sampai 8%, sedangkan simplisia lainnya rnungkin masih dapat tahan
selama penyimpanan dengan kadar air 10 sampai 12%.

F. SORTASI KERING

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan
sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan
dan pengotoran-pengotoran lain yang masill ada dan tertinggal pada sirnplisia kering. Proses ini
dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus untuk kernudian disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal,
sortasi disini dapat dilakukan dengan atau secara mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang sering
jurnlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan harus dibuang. Demikian pula adanya
partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum
simplisia dibungkus.

G. PENYIMPANAN DAN PENGEPAKAN

Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar dan dalam,
antara lain :

1. Cahaya : Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat menimbulkan perubahan kimia
pada simplisia, misalnya isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi dan sebagainya.

2. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia dapat mengalami perubahan kimiawi
oleh pengaruh oksigen udara terjadi oksidasi dan perubahan ini dapat berpengaruh pada bentuk
simplisia, misalnya, yang semula cair dapat berubah menjadi kental atau padat, berbutir-butir dan
sebagainya.

3. Reaksi kimia intern : perubahan kimiawi dalam simplisia yang dapat disebabkan oleh reaksi
kimia intern, misalnya oleh enzim, polimerisasi, oto-oksidasi dan sebagainya.

4. Dehidrasi : Apabila kelembaban luar lebih rendah dari simplisia, maka simplisia secara
perlahan-lahan akan kehilangan sebagian airnya sehingga rnakin lama makin mengecil (kisut).

5. Penyerapan air : Simplisia yang higroskopik, misalnya agar-agar, bila disimpan dalam
wadah yang terbuka akan menyerap lengas udara sehingga menjadi kempal basah atau mencair.

6. Pengotoran : Pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh berbagai sumber,


misalnya debu atau pasir, ekskresi hewan, bahan-bahan asing (misalnya minyak yang tertumpah)
dan fragmen wadah (karung goni).

7. Serangga : Serangga dapat menitnbulkan kerusakan dan pengotoran pada simplisia,


baik oleh bentuk ulatnya maupin oleh bentuk dewasanya. Pengotoran tidak hanya berupa kotoran
serangga, tetapi juga sisa-sisa metamorfosa seperti cangkang telur, bekas kepompong, anyaman
benang bungkus kepompong, bekas kulit serangga dan sebagainya.

8. Kapang : Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka simplisia dapat
berkapang. Kerusakan yang timbul tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia, tetapi juga akan
merusak susunan kimia zat yang dikandung dan malahan dari kapangnya dapat mengeluarkan
toksin yang dapat mengganggu kesehatan.

B. METODOLOGI DAN PARAMTER STANDARISASI SIMPLISIA

Ada tiga Parameter standarisasi simplisia sebagai bahan baku yang diperlukan dalam analisa
mutu siplisia , yaitu :

1. Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran Simplisia ) :


a. Pengujian Organoleptik

b. Pengujian Makroskopik

c. Pengujian Mikroskopik

2. Parameter Non Spesifik :

a. Penetapan kadar air dengan destilasi

b. Penetapan susut pengeringan

c. Penetapan kadar abu

d. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

e. Penetapan kadar sari yang larut dalam air

f. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

g. Uji cemaran mikroba

3. Parameter Spesifik :

a. Identifikasi kimia terhadap senyawa yang disari

Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran simplisia )

1. Uji Organoleptik

Dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekhususan bau dan rasa simplisia yang diuji.

2. Uji Makroskopik

Dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa alat, untuk mencari kekhususan
morfologi, ukuran dan warna simplisia yang diuji.

3. Uji Mikroskopik

Dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya disesuaikan dengan


keperluan. Simplisia yang diuji dapat berupa sayatan maupun serbuk. Tujuannya adalah untuk
mencari unsur-unsur anatomi jaringan yang khas. Dari pengujian ini akan diketahui jenis simplisia
berdasarkan fragmen pengenal yang spesifik bagi masing-masing simplisia. Serbuk yang diperiksa
adalah serbuk yang homogen dengan derajat kehalusan 4/18 yang dipersyaratkan oleh MMI. Ada 4
cara pengamatan menggunakan mikroskop yaitu :

1. MIKROSKOPIK 1
Menggunakan medium air atau gliserin. Digunakan untuk mendeteksi hablur lepas, butir pati, butir
tepung sari, serabut, sel batu, rambut penutup, rambut kelenjar lepas serta beberapa jenis jaringan
khas lainnya.

2. MIKROSKOPIK 2

Serbuk terlebih dahulu dididihkan dalam larutan kloral hidra. Butir pati akan larut akan larut dan
jaringan yang berisi klorofil menjadi jernih sehingga pengamatan dapat lebih jelas. Akan tampak sel-
sel epidermis , mesofil, rongga minyak, parenkim, hablur, sistolit dll.

3. MIKROSKOPIK 3

· Diakukan pewarnaan terhadap serbuk. Sebaiknya dilakukan setelah serbuk dijernihkan


dengan chloral hidrat, namun dalam hal-hal tertentu boleh langsung menambahkan pereaksi tanpa
didahului penjernihan jaringan.

· Pereaksi yang biasa digunakan misalnya floroglusin-asam klorida akan menimbulkan warna
merah pada sel yang berisi lignin ( sel batu, serabut dan xilem ).

4. MIKROSKOPIK 4

Dilakukan terhadap serbuk yang telah diabukan. Uji ini khusus ditujukan untuk mendeteksi ada
tidaknya kerangka silika pada tanaman yang banyak mengandung silika seperti familia Poaceae /
Gramineae dan Equisetaceae.

4. Parameter Non-Spesifik

1. Penetapan Kadar Air ( MMI )

Kandungan air yang berlebihan pada bahan / sediaan obat tradisional akan mempercepat
pertumbuhan mikroba dan juga dapat mempermudah terjadinya hidrolisa terhadap kandungan
kimianya sehingga dapat mengakibatkan penurunan mutu dari obat tradisional. Oleh karena itu
batas kandungan air pada suatu simplisia sebaiknya dicantumkan dalam suatu uraian yang
menyangkut persyaratan dari suatu simplisia.

Tujuan dari penetapan kadar air adalah utuk mengetahui batasan maksimal atau rentang
tentang besarnya kandungan air dalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya
kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah
tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai
cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10%. Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan
3 cara yaitu ;

a. Metode Titrimetri
Metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan anhidrat belerang dioksida
dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion hydrogen. Kelemahan metode ini adalah
stoikiometri reaksi tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada beberapa faktor seperti kadar
relatif komponen pereaksi, sifat pelarut inert yang digunakan untuk melarutkan zat dan teknik yang
digunakan pada penetapan tertentu. Metode ini juga perlu pengamatan titik akhir titrasi yang
bersifat relatif dan diperlukan sistem yang terbebas dari kelembaban udara ( Anonim, 1995 ).

Zat yang akan diperiksa dimasukkan kedalam labu melalui pipa pengalir nitrogen atau melalui pipa
samping yang dapat disumbat. Pengadukan dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen yang telah
dikeringkan atau dengan pengaduk magnit. Penunjuk titik akhir terdiri dari batere kering 1,5 volt
atau 2 volt yang dihubungkan dengan tahanan variable lebih kurang 2.000 ohm. Tahanan diatur
sedemikian sehingga arus utama yang cocok yang melalui elektroda platina berhubungan secara seri
dengan mikroammeter. Setiap kali penambahan pereaksi Karl Fishcer, penunjuk mikroammeter akan
menyimpang tetapi segera kembali ke kedudukan semula. Pada titik akhir, penyimpangan akan tetap
selama waktu yang lebih lama. Pada zat-zat yang melepaskan air secara perlahan-lahan, umumnya
dilakukan titrasi tidak langsung.

b. Metode Azeotropi ( Destilasi Toluena ).

Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan berulang ulang kali di dalam
labu dan menggunakan pendingin balik untuk mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem yang
digunakan tertutup dan tidak dipengaruhi oleh kelembaban ( Anonim, 1995 ).

Kadar air (V/B) = Vol. Air yang terukur / bobot awal simplisia x 100%.

c. Metode Gravimetri.

Dengan menghitung susut pngeringan hingga tercapai bobot tetap ( Anonim, 1995 ).

2 Penetapan Susut Pengeringan ( MMI )

Susut pngeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat.kecuali dinyatakan lain , suhu
peetapan adalah 105oC , keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Jika suhu lebur zat
lebih rendah dari suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5oC dan 10oC dibawah
suhu leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama waktu yang
ditentukan atau hingga bobot tetap.

Susut pengeringan = (bobot awal – bobot akhir) / bobot awal x 100% Untuk simplisia yang tidak
mengandung minyak atsiridan sisa pelarut organik menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan
kadar air, yaitu kandungan air karena simplisia berada di atmoster dan ligkungan terbuka sehingga
dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan penyimpanan.

3 Penetapan Kadar Abu (MMI)

Penetapan kadar abu merupakan cara untuk mengetahui sisa yang tidak menguap dari suatu
simplisia pada pembakaran. Pada penetapan kadar abu total, abu dapat berasal dari bagian jaringan
tanaman sendiri atau dari pengotoran lain misalnya pasir atau tanah.
4. Penetapan Kadar Abu yang tidak larut Asam (MMI)

Ditujukan untuk mengetahui jumlah pengotoran yang berasal dari pasir atau tanah silikat.

5. Penetapan Kadar Sari yang larut dalam air (MMI)

Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dengan air dari
suatu simplisia.

6. Penetapan Kadar Sari yang larut dalam etanol (MMI)

Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dengan etanol dari
suatu simplisia.

7. Uji Cemaran Mikroba

a. Uji Aflatoksin

Uji ini bertujuan untuk mengetahui cemaran aflatoksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus.

b. Uji Angka Lempeng Total

Untuk mengetahui jumlah mikroba/bakteri dalam sample. Batasan angka lempengan total yang
ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan yaitu 10oC FU/gram.

c. Uji Angka Kapang

Untuk mengetahui adanya cemaran kapang, batasan angka lempeng total yang ditetapkan oleh
Kemenkes yaitu 104 CFU/gram.

5. Parameter Spesifik ( Pengujian Secara Kimia ).

Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia. Uji kandungan kimia
simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa tertentu dari simplisia. Biasanya
dilakukan dengan analisa kromatografi lapis tipis (KLT). Sebelum dilakukan KLT perlu dilakukan
preparasi dengan penyarian senyawa kimia aktif dari simplisia yang masih kasar.

Identifikasi kimia terhadap senyawa tersari

Kandungan kimia simplisia nabati pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut : minyak
atsiri, karotenoid, steroid, triterpenoid, alkaloid, asam lemak, senyawa fenolik ( fenol-fenol asam
fenolat, fenil propanolol, flavonoid, antrakuinon, antosianin, xanton) asam organik, glikosida,
saponin, tani, karbohidrat dan lain-lain.
Simplisia yang diuji adalah simplisia tunggal yang berupa rajangan serbuk, ekstrak atau dalam bentuk
sediaan. Mula-mula serbuk simplisia disari dengan larutan penyari yang berbeda-beda polaritasnya
berturut-turut pelarut non polar, pelarut kurang polar. Masing-masing pelarut secara selektif akan
memisahkan kelompok kandungan kimia tersebut. Pelarut yang bersifat non polar seperti eter
minyak tanah (petroleum eter) atau heksan. Pelarut kurang polar seperti eter, clhoroform dll.
Pelarut yang polar seperti etanol, air atau campuran keduanya dengan berbagai perbandingan,
umumnya dipakai etanol air 70%.

Penyarian dilakukan dengan cara pengocokan berkali-kali sehingga hasil pengocokan terakhir bila
diuapkan tidak meninggalkan sisa, atau dengan alat soxhlet.

Untuk cara pengocokan dianjurkan untuk melakukan perendaman awal dengan cairan penyari
selama satu malam. Penggunaan alat soxhlet hanya dianjurkan untuk penyariankandungan kimia
yang telah diketahui stabil. Penggunaan eter sebagai cairan penyari tidak dianjurkan mengingat
sifatnya yang mudah terbakar.

Dengan cara diatas akan diperoleh 3 macam sari yaitu :

1. Sari dalam eter minyak tanah atau heksana

Sari ini mengandung zat-zat kimia yang larut dalam minyak misalnya minyak atsiri, lemak dan asam
lemak tinggi, steroid, dan triterpenoid, kerotenoid. Selain kelompok tersebut diatas, kemungkinan
terkandung pada klorofil dan resin yang disebut senyawa pengotor.

2. Sari dalam eter atau kloroform

Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagi berikut :

a. Alkaloid

b. Senyawa fenolik : * fenol-fenol

* asam fenolat

* fenil propanoid

* flavonoid

* antrakuinon

* xanton dan stilben

c. Koponen minyak atsiri tertentu

d. Asam lemak.
3. Sari dalam etanol-air

Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagai berikut :

a. Garam alkaloid, alkaloid basa kuartener, amina teroksidasi.

b. Antosianin

c. Glikosida

d. Saponin

e. Tanin

f. Karbohidrat

II.2 TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman dan Simplisia

TAKSONOMI :

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Geraniales

Suku : Balsaminaceae

Marga : Impatiens

Jenis : Impatiens balsamina L.

DESKRIPSI

Habitat : Tumbuhan ini berupa herba tegak berbatang basah, yang tingginya ± 80 cm.

Akar : Terna ini berakar serabut.

Batang : Tinggi tanaman ini bisa mencapai satu meter berbatang basah, lunak, bulat,
bercabang,warna hijau kekuningan yang tebal. Arah tumbuhnya tegak, percabangannya
monopodial.

Daun : Daunnya tunggal, tersebar, berhadapan, atau dalam karangan. Bentuk


daun lanset memanjang, tepi daunnya bergerigi, ujung meruncing, tulang daun menyirip. Warna
daun hijau muda tanpa daun penumpu, jika ada daun penumpu bentuknya kelenjar. Bagian bawah
membentuk roset akar. Tulang daun menyirip. Luas daunnya sekitar 2 sampai 4 inchi. Pangkal daun
bergerigi tajam, runcing. Duduk daun spiral (daun muncul dari batang mengikuti arah spiral) dan
berhadapan.

Bunga : Tanaman ini memiliki aneka macam warana bunga. ada yang putih, merah,
ungu, kuning, jingga, dll. Jika pacar air yang berbeda warna disilangkan, maka akan terbentuk
keturunan yang beraneka ragam. Bunga zygomorph, berkelamin 2, di ketiak. Daun kelopak 3 atau 5,
lepas atau sebagian melekat, bertaji. Daun kelopak samping berbentuk corong miring, berwarna,
dan terdapat noda kuning di dalamnya. Sedikit di atas pangkal daun mahkota memanjang menjadi
taji dengan panjang 0,2-2 cm. Daun mahkota 5, lepas. Daun mahkota samping berbentuk jantung
terbalik dengan panjang 2-2,5 cm, yang 2 bersatu dengan kuku, yang lain lepas tidak berkuku dan
lebih pendek. Ada 5 benangsari dengan tangkai sari yang pendek, lepas, agak bersatu. Kepala sarinya
bersatu membentuk tudung putih. Bunga terkumpul 1-3. Setiap tangkai hanya berbunga 1 dan
tangkainya tidak beruas. Memiliki 5 kepala putik.

Buah : Buah kecil-kecil bentuk kapsul. Bakal buah menumpang, beruang 4-5.
Dalam satu ruangan tersebut terdapat dua atau lebih bakal biji. Buah membuka kenyal dan termasuk
buah batu dengan 5 inti. Bentuk buah elliptis, pecah menurut ruang secara kenyal.

Biji : Benihnya endospermic. Embrio akan mengalami diferensiasi.

Sebaran dunia: Tanaman ini berasal dari Asia Selatan (India) dan Asia Tenggara.
Diperkenalkan di Amerika sekitar abad 19. Di Indonesia, tanaman ini tersebar merata dan dipakai
sebagai tanaman hias.

Sinonim : Impatiens cornuta, Linn. Impatiens hortensis, Desf. Impatiens mutila, D.C.
I.triflora Blanco Balsamina mutila, DC. (Zainab dan Sumiwi, 2007).
2. Kandungan Kimia

a. Nama Senyawa : Kumarin

b. Struktur Senyawa Kumarin :

c. Termasuk Golongan senyawa fenol.

d. Jalur Biosintesis :

Kumarin adalah senyawa fenol yang pada umumnya berasal dari tumbuhan tinggi dan jarang
sekali ditemukan pada mikroorganisme. Dari segi biogenetik, kerangka benzopiran-2-on dari kumarin
berasal dari asam-asam sinamat, melalui orto-hidroksilasi. Asam orto-kumarat yang dihasilkan
setelah menjalani isomerisasi cis-trans, menjalani kondensasi.

Penelitian mengenai biosintesis kumarin pada beberapa jenis tumbuhan ternyata mendukung
biosintesa ini. Walaupun demikian, mekanisme dari sebagian besar tahap-tahap reaksi tersebut
masih belum jelas. Misalnya reaksi isomerisasi cis-trans dari asam orto-hidroksikumarat mungkin
berlangsung dengan katalis enzim atau melalui proses fotokimia atau suatu proses reduksi-
dehidrogenasi yang beruntun.

e. Sifat Fisika dan Kimia :

1) Titik leleh 199-201 ºC.

2) Massa relatif 192 dengan rumus molekul C10H8O4 (Adfa, 2006).

3. Efek in vitro/ Farmakologi

Senyawa murni hasil isolasi (1,4-naftoquinon yang tersubstitusi gugus metoksi) memperlihatkan
aktivitas antibakteri 0,5-0,6 kali tetrasiklin terhadap bakteri uji Staphylococcusaureus dan Bacillus
cereus (Adfa, 2007).

Telah dilakukan pengujian aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol tanaman pacar air (Impatiens
balsamina L.) dengan menggunakan metode induksi edema oleh karagenan pada kaki tikus putih
jantan. Ekstrak etanol pacar air diberikan per oral dengan dosis 250, 500, dan 1000mg/Kg BB.
Indometasin 10 mg/Kg BB digunakan sebagai kontrol positif. Hasil pengujianmenunjukkan bahwa
ketiga dosis ekstrak memiliki aktivitas antiinflamasi yang berbeda nyatadibandingkan dengan
kontrol. Persentase inhibisi radang rata-rata dibandingkan terhadap kontrol negatif sebesar 49,05,
26,8, dan 40,90% masing-masing untuk ekstrak dosis 250, 500, dan 1000 mg/Kg, dan 69,33%untuk
indometasin 10 mg/Kg (Sumiwi, 2007).
4. Analisis

a. Ekstraksi dan Isolasi

Sebanyak 3 kg sampel daun segar Impatiens balsamina L. dimaserasi dengan metanol 10 L selama
5 hari, kemudian difraksinasi dengan heksana dan dilanjutkan dengan etil asetat. Sebanyak 10 g
ekstrak etil asetat dikromatografi kolom menggunakan fasa diam silika gel dan eluen n-heksana,
kloroform, etil asetat, metanol dengan sistem step gradient polarity. Didapat 5 fraksi, fraksi IV
dilanjutkan dengan KLT preparatif menggunakan silika gel G. Noda yangberfluoresensi biru dikerok
lalu direndam dengan metanol selama 1 malam, disaring dan dipekatkan dengan menggunakan
rotary evaporator, dilanjutkan dengan rekristalisasi menggunakan kloroform : n-heksana didapat
amorf kuning seberat 6 mg dengan titik leleh 199-201ºC. Setelah dilakukan kromatografi lapisan tipis
dengan pengungkap noda lampu UV 365 nm serta disemprot dengan NaOH 10% dalam metanol,
memperlihatkan 1 noda biru terang, selanjutnya dengan uap I2 tetap 1 noda (Adfa, 2006).

b. Kualitatif dan Kuantitatif

Analisis kualitatif metabolit sekunder kultur sel pacar dilakukan terhadap kandungan naftokinon,
flavonoid, kumarin dan saponin dengan metode kromatografi lapis tipis. Analisis kuantitatif
kandungan kumarin dalam kultur suspensi sel dilakukan dengan metode TLC Scanner(Zainab, 2007).

c. Standarisasi

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia yang spesifik adalah, serbuk sari berbentuk oval,
rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat rapida, dan papilla. Hasil karakteristik serbuk simplisia
bunga pacar air merah diperoleh kadar air 9,31%, Kadar sari yang larut dalam air 19,62%, kadar sari
yang larut dalam etanol 12,80%, Kadar abu total 1,14%, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam
0,25% (Anonim, 2007).

5. Manfaat Tanaman Pacar Air

Pacar air berkasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Jenis-jenis penyakit yang dapat
dicegah dan disembuhkan oleh tumbuhan pacar air adalah: tumor usus, kanker saluran pencernaan,
usus buntu, menurunkan kolesterol, tekanan darah tinggi, rematik, pembengkakan, sakit pinggang,
kaku pinggang, leher kaku, tarsuga (terkena duri ikan ditenggorokan), sigurdongon (peradangan
dipinggir kuku), merangsang pertumbuhan rambut, pewarnaan kuku seperti kuteks, dan lain-lain.
BAB III

III.1 SKEMA KERJA PEMBUATAN SIMPLISIA DAUN PACAR AIR

A. PEMBUATAN SIMPLISIA PACAR AIR

Siapkan Daun Pacar Air 1 kg

PENGERINGAN

SORTASI KERING

PERAJANGAN

SORTASI BASAH

Daun Pacar Air Dicuci dengan Aquadest

PENGHALUSAN SIMPLISIA
B. UJI MUTU SIMPLISIA / STANDARISASI SIMPLISIA

UJI MAKROSKOPIK

UJI MIKROSKOPIK

UJI PARAMETER SPESIFIK

UJI PARAMETER NON-SPESIFIK


III.2 LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

NO
PROSEDUR KERJA
KETERANGAN
1.
Pemilihan Bahan Baku

a. Bahan baku : Daun segar bunga pacar air

b. Waktu Panen : Dipetik usia tanam 2 bulan.

2.
Sortasi Basah

Bahan baku dibersihkan dari pengotor daun kering, kotoran belalang dan tanah yang tercampur
pada daun.
3.
Pencucian

Setelah di sortasi bahan dicuci dengan aquadest.


4.
Berat Basah Bahan Baku
124,36 gram
5.
Cara Pengubahan Bentuk
Dengan dirajang secara vertikal beraturan.
6.
Pengeringan
a. Cara pengeringan : Dijemur dibawah sinar matahari tidak langsung.

b. Lama pengeringan : 7 hari


c. Berat kering : 56,4 gram
d. Kadar air : 45,26 %
7.
Pemeriksaan Organoleptik
a. Bentuk : Serbuk halus
b. Warna : Hijau tua
c. Bau : Khas Aromatik
d. Rasa : Pahit
8.
Pemeriksaan Makroskopik
Serbuk simplisia berbentuk hablur berwarna hujau tua dengan rasa pahit, dan bau khas aromatik.
9.
Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik didapat rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat rapida, dan papilla.
10.
Penetapan kadar air dengan cara Destilasi

11.
Penetapan susut pengeringan

12.
Penetapan kadar abu

13.
Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

14.
Penetapan kadar sari yang larut dalam air

15.
Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

16.
Uji Cemaran Mikroba

17.
Identifikasi Kimia Terhadap Senyawa yang Tersari

BAB IV

IV.1 PEMBAHASAN
Dari hasil praktikum pembuatan simplisia daun impatiens balsamina didapat serbuk kering
simplisia daun pacar air sebanyak 56,4 gram dengan kadar air kurng lebih 45,26%. Dalam uji
standarisasi mikroskopik daun pacar air terdapat rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat
rapida, dan papilla. Uji mikroskopik menunjukkan bahwa simplisia yang dibuat telah memenuhi
standart yang telah ditetapkan, tetapi standart yang digunakan blum diklarifikasi secara resmi oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia karena dalam beberapa literatur menyatakan standart
yang berbeda beda. Akan tetapi dalam literatur dapat ditemukan kesamaan kandungan mikroskopik,
jadi literatur yang saya gunakan adalah acuan yang memiliki kesamaan dalam pemeriksaan
mikroskopik. Oleh karena itu uji mikroskopik simplisia daun pacar air masih belum bisa dinyatakan
secara resmi memenuhi standart atau tidak. Utuk pemeriksaan uji parameter non-spesifik dan
spesifik masih belum bisa dilaksanakan karena masih diperlukan beberapa literatur yang lebih
akurat, dan karena penyimpanan yang kurang baik simplisia yang digunakan menjadi bulukan. Untuk
melanjutkan uji pemeriksaan lainnya diperlukan beberapa waktu lagi untuk proses pemanenan
tanaman.

IV.2 KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembuatan simplisia daun pacar air
didapat hasil akhir hablur berwarna hijau dengan berat 56,4 gram dan kadar air 45,26%. Serta hasil
uji mikroskopik didapat rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat rapida, dan papilla.

IV.3 SARAN

Dalam penentuan standart yang baik perlu dilkukan percobaan yang berulang agar parameter
pembanding bisa lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

2. Anonim, !995, Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.

3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1987, Analisis Obat Tradisional, Jakarta, Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.

4. Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Penuntun cara modern menganalisa tumbuhan,
Bandung ITB.

5. Mukherjee, P.K., 2002, Quality Control of Herbal Drugs, an approach to evaluation ouf
botanicals. New Delhi, Business Horizons.

6. Anonim, 2007, Karakterisasi Simplisia dan Isolasi Senyawa Antosianin dari Bunga TanamanPacar
Air (Impatiens balsamina Linn.), (online),
(http://gradienfmipaunib.files.wordpress.com/2008/07/morina2.pdf, diakses 20 Mei 2010).
7. Adfa, M., 2006, 6-Metoksi, 7-Hidroksi Kumarin dari Daun Pacar Air (Impatiens balsamina L.)
Berwarna Merah, (online), (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17037/6/Abstract.pdf,
diakses 20 Mei 2010).

Komentar
BERANDA
BIOLOGI S1 Farmasi
GRAND EXPO IIK
MATERI KULIAH
PEMBUATAN SIMPLISIA
Peta Situs
Kegiatan terbaru situs

Masuk|Aktivitas Situs Terbaru|Laporkan Penyalahgunaan|Cetak Laman|Diberdayakan oleh Google


Sites

Anda mungkin juga menyukai