PEMBUATAN SIMPLISIA
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan komplementer
DOSEN PEMBIMBING
Disusun oleh :
Devi Septiani 09180000084
N Siska adrianty p 09180000094
Riset nurmala 09180000095
Sania Rahma 08180000096
Silvi Oktavia 09180000101
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya
saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Salam serta salawat tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan alam Nabi besar
Muhammad SAW, seorang nabi yang telah membawa kita dari jaman kegelapan menuju
jaman yang terang benerang seperti yang kita rasakan seperti saat-saat sekarang ini.
Ucapan terimakasih juga kami haturkan kepada Bapak dosen yang telah ikut serta
dalam pembuatan makalah menjelaskan megenai” TAHAP TAHAP PEMBUATAN
SIMPLISIA ” makalah ini saya buat untuk memperdalam ilmu saya tentang perawatan
komplementer
Kami menyadari dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, hal ini
disebabkan terbatasnya kemampuan pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki, namun
demikian banyak pula pihak yang telah membantu kami dengan menyediakan sumber
informasi, memberikan masukan pemikiran, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini di waktu yang akan datang, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan orang banyak supaya mengetahui apa-apa yang
ada dalam pelajaran komunikasi dalam keperawatan.
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Di Indonesia banyak berbagai macam tumbuhan obat yang telah diteliti oleh para ahli
yang mana sampai sekarang tercantum pada buku-buku maupun artikel obat tradisional.
Tumbuhan obat atau yang biasa dikenal dengan obat herbal adalah sediaan obat baik berupa
obat tradisional , fitofarmaka dan farmasetika, dapat berupa simplisia ( bahan segar atau yang
dikeringkan ) ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni berasal dari alam, yang
dimaksut dengan obat alami adalah obat asal tanaman.
Indonesia sangat kaya akan kekayaan alam yang melimpah, mulai dari tanaman herbal
sampai mineral tersimpat dalam bumi pertiwi. Dijaman yang berkembang banyak Ilmuwan
bahkan Mahasiswa dari berbagai universitas berlomba-lomba untuk mengembangkan
tanaman obat.
Obat Alam atau yang biasa disebut obat herbal adalah sediaan obat baik berupa oabat
tradisional, fitofarmaka dan farmasetik, dapat berupa simplisia ( bahan segar atau yang
dikeringkan ) ekstrak , kelompok senyawa atau senyawa murni yang berasal dari alam, yang
dimaksut dengan obat alami adalah obat asal tanaman.
B. TUJUAN
C. PERUMUSAN MASALAH
PEMBAHASAN
SIMPLISIA
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan
yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
pelikan atau mineral.
1. Jenis Simplisia
a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman
atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang
secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari
selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertent dipisahkan dari
tanamannya.
b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
c. Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni.
Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga faktor tersebut
haus memenuhi persyaratan minimalyang ditetapkan.
1. BAHAN BAKU
Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati , merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi mutu simplisia. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat
dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah
tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau tempat lain, atau tanaman
yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias, tanaman
pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman
budidaya adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia.
Tanaman simplisia dapat di perkebunan yang luas, dapat diusahakan oleh petani
secara kecil-kecilan berupa tanaman tumpang sari atau Tanaman Obat Keluarga.
Tanaman Obat Keluarga adalah pemanfaatan pekarangan yang sengaja digunakan
untuk menanam tumbuhan obat.
Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air
yang digunakan harus terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen,
logam berat dan lain-lain.
3. TAHAP PEMBUATAN
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung
pada :
tukan hiosiamina berpindah pada batang yang masih hijau. Pada tahun kedua
batang mulai berlignin dan kadar hiosiamina mulai menurun sedang pada daun
kadar hiosiamina makin meningkat. Kadar alkaloid hios'amina tertinggi dicapai I
dalam pucuk tanaman pada saat tanai an berbunga dan kadar alkaloid menurun
pada saat tanaman berbualz dan niakin turun ketika buah makin tua. Contoh
lain, tanaman Menthapiperita muda mengandung mentol banyak dalanl
daunnya. Kadar rninyak atsiri dan mentol tertinggi pada daun tanaman ini
dicapai pada saat tanaman tepat akan berbunga. Pada Cinnamornunz camphors,
kamfer akan terkumpul dalam kayu tanaman yang telah tua. Penentuan bagian
tanaman yang dikumpulkan dan waktu pengumpulan secara tepat memerlukan
penelitian. Di samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu
diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Contoh, simplisia yang mengandung
minyak atsiri lebih baik dipanen pada pagi hari. Dengan demikian untuk
menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi
dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.
1. Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua seperti
kedawung (Parkia rosbbrgii), pengambilan biji ditandai dengan telah
mengeringnya buah. Sering pula pemetikan dilakukan sebelum kering benar,
yaitu sebelum buah pecah secara alami dan biji terlempar jauh, misal jarak
(Ricinus cornrnunis).
4. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun yang
diambil dipilih yang telah membuka sempurna dan terletak di bagian cabang
atau batang yang menerima sinar matahari sempurna. Pada daun tersebut
terjadi kegiatan asimilasi yang sempurna. Contoh panenan ini misal
sembung (Blumea balsamifera).
B. SORTASI BASAH
C. PENCUCIAN
D. PERAJANGAN
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air,
sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis
juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang
mudah menguap. Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang
diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temu giring,
jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis
untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya
jumlah mikroba tidak bertambah. Penjemuran sebelum perajangan diperlukan
untuk mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau.
Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari selama satu hari.
E. PENGERINGAN
1. Pengeringan Alamiah.
Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang
dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :
2. Pengeringan Buatan
Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar
dan dalam, antara lain :
a. Pengujian Organoleptik
b. Pengujian Makroskopik
c. Pengujian Mikroskopik
3. Parameter Spesifik :
1. Uji Organoleptik
Dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekhususan bau dan rasa simplisia
yang diuji.
2. Uji Makroskopik
Dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa alat, untuk mencari
kekhususan morfologi, ukuran dan warna simplisia yang diuji.
3. Uji Mikroskopik
1. MIKROSKOPIK 1
2. MIKROSKOPIK 2
Serbuk terlebih dahulu dididihkan dalam larutan kloral hidra. Butir pati akan
larut akan larut dan jaringan yang berisi klorofil menjadi jernih sehingga
pengamatan dapat lebih jelas. Akan tampak sel-sel epidermis , mesofil,
rongga minyak, parenkim, hablur, sistolit dll.
3. MIKROSKOPIK 3
4. MIKROSKOPIK 4
Dilakukan terhadap serbuk yang telah diabukan. Uji ini khusus ditujukan
untuk mendeteksi ada tidaknya kerangka silika pada tanaman yang banyak
mengandung silika seperti familia Poaceae / Gramineae dan Equisetaceae.
4. Parameter Non-Spesifik
a. Metode Titrimetri
Metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan
anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang
bereaksi dengan ion hydrogen. Kelemahan metode ini adalah
stoikiometri reaksi tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada
beberapa faktor seperti kadar relatif komponen pereaksi, sifat pelarut
inert yang digunakan untuk melarutkan zat dan teknik yang digunakan
pada penetapan tertentu. Metode ini juga perlu pengamatan titik akhir
titrasi yang bersifat relatif dan diperlukan sistem yang terbebas dari
kelembaban udara ( Anonim, 1995 )
Zat yang akan diperiksa dimasukkan kedalam labu melalui pipa pengalir
nitrogen atau melalui pipa samping yang dapat disumbat. Pengadukan
dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen yang telah dikeringkan atau
dengan pengaduk magnit. Penunjuk titik akhir terdiri dari batere kering
1,5 volt atau 2 volt yang dihubungkan dengan tahanan variable lebih
kurang 2.000 ohm. Tahanan diatur sedemikian sehingga arus utama yang
cocok yang melalui elektroda platina berhubungan secara seri dengan
mikroammeter. Setiap kali penambahan pereaksi Karl Fishcer, penunjuk
mikroammeter akan menyimpang tetapi segera kembali ke kedudukan
semula. Pada titik akhir, penyimpangan akan tetap selama waktu yang
lebih lama. Pada zat-zat yang melepaskan air secara perlahan-lahan,
umumnya dilakukan titrasi tidak langsung.
Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan
berulang ulang kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik
untuk mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem yang digunakan
tertutup dan tidak dipengaruhi oleh kelembaban ( Anonim, 1995 ).
Kadar air (V/B) = Vol. Air yang terukur / bobot awal simplisia x 100%.
c. Metode Gravimetri.
Susut pengeringan = (bobot awal – bobot akhir) / bobot awal x 100% Untuk
simplisia yang tidak mengandung minyak atsiridan sisa pelarut organik
menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan
air karena simplisia berada di atmoster dan ligkungan terbuka sehingga
dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan penyimpanan.
Penetapan kadar abu merupakan cara untuk mengetahui sisa yang tidak
menguap dari suatu simplisia pada pembakaran. Pada penetapan kadar abu
total, abu dapat berasal dari bagian jaringan tanaman sendiri atau dari
pengotoran lain misalnya pasir atau tanah.
Ditujukan untuk mengetahui jumlah pengotoran yang berasal dari pasir atau
tanah silikat.
a. Uji Aflatoksin
Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia. Uji
kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa
tertentu dari simplisia. Biasanya dilakukan dengan analisa kromatografi lapis
tipis (KLT). Sebelum dilakukan KLT perlu dilakukan preparasi dengan
penyarian senyawa kimia aktif dari simplisia yang masih kasar.
Simplisia yang diuji adalah simplisia tunggal yang berupa rajangan serbuk,
ekstrak atau dalam bentuk sediaan. Mula-mula serbuk simplisia disari dengan
larutan penyari yang berbeda-beda polaritasnya berturut-turut pelarut non polar,
pelarut kurang polar. Masing-masing pelarut secara selektif akan memisahkan
kelompok kandungan kimia tersebut. Pelarut yang bersifat non polar seperti eter
minyak tanah (petroleum eter) atau heksan. Pelarut kurang polar seperti eter,
clhoroform dll. Pelarut yang polar seperti etanol, air atau campuran keduanya
dengan berbagai perbandingan, umumnya dipakai etanol air 70%.
Sari ini mengandung zat-zat kimia yang larut dalam minyak misalnya
minyak atsiri, lemak dan asam lemak tinggi, steroid, dan triterpenoid,
kerotenoid. Selain kelompok tersebut diatas, kemungkinan terkandung pada
klorofil dan resin yang disebut senyawa pengotor.
a. Alkaloid
* asam fenolat
* fenil propanoid
* flavonoid
* antrakuinon
d. Asam lemak.
b. Antosianin
c. Glikosida
d. Saponin
e. Tanin
f. Karbohidrat
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
2. SARAN
Dalam penentuan standart yang baik perlu dilkukan percobaan yang berulang agar
parameter pembanding bisa lebih akurat.