Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FARMAKOGNOSI I

TAHAP PEMBUATAN SIMPLISIA

Dosen Pengampu :
Yuliantia, M.Farm
Cyntia Wulandari, M.Farm

Asisten Dosen :
Rani Meilana W

Disusun Oleh :
Ilman Fardiansyah 066120121
3D Farmasi

LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Pembuatan Simplisia ini dengan baik meskipun masih terdapat banyak kekurangan. Kami
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita dalam Mata Kuliah Farmakognosi.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik atau
saran untuk perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang. Mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi setiap orang yang membacanya
dan juga dapat berguna bagi kami sendiri maupun bagi orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenaan.

Bogor, 06 Oktober 2021

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia banyak berbagai macam tumbuhan obat yang telah diteliti oleh para ahli
yang mana sampai sekarang tercantum pada buku-buku maupun artikel obat tradisional.
Tumbuhan obat atau yang biasa dikenal dengan obat herbal adalah sediaan obat baik
berupa obat tradisional, fitofarmaka dan farmasetika, dapat berupa simplisia ( bahan segar
atau yang dikeringkan ) ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni berasal dari alam,
yang dimaksut dengan obat alami adalah obat asal tanaman.

Indonesia sangat kaya akan kekayaan alam yang melimpah, mulai dari tanaman herbal
sampai mineral tersimpat dalam bumi pertiwi. Dijaman yang berkembang banyak Ilmuwan
bahkan Mahasiswa dari berbagai universitas berlomba-lomba untuk mengembangkan
tanaman obat. Dari sekian banyak tanaman obat ada salah satu tanaman yang
berkasiat obat yaitu Impatien balsamina atau yang biasa disebut bunga pacar air ini telah
diteliti bahawa kandungan fitokimia yang terkandung didalamnya dapat berkhasiat sebagai
obat. Penelitian terhadap tanaman ini kebanyakan tertuju pada uji fitokimia dan uji
aktivasi, tetapi untuk literatur mengenai deskripsi, morfologi dan uji mutu simplisia
tanaman pacar air masih minim bahkan dalam buku Materia Medika Indonesia pacar air
belum diklarifikasi secara detail. Hanya beberapa artikel dan e-book saja yang membahas
tanaman ini.

1.2 Perumusan Masalah

a. Tahap Pembuatan Simplisia?

1.3 Tujuan

a. Mengetahui cara pembuatan simplisia yang baik


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan
yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
pelikan atau mineral

2.2 Jenis Simplisia


a. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
b. Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni.
c. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang
secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari
selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertent dipisahkan dari
tanamannya.

2.3 Pembuatan Simplisia

Proses pembuatan simplisia harus dilakukan secara benar penuh kehati-hatian dan terukur
agar mampu mempertahankan kualitas dari bahan baku yang digunakan. Proses harus
dilakukan secara benar mulai dari penyiapan bahan baku hingga tahap akhir yaitu tahap
pengemasan dan penyimpanan produk. Kadar abu simplisia dalam keadaan normal adalah
sekitar 2% atau mungkin bisa jadi berbeda bergantung pada kondisi-kondisi tertentu. Bahan
baku harus dipilih secara cermat dan dipastikan dalam kondisi yang baik agar menjamin mutu
dan kualitas produk yang nantinya akan dihasilkan. Proses penyiapan maupun pembuatan
simplisia harus menghasilkan produk yang bersih dan steril baik dari beragam kandungan
yang membahayakan maupun steril dari kontaminasi berbagal jenis organisme patogen yang
merugikan Struktur produk juga harus diperhatikan untuk menghindari kerusakan maupun
terjadinya produksi zat-zat lanjutan yang sebetulnya tidak diinginkan seperti produksi lendir,
bau, maupun timbulnya warna tertentu. Secara umum, pengklasifikasian terkait cara
pembuatan simplisia terbagi menjadi empat kelompok/ jenis, yaitu:

1. Pembuatan simplisia dengan proses pengeringan

Proses pengeringan dilakukan setelah pemanenan ba- han baku. Tujuan utama
dari proses pengeringan adalah un tuk mengurangi kadar air sehingga dapat
menghambat per tumbuhan dan perkembangbiakan bakteri serta kapang. meningkatkan
level/ tingkat keawetan bahan, mencegah ter jadinya reaksi kimia tertentu, termasuk
memudahkan proses - proses penyimpanan maupun perlakuan berikutnya. Pengeringan
dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi, baik dengan memanfaatkan sinar
matahari langsung maupun dengan suhu buatan. Suhu pengeringan yang terialu tinggi
dapat menyebabkan proses pengeringan berjalan cepat namun seringkali tidak merata
terutama untuk bagian dalam bahan baku. Kondisi inilah yang juga sering berpotensi
berkembang menjadi substrat bakteri yang merugikan jika tidak diantisipasi dari awal.
Proses pengeringan juga tidak bisa dilakukan pada suhu yang terlalu rendah. Suhu
yang terialu rendah dapat menyebabkan proses pengeringan berjalan sangat lambat
sehingga menjadikan bahan berpotensi ditumbuhi jamur. Hal ini disebabkan karena
laju pengeringan tidak seimbang dengan potensi kehadiran dan kecepatan tumbuh
kembang beragam jenis mikroba yang memanfaatkan kandungan air pada bahan
simplisia sebelum dikeringkan secara tuntas.

2. Simplisia dibuat dengan fermentasi


Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak berkelanjutan
kearah yang tidak diinginkan

3. Simplisia dibuat dengan proses khusus.


Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati, penyaringan sari
air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa pada
simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan persyaratan
4. Pembuatan simplisia yang dilakukan dengan air.
Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang
digunakan harus terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen, logam berat dan
lain-lain
Berikut tahapan-tahapan dalam proses pembuatan simplisia:
a. Pengumpulan Bahan Baku Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda
antara lain tergantung pada :

1. Bagian tanaman yang digunakan.


2. Umur tanaman yang digunakan.
3. Waktu panen.
4. Lingkungan tempat tumbuh.

Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di


dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada
saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.

Senyawa aktif terbentuk secara maksimal di dalam


bagian tanaman atau tanaman pada umur tertentu. Sebagai contoh pada tanaman Atropa
belladonna, alkaloid hiosiamina mula-mula terbentuk dalam akar.
Dalam tahun pertama, pembentukan hiosiamina berpindah pada batang yang masih hijau.
Pada tahun kedua batang mulai berlignin dan kadar hiosiamina mulai menurun sedang
pada daun kadar hiosiamina makin meningkat. Kadar alkaloid hios'amina tertinggi dicapai
I dalam pucuk tanaman pada saat tanai an berbunga dan kadar alkaloid menurun pada
saat tanaman berbualz dan niakin turun ketika buah makin tua. Contoh lain, tanaman
Menthapiperita muda mengandung mentol banyak dalanl daunnya.
Kadar rninyak atsiri dan mentol tertinggi pada daun tanaman
ini dicapai pada saat tanaman tepat akan berbunga. Pada Cinnamornunz camphors, kamfer
akan terkumpul dalam kayu tanaman yang telah tua. Penentuan bagian tanaman yang
dikumpulkan dan waktu pengumpulan secara tepat memerlukan penelitian. Di samping
waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari.
Contoh, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen pada pagi hari.
Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan
stabilitas kimiawi dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.

Secara garis besar, pedoman panen sebagai berikut :

a. Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua seperti kedawung
(Parkia rosbbrgii), pengambilan biji ditandai dengan telah mengeringnya buah. Sering
pula pemetikan dilakukan sebelum kering benar, yaitu sebelum buah
pecah secara alami dan biji terlempar jauh, misal jarak (Ricinus cornrnunis).
b. Tanaman yang pada saat panen diambil buahnya, waktu pengambilan sering
dihubungkan dengan tingkat kemasakan, yang ditandai dengan terjadinya
perubahan pada buah seperti perubahan tingkat kekerasan misal labu merah
(Cucurbita n~oscllata). Perubahan warna, misalnya asam (Tarnarindus indica), kadar
air buah, misalnya belimbing wuluh (Averrhoa belimbi), jeruk nipis (Citrui
aurantifolia) perubahan bentuk buah, misalnya mentimun (Cucurnis sativus), pare
(Mornordica charantia).
c. Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya pengambilan dilakukan
pada saat tanaman mengalami perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke generatif.
Pada saat itu penumpukan senyawa aktif dalam kondisi tinggi, sehingga mempunyai
mutu yang terbaik. Contoh tanaman yang diambil daun pucuk ialah kumis kucing
(Orthosiphon starnineus).
d. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun yang diambil
dipilih yang telah membuka sempurna dan terletak di bagian cabang atau batang yang
menerima sinar matahari sempurna. Pada daun tersebut terjadi kegi-
atan asimilasi yang sempurna. Contoh panenan ini misal sembung (Blumea
balsamifera).
e. Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan pada
saat tanaman telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak mengganggu
pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada musim yang menguntungkan pertumbuhan
antara lain menjelang musim kemarau.
f. Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis, pengambilan dilakukan pada
saat umbi mencapai besar maksimum dan pertumbuhan pada bagian di atas tanah
berhenti misalnya bawang merah (Allium cepa).
g. Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan dilakukan pada
musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam keadaan
ini rimpang dalam keadaan besar maksimum. Panen dapat dilakukan
dengan tangan, menggunakan alat atau menggunakan mesin. Dalam ha1 ini
keterampilan pemetik diperlukan, agar diperoleh simplisia yang benar, tidak
tercampur dengan bagian lain dan tidak merusak tanaman induk. Alat atau
mesin yang digunakan untuk memetik perlu dipilih yang sesuai. Alat yang terbuat dari
logam sebaiknya tidak digunakan bila diperkirakan akan merusak senyawa
aktif siniplisia seperti fenol, glikosida dan sebagainya.
Cara pengambilan bagian tanaman untuk penibuatan simplisia dapat dilihat
pada tabel I hal. 6.

d. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-
bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar
suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun,
akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah
mengandung bermacam-macam
mikroba dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan
simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.

e. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata
air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang
mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan
dalam waktu yang sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978), pencucian sayur-
sayuran satu kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan
pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari
jumlah mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba
karena air pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga sejumlah mikroba.
Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal simplisia.
Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada
permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan
bahan tersebut dapat menipercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri
yang umuln terdapat dalam air adalah Pseudomonas, Proteus,
Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter dan Escherishia. Pada simplisia
akar, batang atau buah dapat pula dilakukan pengu-pasan kulit luarnya untuk
mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian besar
jumlah mikroba biasanya terdapat pada permukaan bahan simplisia. Bahan yang
telah dikupas tersebut mungkin tidak memerlukan pencucian jika cara pengupasannya
dilakukan dengan tepat dan bersih.

f. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan
bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi
dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau,
dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau pot-
ongan dengan ukuran yang dikehendaki.

Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan


air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis
juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah
menguap. Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu
bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya
dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri.
Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah.
Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi
pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan dengan
sinar matahari selama satu hari.

g. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak,sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi
kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan
simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media
pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.Enzim tertentu dalam sel,masih dapat
bekerja,menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama bahan simplisia
tersebut
masih mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang
dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara
proses- proses metabolisme, yakni proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel.
Keseimbangan ini hilang segera setelah sel tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950, sebelum
bahan dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut lebih dahulu dilakukan proses
stabilisasi yaitu proses untuk menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim dilakukan
pada saat itu, merendam bahan simplisia dengan etanol 70 % atau dengan mengaliri uap
panas. Dari hasil penelitian selanjutnya diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak
berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10%.

Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari


atau menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses
pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, Waktu pengeringan
dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak dianjurkan
rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan simplisia, faktor-faktor
tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang tidak mudah mengalami
kerusakan selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan
terjadinya "Face hardening", yakni bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian
dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang terlalu
tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan
penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan
tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan
selanjutnya. "Face hardening" dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian
dalarn bahan yang dikeringkan.

Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan

simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik adalah
tidak melebihi 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan
panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 300
sampai 450 C, atau dengan cara pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara
di dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban
juga tergantung pada bahan simplisia,cara pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan.
Kelembaban akan menurun selama berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai cara
pengeringan telah dikenal dan digunakan orang. Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan
yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan.
a. Pengeringan Alamiah.
Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang
dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :

1. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk mengeringkan bagian
tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji dan sebagainya, dan
rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil. Pengeringan dengan sinar matahari yang
banyak dipraktekkan di Indonesia merupakan suatu cara yang mudah dan murah, yang
dilakukan dengan cara membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara terbuka
di atas tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan
aliran udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung kepada keadaan
iklim, sehingga cara ini hanya baik dilakukan di daerah yang udaranya panas atau
kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang mendung dapat
memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi kesempatan pada kapang atau
mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia tersebut kering. F'IDC (Food
Technology Development Center IPB) telah merancang dan membuat suatu alat
pengering dengan menggunakan sinar matahari, sinar matahari tersebut ditampung pada
permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini kemudian dialirkan
keatas rak-rak pengering yang diberi atap tembus cahaya di atasnya sehingga rnencegah
bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah digunakan untuk
mengeringkan singkong yang telah dirajang dengan demikian dapat pula digunakan
untuk mengeringkan simplisia.
2. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Cara
ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga,
daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif mudah menguap.

b. Pengeringan Buatan
Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar matahari
dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan suatu alat atau
mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip
pengeringan buatan adalah sebagai berikut: “udara dipanaskan oleh suatu sumber panas
seperti lampu, kompor, mesin disel atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam
ruangan atau lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan di
atas rak-rak
pengering”. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang sederhana, praktis
dan murah dengan hasil yang cukup baik.

Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu


yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih
cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya jika kita
membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk penjemuran dengan sinar matahari sehingga
diperoleh simplisia kering dengan kadar air 10% sampai 12%, dengan menggunakan suatu
alat pengering dapat diperoleh simplisia dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai
8 jam.

Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada


jenis simplisia, kadar airnya dan cara penyimpanannya. Beberapa simplisia yang dapat tahan
lama dalam penyimpanan jika kadar airnya diturunkan 4 sampai 8%, sedangkan simplisia
lainnya rnungkin masih dapat tahan selama penyimpanan dengan kadar air 10 sampai 12%.

h. Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia.
Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang
tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masill ada dan tertinggal pada
sirnplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus untuk kernudian
disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini dapat dilakukan dengan atau secara
mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang sering jurnlah akar yang melekat pada rimpang
terlampau besar dan harus dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi dan
benda-benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.

i. Penyimpanan Dan Pengepakan


Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar dan
dalam, antara lain :

a. Cahaya : Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat menimbulkan perubahan kimia
pada simplisia, misalnya isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi dan sebagainya.
b. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia dapat mengalami perubahan
kimiawi oleh pengaruh oksigen udara terjadi oksidasi dan perubahan ini dapat
berpengaruh pada bentuk simplisia, misalnya, yang semula cair dapat berubah menjadi
kental atau padat, berbutir-butir dan sebagainya.
c. Reaksi kimia intern : perubahan kimiawi dalam simplisia yang dapat
disebabkan oleh reaksi kimia intern, misalnya oleh enzim, polimerisasi, oto-
oksidasi dan sebagainya.
d. Dehidrasi : Apabila kelembaban luar lebih rendah dari simplisia, maka
simplisia secara perlahan-lahan akan kehilangan sebagian airnya sehingga
rnakin lama makin mengecil (kisut).
e. Penyerapan air : Simplisia yang higroskopik, misalnya agar-agar, bila
disimpan dalam wadah yang terbuka akan menyerap lengas udara sehingga
menjadi kempal basah atau mencair.
f. Pengotoran : Pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh berbagai sumber,
misalnya debu atau pasir, ekskresi hewan, bahan-bahan asing (misalnya minyak
yang tertumpah) dan fragmen wadah (karung goni).
g. Serangga : Serangga dapat menitnbulkan kerusakan dan pengotoran pada
simplisia, baik oleh bentuk ulatnya maupin oleh bentuk dewasanya. Pengotoran
tidak hanya berupa kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa metamorfosa seperti
cangkang telur, bekas kepompong, anyaman benang bungkus kepompong,
bekas kulit serangga dan sebagainya.
h. Kapang : Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka simplisia dapat
berkapang. Kerusakan yang timbul tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia,
tetapi juga akan merusak susunan kimia zat yang dikandung dan malahan dari
kapangnya dapat mengeluarkan toksin yang dapat mengganggu kesehatan.
BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
 Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain
simplisia merupakan bahan yang dikeringkan.

 Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia


pelikan atau mineral.

 Terdapat beberapa cara dalam pembuatan simplisia yaitu, Simplisia


dibuat dengan cara pengeringan, Simplisia dibuat dengan fermentasi,
Simplisia dibuat dengan proses khusus, dan Simplisia pada proses
pembuatan memerlukan air.

B. Saran
Untuk teman-teman semua yang ingin membuat simplisia diharapkan melakukan
dengan sungguh-sungguh dikarenakan cara pembuatan yang tidak mudah dan
proses yang panjang
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

Anonim, !995, Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1987, Analisis Obat Tradisional,


Jakarta, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.

Emelda, 2019, Farmakognosi untuk mahasiswa kompetensi keahlian farmasi, Bantul


Yogyakarta.

Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Penuntun cara modern


menganalisa tumbuhan, Bandung ITB.

Mukherjee, P.K., 2002, Quality Control of Herbal Drugs, an approach to


evaluation ouf botanicals. New Delhi, Business Horizons.

Anda mungkin juga menyukai