Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan tanaman sebagai obat-obatan telah sejak berlangsung ribuan


tahun yang lalu. Para ahli kesehatan bangsa Mesir kuno pada 2500 tahun sebelum
masehi telah menggunakan tanaman obat-obatan. Sejumlah besar resep
penggunaan produk tanaman untuk pengobatan berbagai penyakit, gejala-gejala
penyakit dan diagnosanya tercantum dalam Papyrus Ehers. Bangsa Yunani kuno
juga banyak menyimpan catatan mengenai penggunaan tanaman obat yaitu
Hyppocrates (466 tahun sebelum masehi), Theophrastus (372 tahun sebelum
masehi) dan Pedanios Dioscorides (100 tahun sebelum masehi) membuat
himpunan keterangan terinci mengenai ribuan tanaman obat dalam De Materia
Medica.

Di Indonesia, pekhasiatan tanaman sebagai obat-obatan juga telah


berlangsung ribuan tahun yang lalu. Tetapi penggunaan belum terdokumentasi
dengan baik. Pada pertengahan abad ke XVII seorang botanikus bernama Jacobus
Rontius (1592 – 1631) mengumumkan khasiat tumbuh-tumbuhan dalam bukunya
De Indiae Untriusquere Naturali et Medica. Meskipun hanya 60 jenis tumbuh-
tumbuhan yang diteliti, tetapi buku ini merupakan dasar dari penelitian tumbuh-
tumbuhan obat oleh N.A. van Rheede tot Draakestein (1637 – 1691) dalam
bukunya Hortus Indicus Malabaricus. Pada tahun 1888 di Bogor didirikan Chemis
Pharmacologisch Laboratorium sebagai bagian dari Kebun Raya Bogor dengan
tujuan menyelidiki bahan-bahan atau zat-zat yang terdapat dalam tumbuh-
tumbuhan yang dapat digunakan untuk obat-obatan. Selanjutnya penelitian dan
publikasi mengenai khasiat tanaman obat-obatan semakin berkembang.

Salah satu ilmu yang memepelajari khusus tanaman-tanaman yang telah


berdiri sendiri sebagai tanaman yang berkhasiat dalam pengobatan dimana
tanaman ini merupakan simplisia. Ilmu farmakognosi menguraikan tentang
pemeriksaan simplisia nabati dan identifikasi tumbuhan obat berdasarkan
kandungan kimianya, bentuk dan simplisianya, baik makroskopik maupun
mikroskopiknya serta inventarisasi tanaman obat yang kerap kali digunakan
masyarakat dalam mengobati suatu penyakit. Indonesia yang beriklim tropis
menyebabkan tanahnya subur sehingga banyak jenis tumbuhan memiliki khasiat
sebagai obat. Namun, sebagian besar dari tumbuhan obat itu banyak yang tidak

1.2 Tujuan Pembuatan Makalah


1. mempelajari cara pembuatan simplisia yang benar
2.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Simplisia

2.1.1 Pengertian Simplisia

Simplisia adalah bentuk jamak dari simpleks yang berasal dari


kata simple, yang berarti satu atau sederhana. Istilah simplisia dipakai untuk
menyebut bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau
belum mengalami perubahan bentuk. Departemen Kesehatan RI membuat
batasan tentang simplisia sebagai berikut: simplisia adalah bahan alami yang
digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan
kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan
(Gunawan, 2004: 9).
2.1.2 Penggolongan Simplisia

Simplisia terbagi 3 golongan yaitu :

1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman
dan eksudat tanaman. Eskudat tanaman ialah isi yang spontan keluar dari tanaman
atau isi sel yang dikeluarkan dari selnya, dengan cara tertentu atau zat yang
dipisahkan dari tanamannya dengan cara tertentu yang masih belum berupa zat
kimia murni.

2. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-
zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

3. Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan (mineral) yang
belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia
murni.

2.1.3 Pembuatan Simplisia Secara Umum

1. PENGUMPULAN BAHAN BAKU


Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung
pada :

1. Bagian tanaman yang digunakan.


2. Umur tanaman yang digunakan.
3. Waktu panen.
4. Lingkungan tempat tumbuh.

Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di


dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat
bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.

2. SORTASI BASAH

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan


asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar
suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang,
daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah
mengandung bermacam-macam mikroba dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena
itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah
mikroba awal.

3. PENCUCIAN

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang


melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya
air dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat
yang mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam
waktu yang sesingkat mungkin. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia
dari semua mikroba karena air pencucian yang digunakan biasanya mengandung
juga sejumlah mikroba. Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis
dan jumlah rnikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk
pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat
bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat
menipercepat pertumbuhan mikroba.

5. PERAJANGAN

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Tanaman


yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh
selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin
perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang
dikehendaki.Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat
penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang
terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat
yang mudah menguap. Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang
diinginkan. Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi
pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan
dengan sinar matahari selama satu hari.

5. PENGERINGAN

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar
air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau
perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu
dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.Enzim
tertentu dalam sel, masih dapat bekerja, menguraikan senyawa aktif sesaat setelah
sel mati dan selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air
tertentu. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu
pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, Waktu pengeringan dan luas
permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak dianjurkan
menggunakan alat dari plastik. Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan
terjadinya “Face hardening”, yakni bagian luar bahan sudah kering sedangkan
bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan
simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh suatu
keadaan lain yang menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat
daripada difusi air dari dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan
menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. “Face hardening” dapat
mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalarn bahan yang
dikeringkan. Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara
pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 90°C,
tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60°C. Bahan simplisia yang
mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus
dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 300 sampai 450 C, atau
dengan cara pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara di dalam
ruang atau lemari pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban
juga tergantung pada bahan simplisia,cara pengeringan, dan tahap tahap selama
pengeringan. Kelembaban akan menurun selama berlangsungnya proses
pengeringan. Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang. Pada
dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alamiah dan
buatan.

1. Pengeringan Alamiah.

Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang
dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :

1. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk


mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu,
biji dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil.
Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia
merupakan suatu cara yang mudah dan murah, yang dilakukan dengan cara
membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara terbuka di atas
tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban
dan aliran udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung
kepada keadaan iklim, sehingga cara ini hanya baik dilakukan di daerah
yang udaranya panas atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan.
Hujan atau cuaca yang mendung dapat memperpanjang waktu pengeringan
sehingga memberi kesempatan pada kapang atau mikroba lainnya untuk
tumbuh sebelum simplisia tersebut kering. F’IDC (Food Technology
Development Center IPB) telah merancang dan membuat suatu alat
pengering dengan menggunakan sinar matahari, sinar matahari tersebut
ditampung pada permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan tertentu.
Panas ini kemudian dialirkan keatas rak-rak pengering yang diberi atap
tembus cahaya di atasnya sehingga rnencegah bahan menjadi basah jika
tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah digunakan untuk mengeringkan
singkong yang telah dirajang dengan demikian dapat pula digunakan untuk
mengeringkan simplisia.
2. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari
langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian
tanaman yang lunak seperti bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung
senyawa aktif mudah menguap.

2. Pengeringan Buatan

Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar


matahari dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan
menggunakan suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan
dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai
berikut: “udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor, mesin
disel atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari
yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan di atas rak-rak
pengering”. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang
sederhana, praktis dan murah dengan hasil yang cukup baik.

Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu


yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan
akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Daya tahan suatu
simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada jenis simplisia, kadar
airnya dan cara penyimpanannya. Beberapa simplisia yang dapat tahan lama
dalam penyimpanan jika kadar airnya diturunkan 4 sampai 8%, sedangkan
simplisia lainnya rnungkin masih dapat tahan selama penyimpanan dengan kadar
air 10 sampai 12%.

6. SORTASI KERING
Sortasi kering: Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing
seperti bagian-bagian tumbuhan yang tidak diinginkan dan pengotoran lain yang
masih ada dan tertinggal pada simplisia kering (Depkes RI, 1985). Sortasi setelah
pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan
sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang
tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masill ada dan tertinggal
pada sirnplisia kering. jurnlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar
dan harus dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi dan benda-
benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.

7. PENYIMPANAN DAN PENGEPAKAN

 Wadah

Wadah tertutup baik: harus melindungi isi terhadap masuknya bahan padat dan
mencegah kehilangan bahan selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan
distribusi.

 Suhu Penyimpanan

Dingin : suhu tidak lebih dari 80C, Lemari pendingin mempunyai suhu antara
20C– 80C, sedangkan lemari pembeku mempunyai suhu antara -20 0C dan -100C.
Sejuk : suhu antara 80C dan 150C. Kecuali dinyatakan lain, bahan yang harus
di simpan pada suhu sejuk dapat disimpan pada lemari pendingin. Suhu kamar :
suhu pada ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah suhu yang di atur antara
150C dan 300C. Hangat : hangat adalah suhu antara 30 0C dan 400C. Panas
berlebih : panas berlebih adalah suhu di atas 400C.

 Tanda dan Penyimpanan


Semua simplisia yang termasuk daftar narkotika, diberi tanda palang medali
berwarna merah di atas putih dan harus disimpan dalam lemari terkunci. Semua
simplisia yang termasuk daftar obat keras kecuali yang termasuk daftar narkotika,
diberi tanda tengkorak dan harus disimpan dalam lemari terkunci.

 Kemurnian Simplisia

Persyaratan simplisia nabati dan simplisia hewani diberlakukan pada simplisia


yang diperdagangkan, tetapi pada simplisia yang digunakan untuk suatu
pembuatan atau isolasi minyak atsiri, alkaloida, glikosida, atau zat aktif lain, tidak
harus memenuhi persyaratan tersebut.

Persyaratan yang membedakan strukrur mikroskopik serbuk yang berasal dari


simplisia nabati atau simplisia hewani dapat tercakup dalam masing–masing
monografi, sebagai petunjuk identitas, mutu atau kemurniannya.

 Benda Asing

Simplisia nabati dan simplisia hewani tidak boleh mengandung organisme


patogen, dan harus bebas dari cemaran mikro organisme, serangga dan binatang
lain maupun kotoran hewan. Simplisia tidak boleh menyimpang bau dan warna,
tidak boleh mengandung lendir, atau menunjukan adanya kerusakan. Sebelum
diserbukkan simplisia nabati harus dibebaskan dari pasir, debu, atau pengotoran
lain yang berasal dari tanah maupun benda anorganik asing.

 Pemalsuan Dan Penurunan Mutu Simplisia

Pemalsuan umumnya dilakukan secara sengaja, sedangkan penurunan mutu


mungkin dilakukan secara tidak sengaja.Simplisia dianggap bermutu rendah jika
tidak memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan, khususnya
persyaratan kadarnya. Mutu rendah ini dapat disebabkan oleh tanaman asal, cara
panen dan pengeringan yang salah, disimpan terlalu lama, kena pengaruh
kelembaban, panas atau penyulingan.Simplisia dianggap rusak jika oleh sebab
tertentu, keadaannya tidak lagi memenuhi syarat, misalnya menjadi basah oleh air
laut, tercampur minyak pelumas waktu diangkut dengan kapal dan lain
sebagainya. Simplisia dinyatakan bulukan jika kwalitasnya turun karena dirusak
oleh bakteri, cendawan atau serangga. Simplisia dinyatakan tercampur jika secara
tidak sengaja terdapat bersama-sama bahan-bahan atau bagian tanaman lain,
misalnya kuncup Cengkeh tercampur dengan tangkai Cengkeh, daun Sena
tercampur dengan tangkai daun. Simplisia dianggap dipalsukan jika secara
sengaja diganti, diolah atau ditambahi bahan lain yang tidak semestinya. Misalnya
minyak zaitun diganti minyak biji kapas, tetapi tetap dijual dengan nama minyak
Zaitun. Tepung jahe yang ditambahi pati terigu agar bobotnya bertambah,
ditambah serbuk cabe agar tetap ada rasa pedasnya, ditambah serbuk temulawak
agar warnanya tampak seperti keadaan semula.

Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor
luar dan dalam, antara lain :

1. Cahaya : Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat menimbulkan


perubahan kimia pada simplisia, misalnya isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi
dan sebagainya

2. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia dapat mengalami


perubahan kimiawi oleh pengaruh oksigen udara terjadi oksidasi dan perubahan
ini dapat berpengaruh pada bentuk simplisia, misalnya, yang semula cair dapat
berubah menjadi kental atau padat, berbutir-butir dan sebagainya.

3. Reaksi kimia intern : perubahan kimiawi dalam simplisia yang dapat


disebabkan oleh reaksi kimia intern, misalnya oleh enzim, polimerisasi, oto-
oksidasi dan sebagainya.

4. Dehidrasi : Apabila kelembaban luar lebih rendah dari simplisia, maka


simplisia secara perlahan-lahan akan kehilangan sebagian airnya sehingga rnakin
lama makin mengecil (kisut).
5. Penyerapan air : Simplisia yang higroskopik, misalnya agar-agar, bila
disimpan dalam wadah yang terbuka akan menyerap lengas udara sehingga
menjadi kempal basah atau mencair.

6. Pengotoran : Pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh berbagai


sumber, misalnya debu atau pasir, ekskresi hewan, bahan-bahan asing (misalnya
minyak yang tertumpah) dan fragmen wadah (karung goni).

7. Serangga : Serangga dapat menitnbulkan kerusakan dan pengotoran


pada simplisia, baik oleh bentuk ulatnya maupin oleh bentuk dewasanya.
Pengotoran tidak hanya berupa kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa
metamorfosa seperti cangkang telur, bekas kepompong, anyaman benang bungkus
kepompong, bekas kulit serangga dan sebagainya.

8. Kapang : Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka


simplisia dapat berkapang. Kerusakan yang timbul tidak hanya terbatas pada
jaringan simplisia, tetapi juga akan merusak susunan kimia zat yang dikandung
dan malahan dari kapangnya dapat mengeluarkan toksin yang dapat mengganggu
kesehatan.

Dalam perdagangan tidak selalu mungkin untuk memperoleh simplisia yang


sepenuhnya murni ; bahan asing yang tidak berbahaya dalam jumlah yang sangat
kecil yang terdapat dalam simplisia ataupun yang ditambahkan atau dicampurkan,
pada umumnya tidak merugikan. Simplisia harus bebas dari serangga, fragmen
hewan atau kotoran hewan ; tidak menyimpan bau dan warnanya tidak boleh
mengandung lendir dan cendawan atau menunjukkan pengotoran yang lain; tidak
mengandung bahan lain yang beracun atau berbahaya (MMI, 1989).

2.2. Tinjauan Tentang Tanaman

Patikan kebo (Euphorbiae hirtae) merupakan tanaman herba merambat yang


hidup di permukaan tanah, terutama pada daerah yang beriklim tropis. Patikan
kebo termasuk tanaman liar yang biasa tumbuh di permukaan tanah yang tidak
terlalu lembab dan ditemukan secara terpencar satu sama lain (Hamdiyati dkk.,
2008). Indonesia yang beriklim tropis memiliki persediaan tanaman obat yang
cukup melimpah. Patikan kebo (Euphorbia hirta) merupakan salah satu tanaman
obat tradisional yang cukup tersebar luas di Indonesia. Tanaman ini merupakan
tanaman herba merambat yang hidup di permukaan tanah, terutama pada daerah
yang beriklim tropis. Tanaman ini termasuk tanaman liar yang biasa tumbuh di
permukaan tanah yang tidak terlalu lembab dan ditemukan secara terpencar satu
sama lain (Heyne, 1987: 1214).

2.2.1 Sistematika Tanaman Patika Kebo (Euphorbia hirta L).


Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Euphorbia
Spesies : Euphorbia hirta L.
Sinonim : Euphorbia pilulifera L, Euphorbia capita Lamk.
2.2.2 Nama Daerah Tanaman
Jawa : Patikan Kebo, Kukon-kukon
Sumatra : Daun biji kacang
Sunda : Nanangkaaan
Jakarta : Gondong anak
Maluku : Sosononga
Ternate : Isu ma ibi
Melayu : Gelang Susu
Tidore : Isu gibi
Philiphina : Gatas-gatas
China :Da fey yang cao
2.2.3 Morfologi Tanaman

Patikan kebo (Euphorbia hirta) berbatang lunak, beruas, berbulu, dan


bergetah putih. Warna batangnya adalah hijau kecoklatan. Daunnya berbentuk
jorong meruncing, tepinya bergerigi. Daunnya berbulu di permukaan atas dan
bawah. Panjang helaian daun mencapai 50mm dan lebarnya 25mm. Daunnya yang
gampang rapuh berwarna hijau atau hijau kelabu. Tumbuhan patikan kerbau
mampu bertahan hidup selama 1 tahun dan berkembang biak melalui biji. Patikan
kerbau mempunyai warna dominan kecoklatan dan bergetah. Banyak pohonya
memiliki cabang dengan diameter ukuran kecil. Daun Patikan kerbau mepunyai
bentuk bulat memanjang dengan taji-taji. Letak daun yang satu dengan yang lain
berhadap-hadapan. Sedang bunganya muncul pada ketiak daun. Patikan kerbau
hidupnya merambat (merayap) di tanah. (Ketut Ari Widiasih, 2007)
2.2.4 Anatomi Tanaman
a. Batang
sel epidermis berwarna kekuningan, kutikula berbintik, pada epidermis
terdapat banyak rambut, rambut dapat dibedakan atas 2 tipe. Rambut pada tipe
pertama berwarna uning sampai kuning kecoklatan, bentuk kerucut, terdiri dari 2
sel sampai 12 sel, dinding tebal, kutikula kasar, elas berbintik. Rambut tipe kedua
tidak berwarna, bentuk kerucut melengkung, terdiri dari 2 sel sampai 7 sel dinding
lebih tipis, kutikula berbintik halus; pangkal rambut tipe pertama 3-6 lembar
pangkal rambut kedua. Korteks parenkimati; saluran getah tersebar dalam jaringan
korteks dan floem; berkas pembuluh kolateral; xylem tersusun dalam satu
lingkaran, pembuluh kayu bergaris tengah lebih kurang 30 μm disebelah luar
floem terdapat serabut parisikel. Pada batang yang lebih tua jaringan parenkim
empelur terkoyak.
b. Akar
Dibawah epidermis terdapat beberapa llapis sel gabus yang dengan
penambahan larutan sudan III berwarna merah; hamper dibagian pertengahan dari
akar terdapat 4 sampai 5 ikatan xylem dan floem.pada parenkim korteks floem
dan empelur terdapat saluran getah.
c. Daun
epidermis atas terdiri dari 1 lapis sel-sel besar, pada pandangan tangensial
tampak dinding samping ergelmbang. Stomata tipe nomositik (Ranunculaceae).
Jarigan palisade terdiri dari 1 lapis sel yang tidak sama tinggi.berkas pembuluh
tipe kolateral, terdapat dibawah jaringan palisadedan diantara jaringan bunga
karang, berkas pembuluh jelas dikelilingi leh suatu seludang yang terdiri dari 1
lapis sel besar berdinding tipis dan berisi butir hijau dain. Epidermis bawah
berpenonjolan berupa papil pada penempang tangensial berbentuk polygonal
dengan dinding samping lurus, kutikula tipis. (Ditjen.POM, 1995).
2.2.5 Kandungan Kimia Tanaman
Kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam tanaman patikan kebo
sangat banyak, tidak hanya terdapat pada bagian daunnya dibagaian akar serta
batang terdapat senyawa kimia, diantaranya myricyl alkohol, taraxerol, tirucalol,
kamzuiol, hentriacon-tane yang terdapat pada bagian akarnya, sedangkan
cosmosiin terdapat pada bagaian batang dan daun.Khasiat pada tanaman patikan
kebo telah dimanfaat sebagai obat untuk mengobati berbagai penyakit. Berikut
merupakan khasiat dari daun patikan kebo, diantaranya mengobati radanga
tenggorokan, bronkhitis, asma, radang perut, diare, disentri, dan kencing darah,
radang kelenjar susu dan payudarah bengkak, penyakit eksim dan berak darah.
Kemampuan tanaman patiakan kebo dalam mengobati berbagai macam penyakit
ini melibatkan senyawa-senyawa kimia di dalamnya yang dapat bersifat
antiseptik, anti-inflamasi, antifungi, dan antibakterial, seperti kandungan tanin,
flavanoid (terutama quarcitrin dan myricitrin) (Ekpo & Pretorius, 2007: 201).
2.2.6 Kegunaan Tanaman
Berdasarkan berbagai literatur yang mencatat pengalaman secara turun-
temurun dari berbagai daerah dan negara, tanaman ini untuk keseluruhan tanaman
bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit-penyakit sebagai berikut :
1. Asma. 7. Radang ginjal
2. Batuk. 8. Radang usus.
3. Bronkhitis. 9. Eksem (obat luar).
4. Disentri amuba. 10. Gatat (obat luar).
5. Herpes zoster. 11. Sakit tenggorokan
6. Pelancar ASI (obat luar)
Cara dan penyiapan tanaman patikan kebo sebagai obat tradisional antara lain:
1) Radang tenggorokan, ambil daun patikan kebo secukupnya, kemudian cuci
sampai bersih, lalu seduh dengan air panas secukupnya, kemudian saring dan
ambil airnya. Gunakan air seduhan daun petikan kebo tersebut untuk berkumur-
kumur.
2) Bronkhitis, ambil daun patikan kebo 1 genggam dan cuci sampai bersih,
kemudian direbus dengan ½ botol cocacola sampai mendidih, setelah mendidih
angkat saring ambil airnya. Minum air ramuan tersebut 3 kali sehari masing-
masing ½ cangkir sekali minum.
3) Asma, ambil daun patikan kebo kering 1 genggam, cuci sampai bersih,
selanjutnya rebus dengan 2-3 gelas air sampai mendidih. Cara menggunakannya
minum ramuan tersebut 2 kali sehari ½ gelas pagi dan sore
4) Radang Perut, Diare, Disentri, Dan Kencing Darah, ambil daun patiakan
kebo segenggam dan cuci sampai bersih, kemudian daun patikan kebo dan satu
potong gula batu rebus dengan 3 gelas air sampai mendidih. Cara
menggunakannya, saring ambil airnya, kemudian minum air ramuan tersebut dua
kali sehari dengan dosis sekali minum 1 cangkir.
5) Radang Kelenjar Susu dan Payudarah Bengkak, ambil daun patikan
kebo 1 genggam dan dua sendok kedelai, cuci samapai bersih, kemudian rebus
kedua bahan tersebut secara bersamaan dengan volume air 3-5 gelas sampai
mendidih. Saring ambil airnya, minum air ramuan tersebut dua kali sehari dengan
dosis satu gelas. Untuk cara lain : ambil daun patikan kebo yang masih segar
kemudian dicuci sampai bersih, selanjutnya ditambahkan garam dapur
secukupnya, kedua bahan tersebut tumbuk sampai halus, tempelkan pada bagian
payudara yang sakit.
6) Eksim, ambil daun patikan kebo secukupnya, kemudian cuci sampai bersih,
rebus dengan air secukupnya sampai mendidih. Gunakan air
ramuan tersebut untuk bagian tubuh
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN : 978-602-0951-00-3
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 20 September 2014
B - 281
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat dan bahan
a. Alat :
Ember kecil untuk pencucian tanaman
Oven
Botol kaca
b. Bahan :
Air
Tanaman patikan kebo
Silika gel
3.2 Proses Pembuatan simplisia yang dilakukan pada praktikum
 Panen tanaman patikan kebo di lakukan pada tanggal 14 maret 2017,
proses panen dilakukan dengan cara mengambil atau mencabut tanaman
patikan kebo mulai sampai ke akar.
 Pada hari yang sama, dilakukan proses sortasi basah, dengan cara memilih
dan membersihkan tanaman dari pengotor lain yang mungkin terdapat
pada tanaman
 Selanjutnya dilakukan pencucian tanaman patikan kebo pada air mengalir,
lalu ditiriskan, kemudian tanaman di timbang.
 Pada hari yang sama, tanaman dikeringkan dengan cara diangin-angin kan
selama 1 hari 2 malam.
 Pada tanggal 15 maret 2017, dilakukan proses pengeringan dengan cara
dioven selama 40 menit pada suhu 50-60 0C.
 Setelah di oven tanaman diangkat lalu dilakukan sortasi kering, dengan
cara memilih kembali pengotor atau benda asing yang mungkin masih
terdapat pada tanaman
 Kemudian tanaman di pisahkan menjadi 2 bagian, salah satu bagian akan
dilakukan proses ginder atau proses penghalusan simplisia menjadi
berbentuk serbuk dengan menggunakan blender dan bagian lainnya di
jadikan rajangan kasar.
 Pengepakan simplisia dimasukkan pada botol kaca yang bersih dan
ditambahkan silika gel lalu simplisia di tutup dengan baik, kemudian
penyimpanan simplisia disimpan pada suhu kamar.

3.3 Hasil dan Pembahasan


a. Data percobaan
berat tanaman setelah panen : 1 kg
Berat setelah sortasi basah : 620 gram
Berat setelah di oven pada simplisia rajangan : 77 gram
Berat setelah di oven pada simplisia serbuk : 76 gram
b. perhitungan
 susut pengeringan
SP−SK
SP: ×100 %
SP

620−153
SP: ×100 %
620

SP:

Keterangan:

SP: susut pengeringan

SB: Sortasi Basah

SK: Sortasi kering

 Rendemen

c. Pembahasan

pada proses pembuatan simplisia yang dilakukan pada tanaman patikan


kebo didapatkan hasil seperti yang tertera pada data percobaan, proses panen daun
atau herba patikan kebo dilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung
maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah
mulai masak. Pemeriksaan Mutu Simplisia secara Organoleptis yaitu pemeriksaan
warna, bau, dan rasa dari bahan / simplisia. Dari simplisia yang telah dibuat,
diamati warnanya hijau , baunya tidak menyengat. Biasanya jika menyengat
berarti mengandung minyak atsiri. Kemudian diamati rasanya, apakah sepat,
bentuk simplisia sebuk berupa serbuk halus, serta simplisia daram bentuk
rajangan kasar mempuntai bentuk yang seragam.

Dalam penggunaan bahan alam sebagai obat, untuk melihat potensi suatu tanaman
dala m pengujian khasiat biasanya lebih baik menggunakan ekstrak dibandingkan
seduhan (Hernani, 2009)

Untuk menghasilkan ekstrak yang optimal, maka dalam proses ekstraksi perlu
diperhatikan derajat kehalusan simplisia. Derajat kehalusan simplisia penting
untuk mengupayakan agar penarikan dapat berlangsung semaksima l mungkin,
kehalusan menyangkut luas permukaan yang akan berkontak dengan pelarut
untuk ekstraksi (Agoes, 2007).
Pada waktu pembuatan serbuk simplisia , beberapa sel ada yang dindingnya pecah
dan ada sel yang dindingnya masih utuh. Sel yang dindingnya telah pecah, proses
pembebasan sari tidak ada yang menghalangi. Jika ekstraksi dilakukan dengan
mencelupkan sejumlah serbuk simplisia begitu saja pada cairan penyari maka
ekstraksi tersebut tak akan dapat sempurna karena suatu keseimbangan akan
terjadi antara larutan zat aktif yang terdapat dalam sel dengan larutan zat a ktif
yang terdapat di luar butir sel, ka rena ekstraksi sangat dipengaruhi oleh derajat
kehalusan serbuk dan perbedaan konsentrasi baik mela lui pusat butir serbuk simp
lisia sampai permu kaannya maupun lapisan batasnya
(Departemen Kesehatan RI, 1986).

Bahaya dan Efek Samping Patikan Kebo

 Efek muntah dan mual pada beberapa orang


 Iritasi karena getah patikan kebo untuk mereka yang alergi
 Konstraksi pada wanita hamil (wanita hamil dilarang meminum ramuan
patikan kebo)
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Patikan kebo merupakan tanaman liar yang diteliti sebagai tanaman obat

2. Patikan Kebo memiliki efek Anti inflamasi, hemostatic, ekspektoran,


spasmolitik, diuretic, dan antiprunitik

3. Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain


tergantung pada :

1. Bagian tanaman yang digunakan.

2. Umur tanaman yang digunakan.

3. Waktu panen.

4. Lingkungan tempat tumbuh.

4.2 saran

Saran yaitu pada saat pengambilan tanaman harus benar-benar


diperhatikan waktu panen yang cocok untuk setiap tanaman dan pembuatan
simplisia harus dilakukan dengan tahap yang benar, serta cara pengambilan,
pencucian dan penyimpanan simplisia dengan baik
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung : ITB. Ha l : 21, 26-27


Hamdiyati, Y., Kusnadi, I. dan Hardian. 2008. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun
Patikan Kebo (Euphorbia hirta) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus epidermis. Jurusan Pendidikan Biologi MIPA. Universitas
Pendidikan Indonesia. Jurnal Pengajaran MIPA, 12(2).
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik
Obat Tradisional, 2000.
Departemen kesehatan RI, 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid IV, Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Departemen Kesehatan RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta Depkes RI.
Ha l : 1, 4, 7-8, 10-11, 15-19, 21.
Departemen Kesehatan RI. 1986. Sediaan Galenik Jakarta : Depkes RI. Ha l : 2, 4-
7, 10-15.
Ekpo, O.E. & Pretorius, E., 2007. “Asthma, Euphorbia hirta and Its Anti
inflamatory Properties”. South African Journal of Science. 103, 201-203.
Gunawan, Didik dkk.,2004., Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I., Penebar
Swadaya., Jakarta.
Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia II. Jakarta: Badan Litbang
Kehutanan.
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN : 978-602-0951-00-3 Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 20 September 2014 B – 281. Dalam
unesa.ac.id, diakses tanggal 18 maret 2017.
LAMPIRAN

Gambar.1 Proses panen tanaman Gambar.2 sortasi basah tanaman

Gambar.3 proses pencucian tanaman Gambar.4 proses pengeringan


tanaman dengan cara diangin-
anginkan

Gambar.5 pengeringan tanaman gambar.6 proses sortasi kering

dengan cara di oven sekaligus pengepakan simplisia


MAKALAH FARMAKOGNOSI
“SIMPLISIA PATIKAN KEBO”

Disusun Oleh:
Eka yuli 066115298
Nurlaila Ramadhani 066115308
Yuliana susiyanti 066115318
Resky f 066115302

PROGRAM STUDI FARMASI


LABORATORIUM FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2017

Anda mungkin juga menyukai