OLEH :
KELOMPOK I (SATU)
KELAS TRANSFER A 2022
ASISTEN PENANGGUNGJAWAB :
HILDAYANTY JASMIN
(a) (b)
Gambar 1. (a) Alat maserasi dengan pengaduk, (b) Alat
maserasi sederhana.
a. Prinsip
Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat aktif berdasarkan
sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like). Langkah
kerjanya adalah merendam simplisia dalam suatu wadah menggunakan
pelarut penyari tertentu selama beberapa hari sambil sesekali diaduk,
lalu disaring dan diambil beningannya. Selama ini dikenal ada beberapa
cara untuk mengekstraksi zat aktif dari suatu tanaman ataupun hewan
menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-pelarut tersebut ada yang
bersifat “bisa campur air” (contohnya air sendiri, disebut. pelarut polar)
ada juga pelarut yang bersifat “tidak campur air” (contohnya aseton, etil
asetat, disebut pelarut non polar atau pelarut organik) (Gresbi,2013)
b. Kelebihan dan kekurangan metode maserasi.
Menurut Amiroh (2013) kelebihan dan kekurangan metode
maserasi adalah sebagai berikut:
1) Kelebihan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah unit alat
yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam, biaya
operasionalnya relatif rendah, prosesnya relatif hemat penyari dan tanpa
pemanasan.
2) Kelemahan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah proses
penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu terekstraksi
sebesar 50% saja, prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna exhaustive extraction yang umunya dilakukan pada
temperatur ruangan.
Gambar 5. Infudasi/Dekokta
a. Prinsip
Infundasi/Dekokta dilakukan dengan menggunakan 1 unit panci
yang terdiri dari dua buah panci yang saling bisa ditumpuk (panci-tim),
panci bagian atas digunakan untuk menaruh bahan yang akan
diekstraksi (tentu bersama pelarutnya yaitu air masing-masing dengan
takaran tertentu) sementara panci bawah diisi air maksudnya digunakan
sebagai pemanas panci atas sehingga panas yang diterima panci atas
tidak langsung berhubungan.
b. Keuntungan dan kekurangan metode infusa dan dekokta.
Menurut Depkes RI (1979) keuntungan dan kekurangan metode
infusa dan dekokta adalah sebagai berikut:
1) Keuntungan metode ini yaitu unit alat yang dipakai sederhana, biaya
operasionalnya relatif rendah.
2) Kerugian metode ini yaitu zat-zat yang tertarik kemungkinan sebagian
akan mengendap kembali apabila kelarutannya sudah mendingin (lewat
jenuh), hilangnya zat-zat atsiri, adanya zat-zat yang tidak tahan panas
lama, disamping itu simplisia yang mengandung zat-zat albumin tentunya
zat ini akan menggumpal dan zat-zat berkhasiat tersebut sukar ditarik.
II.4 Daun Pepaya
Pepaya adalah tanaman yang berasal dari Amerika tropis dan
menyebar sampai India pada abad ke 16. Tanaman ini dikenal sebagai
papaya dalam bahasa Inggris, papita dalam bahasa Hindi dan
Erandakarkati dalam bahasa Sansekerta (Yogiraj, et al, 2014). Pepaya
adalah tanaman tradisional yang sering digunakan untuk pengobatan
berbagai macam penyakit. Terutama daunnya yang digunakan
mengobati penyakit malaria, demam berdarah, penyakit kuning (Yogiraj,
et al, 2014). Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan senyawa
fitokimia dalam daun pepaya.
II.4.1 Klasifikasi Pepaya (Carica papaya L)
Klasifikasi tanaman pepaya menurut (Yogiraj, et al.,2014) sebagai
berikut:
% Kadar : 22,14 %
IV. 1.2 Tabel Hasil Ekstraksi Daun Pepaya (Carica papaya L.)
Ekstrak Hasil
% Kadar : 22,14 %
Kuning
2. 0,27 Kuning Kuning AlCl3
Kehijauan
IV. 2 Pembahasan
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang banyak
dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Dalam pepaya sendiri
memiliki kandungan metabolit sekunder yang biasanya dimanfaatkan
dalam bidang kesehatan. Manfaat dari daun muda Carica papaya L.
dapat dipergunakan untuk pengobatan penyakit demam, penambah
nafsu makan, keputihan, jerawat, menambah air susu, serta mengobati
sakit gigi. Dalam beberapa dekade terakhir, ekstrak pepaya digunakan
untuk memerangi peyakit kanker (Sukardiman et al, 2013).
Pepaya (Carica papaya L.) termasuk tanaman family Caricaceae
yang berkeping biji dua (dikotil) serta poligamus. Pepaya adalah
tanaman semi-kayu, biasanya berbatang tunggal dan tersebar di daerah
tropis dan subtropis (Jiménez, dkk., 2013). Daun pepaya telah dilaporkan
memiliki beberapa manfaat, memiliki antioksidan (Vuong, dkk., 2013).
Kandungan metabolit sekunder dari daun pepaya adalah flavonoid
(Nugroho, dkk., 2017; Maisarah, dkk., 2013), alkaloid (Julianti, dkk.,
2014), fenolik (Maisarah, dkk., 2013).
Simplisia adalah bahan alamiah yang dimanfaatkan sebagai obat-
obatan herbal/tradisional yang belum diolah dengan segala macam cara,
kecuali berupa bahan yang melalui proses pengeringan (Wahyuni Rina,
Guswandi, 2014). Hal pertama yang dilakukan adalah mengambil sampel
daun. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari, pada pukul 06.00
pagi sampai pukul 09.00. Menurut Nurohman R (2016), pengambilan
sampel dilakukan pagi hari karena pada saat itu kondisi stomata daun
sedang terbuka. Sampel yang digunakan adalah daun papaya (Carica
papaya L.) Menurut Julaily dkk (2013), ekstrak daun pepaya
mengandung berbagai golongan senyawa metabolit sekunder seperti
alkaloid, flavonoid, polifenol, kuinon dan terpenoid. Tujuan pengubahan
bentuk atau perajangan simplisia adalah untuk memperluas permukaan
bahan baku untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan
penggilingan.
Dilakukan pengeringan pada sampel daun pepaya, menurut
Dharma et al (2020). Dalam pengolahan simplisia memerlukan proses
pengeringan, dapat dilakukan dengan dua acara, yaitu pengeringan
secara alamiah (bantuan sinar matahari dan diangin-anginkan). Setelah
kering dihitung susut pengeringan. Susut pengeringan merupakan kadar
bagian yang menguap dari suatu zat, kecuali dinyatakan lain, sebanyak 1
gram sampai 2 gram zat ditetapkan pada temperature 105℃ selama 30
menit atau sampai bobot tetap. Hasil dari susut pengeringan simplisia
daun pepaya ialah 0,1893%. Menurut Farmakope Herbal Indonesia
(2017), susut pengeringan tidak lebih dari 10%, hasil yang diperoleh
sudah sesuai dengan literatur.
Maserasi merupakan salah satu metoda ekstraksi yang dilakukan
dengan cara merendam simplisia nabati meggunakan pelarut tertentu
selama waktu tertentu dengan sesekali dilakukan pengadukan atau
penggojokan (Marjoni, 2016). Percobaan kali ini dilakukan
pengekstraksian daun pepaya (Carica papaya L.) Menurut Maria (2016),
bagian pepaya yakni daunnya adalah salah satu tanaman yang
digunakan dalam pengobatan tradisional. Pengekstraksian dilakukan
degan metode maserasi, pemilihan metode ini dikarenakan maserasi
merupakan cara ekstraksi yang menggunakan prosedur dan peralatan
yang sederhana (Hasriyani, 2021). Maserasi menggunakan pelarut
etanol 70% karena sampel yang digunakan adalah sampel kering, oleh
karena itu dibutuhkan cairan untuk membasahi sampel sehingga sel-sel
akan mengembang dan pelarut akan lebih mudah dipenetrasi untuk
mengikat senyawa-senyawa yang terkandung dalam sel. Alasan
pemilihan pelarut etanol 70% yaitu karena etanol dapat menarik senyawa
aktif yang lebih banyak dibandingkan dengan jenis pelarut organik
lainnya, etanol memiliki titik rendah sehingga membutuhkan panas lebih
sedikit untuk proses pemekatan (Hasanah dan Novian, 2020). Hal yang
didapatkan dari volume ekstrak cair sebanyak 2000 ml setelah diuapkan
menjadi 44,28 gram. % Rendemen yang dihasilkan adalah 22,14 %.
Menurut penelitian Hasnaeni dkk (2019), semakin tinggi nilai rendemen
maka semakin banyak berat ekstrak yang diperoleh dan senyawa aktif
yang terkandung juga semakin banyak.
Identifikasi pemisahan senyawa secara kualitatif pada ekstrak
etanol menggunakan metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis). KLT adalah
metode untuk menganalisis campuran dengan memisahkan senyawa
dalam campuran dan dapat digunakan untuk membantu menentukan
jumlah komponen dalam suatu campuran. Identifikasi senyawa, dan
kemurnian suatu senyawa (Utami, 2019). Kromatografi lapis tipis
merupakan cara cepat dan mudah untuk dapat melihat kemurnian suatu
sampel maupun karakterisasi sampel dengan menggunakan standar.
Cara ini praktis untuk analisis data skala kecil untuk laboratorium karena
memerlukan bahan yang sedikit dan waktu yang dibutuhkan sedikit.
Kemurnian suatu senyawa bias dilihat dari jumlah bercak yang terjadi
pada plat kromatografi lapis tipis ataupun jumlah puncak kromatografi
lapis tipis. (Hidayat et al, 2015).
Prinsip KLT adalah distribusi suatu senyawa fase padat yang
ditotolkan pada plat KLT dan fase gerak cair yang bergerak diatur oleh
fase padat. Senyawa atau campuran ditotolkan pada bagian bawah plat
KLT. Plat terserbut kemudian dimasukkan dengan ruang kromatografi
yang berisi sedikit pelarut (eluen). Pelarut akan tertarik oleh partikel yang
ada pada plat melalui oksidator dan pelarut bergerak pada senyawa
dengan fase padat atau larut KLT bergantung pada fisik dan struktur
senyawa. Identifikasi pemisahan senyawa dianalisis dengan cara
menghitung nilai Rf (Faktor Retardasi). Rf merupakan perbandingan
jarak elusi sampel dengan jarak pemisahan fase gerak dari titik
penotolan.
KLT (Kromatografi Lapis Tipis) merupakan metode pemisahan
suatu senyawa berdasarkan perbedaan distribusi dua fase yaitu fase
diam dan fase gerak. KLT analitik ini digunakan untuk mencari eluen
terbaik dari beberapa eluen yang baik. Eluen yang baik adalah eluen
yang dapat memisahkan senyawa dalam jumlah yang banyak ditandai
dengan memisahkan senyawa dalam jumlah yang banyak ditandai
dengan munculnnya noda. Dari hasil KLT muncul noda-noda yang telah
diamati dibawah UV pada panjang gelombang 245 nm dan 365 nm.
Pada sampel pertama yang menggunakan eluen 3 perbandingan yaitu n-
butanol : asam asetat : air (4:1:5) muncul noda tapi tidak terlalu nampak.
Hal ini terjadi karena pada saat pentotolan sampel masih terlalu kental
sedangkan pada sampel kedua menggunakan eluen kloroform :
methanol (5:1) muncul satu noda yang jelas sehingga dapat dihitung nilai
Rf-nya. Angka Rf mempunyai jarak antara 0,50 sampai 1,50 dan hanya
dapat ditentukan oleh dua decimal. Hasil nilai Rf yang diperoleh adalah
0,36 dimana menurut Rahman (2019) ,nilai Rf telah memenuhi ketentuan
nilai Rf yang baik yaitu antara 0,2-0,8.
Skrining fitokimia merupakan suatu metode yang dilakukan untuk
mengetahui kandungan senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak
tanaman. Skrining fitokimia dilakukan dengan menggunakan reagen
pendeteksi golongan senyawa seperti flavonoid, alkaloid, tanin, saponin,
terpenoid dan lain-lain (Putri, dkk, 2013). Kali ini dilakukan skrining
fitokimia daun papaya (Carica papaya L.) dimana hal pertama dilakukan
yaitu membuat larutan stok 1 gram/ 10 ml ekstrak daun papaya (Carica
papaya L.) kemudian dilakukan uji kualitatif senyawa alkaloid dengan
menggunakan pereaksi dragendorff, pereaksi mayer dan pereaksi
wagner. Tujuan penggunaan pereaksi mayer pada uji alkaloid
diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+
dari Kalium tetraiodomerturat (II) membentuk komplek kalium alkaloid
yang mengendap (Sangi, M.S, 2013). Tujuan penggunan pereaksi
Dragendorff pada uji alkaloid, karena nitrogen digunakan untuk
membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion
logam (Svehla, 2017), dan tujuan penggunaan pereaksi wagner pada uji
alkaloid karena pada uji wagner, ion logam K+ akan membentuk ikatan
kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks
kalium-alkaloid yang mengendap (Mcmurry, 2012).
Hasil yang diperoleh dari ekstrak yang ditetesi pereaksi dragendorff
yaitu terbentuknya endapan jingga. Langkah awal dalam pengujian
alakaloid yaitu mengambil 2 ml ekstrak etanol, kemudian ditamba asam
klorida pekat dimana fungsinya untuk meningkatkan alkaloid. Tujuan
penambahan HCl adalah karena alkaloid bersifat basa sehingga
biasanya diekstrak dengan pelarut yang mengandung asam (Sulistyarini,
dkk, 2021). Hasil yang didapatkan dalam pengujian ini positif
mengandung senyawa alkaloid, dengan terbentuknya endapan jingga,
juga pada uji menggunakan pereaksi mayer positif mengandung
senyawa alkaloid dengan terbentuknya endapaan putih. Hal ini sudah
sesuai dengan (Sulistyarini, dkk, 2021), jika masing-masing larutan
terbentuk endapan putih maka sampel positif mengandung alkaloid.
Dilakukan pengujian kualitatif selanjutnya untuk senyawa flavonoid.
Tujuan penambahan logam Mg dan HCl adalah untuk mereduksi inti
benzopiron yang terdapat dalam struktur flavonoid sehingga terbentuk
garam flavylium berwarnaa merah atau jingga (Sulistyarini, dkk, 2021).
Hasil yang diperoleh dari percobaan ini yaitu muncul warna merah
setelah direaksikan HCl pekat. Hal ini sesuai dengan literatur jika larutan
terbentuk warna kuning, jingga sampai merah, maka positif mengandung
flavonoid.
Selanjutnya dilakukan uji kualitatif yaitu uji Saponin. Larutan uji
sebanyak 2 ml dikocok vertikal di dalam tabung reaksi, kemudian
didiamkan beberapa detik. Hasil diperoleh terbentuknya busa setinggi 2
cm, dimana ini telah sesuai dengan literatur saponin ditunjukkan dengan
terbentuk busa setinggi 1 – 10 cm yang stabil selama kurang beberapa
menit pada penambahan 1 tetes HCl 2 N busa tidak hilang (Sulistyarini,
dkk, 2021).
Dilakukan uji Tanin, larutan uji sebanyak 2 ml direaksikan dengan
larutan besi (III) klorida, hasil diperoleh larutan ekstrak berwarna hitam
kehijauan, menurut Marjoni (2016), jika uji warna terjadi warna biru atau
hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin. Selanjutnya dilakukan uji
kuantitatif dengan melakukan uji alkaloid menggunakan kromatografi
lapis tipis, fase gerak kloroform : methanol (5:1). Setelah plat disemprot
dengan pereaksi dragendorff akan menujukkan bercak cokelat jingga
berlatar belakang kuning (Sulistyarini, dkk, 2021). Timbulnya noda
dengan nilai Rf berturut- turut, 0,32 ; 0,27 dan 0,4 berwarna kuning muda
pada UV 245 nm dan berwarna kuning keorensan pada UV 365 nm,
menegaskan adanya kandungan alkaloid pada ekstrak etanol daun
pepaya (Carica papaya L.).
BAB V
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Bedasarkan hasil praktikum skrining fitokimia ekstrak daun pepaya
(Carica papaya L.) dengan metode maserasi ini dapat disimpulkan
bahwa % rendemen dari ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) adalah
22,14%. Nilai Rf yang diperoleh dengan metode KLT (Kromatografi Lapis
Tipis) yaitu 0,36. Adapun dari hasil praktikum skrining fitokimia dengan
uji kualitatif menunjukkaan ekstrak daun pepaya mengandung senyawa
Alkaloid, Tanin, Flavonoid dan Saponin, serta uji kuantitatif
menggunakan KLT (Kromatografi Lapis Tipis) menunjukkan pada ekstrak
dengan kandungan Alkaloid memiliki nilai Rf 0,32 sedangkan pada
ekstrak dengan kandungan Flavonoid memiliki nilai Rf 0,27.
V. 2 Saran
V.2.1 Saran untuk Dosen
Adapun saran untuk dosen agar lebih mendampingi dan
membimbing praktikan dan asisten selama praktikum berlangsung.
V.2.2 Saran untuk Asiten
Adapun saran untuk asisten agar dapat mendampingi praktikan
selama praktikum berlangsung agar kesalahan tidak terjadi dan lebih
aktif dalam berbagi pengetahuan.
V.2.3 Saran untuk Laboratorium
Adapun saran untuk laboratorium agar memfasilitasi alat dan bahan
baik secara kuantitatif maupun kualitatif serta pemasangan AC demi
kelancaran proses praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Aravind, G., Bhowmik, D., Duraivel, S., & Harish, G., 2013, Traditional
And Medicinal Uses Of Carica papaya, Journal Of Medicinal
Plants Studies, 1 (1), 7-15.
Indah Sulistyarini, Diah Arum Sari dan Tony Ardian Wicaksono. 2021.
Skrining Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder Batang Buah
Naga. Semarang : Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi “Yayasan
Pharmasi Semarang
McMurry, J. E., Fay, R. C., dan Fantini, J. 2012. Chemistry (6th ed.).
Newyork: Pearson Prentice Hall.
Nur Hasanah, Dede Rival Novian. 2020. Analisis Ekstrak Etanol Buah
Labu Kuning (Cucurbita Moschata D.). Fakultas Kedokteran
Hewan : Universitas Nusa Cendana
Yogiraj V., Goyal P.K. And Chauhan C.S. 2015. Carica Papaya Linn: An
Overview, International Journal Of Herbal Medicine, 2 (5), 1–8.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Penyiapan simplisia
No Dokumentasi Keterangan
2 Perajangan simplisia
4 Pengeringan simplisia
NO Dokumentasi Keterangan
2 Toples Kaca
10
Dilakukan pengadukan
Uji Tanin
Uji Falovonoid
Uji Alkaloid
(Pereaksi Wegner)
Uji Alkaloid
(Pereaksi Mayer)
Uji Alkaloid
(Pereaksi Dragendorff)
Uji Saponin
1 Sinar Tampak
2 Sinar UV 254 nm
Sinar UV 365 nm
3
(Uji Kuantitatif Alkaloid)
Lampiran 5. Perhitungan
1. Susut pengeringan
Susut pengeringan = Bobot simplisia kering x 100%
Bobot simplisia segar
- Kloroform = x 10 = 8,3 ml
- Methanol = x 10 = 1,6 ml
4. Perhitungan nilai RF
- Lempeng 1
RF= = = 0,32
- Lempeng 2
RF= = = 0,27
- Lempeng 3
RF= = = 0,4
Lampiran 6. Skema Kerja
1.Pembuatan Simplisia
Pengambilan sampel
Sortasi basah
Pencucian
Perajangan
Pengeringan
Sortasi kering
2. Metode ekstraksi
Diserbukkan simplisia
Diayak dan
ditimbang
Ditutup wadah
3. Skrining Fitokimia
a.Uji Alkaloid
+ HCl 2 N 2-3
tetes
b. Uji Flavonoid
+ 1mg serbuk Mg
+ 3ml eter
Terbentuk 2 lapisan
d. Uji Saponin
+ 2ml air
panas
Dipanaskan, + 2 tetes
FeCl3
4. Identifikasi Senyawa
a. Uji Flavonoid
b. Uji Alkaloid
Disemprotkan pereaksi
Dragendorff