Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

PEMERIKSAAN KOMPONEN SENYAWA KIMIA SIMPLISIA


TEMULAWAK (Curcuma Xanthoriza Roxb.) PENGAMBILAN BAHAN
BAKU DARI PASAR 7 ULU PALEMBANG

DI SUSUN OLEH :

SEMESTER / KELAS : 3A
KELOMPOK : II
ANGGOTA KELOMPOK : Lucya Teni Zelika ( 19110005 )
Ayu Lestari ( 19110014 )
Norazlina Fitriah ( 19110029 )
Sherly Precillia ( 19110042 )
DOSEN PEMBIMBING : Sabda Wahab S.Farm., M.H.Kes

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Temulawak dengan nama latin Curcuma xanthorrhiz Roxb. merupakan
tanaman asli Indonesia dan termasuk salah satu jenis temuan yang paling
banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Kini temulawak telah
dikembangkan sebagai sumber bahan pangan, pewarna, bahan baku industri
(seperti kosmetika), maupun dibuat makanan atau minuman segar.
Temulawak telah dibudidayakan dan banyak ditanam di pekarangan atau
tegalan, juga sering ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan padang alang-
alang. Tanaman ini lebih produktif pada tempat terbuka yang terkena sinar
matahari dan dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi
(Dalimartha,2007).
Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.) menjadi salah satu
tumbuhan obat keluarga Zingiberaceae yang banyak tumbuh dan digunakan
sebagai bahan baku obat tradisional di Indonesia (Prana 2008). Tumbuhan
temulawak secara empiris banyak digunakan sebagai obat tunggal maupun
campuran. Terdapat lebih dari dari 50 resep obat tradisional menggunakan
temulawak. Pada tahun 2004, pemerintah melalui Badan Pengawasan Obat
dan Makanan (BPOM) mencanangkan Gerakan Nasional Minum Temulawak
sebagai minuman kesehatan. Gerakan- Gerakan ini didasarkan pada hasil
survei yang menyebutkan bahwa temulawak memiliki khasiat dapat
menyembuhkan 24 jenis penyakit. Temulawak merupakan salah satu dari 10
jenis tanaman obat yang paling banyak digunakan dalam ramuan jamu
(Rachman et al. 2007).
Eksistensi temulawak sebagai tumbuhan obat telah lama diakui,
terutama dikalangan masyarakat Jawa. Rimpang temulawak merupakan
bahan pembuatan obat tradisional yang paling utama. Kasiat temulawak
sebagai upaya pemelihara kesehatan, disamping sebagai upaya peningkatan
kesehatan atau pengobatan penyakit. Temulawak sebagai obat atau bahan
obat tradisional akan menjadi tumpuan harapan bagi pengembangan obat
tradisional Indonesia sebagai sediaan fitoterapi yang kegunaan dan keamanan
dapat dipertanggungjawabkan (Sidik et al. 2002).
Dengan demikian penggunaan temulawak sebagai bahan obat salah
satunya dapat dibuat menjadi bentuk simplisia. Simplisia merupakan bahan
alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses
apa pun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah
dikeringkan (Depkes RI, 2000).
Simplisia ini menjadi salah satu bentuk pemanfaatan bahan alam baik
tanaman, hewan maupun mineral untuk dapat dijadikan sebagai obat yang
dapat digunakan oleh masyarakat luas. Ini merupakan cara praktis yang dapat
dilakukan untuk mengolah bahan alam menjadi suatu obat. Sehingga
simplisia ini menjadi sangat penting untuk kita ketahui proses pembuatannya.

B. Tujuan Praktikum
Untuk diketahui pada akhir praktikum, mahasiswa diharapkan dapat
mengetahui cara pembuatan simplisia hingga proses pengekstrakan simplisia
dengan baik dan benar.

C. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu:
1. Manfaat teoritis
Hasil praktikum ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan konsep praktek
farmakognosi terutama untuk mengetahui pemeriksaan komponen
senyawa kimia temulawak (Curcuma Xanthoriza Roxb.) yang berasal dari
pasar 7 ulu kota Palembang.
2. Manfaat akademis
Hasil praktikum ini diharapkan dapat memberikan konstribusi
tambahan dalam praktikum lanjutan untuk mengetahui pemeriksaan
komponen senyawa kimia rimpang temulawak (Curcuma Xanthoriza
Roxb.) yang berasal dari pasar 7 ulu kota Palembang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipakai sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga atau yang baru mengalami proses setengah
jadi, seperti pengeringan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, hewani, dan
mineral atau simplisia pelikan ( widaryanto, 1989 ).
(Depkes RI, 2000), simplisia dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: simplisia
nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral).
1. Simplisia nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,
bagian tanaman/eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat
tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atan
yang dengan dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat
nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya.
2. Simplisia hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh,
bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan
belum berupa zat kimia murni.
3. Simplisia Pelikan (Mineral).
Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa
bahan pelikan atau mineral yang belum diolah dengan cara sederhana
dan belum berupa zat kimia murni
Pada umunya pembuatan simplisia melalui tahapan pengumpulan bahan
baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, penyimpanan dan
pemeriksaan mutu ( widaryanto, 1989 ).
1. Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda, antara lain :
a. Bagian tanaman yang digunakan.
b. Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen.
c. Waktu panen
d. Lingkungan tempat tumbuh
Waktu panen sangat erat hubunganya dengan pembentukan
senyawa aktif didalam tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang
tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif
dalam jumlah terbesar. Senyawa aktif terbentuk secara maksimal
didalam bagian tanaman atau pada umur tertentu.
2. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk meghilangkan kotoran-kotoran atau
bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada
simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing
seperti tanah, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah
mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi,
oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat
megurangi jumlah mikroba awal.
3. Pencucian
Penucian dilakukan untuk menghilangakan tanah dari pengotoran
lainnya yang melekat pada simplisia. Pencucian dilakukan dengan air
bersih, misalnya air dari mata air, air sumur, atau air PAM. Bahan
simplisia yang mengandung zat yang mudah larut di dalam air yang
mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin.
Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah awal
mikroba dalam simplisia.
4. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses
perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah
proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru
diambil, jangan langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh
selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat
mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan
dengan ukuran yang dikehendaki. Semkain tipis bahan yang akan
dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat
waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat
menyebabkan berkurangnya atau hilangnya at berkhasiat yang mudah
menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang
diinginkan.
5. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang
mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan
dicegah penurunan mutu ata perusakan simplisia. Pengeringan simplisia
dilakukan dengan menggunakan suatu alat pengering. Hal-hal yang
perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan,
kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan dalam luas
permukaan bahan.
6. Sortasi kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir
pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda
asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan
pengotoran-pengotoran lainnya yang masih ada dan tertinggal pada
simplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum simplisia dibungkus
untuk kemudian disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi
disini dapat dilakukan dengan atau secara mekanik.
7. Pengepakan dan penyimpanan
Simplisia dapat rusak atau berubah mutunya karena berbagai faktor
luar dan dalam, antara lain : cahaya, oksigen udara, reaksi kimia intern,
dehidrasi, penyerapan air, pengotoran, serangga, dan kapang. Selama
penyimpana ada kemungkinan terjadi kerusakan pada simplisia.
Kerusakan tersebut dapat mengakibatkan kemunduran mutu, sehingga
simplisia bersangkutan tidak lagi memenuhi syarat yang diperlukan
atau ditentukan. Oleh karena itu pada penyimpanan simplisia perlu
diperhatikan beberapa hal yang dapat mengakibatkan kerusakan
simplisia, yaitu cara pengepakan pembungkusan dan pewadahan,
persyaratan gudang simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu, serta
cara pengwetannya. Penyebab kerusakan pada simplisia yang utama
adalah air dan kelembaban.
8. Pemeriksaan mutu
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan
atan pembeliannya dari pengumpul atau pedagang simplisia. Simplisia
yang diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi persyaratan
umum untuk simplisia seperti yang disebutkan dalam bukun farmakope
Indonesia, ekstra farmakope Indonesia ataupun Materi Medika
Indonesia edisi terkahir. Apabila untuk simplisia yang bersangkutan
terdapat paparannya dalam salah satu ketiga buku tersebut, maka
simplisia tadi harus memenuhi persyaratan yang disebutkan pada
paparanya.

B. Tanaman Temulawak
1. Klasifikasi Temulawak
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza, Roxb (Tjitrosoepomo, 2004).
Gambar 1.1 Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

2. Nama Daerah
Sumatera: temulawak, Jawa: koneng gede, temu raya, temu besar, aci
koneng, koneng tegel, temulawak. Madura: temo labak. Bali: tommo.
Sulawesi Selatan: tommon. Ternate: karbanga (Dalimartha, 2000).
3. Morfologi Temulawak
Temulawak termasuk tanaman terna berbatang semu setinggi
kurang lebih 2 cm, berwarna hijau atau coklat gelap, akar rimpang
terbentuk dengan sempurna, bercabang-cabang kuat, berwarna hijau
gelap. Tiap tanaman mempunyai daun 2 helai sampai 9 helai, berbentuk
bundar memanjang. Berwarna hijau atau coklat keunguan terang sampai
gelap, panjang 31 cm sampai 84 cm, lebar 10 cm sampai 18 cm, panjang
tangkai daun (termasuk helaian) 43 cm sampai 80 cm lebih (Dalimartha,
2000).
Perbungaan lateral, tangkai ramping, berambut 10 cm sampai 37
cm, sisik berbentuk garis, berambut halus, panjang 4 cm sampai 12 cm,
lebar 2 cm sampai 3 cm. Bentuk bulat memanjang, panjang 9 cm sampai
23 cm, lebar 4 cm sampai 6 cm, berdaun pelindung banyak, panjangnya
melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga, berbentuk bundar telur
sampai bangun jorong, berwarna merah, ungu dan putih dengan sebagian
dari ujungnya berwarna ungu, bagian bawahnya berwarna hijau muda
atau keputihan, panjang 3 cm sampai 8 cm, lebar 1,5 cm sampai 3,5 cm.
Kelopak bunga berwarna putih berambut, panjang 8 mm sampai 13 mm
(Dalimartha, 2000).
Mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4,5
cm, tabung berwarna putih atau kekuningan 2 cm sampai 2,5 cm. Helaian
bunga berbentuk bundar telur atau bundar memanjang, berwarna putih
dengan 7 ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1,25 cm
sampai 2 cm, lebar 1 cm. Bibir berbentuk bundar atau bulat telur,
berwarna jingga dan kadang-kadang pada tepinya berwarna merah,
panjang 14 cm sampai 18 cm, lebar 14 mm sampai 20 mm, benang sari
berwarna kuning muda, panjang 12 mm sampai 16 mm, lebar 10 mm
sampai 15 mm, tangkai sari, panjang 3 mm sampai 7 mm, buah berbulu 2
cm panjangnya (Dalimartha, 2000).
Lingkungan tumbuh atau habitat alami tanaman temulawak
umumnya ditempat terlindung seperti di bawah naungan hutan jati, tanah
tegal, padang alang-alang dan hutan belantara lainnya. Temulawak dapat
tumbuh dan berproduksi dengan baik didaratan rendah sampai
pegunungan yakni mulai dari 5-120 m di atas permukaan laut
(Dalimartha, 2000).
4. Kandungan Temulawak
Kandungan kimia rimpang temulawak dapat dibedakan atas
beberapa fraksi, yaitu :
a. fraksi pati, merupakan fraksi terbesar berbentuk serbuk warna putih
kekuningan
b. fraksi kurkuminoid, merupakan komponen yang memberikan warna
kuning pada rimpang temulawak yang memiliki khasiat medis,
c. fraksi minyak atsiri, terdiri dari senyawa turunan monoterpen dan
seskuiterpen.
Komposisi rimpang temulawak segar berumur 9 bulan, berdasarkan
bahan kering terdiri atas 75,18% air, 27,62% pati, 5,38% lemak, 10,96%
minyak atsiri, 1,93% kurkumin, 6,44% protein, 6,89% serat dan 3,96%
abu (Sidik et al. 2002).
5. Manfaat Temulawak
Khasiat temulawak terutama disebabkan oleh dua kelompok
kandungan kimia utamanya, yaitu senyawa berwarna kuning golongan
kurkuminoid dan minyak atsiri. Paduan antara kurkuminoid dan minyak
atsiri mempunyai kemampuan mempercepat regenerasi sel-sel hati yang
mengalami kerusakan akibat pengaruh racun kimia. Temulawak memiliki
beberapa efek farmakologi, antara lain hepatoprotektor (mencegah
penyakit hati), menurunkan kadar kolesterol, anti inflamasi (anti radang),
laksatif (pencahar), diuretik (peluruh kencing), dan menghilangkan nyeri
sendi (B. Mahendra, 2005).
Manfaat lainnya yaitu meningkatkan nafsu makan, melancarkan
ASI, dan membersihkan darah (Rahmat Rukmana, 2004). Selain
dimanfaatkan sebagai jamu dan obat, temulawak juga dimanfaatkan
sebagai sumber karbohidrat dengan mengambil patinya, kemudian diolah
menjadi bubur makanan untuk bayi dan orang-orang yang mengalami
gangguan pencernaan (Sastrapradja S, 2010). Di sisi lain, temulawak juga
mengandung senyawa beracun yang dapat mengusir nyamuk, karena
tumbuhan tersebut menghasilkan minyak atsiri yang mengandung linalool
dan geraniol yaitu golongan fenol yang mempunyai daya repellan nyamuk
Aedes aegypti (Ningsih, 2008).
Temulawak juga terbukti dapat menurunkan kadar SGPT dan
SGOT, mengurangi kejadian fibrosis hati sehingga mencegah
berlanjutnya ke sirosis hati. Pada penderita hepatitis akut, temulawak juga
dapat meningkatkan nafsu makan, mengurangi perut kembung,
menghilangkan demam dan pegal linu (Setiawan Dalimartha, 2005).

C. Ekstrak Dan Ekstraksi


1. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan
menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang paling cocok, di
luar pengaruh cahaya matahari langsung (Departemen Kesehatan RI,
2006).
Ekstrak berdasarkan sifatnya dapat dibagi menjadi:
a. Ekstrak encer, sediaan yang masih dapat dituang.
b. Ekstrak kental, sediaan yang tidak dapat dituang dan memiliki kadar
air sampai 30% .
c. Ekstrak kering, sediaan yang berbentuk serbuk, dibuat dari ekstrak
tumbuhan yang diperoleh dari penguapan bahan pelarut.
d. Ekstrak cair, mengandung simplisia nabati yang mengandung etanol
sebagai bahan pengawet.
2. Ekstraksi
Menurut Departemen Kesehatan RI (2006), ekstraksi adalah proses
penarikan kandungan kimia yang dapat larut dari suatu serbuk simplisia,
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut. Ekstraksi
digolongkan menjadi :
a. Ekstraksi cara dingin : Maserasi, perkolasi
b. Ekstraksi cara panas : Soxhletasi, refluks, destilasi
Beberapa metode yang banyak digunakan untuk ekstraksi bahan
alam antara lain :
a. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada suhu ruangan.
Prosedurnya dilakukan dengan merendam simplisia dalam pelarut
yang sesuai dalam wadah tertutup. Pengadukan dilakukan dapat
meningkatkan kecepatan ekstraksi. Kelemahan dari maserasi adalah
prosesnya membutuhkan waktu yang cukup lama. Ekstraksi secara
menyeluruh juga dapat menghabiskan sejumlah besar volume pelarut
yang dapat berpotensi hilangnya metabolit. Beberapa senyawa juga
tidak terekstraksi secara efisien jika kurang terlarut pada suhu kamar
(27̊C). Ekstraksi secara maserasi dilakukan pada suhu kamar (27̊C),
sehingga tidak menyebabkan degradasi metabolit yang tidak tahan
panas (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama
beberapa hari pada temperature kamar terlindung dari cahaya, pelaut
akan masuk kedalam sel tanaman melewati dididing sel. Isi sel akan
larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didala sel
dengan diluar sel. Larutan yang konentrasinya tinggi akan terdekat
keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi redah (proses
difusi). Peristiwa tersebut akan berulang sampai terjadi keseimbanga
antara larutan didalam sel dan larutan diluar sel (Ansel, 2008).
b. Perkolasi
Perkolasi merupakan proses mengekstraksi senyawa terlarut
dari jaringan selular simplisia dengan pelarut yang selalu baru
sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada suhu ruangan.
Perkolasi cukup 19 sesuai, baik untuk ekstraksi pendahuluan maupun
dalam jumlah besar.
Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: serbuk simplisia
ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya
diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah
melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-
sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak kebawah
disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan
diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk
menahan. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya
berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa,
adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi) (Departemen Kesehatan
RI, 2006).
c. Soxhletasi
Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi dengan
prinsip pemanasan dan perendaman sampel. Hal itu menyebabkan
terjadinya pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan
tekanan antara di dalam dan di luar sel. Dengan demikian, metabolit
sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan terlarut ke dalam
pelarut organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan melewati
pendingin udara yang akan mengembunkan uap tersebut menjadi
tetesan yang akan terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas
lubang pipa samping soxhlet maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi
yang berulang itulah yang menghasilkan ekstrak yang baik
(Departemen Kesehatan RI, 2006).
Menurut (Safirudin,2009), ekstraksi sokletasi merupakan suatu
metode pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat
dengan cara penyaringan berulang ulang dengan menggunakan
pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan
terisolasi. Prinsip sokletasi ini yaitu penyaringan yang dilakukan
secara berulang- ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan
pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah
selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat
yang terekstrak. Metode sokletasi menggunakan suatu pelarut yang
mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang
terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang
tidak diinginkan.
d. Refluks
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi
berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan
cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat
pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari
akan menguap, uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin
tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut.
Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi
selama 4 jam.
Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang
digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan
dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap
akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah
reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung.
Sedangkan aliran gas N2 diberikan agar tidak ada uap air atau gas
oksigen yang masuk terutama pada senyawa organologam untuk
sintesis senyawa anorganik karena sifatnya reaktif (Departemen
Kesehatan RI, 2006).
BAB III
METODE KERJA

A. Alat Dan Bahan


1. Alat
a. Pisau
b. Baskom
c. Kertas Koran
d. Nampan
e. Kondensor
f. Soklet
g. Labu alas bulat
h. Hot plate
i. Hot plate
j. Batang pengaduk
k. Kompor listrik
l. Panci
m. Botol kaca bening (toples)
n. Pipet tetes
o. Gelas kimia
p. Tabung reaksi dan rak tabung
q. Plat tetes
2. Bahan
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), Serbuk simplisia
temulawak, Es batu 3 buah, Etanol 96%, Kertas saring, Aquadest, HCL
pekat, HCL 2 N, Pereaksi meyer, wagner, dan dragendrof, Etil asetat,
Cuka, H2SO4 pekat, FeCl3

B. Prosedur Kerja
1. Proses Pembuatan Simplisia
a. Sortasi basah
Dilakukan untuk meghilangkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan
asing lainnya dari bahan simplisia seperti akar yang masih melekat
pada rimpang temulawak dan tanah atau kotoran lainnya.
b. Pencucian
Membersihkan temulawak dari kotoran atau tanah menggunakan air
bersih yang mengalir. Kemudian masukkan kedalam baskom yang
bersih.
c. Perajangan
Setelah itu rimpang temulawak yang telah mengalami proses
pencucian dilanjutkan dengan perajangan yaitu memotong atau
mengiris rimpang dengan irisan yang tipis atau potongan dengan
ukuran yang dikehendaki menggunakan pisau. Semkain tipis bahan
yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga
mempercepat waktu pengeringan. Sebelum melakukan pengirisan
terlebih dahulu mengupas kulit yang ada pada rimpang.
d. Pengeringan
Selanjutnya, Pengeringan simplisia temulawak dilakukan dengan
menggunakan matahari. Setelah melalui proses perajangan , simplisia
temulawak diletakkan diatas nampan yang sudah diberi alas kertas
koran lalu jemur dibawah matahari kurang lebih selama 3 hari.
e. Sortasi kering
Merupakan tahap akhir pembuatan simplisia dimana pada proses ini
yaitu memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman
yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lainnya yang masih
ada dan tertinggal pada simplisia temulawak kering. Proses ini
dilakukan sebelum simplisia dibungkus untuk kemudian disimpan.
f. Penyimpanan
Tahap akhir yaitu dengan penyimpanan simplisia temulawak di dalam
toples kaca bening dan beri etiket semenarik mungkin.
2. Proses Ekstrak Menggunakan Metode Sokletasi
a. Pasang alat sokletasi mulai dari kondensor, soklet, labu alas bulat dan
penangas air atau hot plate.
b. Buat selongsong dari kertas saring dan isi sampel simplisia serbuk
temulawak yang telah ditimbang sebanyak 46 gram didalamnya.
Kemudian masukkan kedalam alat soklet dan basahi sampel
selongsong tersebut dengan memasukkan etanol 96% sebanyak 150
ml.
c. Hidupkan hot plate dan amati, hentikan proses ekstraksi ketika pelarut
tidak lagi berwarna.
d. Proses selanjutnya ialah evaporasi atau penguapan untuk mendapatkan
ekstrak kental tanpa ada pelarutnya. Dengan melakukan penguapan
yang sederhana dapat dilakukan dengan penguapan ataupun diangin
anginkan. Yang pertama siapkan alat terlebih dahulu seperti kompor
listrik dan panci yang telah berisi air ¼ dari wadah topeles kaca
ekstrak
e. Masukkan sampel ekstrak yang sudah melalui proses metode sokletasi
tadi ke dalam wadah toples kaca bening (jangan ditutup).
f. Kemudian letakkan toples sampel tersebut kedalam panci yang berisi
air ¼ dari tinggi toples sampel ekstrak dan uapkan hingga ekstrak
yang didapat kental tidak ada lagi pelarut didalamnya.
3. Identifikasi Komponen Senyawa Kimia
a. Identifikasi Flavonoid
1 gram ekstrak sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan HCL pekat lalu dipanaskan dengan waktu 15 menit di
atas penangas air. Apabila terbentuk warna merah atau kuning berarti
positif flavonoid (flavon, kalkon dan auron).
b. Identifikasi Alkaloid
2 gram ekstrak sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi ditetesi
dengan 5 ml HCL 2N dipanaskan kemudian di dinginkan lalu dibagi
dalam 3 tabung reaksi, masing-masing 1ml. Tiap tabung ditambahkan
dengan masing-masing pereaksi. Pada penambahan reaksi Mayer,
positif mengandung alkaloid jika membentuk endapan putih atau
kuning. Pada penambahan pereaksi Wagner, positif mengandung
alkaloid jika terbentuk endapan coklat. Pada penambahan perekasi
Dragendrof, mengandung alkaloid jika terbentuk endapan jingga.
c. Identifikasi Terpenoid dan Steroid
2 gram ekstrak sampel dimasukkan dalam tabung reaksi, lalu
ditambahkan dengan 2 ml etil asetat dan dikocok. Lapisan etil asetat
diambil lalu ditetesi pada plat tetes dibiarkan sampai kering. Setelah
kering, ditambahkan 2 tetes cuka dan 1 tetes asam sulfat pekat.
Apabila terbentuk warna merah atau kuning berarti positif terpenoid.
Apabila terbentuk warna hijau berarti positif steroid.
d. Identifikasi Saporin
1 gram ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambahkan 10 ml
air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik
positif mengandung saponin jika terbentuk buih setinggi 1-10 cm
tidak kurang dari 10 menit dan pada penambahan 1 tetes HCL 2 N
buih tidak hilang.
e. Identifikasi Tanin
1 gram ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambahkan 10 ml
air. Air panas kemudian di didihkan selama 5 menit kemudian
filtratnya ditambahkan FeCl3 3-4 tetes, jika berwarna hijau biru
(hijau-hitam) berarti positif adanya tanin katekol sedangkan jika
berwarna biru hitam berarti positif adanya tanin pirogalol.
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum
Tabel 1. Hasil Randamen Simplisia Temulawak (Curcuma Xanthoriza Roxb.)

1. Perhitungan Randamen Simplisia


berat simplisia
Randamen simplisia = ×100 %
berat bahan baku
500 gram
= 2000 gram × 100 %

= 25 %
Jadi, hasil perhitungan dari randamen setelah penyusutan adalah 25%
berat bahan baku−berat simplisia
Perhitungan setelah penyusutan = ×100 %
berat bahanbaku
2000 gram−500 gram
= ×100 %
2000 gram
= 75%
Jadi, hasil perhitungan penyusutan adalah 75%
2. Perhitungan Randamen Ekstrak
berat ekstrak
Rendamen ekstrak = × 100 %
diberat sampel
5 gram
= ×100 %
500 gram
= 1,6%
Jadi, hasil perhitungan rendamen pada ekstrak kental adalah 1,6%
3. Identifikasi Komponen Senyawa Kimia Pada Sampel Ekstrak Temulawak (curcuma xanthoriza Roxb.)
4.
Tabel 2. Hasil Identifikasi Senyawa Kimia
No Sampel Uji Pereaksi Warna Keterangan
.
1. Temulawak Flavonoid HCL Pekat Hitam pekat Negative (-)
2. Temulawak Alkaloid HCL 2 N , pereaksi + P.Mayer : kuning keruh Negative (-)
mayer, wagner, + P.Wagner : kuning keruh
dragendrof + P.Dragendrof : terdapat
endapan putih

3. Temulawak Terpenoid dan Etil asetat + cuka + Merah dan kuning Positif (+)
steroid H2SO4
4. Temulawak Saponin Aquadest + HCL 2N Kuning dan terdapat gumpalan Negative (-)

5. Temulawak Tanin Aquadest + FeCl3 Kuning kecoklatan Negative (-)


B. Pembahasan
Tanaman yang digunakan pada percobaan ini adalah tanaman
temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb.). Simplisia temulawak yang
diperoleh kemudian dibagi dalam bentuk haksel dan serbuk dimana serbuk
tersebut terlebih dahulu di blender. Serbuk simplisia temulawak ini digunakan
sebagai bahan percobaan membuat ekstrak sebanyak 46 gram. Setelah didapat
simplisia temulawak yang kering sebanyak 500 gram didapatlah rendamen
simplisia temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb.) yaitu 25% dari bahan baku
sebanyak 2000 gram dan penyusutan randemen simplisia sebesar 75%.
Selanjutnya, pada percobaan pembuatan ekstrak temulawak
menggunakan metode sokletasi karena metode sokletasi ini pelarut yang
digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan
melalui sifon tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang digunakan
untuk mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi serta
waktu yang digunakan lebih cepat dan juga pada tanaman temulawak ini
sangat baik menggunakan metode sokletasi yang sesuai dengan syarat-syarat
sampel dari metode sokletasi yaitu sebagai berikut :
a. Sampel yang digunakan harus memiliki pori-pori yang besar.
b. Sampel yang digunakan tidak dapat dilarutkan oleh pelarut yang
digunakan.
c. Sampel yang digunakan mudah ditembus oleh pelarut.
Adapun pelarut yang digunakan dalam metode sokletasi menggunakan suatu
pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang
terdapat pada bahan sampel contohnya etanol 96% yang digunakan pada
percobaan tersebut.
Metode sokletasi seakan merupakan penggabungan antara metode
maserasi dan perkolasi. Jika pada metoda pemisahan minyak astiri (distilasi
uap), tidak dapat digunakan dengan baik karena persentase senyawa yang
akan digunakan atau yang akan diisolasi cukup kecil atau tidak didapatkan
pelarut yang diinginkan untuk maserasi ataupun perkolasi ini maka cara yang
terbaik yang didapatkan untuk pemisahan ini adalalah sokletasi. Sokletasi
dihentikan apabila pelarut yang digunakan tidak berwarna lagi, sampel yang
diletakkan diatas kaca arloji tidak menimbulkan bercak lagi, hasil sokletasi di
uji dengan pelarut tidak mengalami perubahan yang spesifik.
Pada proses pengekstrakan simplisia temulawak (Curcuma xanthoriza
Roxb.) digunakan sampel sebanyak 46 gram menggunakan metode sokletasi
yang dimasukkan ke dalam selongsong. Dan hasil rendamen yang didapat
setelah pengekstrakan kental adalah 1,6% .
Berdasarkan hasil analisis identifikasi komponen senyawa kimia pada
ekstrak simplisia temulawak (curcuma xanthoriza Roxb.) yang didapat pada
uji identifikasi terpenoid dan steroid positif mengandung senyawa terpenoid
dan steroid. Hal tersebut ditandai dengan perubahan warna menjadi merah
dan kuning pada plat tetes yang sudah ditetesi cuka dan H2SO4 (asam sulfat)
pekat. Sedangkan pada uji flavonoid, alkaloid, saponin, dan tanin tidak
terdapat adanya kandungan senyawa tersebut.
Senyawa terpenoid memiliki efek pengobatan sebagai antimalaria.
Senyawa steroid yang terdapat dalam tumbuhan dapat berperan sebagai
pelindung. Beberapa jenis senyawa steroid diantaranya estrogen merupakan
jenis steroid hormon seks yang digunakan untuk kontrasepsi, penghambat
ovulasi, progestin merupakan steroid sintetik digunakan untuk mencegah
keguguran dan uji kehamilan, glukokortikoid sebagai antiinflamasi, alergi,
demam, leukimia dan hipertensi serta kardenolida merupakan steroid
glukosida jantung digunakan sebagai obat diuretik dan penguat jantung.
Secara umum manfaat temulawak (curcuma xanthoriza Roxb.) banyak
dimanfaatkan sebagai antimikroba karena kandungan senyawa aktifnya
mampu mencegah pertumbuhan mikroba dan juga berpeluang sebagai obat
infeksi yang disebabkan oleh mikroba pathogen. Kandungan dalam
temulawak berisi senyawa-senyawa kimia yang memiliki kandungan aktif,
yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri. Kandungan kurkuminoid dalam
temulawak berfungsi sebagai anti-bakteria, anti-kanker, anti-tumor, serta
mengandung antioksidan. Rimpang temulawak ini bermanfaat untuk
mengobati sakit maag, diare, ambeien, batuk, asma dan sariawan
mempelancarkan ASI serta penambah nafsu makan. Temulawak memiliki
tujuh khasiat yaitu untuk memperbaiki nafsu makan, memperbaiki fungsi
pencernaan, memelihara fungsi hati, meredakan nyeri sendi dan tulang,
menurunkan lemak darah dan antioksidan.
BAB V
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
pada rimpang temulawak (Curcuma Xanthoriza Roxb.), melalui identifikasi
komponen senyawa kimia posiitif mengandung senyawa terpenoid dan
steroid. Hal tersebut ditandai dengan perubahan warna menjadi merah dan
kuning pada plat tetes yang sudah ditetesi cuka dan H2SO4 (asam sulfat)
pekat. Sedangkan pada uji flavonoid, alkaloid, tanin dan saponin tidak adanya
senyawa tersebut pada simplisia temulawak (Curcuma Xanthoriza Roxb.).

B. Saran
1. Laboratorium
Sebaiknya laboratorium yang digunakan oleh para praktikan dijaga
kebersihannya serta dilakukannya peremajaan alat-alat yang ada
dilaboratorium guna kenyamanan dalam praktikum dan bahan-bahan
kimia atau pun bahan-bahan alam lainnya juga harus dijaga ataupun
diperbanyak guna memperlancar jalannya praktikum.
2. Universitas
Kurangnya kelengkapan alat serta bahan kimia yang umumnya
digunakan untuk proses pembelajaran sehingga memperlambat proses
pelajaran yang ada. Serta ada baiknya jika pihak kampus selalu
menyediakan pipet tetes untuk bahan sampel kimia. Jika mengharpkan
mahasiswa yang membawa dan digunakan untuk proses pembelajaran
tidak memungkinkan dikarenakan setiap mahasiswa yang membawa pipet
tetes tersebut hanya dipergunakan untuk kepentingan pribadi atau
kelompok pribadi dimana saat setelah selesai mengambil bahan kimia
yang diperlukan pipet tetes tersebut dibawa masing-masing kelompok
sehingga memperlambat proses pembelajaran saat ingin mengambil bahan
kimia menggunakan pipet tetes pribadi serta memungkinkan terjadinya
pencampuran bahan kimia (tidak steril).
3. Dosen
Seedikit kritikan yaitu pada saat proses pembelajaran kurangnya
efektif dalam waktu sehingga hasil percobaan praktikan begitu terburu-
buru.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad S. 2006. Khasiat Dan Manfaat Temulawak. PT sinar wadja lestari. ISBN :
978-979-1213-06-6

Departemen Kesehatan. Komponen Bahan Alami Pada Bahan Pangan. Jakarta.


Depkes RI.2006

Eva D. 2005. Potential Extract Curcuma Xanthoriza Roxb. As Antibacterials.


Faculty Of Medicine University Of Lampung. Volume 4

Fuadati C. 2015. Identifikasi Senyawa Aktif Metabolit Sekunder Jamur Endofit


Dari Temulawak Yang Berpotensi Sebagai Senyawa Antibakteri.
Universitas Islam Negeri Malang

Jawetz E. 2005. Mikrobiologi Kesehatan. Buku kesehatan. Jakarta.

Mutrikah., Dkk. 2018. Profil Bioaktif Pada Tanaman Temulawak (Curcuma


Xanthoriza Roxb.) Dan Beluntas. Volume 4. ISSN : 2460-9455

Najib A. 2018. Ekstraksi Senyawa Bahan Alam. Group penerbitan CV budi


utama. Yogyakarta. ISBN : 978-602-475-8573-8

Prasetyo., Dkk. 2013. Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-Obatan (Bahan


Simplisia). Bengkulu. Badan penerbitan fakultas pertanian UNIB. ISBN :
978-602-9071-10-8

Prayudi S. 2020. Bahan Pangan Potensial Untuk Antivirus Dan Imun Booster.
Bogor. Penerbit BB pascapanen. ISBN 978-979-1116-58-9

Wonorahardjo. 2013. Metode-Metode Pemisahan Kimia. Jakarta. Penerbit


academia permata
LAMPIRAN

Lampiran 1. Simplisia Temulawak (Curcuma Xanthoriza Roxb.)


Haksel Serbuk

Gambar 2.1 Haksel Simplisia Temulawak Gambar 2.2 Serbuk Simplisia Temulawak
(curcuma xanthoriza Roxb.) (curcuma xanthoriza Roxb.)

Lampiran 2. Ekstrak Simplisia Temulawak (Curcuma Xanthoriza Roxb.)


Metode sokletasi Hasil ekstrak dari alat Penguapan
sokletasi (evaporasi)

Gambar 2.3 Alat Sokletasi Gambar 2.4 Hasil Ekstrak


Gambar 2.5 Proses
Penguapan & Hasil
Ekstrak Kental
Lampiran 3. Identifikasi Komponen Senyawa Kimia
No Uji Gambar
.
1. Flavonoid

Gambar 2.6 Hasil Uji Flavonoid


2 Alkaloid

Gambar 2.7 Hasil Uji Alkaloid

Gambar 2.8 Hasil Uji Alkoloid Setelah Ditambahkan


Pereaksi Meyer, Wagner Dan Dragendrof
3. Terpenoid
& steroid

Gambar 2.9 Hasil Uji Gambar 2.10 Setelah


Terpenoid & Steroid Ditetesi Cuka Dan H2SO4
Menggunakan Etil Pekat
Asetat

4. Saponin

Gambar 2.11 Hasil Uji Saponin


5. Tanin

Gambar 2.12 Hasil Uji Tanin

Anda mungkin juga menyukai