Transfer B 2019-Kelompok 3
PENDAHULUAN
flora fauna, serta sumber daya alam lainnya. Sebagian besar dari
semakin berkembang.
buah naga dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara, keadaan tanah dan
curah hujan. Habitat asli buah naga berasal dari negara Meksiko, Amerika
Utara dan Amerika Selatan bagian utara. Namun buah naga saat ini telah
30% - 35% dari berat buah belum dimanfaatkan dan hanya dibuang
Hal ini sangat disayangkan karena kulit buah naga mempunyai beberapa
alami pada makanan dan minuman. Selain itu dalam industri, kulit buah
farmakologi kulit buah naga juga dapat dijadikan sebagai obat herbal
alami yang dapat bermanfaat sebagai antioksidan.
dari kulit buah naga yaitu merupakan sumber antioksidan. Selain itu
yang sesuai.
rekristalisasi.
4. Prinsip KLTP dan KLT 2 Dimensi adalah adsorbsi dan partisi serta
eluennya.
TINJAUAN PUSTAKA
4. Perajangan
Tanaman yang diambil sebaiknya tidak langsung dirajang, tetapi
dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat
dilakukan dengan pisau atau masih perajangan khusus, sehingga
diperoleh lapisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki
atau seragam. Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses
perajangan. Perajangan bahan bahan simplisia dilakukan untuk
mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan
bahan. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin
merajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan atau
ukuran yang dikehendaki. Apabila tebal maka proses pengeringan
akan terlalu lama dan kemungkinan dapat membusuk atau berjamur.
Perajangan yang terlalu tipis akan terlalu lama berakibat rusaknya
kandungan kimia karena oksidasi atau reduksi. Alat perajang atau
pisau yang digunakan sebaiknya bukan dari besi (misalnya stainless
steel atau baja nikaraf).
Ukuran ketebalan rajangan merupakan salah satu factor yang
mempengaruhi kualitas simplisia yang dihasilkan. Pada prinsipnya
perajangan dilakukan untuk mempercepat proses pengeringan
sehingga semakin tipis bahan maka semakin cepat pula proses
pengeringan, akan tetapi potongan rajangan bahan yang terlalu tipis
akan menyebabkan sejumlah senyawa aktif dalam bahan akan
berkurang karena menguap, sehingga mengakibatkan perubahan
aroma, rasa dan komposisi senyawa aktif bahan berubah tidak sesuai
standar bahan baku simplisia berkualitas (Eko, 2018)
Namun demikian, untuk menentukan ukuran ketebalan rajangan
harus memperhatikan jenis bahan yang akan dirajang. Sebagai contoh
ketebalan perajangan untuk rimpang temulawak adalah sebesar 7-8
mm, sedangkan untuk jahe, kunyit dan kencur 3-5 mm. selain ukuran,
bentuk irisan juga perlu diperhatikan. Irisan potongan bahan simplisia
dapat berbentung melintang atau membujur, tergantung tujuan
penggunaannya (Eko, 2018)
5. Pengeringan
Pengeringan merupakan proses pengawetan simplisia tahan
lama dalam penyimpanan. Selain itu, pengeringan akan menghindari
terurainya kandungan kimia karena pengaruh enzim. Pengeringan
yang cukup akan mencegah pertumbuhan kapang dan
mikroorganisme.
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang
tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama.
Mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik bisa
mencegah penurunan mutu atau kerusakan simplisia.
Tandanya simplisia sudah kering adalah mudah meremah bila
diremas atau mudah patah menurut persyaratan obat tradisional,
pengeringan dilakukan sampai kadar air tidak lebih dari 10%.
Pengeringan jangan dibawah sinar matahari langsung, melainkan
dengan almari pengering yang dilengkapi dengan kipas penyedot
udara sehingga terjadi sirkulasi yang baik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat proses, penngeringan
adalah suhu, kelembapan, udara, waktu pengeringan dan luas
permukaan bahan. Bila terpaksa dilakukan pengeringan dibawah sinar
matahari maka perlu ditutup dengan kain hitam untuk menghindari
terurainya kandungan kimia dan debu.
Berbagai cara pengeringan telah lama dikenal dan digunakan
untuk mengawetkan bahan. Pada dasarnya terdapat dua cara
pengeringan yaitu:
a. Pengeringan alamiah
Cara pengeringan bahan simplisia tergantung pada kandungan
senyawa aktif dalam bahan yang akan dikeringkan. Pengeringan
alamiah merupakan cara pengeringan tanpa menggunakan alat
pengering yang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1) Dengan panas sinar matahari langsung
Pengeringan ini dilakukan dengan menjemur atau membiarkan
potongan-potongan bahan pada kondisi udara terbuka di bawah
cahaya matahari langsung. Cara seperti ini biasa dilakukan
untuk mengeringkan bahan yang kandungan senyawa aktifnya
tidak mudah menguap dan relatif keras seperti akar, batang,
kulit kayu dan biji
2) Dengan cara diangin-anginkan
Pengeringan dengan cara diangin-anginkan digunakanuntuk
mengeringkan bahan yang mengandung senyawa aktif mudah
menguap dan bertekstur lunak seperti bunga dan daun
b. Pengeringan buatan
Pengeringan buatan merupakan cara pengeringan yang
menggunakan alat pengering dengan sumber panas yang berasal
dari kompor, lampu, mesin disel atau listrik. Prinsip pengeringan
buatan adalah memanaskan udara dengan sumber panas,
kemudian udara panas dialirkan menggunakan kipas ke ruang
berisi bahan telah ditata di atas rak-rak pengering
6. Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir dari
pembuatan simplisia. Tujuan sortasi adalah untuk memisahkan benda-
benda asing, seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan
kotoran-kotoran lain yang masih ada dan tinggal. Proses ini dilakukan
sebelum simplisia dibungkus atau dikemas.
7. Pengepakan Dan Penyimpanan
Tujuan pengepakan dan penyimpanan adalah untuk melindungi
agar simplisia tidak rusak atau berubah mutunya karena beberapa
faktor, baik faktor dari dalam maupun faktor dari luar. Bahan pengepak
harus sesuai dengan simplisia yang dipak. Misalnya simplisia yang
mengandung minyak atsiri jangan dipak dalam wadah plastik. Karena
plastik akan menyerap bau bahan tersebut. Bahan pengepak yang
baik adalah karung goni atau karung plastik. Simplisia yang diletakkan
dalam karung goni atau karung plastik praktis cara penyimpanannya.
Penyimpanan harus teratur, rapi untuk mencegah resiko
tercemar atau saling mencemari satu sama lain. Serta untuk
memudahkan pengambilan, pemeriksaan dan pemeliharaannya.
Simplisia yang disimpan diberi lebel yang mencantumkan identitas,
kondisi, junlah, mutu dan cara penyimpanannya.
Adapun tempat atau gudang penyimpanan harus memenuhi
syarat antara lain harus bersih, tertutup, sirkulasi udara baik, tidak
lembab, penerangan cukup bila diperlukan, sinar matahari tidak boleh
leluasa masuk ke dalam gudang.
8. Pemeriksaan Mutu
Simplisia harus memenuhi persyaratan umum untuk simplisia
seperti yang disebutkan dalam buku Farmakope indonesia, secara
umum simplisia harus memenuhi persyaratan kadar air yang tepat,
tidak berjamur, dan tidak mengandung lendir. Pemeriksaan mutu
simplisia sebaiknya dilakukan secara pe riodic, selain juga harus
diperhatikan untuk pertama kali dilakukan yaitu pada saat bahan
simplisia dibuat. Mutu simplisia dapat diketahui dengan melakukan
analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif meliputi penentuan
kandungan zat dalam simplisia tersebut. Analisis kuantitatif yaitu
meliputi pengujian organoleptik, makroskopik dan mikroskopik
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya
dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan
ketika tercapai keseimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut
dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut
dipisahkan dari sampe dengan penyaringan (Mukhriani, 2014).
Macam-macam ekstraksi:
1. Cara dingin
Ekstraksi cara dingin memiliki keuntungan dalam proses
ekstraksi total, yaitu memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan
pada senyawa termolabil yang terdapat pada sampel. Sebagian besar
senyawa dapat terekstraksi dengan ekstraksi cara dingin. Walaupun
ada beberapa senyawa yang memiliki keterbatasan kelarutan terhadap
pelarut pada suhu ruangan (Istiqomah, 2013).
Terdapat sejumlah metode ekstraksi yang paling sederhana
adalah ekstraksi dingin (dalam labu besar berisi biomasa yang dialasi
menggunakan stirrer), dengan cara ini bahan kering hasil gilingan
diekstraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut yang
kepolrannya makin tinggi. Keuntungan cara ini merupakan metode
ekstraksi yang mudah karena ekstrak tidak digunakan sehingga
kemungkinan kecil bahan alam menjadi terurai (Istiqomah, 2013).
Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolara bahan alam
secara berurutan memungkinkan pemisahan bahan-bahan alam
berdasarkan kelarutannya (dan polaritasnya) dalam pelarut ekstraksi.
Hal ini sangat mempermudah proses isolasi. Ekstraksi dingin
memungkinkan banyak senyawa terekstraksi meskipun beberapa
senyawa memiliki pelarut ekstraksi pada suhu kamar (Istiqomah,
2013).
Macam-macam ekstraksi dingin yaitu :
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperature ruangan (kamar). Maserasi
bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan
maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi
termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi
pada keseimbangan . maserasi dilakukan dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan atau
kamar (Istiqomah, 2013).
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana
dasar dari maserasi adalah melarutya bahan kandungan simplisia
dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan,
ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh.
Setelah selesai waktu maserasi, artinya keseimbangan antara
bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk
kedalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berahkir.
Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan
berulang-ulang. Upaya ini menjamin keseimbangan konsentrasi
bahan ekstrakasi yang lebih cepat didalam cairan. Sedangkan
keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunannya
perpindahan bahan aktif . secara teoritis pada suatu maserasi tidak
memungkinkan terjadinya ekstraksi absolute, semakin besar
perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan
semakin banyak hasil yang diperoleh (Istiqomah, 2013).
Kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyarian
kurang sempurna . secara teknologi termasuk ekstraksi dengan
prinsip metode pencapaian konsentrasi pada kesetimbangan.
Maserasi kinetik berarti dilakukan pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan maserasi pertama, dan
seterusnya (Istiqomah, 2013).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru
dan sempurna yang umumnya dilakukan pada temperature
ruangan (Istiqomah, 2013).
2. Cara panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya
dilakukan penggulangan proses pada residu pertama sampai 3-5
kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna
(Istiqomah, 2013).
b. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang
selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus
sehingga terjadi ekstraksi kontinue dengan jumlah pelarut yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Biomasa
ditempatkan dalam wadah soklhlet yang dibuat dengan kertas
saring, melalui alat ini pelarut akan terus direfluks (Istiqomah,
2013).
c. Digesti
Digeti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan
kontinu) pada temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperature 40-50oC (Istiqomah, 2013).
d. Infus
Adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature
penenganan air (bejana infuse tercelup dalam penangas air
mendidih, temperature terukur 96-98 o C selama waktu tertentu (15-
20 menit) (Istiqomah, 2013).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (suhu lebih
dari 30o C) dan temperature sampai titik didih air (Istiqomah, 2013).
f. Destilasi uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan
menguap (minyak atsiri) (Istiqomah, 2013).
Cara ekstraksi lainnya(Istiqomah, 2013).
1. Ekstraksi berkesinambungan
Proses ekstraksi yang dilakukan berulangkali dengan pelarut yang
berbeda atau resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun
berturutan beberapa kali. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan
efisiensi (jumlah pelarut) dan dirancang untuk bahan dalam jumlah
besar yang terbagi dalam beberapa bejana ekstraksi
2. Superkritis karbondioksida
Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk simplisia dan
umumnya digunakan gas karbondiokida , dengan variabel tekanan
dan temperature akan diperoleh spesifikasi kondisi polaritas
tertentu yang sesuai untuk melarutkan golongan senyawa
kandungan tertentu. Penghilangan cairan pelarut dengan mudah
dilakukan karena karbondioksida menguap dengan mudah
sehingga hamper langsung diperoleh ekstrak
3. Ekstrak ultrasonic
Getaran ultrasonic (≥ 20.000 Hz) memberikan efek pada proses
ekstrak dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel,
menimbulkan gelebung spontan (convation) sebagai stress dinamis
serta menimbulkan fraksi interfase. Hasil ekstraksi tergantung
pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama proses
ultrasonifikasi
4. Ekstraksi energy listrik
Energy listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet
serta “Electric Dischargers” yang dapat mempercepat proses dan
meningkatkan hasil dengan prinsip menimbulkan gelembung
spontan dan menyebarkan gelembung tekanan berkecepatan
ultrasonic
Analisis fitokimia pada tumbuhan sangat berkaitan erat dimana
berhubungan dengan disiplin ilmu kimia organic bahan alam dan biokimia
tanaman. Dalam melakukan fitokimia diperlukan metode identifikasi
kandungan senyawa yang tepat karena setiap tanaman memiliki sifat-sifat
struktur kimia yang berbeda-beda dan dalam jumlah yang banyak. Metode
yang digunakan pada skrining fitokimia seharusnya memenuhi beberapa
criteria berikut, antara lain adalah sederhana, cepat, hanya membutuhkan
peralatan sederhana, khas untuk satu golongan senyawa, memiliki batas
limit deteksi yang cukup lebar (dapat mendeteksi keberadaan
senyawa meski dalam konsentrasi yang cukup kecil). Salah satu hal yang
penting yang berperan dalam prosedur skrining fitokimia adalah pelarut
untuk ekstraki (Roby, 2019).
Skrining fitokimia merupakan analisis kualitatif terhadap senyawa-
senyawa metabolit sekunder. suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas
berbagai macam metabolit sekunder yang berperan dalam aktivitas
biologinya. Senyawa-senyawa tersebut diidentifikasi dengan pereaksi-
pereaksi yang mampu memberikan cirri khas dari setiap golongan dari
metabolit sekunder (Wahid, 2017)
1. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polar yang umumnya mudah
larut dalam pelarut polar seperti etanol, methanol, aseton, dan lain-lain.
Flavanoid merupakan golongan besar dari senyawa feno, senyawa
fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri
dan jamur (Wahid, 2017)
2. Alkaloid
Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme
yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun
peptidoglian pada sel bakteri, sehingga lapisa dinding sel tidak
terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut
(Wahid, 2017)
3. Saponin
Saponin adalah suatu glikosida yang larut dalam air dan
mempunyai karakteristik dapat membentuk busa apabila dikocok, serta
mempunyai kemampuan menghemolisis sel darah merah. Saponin
mempunyai toksisitas yang tinggi. Berdasarkan strukturnya saponin
dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu saponin yang mempunyai
rangkasteroid dan saponin yang mempunyai rangka terpenoid.
Berdasarkan pada strukturnya saponin akan memberikan reaksi
warna yang karakteristik dengan pereaksi Lieberman-buchard (LB)
(Wahid, 2017)
4. Tanin
Tannin adalah senyawa polifenol yang memiliki berat molekul
antara 400-3000 dalton yang diduga berperan sebagai antibakteri,
karena dapat membentuk kompleks dengan protein dan interaksi
hidrofobik (Wahid, 2017)
Partisi adalah keadaan kesetimbangan keberhasilan pemisahan
sangat tergantung pada perbedaan kelarutan senyawa tersebut dalam
kedua pelarut. Secara umum prinsip pemisahannya adalah senyawa
tersebut kurang larut dalam pelarut yang satu dan sangat larut di pelarut
lainnya. Ekstraksi pelarut atau sering disebut juga ekstraksi air merupakan
metode pemisahan atau pengambilan zat terlarut dalam larutan (biasanya
dalam air) dengan menggunakan pelarut lain (biasanya organik)
(Khamidinal, 2009).
Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan zat terlarut didalam 2
macam zat pelarut yang tidal saling bercampur atau dengan kata lain
perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik, dan pelarut
air. Hal tersebut memungkinkan karena adanya sifat senyawa yang dapat
terlarut dalam air dan adapula senyawa yang dapat larut dalam pelarut
organik. Ekstraksi bahan alam dilakukan dengan cara : ekstrak metanol
terlebih dahulu dipekatkan kemudian ditimbang dan ditimbahkan sedikit air
hingga diperoleh suspensi yang homogen. Kemudian dipindahkan ke
dalam corong pisah dan ditambahkan dietil eter (pelarut organik), setelah
itu corong pisah ditutup, dibalik dan dikran corong dibuka lalu dikocok satu
arah beberapa kali hingga didapatkan massa yang terdistribusi. Setelah
itu kran corong ditutup lalu corong dibalik dan dibiarkan hingga terjadi
pemisahan. Lapisan air dikeluarkan dan lapisan eter ditampung. Lapisan
air dikocok lagi dengan dieti eter kembali biasanya dilakukan 3 kali
ekstraksi (Khamidinal, 2009).
Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solute) di
antara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat
berguna untuk pemisahan secara cepat dan “bersih” baik untuk zat
organik maupun zat anorganik. Cara ini juga dapat digunakan untuk
analisis makro maupun mikro. Selain untuk kepentingan analisis kimia,
ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan preparatif
dalam bidang kimia organik, biokimia dan anorganik di laboratorium. Alat
yang digunakan dapat berupa corong pemisah (paling sederhana), alat
ekstraksi soxhlet sampai yang paling rumit berupa alat “Counter Current
Craig” (Khamidinal,2009).
Menurut Estien Yazid (2005), berdasarkan bentuk campuran yang
diekstraksi, suatu ekstraksi dibedakan menjadi ekstraksi padat-cair dan
ekstraksi cair-cair
1. Ekstraksi padat-cair; zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran
yang berbentuk padatan. Ekstraksi jenis ini banyak dilakukan di dalam
usaha mengisolasi zat berkhasiat yang terkandung di dalam bahan
alam seperti steroid, hormon, antibiotika dan lipida pada biji-bijian.
2. Ekstraksi cair-cair; zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran
yang berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi
pelarut banyak dilakukan untuk memisahkan zat seperti iod atau
logam-logam tertentu dalam larutan air
Ekstraksi cair-cair digunakan untuk memisahkan senyawa atas
dasar perbedaan kelarutan pada dua jenis pelarut yang berbeda yang
tidak saling bercampur. Jika analit berada dalam pelarut anorganik, maka
pelarut yang digunakan adalah pelarut organik, dan sebaliknya (Almin,
2007).
Pada metode ekstraksi cair-cair, ekstraksi dapat dilakukan dengan
cara bertahap (batch) atau dengan cara kontinyu. Cara paling sederhana
dan banyak dilakukan adalah ekstraksi bertahap. Tekniknya cukup dengan
menambahkan pelarut pengekstrak yang tidak bercampur dengan pelarut
pertama melalui corong pemisah, kemudian dilakukan pengocokan
sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi solut pada kedua pelarut.
Setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk dua lapisan dan lapisan
yang berada di bawah dengan kerapatan lebih besar dapat dipisahkan
untuk dilakukan analisis selanjutnya (Raina, 20011).
Cara ini digunakan jika harga D cukup besar (˃ 1000). Bila hal ini
terjadi, maka satu kali ekstraksi sudah cukup untuk memperoleh solut
secara kuantitatif. Namun demikian, ekstraksi akan semakin efektif jika
dilakukan berulangkali menggunakan pelarut dengan volume sedikit demi
sedikit (Underwood, 2001).
Ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu
pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan
pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin. Pada saat
pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak meninggalkan
pelarut yang pertarna (media pembawa) dan masuk ke dalam pelarut
kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan
pelarut tidak saling melarut (atau hanya dalam daerah yang sempit). Agar
terjadi perpindahan masa yang baik yang berarti performansi ekstraksi
yang besar haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas
mungkin di antara kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan
distribusikan menjadi tetes-tetes kecil (misalnya dengan bantuan perkakas
pengaduk) (Zenta, 2006).
Tentu saja pendistribusian ini tidak boleh terlalu jauh karena akan
menyebabkan terbentuknya emulsi yang tidak dapat lagi atau sukar
sekali dipisah. Turbulensi pada saat mencampur tidak perlu terlalu besar.
Yang penting perbedaan konsentrasi sebagai gaya penggerak pada
bidang batas tetap ada. Hal ini berarti bahwa bahan yang telah terlarutkan
sedapat mungkin segera disingkirkan dari bidang batas. Pada saat
pemisahan, cairan yang telah terdistribusi menjadi tetes-tetes hanis
menyatu kembali menjadi sebuah fasa homogen dan berdasarkan
perbedaan kerapatan yang cukup besar dapat dipisahkan dari cairan yang
lain (Yazid, 2005).
Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran
senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya.
Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan
sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. Kromatografi lapis
tipis dapat digunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa yang bersifat
hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar dijelaskan
dengan kromatografi kertas (Kurniawan, 2004).
Kromatografi lapis tipis merupakan cara cepat dan mudah untuk
dapat melihat kemurnian suatu sampel maupun karakterisasi sampel
dengan menggunakan standar. Cara ini praktis untuk analisis data skala
kecil karena hanya memerlukan bahan yang sangat sedikit dan waktu
yang dibutuhkan singkat, kemurnian suatu senyawa bias dilihat dari
jumlah bercak yang terjadi. Pada plat kromatografi lapis tipis atau pun
jumlah puncak kromatogram kromatografi lapis tipis. Uji kualitatif pada
kromatografi lapis tipis dapat dilakukan dengan membandingkan waktu
retensi kromatogram sampel dengan kromatogram senyawa standar
(Handayani, et al, 2005).
Fase yang digunakan pada KLT (kromatografi lapis tipis ) yaitu:
1. Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap
berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-3 µm. semakin
kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran
ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja kromatgrafi lapis tipis
dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling sering
digunakan adalah silica dan serbuk selulosa, sementara mekanisme
absorbsi yang utama pada kromatografi lapis tipis adalah adsorbsi dan
partisi (Ibnu, 2007).
2. Fase gerak
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, lebih sering
dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar .
sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organic
karena daya eusi campuran kedua zat ini dapat mudah diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal
(Ibnu, 2007).
Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan
mengoptimasi fase gerak:
a. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena
KLT merupakan teknik yang sensitive
b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga
Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan
c. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti
silica gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi
solute yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut
yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non
polar seperti metal benzene akan meningkatkan harga Rf secara
signifikan
d. Solute-solut ionic dan solute-solut polar lebih baik digunakan
campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan
methanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit
asam etanoat atau ammonia masing-masing akan meningkatkan
solute-solut yang bersifat basa dan asam
Pelaksanaan analisis dengan KLT diawali dengan menotolkan
alikuot kecil sampel pada salah satu ujung fase diam (lempeng KLT),
untuk membentuk zona awal. Kemudian sampel dikeringkan. Ujung fase
diam yang terdapat zona awal dicelupkan ke dalam fase gerak (pelarut
tunggal ataupun campuran dua sampai empat pelarut murni) di dalam
chamber. Jika fase diam dan fase gerak dipilih dengan benar, campuran
komponen-komponen sampel bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda
selama pergerakan fase gerak melalui fase diam. Hal ini disebut dengan
pengembangan kromatogram. Ketika fase gerak telah bergerak sampai
jarak yang diinginkan, fase diam diambil, fase gerak yang terjebak dalam
lempeng dikeringkan dan zona yang dihasilkan dideteksi secara langsung
(visual) atau di bawah sinar ultraviolet (UV) baik dengan atau tanpa
penambahan pereaksi penampak noda yang cocok (Letsyo, 2011).
Pengambilan sampel, pengawetan, dan pemurnian sampel adalah
masalah umum untuk KLT dan metode kromatografi lainnya. Sebagai
contoh, pengembangan KLT biasanya tidak sepenuhnya melarutkan
kembali analit yang berada dalam lempeng kecuali dilakukan pemurnian
sebelumnya (clean up). Metode clean up paling sering dilakukan pada
ekstraksi selektif dan kromatografi kolom. Dalam beberapa kasus
zat/senyawa perlu dikonversi dahulu sebelum dianalisis dengan KLT. Hal
ini dilakukan untuk mendapatkan turunan senyawa yang lebih cocok untuk
proses pemisahan, deteksi, dan / atau kuantifikasi. KLT dapat mengatasi
sampel yang terkontaminasi, seluruh kromatogram dapat dievaluasi,
mempersingkat proses perlakuan sampel sehingga hemat waktu dan
biaya. Kehadiran pengotor atau partikel yang terjerap dalam sorben fase
diam tidak menjadi masalah, karena lempeng hanya digunakan sekali
(habis pakai) (Letsyo, 2011).
Deteksi senyawa menjadi mudah ketika senyawa secara alami
dapat berwarna atau berberfluoresensi atau menyerap sinar UV. Namun,
perlakuan penambahan pereaksi penampak noda dengan penyemprotan
atau pencelupan terkadang diperlukan untuk menghasilkan turunan
senyawa yang berwarna atau berfluoresensi. Pada umumnya senyawa
aromatik terkonjugasi dan beberapa senyawa tak jenuh dapat menyerap
sinar UV. Senyawa-senyawa ini dapat dianalisis dengan KLT dengan fase
diam yang diimpregnasi indikator fluoresensi dan deteksi dapat dilakukan
hanya dengan pemeriksaan di bawah sinar UV 254 nm (Letsyo, 2011).
Pada KLT, identifikasi awal suatu senyawa didasarkan pada
perbandingan nilai Rf dibandingkan Rf standar. Nilai Rf umumnya tidak
sama dari laboratorium ke laboratorium bahkan pada waktu analisis yang
berbeda dalam laboratorium yang sama, sehingga perlu dipertimbangkan
penggunaan Rf relatif yaitu nilai Rf noda senyawa dibandingan noda
senyawa lain dalam lempeng yang sama. Faktor-faktor yang
menyebabkan nilai Rf bervariasi meliputi dimensi dan jenis ruang, sifat
dan ukuran lempeng, arah aliran fase gerak, volume dan komposisi fase
gerak, kondisi kesetimbangan, kelembaban, dan metode persiapan
sampel KLT sebelumnya. Konfirmasi identifikasi dapat diperoleh dengan
mengerok noda dalam lempeng kemudian analit dalam lempeng dielusi
dan dideteksi dengan spektrometri inframerah (IR), spektrometri Nuclear
magnetic resonance (NMR), spektrometri massa, atau metode
spektrometri lain jika senyawa hasil elusi cukup tersedia. Metode
identifikasi ini juga dapat menggunakan untuk menandai zona langsung
pada lapisan (in situ).
II.2 Uraian Tanaman
Klasifikasi Kulit Naga (Uya, 2012)
Kingdom : Plantae
Filum : Spermatophyta
Sub Filum : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Cactales
Family : Cactaceae
Genus : Hylocereus
Spesies : Hylocereus undatus
Buah naga adalah buah dari beberapa jenis kaktusdari genus
Hylocereus dan Selenicereus. Buah ini berasal dari Mesiko, Amerika
Tengah dan Amerika Selatan sekarang juga dibudidayakan di negara-
negara Asia seperti Taiwan, Vietnam, Malaysia dan Filifina. Buah ini juga
dapat ditemui di Okinawa, Israel, Australia utara dan Tiongkok selatan.
Hylocereus hanya mekar pada malam hari (Uya, 2012)
Morfologi tanaman buah naga terdiri dariakar,batang,duri,bunga,
danbuah. Akar buah naga hanyalahakar serabutyang berkembang
dalamtanah pada batang atas sebagai akar gantung. Akar tumbuh di
sepanjang batang pada bagian punggung sirip di sudut batang. Pada
bagian duri, akan tumbuh bunga yang bentuknya mirip
bungawijayakusuma. Bunga yang tidak rontok berkembang menjadi buah.
Buah naga bentuknya bulat agak lonjong seukuran dengan buahalpukat.
Kulit buahnya berwarna merah menyala untuk jenis buah naga putihdan
merah, berwarna merah gelap untuk buah naga hitam, dan berwarna
kuning untuk buah naga kuning. Di sekujur kulit dipenuhi dengan jumbai-
jumbai yang dianalogikan dengan sisiknaga. Oleh sebab itu, buah ini
disebut buah naga (Uya, 2012).
Buah naga terbukti kaya antioksidan dalam penelitian oleh Jamila,
at al. (2011), buah naga berdaging merah mengandung total fenolat 1,076
mol gallic acid equivalents (GAE)/g purre. Antioksidan mencapai 7,59 mol
trolox equivalents (TE)/g purre, sedangkan yang berdaging putih
mengandung total fenolat 523 mol gallic acid equivalents (GAE)/g
purredan antioksidan mencapai 2,96 mol trolox equivalents (TE)/g purre.
Istilah kromatografi berasal dari kata latin chroma berarti warna dan
Michael Tsweet (1903) seorang ahli botani dari rusia. Michael Tsweet
kalsium karbonat yang diisikan ke dalam kolom kaca dan petreoleum eter
Alat tersebut berupa pita gelas yang dilengkapi suatu kran di bagian
diam yang sifatnya tidak larut dalam fase cair. Fase geraknya adalah
dipaksa untuk berpindah oleh aliran fase gerak yang ditambahkan secara
dengan afinitas paling kecil akan bergerak lebih cepat mengikuti pelarut
(Yazid, 2005).
II.3.2 Teknik Pemisahan Kromatografi Kolom Dalam Memisahkan
Campuran
Kolom yang telah dipilih sesuai ukuran diisi dengan bahan penyerap
bahan penyerap berupa pita sempit pada permukaan atas kolom, dengan
komponen akan bergerak turun melalui kolom dan pada bagian atas
diantaranya yaitu:
1. Kolom konvensional
kondisi eluen. Misalnya apsolsi yang cocok dengan pelarut yang baik
(Sastrohamidjojo, 1985).
bumi (gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca
dan mungkin juga sampai 100 kalinya. Ukuran kolom dan banyaknya
(Sastrohamidjojo, 1985).
(Sastrohamidjojo, 1985).
a. Cara kering yaitu silika gel dimasukkan ke dalam kolom yang telah
dalam kolom melalui dinding kolom secara kontiyu sedikit demi sedikit
hingga silika gel mapat, setelah silika gel mapat eluen dibiarkan
hingga masuk semua, dan kran dibuka dan diatur tetesnnya, serta
sebagai fraksi-fraksi.
sistem kolom modern terbuat dari gelas atau paduan silika. Kolom
konvensional dibuat dari material pendukung yang dilapisis fase diam dari
lebih polar akan terserap lebih kuat sehingga turun lebih lambat dari
senyawa non polar terserap lebih lemah dan turun lebih cepat. Zat yang
diserap dari larutan secara sempurna oleh bahan penyerap berupa pita
sempit pada kolom. Pelarut lebih lanjut atau dengan tanpa tekanan udara
gerak dari atas ke bawah. Metode ini sering digunakan untuk fraksinasi
(Sastrohamidjojo, 1985).
berisis fase diam dan aliran fase geraknya dibantu dengan pompa vakum.
Fase diam yang digunakan dapat berupa silika gel atau aluminium oksida.
dikemas kering (biasanya dengan penjerap mutu KLT 10-40 µm) dalam
penjerap lalu divakumkan lagi. Kolom dipisah sampai kering dan sekarang
(1908), seorang ahli botani Rusia. Nama kromatografi diambil dari bahasa
tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (stationary) dan fase bergerak
(mobile). Fase diam dapat berupa zat padat atau zat cair, sedangkan fase
fase, fase gerak yang membawa cuplikan dan fase diam yang menambah
cuplikan secara selektif. Bila fase gerak berupa gas, disebut kromatografi
gas, dan sebaliknya atau fase gerak berupa zat cair, disebut kormatografi
dipisahkan ditotolkan berupa garis pada salah satu sisi pelat lapisan besar
cara yang tidak merusak jika senyawa itu tanwarna, dan penyerap
yangmengandung senyawa pita dikorek dan pelat kaca. Cara ini berguna
(254 nm) atau gelombang panjang (366 nm). Jika dengan senyawa dapat
Pada koromatografi lapis tipis, fase diam berupa lapisan tipis yang
datar yang biasanya terbuat dari kaca dapat pula terbuat dari plat polimer
pengikat, biasanya kalsium sulfat atau amilum (pati) penjerap yang umum
dipakai untuk kromatografi lapis tipis adalah silica gel, alumina, kieselgur,
Dua sifat yang penting dari fase diam adalah ukuran partikel dan
kedua sifat tersebut. Ukuran partikel yang bisa digunakan adalah 1-25
hasil yang memuaskan dan salah satu untuk cara untuk memperbaiki hasil
halus. Butirannya yang halus memberikan aliran pelarut yang lebih lambat
Fase gerak ialah medium angkut yang terdir atas satu atau beberapa
pelarut. Jika diperlukan system pelarut multi komponen, harus berupa
radikal bebas dapat berasal dari sisa hasil metabolism tubuh dan dari luar
tubuh seperti makanan, sinar UV, dan asap rokok. Jumlah radikal bebas
radikal bebas dengan antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh. Jika hal ini
suatu senyawa kimia (obat). Produk atau sediaan obat harus memenuhi
kimia dalam memberikan efek toksik (racun) pada jangka waktu tertentu
Adapun sumber zat toksis dapat berasal dari bahan alam maupun sintetik.
Uji toksisitas pada dasarnya bertujuan untuk menekan risiko bahaya yang
(Andayani, 2008).
singkat setelah pemberian sediaan uji secara oral dalam dosis tunggal
atau dosis berulang yang diberikan dalam waktu 24 jam kemudian diamati
selama 14 hari. Prinsip uji toksisitas akut secara oral yaitu sediaan uji
selanjutnya, serta memperoleh nilai LD50 suatu bahan (BPOM RI, 2014).
2. Uji Toksisitas Sub akut
sasaran tempat kerja dari obat tersebut, pengujian selama 1-3 bulan,
2015).
Uji toksisitas kronik pada tujuannya sama dengan sub akut, tapi
pengujian ini dilakukan selama 6 bulan pada hewan rodent (pengerat) dan
non-rodent (bukan hewan pengerat). Uji ini dilakukan apabila obat itu
2015).
5. Uji Karsinogenik
kanker, dilakukan pada 2 spesies hewan uji selama 2 tahun, pengujian ini
6. Uji Mutagenik
2015).
ekstrak terhadap larva Artemia salina. Hasil uji ini dapat dimanfaatkan
II.6 Pemurnian
material itu dari alam (misalnya minyak tanah) atau yang disintesis di
komponen dengan kadar yang sangat kecil. Untuk tujuan itu, dalam ilmu
dan pemurnian yang komplek. Zat atau materi dapat dipisah dari
1999).
yang tinggi. Teknik pemurnian dan pemisahan terdiri dari dari beberapa
macam diantaranya yaitu:
sebagai mana dalam asam asam amino. Selain itu, 2 sistem fase gerak
sistem fase gerak sehingga campuran terpisah menurut jalur yang sejajar
yang sama dalam dua arah harus sistem yang terbaik. Namun, ini tidak
reaksi telah terjadi antara dua eluen, dan penyimpanan dari garis diagonal
dapat diamati setelah eluen kedua (Hahn, 2007).
pelarut yang sama ini cukup sulit tetati penting (Wall, 2005).
objektif adalah melihat. Di sisi lain, fungsi yang diperlukan yang dapat
memprediksi nilai Rf dari satu komponen fungsi komposisi dari fase gerak.
2. Multi eluen
segar dari pelarut yang sama dalam arah yang sama untuk jarak yang
dilakukan dengan pelarut yang berbeda dalam arah yang sama, masing-
masing yang menjalankan jarak yang sama atau yang berbeda, disebut
elusi bertahap. Sebuah fase kurang polar dapat digunakan pertama, diikuti
oleh fase yang lebih polar, atau sebaliknya. Pemindahan material nonpolar
mana dia berasal. Setelah kering, zat terlarut polar dipisahkan oleh
3. Kristralisasi
II.7 Karakterisasi
struktur sari suatu senyawa. Menurut Anwar (1994) bahwa spktroskopi bila
tertentu, misalnya E1, disinari dengan sinar tertentu. Sinar ini akan
mulekul itu tidak menyerap sinar itu maka sinar yang terdeteksi akan
mulekul misalnya dari E1 ke E2, maka sinar akan diserap oleh frekuensi
dari E1 ke E2, maka sinar akan diserap oleh mulekul dan tidak akan
mempunyai satu ikatan idak menyerap sinar 200-800 nm. Lain halnya
menambahkan pereaksi.
1. Pada UV 254 nm
tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali
2. Pada UV 366 nm
terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya
366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi
METODE KERJA
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah naga
mayer, NaOH 10%, aseton, asam borat P, eter, larutan besi (III) klorida
heksan, butanol, asam asetat glasial, H2SO4 10%, plat KLT, silika gel.
bawah kolom disumbat dengan kapas agar silika gel tidak mencemari
tampungan kapas agar silika gel tidak mencemari gel G 60 (0,2-0,5 mm),
dengan perbandingan 100:0 dalam 100 ml, 95:5 dalam 200 ml, 90:10
yang tenggelam diambil untuk ditetaskan didalam air laut. Penetasan telur
udang dilakukan dalam aqurium. Larva udang siap untuk digunakan dalam
dua jenis kulit buah naga dilarutkan dalam etanol 70% sebanyak 10ml
Setelah itu dibuat larutan uji dalam vial dengan konsentrasi 1, 10, 100,
200, 400, 600, 800, 1000 ppm menggunakan pipet volume, kemudian tiap
vial di tambahkan air laut hingga 5 ml. Larva udang dipipet sebanyak 10
dikonversi menjadi nilai probit, dibuat kurva regresi linier berdasarkan data
nilai probit sebagai (y) data log konsentrasi sebagai (x). Nilai LC 50 didapat
telah dielusi. Bercak yang menunjukkan warna uning yang cukup intensif
kromatografi kolom.
Medium NA steril dicairkan terlebih dahulu pada suhu 45-70°C lalu dituang
diratakan dan dibiarkan memadat. Plat yang telah dielusi ditanam dalam
medium NA, secara aseptis dan dibiarkan selama ± 1 jam, setelah itu plat
pada daerah noda (Diamati dengan mensejajarkan noda pada plat dengan
zona yang terbentuk dalam medium). Fraksi yang aktif (positif) selanjutnya
yang digunakan n-heksan : etil asetat (85:15). Pita hasil KLTP dikerok dan
(isolat).
Isolat aktif yang diperoleh ditotol pada lempeng KLT dengan ukuran
etil asetat (85:15) untuk arah pertama dan n-heksan : etil asetat (85:15)
III.3.6 Kristalisasi
IV.1.2 % Rendemen
No Bobot Simplisia Bobot Ekstrak % Rendemen
1 300 gram 8,90 gram. 2,96%.
IV.1.3Skrining Fitokimia
No Uji Pereaksi Hasil Keteran
kandungan gan
1 Alkaloid - Mayer - Endapan Positif
Kuning
- Dragendorff - Endapan
Positif
jingga
IV.1.4Fraksinasi Ekstrak
IV.1.6 Hasil fraksi n-heksan dan etil asetat kulit buah naga merah
(Hylocereus polyrhizus) Dengan Metode Kromatografi Kolom
Jumlah ekstrak Jenis pelarut Jumlah pelarut Berat fraksi
kental (g) (mL) (g)
IV.1.7 Hasil LC50 Ekstrak Kulit Buah Naga Merah Dengan Metode
(BSLT)
Konsentrasi (ppm) Log % Kematian Nilai Probit
Konsentrasi (Y)
(X)
0 0 0% 0
1 0 0% 0
10 1 6.667% 3.5015
100 2 36.667% 4.6602
200 2.3 53.333% 5.0828
400 2.6 63.333% 5.3398
600 2.78 80% 5.8416
800 2.9 90% 6.2816
1000 3 100% 8.719
(Laksana, 2010).
2. Sortasi basah
3. Pencucian
4. Perajangan
5. Pengeringan
6. Sortasi kering
telah dilakukan tujuh tahap diatas yaitu sampel kuit buah naga diolah,
terdapat didalam bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan
alam. Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menyari komponen kimia
yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip
stabilitas bahan obat terlarut, dan sangat efektif menghasilkan bahan aktif
yang optimal, bahan simplisia yang ikut tersari dalam cairan penyari hanya
sedikit, sehingga zat aktif yang tersari akan lebih banyak. Setelah selesai
dengan total serbuk yang digunakan untuk ekstraksi adalah 300 gram
dihasilkan ekstrak kental sebanyak 8,90 gram. Ekstrak yang diperoleh
adalah sebesar 2,96%. Nilai rendemen ini jauh lebih tinggi dibandingkan
1,654%. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
digunakan.
yang ada padatanaman. Hasil skrining fitokimia pada ekstrak didapat hasil
positif pada kandungan alkaloid, flavonoid, tanin dan steroid dan negatif
dapat larut dalam basa (Hanani, 2014). Tujuan dibasakan pada skrining
fitokimia adalah agar senyawa flavonoid ini dapat larut. Berdasarkan hasil
skrining.
memberikan warna hitam kehijauan. Hasil positif dari uji tanin memberikan
warna biru tua atau hitam kehijauan (Robinson, 1991). Pada pengujian
pada tabung reaksi hal ini senada dengan literatur dan banyak uji skrining
terlarut di dalam dua macam zat pelarut yang tidak saling bercampur,
organik dan pelarut air. Hal tersebut memungkinkan karena adanya sifat
senyawa yang dapat larut dalam air dan ada pula yang dapat terlarut
dalam pelarut organik. Sedangkan ekstraksi padat-cair adalah proses
padat cair, namun pada praktikum kali ini hanya dilakukan partisi cair-cair.
Prinsip dari proses partisi yaitu digunakannya dua pelarut yang tidak
Ekstrak yang digunakan dalam percobaan ini tetap sama sejak praktikum
awal yaitu ekstrak daun kelor. Pelarut yang digunakan dalam partisi ini
Pada pengerjaan awal, partisi dilakukan dengan menggunakan
pelarut non polar (n-Heksan), hal ini disebabkan karena jika pada
pelarut polar, selain mampu melarutkan senyawa yang bersifat polar juga
pada satu arah hingga homogen. Sesekali membuka keran corong pisah
untuk mengeluarkan udara dari hasil pengocokan. Dipisahkan hingga
sedangkan lapisan bawah adalah lapisan air. Hal ini disebabkan karena
air memiliki massa jenis yang lebih besar daripada n-heksan. Selanjutnya
dilakukan sebanyak 3 kali untuk pelarut n-hexan, 3 kali unruk pelarut etil
asetat, dan 3 kali untuk pelarut air. Penggunaan n-butanol pada partisi cair
butanol dapat dijenuhkan dengan air tetapi tetap tidak bercampur dengan
air. Hasil partisi yang didapatkan kemudian disimpan dalam botol kaca
dan 366 nm. Fase gerak yang digunakan adalah N-heksan dan etil asetat
noda yang terlihat hanya pada UV 366 sedangkan pada sinar UV 254
Uji aktivitas sitotoksik dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
yang dilakukan menggunakan larva udang Artemia franciscana Kellogg.
metode penapisan farmakologi awal yang mudah dan relatif tidak mahal
Metode ini juga merupakan metode yang telah teruji hasilnya dengan
dalam ekstrak kasar tanaman, serta sering digunakan untuk tahapan awal
sebagai hewan coba. Uji toksisitas dengan metode BSLT ini merupakan uji
toksisitas akut dimana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam
ekstrak dikatakan toksik berdasarkan metode BSLT jika harga LC < 1000
μg/ ml.
kulit buah naga merah dan kulit buah naga super merah dilengkapi
dengan lampu sebagai sumber panas dan diberi aerator yang berfungsi
sebagai oksigen dan menjaga agar telur tidak mengendap. Larva udang
dapat diketahui bahwa jumlah LC50 ekstrak kulit buah naga merah
sebesar 130,50 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah naga
kulit buah naga merah dilihat dari warnanya yang merah dapat diduga
bahwa kulit buah naga merah mengandung antosianin yang banyak, pada
aktivitas terhadap LC50 pada ekstrak kulit buah naga merah baik. Hasil
& triterpenoid yang dapat berfungsi sebagai racun perut yang dapat
rasa, oleh sebab itu larva akan mati kelaparan (Francis et al.,2002:587).
bobot jenis antara dua fraksi, yakni fraksi yang memiliki bobot jenis lebih
besar akan berada pada fase bawah, sedangkan fraksi yang memiliki
eluen yang digunakan yaitu n-heksan : etil asetat (85:15) dalam 100 mL.
hasil KLTP didapatkan hasil dari pita 6 dan 8 yang menunjukkan aktivitas
metode KLT dua dimensi. Pada uji KLT-dua dimensi menggunakan eluen
n-heksan : etil asetat (85:15) untuk arah pertama dan arah kedua. Hasil
2. Senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada kulit buah naga yaitu
saponin.
terlarut di dalam dua macam zat pelarut yang tidak saling bercampur,
4. Pada uji KLT menggunakan fase diam silika gel dengan indikator
fluorosensi pada panjang gelompang 254 nm dan 366 nm. Fase gerak
5. Uji toksisitas dengan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) ekstrak kulit
buah naga merah dan kulit buah naga super merah dilengkapi dengan
yaitu 1, 10, 100, 200, 400, 600, 800, dan 1000 ppm. hasil perhitungan
jumlah LC50 ekstrak kulit buah naga merah sebesar 130,50 ppm.
jenis antara dua fraksi, yakni fraksi yang memiliki bobot jenis lebih
besar akan berada pada fase atas, sedangkan fraksi yang memiliki
bobot jenis yang lebih kecil berada pada fase bawah. Pada hasil partisi
dan arah kedua. Hasil elusi nampak pada UV 366 nm dan diperoleh
V.2 Saran
La, J.O.E dkk. 2020. Skrining Fitokimia Dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis
Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus).
Sekolah Tinggi Mahagenesa: Bali, Indonesian Journal of Pharmacy
and Natural Product, Volume 03, Nomor 01
Munson, 2010. Plant Resources of South East Asia, Edible Fruits and Nuts,
Prosea Foundation, Bogor.
Pratiwi, I.D, dkk. 2019. Isolasi Senyawa Antioksidan Ekstrak Metanol Kulit
Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus). Universitas Muslim
Indonesia: Makassar, JFFI. 2019; 6(1) 340-346