Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FITOKIMIA
PENYIAPAN DAN STANDARISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK
TANAMAN SUKUN (Artocarpus altilis)

Dosen Pengampu :

Apt., SINTA RATNA DEWI, S.Farm., M.Si.

Di Susun Oleh : Kelompok 2 (B)

Deva Yusmitha (1811102415022)

Sekar Ayu Kumara (1811102415125)

M. Rizky Mahfuzi (1811102415063)

Oktavia Triwanti (1811102415097)

Islamitri Luthfiyah (1811102415052)

LABORATORIUM
Welin Devsi Apriani FITOKIMIA
(1811102415145)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Judul
Penyiapan dan standarisasi simplisia dan ekstrak tanaman sukun
(Artocarpus altilis)

B. Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan pembuatan simplisia yang baik
dan dapat menjaga stabilitas, keamanan dan mempertahankan
konsistensi kandungan senyawa aktif yang terkandung dalam
simplisia maupun ektrak.

C. Latar Belakang
Obat yang berasal dari bahan alam memiliki efek samping yang
lebih sedikit dibandingkan obat-obatan kimia, karena obat herbal
bersifat alamiah. Hal ini mendorong pemanfaatan tumbuhan obat
sebagai bahan baku obat. Tumbuhan obat dapat diformulasikan
menjadi suatu sediaan farmasi untuk mempermudah penggunaannya
dalam pengobatan (Yuri Pratiwi, dkk. 2017).

Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan


yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan.
Kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 60.
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar
pengaruh cahaya matahari langsung (Farmakope Herbal Indonesia,
2008).

Obat tradisional dibuat dalam bentuk ekstrak karena tanaman obat


tidak lagi praktis jika digunakan dalam bentuk bahan utuh (simplisia).
Ekstrak tersebut biasanya berupa ekstrak kering, ekstrak kental dan
ekstrak cair yang proses pembuatannya disesuaikan dengan bahan
aktif yang dikandung serta maksud penggunaannya. Ekstrak tersebut
harus pula terstandarisasi untuk menjamin mutu dan keamanannya.
Selain ekstrak, simplisia juga harus terstandarisasi guna
meningkatkan mutu dan keamanan penggunanya (Rizka Febriani,
dkk. 2018).

Standarasisasi dalam kefarmasian tidak lain adalah serangkaian


parameter. Prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan
unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian
memenuhi syarat standar (kimia, biologi dan farmasi), termasuk
jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian
umumnya. Persyaratan mutu ekstrak terdiri dari berbagai parameter
standar umum dan parameter standar spesifik. Pengertian
standarisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk akhir (obat,
ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang
konstan (ajeg) dan ditetapkan (dirancang dalam formula) terlebih
dahulu (Depkes RI, 2000).
BAB II

DASAR TEORI

Tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat memiliki zat-zat yang


penting berperan dalam menentukan aktivitas kerja tumbuhan obat
tersebut (Kusuma, Trihardia A., dkk, 2018)

Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional masih selalu


digunakan masyarakat di Indonesia terutama di daerah pedesaan yang
masih kaya dengan keanekaragaman tumbuhannya. Selain murah dan
mudah didapat, obat tradisional yang berasal dari tumbuhan pun memiliki
efek samping yang lebih rendah tingkat bahayanya dibandingkan obat -
obatan kimia (Fauziah, 2005). Daun sukun (Artocarpus altilis (Parkinson
ex F.A. Zorn) Fosberg) adalah salah satu obat tradisional yang telah
banyak dikenal, serta penghasil buah terpenting dari famili Moraceae
(Hamilton, 1987).

Dalam penyiapan atau pembuatan simplisia, tahapan yang perlu


diperhatikan adalah bahan baku simplisia, proses pembuatan simplisia,
dan cara pengepakan/pengemasan dan penyimpanan simplisia. Dalam
pembuatan simplisia, kualitas bahan baku simplisia merupakan faktor
yang penting yang perlu diperhatikan. Sumber bahan baku dapat berupa
tumbuhan, hewan, maupun mineral. Simplisia nabati yang ideal dapat
ditinjau dari asal tumbuhan tersebut. Tumbuhan tersebut dapat berasal
dari tanaman budidaya maupun tumbuhan liar. Waktu pemanenan yang
tepat akan menghasilkan simplisia yang mengandung bahan berkhasiat
yang optimal. Kandungan kimia dalam tumbuhan tidak sama sepanjang
waktu. Kandungan kimia akan mencapai kadar optimum pada waktu
tertentu. Setelah dilakukan pemanenan bahan baku simplisia, maka
tahapan penanganan pasca panen adalah sebagai berikut :

a. Sortasi basah.
Tahap ini perlu dilakukan karena bahan baku simplisia harus
benar dan murni, artinya berasal dari tanaman yang merupakan bahan
baku simplisia yang dimaksud, bukan dari tanaman lain. Dalam
kaitannya dengan ini, perlu dilakukan pemisahan dan pembuangan
bahan organik asing atau tumbuhan atau bagian tumbuhan lain yang
terikut. Bahan baku simplisia juga harus bersih, artinya tidak boleh
tercampur dengan tanah, kerikil, atau pengotor lainnya (misalnya
serangga atau bagiannya).

b. Pencucian.
Pencucian sebaiknya jangan menggunakan air sungai, karena
cemarannya berat. Sebaiknya digunakan air dari mata air, sumur, atau
air ledeng (PAM). Setelah dicuci ditiriskan agar kelebihan air cucian
mengalir. Ke dalam air untuk mencuci dapat dilarutkan kalium
permanganat seperdelapan ribu, hal ini dilakukan untuk menekan
angka kuman dan dilakukan untuk pencucian rimpang

c. Perajangan.
Banyak simplisia yang memerlukan perajangan agar proses
pengeringan berlangsung lebih cepat. Perajangan dapat dilakukan
“manual” atau dengan mesin perajang singkong dengan ketebalan
yang sesuai. Apabila terlalu tebal maka proses pengeringan akan
terlalu lama dan kemungkinan dapat membusuk atau berjamur.
Perajangan yang terlalu tipis akan berakibat rusaknya kandungan
kimia karena oksidasi atau reduksi.

d. Pengeringan.
Pengeringan merupakan proses pengawetan simplisia sehingga
simplisia tahan lama dalam penyimpanan. Selain itu pengeringan akan
menghindari terurainya kandungan kimia karena pengaruh enzim.
Pengeringan yang cukup akan mencegah pertumbuhan
mikroorganisme dan kapang (jamur). Simplisia sudah kering adalah
mudah meremah bila diremas atau mudah patah. Menurut
persyaratan obat tradisional pengeringan dilakukan sampai kadar air
tidak lebih dari 10%. Cara penetapan kadar air dilakukan menurut
yang tertera dalam Materia Medika Indonesia atau Farmakope
Indonesia. Pengeringan sebaiknya jangan di bawah sinar matahari
langsung, melainkan dengan almari pengering yang dilengkapi
dengan kipas penyedot udara sehingga terjadi sirkulasi yang baik. Bila
terpaksa dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari maka perlu
ditutup dengan kain hitam untuk menghindari terurainya kandungan
kimia dan debu. Agar proses pengeringan berlangsung lebih singkat
bahan harus dibuat rata dan tidak bertumpuk.

e. Sortasi kering.
Simplisia yang telah kering tersebut masih sekali lagi dilakukan
sortasi untuk memisahkan kotoran, bahan organik asing, dan simplisia
yang rusak karena sebagai akibat proses sebelumnya.

f. Pengepakan dan penyimpanan.


Bahan pengepak harus sesuai dengan simplisia yang dipak.
Misalnya simplisia yang mengandung minyak atsiri jangan dipak
dalam wadah plastik, karena plastik akan menyerap bau bahan
tersebut. Bahan pengepak yang baik adalah karung goni atau karung
plastik. Pengepak lainnya digunakan menurut keperluannya.
Pengepak yang dibuat dari aluminium atau kaleng dan seng mudah
melapuk, sehingga perlu dilapisi dengan plastik atau yang sejenis
dengan itu. Penyimpanan harus teratur, rapi, untuk mencegah resiko
tercemar atau saling mencemari satu sama lain, serta untuk
memudahkan pengambilan, pemeriksaan, dan pemeliharaannya.
Simplisia yang disimpan harus diberi label yang mencantumkan
identitas, kondisi, jumlah, mutu, dan cara penyimpanannya. Adapun
tempat atau gudang penyimpanan harus memenuhi syarat antara lain
harus bersih, tertutup, sirkulasi udara baik, tidak lembab, penerangan
cukup bila diperlukan, sinar matahari tidak boleh leluasa masuk ke
dalam gudang, konstruksi dibuat sedemikian rupa sehingga serangga
atau tikus tidak dapat Ieluasa masuk, tidak mudah kebanjiran serta
terdapat alas dari kayu yang baik (hati-hati karena balok kayu sangat
disukai rayap) atau bahan lain untuk meletakkan simplisia yang sudah
dipak tadi (MenKes RI, 2007).
BAB III
CARA KERJA

A. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

Bejana maserasi
Rotary Erlenmeyer
evaporator Oven
Tanur
Waterbath
Mikroskop
Timbangan
Kertas saring
analitik
Desikator
Cawan porselin Kaca obyek
Labu ukur Cawan krus
Stirer
mikropipet

2. Bahan

a) Sukun

b) Asam klorida

c) Etanol

d) Metanol

e) Aquadest

f) Kloroform

B. PROSEDUR KERJA

1. Pengumpulan dan penyiapan sampel

a) Daun sukun segar dikumpulkan

b) Sortasi basah

c) Dicuci dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan didalam


ruangan yang terlindung dari sinar matahari

d) Daun sukun kering dipotong kecil-kecil menjadi serbuk


simplisia
2. Ekstraksi

a) Serbuk simplisia dimasukan kedalam bejana maserasi dan


dimaserasi menggunakan pelarut metanol, dimaserasi
selama 5 hari

b) Maserat disaring menggunakan kertas saring dan


ditampung dalam wadah

c) Maserat kemudian dipekatkan menggunakan rotary


evaporator

d) Diuapkan menggunakan waterbath hingga diperoleh ekstrak


metanol kental

e) Disimpan dalam desikator

3. Pengujian organoleptik

a) Sampel diraba dan diamati dengan indra peraba dan


penglihatan

b) Diamati bentuk dan diraba permukaan sampel daun sukun

4. Pengujian mikroskopik

a) Serbuk simplisia diletakkan diatas kaca obyek dan ditetesi


pelarut tertentu

b) Ditutup dengan cara penutup

c) Diamati dengan mikroskop

5. Pengujian susut pengeringan

a) Simplisia ditimbang menggunakan cawan porselin yang


telah diketahui berat kosongnya

b) Dikeringkan pada suhu 105ºC dan ditimbang bobot tetap


6. Pengujian kadar zat larut air

a) Simplisia maupun ekstrak ditambahkan 100 ml campuran


air, kloroform (1:1) didalam erlenmeyer tertutup

b) Dikocok dan didiamkan selama 24 jam

c) Dasaring dan difiltrat yang diperoleh diuapkan hingga kering

d) Dipanaskan pada suhu 105º C hingga diperoleh bobot tetap

7. Pengujian kadar zat terlarut etanol

a) Simplisia maupun ekstrak ditambahkan 100 ml etanol dalam


erlenmeyer tertutup

b) Dikocok dan didiamkan selama 24 jam

c) Disaring dan filtrat yang diperoleh diuapkan hingga kering

d) Dipanaskan pada suhu 105º C hingga diperoleh bobot tetap

8. Pengujian kadar abu total

a) Simplisia maupun ekstrak diletakkan didalam cawan krus

b) Dipijar didalam tanur pada suhu 60º C selama 3 jam sampai


menjadi abu kemudian didinginkan

c) Abu yang diperoleh kemudian ditimbang dan didapatkan berat


abu
9. Uji kandungan kimia

a) Pada kromatogram

b) Kadar chemical marker

c) Kadar total kandungan senyawa kimia

d) Kadar kandungan kimia tertentu


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
1. Pengumpulan Sampel

Gambar 1. Tanaman daun Sukun


2. Ekstrak Sampel

Gambar 2. Ekstrak daun Sukun

a. Setelah semuanya diuji kami mendapatkan hasil Pengujian Kadar Zat


Larut Air dan Etanol sebagai berikut:
Tabel 1 Kadar Zat Larut dalam Pelarut Air dan Etanol Simplisia Daun
Sukun
Parameter Zat Terlarut Kadar Terlarut (%)
Zat larut air 1,4
Zat larut etanol 2,03
Tabel 2 Kadar Zat Larut dalam Pelarut Air dan Etanol Ekstrak Daun Sukun
Parameter Zat Terlarut Kadar Terlarut (%)
Zat larut air 6,9
Zat larut etanol 17,1
b. Setelah semuanya diuji kami mendapatkan hasil Pengujian Kadar Abu
Simplisia dan Ekstrak Daun Sukun sebagai berikut:
Tabel 3 Kadar Abu Total dan Abu Larut Air Simplisia dan Esktrak Daun
Sukun
Parameter abu Kadar abu (%)
Simplisia Ekstrak
Abu Total 10,3 3,3
Abu Larut air 1,7 1,5

Tabel 4 Kadar Abu Total dan Abu Tidak Larut Asam Simplisia dan Ekstrak
Daun Sukun
Parameter abu Kadar abu (%)
Simplisia Ekstrak
Abu Total 10,3 3,3
Abu Larut asam 9,1 0,7
BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan metode ekstraksi untuk memisahkan


komponen kimia senyawa yang terkandung dalam daun sukun. Metode
ekstraksi yang digunakan yaitu metode maserasi dengan menggunakan
pelarut etil asetat. Alasan menggunakan pelarut etil asetat sebab dapat
melarutkan senyawa-senyawa seperti beberapa alkaloid, flavonoid,
monoglikosida, glikosida (Syahri, 2016).
Setelah melakukan Penyiapan Simplisia, Ekstraksi, Standarisasi
Simplisia dan Standarisasi Ekstrak, kami mendapatkan hasil Pengujian
Kadar Zat Larut Air dan Etanol yaitu Berdasarkan hasil pengujian kadar
zat larut air dan etanol baik simplisia maupun ekstrak daun sukun,
menunjukkan bahwa kedua pengujian lebih dominan terlarut di dalam
etanol dibandingkan di dalam air dengan masing-masing persentase yaitu
2,03% dan 17,1%.
Dan kami juga mendapatkan mendapatkan hasil Pengujian Kadar
Abu Simplisia dan Ekstrak Daun Sukun Yaitu Berdasarkan hasil
pengujian, kadar abu tidak larut asam pada simplisia lebih besar daripada
ekstrak. Hal ini menunjukkan bahwa bahan-bahan anorganik yang
terdapat pada simplisia tidak dapat terdenaturasi oleh asam sehingga
masih tetap tertinggal saat dilarutkan dengan asam. Hal berbeda terlihat
pada kadar abu tidak larut asam pada ekstrak yang dominan bahan-bahan
anorganiknya mudah terlarut oleh asam.
BAB VI

KESIMPULAN

Organoleptis daun sukun memiliki daun yang lebar, ujung


runcing,berbulu kasar di permukaan atas dan bawah daun serta bertulang
daun tebal dan menyirip. Pengamatan mikroskopik menunjukkan bentuk
stomata daun sukun termasuk tipe anomositik. Persentase susut
pengeringan simplisia daun sukun sebesar 11,2%. Kadar zat larut air dan
etanol simplisia daun sukun sebesar 1,4% dan 2,03% serta kadar zat larut
air dan etanol ekstrak daun sukun sebesar 6,9% dan 17,1%. Kadar abu
total, kadar abu larut air dan kadar abu tidak larut asam simplisia daun
sukun sebesar 10,3%, 1,7%, dan 9,1% serta kadar abu total, kadar abu
larut air, dan kadar abu tidak larut asam ekstrak daun sukun sebesar
3,3%, 1,5%, dan 0,7%. ( Iswahyudi, dkk, 2015)
Senyawa yang terkandung dalam ekstrak metanol daun sukun
adalah alkaloid dan tanin. (Hartoyo, Widiawati, Pratiwi, 2018). Dari
penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat
daun sukun mengandung senyawa flavonoid sebesar 29,442±1,20
mgQE/gram ekstrak. ( Kusuma, Trihardia A., dkk, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope Herbal


Indonesia. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
Jakarta.
Iswahyudi. 2015. “Karakterisasi Simplisia, Ekstrak, Dan Fraksi Daun
Sukun (Artocarpus Altilis) Serta Bioaktivitas Terhadap Artemia
Salina Leach”. Jurnal Kefarmasian. Hal 102.
Kusuma, Trihadi A., dkk, 2018, Penentuan Kadar Flavonoid Extract Etil
Asetat Daun Sukun (Artocarpus Altilis). Universitas Muslim
Indonesia, ad-Dawaa, Jour, Pharm. Sci. Vol. 01, No. 01
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Peraturan Menteri
Kesehatan No. 1109 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Komplementer-Alternatif di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Jakarta : Kemenkes RI.
Niu, H., Ma, L., Li, K., Wang, N. & Huang, W. (2015). Genaryl Favonoif
From Breadfruit Regulate Dyslipidemia In Hypercholesterolemic
Rat. Journal of Food and Nutrition Research 3(6), 399-404
Rizka Febriani Lestari, Suhaimi, Wilda Waldaniah. 2018. Penetapan
Parameter Standar Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Kratom
(Mitragyna Speciosa Korth) Yang Tumbuh di Kabupaten Kapuas
Hulu dan Kabupaten Melawi. Jurnal Insan Farmasi Indonesia.
Yuri Pratiwi Utami, Abdul Halim Umar, Reny Syahruni, Indah Kadullah.
2017. Standarisasi Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Leilem
(Clerodendrum Minahassae Teirjm. & Binn.) Journal of
Pharmaceutical and Medicinal Sciences.

Anda mungkin juga menyukai