Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Penyakit kulit sangat banyak dan sering menjadi masalah kesehatan yang
mempengaruhi semua umur dan dapat menyebabkan bahaya dalam berbagai cara
(Marks dan Miller 2013). Penyakit kulit umumnya dikategorikan menjadi beberapa
tipe, yaitu ruam, infeksi virus, infeksi bakteri, infeksi fungi, infeksi parasit, kelainan
pigmentasi, trauma, tumor dan kanker (Tabassum dan Hamdani 2014). Kulit hewan
cenderung mengalami iritasi. Kuda sering mengalami iritasi karena saddle yang
digunakan. Anjing dan kucing rentan terkena gigitan serangga dan munculnya ruam
menyebabkan hewan akan menggosok atau menggaruk badan mereka yang akhirnya
memperburuk situasi. Alergi, kulit kering dan faktor lingkungan juga dapat
menyebabkan hewan gatal.

Terapi dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan obat untuk


menyembuhkan penyakit. Obat merupakan substansi kimia yang digunakan untuk
mengobati, menyembuhkan, mencegah atau meningkatkan kesejahteraan (Atanasov et
al. 2015). Pemakaian obat harus diperhatikan keamanan, khasiat, cara dan waktu
pemberian yang tepat. Bentuk-bentuk obat antara lain serbuk (pulvis dan pulveres),
tablet, kapsul, pil, larutan, supositoria. Penggunaan obat dalam bentuk serbuk
dibutuhkan oleh pasien yang sulit meminum obat dalam bentuk tablet, pil atau kapsul.

Serbuk merupakan campuran bahan obat yang dihaluskan serta digunakan untuk
pemakaian oral atau pemakaian luar (Sanjoyo 2006). Serbuk dibagi menjadi serbuter
terbagi (pulveres) dan serbuk tidak terbagi (pulvis). Contoh dari serbuk tidak terbagi
adalah bedak tabur. Bedak tabur atau serbuk tabur merupakan serbuk ringan yang
dikemas dalam wadah yang mudah diaplikasikan secara topikal atau pada kulit. Bedak
tabur merupakan contoh obat terapi yang digunakan bila terdapat rasa gatal pada
permukaan kulit. Pembuatan sediaan serbuk tabur penting diketahui dalam dunia medis
agar dapat diterapkan pada apotek maupun klinik kecil dan rumah sakit.
Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengetahui cara membaca resep, cara meracik serbuk
tabur serta manfaat dan kegunaan bahan-bahan yang terkandung di dalamnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Camphora atau camphor atau dikenal dengan kamper (C10H16O) banyak digunakan
untuk berbagai penyakit kulit (Sharma dan Joshi 2004). Camphora diperoleh dari
pohon kamper laurel (Cinnamomun camphora), pohon kamper Borneo (Dryobalanops
aromatica) dan pohon camphorwood Afrika Timur (Ocotea usambarensis). Sumber
utama camphora di Asia adalah camphor basil (Ocimum kilimandscharicum).
Camphora dapat dibuat secara sintetik dengan menggunakan minyak terpentin sebagai
bahan dasar (Chen et al. 2013). Bahan ini telah banyak digunakan sebagai pengharum
dalam pengaroma dalam kosmetik dan pembasmi seranga dalam rumah (Kumar dan
Ando 2003). Camphor juga merupakan komponen minyak esensial utama dari berbagai
spesies tanaman aromatik (Juteau et al. 2002; Viljoen et al. 2003; Lopes-Lutz et al.
2008; Kelen et al. 2008).

Seng oksida adalah senyawa anorganik dengan rumus ZnO. ZnO m berbentuk
sebagai serbuk putih yang dikenal sebagai seng putih atau sebagai zinicite mineral.
ZnO banyak digunakan sebagai aditif dalam berbagai bahan dan produk termasuk karet,
plastik, keramik, kaca, semen, pelumas, cat, salep, perekat, sealant, pigmen, makanan
dan baterai (Battez et al. 2008). Menurut Moezzi et al. (2012), seng oksida digunakan
untuk industri karet, industri logam, galvanis umum dan sebagai bahan kimia. Seng
oksida merupakan oksida amfoter. Senyawa ini hampir tidak larut dalam air dan
alkohol, tetapi larut dalam (diturunkan oleh) kebanyakan asam, seperti asam klorida
(Spero et al. 2000).
Talk adalah magnesium silikat hidrat dengan komposisi kimia Mg3.Si4O10(OH)2
atau H2Mg3(SiO3)4. Talk bersifat tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam asam
mineral encer (Jadhav et al. 2013). Sintetis talk menggunakan bahan seperti
heksahidrat magnesium klorida (MgCl2.6H2) dan pentahidrat natrium metasilikat
(Na2SiO3.5H2O) namun bahan tersebut kurang ekonomis (Dumas et al. 2013). Talk
dibedakan menjadi 2 macam yaitu talk alami dan talk sintetik. Kualitas endapan talk
bergantung pada sifat alamiah batuan induk dan kondisi pembentukan meliputi suhu,
tekanan, durasi dan sifat larutan hidrotermal. Efek samping dari talk adalah
toksisitasnya (demam, merinding) dan terutama gangguan fungsi ginjal yang
membatasi dosis dan lamanya penggunaan, guna mengurangi nefrotoksisitasnya
(Syamsuni 2006).

METODE

Alat dan bahan :

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah mortir dan stamper, neraca
Ohaus, pengayak B30, pipet, sendok tanduk, sudip, pot plastik, kertas perkamen dan
lap. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah spiritus fortior atau alkohol
90%, camphora, zinc oxide, talkum, batu kerikil tara, sabun dan tisu.

Metode Kerja :

Alat-alat dan bahan-bahan disiapkan diatas meja kerja. Neraca Ohaus ditera dan
dapat menggunakan batu kerikil tara bila tidak seimbang, kemudian timbangan dialasi
dengan kertas perkamen. Camphora ditimbang sebanyak 0.11 gram, zinc oxide
sebanyak 0.55 gram dan talk sebanyak 2.64 gram. Mortar kering yang bersih disiapkan
dan dialasi dengan lap. Camphora dimasukkan sebanyak 0.11 gram ke dalam mortar,
kemudian spiritus fortior atau alkohol 90% ditetesi sebanyak 5 tetes lalu digerus.

Campuran tersebut lalu ditambahkan talk sebanyak 1.32 gram, kemudian diaduk
hingga homogen. Zinc oxide sebanyak 0.55 gram ditambahkan ke dalam mortar yang
berisi campuran camphora dan talk, kemudian diaduk hingga homogen. Sisa talkum
sebanyak 1.32 gram ditambahkan ke dalam mortar kemudian diaduk kembali hingga
homogen. Ayakan B30 digunakan untuk mengayak campuran yang telah homogen,
kemudian serbuk yang sudah diayak ditimbang hingga 3 gram dan dimasukkan ke
dalam pot plastik. Etiket warna biru dilengkapi tulisan labelnya dan ditempelkan diatas
pot plastik. Alat-alat dicuci kembali setelah selesai digunakan dan dikeringkan dengan
tisu.

PEMBAHASAN

Bedak merupakan vehikulum padat yang memiliki efek mendinginkan, menyerap


cairan serta mengurangi gesekan pada daerah aplikasi (Surber dan Smith 2005).
Bedak tabur merupakan bubuk insoluble yang mengandung bahan seperti talk, zink
oksida atau pati dalam obatnya. Beberapa serbuk tabur dapat menyerap kelembaban
sehingga mencegah pertumbuhan bakteri pada hewan (Kahn 2007). Dusting powder
juga dapat mencegah infeksi ektoparasit dan sering digunakan oleh dokter hewan
(Auerbach 2011; Fowler dan Cubas 2008). Bedak tabur sering digunakan untuk
mencegah kutu, pinjal atau caplak pada hewan kecil seperti anjing dan kucing (Boden
2009).

Camphora sebagai bahan serbuk tabur memiliki fungsi anti fungi dan anti iritan.
Menurut Chen et al. (2013), kamper digunakan sebagai wangi-wangian, larutan balsem,
bahan obat-obatan, zat antimikroba, anestetikum lokal dan upacara keagamaan. Bahan
ini mudah diserap kulit dan akan menginduksi sensasi hangat (TRPV3 teraktivasi) bila
diaplikasikan dengan banyak secara topikal dan sensasi dingin bila diaplikasikan
sedikit (Moqrich et al. 2005; Peier et al. 2002; Weishaar et al. 2012). TRPV3
merupakan reseptor sensitif suhu pada keratinosit yang aktif pada suhu 39°C
(Vogt-Eisele et al. 2007). Kamper telah lama dijadikan obat tradisional untuk
mengobati penyakit yang berhubungan dengan inflamasi seperti reumatik, terkilir,
bronkitis dan nyeri otot (Lee et al. 2006). Alkohol 90% atau spiritus fortior
dicampurkan ke camphora dengan tujuan menghaluskan serbuk dan sebagai pelarut
(Eriadi et al. 2016).

Seng oksida sebagai bahan serbuk tabur merupakan zat pengawet ringan dengan
pemakaian topikal yang berperan sebagai antiseptik (Battez et al. 2008; Raschke et al.
2004). Seng oksida bersifat protektif tetap, yaitu zat yang berbentuk bedak halus yang
tidak larut dalam air secara kimiawi. Protektif digunakan untuk menutupi kulit atau
membran mukosa dan untuk mencegah terjadinya iritasi. Seng oksida banyak
digunakan sebagai bahan dalam salep, sampo anti ketombe, krim kalamine, perban,
semen gigi dan sebagai tabir surya (Liedekerke 2006). Seng oksida juga dapat
digunakan sebagai antipruritus (Daili et al. 2005).

Penambahan talkum/talk pada serbuk tak terbagi bertujuan sebagai zat tambahan.
Talk sebagai bedak menyerap kelembaban dengan baik dan membantu mengurangi
gesekan, sehingga berguna untuk menjaga agar kulit tetap kering dan membantu
mencegah ruam. Bahan ini banyak digunakan pada produk kosmetik seperti bedak bayi
dan tubuh dewasa dan bubuk wajah. Talk pada dunia kedokteran hewan sering
diaplikasikan sebagai bedak anti parasit, contohnya sebagai anti caplak. Talk dalam
bidang farmasi secara luas digunakan untuk tablet, pil dan kapsul karena sifatnya inert
secara fisiokimia dan murah. Talk berfungsi sebagai filler atau bahan pengisi, bahan
pelicin (lubricant), glidan dan dalam formulasi kosmetik sebagai bahan anticaking,
abrasive, skin protectant (Jadhav et al. 2013).

Serbuk tabur yang diracik berwarna putih, halus dan berbau khas camphora.
Penambahan zat 10% dari berat bahan dimaksudkan sebagai antisipasi bahan yang
tumpah saat pengayakan atau tidak terayak (menggumpal atau tidak terayak). Sediaan
serbuk tak terbagi atau serbuk tabur dikemas dalam pot plastik. Etiket warna biru
ditempelkan pada bagian atas pot plastik dan dilengkapi nomor urut dan tanggal resep
dibuat, nama pasien, aturan pakai sesuai petunjuk dokter. Etiket berwarna biru
memiliki arti yaitu obat diperuntukkan untuk pemakaian luar (Joenoes 2001).
SIMPULAN

Sediaan serbuk tak terbagi yang diracik berfungsi untuk mengurangi gatal-gatal
dan mencegah infeksi parasit pada permukaan kulit. Camphora berfungsi sebagai
wewangian, antimikroba, antifungi, antiiritan dan antipruritus. Zinc oxide berfungsi
sebagai antiseptik. Talkum berfungsi sebagai zat tambahan, antiiritan dan pelembab.
Etiket warna biru digunakan pada pot plastik yang menandakan obat untuk pemakaian
luar.

Daftar Pustaka

Atanasov AG, Waltenberger B, Pferschy-Wenzig EM, Linder T, Wawrosch C, Uhrin P,


Temml V, Wang L, Schwaiger S, Heiss EH et al. 2015. Discovery and resupply
of pharmacologically active plant-derived natural products: A
review. Biotechnology Advances. 33(8):1582-1614.

Auerbach PS. 2011. Wilderness Medicine. 6th Edition. Missouri (US): Mosby.

Battez AH, Gonzalez R, Viesca JL, Fernandez JE, Diaz Fernandez JM, Machado A,
Chou R, Riba J. 2008. CuO, ZrO2 and ZnO nanoparticles as antiwear additive in
oil lubricants. Wear. 265(3):422-428.

Boden E. 2009. Black’s Veterinary Dictionary. 21st Edition. New York (US):
Bloomsbury Publishing.

Chen W, Vermaak I, Viljoen A. 2013. Camphor-a fumigant during the black death and
a coveted fragrant wood in ancient Egypt and Babylon - A review. Molecules.
18(5): 5434-5454.
Dumas A, Martin F, Ferrage E, Micoud P, Le Roux C, Petit S. 2013. Synthetic talc
advances: coming closer to nature, added value, and industrial requirements.
Applied Clay Science. 85:8-18.

Fowler M, Cubas ZS. 2008. Biology, Medicine, and Surgery of South American Wild
Animals. Iowa (US): John Wiley & Sons.

Jadhav NR, Paradkar AR, Salunkhe NH, Karade RS, Mane GG. 2013. Talc: a versatile
pharmaceutical excipient. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences. 2 (6):4639-4660

Joenoes NZ. 2001. Ars Prescribendi: Resep yang Rasional. Edisi ke-2. Surabaya (ID):
Airlangga University Press.

Juteau F, Masotti V, Bessiere JM, Dherbomez M, Viano J. 2002. Antibacterial and


antioxidant activities of Artemisia annua essential oil. Fitoterapia.
73(6):532-535.

Kelen M, Tepe B. 2008. Chemical composition, antioxidant and antimicrobial


properties of the essential oils of three Salvia species from Turkish flora.
Bioresource Technology. 99(10): 4096-4104.

Khan CM. 2007. The Merck/Merial Manual For Pet Health. New York (US): Simon &
Schuster.

Kumar M, Ando Y. 2003. Single-wall and multi-wall carbon nanotubes from


camphor-a botanical hydrocarbon. Diamond and Related Materials. 12(10):
1845-1850.

Lee HJ, Hyun EA, Yoon WJ, Kim BH, Rhee MH, Kang HK, Cho JY, Yoo ES. 2006. In
vitro anti-inflammatory and anti-oxidative effects of Cinnamomum camphora
extracts. Journal of Ethnopharmacology. 103(2): 208-216.
Liedekerke DM. 2006. Zinc Oxide (Zinc White): Pigments, Inorganic, 1" in
Ullmann's Encyclopdia of Industrial Chemistry. Weinheim (DE) : Wiley-VCH.

Lopes-Lutz D, Alviano DS, Alviano CS, Kolodziejczyk PP. 2008. Screening of


chemical composition, antimicrobial and antioxidant activities of Artemisia
essential oils. Phytochemistry. 69(8):1732-1738.

Marks JG, Miller JJ. 2013. Lookingbill and Marks’ Principles of Dermatology.
Philadelphia (US): Saunders.

Moezzi A, Donagh AM, Contie MB. 2012. Zinc oxide particles: syntesis, properties
and applications. Chemical Engineering Journal. 185-186: 1-22.

Moqrich A, Hwang SW, Earley TJ, Petrus MJ, Murray AN, Spencer KSR, Andahazy
M, Story GM, Patapoutian A. 2005. Impaired thermosensation in mice lacking
TRPV3, a heat and camphor sensor in the skin. Science. 307(5714):1468-1472.

Peier AM, Reeve AJ, Andersson DA, Moqrich A, Earley TJ, Hergarden AC, Story GM,
Colley S, Hogenesch JB, McIntyre P et al. 2002. A Heat-sensitive TRP channel
expressed in keratinocytes. Science. 296(5575): 2046-2049.

Raschke T, Koop U, Dusing HJ, Filbry A, Sauermann K, Jaspers S, Wenck H, Wittern


KP. 2004. Topical activity of ascorbic acid: from in vitro optimization to in vivo
efficacy. Skin Pharmacol Physiol. 17(4): 200-206.

Sanjoyo R. 2006. Obat (Biomedik Farmakologi). Yogyakarta: D3 Rekam Medis


FMIPA UGM.

Sharma MC, Joshi C. 2004. Plants used in skin diseases of animals. 2004. Natural
Product Radiance. 3(4):293-299.

Spero HJ, Mielke KM, Kalve E M, Lea DW, Pak D. 2003. Multispecies approach to
reconstructing eastern equatorial Pacific thermocline hydrography during the past
360 kyr. J Paleoceanography. 18(1): 204 - 208
Surber C, Smith EW. 2005. The mystical effects of dermatological vehicles.
Dermatology. 210(2): 157-168.

Syamsuni H. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta (ID): EGC.

Tabassum N, Hamdani M. 2014. Plants used to treat skin diseases. Pharmacogn Rev.
8(15): 52-60.

Viljoen AM, Njenga EW, van Vuuren SF, Bicchi C, Rubiolo P, Sgorbini B. 2006.
Essential oil composition and in vitro biological activities of seven Namibian
species of Eriocephalus L. (Asteraceae). J Essent Oil Res. 18:124-128.

Vogt‐Eisele AK, Weber K, Sherkheli MA, Vielhaber G, Panten J, Gisselmann G, Hatt


H. 2007. Monoterpenoid agonists of TRPV3. British journal of
pharmacology. 151(4): 530-540.

Weishaar E, Szepietowski JC, Darsow U, Misery L, Wallengren J, Mettang T, Gieler U,


Lotti T, Lambert J, Maisel P et al. 2012. European guideline on chronic pruritus.
Acta Dermato-Venereologica. 92(5):563-586.
Hari, Tanggal : Selasa, 12 September 2017

Waktu : 10.30-13.00

LAPORAN PRAKTIKUM SEDIAAN FARMASI DAN TERAPI UMUM

SERBUK TAK TERBAGI

Dosen Penanggungjawab:

Prof Dr dra Ietje Wientarsih, Apt, MSc

Bayu Febram Prasetyo, SSi, Apt, MSi

Rini Madyastuti Purwono, SSi, Apt, MSi

Dr Lina Noviyanti Sutardi, SSi, Apt, MSi

drh Rizal Arifin Akbari

Kelompok 18 Pagi:

Anita Yuwanti B04140168

Kervinda Erriditya Putri B04140169


LABORATORIUM FARMASI VETERINER

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2017

Anda mungkin juga menyukai