Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

I.1.

Latar Belakang

Pada kurang lebih 2500 tahun sebelum masehi, penggunaan tanaman obat
sudah dilakukan orang, hal ini dapat diketahui dari lempeng tanah liat yang
tersimpan di Perpustakaan Ashurbanipal di Assiria, yang memuat simplisia antara
lain kulit delima, opium, adas manis, madu, ragi, minyak jarak. Juga orang Yunani
kuno misalnya Hippocrates (1446 sebelum masehi), seorang tabib telah
mengenal kayu manis, hiosiamina, gentiana, kelembak, gom arab, bunga kantil
dan lainnya.
Pada tahun 1737 Linnaeus, seorang ahli botani Swedia, menulis buku
Genera Plantarum yang kemudian merupakan buku pedoman utama dari
sistematik botani, sedangkan farmakognosi modern mulai dirintis oleh Martiuss.
Seorang apoteker Jerman dalam bukunya Grundriss Der Pharmakognosie Des
Planzenreisches telah menggolongkan simplisia menurut segi morfologi, cara- cara
untuk mengetahui kemurnian simplisia.
Farmakognosi mulai berkembang pesat setelah pertengahan abad ke 19 dan
masih terbatas pada uraian makroskopis dan mikroskopis. Dan sampai dewasa ini
perkembangannya sudah sampai ke usaha usaha isolasi, identifikasi dan juga
teknik-teknik kromatografi untuk tujuan analisa kualitatif dan kuantitatif.
Praktikum

Farmakognosi

di

Indonesia

meliputi

segi

pengamatan

makroskopis, mikroskopis dan organoleptis yang seharusnya juga mencakup


identifikasi, isolasi dan pemurnian setiap zat yang terkandung dalam simplisia dan
bila perlu penyelidikan dilanjutkan ke arah sintesa.

Simplisia yang diperoleh dapat berupa rajangan atau serbuk. Serbuk dari
simplisia jika diekstraksi dengan menggunakan berbagai macam metode ekstraksi
dengan pemilihan pelarut , maka hasilnya disebut ekstrak. Apabila ekstrak yang
diperoleh ini diisolasi dengan pemisahan berbagai kromatografi, maka hasilnya
disebut isolat.
Jika isolat ini dimurnikan, kemudian ditentukan sifat sifat fisika dan
kimiawinya akan dihasilkan zat murni, yang selanjutnya dapat dilanjutkan penelitian
tentang identifikasi, karakterisasi, elusidasi struktur dan spektrofotometri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1.

Teori Umum

Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan sebagai obat dan belum
mengalami proses perubahan apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa
bahan yang dikeringkan. Simplisia terbagi atas simplisia nabati, simplisia hewani dan
simplisia mineral.
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Simplisia nabati paling banyak digunakan seperti
rimpang temulawak yang dikeringkan bunga melati, daun seledri, biji kopi, buah
adas
Simplisia hewani, yaitu simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan
atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni
contohnya sirip ikan hiu dan madu.
Simplisia pelikan (mineral), yaitu simplisia yang berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni. Contohnya Belerang dan kapur sirih.
Penyiapan simplisia nabati merupakan suatu proses memperoleh simplisia
dari tanaman sumbernya di alam. Proses ini meliputi pengumpulan (collection),
pemanenan (harvesting), pengeringan (drying), pemilihan (garbling), serta
pengepakan, penyimpanan dan pengawetan (packaging, storage, and preservation).
Simplisia dapat diperoleh dari tanaman liar atau dari tanaman yang sengaja
dibudidayakan/dikultur.
3

Dibandingkan dengan tanaman budidaya, tanaman liar sebagai sumber


simplisia mempunyai beberapa kelemahan untuk dapat menghasilkan simplisia
dengan mutu yang memenuhi standar tetap yang dikehendaki.
Identifikasi simplisia yang akan dilakukan secara :
a. Organoleptik meliputi pengujian morfologi, yaitu berdasarkan warna, bau, dan
rasa, dari simplisia tersebut.
b. Makroskopik merupakan pengujian yang dilakukan dengan mata telanjang atau
dengan bantuan kaca pembesar terhadap berbagai organ tanaman yang
digunakan untuk simplisia.
c. Mikroskopik, pada umumnya meliputi pemeriksaan irisan bahan atau serbuk
dan pemeriksaan anatomi jaringan itu sendiri.
d. Kandungan sel dapat langsung dilihat di bawah mikroskop atau dilakukan
pewarnaan. Sedangkan untuk pemeriksaan anatomi jaringan dapat dilakukan
setelah penetesan pelarut tertentu, seperti kloralhidrat yang berfungsi untuk
menghilangkan kandungan sel seperti amilum dan protein sehingga akan dapat
terlihat jelas di bawah mikroskop. Namun, untuk pemeriksaan amilum dilakukan
dengan penetesan air saja.

II.2.

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi adalah prosedur pemisahan zat terlarut melalui proses migrasi


diferensial dinamis yang terdiri dari 2 fase atau lebih, salah satu diantaranya
bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat
tersebut menunjukkan adanya perbedaan mobilitas yang disebabkan adanya
perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul /
kerapatan muatan ion.

Proses kromatografi terdiri dari dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak.
Fase gerak membawa zat terlarut melalui media hingga terpisah dari zat terlarut
lainnya, yang tereluasi lebih awal atau akhir.
Umumnya zat terlarut dibawa melalui media pemisah oleh aliran suatu
pelarut berbentuk cairan / gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak
sebagai penyerap seperti alumina, silica gel, dan resin penukar ion,atau dapat
bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase
gerak.
Tujuan dari kromatografi antara lain :
-

Pemisahan senyawa dari sekelompok senyawa

Identifikasi zat dalam senyawa

Mencari eluen untuk kromatografi kolom

Identifikasi simplisia
Partisi merupakan mekanisme pemisahan yang utama dalam kromatografi

gas cair, kromatografi kertas, dan bentuk kromatografi kolom yang disebut
kromatografi cair-cair.
Perbandingan jarak rambat (diukur sampai titik yang memberikan intensitas
maksimum pada bercak) suatu cara tertentu terhadap jarak rambat fase gerak,
diukur titik penotolan, dinyatakan sebagai harga RF senyawa tersebut. Harga RF
berubah sesuai kondisi percobaan, karena itu identifikasi sebaiknya dilakukan
dengan menggunakan baku pembanding yang sama dengan pada uji kromatogram
yang sama.
Penetapan letak bercak yang dihasilkan kromatografi kertas atau lapis tipis,
letaknya dapat ditetapkan dengan :
-

Pengamatan langsung (visual)

Pengamatan dengan cahaya UV (254 nm dan 366 nm)

Disemprot/penampak noda yang sesuai

Pencacah Geiger muller atau teknik autodiografi jika terdapat zat radioaktif

Menempatkan potongan penyerap dan zat pada media pembiakan yang telah
ditanami untuk melihat hasil stimulasi atau hambatan pertumbuhan bakteri.

II.3.

Capsici Fructus

Capsici Fructus merupakan nama lain dari cabe yang sering dijumpai di
pasar. Capsici Fructus berasal dari Amerika di daerah tropik. Tumbuh di Pulau Jawa
dan daerah Indonesia lainnya. Di Pulau Jawa tumbuh di dataran rendah hingga
pegunungan pada ketinggian 0,5 m sampai 1.250 m di atas permukaan laut. Sering
ditanam orang ataupun tumbuh liar di tempat tegalan, perkuburan, desa, serta di
hutan yang terbuka.
Capsici Fructus diperbanyak dengan cara perbijian. Cara penyemaian
tanaman, pemeliharaan, serta umur bibit tidak berbeda dengan

tanaman

cabe

lainnya.

A. Nama Daerah
Sumatera : leudeu jarum, leudeu pentek (Gayo), setudu langit, lacina
sipane (Batak Simalungun), lada limu (Nias), lada mutia (Melayu). Jawa : cabe
rawit, cabe cengek (Sunda), Lombok jempling, Lombok jemprit, lombok rawit,
lombok gambir, lombok setan.
B. Morfologi
Terna perdu tinggi 50 cm sampai 150 cm, batang berbiku biku atau
bagian atasnya bersudut, tidak berbulu. Daun berbentuk bundar telur sampai

lonjong atau bundar telur meruncing 1 cm sampai 12 cm, tidak berbulu atau 2
sampai 3 bunga letaknya berdekatan.
Mahkota bunga berbentuk bintang, berwarna putih, putih kehijauan,
kadang kadang ungu, garis tengahnya 1,75 mm sampai 2 mm. Kelopak bunga
berbulu atau tidak berbulu panjang 2 mm sampai 3 mm. Buah tegak kadang
kadang pada tanaman hybrid buah merunduk, berbentuk bulat telur, jorong,
panjang 0,50 mm sampai 1,50 mm, lebar 2,5 cm sampai 12 cm, buah muda
berwarna hijau putih kehijauan, apabila masak berwarna merah terang.

C. Klasifikasi
Nama Lain

: Cabe, cabe rawit

Nama tanaman asal

: Capsicum annuum ( L ), Capsicum frutescens ( L )

Famili

: Solanaceae

Zat berkhasiat Utama

: Kapsisin 0,02 %, vitamin C, alkaloida atsiri, resin


dan minyak lemak.

Penggunaan

: Stomakikum, tingturnya sebagai obat gosok.

Pemerian

: Bau merangsang, rasa pedas.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik.

D. Makroskopik
Buah berbentuk bulat panjang, lurus atau bengkok, ujungnya
meruncing, pangkal lebih lebar dari ujung panjang 2 cm sampai 6 cm, lebar 0,5
cm sampai 0,8 cm, permukaan luar licin mengkilap pada keadaan segar dan
mengkerut dalam keadaan kering. Dinding buah liat, sangat tipis, dan tebal
kurang dari 0,5 mm. Gagang buah relatif panjang, berukuran lebih kurang 2 kali
panjang buah, ramping berwarna hijau kehitaman.

E. Mikroskopik
Kulit buah. Epidermis luar terdiri dari selapis sel membentuk polygonal,
pipih ke arah tangensial, sel epidermis mempunyai tetes tetes minyak
berwarna kuning kemerahan. Hypodermis terdiri dari sel sel kolenkimatik.
Epidermis dalam terdiri dari selapis sel berdinding tipis dan berdinding tebal.

Serbuk. Warna coklat kemerahan, bau merangsang, rasa sangat pedas.


Fragmen pengenal adalah fragmen tangensial epidermis luar, dinding
bernoktah, fragmen epidermis dalam dengan hipotalamus. Fragmen epidermis
dalam berdinding tebal, fragmen pembuluh kayu bernoktah menebal atau
dengan penebalan atas tangga dan spiral.

F. Identifikasi
-

Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetes asam sulfat P terjadi warna


coklat

Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetes asam sulfat 10 N terjadi warna


kuning

Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetes asam klorida P terjadi warna


kuning

Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetes natrium hidroksida 5% b/v P


terjadi warna kuning kehijauan

Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetes kalium hidroksida 5% b/v P


terjadi warna hijau kekuningan

Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetes ammonia (25%) P terjadi warna


kuning

Pada 2 mg serbuk buah tambahkan 5 tetes besi (III) klorida 5% b/v P terjadi
warna hijau kekuningan

Mikrodestilasikan 25 mg serbuk buah pada suhu 240C selama 90 detik


menggunakan tanur TAS, tempatkan hasil mikrodestilasi pada titik pertama
10

lempeng KLT silica gel GF 254P. Timbang 300 mg serbuk buah campur
dengan 5 ml methanol,dan panaskan dalam tangas air selama 2 menit,
dinginkan, saring, cuci endapan dengan methanol secukupnya hingga
didapat filtrat 5 ml. Pada titik kedua lempeng KLT, tutulkan sebanyak 20
microliter. Pada titik ketiga tutulkan 5 microliter pewarna II LP. Eluasi
dengan campuran kloroform P methanol P asam asetat P (94 + 1 + 5)
dengan jarak rambat 15 cm. Amati pada sinar biasa dan sinar UV 366 nm.
Lalu semprotkan dengan anisaldehida asam sulfat LP, panaskan pada suhu
110C selama 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan sinar UV 366nm.

Kadar abu tidak lebih dari 7,4 %


Kadar abu yang tidak larut dalam asam tidak lebih dari 0,06 %
Kadar sari yang larut dalam etanol tidak kurang dari 9,4%
Bahan organik asing tidak lebih dari 2%
II.4.

Kaempferiae Rhizoma
Kencur merupakan tanaman rumput kecil yang tumbuh subur di daerah
dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak
air. Tanaman ini tunbuh dan berkembang pada musim tertentu yaitu pada musim
penghujan, juga dapat ditanam dalam pot atau di kebun yang cukup sinar matahari
dan tidak terlalu basah.

11

A. Nama Daerah
Sumatra

: Ceuko (Aceh), Tekur (Gayo), Kaciwer (Batak), Cakue


(Minangkabau), Cokur (Lampung

Jawa

: Cikur (Sunda),Kencur (Jawa), Kencor (Madura)

Nusa Tenggara

: Cekuh (Bali), Cekur (Sasak), Cekir (Sumba)

Sulawesi

: Kencur, cekuru (Makasar), ceku (bugis)

Irian

: Ukap (Marind)

B. Monografi
Terna yang hampir menutupi tanah, tidak berbatang, rimpang
bercabang cabang, berdesak desakkan, akar berbentuk gelendong, kadang
kadang berumbi panjang 1 cm sampai 1,5 cm.
Setiap tanaman hampir berhelai 1 -3 helai daun (ummnya 2 helai), lebar
merata, menutupi tanah, daun berbentuk jorong lebar, pangkal berbentuk
jantung, ujung mendadak lancip, bagian atas tidak berambut, bagian bawah
berambut halus, panjang helai daun 7 15 cm , lebar 2 8 cm, tangkai pendek 3
10 mm, pelepah terbenam di tanah, panjang 1,5 3,5 cm warna putih.

12

Perbungaan panjang 4 cm, dan mengandung 4 12 helai bunga.


Kelopak berbentuk tabung panjang 3 cm, bergerigi 2 sampai 3 buah. Tajuk
berwarna putih dengan tabung 2,5 cm 5 cm, ujung berbelah belah bentuk
pita panjang 2,5 cm 3 cm , lebar 1,5 mm 3 mm.

13

C. Klasifikasi
Nama lain

: Kencur

Nama tanaman asal

: Kaempferia galanga

Keluarga

: Zingiberaceae

Zat berkhasiat utama

Alkaloida, minyak atsiri yang mengandung sineol dan kamferin, mineral dan
pati.
Penggunaan

Ekspektoransia, diaforetika, karminativa, stimulansia, roboransia


Pemerian

Bau khas aromatik, rasa pedas, hangat, agak pahit, akhirnya menimbulkan rasa
pedas
Bagian yang digunakan
Keterangan

: Akar tinggal

Waktu Panen

: Umur 1 tahun

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup

D. Pemeriksaan Makroskopik
Kepingan : Pipih : bentuk hampir bundar sampai jorong atau tidak
beraturan; tebal keping 1 mm sampai 4 mm, panjang 1 cm sampai 5 cm, lebar
0,5 cm sampai 3 cm; bagian tepi berombak dan berkeriput, warna coklat sampai
coklat kemerahan, bagian tengah berwarna putih sampai putih kecoklatan.
Korteks : sempit, lebar lebih kurang 2 mm; warna putih; berkas
pembuluh tersebar tampak sebagai bintik-bintik berwarna kelabu atau
keunguan. Silinder pusat : lebar, banyak tersebar berkas pembuluh seperti pada
korteks. Berkas patahan : rata, berdebu, berwarna putih.

14

E. Pemeriksaan Mikroskopik
Periderm : terdiri dari 5 sampai 7 lapis sel, sel berbentuk segi panjang
berdinding tipis. Jaringan parenkim korteks : terdapat dibawah periderm, sel
parenkim isodiametrik, berdinding tipis, berisi butir-butir pati, sel idioblas
minyak berbentuk hampir bulat dan bergaris tengah 50 m sampai 100 m,
dalam idioblas minyak terdapat minyak yang tidak berwarna sampai berwarna
putih semu kekuningan. Butir pati : umumnya tunggal, besar, bentuk bulat,
bulat telur atau bulat telur tidak beraturan dengan salah satu ujungnya
mempunyai puting, lamela dan hilus tidak jelas; panjang butir pati 10 m
sampai 40 m, umumnya 25 m.
Berkas pembuluh : tersebar dalam korteks dan silinder pusat; pembuluh
kayu terdiri dari pembuluh spiral, pembuluh tangga dan pembuluh jala, tidak
berlignin. Endodermis : mempunyai dinding radial yang berisi butir pati dan
idiobals minyak seperti pada korteks, berkas pembuluh dibawah endodermis
tersusun teratu dalam satu lingkaran dan berdekatan satu sama lainnya.

15

Serbuk : warna putih, putih kecoklatan sampai ciklat. Fragmen pengenal


adalah butir pati yang hampir bulat dengan puting atau sisi bersudut; idioblas
minyak; oleoresin berbentuk gumpalan atau tetesan kecil yang dengan yodium
LP warnanya menjadi coklat kekuningan: fragmen periderm: pembuluh kayu.

F. Identifikasi
-

Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam sulfat P : terjadi warna


coklat tua

Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam sulfat encer P ; terjadi


warna coklat.

Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan kalium hidroksida P


5% b/v; terjadi warna kuning coklat.

Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan natrium hidroksida P


5% b/v; terjadi warna kuning jingga

Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes amonia (25%) P; terjadi


warna kecoklatan

16

Mikrodestilasikan 20 mg serbuk rimpang pada suhu 240C selama 90 detik


menggunakan tanur TAS, tempatkan hasil mikrodestilasi pada titik pertama
lempeng KLT silica gel GF 254P. Timbang 300 mg serbuk buah campur
dengan 5 ml methanol,dan panaskan dalam tangas air selama 2 menit,
dinginkan, saring, cuci endapan dengan methanol secukupnya hingga
didapat filtrat 5 ml. Pada titik kedua lempeng KLT, tutulkan sebanyak 20
microliter. Pada titik ketiga tutulkan 5 microliter pewarna I LP. Eluasi dengan
dikloroetana P dengan jarak rambat 15 cm. Keringkan lempeng, eluasi lagi
dengan benzene P dengan jarak rambat yang sama. Amati pada sinar biasa
dan sinar UV 366 nm. Lalu semprotkan dengan anisaldehida asam sulfat LP,
panaskan pada suhu 110C selama 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan
sinar UV 366nm.

Kadar abu tidak lebih dari 8%


Kadar abu yang tidak larut dalam asam tidak lebih dari 2,2 %
Kadar sari yang tidak larut dalam air tidak kurang dari 14%
Kadar sari yang larut dalam etanol tidak kurang dari 4%
Bahan organik asing tidak lebih dari 2%

17

II.5.

Usneae thallus

Usneae thallus merupakan simplisia golongan lain lain. Usneae thallus


yang merupakan kayu angin merupakan tumbuhan epifit yang tumbuh pada pohon
kayu di hutan pada ketinggian lebih dari 800 m di atas permukaan laut.
A. Nama Daerah
Sumatra

: Janggut, Janggut rabion, Tahi angin

Jawa

: Jenggot resi, Kayu angin

Nusa Tenggara

: Janggutan resi

Sulawesi

: Tahi angin, tai anging

B. Morfologi
Tumbuh menempel pada kulit pohon tegak atau berjubai panjang
sampai 30 cm atau lebih. Talus berbentuk benang, pada umumnya bulat
memanjang, cabang cabangnya bervariasi, seringkali kasar, berwarna hijau
kelabu atau hijau kekuningan. Apotesium sedang, tumbuh ke arah sisi atau ke
arah tengah, berbentuk perisai, agak bercahaya, berambut pada tepinya,
parafisis bercabang dan bersekat, askospora berisi 8 askospora yang kecil
berbentuk lonjong dan sederhana. Spermogonium tumbuh ke arah sisi,
terbenam atau menonjol, berwarna terang atau gelap.

18

C. Klasifikasi
Nama lain

: Kayu angin

Nama tanaman asal

: Usnea misaminensis(Vain.) Not.

Keluarga

: Usneaceae

Zat berkhasiat utama

Asam usnin dan senyawa senayawa depsida seperti asam barbatolat, asam
usnetin, dan asam barbatin.
Penggunaan

: Astringen

Pemerian

: Bau lemah, tidak berasa

Bagian yang digunakan

: seluruh talus kayu angin

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup

D. Pemeriksaan Makroskopik
Talus berupa benang-benang, liat, bercabang-cabang, garis tengah
0,2mm sampai 1 mm, warna hijau kelabu sampai hijau kekuningan; bagian luar
mudah dilepaskan dari bagian dalam. Apotesia berbentuk perisai, bagian atas
berwarna hijau kelabu, bagian bawah berwarna putih kehijauan, tebal kurang
dari 0,5 mm, garis tengah 2mm sampai 7mm.

19

E. Pemeriksaan Mikroskopik
Talus terdiri dari korteks berbentuk pseudoparenkim beberapa lapis,
lapisan ginidia terdiri dari sel-sel protokokus di sela-sela benang hifa yang
berdinding tipis tersusun tidak beraturan, lapisan dalam berupa empulur yang
merupakan poros dari talus dan terdiri dari benang-benang hifa yang tersusun
rapat berlekatan satu dengan yang lain dan letaknya membujur. Apotesium
sedikit, bagian atas terdiri dari parafisa dengan benang-benang hifa yang rapat
dan tegak, diantaranya terdapat askus dengan 8 askopora kecil-kecil; lapisan
gonidia dengan sel-sel protokokus di sela-sela benang hifa yang tdak beraturan,
lapisan empulur terdiri dari benang-benang hifa agak rapat; dan bagian bawah
terdiri dari jaringan psedoparenkimatik.

20

Serbuk : warna hijau muda. Fragmen pengenal adalah kelompok


benang-benang hifa dari empulur; jarang terdapat apotesia dengan askus berisi
askospora.

21

F. Identifikasi
-

Pada 2 mg serbuk tallus 5 tetes asam sulfat P; terjadi warna coklat.

Pada 2 mg serbuk tallus 5 tetes larutan natrium hidroksida P 5% b/v; terjadi


warna coklat.

Pada 2 mg serbuk tallus 5 tetes larutan kalium hidroksida P 5% b/v; terjadi


warna coklat.

Pada 2 mg serbuk talus tambahkan 5 tetes amonia (25%) P; terjadi warna


coklat.

Timbang 500 mg serbuk talus campur dengan 5 ml aseton,dan panaskan


dalam tangas air selama 2 menit, dinginkan, saring, cuci endapan dengan
aseton secukupnya hingga didapat filtrat 5 ml. Pada titik kedua lempeng
KLT, tutulkan sebanyak 20 microliter. Pada titik ketiga tutulkan 5 microliter
pewarna I LP. Eluasi dengan benzene P kloroform P (50+50) dengan jarak
rambat 15 cm. Amati pada sinar biasa dan sinar UV 366 nm.

22

Kadar abu : tidak lebih dari 1,01%


Kadar abu yang tidak larut dalam asam : tidak lebih dari 0,41%
Kadar sari yang larut dalam etanol tidak kurang dari 10,20%
Kadar sari yang larut dalam air tidak kurang dari 10,3%

23

BAB III
METODE IDENTIFIKASI

III.1.

III.2.

III.3.

Alat

Mikroskop

Kertas saring

Obyek + cover glass

Vial , aluminium foil

Erlenmeyer

Chamber

Kompor gas

Pipa kapiler

Corong gelas

Bahan

Sampel No.3 C

Pembanding Capsici Fructus , Kaempferiae Rhizoma , Usneae Thallus

Eluen

Pelarut : Methanol , aseton

: kloroform , methanol , asam asetat (94 : 1 : 5)

Prosedur Kerja

a. Identifikasi mikroskopis
-

Pengamatan secara organoleptis.

Catat data.

Pengamatan secara mikroskopis.

Catat data.

24

b. KLT
o

Buat sampel dengan cara :


-

Masukkan sampel serbuk dalam vial,

Tambahkan methanol 5 ml, panaskan di water bath selama 2 menit.

Angkat dan saring.

Buat pembanding Capsici Fructus dengan cara : (MMI Edisi III tahun
1979, halaman 48)

Masukkan sampel serbuk dalam vial,

Tambahkan methanol 5 ml, panaskan di water bath selama 2 menit.

Angkat dan saring.

Buat pembanding Kaempferiae Rhizoma dengan cara : (MMI Edisi I


tahun 1977, halaman 57)

Masukkan sampel serbuk dalam vial,

Tambahkan methanol 5 ml, panaskan di water bath selama 2 menit.

Angkat dan saring.

Buat pembanding Usneae Thallus dengan cara : (MMI Edisi II tahun


1978, halaman 99)
-

Masukkan sampel serbuk dalam vial,

Tambahkan aseton 5 ml, panaskan di water bath selama 2 menit.

Angkat dan saring.

25

Buat eluen dengan cara : (MMI Edisi III tahun 1979, halaman 48)
-

Masukkan 28,2 ml kloroform, 0,3 ml methanol dan 1,5 ml asam


asetat dalam erlenmeyer.

Jenuhkan dengan cara mengocok erlenmeyer selama 1 jam.

KLT dilakukan dengan cara :


-

Buat batas atas 0,5 cm dan batas bawah 1cm pada plat KLT.

Bagi menjadi 4 bagian.

Totolkan pada tiap bagian dengan sampel, pembanding Capsici


Fructus, pembanding Usneae Thallus dan pembanding Kaempferiae
Rhizoma.

Keringkan dengan cara diangin-anginkan.

Masukkan eluen dalam chamber, masukkan kertas saring ke


dalamnya, pastikan kertas saring basah sepenuhnya untuk
memastikan kejenuhannya.

Masukkan plat KLT secara hati-hati dalam chamber, elusi dengan


eluen sampai batas atas.

Angkat dan keringkan.

26

III.4.

Amati secara visual dan spektrofotometri UV.

Hitung nilai Rf

Data

a. Organoleptis
-

Bentuk

: terdapat 3 serbuk terpisah

Warna

: coklat kehitaman, coklat bedak, coklat seperti pasir

Bau : aromatik tajam

Rasa

: pedas tawar

b. Mikroskopis
-

Kaempferiae Rhizoma ( Materia Medika I tahun 1977, halaman 56)

Ciri khas

= Bau aromatik kencur, amylum topi baja kecil, hylus jelas

Eluen

= dikloroetana dilanjutkan dengan Benzene

Capsici Fructus ( Materia Medika III tahun 1979, halaman 47)

27

Ciri khas

= sel minyak merah oranye, sel fragmen endocarp, bau


khas cabe

Eluen

= kloroform : methanol : asam asetat = 94 : 1 : 5

Usneae thallus ( Materia Medika II tahun 1978, halaman 99)

Ciri khas

= Benang hifa dari empulur, ada serabut kayu dalam serbuk

dalam pengamatan organoleptis


Eluen

= Benzene : kloroform = 50 : 50

Visual

UV 366 nm

c. KLT

UV 254 nm

28

Perhitungan Rf
Rumus :
Fase gerak = CHCl3 : methanol : as asetat
Fase diam = silica gel

b
a

RF =
HRF = RF x 100%
No.
1.

2.

Skrining
Sampel

P1

a
5,5 cm

B
5,3 cm

Rf
=

= 1,0377

5,3 cm

5,3 cm

= 1,00

4,4 cm

5,3 cm

= 0,8301

4,3 cm

5,3 cm

= 0,811

= 0,8301 x 100% =
83,01%
= 0,811 x 100% = 81,10 %

3,2 cm

5,3 cm

= 0,603

= 0,603 x 100% = 60,3 %

5,3 cm

5,3 cm

= 1,00

= 1,00 x 100% = 100 %

4,3 cm

5,3 cm

= 0,811

= 0,811 x 100% = 81,1%

= 1,0377

= 1,0377x 100% =
103,77%
= 0,8396 x 100% =
83,96%
= 0,6132 x 100% =
61,32%

3.

P2

5,5 cm

5,3 cm

4.

P3

4,45
cm
3,25
cm

5,3 cm

= 0,8396

5,3 cm

= 0,6132

HRf
= 1,0377x 100% =
103,77%
= 1,00 x 100% = 100 %

Keterangan :
-

Sampel

P1 : Usneae Thallus

P2 : Capsici Fructus

29

P3 : Kaempferiae Rhizoma

30

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada identifikasi sampel no 3 C ini, saat pertama didapat, sampel langsung terlihat
terpisah akibat warna dan struktur serbuk yang berbeda. Ketiga simplisia ini sebisa mungkin
dipisahkan lalu dilakukan uji organoleptis untuk masing masing simplisia dan dilanjutkan
dengan pemeriksaan mikroskopik.
Pada saat dipisahkan, terlihat yang paling mudah dari pengamatan secara
organoleptis pada Capsici Fructus karena bau khas cabe dan setelah mikroskopik
pengamatan terlihat sel minyak orange yang khas pada Capsici Fructus. Setelah diamati
lebih lanjut, terdapat pula sel fragmen endocarp yang juga merupakan spesifikasi dari
simplisia ini.
Pada saat serbuk pemisahan yang kedua, terdapat serabut kayu yang merupakan
ciri khas dari simplisia Usneae Thallus. Lalu setelah dilanjutkan pada pemeriksaan
mikroskopik, ditemukan benang hifa dari empulur yang merupakan ciri spesifik dari Usneae
Thallus.
Pada kelompok serbuk terakhir, terlihat warna coklat bedak yang memiliki bau khas
kencur. Pada pemeriksaan secara mikroskopik ditemukan amylum berbentuk topi baja kecil
dengan hylus jelas yang banyak. Ini menandakan bahwa simplsia ini adalah Kaempferiae
Rhizoma.
Setelah dinyatakan menebak simplisia dengan benar, mencari eluen untuk tahap
identifikasi berikutnya yaitu KLT. KLT merupakan pemisahan senyawa berdasarrkan fase
gerak dan fase diam dimana fase gerak yang digunakan adalah eluen dan fase diamnya

31

adalah silica gel. Ketiga eluen untuk simplisia tersebut dicari beserta pelarut yang cocok
pada buku Materia Medika Indonesia (MMI).

Setelah eluen ditentukan, eluen dibuat dan dijenuhkan selama satu jam. Sementara
menunggu penjenuhan eluen, simplisia pembanding dan sampel dilarutkan dalam pelarut
yang sesuai. Pada sampel, dilarutkan menggunakan methanol karena methanol merupakan
pelarut universal yang secara umum dapat melarutkan semua senyawa.
Setelah sampel dan simplisia pembanding dilarutkan, dipanaskan serta disaring, lalu
didinginkan. Lanjut dengan mempersiapkan lempeng KLT untuk dibuat batas atas dan
bawah, lalu dibagi menjadi 4 kolom, kemudian dilakukan penotolan pada tiap kolomnya.
Setelah eluen jenuh, eluen dimasukkan dalam chamber dan dilakukan cek
kejenuhan dengan cara memasukkan kertas saring ke dalam chamber. Bila kertas saring
telah basah semua, berarti chamber telah jenuh. Masukkan plat KLT dalam chamber dan
elusi sampai batas atas. Keluarkan lempeng KLT dari chamber, keringkan dengan cara
dianginkan.Lempeng KLT dilakukan pengamatan secara organoleptis dan pengamatan di
bawah lampu UV 254 nm dan 366 nm.
Pada pengamatan noda, didapat hasil bahwa RF yang paling tepat dan sesuai
dengan literature adalah pada simplisia Capsici Fructus. Hal ini disebabkan karena
menggunakan eluen yang memang tepat untuk Capsici Fructus yaitu kloroform : methanol :
asam asetat = 94 : 1 : 5. Pada Rf simplisia didapat nilai 103,77. Pada literature seperti yang
telah tercantum di atas, nilai Rf yang ada 99 109. Oleh karena itu, nilai Rf simplisia
termasuk dalam Rf literature sehingga simplisia tepat mengandung Capsici Fructus.
Pada perbandingan noda Rf Kaempferiae Rhizoma dengan sampel mengalami
sedikit masalah karena noda terang pada sampel yang menunjukkan bahwa itu adalah
spesifik dari Kaempferiae Rhizoma tidak terlihat berada pada posisi dan letak yang sama. Hal

32

ini mungkin disebabkan karena eluen yang digunakan tidak sesuai dengan eluen literature
(dikloroetana) sehingga tidak menunjukkan hasil yang optimal. Nilai Rf yang didapat juga
tidak sesuai dengan Rf literature. Nilai Rf dari sampel adalah 83,96% dan 61,32% sedangkan
Rf literatur mencakup 43 53 dan 97126.

Pada perbandingan noda Rf Usneae Thallus dengan sampel juga mengalami masalah
karena noda pada sampel yang menunjukkan bahwa itu adalah spesifik dari Usneae Thallus
tidak terlihat berada pada jelas dan posisi serta letak noda tidak sama dengan literatur. Hal
ini mungkin disebabkan karena pelarut serta eluen yang digunakan tidak sesuai dengan
eluen literature (benzene : kloroform) sehingga tidak menunjukkan hasil yang optimal.
Pelarut yang seharusnya digunakan adalah aseton. Oleh karena itu, meskipun dapat larut
dalam methanol tetapi hasil yang diberikan pada pengamatan tidak optimal.

33

BAB V
PENUTUP

V.1.

Kesimpulan

Pada sampel no 3C terdapat 3 golongan simplisia yaitu : Fructus, Rhizoma, dan


golongan lain lain. Simplisia yang terdapat dalam sampel no.3 antara lain :
-

Capsici Fructus

Kaempferiae Rhizoma

Usneae Thallus
Pada pemeriksaan dengan KLT dengan menggunakan pelarut methanol dan

eluen kloroform : methanol : asam asetat (94 : 1 : 5) menunjukkan bahwa HRf dari
sampel antara lain :
-

103,77%

100%

83,01%

81,1 %

60,3%

34

Pada nilai di atas yang memenuhi nilai literature adalah Capsici Fructus karena eluen
yang digunakan sama dengan eluen dalam praktikum.

V.2.

Saran

Bila ingin mendapatkan hasil yang optimal, lakukan prosedur, pelarut, serta
eluen yang sama dengan literature. Bila ada sedikit perubahan maka hasil yang
didapat mungkin tidak tepat dengan hasil pada literature.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Materia Medika Indonesia Edisi I. 1977. Departemen Kesehatan RI.

Anonim. Materia Medika Indonesia Edisi II. 1978. Departemen Kesehatan RI.

Anonim. Materia Medika Indonesia Edisi III. 1979. Departemen Kesehatan RI.

Bambang Sutrisno R., 1974, Ichtisar Farmakognosi., Edisi IV., Pharma-science


Pasific., Jakarta., P.170.

Sri Sugati, 1991 Sugati S., Johny Ria Hutapea, 1991, Inventaris Tanaman Obat
Indonesia., Jilid I., Balitbang Kesehatan., DepKes RI. Jakarta, p. 456-457.

35

36

Anda mungkin juga menyukai