Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI
ANALISIS MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS SIMPLISIA KULIT (CORTEX)

Disusun Oleh:

Ahmed Aprima Egbar

(191148201106)

Dosen Pengampu :

Sister Sianturi, S.Si.,M.Si.

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

STIKES DIRGAHAYU SAMARINDA

TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Praktikum : Analisis Makroskopis Dan Mikroskopis Simplisia Cortex

Nama : Ahmed Aprima Egbar (191148201106)

Telah disetujui dan disahkan pada :

Hari : Jum’at,

Tanggal : 23 Juli 2021

Mengetahui,

Mahasiswa Dosen Pengampu

Ahmed Aprima Egbar Sister Sianturi, S.Si.,M.Si.

Nim:191148201106
I. Tujuan :

1. Mahasiswa mengetahui ciri-ciri makroskopik, mikroskopik, dan organoleptik dari


simplisia cortex.
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan mengetahui fragmen pengenal simplisia serbuk
cortex (kulit) tersebut.

II. Tinjauan Pustaka

 Definis Cortex

Batang bagi tumbuhan merupakan salah satu organ yang sangat penting, terutama bagi
tumbuhan yang tumbuh di darat dan sering disebut dengan tumbuhan darat. Batang berfungsi
sebagai penunjang tumbuh tubuh tumbuhan untuk tetap berdiri tegak dan melakukan
aktivitasnya sebagai mana mestinya karena proses pengambilan makanan yang diperlukan
tumbuhan salah satunya melalui batang. Batang mempunyai nama ilmiah caulis. Struktur ini
merupakan struktur pokok tumbuhan yang tidak kalah penting dari daun. Batang berfungsi
memperkokoh berdirinya tumbuhan, selain fungsi lainnya sebagai jalur transportasi air dan
unsure hara tumbuhan, dari akar ke daun. Sifat-sifat umum batang yang dapat dikatakan
sebagai karakteristik, antara lain adalah tumbuh selalu ke atas daun dan menjauhi pusat bumi.
Istilah ini dikenal sebagai fototrofi positif dan geotrofi negatif. Selain itu, batang biasanya
berwarna coklat. Batang memiliki bentuk yang beragam, walaupun pada umumnya berbentuk
bulat (Rosanti, 2011).
Pada batang terdapat buku-buku yang dikenal dengan nama ilmiah nodus. Pada buku
inilah daun melekat. Jarak antara dua buku dinamakan ruas. Ruas dikenal dengan nama
ilmiah internodus. Pada tumbuhan monokotil, biasanya buku-buku batang terlihat dengan
jelas, seperti pada batang tebu, jagung, dan rumputrumputan. Sedangkan pada tumbuhan
dikotil, buku-buku batang kadang-kadang tidak terlihat, tetapi hanya berupa tonjolan-
tonjolan, tempat tangkai daun melekat, sehingga bila tangkai daun lepas, akan meninggalkan
bekas pada batang. Batang merupakan organ tumbuhan yang tak kalah penting dengan akar
dan daun.
Kedudukan batang bagi tumbuhan dapat disamakan denga rangka pada manusia dan
hewan. Dengan kata lain, batang merupakan sumbu tubuh tumbuhan. Batang mempunyai
fungsi utama sebagai jalur transportasi air dan zat-zat hara dari akar ke daun dan sebaliknya.
Selain itu, batang mendukung bagian-bagian tumbuhan yang ada di atas tanah, yaitu daun,
bunga, dan buah. Melalui percabangannya, batang dapat memperluas bidang asimilaasi. Pada
beberapa tumbuhan, batang berfungsi sebagai tempat penimbunan zat-zat makanan cadangan.
Pada umumnya batang tidak berwarna hijau, kecuali tumbuhan yang umurnya pendek.
Misalnya rumput dan waktu batang masih muda. Batang selalu bertambah panjang ujungnya.
Pertumbuhan batang ditandai dengan adanya percabangan. Karena batang memiliki struktur
yang cukup kompleks, dalam mengamati batang suatu tumbuhan, ada beberapa hal penting
yang menjadi fokus pengamatan, misalnya bentuk, cabangcabang, arah tumbuhan dan
sebagainya (Rosanti, 2011).
Korteks adalah kawasan di antara epidermis dan sel silinder pembuluh paling luar.
Korteks batang biasanya terdiri dari parenkim yang dapat berisi kloroplas. Di tepi luar sering
terdapat kolenkim atau sklerenkim. Batas antara korteks dan daerah jaringan pembuluh seirng
tak jelas karena tidak asa endodermis. Pada batang muda jarak (Ricinus communis), misalnya
lapisan sel korteks terdalam dapat berisi pati dan disebut seludang pati. Namun, beberapa
dikotil membentuk pita caspary pada sel lapisan korteks paling dalam dan beberapa tumbuhan
paku menunjukkan endodermis yang jelas. Tak ada ruang antarsel di antarsel endodermis.
Pada pita caspary, suberin yang bersifat hidrofob menembus dinding primer dan tak hanya
melekat saja. Meskipun dari segi morfologi tak terlihat endodermis, telah dibuktikan bahwa
lapisan korteks terdalam memiliki sifat kimiawi dan fisiologi yang serupa dengan
endodermis. Jadi, ada batas fisiologi antara korteks dan daerah silinder jaringan pembuluh
(Hidayat, 1995).
Empulur dan korteks, sebagian besar terdiri dari sel-sel parenkim. Pada ranting, cabang
berkayu muda dan batang bawah tanah perensial herba, jaringan ini menyimpan banyak sekali
makanan. Bagian terluar korteks ranting dan batang herba sering kali terdiri dari klorenkima,
yang memberikan warna hijau pada batang. Lapisan gabus yang ada dalam tumbuhan berkayu
maupun tumbuhan herba, efektif dalam mengurangi kehilangan air dari jaringan-jaringan
bagian dalam. Lapisan gabus ini dihasilkan oleh aktivitas kambium gabus. Di sisi luar batang
muda terdapat lapisan epidermis yang biasanya hanya terdiri dari satu lapisan sel (Tjitrosomo,
1983).
Korteks (cortex) merupakan akar yang tersusun dari jaringan parenkim yang terdiridari
beberapa lapis sel. Sel-selnya berukuran relatif besar, berbentuk silindris memanjang dengan
posisi sejajar sumbu akar, dan memiliki banyak ruang antar sel. Ruang antar sel merupakan
ruang udara untuk saluran pertukaran gas. Umumnya, sel-sel penyusun jaringan parenkim
tidak berkloroplas, kecuali pada beberapa jenis tumbuhan air dan tumbuhan epifit. Sel-sel
penyusun jaringan parenkim memungkinkan untuk menyimpan cadangan makanan (Parlan,
1995).
 Anatomi dan Morfologi cortex
Secara umum struktur anatomi cortex pada batang tumbuhan tersusun oleh beberapa
lapis sel parenkim yang tidak teratur dan berdinding tipis, banyak ruang antar sel. Terdapat
kolenkim dan sklerenkim yang berfungsi sebagai penyokong dan penguat tumbuhan. Sel-sel
korteks sebelah dalam yang mengandung amilum disebut floetema (sarung tepung) (Haryati,
2009).
Dalam anatomi tumbuhan, korteks adalah bagian terluar dari batang atau akar tumbuhan
yang dibatasi di bagian luar oleh epidermis dan di bagian dalam oleh endodermis. Korteks
tersusun dari jaringan penyokong yang tidak terdiferensiasi dan menyusun jaringan dasar.
Pada organ yang telah cukup umur sel-sel terluar korteks dapat mengalami penebalan dinding
sel dan disebut sebagai sel-sel kolenkim. Selain itu, sel-sel terluar juga dapat memiliki
kloroplas. Korteks berfungsi dalam transportasi harta dari epidermis ke dalam teras akar.
Selain itu, pada beberapa spesies tumbuhan, korteks juga menjadi bagian penyimpanan
cadangan energi dalam bentuk pati (Suhartono, 2012).
Struktur sel dan jaringan penyusun akar, berturut-turut yaitu epidermis, korteks,
endodermis, dan stele (silinder pusat). Lapisan terluar dari akan adalah epidermis yang
tersusun atas sel-sel yang tersusun rapat satu sama lain tanpa ruang antar sel, berbanding tipis
dan memanjang, sejajar sumbu akar. Dinding sel epidermis terususun dari bahan selulosa dan
pectin yang menyerap air. Epidermis akar biasanya satu lapis. Permukaan sel epidermis
sebelah luar membentuk tonjolan yaitu berupa rambut atau bulu akar (Suhartono, 2012).
Menurut Abdurrahman ( 2008: 81 ), berikut adalah macam-macam jaringan tumbuhan :
1. Jaringan Epidermis
Epidermis merupakan jaringan terluas dari batang. Epidermis ini hanya tersusun atas satu
lapisan sel. Sel epidermis tersusun rapat, sehingga tidak tampak ruang antar sel. Jika
batang tumbuhan membesar, epidermis akan pecah dan membenuk jaringan gabus.
Jaringan gabus ini juga sering pecah sehingga terbentuk lentisel.
2. Jaringan Korteks
Merupakan jaringan yang ada dubawah jaringan epidermis. Jaringan penyusun pada
kortesk batang adalah parenkim dan kolenkim. Sel korteks relatif renggang, sehingga
terdapat rongga antar sel. Hal ini berguna dalam pertukaran sel.
3. Jaringan Endoderm
Merupakan batas antara korteks dan silinder pusat. Didalam silinder pusat terdapat jaringan
perisikel, empulur, dan pembuluh angkut. Empulur merupakan bagian terdalam dari
silinder pusat dan tersusun atas jaringan parenkim. Jaringan pembuluh angkut tersusun atas
floem dan xylem.
4. Silinder Pusat
Merupakan lapisan terdalam dari batang. Lapis terluar dari stele disebut perisikel atau
perikambium. lkatan pembuluh pada stele disebut tipe kolateral yang artinya xilem dan
floem. Letak saling bersisian, xilem di sebelah dalam dan floem sebelah luar. Antara xilem
dan floem terdapat kambium intravasikuler, pada perkembangan selanjutnya jaringan
parenkim yang terdapat di antara berkas pembuluh angkut juga berubah menjadi kambium,
yang disebut kambium intervasikuler. Keduanya dapat mengadakan pertumbuhan sekunder
yang mengakibatkan bertambah besarnya diameter batang. Pada tumbuhan Dikotil,
berkayu keras dan hidupnya menahun, pertumbuhan menebal sekunder tidak berlangsung
terus-menerus, tetapi hanya pada saat air dan zat hara tersedia cukup, sedang pada musim
kering tidak terjadi pertumbuhan sehingga pertumbuhan menebalnya pada batang tampak
berlapis-lapis, setiap lapis menunjukkan aktivitas pertumbuhan selama satu tahun, lapis-
lapis lingkaran tersebut dinamakan lingkaran tahun (A.Fahn, 1982:192)
Cortex merupakan jaringan terluar dari tanaman berkayu, yang meliputi kulit batang,
cabang atau kulit akar atau buah sampai ke lapisan epidermis. Saat tumbuhan cukup besar
umumnya zat berkhasiat terdapat dalam serat terutama alkaloid. Cortex juga merupakan
kulit kayu berupa seluruh jaringan di luar kambium. Susunan cortex apabila dilihat
penampang melintangnya terdapat (Mulyani, 2006) :
1. Sel gabus pada cortex gunanya untuk mempertahankan diri terhadap kedaaan luar,
misalnya karena sudah tua. Fungsi jaringan gabus adalah untuk melindungi jaringan lain
agar tidak kehilangan banyak air, mengingat sel-sel gabus yang bersifat kedap air. Pada
Dikotil, jaringan gabus dibentuk oleh kambium gabus atau felogen, pembentukan
jaringan gabus ke arah dalam berupa sel-sel hidup yang disebut feloderm, ke arah luar
berupa sel-sel mati yang disebut felem.Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan
mengetahui fragmen pengenal simplisia serbuk cortex (kulit) tersebut.
2. Floem, gunanya untuk mengangkut makanan dari daun ke seluruh tubuh bagian tanaman.
3. Sel parenkim, di dalamnya terdapat sel batu, kristal oksalat berbentuk prisma atau drust
dan amilum.
Jaringan parenkim disebut sebagai jaringan dasar karena banyak dijumpai hampir ditiap
bagian tumbuhan, dengan karakteristik sel berupa sel hidup, struktur dan fungsi sangat
bervariasi, bervakuola besar, dinding sel tipis, terdapat kloroplas dan pigmen lainnya
(Hidayat,1995).
Berdasarkan bentuknya menurut (Hidayat,1995), parenkim dibagi menjadi beberapa
kelompok yakni :
 Parenkim pagar (palisade), merupakan tempat fotosintesis yang utama dan sel-sel
memanjang yang terdapat di daun tepat di bawah jaringan epidermis karena banyak
mengandung klorofil dari pada jaringan lainnya, dengan bentuk bulat memanjang atau
lonjong yang berjajar seperti tiang atau pagar dan dalam parenkim palisade ini terdapat
sel klorofil atau zat hijau daun. Parenkim pagar berfungsi sebagai tempat fotosintetis.
 Parenkim bunga karang (jaringan spons), merupakan lapisan sel-sel yang tidak teratur,
banyak rongga udara dan berada di bawah lapisan jaringan tiang. Pada bunga karang
terdapat klorofil dalam jumlah kecil (tidak seperti palisade). Bunga karang berfungsi
sebagai tempat fotosintetis dan juga sebagai tempat penyimpanan hasil fotosintesis
 Parenkim bintang, dinamakan sesuai bentuknya yang menyerupai bintang karena bersegi
lima menjuntai atau lebih.
 Parenkim lipatan, terdapat pada pinus dan padi, dengan bentuk yang berlipat ke arah
dalam serta banyak mengandung kloroplas.

Sedangkan berdasar fungsi, parenkim dibedakan menjadi:


 Parenkim asimilasi yaitu sebagai pembuat zat makanan bagi tumbuhan yang diproses
dari fotosintesa di daun.
 Parenkim penimbun biasanya terletak dalam tubuh tumbuhan misalnya pada empulur
batang, umbi akar, umbi lapis, akar rimpang atau biji.parenkim penimbun berfungsi
dalam menyimpan cadangan makanan bagi tumbuhan berupa hasil fotosintesa, seperti
protein, amilum, gula tepung, atau lemak.
 Parenkim air berfungsi sebagai tempat menyimpan air pada tumbuhan xerofit atau epifit
(sedikit air) untuk menghadapi kemarau, misalnya pada tumbuhan kaktus dan bungan
lidah buaya.
 Parenkim udara disebut sebagai aerenkim bertugas menyimpan udara dalam kantung
besarnya, terdiri dari sel gabus dengan rongga yang besar sehingga membantu menjaga
kelebihan air pada tumbuhan dengan habitat perairan, contoh pada tanaman eceng
gondok.
 Parenkim pengangkut bertugas mengangkut sari makanan hasil proses fotosintesa ke
seluruh bagian tumbuhan, sel sesuai dengan bentuk memanjang arah pengangkutannya.
Jaringan parenkim dijumpai pada kulit batang, kulit akar, daging, daun, daging buah dan
endosperm. Bentuk sel parenkim bermacam-macam. Sel parenkim yang mengandung klorofil
disebut klorenkim, yang mengandung rongga-rongga udara disebut aerenkim. Penyimpanan
cadangan makanan dan air oleh tubuh tumbuhan dilakukan oleh jaringan parenkim.
4. Jari-jari empulur, terdapat kristal oksalat dan amilum.

 Definis Cortex
Menurut Tjitrosoepomo, 1985 fungsi batang adalah :
1. Mendukung bagian-bagian tumbuhan yang ada diatas tanah, yaitu: daun, bunga, dan
buah.
2. Dengan percabangannya memperluas biidang asimilasi.
3. Jalan pengangkutan air dan zat-zat maknan dari bawah ke atas dan jalan
pengangkutanhasil-hasil penimbunan zat-zat makanan cadangan.
4. Menjadi tempat penimbunan zat-zat makanan cadangan.

Cara Pembuatan Simplisia


Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan
maupunkegunaanya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal.
Untuk dapatmemenuhi persyaratan minimal tersebut, ada beberapa faktor yang
berpengaruh antara lain bahan baku simplisia, proses pembuatan, serta cara
pengepakan dan penyimpanan (Agoes, 2007).
Pemilihan sumber tanaman sebagai bahan baku simplisia
nabatimerupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada mutu
simplisia,termasuk didalamnya pemilihan bibit (untuk tumbuhan hasil
budidaya) dan pengolahan maupun jenis tanah tempat tumbuh tanaman obat.
Proses pemanenan dan preparasi simplisia merupakan proses yangdapat
memenuhi mutu simplisia dalam berbagai artian, yaitu komposisisenyawa
kandungan, kontaminasi dan stabilitas bahan. Namun demikian,simplisia
sebagai produk olahan, fariasi senyawa kandungan dapat diperkecil,diatur atau
diajegkan. Hal ini karena penerapan (aplikasi) IPTEK pertanian pasca panen
yang terstandar. Tergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan aktifnya.
Panen buah bisa dilakukan saat menjelang masak (Laksana, 2010).
Tahap-tahap pembuatansimplisia secara garis besar adalah sebagai
berikut:
1. Pengolahan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain
tergantung pada bagian tanaman yang digunakan, umur
tanaman yang digunakan, waktu panen, liingkungan tempat tumbuh. Waktu
panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam
bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian
tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.
2. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-
bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat
dari akar suatu tanaman obat, bahan- bahan asing seperti tanah, kerikil,
rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus
dibuang. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jurnlah yang
tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat
mengurangi jumlah mikroba awal.
3. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya
yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih,
misalnya air dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang
mengandung zat yang mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar
dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin.
4. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil
jangan langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari.
Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus
sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang
dikehendaki.Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat
penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan.
Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya
atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap. Sehingga mempengaruhi
komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia
seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya
dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar
minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah.
Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan
akibat reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan dengan
sinar matahari selama satu hari.
5. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan
mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah
penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam
simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan
jasad renik lainnya.
6. Sortasi kering
Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau
menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama
proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara,
Waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan
simplisia tidak dianjurkan menggunakan alat dari plastik. Selama proses
pengeringan bahan simplisia, faktor-faktortersebut harus diperhatikan sehingga
diperoleh simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama
penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya
“Face hardening”, yakni bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian
dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia
yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh
suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air permukaan bahan
jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam kepermukaan tersebut,
sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan
selanjutnya. “Face hardening” dapat mengakibatkan kerusakan atau
kebusukan di bagian dalarn bahan yang dikeringkan.Tujuan pengeringan
ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat
disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan
menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau
perusakan simplisia.
7. Pengepakan dan penyimpanan
Cara penyimpanan simplisia dalam gudang harus diatur sedemikian
rupa, sehingga tidak menyulitkan pemasukan dan pengeluaran bahan
simplisia yang disimpan. Untuk simplisia yang sejenis, harus diberlakukan
prinsip “pertama masuk, pertama keluar”, untuk itu perlu dilakukan
administrasi pergudangan yang teratur dan rapi. Semua simplisia dalam
bungkus atau wadahnya masing-masing harus diberi label dan dicantumkan
nama jenis, asal bahan, tanggal penerimaan, dan pemasukan dalam gudang.
Dalam jangka waktu tertentu dilakukan pemeriksaan gudang secara umum,
dilakukan pengecekkan dan pengujian mutu terhadap semua simplisia yang
dipandang perlu. Simplisia yang setelah diperiksa ternyata tidak lagi
memenuhi syarat yang ditentukan misalnya tumbuh kapang, dimakan
serangga, berubah warna, berubah bau dan lainsebagainya dikeluarkan dari
gudang dan dibuang (Laksana, 2010).
III. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan :

1. Mikroskop
2. Gelas/kaca benda
3. Gelas/kaca penutup
4. Pipet tetes
5. Silet
6. Baskom
7. Bunsen
8. Plat tetes

Bahan yang digunakan :

1. Alyxiae Cortex (Kulit Pulosari)


2. Parameriae Cortex (Kulit Kayu Rapat)
3. Cinnamomi Cortex (Kulit Kayu Manis)
4. Cinchonae Cortex (Kulit Batang Kina)
5. Reagen Kloralhidrat
6. Air

IV. Prosedur Kerja

Cara Membuat Preparat :

1. Tuang sedikit serbuk cortex di atas kaca objek, lalu beri 1-2 tetes kloral hidrat
(perhatikan : ujung pipet kloral hidrat jangan sampai menempel di atas kaca objek,
dan jangan sampai serbuk terhisap !).
2. Lewatkan di atas api sesaat.
3. Amati di bawah mikroskop pada perbesaran 100x
Hasil Pengamatan
1. Alyxiae Cortex (Kulit Pulosari)
Nama Tanaman : Alyxia reinwardtii Bl
Suku : Apocynaceae
Makroskopik :
- Aroma agak harum mirip kumarin, rasa agak pahit
- Potongan panjang 10 cm, lebar sampai 2.5 cm, tebal sampai 4 mm, berlekuk
membujur, atau agak datar, rapuh, permukaan luar halus rata dan berwarna putih,
kadang terdapat sisa lapisan luar yang tipis berwarna coklat tua kehitaman,
permukaan dalam tidak rata, kasar dengan garis-garis membujur, bekas patahan
tidak rata, berserat dan agak berdebu
Mikroskopis :
- Serbuk berwarna kuning jernih
- Jaringan luar terdiri dari 1-5 lapis sel-sel batu berbentuk segi panjang sampai bulat
panjang, berdinding tebal berlapis-lapis, lumen agak sempit, kadang terdapat
hablur prisma kristal oksalat.
- Jaringan gabus dengan sel batu berdinding tebal dan berlignin, dan lumen sempit
- Parenkim korteks berbentuk polygonal, dinding sel tipis, mengandung butir pati
tunggal, atau hablur kristal oksalat berbentuk prisma atau roset
- Sel batu tunggal atau berkelompok berbentuk isodiometrik sampai segi empat
panjang tidak berarturan, dinding sel tebal, lumen agak sempit
Fragmen Pengenal :
parenkim korteks dengan sel batu dengan lumen sempit, hablur kristal
oksalat berbentuk prisma, sel batu dengan lumen/noktah bercabang
2. Parameriae Cortex (Kulit Kayu Rapat)
Nama Tanaman : Parameria laevigata
Suku : Apocynaceae
Makroskopis :
- Serbuk warna coklat kekuningan tercampur dengan gumpalan-gumpalan getah
- Potongan kulit berbentuk gelondong/pipa, menggulung datar atau melengkung
ringan tidak padat, panjang 5 cm sampai 20 cm, tebal 2 mm sampai 7 mm.
- Permukaan luar kasar tidak beraturan, berwarna coklat sampai coklat kelabu
- Bekas patahan tidak rata dan patahan masih terhubung dengan lainnya oleh
benang –benang getah
Mikroskopis :
- Jaringan gabus terdiri dari sel – sel gabus dengan dinding tangensial luar sangat
tebal dan berlapis-lapis hingga berbentuk serupa huruf U terbalik, jernih,
berlignin.
- Sel parenkim tipis berisi butir pati tunggal, kecil
- Hablur Kristal kalsium oksalat berbentuk prisma
- Sklereid berbentuk isodiometrik, persegi panjang atau bentu tidak beraturan,
dingding sel sangat tebal berlapis-lapis dengan saluran noktah jelas bercabang
- Sklerenkim panjang dan ramping dengan lumen serupa garis memanjang
- Hablur kristal kalsium oksalat bentuk prisma.
Fragmen Pengenal :
hablur Kristal Ca oksalat bentuk prisma, banyak, lepas, atau berderet di
dalam parenkim, sela batu berdinding sangat tebal dengan saluran noktah bercabang dan
lumen sempit, jaringan gabus berdinding tangensial tebal mirip huruf U yang pendek,
jernih, mengkilat, serabut/sklerenkim panjang ramping dengan lumen serupa garis
panjang.

3. Cinnamomi Cortex (Kulit Kayu Manis)


Nama Tanaman : Cinnamomum zeylanicum
Suku : Lauraceae
Makroskopis :
- Simpleks bagian dalam kulit batang beraroma harum yang khas, dan rasa manis.
- Bagian luar rata, warna coklat muda suram dengan garis membujur kuning muda.
- Bagian dalam tidak rata, berwarna coklat tua, sangat tipis dan rapuh.
Mikroskopis :
- Serabut sklerenkim berwarna kuning atau jernih, panjang, lurus, dan tipis, tunggal
atau bertumpuk dengan lumen / noktah tidak jelas
- Sel batu berdinding tebal
- Sel parenkim berdinding coklat kemerahan, didalamnya kadang terdapat sel
minyak dan mucilago (lendir) dari amilum.
Fragmen Pengenal :
serabut skelerenkim berdinding tipis dengan lumen/noktah yang tidak jelas.
4. Cinchonae Cortex (Kulit Batang Kina)
Nama Tanaman : Cinchona succirubra
Suku : Rubiaceae
Makroskopis :
- Kulit batang atau akar yang dikeringkan berbentuk seperti pipa dan berwarna
merah kecoklatan.

Mikroskopis :
- Serabut sklerenkim berwarna kuning atau jernih berlumen di tengah sangat jelas,
panjang, dan berdinding tebal, tunggal atau berkelompok.
- Sel gabus terdapat pada pada kulit yang sudah tua
- Sel yang mengandung massa amorf berwarna merah kecokelatan, yaitu flobafen.
- Kristal Ca oksalat bentuk pasir
Fragmen pengenal :
serabut skelerenkim berdinding tebal dengan lumen/rongga yang sangat jelas.
VI. Pembahasan

Praktikum ini dilakukan identifikasi terhadap simplisia, dengan tujuan


praktikan mampu melakukan identifikasi simplisia secara makroskopik maupun
mikroskopik. Secara makroskopik maksudnya dengan percobaan organoleptis melalui
bau, rasa, warna, dan juga bentukan secara luar, yang dapat dilihat dengan indra.
Sedangkan secara mikroskopik maksudnya dilakukan dengan bantuan mikroskop
sehingga praktikan dapat melihat bentukan spesifik yang dimiliki oleh simplisia
tersebut sehingga nantinya kita dapat membedakan antara yang satu dengan yang
lainnya yang kemudian akan dibandingkan antara simplisia yang ada dalam hasil
pengamatan dengan literature. Pada uji mikroskopik cortex ini, digunakan simplisia
Alyxiae Cortex (Kulit Pulosari), Parameriae Cortex (Kulit Kayu Rapat),
Cinnamomi Cortex (Kulit Kayu Manis) dan Cinchonae Cortex (Kulit Batang Kina).

 Cinnamomi Cortex (Kulit Kayu Manis)


Cinnamomum burmannnii adalah tanaman asli Asia Tenggara, biasanya
digunakan sebagai rempah-rempah, dapat juga sebagai tanaman hias dan sebagai pohon
hutan (Starr, F., K. Starr, dan Loope, 2003). C. burmannii merupakan spesies yang
berasal dari Famili Lauraceae, sering dikenal dengan nama Cinnamomum tree, biasanya
disebut dengan padang cassia. Sedangkan dalam bahasa Indonesia biasa disebut kayu
manis (BPOM, 2009). Tanaman ini tumbuh di wilayah Malaysia-Indonesia dan secara
komersial dibudayakan di kepulauan Indonesia. Pertumbuhannya paling banyak tersebar
di Sumatra, Jawa, Jambi serta meluas hingga ke Timor (Ravindran, Babudan dan
Shylaja, 2004). Rempah-rempah bernama latin C. burmannii ini sudah lama dipercaya
dapat mengobati kencing manis atau diabetes melitus. Kayu manis banyak tumbuh di
Indonesia, seperti di Sumatera. Namun, penggunaan kayu manis sebagai obat sudah
dipatenkan di Amerika Serikat dengan merk dagang Cinulin (Ziegenfuss et al., 2006).
Mekanisme kerjanya adalah dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin (Hongxiang,
Tang dan Liang, 2009).
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Laurales Suku : Lauraceae
Marga : Cinnamomum
Jenis : Cinnamomum burmannii (Nees & T.Nees) Blume
Sinonim : Cinnamomum dulce Nees, Cinnamomum kiamis Nees (Asean, 2004 ; Heyne,
1987).
Nama daerah : -
Sumatra : Holim, holim manis, madang kulik manih, kayu manis, kanigar, modang siak-
siak.
Jawa : Huru mentek, ki amis , manis jangan, kanyengar. Nusa Tenggara: Kesingar,
kecingar, cingar, onte, kaninggu, Puundinga (EISAI, 1995 ; Dalimartha, 2009).
Nama asing : Padang cassia, Padang cinnamon, Cassia vera, Indonesian cassia,
Indonesian cinnamon, Batavia cinnamon, Batavia cassia, Java cassia,Fagot cassia,
Korintji cassia, Cinnamon tree, kaneelkassia, yin xiang pi (Asean, 2004 ; Ravindran,
Babudan dan Shylaja, 2004 ; Dalimartha, 2009).
Nama simplisia : Cinnamomi Burmannii Cortex, Burmanni Cortex (Asean, 2004 ;
Depkes, 1977).
Deskripsi tanaman kayu manis (C. burmannii ): Kayu manis dapat ditemukan
tumbuh liar di hutan pada ketinggian 0-200 m dpl. Namun tumbuh baik pada tanah yang
subur, gembur, agak berpasir, dan kaya bahan organik pada ketinggian 500-1500 m dpl.
Pohon memiliki tinggi 10 m, kulit berwarna abu-abu tua, berbau khas, kayu berwarna
merah atau coklat muda. Daun tunggal, kaku, panjang tangkai daun 0,5 – 1,5 cm, dan
letak berseling. Bentuk daun elips memanjang, ujung meruncing, pangkal runcing, tepi
rata dengan 3 buah tulang daun yang tumbuh melengkung, permukaan atas licin
warnanya hijau, permukaan bawah bertepung berwarna keabu-abuan, panjang 8-15 cm,
lebar 3-4 cm. Daun muda berwarna merah pucat, tetapi ada varietas yang berwarna hijau
ungu. Bunga majemuk berkumpul dalam rangkaian berupa malai, panjang tangkai bunga
4-12 mm, berambut halus, keluar dari ketiak daun atau ujung percabangan, bunga kecil-
kecil berwarna hijau putih. Buah berbentuk buni, bulat memanjang, panjang sekitar 8
mm berwarna merah (WHO, 1999 ; Dalimartha, 2009).
Pada percobaan ini yang ditemukan pada simplisia Cinnamomum burmannii
terdapat beberapa fragmen yang terlihat saat pengamatan mikroskopik diantaranya
terdapat sel lender pada parenkim, sel batu, serabut sel minyak, serabut sklerenkim,
hablur kalsium oksalat. Fragmen yang ditemukan tidak sesuai dengan literature dalam
modul petunjuk praktikum farmakognosi. Dalam literature ( Material medika, 1980)
mikroskopis berupa fragmen pengenal adalah sklereida dengan penebalan dinding tidak
rata; serabut perisikel dan serabut floem; butir pati dan hablur kalsium oksalat berbentuk
prisma, lepas atau dalam parenkim; jaringan parenkim dengan sel lendir atau sel minyak;
sel gabus dan serabut sklerenkim . Hal tersebut terjadi mungkin karena kesalahan
praktikan pada saat meletakan sampel pada kaca objek dan kurangnya ketelitian saat
ingin menemukan fragmen dalah simplisia tersebut. Secara organoleptis Cinnamomum
burmannii memiliki bau khas aromatic dan serbuk berwarna coklat kekuningan.
( Material medika, 1980)
Kandungan kimia dan efek farmakologi tanaman kayu manis
(C.burmannii) :
Kandungan kimia : Kayu manis atau cinnamon memiliki kandungan berbagai senyawa
kimia, yaitu minyak atsiri sekitar 0,5-2% seperti eugenol, safrol, sinamilaldehida, dan
linalol ; polisakarida sekitar 10% ; diterpen serta kumarin (Bradley, 2006) ; komponen
fenol sekitar 4-10% seperti tanin terkondensasi (proanthocyanidins, cathecins) ; gum,
mucilago, resin, pati (Dugoua, et al., 2007). Efek Farmakologi: Kayu manis memiliki
efek karminatif, spasmolitik, antibakteri, antifungi, antirematik, anti inflamasi,
penambah nafsu makan (stomakik), menghilangkan nyeri (Bradley, 2006) dan
antidiabetes (Catherine dan Seamon, 2010). Kayu manis dapat mengontrol glukosa darah
karena mengandung senyawa polimer tipe-A polifenol (Ziegenfuss et al., 2006;
Anderson R.A., 2008).

 Alyxiae Cortex (Kulit Pulosari)


Klasifikasi Menurut Backer (1986):
Divisi : Spernatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Contortae
Suku : Apocynaceae
Marga : Alyxia
Jenis : Alyxia Reinwardtii BL
Sinonim : Alyxia stellata Auc Hon R & S
Nama daerah atau nama lain :
- sumatra : akar mempelas hari, empelas hari, mempelas hari, pulasari, pulasari
(melayu), talasari (aceh).
- Jawa : Aray palasari, arey pulasari, palasari, pulasari (sunda), pulasari (jawa), pulasari,
das plasare (madura), adas pulasari (jakarta).
- Nusa tenggara : pulasari (Bali)
- Sulawesi : pulasari, calpari (Makasar), calapari (bugis), balasari (buton)
-Maluku : Purasane (Ambon)
Pemerian : bau agak harum, mirip kumarin, rasa agak pahit
Pemeriksaan Makroskopik :
Potongan : panjang sampai 10 cm, lebar sampai 2,5 cm, tebal sampai 4mm, berlekuk
membujur atau agak datar, rapuh ; permukaan luar halus, rata, warna putih jernih,
kadang-kadang terdapat sisa lapisan luar yang tipis dan berwarna coklat tua kehitaman;
permukaan dalam tidak rata, kasar dengan garis-garis membijir; bekas patahan tidak rata,
berserat, agak berdebu (Depkes, 1977).
Pemeriksaan Mikroskopik : Lapisan luar (bila masih ada) terdiri dari lebih kurang 40
lapisan sel gabus yang tidak berlignin; pada kulit yang tebal, diantara lapisan sel gabus
terdapat kelompok-kelompok sel batu berbentuk segi empat sampai segi panjang,
dinding tebal, berlignin, lumen sempit. Felogen terdiri dari 2 sampai 5 lapis sel
berdinding tipis, didalam lumen kadang-kadang terdapat hablur kalsium oksalat
berbentuk kubus, segi empat atau berbentuk prisma berukuran 10µm sampai 15 µm.
(Depkes, 1977).
Korteks : jaringan luar terdiri dari 1 sampai 5 lapis sel batu berbentuk segi panjang
sampai bulat panjang, dinding tebal berlapis-lapis, berlignin, lumen umumnya agak
sempit, kadang-kadang mengandung hablur prisma kalsium oksalat, saluran noktah jelas
bercabang; panjang sel batu 15 µm sampai 50 µm, lebar 10 µm sampai 30 µm. Dibawah
lapisan skelrenkim terdapat parenkim korteks, bentuk sel poligonal, dinding sel tipis,
mengandung butir pati tunggal atau hablur kalsium oksalat berbentuk prisma atau roset,
berukuran 15 µm sampai 35 µm; diantara sel parenkim terdapat sel batu berkelompok
atau tunggal, berbentuk isodiametrik sampai segi panjang tidak beraturan, dinding sel
tebal, jernih, berlapis-lapis, berlignin, lumen agak sempit, saluran noktah jelas
bercabang, panjang sel batu 50 µm sampai 175 µm, lebar 10 µm sampai 40 µm. Saluran
getah : terdapat pada korteks dan floem, mengandung zat berbutir berwarna gelap dan
pada pemberian Sudan III LP menjadi berwarna jingga. Serabut periskel : umumnya
berkelompok, dinding serabut tebal, agak berlignin, lumen sempit. Jari-jari empulur:
terdiri butir padi tunggal terdiri dari 1 sampai 3 deret sel yang terentang radial,
mengandung butir pati tunggal kecil atau hablur kalsium oksalat berbentuk prisma.
Didalam floem: terdapat perenkim floem, pembuluh tapis dan saluran getah; pada kulit
yang tebal terdapat juga sklerenkim yang terdiri dari sel batu berbentuk segi empat
sampai persegi panjang, atau berbentuk serabut berujung tumpul, didnding sel tebal,
berlapis-lapis, jernih, berlignin, lumen jelas; panjang sel batu 60 µm sampai 200 µm,
lebar 15 µm sampai 50 µm; parenkim floem dan jari-jari empulur mengandung butir-
butir pati atau hablur prisma kalsium oksalat. Serbuk: warna kuning jernih. Fragmen
pengenal adalah hablur kalsium oksalat berbentuk prisma, lepas; parenkim dengan
deretan hablur; sel batu berkelompok atau tunggal, berbentuk isodiametrik atau segi epat
sampai persegi panjang, dinding sel jernih, sangant tebal berlapis-lapis, saluran noktah
berabang dan lumen sempit , atau berdinding sel kurang tebal dengan saluran noktah
tidak bercabang, dan lumen agak lebar; serabut perisikel, bentuk panjang, ramping,
dinding sangat tebal, lumen sangat sempit; kelompok sel batu, disertai parenkim berisi
hablur berderet; peridem, parenkim dengan saluran getah dan sel batu (Depkes, 1977).
Pada percobaan ini yang ditemukan pada simplisia Alyxia Reinwardtii BL
terdapat beberapa fragmen yang terlihat saat pengamatan mikroskopik diantaranya
terdapat sel batu, parenkim korteks dengan sel batu, jaringan gabus dan hablur kalsium
oksalat. Fragmen yang ditemukan tidak sesuai dengan literature dalam modul petunjuk
praktikum farmakognosi. Dalam literature ( Material medika, 1980) mikroskopis berupa
fragmen pengenal adalah hablur kalsium oksalat berbentuk prisma, lepas; parenkim
dengan deretan hablur; sel batu, berkelompok atau tunggal, bentuk isodiametric atau
segiempat sampai persegi panjang, dinding sel jernih, sangat tebal berlapis-lapis, saluran
noktah bercabang dan lumen sempi, atau berdinding kurang tebal dengan saluran noktah
tidak bercabang dan lumen agak lebar; serabut perisikel,bentuk panjang, ramping,
dinding sangat tebal, lumen sangat sempit; kelompok sel batu disertai parenkim dengan
saluran getah dan sel batu. Hal tersebut terjadi mungkin karena kesalahan praktikan pada
saat meletakan sampel pada kaca objek dan kurangnya ketelitian saat ingin menemukan
fragmen dalah simplisia tersebut. Secara organoleptis Alyxia Reinwardtii BL memiliki
bau agak harum, mirip kumarin dan serbuk berwarna kuning jernih ( Material medika,
1980).
Kandungan kimia : Kulit batang pulasari mengandung kumarina, tanin,
alkaloid, saponin, minyak atsiri dan polifenol (syamsuhidayat dan hutapea,1981).
Khasiat : Kulit batang pulasari sering digunakan untuk mengobati beberapa
keluhan penyakit, digunakan sebagai bahan tunggal maupun campuran dalam bentuk
ramuan jamu. Secara empirik pulasari digunakan antara lain untuk obat disentri,
sariawan, merangsang nafsu makan, obat batuk, obat mulas, obat kencing nanah, untuk
mengobati demam pada anak anak, obat kejang usus, darah yang tidak berhenti keluar,
obat radang lambung, mengatasi haid tidak teratur, keputihan dan kanker (syamsuhidayat
dan hutapea,1981).

 Cinchonae Cortex (Kulit Batang Kina)


Nama lain : Kulit kina
Kerajaan : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Gentianales Suku : Rubiaceae
Marga : Cinchona L. Jenis : Chinchona succirubra
Isi : Alkaloida kinina, sinkonina, sinkodina, kina tanat, kinidin, asam tanat, asam kina,
damar, malam.
Penggunaan : Antipiretika, antimalaria, amara.
Organoleptis : Bau khas, rasa pahit dan kelat, serbuk berwarna coklat merah.
Bagian yang digunakan : kulit batangg, kulit daham, dan kulit akar.
Manfaat : Malaria, pembersih darah, batuk rejan, influenza, disentri
Morfologi :
Kinine dapat diekstrak dari berberapa spesies cinchona, jenis yang ekonomis adalah c.
caslisaya, c. ledgeriana, c. officinalis, dan c. succirubra. C. ledgeriana paling banyak
ditanam, jenis ini ditanam di daerah jawa yang saat ini menghasilkan 90% produksi
kinine dunia. Jenis-jenis kina pada umumnya pohonnya tinggi dan daunnya berpasangan.
Bunga kuning atau merah muda muncul dalam tandan diujung cabang setelah berumur
3-4 tahun. Buah kapsul sepanjang 1-3 cm, bijinya kecil-kecil, pipih dan bersayap
(Materipetani,2019).
Pada percobaan ini yang ditemukan pada simplisia Chinchona succirubra
terdapat beberapa fragmen yang terlihat saat pengamatan mikroskopik diantaranya
terdapat serabut floem, butir pati lepas, hablur pasir, parenkim berisi butir pati dan gabus
terlihat tangesial. Fragmen yang ditemukan sesuai dengan literature dalam modul
petunjuk praktikum farmakognosi. Dalam literature (Material medika, 1980)
mikroskopis berupa fragmen pengenal adalah fragmen serabut, fragmen jaringan gabus,
hablur kalsium oksalat berbentuk pasir, fragmen parenkim korteks berisi butir pati, butir
pati lepas atau dalam parenkim. Secara organoleptis Chinchona succirubra memiliki bau
khas dan serbuk berwarna coklat merah ( Material medika, 1980).
Kina merupakan tanaman tahunan penghasil obat-obatan alam karena
kandungan alkaloidnya terutama kinine dan kinidine. Kina selama ini dapat diperbanyak
baik secara generatif maupun vegetatif. Cara vegetatif dinilai lebih respon beberapa klon
bibit kina (Chinchona sp.) asal setek sambung dua spesies di berbagai media tanam
efektif karena waktu yang cepat dan memiliki sifat yang sama dengan induknya, selain
itu kelemahan antar tanaman dapat diatasi dengan kombinasi sifat-sifat tanaman yang
digabungkan seperti ketahanan terhadap penyakit meningkat (Sari dan Susilo, 2012),
juga meningkatkan sifatsifat unggul lain yang sulit diperoleh dari generatif seperti
produktivitas dan kualitas (Tambing dkk, 2008).
Tumbuhan Kina (Cinchona sp.) merupakan bahan baku farmasi yang sangat
bernilai dan dikenal luas sebagai salah satu jenis tanaman obat-obatan berkhasiat dan
sudah lama digunakan sebagai obat antimalaria. Khasiat tanaman ini sebagai antimalaria
berasal dari senyawa alkaloid kuinina (alkaloid cinchona) terutama senyawa kuinina
(C20H24N2O2), kuinidina (isomer dari kuinina), sinkonina (C19H22N2O), dan
sinkonidina (isomer dari sinkonina). Hampir keseluruhan bagian tanaman kina (akar,
batang, daun dan kulit) mengandung senyawa alkaloid kuinina tersebut tetapi dalam
persentase yang berbeda (Musalam, dkk., 1980).

 Parameriae Cortex (Kulit Kayu Rapat)


Morfologi :

Semak menjalar, batang membelit, berkayu, berambut, cokelat. Daun tunggal, lanset,
berhadapan, pangkal dan daun meruncing, daun muda hijau kemerahan setelah tua hijau.
Perbungaan bentuk malai, mahkota bentuk corong, warna putih. Buah polong. Biji bulat,
warna cokelat kehitaman (Heyne, 1987).

Klasifikasi :

Kingdom:Plantae

Subkingdom:Tracheobionta

SuperDivisi:Spermatophyta

Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida

Sub Kelas: Asteridae

Ordo: Gentianales

Famili: Apocynaceae

Genus: Parameria

Spesies: Parameria laevigata (Anonimus, 2012)

Identifikasi :

Nama lain : Kulit Kayu rapat, Pegatsih

Nama tanaman asal : Parameria laevigata (Juss) Moldenke, Parameria barbata

Keluarga : Apocynaceae

Zat berkhasiat utama / isi : Tanin

Penggunaan : Pengelat (astringensia)

Pemerian : Bau lemah, rasa agak kelat dan agak pahit.

Bagian yang digunakan : Kulit batang dan kulit cabang.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Nama Daerah Indonesia : Kayu rapet, akar gerip putih, gakeman mayit (lampung), kayu
rapet (sunda), kayu rapet (jawa), gembor (jawa), ragen (jawa), medaksi (madura).

Melayu : Kayu Rapat,

Pilipina : Dugtong Ahas, Cina : chang jie zhu

Deskripsi tanaman. Habitat : Tanaman ini banyak tumbuh liar di hutan dan tempat lain
yang bertanah tandus dan cukup mendapatkan sinar matahari. Semak menjalar, panjang
kurang lebih 4 meter. Tumbuh liar di hutan pada dataran rendah samapai 1200 dpl,
Batang : membelit, bulat, berkayu, berambut, cokelat. , Daun : tunggal, lanset,
berhadapan, pangkal dan daun meruncing, daun muda berwarna hijau kemerahan setelah
tua berwarna hijau, berhadapan, pertulangan menyirip, panjang 5-12 cm, lebar 2-5 cm,
bertangkai panjang 2-4 cm. Bunga : bentuk malai, majemuk, mahkota bentuk corong,
panjang 2-2,5 cm, warna putih. Berbunga pada bulan juni-oktober. Buah : polong,
panjang 15-45 cm, ujung lanciip, berisi 4-10 biji, berbuah bulan oktober desember. Biji :
bulat, warna cokelat kehitaman.

Hasil pengamatna organoleptisnya adalah tidak berasa, tidak berbau, dan memiliki warna
coklat . dilanjutkan uji mikroskopi media air ditemukan fragmen sel batu, serabut
sklerenkim, dan hablur oksalat berbentuk prisma. Pada farmakope herbal Indonesia
(2009), pada serbuk kulit kayu rapat ditemukan; sel batu, jaringan gabus dengan
sklerenkim korteks dan sel batu,serabut sklerenkim,dinding luar jaringan korteks
yang lepas, parenkim korteks, hablur kalsium oksalat bentuk prisma, parenkim
floem dengan jari jari empulur dan sel batu.
Kandungan kimia : Kulit, kayu dan akar Parameria laevigata mengandung flavonoida
dan polifenol, daunnya juga mengandung saponin dan Tanin. Saponin adalah senyawa
surfaktan dan berbagai hasil penelitian disimpulkan, saponin bersifat hipokolesterolemik,
imunostimulator, dan antikarsinogenik.
Khasiat : Kulit kayu Parameria laevigata berkhasiat sebagai obat rahim nyeri sehabis
bersalin, disentri, koreng-koreng dan luka-luka. Untuk obat rahim nyeri sehabis bersalin
dipakai 15 gram kulit kayu Parameria laevigata, dicuci, direbus dengan 3 gelas air
selama 25 menit, setelah diangkat disaring. Hasil saringan diminum 2x sama banyak
pagi dan sore. Juga berkhasiat sebagai Stomakik; Antipiretik; Desinfektan.
VII. Kesimpulan

Cortex adalah kulit batang, merupakan bagian kulit yang digunakan sebagai
ramuan obat. Simplisia kulit batang umumnya diambil dari bagian kulit terluar
tanaman tingkat tinggi yang berkayu. Dan dapat disimpulkan dari hasil praktikum
bahwa tiap simplisia cortex (kulit) memiliki ciri atau identifikasi (Organoleptis,
makroskopis dan mikroskopis), dan manfaat ataupun khasiat yang berbeda-beda.
Ciri khas dalam serbuk Chinchonae Cortex secara mikroskopik yang
didapatkan butir pati lepas, serabut floem, parenkim berisi butir pati, hablur kalsium
oksalat berbentuk pasir, jaringan gabus terlihat tangensial. Organoleptiknya: Bau khas
aromatik, dengan serbuk warna coklat merah.

Ciri khas dalam serbuk Alyxiae Reinwardtii Cortex secara mikroskopik terdapat
fragmen rambut penutup; fragmen serabut; sel batu; parenkim dengan hablur kalsium
oksalat bentuk roket atau prisma; pembuluh kayu. ciri amilum pada Elephantopi Radix
secara organoleptis adalah bau lemah, tidak khas; rasa tawar. Serbuk berwarna coklat
kekuningan, tidak berbau, tidak berasa. Organoleptiknya: tidak berbau, dengan serbuk
berwarna kelabu kecoklatan.

Ciri khas serbuk Cinnamomi Burmannii Cortex secara mikroskopik yang


didapatkan; sel minyak dan sel lendir pada parenkim, sel serabut sel minyak pada
parenkim, sel serabut sklerenkim, hablur kalsium oksalat, sel batu. Organoleptiknya:
bau khas aromatik, serbuk berwarna coklat kekuningan.

Ciri khas Parameriae Cortex (Kulit Kayu Rapat) secara mikroskopik adalah
Jaringan gabus terdiri dari sel-sel gabus dengan dinding tangensial luar sangat tebal
dan berlapis-lapis hingga berbentuk serupa huruf U terbalik, jernih, berlignin. sel
parenkim tipis berisi butir pati tunggal, kecil, hablur Kristal kalsium oksalat berbentuk
prisma, sklereid berbentuk isodiometrik, persegi panjang atau bentu tidak beraturan,
dan dingding sel sangat tebal berlapis-lapis dengan saluran noktah jelas bercabang.
DAFTAR PUSTAKA
Sianturi Sister. 2021. Panduan Praktikum Farmakognosi. Samarinda : Universitas Stikes
Dirgahayu Samarinda.
Bradley, P. 2006. British Herbal Compendium. Bournemouth: British Herbal Medicine
Association. Hal : 108. Dalimartha, S (2009) Atlas Tumbuhan Obat Jilid VI. Jakarta:
Puspa Swara. Hal : 49-51.
Depkes. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid I. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
F. Parlan. 1995. Panduan belajar biologi. Jakarta: Yudistira.
Haryati, Daroji. 2009. Jelajah Fakta Biologi I. Jakarta: Tiga serangkai.
Rosanti, Dewi. 2011. Morfologi Tumbuhan. Jakarta : Erlangga
Suhartono, Ricke. 2012. Farmakognosi. Jakarta: Pilar Utama Mandiri.
Syamsul Hidayat, s. S. & hutapea, j. T. 1981. Inventaris tanaman obat indonesia. Edisi i,
36,258, badan penelitian dan pengembangan kesehatan, departemen kesehatan
republik Indonesia: Jakarta.
Tjitrosoepomo, Gembong. 1985. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : UGM Gadjah Mada
University Press.

Anda mungkin juga menyukai