Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

IDENTIFIKASI FRAGMEN FOLIUM

Asisten Penanggung Jawab

Muhammad Shofiyanta, S.Farm

Praktikan

Kelompok A1/2 Disusun Oleh :

Alya Fauziah Zahra NPM.10060320001

Thias Saidah Najminuri NPM.10060320002

Puri Salsabila Arsyi NPM.10060320003

Salma Sadilla NPM.10060320004

Nadilla Ayu Lestari NPM.10060320005

Assyifa Destiara Lintang P NPM.10060320006

Danisa Fadila Fauziah NPM.10060320007

Lyan Nurlianti Lutfiah NPM.10060320008

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT B


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2021 M/1443 H
I. TUJUAN PENGAMATAN
Mengidentifikasi fragmen yang terdapat pada simplisia Orthosiphonis
Staminei Folium, Abri Folium, Psidii Guajavae Folium, Seicocalycis Crispi
Folium, Sonchi Arvensidis Folium, Piperis Betle Folium, Guazumae
Ulmifoliae Folium, dan Blumeae Balsamiferae Folium.

II. TEORI DASAR


Folium merupakan salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari
batang, umumnya berwarna hijau dan berfungsi sebagai penangkap energi
dari cahaya matahari melalui fotosintesis. Daun merupakan organ
terpenting bagi tumbuhan dalam melangsungkan hidupnya karena
tumbuhan adalah organisme autotrof obligat, ia harus memasok kebutuhan
energinya sendiri melalui konversi energi cahaya menjadi energi kimia
(Sutarmi, 1983).
Folium merupakan alat yang penting bagi kelansungan hidup tumbuhan,
sebab terjadi proses fotosintesis yang akan menghasilkan makanan bagi
tumbuhan. Hasil fotosintsis akan didistribusikan ke seluruh organ untuk
pertumbuhan dan perkembangan. Daun tidak seperti organ lain dari
tumbuhan karena umumnya bersifat sementara. Untuk fotosintesis
diperlukan sinar dan klorofil serta CO2 dan H2O sebagai bahan baku, dengan
demikian posisi daun mempengaruhi strukturnya. Selain itu pengaruh
lingkungan yang lain seperti ketersediaan air, adanya kadar garam yang
tinggi dalam air disekitar tumbuhan juga berpengaruh terhadap struktur luar
dan dalam dari daun (Savitri, 2008).
Folium yang lengkap terdiri atas helai daun (lamina), tangkai daun
(petiolus), dan pelepah daun (vagina). Bentuk dan ukuran daun berbiji
sangat bervariasi. Seperti halnya batang dan akar, daun juga tersusun atas
beberapa sistem jaringan yaitu jaringan pelindung, jaringan dasar yang
menyusun mesofil daun, jaringan pengangkut (Savitri, 2008).
Folium memiliki fungsi antara lain sebagai resorpsi. Dalam hal ini
helaian daun bertugas menyerap zat-zat makanan dan gas. Daun juga
berfungsi mengolah makanan melalui fotosintesis. Selain itu daun juga
berfungsi sebagai alat transportasi atau pengangkutan zat makanan hasil
fotosintesis ke seluruh tubuh tumbuhan. Dan yang tak kalah penting daun
berfungsi sebagai alat transpirasi (penguapan air) dan respirasi (pernafasan
dan pertukaran gas) (Rosanti, 2013).

Folium yang lengkap terdiri atas helai daun (lamina), tangkai daun
(petiolus), dan pelepah daun (vagina). Bentuk dan ukuran daun berbiji
sangat bervariasi. Seperti halnya batang dan akar, daun juga tersusun atas
beberapa sistem jaringan yaitu jaringan pelindung, jaringan dasar yang
menyusun mesofil daun, jaringan pengangkut (Savitri, 2008).

Seperti pada akar dan batang, daun terdiri dari sistem jaringan dermal,
yakni jaringanepidermis, jaringan pembuluh dan jaringan dasar yang
disebut mesofil. karena daun biasanyatidak mengalami penebalan sekunder,
epidermis bertahan sebagai sistem dermal, namun padasisik tunas yang
bertahan lama ada kemungkinan dibentuk periderm (Hidayat, 1995).

Menurut Citrosupomo (1989), daun yang lengkap mempunyai bagian-


bagian daun yaitu upih daun atau pelepah daun (vagina), tangkai daun
(petioles), dan helaian daun (lamina). Kebanyakan tumbuhan mempunyai
daun, yang kehilangan satu atau dua bagian dari tiga bagian tersebut maka
dinamakan daun tidak lengkap. Folium terbagi menjadi daun tunggal dan
daun majemuk. Pada daun majemuk terdapat sejumlah anak daun anak
daun yang melekat pada yang melekat pada tangkai dun atau dun atau
panjangannya. Sumbu bersama itu disebut rakis. Jika anak daun muncul
disisi lateral dari rakis, daun disebut majemuk bersirip, dan kalau semua
anak daun muncul di ujung rakis yang amat pendek sehingga dapat
dikatakan melekat di ujung tangkai daun bersama, bersama, maka daun
seperti seperti itu disebut disebut daun majemuk majemuk menjari menjari
(Tjitrosoepomo, (Tjitrosoepomo, 1993).
Helaian daun (lamina) merupakan bagian daun yang berbentuk pipih
dorsoventral, berwarna hijau, berupa daging daun (intervelum) dan urat
daun, serta bertanggung jawab dalam proses fotosintesis. Helaian daun
acapkali diistilahkan sebagai keseluruhan organ daun karena helaian daun
merupakan bagian daun yang paling penting peranannya dan paling menarik
perhatian karena memiliki bentuk, ukuran, serta warna yang beraneka
ragam. Dengan demikian, suatu sifat atau ciri-ciri dari helaian daun tersebut
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu jenis tanaman
(Ratnasari, 2008).

Morfologi Daun
Morfologi daun sangat bervariasi pada grup tanaman yang berbeda,
beberapa tanaman primitif daunnya merupakan perluasan secara lateral dari
tumbuh dimana epidermis batang dan pada beberapa tanaman paku-pakuan
dan tanaman berbiji kemungkinan merupakan sistem cabang dengan
komponen yang bergabung sebagian besar daun tanaman dikotil dan
monokotil pasti phyllase yaitu: berupa petiole yang pipih dan meluas dan
disokong dengan petiole (Heddy, 1987).

Struktur Anatomi Daun


Terdapat 3 struktur jaringan penyusun dari daun, diantaranya jaringan
epidermis, jaringan mesofil, dan jaringan pengangkut.

1. Jaringan Epidermis.

Epidermis daun dari tumbuhan yang berbeda beragam dalam hal


jumlah lapisan, bentuk, struktur, susunan stomata, penampilan, dan
susunan trikoma, serta adanya sel khusus. Struktur dalamnya
biasanya berbentuk pipih. Daun memiliki dua jenis jaringan
epidermis yaitu permukaan atas daun disebut permukaan adaksial
dan permukaan bawah disebut permukaan abaksial. Pada lapisan ini
tidak ada ruang antar sel. Di antara sel epidermis terdapat sel penjaga
yang membentuk stomata. Struktur stomata yang dapat membuka
dan menutup ini berfungsi sebagai tempat terjadinya pertukaran gas
dan air. Sifat terpenting pada jaringan daun ini adalah susunan
selnya yang kompak dan adanya kutikula serta stomata (Campbel,
2005).
Epidermis berupa satu lapis sel yang dindingnya mengalami
penebalan dari zat kutin (kutikula) atau kadang dari lignin. Pada
epidermis terdapat stomata (mulut daun) yang diapit oleh dua sel
penutup. Stomata ada yang terletak di permukaan atas saja, misalnya
pada tumbuhan yang daunnya terapung (pada daun teratai), ada yang
di permukaan bawah saja, dan ada pula yang terdapat di kedua
permukaan daun (atas dan bawah). Tanaman Ficus mempunyai
epidermis yang tersusun atas dua lapis sel. Alat-alat tumbuhan yang
terdapat di antara epidermis daun, antara lain trikoma (rambut) dan
sel kipas (Mulyani, 2006).

Folium adalah organ yang sangat penting bgi tumbuhan


karena merupakan apparatus yang berperan dalam berbagai proses
fisiologi dan biokimia bagi kelangsungan hidup tumbuhan. Struktur
daun dikelompokkan menjadi struktur luar dan struktur dalam.
Struktur luar (morfologi) daun dapat dikelompokan berdasarkan
bentuk, helaian daun, bentuk ujung daun, tepi daun dan susunan
tulang daun. Struktur anatomi daun tersusun atas tiga sistem
jaringan, yakni jaringan dermal (epidermis), jaringan dasar
(parenkim), dan jaringan pembuluh (vaskular) (Moekti, 2009).

2. Jaringan Mesofil.
Mesofil merupakan lapisan jaringan dasar yang terletak
antara epidermis atas dan epidermis bawah dan diantara berkas
pengangkut. Mesofil dapat tersusun atas parenkim yang relatif
homogen atau berdifferensiasi menjadi parenkim palisade dan
parenkim spons. Sesuai dengan fungsinya, parenkim mesofil
merupakan daerah fotosintesis utama karena mengandung kloroplas
(Sutrian, 2004).

Parenkim palisade merupakan sel-sel yang bentuknya


silindris, tersusun rapat berjajar seperti pagar. Parenkim palisade
umumnya dijumpai pada lapisan atas daun, menempati sampai
setengah hingga sepertiga mesofil, tetapi dapat pula dijumpai pada
kedua sisi permukaan daun. Jumlah lapisan sel palisade dapat satu
lapis atau lebih (Hidayat, 1995).
Mesofil terdiri atas jaringan parenkim yang terdapat di sebelah
dalam epidermis. Mesofil mengalami diferensiasi membentuk
jaringan fotosintetik yang berisi kloroplas. Pada kebanyakan
tumbuhan terdapat dua jenis parenkim dalam mesofil, yaitu
parenkim palisade dan parenkim spons.

 Parenkim Palisade.
Sel parenkim palisade memanjang dan pada
penampang melintangnya tampak berbentuk batang yang
tersusun dalam deretan. Pada tumbuhan tertentu, sel palisade
berbeda bentuknya. Pada Lilium terdapat lobus besar pada
sel palisade dan tampak bercabang (Fahn,1991).

Sel palisade terdapat di bawah epidermis unilateral


(selapis) atau mis unilateral (berlapis banyak). Seringkali
terdapat hipodermis di antara epidermis dan
jaringan palisade. Sel parenkim palisade tersusun atas satu
atau lebih lapisan. Apabila tersusun lebih dari satu lapisan,
panjang sel pada tiap lapisan atau sama, atau malah semakin
ke tengah semakin pendek. Jaringan palisade biasanya
terdapat pada permukaan abaksial daun.

Meskipun jaringan palisade tampak lebih rapat, sisi


panjang selnya saling terpisah sehingga udara dalam ruang
antarsel tetap mencapai sisi panjang, kloroplas pada
sitoplasma melekat di tepi dinding sel itu. Hal tersebut
mengakibatkan proses fotosintesis dapat berlansung efesien
(Kartasapoetro, 1991).

 Parenkim Spons.
Jaringan spons terdiri dari sel bercabang yang tak teratur
bentunya. Bentuk sel parenkim spons dapat terbentuk
bermacam-macam. Kekhususannya adalah adanya lobus
(rongga) yang terdapat antara sel satu dan lainnya.
Membedakan antara sel parenkim palisade dengan parenkim
spons tidaklah selalu mudah, khususnya apabila parenkim
palisade terdiri atas beberapa lapisan. Alasannya adalah
apabila palisade terdiri atas beberapa lapisan, biasanya
lapisan paling dalam sangat mirip dengan parenkim spons
yang ada di dekatnya (Mulyani, 2006).
3. Jaringan Pengangkut.
Berkas pengangkut ini biasanya terbagi menjadi 2 jenis yaitu,
xilem dan floem. Sel berkas pengangkut ini berdinding tipis untuk
memudahkan terjadinya transpor antar sel, mungkin memiliki
kloroplas seperti mesofil. Sering kali terdapat kristal. Kebanyakan
daun dikotil, parenkim berkas pengangkut memperluas ke arah
epidermis pada satu atau kedua sisi daun. Sel yang mencapai arah
epidermis ini berfungsi dalam pengangkutan pada daun. Bukan
hanya pada daun dikotil saja yang memiliki berkas pengangkut akan
tetapi berkas pengangkut juga terdapat dalam daun monokotil
(Campbel, 2004).

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1979).

Simplisia terbagi atas 3, yaitu:

1. Simplisia Nabati.
Simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman,
eksudat tanaman, atau gabungan ketiganya. Eksudat tanaman adalah
isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara
tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya, berupa zatzat atau bahan
bahan nabati lainnya dengan cara tertentu dipisahkan, diisolasi dari
tanamannya (Gunawan, 2004).

2. Simplisia Hewan.
Simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat yang berguna yang
dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni
(Gunawan, 2004).

3. Simplisia Mineral.
Simplisia berupa bahan pelican atau mineral yang belum diolah
atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan
kimia murni (Gunawan, 2004).
Pada umumnya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai beikut:
1. Pengumpulan bahan baku.
Kualitas bahan baku simplisia sangat dipengaruhi beberapa
faktor, seperti umur tumbuhan atau bagian tumbuhan pada waktu
panen, bagian tumbuhan, waktu panen dan lingkungan tempat
tumbuh.

2. Sortasi basah.
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau
bahan asing lainnya setelah dilakukan pencucian dan perajangan.

3. Pencucian.
Dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya
yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air
bersih.

4. Perajangan.

5. Pengeringan.
Mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat
disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar
air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan
mutu atau perusakan simplisia.

6. Sortasi kering.
Tujuannya untuk memisahkan benda benda asing seperti bagian
bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran pengotoran
lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.

7. Pengepakan.

8. Penyimpanan dan pemeriksaan mutu (Depkes,1985)


Kandungan kimia dalam daun,
Pada umumnya, kumis kucing memiliki kandungan kimia berupa alkaloid,
saponin, flavonoid dan polifenol (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1987), zat samak, orthosiphon glikosida, minyak lemak, sapofonin, garam kalium
(0,6-3,5%) dan myoinositol. (Hariana, 2005), serta minyak atsiri sebanyak 0,02-
0,06 % yang terdiri dari 6 macam sesquiterpenesdan senyawa fenolik, glikosida
flavonol, turunan asam kaffeat. Hasil ekstraksi daun dan bunga Orthosiphon
stamineus Benth. Ditemukan methylripari lripariochromene A atau 6-(7, 8-
dimethoxyethanone). Juga ditemukan 9 macam golongan senyawa flavon dalam
bentuk aglikon, 2 macam glikosida flavonol, 1 macam senyawa coumarin,
scutellarein, 6-hydroxyluteolin, sinensetin sinensetin (Yulaikhah, 2009).

1. Orthosiphonis Staminei Folium.


Daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus) umumnya digunakan
sebagai tanaman obat keluarga, hal ini diduga karena senyawa bioaktif yang
terkandung di dalamnya (Surahmaida, 2019).

Penelitian tentang manfaat daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus)


telah banyak dilakukan, diantaranya Nair, et al. (2014), menunjukkan
bahwa ekstrak etil asetat daun kumis kucing mampu menghambat bakteri
patogen (Peudomonas aeruginosa, Aeromonas hydrophilla, Staphylococcus
aureus) dan sel kanker kolon. Yam, et al. (2013), melaporkan bahwa ekstrak
metanol daun kumis kucing menghasilkan kadar antioksidan yang tinggi
dan tidak bersifat toksik. Penelitian oleh Maheswari, et al. (2008)
menunjukkan ekstrak metanol daun kumis kucing (200 mg/kg) memiliki
aktivitas hepatoprotektif yang diujikan pada tikus. Selain itu, Prayoga
(2008) membuktikan ekstrak etanol daun kumis kucing memiliki efek
antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar sebesar 64,120% (dosis
490 mg/ kg BB).

2. Abri Folium.
Abri folium mengandung protein, vitamin A, vitamin B1, vitamin B6,
bitamin C, kalsium oksalat, glisirizin, flisirizinat, polygalacturomic acid,
saponin, flavonoid, luteolin, dan precatorin (Hariana, 2007).

Menurut Depkes RI tahun 1978, tentang manfaat dari daun telah banyak
digunakan sebagai antisariawan.
3. Psidii Guajavae Folium.
Bagian tumbuhan obat yang sering digunakan dalam pengobatan
adalah organ daun jambu biji yang memiliki nama simplisia yaitu Psidii
folium, dengan nama spesies Psidii guajava dari family Myrtaceae
(Dalimartha, 2000).

Khasiat dari daun jambu biji adalah sebagai obat diare akut dan kronis
(antidiare), antiradang, disentri, kadar kolestrol, haid tidak lancar, sering
buang air kecil (ayang-ayangan), dan sariawan (Dalimartha, 2000).

4. Sericocalycis Crispi Folium.


Kejibeling mengandung zat-zat kimia antara lain: kalium, natrium,
kalsium, asam salisilat, alkaloida, saponin, flavonoida, dan polilenoi.
Kalium berfungsi sebagai melancarkan air seni serta menghancurkan batu
dalam empedu, ginjal dan kantung kemih. Natrium berfungsi sebagai
peningkat cairan ekstraseluler yang menyebabkan peningkatan volume
darah. Kalsium bergungsi membantu proses pembekuan darah, juga sebagai
katalisattor berbagai proses biologi dalam tubuh dan mempertahankan
fungsi membran sel. Sedangkan asam salisilat berfungsi mengikat air,
minyak, dan senyawa senyawa nonpolar lainnya (Soewito, 1989).

Bagian tumbuhan tersebut diambil pada saat yang tepat, agar


kandungan zat berkhasiat dalam bahan tersebut terdapat dalam jumlah yang
maksimal dan berupa simplisia daun (Mei, dkk., 2013)

5. Sonchi Arvensidis Folium.


Tanaman tempuyung termasuk famili Asteraceae dan spesies Sonchus
arvensis L. Tempuyung memiliki ciri fisik yang khas, yaitu daun tunggal
yang berbentuk lanset atau lonjong dengan panjang 6-48 cm dan lebar 3-12
cm (Sulasna et al., 2004), tepi daun menyirip tidak beraturan dan berwarna
hijau muda.
Daun tempuyung di Indonesia digunakan sebagai obat untuk
menghancurkan batu ginjal (Dr. Sardjito) dan beberapa produk di pasaran
yang menggunakan daun tempuyung adalah Calcusol, Pentugin, Gempur
Batu, Batugin Elixir, Teh Cibinong dan masih banyak yang lain, kelarutan
batu ginjal oleh tempuyung diduga melalui efek diuretiknya. Selain itu juga
digunakan sebagai obat mengobat memar akibat terbentur dengan cara
menempelkannya pada bagian yang bengkak, infeksi usus, disentri, wasir,
antiradang, menghilangkan rasa lesu, rasa pegal-pegal dan rematik
(Wahyudi, 1986).

6. Piperis Betle Folium.


Bagian tanaman yang digunakan adalah daunnya, kandungan daun sirih
antara lain saponin, polifenol, minyak atsiri, dan flavonoid. Selain itu daun
sirih juga mempunyai khasiat sebagai obat batuk (Syamsuhidayat dan
Hutapea, 1991).

Daun Sirih mempunyai khasiat sebagai obat batuk, obat bisul, obat sakit
mata, obat sariawan, obat hidung berdarah (Syamsuhidayat dan Hutapea,
1991).

7. Guazumae Ulmifoliae Folium.


Jati belanda secara taksonomi diklasifikasikan ke dalam divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae. Kandungan kimia daun dan kulit
batang jati belanda adalah alkaloid dan flavoloid, dengan kandungan utama
pada daunnya adalah tanin (Agung, 2014).

Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) mempunyai banyak manfaat


bagi kehidupan manusia khususnya dalam bidang farmakologi sebagai
bahan baku obat tradisional. Hal ini karena Jati Belanda mempunyai banyak
kandungan kimia diantaranya alkaloid, saponin, flavanoid, steroid, tannin
dan kuinon (Iswantini dkk., 2003).
8. Blumeae Balsamiferae Folium.
Sembung memiliki kandungan zat aktif yaitu minyak atsiri 0,5%
(berupa sineol, borneol, landerol, dan kamper), flavanol, tanin, damar, dan
ksantoksilin. Sembung dikenal memiliki banyak kegunaan terutama sebagai
tumbuhan obat tradisional. Bagian tubuh yang digunakan adalah bagian
daun. Daun sembung memiliki khasiat sebagai anti radang, memperlancar
pengeluaran gas (karminatif), memperlancar peredaran darah, mematikan
pertumbuhan kuman (bakterisidal), memperlancar pengeluaran keringat
(diforetik), menghangatkan badan, dan mengencerkan dahak (ekspektoran)
(Mursito, 2002).

Dalam farmasi, telah diketahui bahwa tanaman ini adalah bersifat


sebagai analgenik (mengurangi rasa sakit) (Mulyani dan Gunawan, 2002).

III. BAHAN DAN ALAT


Alat yang digunakan untuk praktikum kali ini ialah batang pengaduk,
busen, gelas beker, kaca objek, kaca penutup, mikroskop, piper tetes, spatel
dan tissue. Sedangkan bahan yang digunakan ialah readen kloral hidrat
(Chloral Hydrate Solution), reagen floroglusional-HCL, Orthosiphonis
Staminei Folium, Abri Folium, Psidii Guajavae Folium, Sericocalycis
Crispi Folium, Sonchi Arvensidis Folium, Piperis Betle Folium, Guazumae
Ulmifoliae Folium dan Blumeae Balsamiferae Folium.
IV. PROSEDUR
Membuat Preparat Orthosiphonis Staminei Folium.
Reagen floroglusional-HCL diteteskan sebanyak 2 -3 tetes pada kaca
objek lalu tambahkan sedikit Orthosiphonis Staminei Folium yang sudah
halus diletakkan di atas kaca objek aduk sedikit agar reagen lebih merata.
Sediaan ditutup dengan kaca penutup kemudian panaskan kaca objek di atas
api kecil sampai gelembung yang terjebak didalam sediaan keluar,
penambahan reagen dan pemanasan kaca objek dapat diulang jika terdapat
butir pati atau musilago. Setelah semua tahap selesai objek dapat diamati
dengan mikroskop perbesaran 100x dan 400x.

Membuat Preparat Abri Folium.


Reagen kloral hidrat (Chloral Hydrate Solution) diteteskan sebanyak 2
-3 tetes pada kaca objek lalu tambahkan sedikit Abri Folium yang sudah
halus diletakkan di atas kaca objek aduk sedikit agar reagen lebih merata.
Sediaan ditutup dengan kaca penutup kemudian panaskan kaca objek di atas
api kecil sampai gelembung yang terjebak didalam sediaan keluar,
penambahan reagen dan pemanasan kaca objek dapat diulang jika terdapat
butir pati atau musilago. Setelah semua tahap selesai objek dapat diamati
dengan mikroskop perbesaran 40x, 100x dan 400x.

Membuat Preparat Psidii Guajavae Folium.


Reagen kloral hidrat (Chloral Hydrate Solution) diteteskan sebanyak 2
-3 tetes pada kaca objek lalu tambahkan sedikit Psidii Guajavae Folium
yang sudah halus diletakkan di atas kaca objek aduk sedikit agar reagen
lebih merata. Sediaan ditutup dengan kaca penutup kemudian panaskan
kaca objek di atas api kecil sampai gelembung yang terjebak didalam
sediaan keluar, penambahan reagen dan pemanasan kaca objek dapat
diulang jika terdapat butir pati atau musilago. Setelah semua tahap selesai
objek dapat diamati dengan mikroskop perbesaran 400x.
Membuat Preparat Sericocalycis Crispi Folium.
Reagen kloral hidrat (Chloral Hydrate Solution) diteteskan sebanyak 2
-3 tetes pada kaca objek lalu tambahkan sedikit Sericocalycis Crispi Folium
yang sudah halus diletakkan di atas kaca objek aduk sedikit agar reagen
lebih merata. Sediaan ditutup dengan kaca penutup kemudian panaskan
kaca objek di atas api kecil sampai gelembung yang terjebak didalam
sediaan keluar, penambahan reagen dan pemanasan kaca objek dapat
diulang jika terdapat butir pati atau musilago. Setelah semua tahap selesai
objek dapat diamati dengan mikroskop perbesaran 100x dan 400x.

Membuat Preparat Sonchi Arvensidis Folium.


Reagen kloral hidrat (Chloral Hydrate Solution) diteteskan sebanyak 2
-3 tetes pada kaca objek lalu tambahkan sedikit Sonchi Arvensidis Folium
yang sudah halus diletakkan di atas kaca objek aduk sedikit agar reagen
lebih merata. Sediaan ditutup dengan kaca penutup kemudian panaskan
kaca objek di atas api kecil sampai gelembung yang terjebak didalam
sediaan keluar, penambahan reagen dan pemanasan kaca objek dapat
diulang jika terdapat butir pati atau musilago. Setelah semua tahap selesai
objek dapat diamati dengan mikroskop perbesaran 100x dan 400x.

Membuat Preparat Piperis Betle Folium.


Reagen floroglusional-HCL diteteskan sebanyak 2 -3 tetes pada kaca
objek lalu tambahkan sedikit Piperis Betle Folium yang sudah halus
diletakkan di atas kaca objek aduk sedikit agar reagen lebih merata. Sediaan
ditutup dengan kaca penutup kemudian panaskan kaca objek di atas api kecil
sampai gelembung yang terjebak didalam sediaan keluar, penambahan
reagen dan pemanasan kaca objek dapat diulang jika terdapat butir pati atau
musilago. Setelah semua tahap selesai objek dapat diamati dengan
mikroskop perbesaran 100x dan 400x.
Membuat Preparat Guazumae Ulmifoliae Folium.
Reagen kloral hidrat (Chloral Hydrate Solution) diteteskan sebanyak 2
-3 tetes pada kaca objek lalu tambahkan sedikit Guazumae Ulmifoliae
Folium yang sudah halus diletakkan di atas kaca objek aduk sedikit agar
reagen lebih merata. Sediaan ditutup dengan kaca penutup kemudian
panaskan kaca objek di atas api kecil sampai gelembung yang terjebak
didalam sediaan keluar, penambahan reagen dan pemanasan kaca objek
dapat diulang jika terdapat butir pati atau musilago. Setelah semua tahap
selesai objek dapat diamati dengan mikroskop perbesaran 400x.

Membuat Preparat Blumeae Balsamiferae Folium.


Reagen floroglusional-HCL diteteskan sebanyak 2 -3 tetes pada kaca
objek lalu tambahkan sedikit Blumeae Balsamiferae Folium yang sudah
halus diletakkan di atas kaca objek aduk sedikit agar reagen lebih merata.
Sediaan ditutup dengan kaca penutup kemudian panaskan kaca objek di atas
api kecil sampai gelembung yang terjebak didalam sediaan keluar,
penambahan reagen dan pemanasan kaca objek dapat diulang jika terdapat
butir pati atau musilago. Setelah semua tahap selesai objek dapat diamati
dengan mikroskop perbesaran 100x dan 400x.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


Simplisia yaitu bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum
mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain
umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995). Daun
(Folium) dalam arti luas sangat bervariasi, baik strukturnya maupun
fungsinya. Helaian daun biasanya menunjukkan spesialisasi sebagai organ
fotosintesis dengan bentuk melebar yang disebut lamina.
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh,
bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya,
misalnya Datura Folium dan Piperis nigri Fructus. Eksudat tanaman adalah
isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu
sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau
bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi
dari tanamannya ( Depkes RI,1995).
Pada percobaan kali ini, dilakukan idetifikasi keberadaan folium secara
makroskopik dan mikroskopik. Secara makroskopik pengamatan dilakukan
dengan cara organoleptis mengamati rasa, bau, bentuk, dan warna. Secara
mikroskopik pengamatan dilakukan dibawah mikroskop dengan
pembesaran antara 100x-400x. Identifikasi folium secara mikroskopik
bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk yang khas dari masing-masing
folium pada sampel uji sehingga akan memudahkan praktikan dalam
membuat sediaan farmasi. Pengujian dilakukan dengan mengamati bentuk
(anatomi) dari struktur pada daun dan fragmen yang terdapat di dalamnya
dengan menggunakan mikroskop. Pengamatan dilakukan secara spesifik
dari berbagai jenis simplisia, simplisia yang digunakan diantaranya
Orthosiphonis Staminei Folium, Abri Folium, Psidii Guajavae Folium,
Sericocalycis Crispi Folium, Sonchi Arvensidis Folium, Piperis Betle
Folium, Guazumae Ulmifoliae Folium, dan Blumeae Balsamiferae Folium
dengan menggunakan reagen klorat hidrat dan Fluroglusinal + HCL.
1. Orthosiphonis Staminei Folium (Daun Kumis Kucing).
Tanaman kumis kucing biasanya tumbuh di sepanjang anak sungai atau
selokan atau biasanya ditanam di pekarangan rumah untuk digunakan
sebagai tanaman obat keluarga, karena kumis kucing memiliki banyak
khasiat dan mudah ditanam yaitu dengan cara menebar biji atau setek
batang. Tanaman ini dapat ditemukan di dataran rendah pada ketinggian
lebih kurang 700 m di atas permukaan laut. Tanaman kumis kucing tumbuh
tegak dengan tinggi antara 50-150 cm. Batang berkayu, segi empat agak
beralur, beruas, bercabang, berambut pendek atau gundul, berakar kuat.
Daun tunggal, bulat telur, elips atau memanjang, berambut halus, tepi
bergerigi, ujung dan pangkal runcing, tipis, panjang 2-10 cm, lebar 1-5 cm,
warna hijau. Bunga majemuk dalam tandan yang keluar di ujung
percabangan, berwarna ungupucat atau putih, benang sari lebih panjang dari
tabung bunga. Buah berupa buah kotak, bulat telur, masih muda berwarna
hijau, setelah tua berwarna coklat. Biji kecil, masih muda berwarna hijau,
setelah tua berwarna hitam (Setiawan, 2000).
Klasifikasi Orthosiphon stamineus
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Familia : Lamiaceae
Genus : Orthosiphon
Spesiese : Orthosiphon stamineus
Nama local : Kumis kucing
Sumber simplisia Daun dari tumbuhan kumis kucing.
Organoleptis : Bau khas aromatik, rasa agak pahit, asin dan kelat, serbuk
berwarna hijau kecoklatan.
Pengamatan Makroskopik

Berdaun tunggal dan bertangkai pendek, helaian daun berwarna hijau,


berbentuk bulat telur atau belah ketupat, panjang 7-10 cm dan lebar 7,5 mm-
1,5 cm, tepi daun bergerigi; ujung dan pangkal daun runcing dan tipis, urat
daun sepanjang tepi berbulu tipis atau gundul, kedua permukaan daun
berbintik-bintik karena adanya kelenjar yang jumlahnya sangat banyak,
panjang tangkai daun 7-29 cm (Eliyanoor, 2014).
Pengamatan Mikroskopik
Pada pengamatan dengan reagen floroglusinol perbesaran 400x dapat
diamati adanya fragmen pengenal yaitu epidermis atas, rambut penutup,
pembuluh kayu dengan penebalan spiral. Pada literatur Depkes RI, 1989
disebutkan bahwa pada deskripsi simplisia daun kumis kucing yaitu terdapat
epidermis atas, epidermis bawah, rambut penutup, mesofil dan pembuluh
kayu.
Sedangkan pada literatur menurut Eliyanoor, 2014 menyebutkan
bahwa epidermis atas terdiri dari sel berbentuk persegi empat. Stomata
terdapat pada epidermis atas dan bawah, tetapi lebih banyak pada epidermis
bawah, stomata bertipe Caryophyllaceae (diastik) dan memiliki dua sel
tetangga yang tidak sama besar. Rambut penutup berbentuk kerucut, terdiri
atas 1-2 sel berukuran 20-65 mm, dan berdinding tebal dengan kutikula
yang bergaris halus. Rambut pada ibu tulang dan kadang-kadang pada tepi
daun berbentuk kerucut dan terdiri atas 4-6 sel. Kadang-kadang terdapat
rambut penutup berwarna ungu hingga kemerahan (antosianin). Rambut
kelenjar ada dua macam yaitu rambut kelenjar tipe Labiatae yang terdiri dari
4-6 sel kepala dan satu sel tangkai dan rambut kelenjar dengan dua sel
kepala. Fragmen pengenal adalah rambut penutup berwarna ungu atau
merah jambu.

Kandungan Kimia : Senyawa polifenol, flavonoid, silika, kalium, flavonoida:


eupatorin, senensetin, luteolin, cynaroside, isocynaroside, quarcetin, quercimetrin,
chrysoeriol, isorhamnetin, isorhamnetin 3-glycoside [1-3], kuersetin-3- O-α-L-
rhamnosida dan kaempferol-3, 7-α-L dirhamnosida, 5-hidroksi- 6,7, 39, 49-
tetrametoksi flavon, salvigenin, ladanein, tetra metal scutelarein,6-hidroksi-5,7,49-
tetrametoksi flavon; asam kuinat; diterpen, isopimaren teroksigenasi: 7-O-diasetil
ortosipol B, 6-hidroksi ortosipol B, 3-O-deastil ortosipol I, 2-O-diasetil ortosipol
J, siponol A-E, ortosipol H, K, M, N, staminol A-B, norstaminol; vomifoliol,
aurantiamida asetat, asam romarinat, asam kafeat, asam oleanolat, asam ursolat,
asam betulinat dan β-sitosterol (Kusumaningrum, 2005).
Khasiat dan kegunaan : Pengobatan berbagai macam penyakit yaitu untuk
pengobatan infeksi saluran kencing, sebagai obat darah tinggi, demam, dan
digunakan juga untuk menyembuhkan infeksi ginjal, kencing batu, menambah
nafsu makan dan mengobati encok (Hidayat, 2015).

2. Abri Folium (Daun Saga)


Saga merupakan pohon yang memiliki biji kecil berwarna merah dengan
batang pohon yang tinggi dan daun yang lebih kecil. Pohon saga dapat hidup
dengan baik di tempat-tempat yang terbuka dan terkena sinar matahari
secara langsung baik di dataran rendah maupun dataran rendah tinggi, yakni
pada ketinggian 1-600 m di atas permukaan laut (Juniarti, 2009).
Klasifikasi Abrus precatorius
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Familia : Fabaceae
Genus : Abrus
Spesies : Abrus precatorius
Nama local : Saga manis

Sumber simplisia Daun dari tumbuhan saga.

Organoleptis : Bau lemah, rasa agak manis, khas, serbuk berwarna hijau.
Pengamatan Makroskopik

Menurut Eliyanoor, 2014 disebutkan bahwa abri folium memiliki daun


majemuk, anak daun berwarna hijau sampai hijau pucat atau hijau kekuningan,
bentuk ujung daun tumpul agak membundar, pangkal membulat dan tangkai daun
pendek, helai daun berbentuk jorong melebar atau bundar telur agak rompang,
panjang anak daun 5-25 mm, lebar anak daun 3-9 mm. Permukaan atas licin dan
tulang daun agak menonjol pada permukaan bawah, daun yang telah dikeringkan
bentuknya sama dengan yang masih segar, warna hijau kekuningan, bila dikunyah
rasanya manis karena mengandung glisirizin yang berkhasiat sebagai obat batuk,
biji berwarna merah dengan ujung hitam mengandung abrin yang berkhasiat
sebagai obat mata.

Pengamatan Mikroskopik
Pada pengamatan dapat diamati adanya pembuluh kayu, rambut penutup,
epidermis bawah dengan stomata, hablur kalsium oksalat pada tulang daun, mesofil
daun dan epidermis bawah dengan rambut penutup.

Sedangkan pada literatur disebutkan bahwa pada epidermis atas tidak


terdapat stomata dan rambut penutup; kutikula tipis, jaringan palisade terdiri atas 2
lapis sel, tulang daun dan urat daun mengandung deretan sel parenkim yang berisi
hablur kristal kalsium oksalat berbentuk kubus atau prisma, dinding sel epidermis
bawah berlekuk-lekuk, mempunyai rambut penutup berbentuk kerucut ramping
bersel satu atau 3 sel dengan sel pertama sangat pendek dan sel ketiga atau sel ujung
sangat panjang. Dinding sel rambut penutup berbintik; panjang rambut penutup 50-
300 µm dan lebar ±20 µm. Stomata berbentuk elips dan memiliki 3 sel tetangga.
Fragmen pengenal adalah serbuk berwarna hijau, rambut penutup, dan kristal
oksalat pada urat daun (Eliyanoor, 2014).

Kandungan Kimia : Luteolin, isoorientin, L-Abrine, Precatorin I, II, III,


Abruquinone D, E, F, Abrussaponin I, II.

Khasiat kegunaan : Obat sariawan, obat batuk dan obat mata (Depkes RI, 2004).

3. Guajavae Folium (Daun Jambu Biji)


Jambu biji berasal dari Amerika Serikat Tengah, lalu penyebaran
tanaman ini meluas ke kawasan Asia Tenggara dan ke wilayah Indonesia
melalui Thailan (Cahyono, 2010). Tanaman jambu biji memiliki habitus
berupa semak atau perdu dengan tinggi pohon dapat mencapai 9 meter.
Memiliki batang muda berbentuk segiempat, sedangkan batang tua berkayu
keras berbentuk gilig dengan warna coklat. Permukaan batang licin dengan
lapisan kulit yang tipis dan mudah terkelupas. Bila kulitnya dikelupas akan
terlihat bagian dalam batang yang berwarna hijau. Arah tumbuh batang
tegak lurus dengan percabangan simpodial (Nakasone dan Paull, 1998).
Klasifikasi Psidium guajava
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Familia : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesiese : Psidium guajava
Nama lokal : Jambu biji
Sumber Simplisia Daun dari tumbuhan jambu biji.
Organoleptis : Bau khas aromatik, rasa kelat, serbuk berwarna hijau keabu-
abuan.
Pengamatan Makroskopik

Helai daun masih utuh. Daun jambu biji tergolong daun yang tidak
lengkap karena hanya terdiri dari tangkai dan helaian (lamina) saja. Dilihat
dari letak bagian terlebarnya jambu biji, bagian terlebar daunnya berada
ditengah-tengah dan memiliki bangun jorong. Daun jambu biji memiliki
tulang daun yang menyirip yang mana daun ini memiliki satu ibu tulang
yang berjalan dari pangkal ke ujung dan merupakan terusan tangkai daun
dari ibu tulang kesamping, keluar tulang-tulang cabang, sehingga
susunannya mengingatkan kita kepada susunan sirip-sirip pada ikan. Jambu
biji memiliki ujung daun yang tumpul. Jambu biji memiliki tipe daun yang
rata, daging daun seperti perkamen. Pada umumnya warna daun pada sisi
atas tampak lebih hijau licin jika dibandingkan dengan sisi bawah karena
lapisan atas lebih hijau, jambu biji memiliki permukaan daun yang berkerut.
Tangkai daun berbentuk silindris dan tidak menebal pada bagian
pangkalnya (Depkes, 1997).
Pengamatan Mikroskopik

Pada pengamatan dengan reagen kloral hidrat perbesaran 400x dapat diamati
adanya rambut penutup, epidermis atas, epidermis bawah dengan stomata dan
mesofil. Pada literatur Farmakope Herbal edisi II, 2017 disebutkan bahwa pada
daun jambu biji terdapat fragmen pengenal yaitu epidermis bawah dengan rambut
sisik dan kristal kalsium oksalat bentuk roset, rambut penutup, epidermis bawah
dengan stomata, berkas pengangkut dengan penebalan tipe tangga, dan mesofil
dengan idioblas berupa sel minyak.

Sedangkan pada literatur yang lain disebutkan bahwa epidermis atas terdiri
dari satu lapis sel dan tidak terdapat stomata. Sel-sel epidermis bawah lebih kecil
dan memiliki stomata tipe anomositik. Rambut penutup banyak terdapat pada kedua
permukaan daun, tetapi paling banyak pada permukaan bawah. Bentuk rambut
penutup kerucut ramping yang umumnya agak bengkok, terdiri dari satu sel,
berdinding tebal, panjang rambut 150-300 µm. Pangkal rambut kadang-kadang
agak membengkak dan lumen kadang-kadang mengandung zat berwarna kuning
kecoklatan. Pada kelenjar minyak, terdapat rongga minyak berbentuk lisigen besar.
Kelenjar minyak terdapat lebih banyak di bagian bawah. Fragmen pengenal adalah
serbuk berwarna keabu- abuan, rambut penutup yang menunjukkan bagian bawah
yang besar (pangkal seperti kerucut) dan bagian atas seperti berlekuk serta terdapat
mesofil yang mengandung kelenjar lisigen (Eliyanoor, 2014)
Kandungan Kimia : Saponin, minyak atsiri dan tanin (Depkes, 1997).

Khasiat kegunaan : Obat batuk, diare, demam berdarah, disentri dan antelmintik.

4. Sericocalycis Crispi Folium


Sericocalycis Crispi Folium atau Tanaman kejibeling merupakan herba
berbatang basah, semak dengan tinggi 1-2 m. Mudah berkembang biak pada
tanah subur, agak terlindung dan di tempat terbuka. Batang beruas, bentuk
bulat, berbulu kasar, percabangan monopodial, berwarna hijau. Memiliki
daun tunggal, berhadapan, lanset atau lonjong dengan tepian bergerigi
kasar, ujung meruncing, pangkal runcing, panjang 9-18 cm, lebar 3-8 cm,
bertangkai pendek, menyirip dan berwarna hijau. Bunga majemuk, bentuk
bulir dan muncul di ketiak daun pelindung. Akar tunggang, berwarna coklat
muda (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000).
Klasifikasi Sericocalyx crispus
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Scrophulariales
Familia : Acanthaceae
Genus : Strobilanthes
Spesiese : Strobilanthus crispus
Sinonim : Sericocalyx crispus
Nama lokal : Kejibeling.
Pengamatan Makroskopik

Pada gambar diatas, daun berwarna hijau tua, helai daun sudah tidak
utuh tetapi masih menempel pada tangkainya. Daun kejibeling ini tergolong
jenis daun tunggal, bentuk daunnya berhadapan, bulat telur sampai lonjong,
pada permukaan daunnya memiliki bulu halus, tepi daunnya beringgit,
ujung daun meruncing, pangkal daun runcing, Panjang, helaian daun
berkisar ± 5-8 cm, lebar ± 2-5 cm, bertangkai pendek, tulang daun menyirip
(Rosanti, 2011)
Pengamatan Mikroskopik
Pada pengamatan dengan reagen kloral hidrat perbesaran 400x dapat
diamati terdapat epidermis atas, mesofil, rambut penutup, parenkim,
pembuluh kayu, dan epidermis bawah. Menurut literatur disebutkan bahwa
epidermis atas sel agak besar, terdapat sel-sel litosis dan rambut kelenjar.
Sel litosis berukuran lebih besar dari sel epidermis dan berbentuk bundar
telur memanjang, di dalam sel litosis terdapat sistolit yang berbentuk ganda
dengan bertonjolan kecil. Stomata tipe bidiastik Rambut kelenjar tipe
Lamiaceae, sel kepala berjumlah 2-4 sel dan tangkai terdiri dari 1 sel.
Rambut kelenjar terletak dalam epidermis atas dan epidermis bawah.
Bentuk rambut penutup yaitu kerucut, terdiri dari 2-5 sel, ujung rambut
runcing, pangkal leher, dinding tebal, dan kutikula berbintik. Rambut
penutup terdapat pada epidermis bawah. Fragmen pengenal yaitu serbuk
berwarna hijau sampai hijau kelabu, fragmen permukaan atas helai daun
dengan sel litosis dan sistolit yang terlepas atau masih dalam jaringan daun,
rambut penutup, rambut kelenjar, fragmen permukaan bawah daun yang
mengandung stomata tipe bidiastik (Eliyanoor, 2014).
Organoleptis : Bau lemah, rasa agak sepa dan pahit, serbuk berwarna hijau
sampai hijau kelabu.
Kandungan Kimia : Kandungan kimia dari daun keji beling ini yaitu
kalium berkadar tinggi, asam silikat, natrium kalsium, senyawa alkaloid,
saponin, asam silikat, polifenol, flavonoid, sterol, kelompok terpen,
polifenol dan lemak.
Khasiat dan kegunaan : Daun keji beling merupakan salah satu tanaman
herbal yang tellah lama digunakan untuk melancarkan kencing (diuretic)
dan buang air besar (pencahar). Selain itu juga digunakan untuk
menghancurkan kandungan batu pada empedu, ginjal dan kandung kemih.
Seringkali juga digunakan sebagai ramuan untuk pengobatan disentri dan
wasir (Hutapea, 2000).
Senyawa-senyawa seperti flavonoida dan alkaloida yang terdapat
dalam daun keji beling adalah senyawa yang memiliki potensi sebagai
antioksidan dan bersifat menghambat pertumbuhan sel-sel kanker
menghambat pertumbuhan sel-sel kanker (Andriani dkk, 2016)
Sericocalycis Crispi Folium (keji beling) mengandung kalium, yang
dimana berperan membantu menjaga tekanan osmosis dan keseimbangan
asam basa. Kalium juga membantu mengaktivitasi reaksi enzim, seperti
piruvat kinase yang dapat menghasilkan asam piruvat dalam proses
metabolism karbohidrat. Selain itu kalium mudah untuk diserap tubuh
sekitar 90% dari yang dicerna akan diserap dalam usus kecil (Mutschler,
1991)

5. Sonchi Arvensidis Folium


Tempuyung atau Sonchi Arvensidis Folium merupakan tumbuhan
yang tidak berkayu, tumbuh liar di sawah, tanah-tanah kosong, dan selokan-
selokan kering, daun ini menyukai tempat yang langsung terkena sinar
matahari. Batangnya lunak, sedikit berbulu, tinggi bisa mencapai 1 meter,
daunnya berbentuk tombak, lembek, berbulu, bagian tepi bergerigi.
Bunganya berbentuk bundar berwarna kuning, tangkai bunganya panjang.
Buahnya berwarna merah tua. Tumbuhan ini mudah berkembang biak
melalui biji dihempas angin (Sunanto, 2009).
Tanaman tempuyung termasuk famili Asteraceae dan spesies Sonchus
arvensis L. Tempuyung memiliki ciri fisik yang khas, yaitu daun tunggal
yang berbentuk lanset atau lonjong dengan panjang 6-48 cm dan lebar 3- 12
cm (Sulasna et al., 2004), tepi daun menyirip tidak beraturan dan berwarna
hijau muda. Bunga berbentuk bonggol yang tergabung dalam malai,
bertangkai, mahkota berbentuk jarum dengan warna kuning cerah.
Tempuyung memiliki rhizoma berdiameter 0.25-0.5 cm, berasal dari
akar utama dan bercabang kecil, kedalaman tanah yang dapat ditembus
perakaran tempuyung mencapai 2-5 inch (5-12 cm), tapi tunas vegetatif
dapat mencapai kedalaman 20 inch (50 cm) di bawah permukaan tanah dan
akar vertikal dapat menembus kedalaman tanah hingga 2 m (Dalimarta,
2005).
Klasifikasi Sonchi Arvensidis Folium
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Familia : Asteraceae
Genus : Sonchus
Spesiese : Sonchus arvensis
Nama lokal : Tempuyung

Pengamatan Makroskopik
Pada duaun tempuyung ini termasuk kedalam daun tunggal dan
bertangkai pendek. Helaian daun masih menempel pada batang, terdapat
banyak rambut halus pada pangkal daun. Serbuk halus berwarna hijau
kelabu, berbentuk bulat telur atau belah ketupat, panjang 7-10 cm, dan lebar
7,5 mm-1,5 mm. Pada tepi daun bergerigi, ujung dan pangkal daun runcing
dan tipis. Urat daun sepanjang tepi berbulu tipis/gundul. Kedua permukaan
daun berbintik-bintik karena adanya kelenjar yang jumlahnya sangat
banyak. Panjang tangkai daun 7-29 cm. Bau aromatik, rasa khas, pahit dan
kelat (Eliyanoor, 2014).
Pengamatan Mikroskopik

Epidermis atas terdiri dari sel berbentuk persegi empat. Stomata


terdapat di epidermis atas dan bawah, tetapi lebih banyak pada epidermis
bawah. Stomata bertipe Caryophyllaceae (diasitik) dan memiliki 2 sel
tetangga yang tidak sama besar. Rambut penutup berbentuk kerucut, terdiri
atas 1-2 sel berukuran 20-65 mm, dan berdinding tebal dengan kutikula
yang bergaris halus. Terkadang terdapat rambut penutup berwarna ungu
hingga kemerahan (antosianin). Terdapat dua macam rambut kelenjar, yaitu
kelenjar tipe Labiatae yang terdiri dari 4-6 sel kepala dan 1 sel tangkai dan
rambut kelenjar dengan 2 sel kepala. Fragmen pengenal adalah rambut
penutup berwarna ungu atau merah jambu (Eliyanoor, 2014).
Organoleptis : Bau lemah, rasa agak kelat, serbuk berwarna hijau sampai
hijau kelabu.
Kandungan Kimia
Kandungan kimia yang terdapat pada daun tempuyung yaitu berupa
ion-ion mineral seperti Si, K, Mg, Na, dan senyawa organik flavonoid
(kaempferol, luteolin-7-O-glukosida, apigenin-7-O-glukosida) (Rohaeti et
al., 2011), kumarin (skepoletin), taraksasterol, inositol dan asam fenolat
(sinamat, kumarat, vanilat) (Yuliarti, 2013).
Daun tempuyung mengandung senyawa organic flavonoid yang dimana
memiliki aktivitas antioksidan penangkap radikal bebas dengan
membebaskan atom hidrogen dari gugus hidroksilnya. Kemampuan
pengikatan radikal oleh flavonoid, tergantung dalam dua kelompok o-
hidroksil pada cincin B. Hal tersebut memungkinkan pembentukan ikatan
hidrogen intramolekul dengan gugus hidroksil meningkatkan stabilitas
radikal fenoksil (Kusumawati dkk, 2014).
Khasiat dan kegunaan
Antioksidan, antitumor, diuretik, antidiabetes, antihipertensi,
antiinflamasi,
antibakteri, dan aktivitas hepatoprotektif.

6. Piperis Betle Folium


Jenis tumbuhan merambat, bersandar pada batang pohon lain, tingginya
5-15 meter. Piperis betle berdaun tunggal yang letaknya berseling, dengan
bentuk bervariasi bundar pangkal berbentuk jantung, ujung daun runcing,
bauk has aromatis, pinggir daun rata agak menggulung ke bawah, panjang
5-18 cm, lebar 3-12 cm. Batang sirih berwarna coklat kehijauan, berbentuk
bulat, berkerut, dan beruas yang merupakan tempat keluarnya akar. Panjang
daun 6-17,5 cm dan lebar 3,5-10 cm. Akar tunggang berbentuk bulat dan
berwarna coklat kekuningan (Koensoemardiyah,2010).
Klasifikasi Piperis Betle Folium
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dikotiledonaea
Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae
Genus : Piper
Spesiese : Piper betle L.
Nama lokal : Sirih

Pengamatan Makroskopik

Daun tunggal, warna coklat kehijauan sampai coklat. Helaian daun


berbentuk bundar telur sampai lonjong. Ujung runcing, pangkal berbentuk jantung
atau agak bundar berlekuk sedikit, pinggir daun rata agak menggulung ke bawah,
panjang 5-18,5 cm dan lebar 3-12 cm. Permukaan atas daun rata dan licin agak
mengkilat, tulang daun agak tenggelam. Permukaan bawah daun agak kasar dan
kusam, tulang dan menonjol. Permukaan atas berwarna lebih tua dari permukaan
bawah. Tangkai daun bulat, warna coklat kehijauan, dan panjang 1,5-8 cm. Berbau
aromatik (khas), rasa aromatik dan pedas (Eliyanoor, 2014).
Pengamatan Mikroskopik

Epidermis atas terdiri dari satu lapis sel, berbentuk persegi 4, terdapat
kelenjar tipe Labiatae yang mengandung minyak atsiri yang berbau spesifik,
kutikula tebal dan licin. Pada kedua sisi permukaan daun memiliki rambut penutup
dan rambut kelenjar. Rambut pada epidermis atas lebih sedikit dibandingkan
epidermis bawah. Rambut penutup terdiri dari 1 sel, berbentuk kerucut pendek,
ujung runcing, panjang 18-25 𝜇m, dinding tebal. Rambut kelenjar memiliki kepala
kelenjar bersel 1, bentuk bulat. Stomata tipe anomositik memiliki 3-4 sel tetangga,
panjang 25-35 𝜇m, terdapat banyak epidermis bawah. Tidak stomata pada
epidermis atas. Jaringan palisade terdiri dari 1 lapis sel. Selain itu terdapat sel
minyak seperti sel minyak pada hipodermis. Pembuluh tipe kolateral, di antara
jaringan floem terdapat sel minyak. Fragmen pengenal adalah sel minyak berwarna
kuning-orange yang tersebar pada hipodermis dan palisade (Eliyanoor, 2014).

Organoleptis : Berwarna coklat kehitaman, berbau khas sirih.

Kandungan : Minyak atsiri yang mengandung fenol yang khas disebut betelfenol
atau Aseptol.

Khasiat dan kegunaan : Antisariawan, antiseptik, antibatuk, dan luka.


7. Guazumae Ulmifoliae Folium
Tanaman Jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) merupakan salah
satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Tanaman
jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk). Berasal dari Amerika, kemudian
dibawa oleh orang Portugis ke Indonesia dan dikembangkan di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Tanaman ini merupakan salah satu dari sekian
tanaman yang berkhasiat obat dan masih banyak digunakan masyarakat
Indonesia sebagai obat tradisional.Tanaman ini belum banyak
dibudidayakan dan tumbuh secara di tepi hutan (Silitonga, 2008).

Jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) merupakan salah satu jenis


tanaman obat dari sepuluh tanaman unggulan Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan (POM) yang banyak digunakan sebagai
obat. Kegunaan utama dari daun tanaman ini adalah untuk mengurangi
obesitas. Secara konvensional penggunaan jati belanda untuk obesitas lebih
banyak digunakan karena lebih mudah dalam pemanfaatannya sebagai obat
dan mudah diperoleh. jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.). sinonim
Guazuma, tomentosa Kunth., diduga berasal dari daerah tropis Amerika dan
menyebar ket daerah tropis lainnya di antaranya pulau Jawa. Merupakan
salah satu jenis tanaman obat dari famili Sterculiaccac yang tumbuh dengan
subur pada ketinggian 1 - 800 m di atas permukaan laut. Jati belanda tumbuh
dengan baik pada tanah yang gembur maupun liat di tempat-tempat terbuka
dan mengandung cukup banyak air. Kondisi iklim yang mendukung
pertumbuhan adalah iklim panas dengan curah hujan yang tinggi.
(Towaha, J., dkk., 2008).
Klasifikasi Guazuma ulmifolia L.
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Sub divisi : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Familia : Stercuiliaceae
Genus : Guazuma
Spesiese : Guazuma ulmifolia Lamk.
Nama lokal : Jati belanda.

Pengamatan Makroskopik

Pada pengamatan makroskopik Guazuma ulmifolia L. berdaun


tunggal dengan warna hijau, berbentuk bulat telur sampai lanset dengan
permukaan kasar, tepi bergerigi, ujung runcing, panjang 2-22,5 cm,dan
lebar 2-10 cm (Maryani, 2003).
Pada gambar terdapat daun segar dan daun yang telah dikeringkan.
Pada daun yang telah dikeringkan terlihat helai daun sudah tidak utuh,
namun masih bisa terlihat rambut-rambut halus pada helai daun dan tepi
daun yang bergerigi. Terlihat perbedaan warna permukaan atas dan bawah
(bagian atas cenderung lebih gelap).
Pengamatan Mikroskopik

Bagian Epidermis atas terdiri dari 1 lapis sel, berambut penutup,


dan berambut kelenjar. Sel epidermis besar, di penambang tangensial
tampak berbentuk polygonal, kutikula agak besar, tidak
berstomata,berambut tertutup, dan berambut kelenjar. Sel epidermis bawah
lebih kecil dari pada epidermis atas. Mesofil terdiri dari jaringan palisade
dan jaringan bunga karang. Di parenkim tulang daun terdapat sel lendir atau
saluran lender. (Suharmiati et al,2003)
Organoleptis : bentuk kental, berwarna coklat tua kehitaman, tidak berbau,
dan rasa agak kelat.
Kandungan Kimia
Senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak etanol tanaman Jati
Belanda terdiri dari flavanoid, asam lemak, steroid, tanin, glikosida,
karbohidrat dan mucilago (Patel, et al., 2012). Tanaman Jati Belanda
mengandung minyak esensial yang terdiri dari timol 20,97 %, karvakrol
13,76 %, eugenol 10,13 %, spatulenol 7,09 %, βcariophyllene 6,74 %,
sabinene 5,18 %, globulol 5,56 % , γ-terpinene 3,27 % dan α-copaene 3,17
% (Boligon, et al., 2013).
Ekstrak air dari tanaman Jati Belanda mengandung tanin, saponin,
flavonoid, terpenoid, glikosida jantung dan alkaloid (Jayshree, et al., 2013).
Ekstrak air dari daun Jati Belanda mengandung alkaloid, flavonoid, tanin
dan steroid (Sukandar, et al., 2009).

Khasiat dan kegunaan


Ekstrak air dari daun Jati Belanda memiliki efek hiperlipidemia yang
diujikan terhadap tikus jantan (Sukandar, et al., 2009). Senyawa yang
terdapat pada tanaman Jati Belanda berkhasiat sebagai obat untuk diabetes
dengan mekanisme stimulasi ambilan glukosa dalam adiposit normal tanpa
menginduksi adipogenesis (Alonso, et al., 2008).
Jati Belanda juga memiliki efek antiobesitas dengan mekanisme
inhibitor in vitro pada aktivitas lipase pankreas (Iswantini, et al., 2011).
Ekstrak metanol Jati Belanda memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan
Eschericia coli (Tumbel, 2009).
Fraksi air dan etil asetat dari Jati Belanda memiliki efek antiviral
pada virus polio (Pelipe, et al., 2006).
8. Blumeae Balsamiferae Folium.
Daun sembung adalah daun blumea balsamifera (L) DC., memiliki
kadar minyak atsiri tidak kurang dari 0,19% b/v. Bau dan rasa mirip kamfer,
agak pahit. Daun tunggal,bertangkai, pada tangkai dau terdapat beberapa
pasang dau kecil berbentuk lidah tombak sampai bulat panjang dengan
ujung dan pangkal daun runcing, panjang helai daun 10-30 cm, lebar 2,5-12
cm, tepi daun umumnya bergerigi tajam tidak beraturan, kadang-kadang
bergerigi. Permukaan daun berambut,permukaan bawah berambut sangat
rapat dan terasa seperti beludru, warna kelabu kehijauan, permukaan atas
kasar, warna hijau tua sampai hijau coklat kelabu. memiliki kegunaan
sebagai antilmintik, malaria, demam, masuk angin, gangguan haid, dan
beriberi (Depkes RI, 1979).
Tanaman sembung mudah tumbuh di iklim tropis, seperti Indonesia.
Tumbuh di tempat terbuka sampai tempat yang agak terlindungi di tepi
sungai, tanah pertanian, pekarangan, dapat tumbuh pada tanah berpasir atau
tanah yang agak basah pada ketinggian sampai 2.200 mdpl (Herbie, 2015).

Klasifikasi Blumeae Balsamiferae Folium

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Asterales
Familia : Astereceae
Genus : Blumea
Spesiese : Blumea balsamifera
Nama lokal : Sembung.
Pengamatan Makroskopik

Tanaman sembung berupa perdu, tumbuh tegak, tinggi sampai 4 m,


memiliki bunga berkelompok berupa malai, keluar di ujung cabang,
warnanya kuning. Buah longkah sedikit melengkung, panjangnya 1 mm
(Herbie, 2015).
Tanaman sembung memiliki daun tunggal, berwarna hijau, memiliki
ukuran panjang 10-30 cm sedangkan lebar 2,5-12 cm dengan panjang
tangkai daun sekitar 1–2 cm. Daun berbentuk lonjong cenderung runcing di
ujungnya seperti tombak, tepi daun umumnya memiliki gerigi dan tajam,
memiliki bulu di permukaan daun (Afin, 2013)
Pengamatan Mikroskopik
Pengamatan mikroskopik Blumea balsamifera ini berupa serbuk
warna hijau kecoklatan. Kemudian terdapat fragmen pengenal rambut
penutup berdinding tipis, mirip benang berujung runcing dengan sel
pangkal lebih besar, rambut kelenjar berisi minyak warna kuning sampai
kuning kecoklatan. Pembuluh kayu dengan penebalan tangga dan spiral;
serabut skelerenkim, fragmen skelrenkim, fragmen epidermis atas dengan
stomata, dan rambut kelenjar (Herbie, 2015).
Organoleptis : berbau lemah, rasa khas, serbuk berwarna hijau.
Kandungan Kimia
Berdasarkan penelitian Amalia, Sari, dan Nursanty (2017)
melaporkan bahwa daun sembung mengandung metabolit sekunder berupa
alkaloid, flavonoid, tanin, terpenoid dan steroid.
Khasiat dan kegunaan
Daun sembung berkhasiat sebagai antibakteri, antiradang,
melancarkan peredaran darah, memperlancar pengeluaran gas dari saluran
pencernaan, memperlancar pengeluaran keringat, menghangatkan badan,
menurunkan panas, menghilangkan bekuan darah dan pembengkakan,
sebagai obat batuk, mengatasi reumatik sendi, persendian sakit setelah
melahirkan, nyeri haid, datang haid tidak teratur, influenza, demam, sesak
napas (asma), batuk, bronkhitis, perut kembung, diare, perut mulas,
sariawan, nyeri dada akibat penyempitan pembuluh darah koroner (angina
pektoris), dan kencing manis (diabetes melitus) (Ruhimat, 2015).
VI. KESIMPULAN
Pada percobaan Folium kali ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Orthispihonis Staminei (Daun Kumis Kucing)


Secara organoleptis dan makroskopik daun kumis kucing memiliki bau
khas aromatik, memiliki rasa yang agak pahit, asin dan kelat serta warna
serbuk daun berwarna hijau kecoklatan. Secara mikroskopik fragmen
pengenal yang dapat diamati yaitu epidermis atas, rambut penutup dengan
kutikulan bergaris dan berisi zat, rambut kelenjar, fragmen mesofil, dan
pembuluh kayu.
2. Abri Folium (Daun Saga)
Secara organoleptis dan makroskopik daun saga memiliki bau yang
lemah, rasa agak manis, khas, serbuk daun berwarna hijau. Secara
mikroskopik fragmen pengenal yang dapat diamati yaitu rambut penutup,
epidermis atas dan epidermis bawah, mesofil berkas pengangkut , dan
kalisum oksalat.
3. Psidii Guajavae Folium (Daun Jambu Biji)
Secara organoleptis dan makroskopik daun jambu biji memiliki bau yang
aromatik, rasanya kelat, dan serbuknya berwarna hijau. Secara mikroskopik
fragmen pengenal yang dapat diamati yaitu rambut penutup yang terlepas,
kalsium oksalat yang hablur, stomata, dan mesofil dengan kelenjar lisigen.
4. Sericocalycis Crispi Folium (Daun Kejibeling)
Secara organoleptis dan makroskopik daun keji beling memiliki bau
yang lemah, rasanya pahit, serbuknya berwarna hijau sampai hijau keabuan.
Secara mikroskopik fragmen pengenal yang dapat diamati yaitu fragmen
permukaan daun dengan sel litosis dan sistolit, rambut penutup, rambut
kelenjar, stomata tipe bidiasitik, dan sistolit yang terlepas.
5. Sonchis Arvensidis Folium (Daun Tempuyung)
Secara organoleptis dan makroskopik daun tempuyung memiliki bau
yang lemah, rasa aga kelat, serbuknya berwarna hijau sampai hijau kelabu.
Secara mikroskopik fragmen yang dapat diamati yaitu rambut kelenjar,
stomata, fragmen epidermis atas dan fragmen epidermis bawah dengan
dinding samping umumnya bergelombang.
6. Piperis Betle Folium (Daun Sirih)
Secara organoleptis dan makroskopik daun sirih memiliki bau yang
aromatik dan warna daun hijau kecoklatan. Secara mikroskopik daun sirih
memiliki stomata tipe anomositik, terdapat sel minyak berisi minyak atsiri
berwarna kekuningan, kutikula tebal licin, epidermis bawah serupa dengan
epidermis atas, dan terdapat rambut penutup dan rambut kelenjar pada
kedua permukaan daun.
7. Blumeae Balsamiferae Folium (Daun Sembung)
Secara organoleptis dan makroskopik daun sembung memiliki bau yang
aromatik, dan daunnya berwarna hijau keabu-abuan. Secara mikroskopik
fragmen pengenal berupa rambut berdinding tipis, pembuluh kayu dengan
penebalan tangga dan spiral sklerenlim, fragmen mesofil dan fragmen
epidermis.
8. Guazumae Ulmifoliae Folium (Daun Jati Belanda)
Secara organoleptis dan makroskopik daun jati belanda memiliki bau
yang aromatik, dan warna daun hijau kecoklatan. Secara mikroskopik
fragmen pengenalnya berupa rambut penutup berbentuk bintang, rambut
kelenjar, hablur kalsium oksalat berbentuk prisma, pembuluh kayu dengan
penebalan tangga, dan fragmen epidermis atas dan epidermis bawah.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Depkes.
Departemen RI. 1978. Material Medika Indonesia. Jilid 3. Jakarta:
Ditjen POM.
Gunawan, D dan Mulyani S. 2004. Ilmu Obat Alam. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Hariana, A. 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri I. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Heddy. 1987. Biologi Pertanian. Jakarta: Rajawali Press.
Hidayat. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung: ITB.
Dalimartha,setiawan,1999.Atlas tumbuhan obat jilit I. Jakarta:
Trubus Agriwidya.
Dalimartha, Setiawan. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2.
Jakarta: PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara.
Agung J, Jasaputra DK, Setiabudi E. 2014. Pengaruh Pemberian
Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma Ulmifolia Lamk.) Terhadap
Penurunan Berat Badan pada Penderita Obesitas. Bandung: Universitas
Kristen Maranatha.
Campbel, N.A., Jane B. Reece & Lawrence G. Mitchell. 2004.
Biology. (Terjemahan: Wasmen Manalu). Jakarta: Erlangga.
Andriani, Y., Desy. F. Syamsumir, T.C.Yee, F.S.Harisson, G.M
Herng, S.A.Abdullah, C.A. Orosco, A.M.Ali, J. Latip, H. Kikuzaki, H.
Mohamad. Biological activities of isolated coumpounds from three edible
Malaysian red seaweeds, Gracilaria changii, G. manilaensis and Gracilaria
sp. Natural Product Communications. 2016: (8):1117- 1120.
Eliyanoor, Benbasyar. 2014. Penuntun Praktikum Farmakognosi
Makroskopik dan Mikroskopik Edisi 2. Jakarta: EGC Penerbit buku
kedokteran.
Sunanto, H. 2009. Resep Sembuhkan Hipertensi, Asam Urat dan
Obesitas. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Hutapea, J. R., 2000, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Edisi I,
19-20, Bhakti Husada, Jakarta
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. 2000. Makanan
Pendamping Air Susu Ibu. Jakarta: Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial RI.
Rosanti, D. 2011. Morfologi Tumbuhan. Jakarta: Erlangga. Bfg
Koensoemardiyah. 2010. Khasiat dan Manfaat Daun Sirih. Jakarta:
Sentra Informasi IPTEK.
Kusumawati, I.G.A.W, I.P. Darmawijaya, dan I.B.A. Yogeswara.
2014.Potensi antioksidan loloh tempuyung (Sonchus arvensis L.) sebagai
minuman fungsional. Universitas Dhyana Pura Bali. ResearchGate. 1-8.
Yuliarti, W. 2013. Isolasi, identifikasi dan uji antioksidan asam
fenolat dalam daun tempuyung (Sonchus arvensis L.) dengan metode 1,1-
difenil-2-pikrilhidrasil (DPPH).
Dalimarta, S., 2005, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, hal 49-51,
Puspa Swara, Jakarta.
Pembagian Tugas :

Alya Fauziah Zahra Pembahasan.

Thias Saidah Najminuri Cover, Tujuan, Editing.

Puri Salsabila Arsyi Teori Dasar.

Salma Sadilla Teori Dasar.

Nadilla Ayu Lestari Alat dan Bahan, prosedur

Assyifa Destiara Lintang P Pembahasan.

Danisa Fadila Fauziah Kesimpulan dan Dapus.

Lyan Nurlianti Lutfiah Pembahasan.

Anda mungkin juga menyukai