Anda di halaman 1dari 28

Laporan Praktikum

FARMAKOGNOSI
“IDENTIFIKASI MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS AMILUM DAN
FOLIUM”

Diajukan untuk memenuhi nilai praktikum farmakognosi

OLEH

KELOMPOK : IV (EMPAT)
KELAS : B S-1 FARMASI 2020
ASISTEN : NI LUH WIDIASTUTI

LABORATORIUM BAHAN ALAM


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
Lembar Pengesahan

FARMAKOGNOSI
“ IDENTIFIKASI MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS AMILUM DAN
PATI”

OLEH
KELOMPOK IV (EMPAT)
KELAS B S1-FARMASI 2020

1. ABD. Ghiaz Putra Ramadhan Ahmad (821420066)


2. Alifia Ramadhani Payuyu (821420072)
3. Deshika Nur Azizah Ibrahim (821420049)
4. Effi Kurniasih (821420042)
5. Nabila Husnunnisa Ismail (821420070)
6. Rahmatia Abdullah (821420060)

Gorontalo, Oktober 2021


Mengetahui NILAI
Asisten

NI LUH WIDIASTUTI
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatulahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi rahmat, taufik dan
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW dan para sahabat dari dulu, sekarang hingga akhir zaman.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada asisten dosen yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini yang berjudul “skrining
fitokimia.
Laporan ini kami akui masih banyak kekurangan yang kami miliki.Oleh
karena itu, kami harap para pembaca untuk dapat memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangaun untuk kesempurnaan dari laporan praktikum ini.
Akhir kata hanya kepada Allah SWT, kami berserah diri.Semoga laporan
praktikum ini dapat menambah wawasan dan memberi manfaat bagi para
pembaca.Aamiin, Ya Rabal ‘Alamiin.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, Oktober 2021

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Maksud Percobaan..........................................................................................3
1.3 Tujuan Percobaan...........................................................................................3
1.4 Prinsip Percobaan...........................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4
2.1 Dasar Teori......................................................................................................4
2.2 Uraian Bahan..................................................................................................8
2.3 Uraian Tanaman..............................................................................................9
BAB 3 METODE KERJA...................................................................................12
3.1 Waktu dan Tempat........................................................................................12
3.2 Alat .............................................................................................................12
3.3 Bahan............................................................................................................12
3.4 Cara Kerja.....................................................................................................12
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................14
4.1 Hasil Pengamatan.........................................................................................14
4.2 Perhitungan ..................................................................................................14
4.3 Pembahasan..................................................................................................14
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................18
5.1 Kesimpulan...................................................................................................18
5.2 Saran ............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN

ii
iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar
yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi. Hingga saat ini
tercatat 7000 spesies tanaman telah diketahui khasiatnya namun kurang dari 300
tanaman yang digunakan sebagai bahan baku industri farmasi secara reguler.
WHO pada tahun 2008 mencatat bahwa 68% penduduk dunia masih
menggantungkan sistem pengobatan tradisional yang mayoritas melibatkan
tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit dan lebih dari 80% penduduk dunia
menggunakan obat herbal untuk mendukung kesehatan mereka (Saifuddin, dkk.,
2011).
Gorontalo merupakan provinsi yang memiliki sumber daya alam, budaya,
pertambangan dan bahkan geothermal. Salah satu yang masih kental di Gorontalo
adalah budaya, salah satu ciri budaya masyarakat Gorontalo adalah masih
dominannya unsur-unsur tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini
didukung oleh keanekaragaman hayati yang terhimpun dalam berbagai tipe
ekosistem yang pemanfaatannya telah mengalami sejarah panjang sebagai bagian
dari kebudayaan, salah satu aktivitas tersebut adalah pemanfaatan tumbuhan
sebagai bahan obat.
Farmasi adalah suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan
pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat, ini meliputi seni dan
ilmu pengetahuan dari sumber alam atau sintetik menjadi material atau produk
yang cocok dipakai untuk mencegah, dan mendiagnosa penyakit. Dalam farmasi
juga mempelajari berbagai ilmu terapan, diantaranya adalah matematika, fisika,
biologi, dan ilmu kimia (Anief, 2005).
Perkataan farmakognosi berasal dari dua kata yaitu pharmakon yang
berarti obat dan gnosis yang berarti ilmu atau pengetahuan. Jadi farmakognosi
berarti pengetahuan tentang obat. Definisi yang mencakup seluruh ruang lingkup

1
farmakognosi diberikan oleh Fluckiger, yaitu pengetahuan secara serentak
berbagai macam cabang ilmu pengetahuan untuk memperoleh segala segi yang
perlu diketahui tentang obat (Widyastuti, 2004)
Ruang lingkup farmakognosi adalah sebagai bagian biofarmasi, biokimia,
dan kimia sintesa, sehingga ruang lingkupnya menjadi luas seperti yang diuraikan
dalam definisi Flukiger. sedangkan di Indonesia saat ini untuk praktikum
farmakognosi hanya meliputi segi pengamatan makroskopis, mikroskopis dan
organoleptis yang seharusnya juga mencakup identifikasi, isolasi dan pemurnian
setiap zat yang terkandung dalam simplisia dan bila perlu penyelidikan
dilanjutkan ke arah sintesa (Widyastuti, 2004).
Dalam kehidupan sehari - hari manusia selalu membutuhkan makanan
untuk bertahan hidup. Salah satu makanan sebagai sumber energi utama bagi
tubuh manusia adalah makanan yang mengandung karbohidrat (Shaifullah, 2015).
Karbohidrat merupakan senyawa polihidroksi aldehid dan keton
polihidroksil yang sangat diperlukan tubuh makhluk hidup seperti manusia, hewan
maupun tumbuhan. samping lemak dan protein. Senyawa ini dalam jaringan
merupakan cadangan makanan atau energi yang di simpan dalam sel. Karbohidrat
yang dihasilkan oleh tumbuhan merupakan cadangan makanan yang disimpan
dalam akar, batang, dan biji sebagai pati (amilum). Karbohidrat dalam tubuh
manusia dan hewan dibentuk dari beberapa asam amino, gliserol lemak, dan
sebagian besar diperoleh dari makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
(Sirajuddin dan Najamuddin, 2011).
Karbohidrat yang penting dalam ilmu gizi dibagi dalam dua golongan,
yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Sesungguhnya semua
jenis karbohidrat terdiri atas karbohidrat sederhana atau gula sederhana;
karbohidrat kompleks mempunyai lebih dari dua unit gula sederhana dalam satu
molekul (Almatsier, 2010).
Karbohidrat yang terbentuk pada tumbuhan disimpan dalam bentuk pati
atau amilum. Pembentukan amilum pada umumnya berlangsung melalui proses

2
yang sama secara berulang-ulang dengan menggunakan glukosa dari gula
(Lakitan, 2000).
Kegunaan pati dari berbagai tanaman berfungsi sebagai eksipien farmasi.
Pati tersedia secara luas dan berguna dalam produksi tablet karena sifatnya yang
inert, murah dan penggunaannya sebagai pengisi, pengikat, desintegran dan
glidan. Pati memiliki kelebihan sebagai eksipien yaitu dapat tercampurkan dan
memiliki sifat inert dengan sebagian besar bahan obat.
Pati atau amilum yang umum digunakan dalam industri farmasi terbagi
menjadi 2, yaitu amilum alami dan amilum yang dimodifikasi. Amilum alami
(native starch) merupakan amilum yang dihasilkan dari umbi – umbian dan belum
mengalami perubahan sifat fisika dan kimia atau diolah secara fisika-kimia.
Kekurangan dari amilum alami yang digunakan sebagai eksipien dalam tabet
memiliki yang dapat mempengaruhi sifat fisik granul, yaitu mempunyai daya alir
dan kompaktibilitas yang kurang baik. Hal ini disebabkan amilum alami
mengandung banyak amilosa sehingga bersifat kering, kurang lekat dan
cenderung menyerap banyak air (Hasibuan, 2009).
1.2 Maksud Percobaan
1. Bagaimana cara mengidentifikasi sampel amilum secara makroskopis dan
mikroskopis?
2. Bagaimana cara menghitung persen rendamen sampel amilum?
1.3 Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara mengidentifikasi sampel
amilum secara makroskopis dan mikroskopis.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara menghitung persen rendamen dari
sampel amilum.
1.4 Prinsip Percobaan
Prinsip kerja dari praktikum ini adalah ketepatan dalam melakukan
identifikasi makroskopis dan mikroskopis dari sampel amilum.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Amilum ( Pati )
Amilum merupakan campuran dua macam stuktur polisakarida
yang berbeda yaitu amilosa (17-20%) dan amilopektin (8380%). Amilum juga
didefinisikan sebagai karbohidrat yang berasal dari tanaman, sebagai
hasilfotosintesis, yang disimpan dalam bagian tertentu tanaman sebagai
cadangan. Sifatnya yang inert dan dapat tercampurkan dengan sebagian besar
bahan obat merupakan kelebihan dari amilum sebagai eksipien
(Priyanta, dkk, 2011).
Umbi suweg seperti jenis umbi-umbi lainnya, juga mengandung amilum
dan amilopektin. Amilum merupakam polimer dalam gllukosa dalam bentuk
anhidrat. Amilum mempunyai dua ikatan glikoidik yang merupakan golongan
daro dua polisakarida yaitu amilosa dan amilopektin (Suryani, dkk 2013).
Amilum merupakan homopolimer glukosan dengan ikatan α-glikosidik.
Amilum terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air
panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidsk larut disebut
amilopektin.Amilosa mempunyai sturktur lurus sedangkan amilopektin
mempunyai cabang (Pramesti, dkk, 2015).
Umbi-umbian merupakan salah satu sumber karbohidrat yang disimpan
dalam bentuk polisakarida seperti pati/amilum. Amilum dapat diisolasi
dengan mengekstrak ubi dengan air. Selanjutnya endapan yang diperoleh
diekstrak dengan etanol. Secara umum, amilum terdiri dari 20% bagian yang
larut air (amilosa) dan 80% bagian yag tidak larut air (amilopektin).
Hidrolisis amilum oleh asama mineral menghasilkan glukosa sebagai produk
akhir secara hampir kuantitatif (Gunawan, 2004).
Amilum juga disebut dengan pati. Pati yang diperdagangkan diperoleh
dari berbagai bagian tanaman, misalnya endosperma biji tanaman gandum, jagung
dan padi ; dari umbi kentang ; umbi akar Manihot esculenta (pati tapioka);
4
batang Metroxylon sagu (pati sagu); dan rhizom umbi tumbuhan
bersitaminodia yang meliputi Canna edulis, Maranta arundinacea, dan Curcuma
angustifolia (pati umbi larut) (Fahn, 1995).
Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa,
amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak (Bank dan Greenwood,
1975). Umumnya pati mengandung 15 – 30% amilosa, 70 – 85% amilopektin dan
5 – 10% material antara. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati
berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Secara umum dapat
dikatakan bahwa pati biji-bijian mengandung bahan antara yang lebih besar
dibandingkan pati batang dan pati umbi. Sifat birefringence dari granula pati
adalah sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop
terlihat hitam-putih. Pada waktu granula mulai pecah sifat birefringence ini akan
hilang. Kisaran suhu yang menyebabkan 90% butir pati dalam air panas
membengkak sedemikian rupa sehingga tidak kembali ke bentuk normalnya
disebut “Birefringence End Point Temperature” atau disingkat BEPT (Winarno,
1984; Greenwood, 1975).
Amilum juga disebut dengan pati. Pati yang diperdagangkan diperoleh dari
berbagai bagian tanaman, misalnya endosperma biji tanaman gandum, jagung dan
padi ; dari umbi kentang ; umbi akar Manihot esculenta (pati tapioka); batang
Metroxylon sagu (pati sagu); dan rhizom umbi tumbuhan bersitaminodia yang
meliputi Canna edulis, Maranta arundinacea, dan Curcuma angustifolia
(pati umbi larut) (Fahn, 1995).
Tanaman dengan kandungan amilum yang digunakan di bidang farmasi
adalah jagung (Zea mays), Padi/beras (Oryza sativa), kentang (Solanum
tuberosum), ketela rambat (Ipomoea batatas), ketela pohon (Manihot
utilissima) (Gunawan, 2004). Pada bidang farmasi, amilum terdiri dari granul-
granul yang diisolasi dari Zea mays Linne (Graminae), Triticum aesticum Linne
(Graminae), dan Solanum tuberosum Linne (Solanaceae). Granul amilum jagung
berbentu polygonal, membulat atau sferoidal dam mempunyai garis tengah 35
mm.Amilum gandum dan kentang mempunyai komposisi yang kurang seragam,
5
masing-masing mempunyai 2 tipe granul yang berbeda (Gunawan, 2004). Amilum
digunakan sebagai bahan penyusun dalam serbuk dan sebagai bahan pembantu
dalam pembuatan sediaan farmasi yang meliputi bahan pengisi tablet,
bahan pengikat, dan bahan penghancur. Sementara suspense amilum dapat
diberikan secara oral sebagai antidotum terhadap keracunan iodium dam amilum
gliserin biasa digunakan sebagai emolien dan sebagai basis untuk supositoria
(Gunawan, 2004).
Sebagai amilum normal, penggunaanya terbatas dalam industry
farmasi. Hal ini disebabkan karakteristiknya yang tidak mendukung seperti Daya
alir yang kurang baik, tidak mempunyai sifat pengikat sehingga hanya digunakan
sebagai pengisi tablet bagi bahan obat yang mempunyai daya alir baik atau
sebagai musilago, bahan pengikat dalam pembuatan tablet cara granulasi basah
(Anwar, 2004). Amilum hidroksi-etil adalah bahan yang semisintetik yang
digunakan sebagai pengencer plasma (dalam larutan 6%). Ini merupakan
pengibatan tambahan untuk kejutan yang disebabkan oleh pendarahan, luka
terbakar, pembedahan, sepsis, dan trauma lain. Sediaan amilum yang terdapat
dalam pasaran adalah Volex (Gunawan, 2004). Fungsi amilum dalam dunia
farmasi digunakan sebagai bahan penghancur atau pengembang
(disintegrant), yang berfungsi membantu hancurnya tablet setelah ditelan
(Syamsuni H,A. 2007).
Ketela pohon (Manihot Utillisima) mempunyai kemampuan untuk
membentuk gel melalui proses pemanasan (90oC atau lebih) sebagai akibat
pecahnya struktur amilosa dan amilopektin. Dengan terbentuknya gel ini, ketela
mampu menjebak udara dan air bebas. Pemecahan ikatan amilosa dan
amolopektin akan menyebabkan terjadinya perubahan lebih lanjut seperti
peningkatan molekul air sehingga terjadi penggelembungan molekul, pelelehan
kristal, dan terjadi peningkatan viskositas (M.J. Deman, 1993).
2.1.2 Modifikasi Amilum
Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah diubah lewat
suatu reaksi kimia (acetylasi, esterifikasi, sterifikasi atau oksidasi) atau dengan
6
menggangu struktur asalnya (Fleche, 1985). Sedangkan menurut Glicksman
(1969).
Dalam ebook pangan, pati diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk
menghasilkn sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk
merubah beberapa sifat sebelumnya atau untuk merubah beberapa sifat lainnya.
Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi
atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau
perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul pati.
Beberapa metode yang dapat memodifikasi pati antara lain modifikasi
dengan pemuliaan tanaman, konversi dengan hidrolisis, cross linking, derivatisasi
secara kimia, merubah menjadi sirup dan gula dan perubahan sifat-sifat fisik
(Furia, 1968) dalam penelitian Murwani. Modifikasi dengan konversi
dimaksudkan untuk mengurangi viskositas dari pati mentah hingga dapat dimasak
dan digunakan pada konsentrasi yang lebih tinggi, pati akan lebih mudah larut
dalam air dingin dan memperbaiki sifat kecenderungan pati untuk membentuk gel
atau pasta (Furia, 1968).
Dalam penelitian Murwani. Pati yang telah termodifikasi akan mengalami
perubahan sifat yang dapat disesuaikan untuk keperluan-keperluan tertentu. Sifat-
sifat yang diinginkan adalah pati yang memiliki viskositas yang stabil pada suhu
tinggi dan rendah, daya tahan terhadap sharing mekanis yang baik serta daya
pengental yang tahan terhadap kondisi asam dan suhu sterilisasi
(Wirakartakusuma, et al., 1989).
Teknik modifikasi dapat dibagi dalam tiga tipe yaitu modifikasi sifat
rheologi, modifikasi dengan stabilisasi, dan modifikasi spesifik. Termasuk dalam
modifikasi sifat rheologi adalah depolimerisasi dan ikatan silang. Proses
depolimerasi akan menurunkan viskositas dan karena itu dapat digunakan pada
tingkat total padatan yang lebih tinggi. Cara yang dapat dilakukan meliputi
dekstrinisasi, konversi asam, dan konversi basa dan oksidasi. Penelitian Murwani
(1989) memperlihatkan bahwa modifikasi asam dan oksidan dapat menurunkan
viskositas pati jagung. Sifat pati termodifikasi yang dihasilkan dipengaruhi oleh
7
pH, suhu inkubasi dan konsentrasi pati yang digunakan selama proses modifikasi.
Sedangkan teknik ikatan silang akan membentuk jembatan antara rantai molekul
sehingga didapatkan jaringan makro molekul yang kaku. Cara ini akan merubah
sifat rheologi dari pati dan sifat resistensinya terhadap asam. Pemakaian produk-
produk modifikasi pati dalam industri adalah sebagai berikut
(Tjokroadikoesoemo, 1986) dalam ebook pangan;
1. Starch Acetate digunakan dalam pembuatan saus kental, salad cream, dan
mayonaise.
2. Thin boilling starch terutama digunakan dalam pembuatan gypsum
wallboard dan juga digunakan gumdrop candies serta sizing tekstill.
3. Pati teroksidasi, pemakaian terbesarnya adalah pada pabrik kertas kualitas
tinggi.
4. Pati ikatan silang dimana pati ini memiliki banyak kegunaannya, dalam
industri kertas pati ini dicampur dalam pulp sehingga kertas yang
dihasilkan lebih kuat.
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Aquadest (Depkes RI, 1979)
Nama resmi : AQUADESTILATA
Nama lain : Air suling, aquadest
Rumus kimia : H2O
Berat molekul : 18,02 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan Jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak


mempunyai rasa.
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

8
2.2.2 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol, etanol, alkanol, ethyl
Rumus kimia : C2H5OH
Berat molekul : 46,07 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap,


mudah bergerak, bau khas.
Kegunaan : Sebagai zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.3 Uraian Tanaman
2.3.1 Klasifikasi Singkong (Lannea coromandelica)
Berdasarkan hasil identifikasi tumbuhan oleh Herbarium Medanense
(2016), klasifikasi tanaman singkong adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Gambar Singkong
Genus : Manihot
(Manihot esculenta)
Spesies : Manihot esculenta
2.3.2 Morfologi singkong (Manihot esculenta)
Singkong atau yang biasa disebut ubi kayu merupakan tanaman yang
mudah sekali dibudidayakan, bahkan di tanah yang marjinal tanaman ini bisa
hidup dan dapat memberikan hasil. Selain itu kandungan karbohidrat yang berasal
dari umbi kayu sangan tinggi , sehingga dapat digunakan sebagai pengganti beras.
9
Menurut Subandi (2009), batang tanaman singkong berbentuk bulat
diameter 2,5-4 cm, berkayu beruas-ruas, dan panjang. Ketinggiannya dapat
mencapai 1-4 meter. Warna batang bervariasi tergantung kulit luar, tetapi batang
yang masih muda pada umumnya berwarna hijau dan pada saat tua berubah
keputih-putihan, kelabu, hijau kelabu atau coklat kelabu. Empulur batang
berwarna putih, lunak, dan strukturnya empuk seperti gabus. Singkong memiliki
sistem perakaran tunggang atau dikotil. Batang singkong bulat dan bergerigi yang
disebabkan dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan
termasuk tumbuhan tingkat tinggi. Bunga pada tanaman singkong muncul pada
ketiak percabangan (Subandi, 2009).
Tanaman singkong bunganya berumah satu (monocious) dan kematangan
bunga jantan serta bunga betina berbeda waktunya sehingga proses
penyerbukannya bersifat silang. Bunga betina lebih dulu muncul dan matang. Jika
selama 24 jam bunga betina tidak dibuahi, bunga akan layu dan gugur.
Berdasarkan kemampuan berbunganya dibedakan menjadi dua kelompok yaitu 7
hanya dapat berbunga di dataran tinggi (>800 m diatas permukaan laut) dan dapat
berbunga di dataran rendah maupun dataran tinggi. Daun singkong memiliki
tangkai panjang, helaian daunnya menyerupai telapak tangan, tiap tangkai
mempunyai daun sekitar 3-8 lembar, tepi daun rata, dan susunan tulang daunnya
menjari. Bentuk singkong bermacam-macam, namun kebanyakan berbentuk
silinder dan meruncing, beberapa diantaranya bercabang (Bargumono, 2012).
Ubi singkong yang terbentuk merupakan akar yang berubah bentuk dan
fungsinya sebagai tempat penyimpanan makanan cadangan. Ubi berbentuk bulat
memanjang dan tiap tanaman menghasilkan 5-10 buah. Secara morfologis, bagian
ubi dibedakan menjadi tangkai, ubi, dan bagian ekor pada bagian ujung ubi.
Tangkai ujung bervariasi dari sangat pendek (< 1 cm) hingga panjang (> 6 cm)
(Saleh dkk., 2016). Ekor ubi ada yang pendek dan ada yang panjang. Bentuk ubi
beragam mulai agak gemuk membulat, lonjong, pendek hingga memanjang.
Bagian dalam singkong berwarna putih atau kekuningkuningan.

10
2.3.3 Kandungan Singkong (Manihot esculenta)
Menurut Subandi (2009), batang tanaman singkong berbentuk bulat
diameter 2,5-4 cm, berkayu beruas-ruas, dan panjang. Ketinggiannya dapat
mencapai 1-4 meter. Warna batang bervariasi tergantung kulit luar, tetapi batang
yang masih muda pada umumnya berwarna hijau dan pada saat tua berubah
keputih-putihan, kelabu, hijau kelabu atau coklat kelabu. Empulur batang
berwarna putih, lunak, dan strukturnya empuk seperti gabus. Singkong memiliki
sistem perakaran tunggang atau dikotil. Batang singkong bulat dan bergerigi yang
disebabkan dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan
termasuk tumbuhan tingkat tinggi. Bunga pada tanaman singkong muncul pada
ketiak percabangan (Subandi, 2009).
Tanaman singkong bunganya berumah satu (monocious) dan kematangan
bunga jantan serta bunga betina berbeda waktunya sehingga proses
penyerbukannya bersifat silang. Bunga betina lebih dulu muncul dan matang. Jika
selama 24 jam bunga betina tidak dibuahi, bunga akan layu dan gugur.
Berdasarkan kemampuan berbunganya dibedakan menjadi dua kelompok yaitu 7
hanya dapat berbunga di dataran tinggi (>800 m diatas permukaan laut) dan dapat
berbunga di dataran rendah maupun dataran tinggi. Daun singkong memiliki
tangkai panjang, helaian daunnya menyerupai telapak tangan, tiap tangkai
mempunyai daun sekitar 3-8 lembar, tepi daun rata, dan susunan tulang daunnya
menjari. Bentuk singkong bermacam-macam, namun kebanyakan berbentuk
silinder dan meruncing, beberapa diantaranya bercabang (Bargumono, 2012).
Ubi singkong yang terbentuk merupakan akar yang berubah bentuk dan
fungsinya sebagai tempat penyimpanan makanan cadangan. Ubi berbentuk bulat
memanjang dan tiap tanaman menghasilkan 5-10 buah. Secara morfologis, bagian
ubi dibedakan menjadi tangkai, ubi, dan bagian ekor pada bagian ujung ubi.
Tangkai ujung bervariasi dari sangat pendek (< 1 cm) hingga panjang (> 6 cm)
(Saleh dkk., 2016). Ekor ubi ada yang pendek dan ada yang panjang. Bentuk ubi
beragam mulai agak gemuk membulat, lonjong, pendek hingga memanjang.
Bagian dalam singkong berwarna putih atau kekuningkuningan.
11
BAB 3
METODE KERJA
3.1 Waktu Dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum farmakognnosi percobaan “ Identifikasi Makroskopis dan
Mikroskopis Amilum dan Foliun “ dilaksanakan pada hari Sabtu, 16 Oktober
2021 pukul 11:45 – 13:45 WITA sampai dengan selesai di Laboratorium Farmasi
Bahan Alam, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas
Negeri Gorontalo
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada saat praktikum yaitu Blender, cawan
porselen, lap halus, lap kasar, wadah bening, mikroskop, neraca ohaus, sendok,
stopwatch
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada saat praktikum yaitu Alkohol 70%,
aquadest, kain saring, singkong, Tissu.
3.3 CaraKerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat dengan alkohol 70 %
3. Dipotong singkong menjadi bagian-bagian kecil untuk mempermudah
pengahalusan
4. Dimasukan potongan singkong kedalam blender
5. Ditambahkan air secukupnya, kemudian dihaluskan
6. Disaring singkong yang sudah halus menggunakan kain saring
7. Dipisahkan filtrate dan residu
8. Didiamkan filtrate hingga membentuk endapan, dan dicatat waktu yang
dibutuhkan.
9. Ditimbang residu dari singkong dan didapatkan hasil sebanyak 1,02 kg
10. Dipisahkan filtrate dari endapan/pati
11. Disaling pati kedalam cawan porselen
12
12. Dioven pati selama 10 menit pada suhu 1050C

13
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Gambar menurut literatul Gambar menurut penelitian

Amilum menurut Simanjuntak (2014)

Struktur sel

Lamella

Hilus

Butir amilum

4.2 Perhitungan
jumlah sampel akhir
% Rendemen = ×100%
jumlah sampel awal
78 gram
= ×100%
1000 gram
= 7,8 %
4.3 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan identifikasi makroskopis dan
mikroskopis amilum. Menurut Shah & Seth (2010), amilum atau pati adalah
berupa serbuk-serbuk yang memiliki ukuran bervariasi, karakter yang dapat
diamati antara lain adalah ukurannya, bentuk dan strukturnya, juga posisi hilum
dan striasi yang terdapat pada butiran amilum tersebut. Menurut Febrian (2015),
uji makroskopik dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa
menggunakan alat. Cara ini dilakukan untuk mencari khususnya morfologi,
ukuran, dan warna simplisia yang diuji. Sedangkan Menurut Norman (2015), uji
14
mikroskopik dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat
pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji dapat berupa
sayatan melintang, radial, paradermal maupun membujur atau berupa serbuk.
Pada uji mikroskopik dicari unsur – unsur anatomi jaringan yang khas. Dari
pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal yang
spesifik bagi masing – masing simplisia.
Adapun sampel yang digunakan pada percobaan identifikasi makroskopik
dan mikroskopik ialah singkong (Manihot Esculenta). Menurut Hamid (2008),
manfaat singkong adalah untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan,
mengurangi peradangan, dan mengendalikan kadar gula darah, singkong juga
kaya akan karbohidrat kompleks dan serat.
Sebelum masuk pada tahap kerja disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu
dibersihkan alat menggunakan etanol 70%. Menurut Hapsari (2015), kadar 70%
alkohol dianjurkan untuk di gunakan sebagai cairan pembersih yang ampuh untuk
membunuh kuman maupun bakteri. Saat etanol dengan konsentrasi 70% mengenai
kuman, maka secara lambat etanol akan menembus sepenuhnya ke dalam sel dan
membuat kuman atau bakteri mati untuk mencegah terjadinya infeksi atau
pencemaran oleh mikroorganisme atau untuk membasmi kuman penyakit.
Kemudian dipotong kecil-kecil sampel singkong (Manihot Esculenta). Alasan
pemotongan kecil-kecil pada sampel menurut Huda (2008), bertujuan untuk
mempermudah dan mempercepat prosses pengolahan amilum. Setelah itu
dimasukan sampel singkong (Manihot Esculenta) kedalam blender dan
ditambahkan air secukupnya.
Kemudian diperas dan disaring menggunakan kain saring hingga terbentuk
endapan. Menurut Soebagio (2009), tujuan utama dari penyaringan untuk prosses
pemisahan campuran antara residu dan filtratdengan melewatkan suatu sampel
atau bahan melalui media berpori atau medium penyaring. Setelah itu dipisahkan
endapan dari filtrat dan diletakan pada cawan porselin. Menurut Gunawan (2004),
alasan dipisahkan filtrat dan endapan bertujuan untuk mengamati hasil endapan
dari filtrat yang didiamkan sedangkan alasan penggunaan cawan porselin menurut
15
Sunarti (2000), digunakannya cawan porselin karena cawan yang bercucuk dan
terbuat dari porselen, digunakan untuk penguapan atau pengeringan padatan
dalam bentuk serbuk. Lalu dipanaskan sampel amilum singkong (Manihot
Esculenta) menggunakan oven dengan suhu 1050c selama 15 menit. Menurut Jung
and wells (2007), tujuan dimasukan ke dalam oven untuk mengeluarkan atau
menghilangkan air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air menggunakan
energi panas dan air yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap
sedangkan menurut Pujiadi (2009), tujuan pengovenan 105oc bertujuan agar air
yang terkandung dalam sampel dapat menguapkan air seluruhnya atau penguapan
dapat terjadi lebih maksimal. Selanjutnya ditimbang hasil endapan amilum
singkong (Manihot Esculenta) yang telah dioven Menurut aziz (2011), dilakukan
penimbangan untuk mengetahui bobot/massa akhir dari sampel. Setelah itu
dilakukan perhitungan persen rendemen dari sampel amilum singkong (Manihot
Esculenta). Menurut Sutyadi (2009), tujuan dihitung persen rendamen untuk
menentukan perbandingan jumlah berat awal dan berat akhir yang diperoleh dari
sampel serta untuk mengetahui banyaknya senyawa bioaktif yang terkandung
dalam sampel.
Adapun hasil persen rendemen yang diperoleh dari percobaan ini
menggunakan sampel singkong (Manihot Esculenta) yaitu 7,8%. Hasil ini
memenuhi persyaratan Farmakope herbal Indonesia. Menurut Depkes RI (2000),
persen rendemen yang baik adalah kurang dari 7,2%.
Kemudian dilakukan pengujian organoleptis atau makroskopis diamati
penampilan fisik amilum singkong (Manihot Esculenta), adapun warnah yang
dihasilkan dari sampel singkong berwarnah putih, bertekstur seperti serbuk dan
mempunyai aroma atau bau yang khas. Menurut Depkes RI (1995), amilum
singkong (Manihot Esculenta) yang dihasilkan berwarna putih, dan tidak berbau
sedangkan menurut Wicaksono (2008) pengujian mikroskopis pada Amilum
singkong memiliki susunan amilum yang tunggal, letak hilus di tengah, bentuk
hilusnya bercabang tiga dan lamela tidak terlihat. Amilum singkong memiliki
kemampuan sebagai pengikat yang lebih baik dibandingkan dengan amilum
16
lainnya, Yamini et al (2011). .Pada uji mikroskopis diambil amilum singkong
(Manihot Esculenta) secukupnya kemudian diletakan pada kaca preparat dan
ditetesi aquadest secukupnya, Menurut Syarif (1993), Tujuan ditetesi air pada
kaca preparat ialah agar suatu benda dapat terlihat jelas, dan dapat menghilangan
apapun yang menghalangi dari benda yang diamati, dapat terlihat jernih dan
jaraknya semakin dekat jika dilihat dari mikroskop karena air dapat memantulkan
bayangan sehingga akan lebih jelas. selanjutnya diamati susunan amilum bentuk
hilus dan lamela menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 40 kali.
Kemungkinan kesalahan pada pembuatan amilum yakni terdapat kesalahan
dalam prosses pemisahan antara filtrat dan residu sehingga endapan yang
dihasilkan belum maksimal dan kesalahan pada uji organoleptis dan mikroskopis
yaitu sulit didapatkan fragmen dari amilum singkong (Manihot Esculenta)
dikarenakan tidak menggunakan reagen smith sehingga hasil yang didapatkan
kurang maksimal.

17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Cara pengujian makroskopis amilum yaitu diambil serbuk amilum,
kemudian amati makroskopis dan organoleptisnya. Untuk makroskopis amati
perubahan warna dan teksturnya. Untuk organoleptisnya dekati butiran amilum ke
hidung dan perhatikan aroma dari butiran amilum tersebut. Lalu diambil sedikit
demi sedikit amilum dengan ujung jari dan letakkan diujung lidah. Amati rasa dari
butiran amilum. Sedangkan untuk pengujian mikroskopisnya yaitu buatlah
perparat sediaan dan amati sedikit amilum dan letakkan di atas kaca objek.
Kemudian, teteskan air secukupnya lalu ditutup. Amatilah dibawah mikroskop
mulai dari pembesaran yang paling kecil sampai terbesar. Jika sulit menemukan
fragmen spesifik dari amilum sampel, maka digunakan reagen smith. Teteskan
pada preparat kemudian di amati.
2. % Rendamen adalah perbandingan produk yang dihasilkan dengan berat
bahan baku.
Jumlah sampel akhir
Rumus % rendamen = ×100 %
Jumlah sampel awal
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Laboratorium
Sebaiknya dapat menambah fasilitas dan memperbaiki alat-alat yang ada
dilaboratorium agar terciptanya suasana yang aman, nyaman dan kondusif.
5.2.2 Saran Untuk Praktikum
Sebaiknya percobaan ini dilakukan dengan metode lain agar diperoleh
perbandingan yang lebih jelas antara metode satu dengan metode lainnya.
5.2.3 Saran Untuk Asisten
Sebaiknya dalam menjelaskan materi jangan terlalu cepat agar praktikan
dapat memahami dan mudah mengerti dengan materi yang disampaikan.

18
19
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S., 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anief, M., 2005, Manajemen Farmasi.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Alimul, Aziz H. (2011). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis


Data.Jakarta: Salemba Medika

Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, 551, 713.
Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan


Obat, Cetakan Pertama, 3-11, 17-19, Dikjen POM, Direktorat Pengawasan
Obat Tradisional.

Febrian, M A. (2015) . Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TB


Paru Anak Di Wilayah Puskesmas Garuda Kota Bandung: Jurnal Ilmu
Keperawatan .

Gunawan, D dan Mulyani S. 2004. Ilmu Obat Alam.Penebar Swadaya : Jakarta.

Hamid, A. Y. (2008). Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Hapsari, D. N. (2015). Pemanfaatan Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle Linn)


Sebagai Hand Sanitizer. Skripsi. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Huda, Nurul dan Nasution, Mustafa Edwin, 2008. Investasi pada Pasar Modal
Syariah. Ed. Revisi. Cet.2, Jakarta: Penerbit Kencana

Hasibuan, M. 2009. Pembuatan Film Layak Makan dari Pati Sagu Menggunakan
Bahan Pengisi Serbuk Batang Sagu dan Gliserol Sebagai Plastisiser.
Medan: Universitas Sumatera Utara.

Lakitan. 2000. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. P.T Raja Grafindo Persada.


Jakarta.

Poedjiadi, A dan Supriyanti, T. (2009) Dasar-dasar Biokimia Edisi Revisi


Jakarta : UI-Press. Revisi). Surabaya: Airlangga University Press.
Saifuddin, A, B. 2011. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal. Jakarta ; PT Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo.

Saifullah, A. 2015. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Tindakan


Perawat dalam Managemen Nyeri Post Operasi di Bangsal Bedah
RSUD DR Suehadi Prijonegoro Sragen.
Sirajuddin, S., dan Najamuddin U., 2011. Biokimia. UNHAS-Press. Makassar.

Shah, B. N., Seth, A. K. & Desai, R. V. (2010). Phytopharmacotology prodile of


lagenaria siceraria: A review. Asian Journal of Plant Science, 9(3), 152-
157

Syarif, R. dan Halid, H.1993.Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan.


Jakarta. Kerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi IPB.

Subana dan Sunarti. 2000. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia.


Bandung: Pustaka Setia.

Widyastuti, Y. (2004). Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersil. (Edisi

Anda mungkin juga menyukai