Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH FARMAKOGNOSI II

KORTEKS DAN LIGNUM

DI SUSUN OLEH

Kelompok III (Tiga)

WULAN PURNAMA D1B120030

AGUSTINA PETROSSYANA KOMOYAP D1B120366

ISMA HIKA IKHSAN D1B120151

DEWI RATNA SARI D1B120079

IKA DEWI YANTI ABDULLAH 183145201050

ADE NURKHOTIMAH D1B120116

NURDIANTI D1B120126

KELAS A / 02 AHLI JENJANG 2021

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR 2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

ini guna memenuhi tugas mata kuliah Farmakognosi II dengan judul: “Korteks dan

Lignum”

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata

sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.

Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik

yang membangun dari berbagai pihak agar kedepannya bisa lebih baik lagi khususnya

dalam pembuatan makalah berikutnya. Dan kami berharap semoga makalah ini dapat

memberikan manfaat bagi pembaca.

Makassar, 26 Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN......................................................................

A. Latar Belakang..........................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................
C. Tujuan.......................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................

A. Defenisi Korteks........................................................................
B. Defenisi Lignum........................................................................
BAB III METODE................................................................................

A. Alat..............................................................................................
B. Bahan...........................................................................................
C. Cara Kerja...................................................................................

BAB IV PENUTUP...............................................................................

A. Kesimpulan..................................................................................
B. Saran............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan berkembangnya teknologi menyebabkan penggunaan pewarna

sintetis meluas hingga ke skala industri rumah tangga yang banyak

menyalahgunakan pewarna yang sebenarnya bukan untuk pangan.Hampir semua

bahan makanan olahan menggunakan pewarna yang tanpa kita sadari pewarna

tersebut banyak berasal dari bahan-bahan kimia dan menimbulkan dampak

negatif terhadap tubuh. Sejak ditemukannya zat pewarna sintetis penggunaan zat

warna alami semakin menurun, meskipun keberadaannya tidak menghilang

sama sekali (Saeful Amin dan Anna Yuliana, 2016).

Keanekaragaman hayati adalah kekayaan hidup di bumi, dimana jutaan

tumbuhan mereka melangsungkan kehidupannya. Keberadaan keanekaragaman

hayati juga terjadi di Indonesia. Indonesia jika ditinjau dari kondisi geografis,

merupakan negara kepulauan seluas sekitar 9 juta km2 yang terletak diantara dua

samudera dan dua benua dengan jumlah pulau sekitar 17.500 buah yang panjang

garis pantainya sekitar 95.181 km, kondisi geografis tersebut menyebabkan flora

di wilayah Indonesia termasuk bagian dari / flora Melanesia yang diperkirakan

memiliki sekitar 25% dari spesies tumbuhan berbunga yang ada di dunia yang

menempati urutan negara terbesar ketujuh dengan jumlah spesies mencapai


20.000 spesies, 40%-nya merupakan tumbuhan endemik atau asli Indonesia.

Terdapat delapan wilayah biogeografi . (Muhammadyah Sorong, 2017).

Pemanfaatan dan pengembangan tanaman obat menjadi investasi besar

bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hal ini karena obat herbal merupakan

warisan budaya bangsa yang menjadi ciri khas pengobatan tradisional Indonesia.

Seiring dengan kampanye diseluruh dunia yang menyerukan back to nature,

pengembangan obat dari bahan alam terus digalakkan. Kebenaran pemilihan

simplisia merupakan aspek penting untuk pengembangan obat tradisional.

Simplisia merupakan bahan alami yang merupakan bahan dasar untuk

pembuatan obat tradisional. Identifikasi simplisia dilakukan sebagai identifikasi

awal untuk menentukan adanya komponen seluler. Kebenaran pemilihan

simplisia merupakan aspek penting untuk pengembangan obat tradisional.

Simplisia merupakan bahan alami yang merupakan bahan dasar untuk pembuatan

obat tradisional (Dr. Rer et all, 2015) .

Keamanan pangan kini menjadi salah satu hal yang mendapat perhatian

serius dari pemerintah. Hal ini dipicu oleh seringnya terjadi peristiwa keracunan

makanan yang dialami masyarakat.Pencemaran makanan oleh kontaminan

sering disebabkan oleh mikroba, dapat pula disebabkan olehKeamanan pangan

kini menjadi salah satu hal yang mendapat perhatian serius dari pemerintah.Hal

ini dipicu oleh seringnya terjadi peristiwa keracunan makanan yang dialami

masyarakat.Pencemaran makanan oleh kontaminan sering disebabkan oleh


mikroba, dapat pula disebabkan oleh bahan kimia yang tidak seharusnya

dikonsumsi misalnya pewarna tekstil (Saeful Amin dan Anna Yuliana, 2016).

Pewarna telah lama digunakan pada makanan untuk meningkatkan cita

rasa.Selain itu, memberikan daya tarik pada konsumen serta dapat meningkatkan

jumlah keuntungan bagi produsen (Saeful Amin dan Anna Yuliana, 2016).

Namun pada dasarnya, banyak tumbuhan yang dapat dimanfaatkan

sebagai pewarna alami, salah satunya adalah kayu secang (Caesalpinia sappan

L.).

Kulit (korteks) adalah jaringan terluar dari tanaman berkayu, meliputi :

kulit batang, cabang atau kulit akar atau buah sampai ke lapisan epidermis. Saat

tumbuhan sudah cukup besar umumnya zat berkhasiat terdapat dalam serat

terutama alkaloid. Korteks juga merupakan bark, kulit kayu. Berupa seluruh

jaringan di luar kambium. Dapat berasal dan akar, batang, dan cabang. Contoh :

Kina (Chinae cortex), Kayu Manis (Cinnamoni cortex), Susunan korteks apabila

dilihat penampang melintangnya terdapat : Sel gabus, pada korteks gunanya

untuk mempertahankan diri terhadap keadaan luar, misalnya karena sudah

tua. Floem, gunanya untuk mengangkut makanan dari daun ke seluruh bagian

tanaman. Sel parenkim, di dalamnya terdapat sel batu, kristal oksalat berbentuk

prisma atau drust dan amilum. Jari-jari empelur, terdapat kristal oksalat dan

amilum.
Kulit kayu manis (Cinnamomi Cortex) adalah kulit kayu Cinnamomum

zeylanicum, suku Lauraceae. Fragmen pengenal pada mikroskopik serbuk adalah

serat sklerenkim tipis, noktah tidak jelas. Kulit kayu manis adalah sejenis

rempah-rempah yang diperoleh dari kulit bagian dalam beberapa spesies pohon

genus Cinnamomum yang digunakan untuk masakan yang manis dan sedap.

Batang berkayu dan bercabang-cabang. Daun tunggal, lanset, warna daun merah

pucat setelah tua berwarna hijau. Percabangan bentuk malai tumbuh di ketiak

daun, warna kuning. Berakar tunggang.

Potongan kulit kayu manis berbentuk gelondong, agak menggulung

membujur, agak pipih atau berupa berkas yang terdiri dari tumpukan beberapa

potong kulit yang tergulung membujur, panjang sampai 1 m, tebal kulit 1 mm

sampai 3 mm atau lebih. Permukaan luarnya yang tidak bergabus berwarna

coklat kekuningan atau coklat sampai coklat kemerahan, bergaris-garis pucat

bergelombang memanjang dan bergaris-garis pendek melintang.

Simplisia Kayu (Lignum) diambil dari tanaman dicotyledon, merupakan

xylem sekunder yang terbentuk karena aktifitas kambium batang. Jaringan

pembuluh masih terlihat dalam lignum yaitu pembuluh kayu yang berfungsi

membawa makanan dari akar ke daun dan pembuluh tapis yaitu membawa

makanan dari daun kebagian lain. Pada preparat akan terlihat serat, parenkim,

dan jari- jari empelur.

Kayu secang (Sappan Lignum) adalah kayu Caesalpinia sappan, suku

Caesalpiniaceae. Fragmen pengenal pada mikroskopik serbuk kayu adalah jari-


jari empelur terdapat zat warna jingga oranye. Kayu secang adalah pohon

anggota suku polong-polongan (Fabaceae) yang dimanfaatkan pepagan (kulit

kayu) dan kayunya sebagai komoditi perdagangan rempah-rempah.

Secang (Caesalpinia sappan L) merupakan perdu yang umumnya tumbuh di

tempat terbuka sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut seperti di darah

pegunungan yang berbatu tetapi tidak terlalu dingin. Tingginya 5 – 10 m.

Batangnya berkayu, bulat dan berwarna hijau kecoklatan. Pada batang dan

percabangannya terdapat duri-duri tempel yang bentuknya bengkok dan letaknya

terebar. Tumbuhan ini berasal dari Asia Tenggara maritim (Nusantara) dan

mudah ditemukan di Indonesia. Kulit kayunya dimanfaatkan orang sebagai bahan

pengobatan, pewarna, dan minuman penyegar.

Identifikasi simplisia dilakukan sebagai identifikasi awal untuk

menentukan adanya komponen seluler yang spesifik dari tanaman itu sendiri dan

dapat digunakan sebagai pedoman standarisasi bahan/simplisia). Identifikasi

simplisia meliputi pengamatan makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan

makroskopis bertujuan untuk melihat karakter dari bagian tanaman itu sendiri.

Uji mikroskopis bertujuan untuk mengamati fragmen pengenal yang merupakan

komponen spesifik untuk mengindentifikasi tanaman tersebut. (Dr. Rer et all,

2015) .
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara mengetahui ciri-ciri spesifik cacahan kulit dan kayu?

2. Bagaimana cara mengetahui fragmen-fragmen spesifik pada serbuk kulit dan

kayu.?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui ciri-ciri spesifik cacahan kulit dan kayu.

2. mengetahui fragmen-fragmen spesifik pada serbuk kulit dan kayu.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Korteks

Korteks  adalah bagian terluar dari batang atau akar tumbuhan yang dibatasi

di bagian luar oleh epidermis dan di bagian dalam oleh endodermis. Korteks tersusun

dari jaringan penyokong yang tidak terdiferensiasi dan menyusun jaringan dasar.

Pada organ yang telah cukup umur, sel-sel terluar korteks dapat mengalami penebalan

dinding sel dan disebut sebagai sel-sel kolenkim. Selain itu, sel-sel terluar juga dapat

memiliki  kloroplas. Pada bagian korteks tersusun atas parenkim, sklerenkim dan

kolenkim. Parenkim sebagai jaringan dasar yang fungsinya untuk menyimpan

cadangan makanan. Sklerenkim dan kolenkim merupakan jaringan penyokong atau

penguat.  Kortek memiliki rongga antar sel untuk tempat masuk air dan hara..
Batang merupakan bagian kedua dari tumbuhan setelah akar. Batang bersatu

dengan akar melanjutkan sari makanan yang dibawa oleh akar melalui jaringan

pengangkut. Pada beberapa jenis tumbuhan, batang berfungsi sebagai tempat

menyimpan cadangan makanan, misalnya pada ubi jalar dan kentang. Batang pada

umumnya berada di atas permukaan tanah. Ada tiga jenis batang tumbuhan yang

terdapat di sekitar, yaitu batang berkayu, batang berair (batang basah) dan batang

rumput (berongga).. Mengingat tempat dan kedudukannya bagi tubuh tumbuhan,

batang dapat disamakan dengan sumbu tubuh tumbuhan. Pada umumnya pada batang

terdapat bermacam-macam jaringan tetapi pada dasarnya batang memiliki lapisan-

lapisan jaringan yang sama dengan akar, yaitu Epidermis, Korteks, dan Silinder pusat

(Stele).

Titik tumbuh batang pada umumnya tidak mempunyai pelindung yang

khusus, tetapi balutan bakal daunnya berfungsi sebagai pelindung. Pada ujung batang

terdapat tiga daerah perkembangan seperti pada ujung akar. Bagian-bagian batang

menurut irisan memanjang terdiri atas Zona Meristem, Zona Memanjang, dan Zona

Pematangan (diferensial).

1. Struktur Dan Jenis Batang

Struktur batang:

Struktur Morfologi:
1.    Batang herba, umumnya batang lunak, berwarna hijau (karena terdapat

klorofil), terdapat stomata, sedikit / tidak ada jaringan kayu, ukuran kecil, dan

umurnya relatif pendek.

2.    Batang berkayu, umumnya batang keras, terdapat jaringan kayu,

berwarna coklat, terdapat lentisel, ukuran besar, dan umurnya relatif

panjang.

Struktur Anatomi:

Dari lapisan luar ke dalam

1.  Jaringan Epidermis, terdiri dari selapis sel, dinding sel menebal, dilindungi

oleh kutikula

2.   Jaringan Korteks, terdiri dari beberapa lapis sel, berongga-rongga,

bervakuola besar, berfungsi sebagai tempat menyimpan cadangan

makanan.

3.    Stele, terdiri dari xylem dan floem. Letak jaringan pengangkut (xylem dan

floem) pada tumbuhan dikotil lebih teratur dari pada tumbuhan

Jenis batang:

Pada batang dikotil terdapat lapisan-lapisan dari luar ke dalam :

a.  Epidermis

 Terdiri atas selaput sel yang tersusun rapat, tidak mempunyai ruang antar

sel. Fungsi epidermis untuk melindungi jaringan di bawahnya. Pada batang


yang mengalami pertumbuhan sekunder, lapisan epidermis digantikan oleh

lapisan gabus yang dibentuk dari kambium gabus.

b.   Korteks

Korteks batang disebut juga kulit pertama, terdiri dari beberapa lapis sel,

yang dekat dengan lapisan epidermis tersusun atas jaringan kolenkim,

makin ke dalam tersusun atas jaringan parenkim.

c.   Endodermis

Endodermis batang disebut juga kulit dalam, tersusun atas selapis sel,

merupakan lapisan pemisah antara korteks dengan stele. Endodermis

tumbuhan Anguiospermae mengandung zat tepung, tetapi tidak terdapat

pada endodermis tumbuhan Gymnospermae.

d.  Stele/ Silinder Pusat

Merupakan lapisan terdalam dari batang. Lapis terluar dari stele disebut

perisikel atau perikambium. lkatan pembuluh pada stele disebut tipe

kolateral yang artinya xilem dan floem. Letak saling bersisian, xilem di

sebelah dalam dan floem sebelah luar.

Antara xilem dan floem terdapat kambium intravasikuler, pada perkembangan

selanjutnya jaringan parenkim yang terdapat di antara berkas pembuluh angkut

juga berubah menjadi kambium, yang disebutkambium intervasikuler. Keduanya

dapat mengadakan pertumbuhan sekunder yang mengakibatkan bertambah

besarnya diameter batang. Pada tumbuhan Dikotil, berkayu keras dan hidupnya

menahun, pertumbuhan menebal sekunder tidak berlangsung terus-menerus, tetapi


hanya pada saat air dan zat hara tersedia cukup, sedang pada musim kering tidak

terjadi pertumbuhan sehingga pertumbuhan menebalnya pada batang tampak

berlapis-lapis, setiap lapis menunjukkan aktivitas pertumbuhan selama satu tahun,

lapis-lapis lingkaran tersebut dinamakan Lingkaran Tahun. .( Anna Yuliana,dkk

2016).

2. Batang Monokotil

Pada batang Monokotil, epidermis terdiri dari satu lapis sel, batas antara

korteks dan stele umumnya tidak jelas. Pada stele monokotil terdapat ikatan

pembuluh yang menyebar dan bertipe kolateral tertutup yang artinya di antara xilem

dan floem tidak ditemukan kambium. Tidak adanya kambium pada

Monokotil menyebabkan batang Monokotil tidak dapat tumbuh membesar, dengan

perkataan lain tidak terjadi pertumbuhan menebal sekunder. Meskipun demikian, ada

Monokotil yang dapat mengadakan pertumbuhan menebal sekunder, misalnya pada

pohon Hanjuang (Cordyline sp) dan pohon Nenas seberang (Agave

sp) Batang merupakan bagian dari tumbuhan yang amat penting, dan mengingat serta

kedudukan batang bagi tubuh tumbuhan, batang dapat disamakan dengan sumbu

tubuh tumbuhan.( Anna Yuliana,dkk 2016).

3  Fungsi Batang

1.    Penghubung dalam pengangkutan air dan unsur hara dari akar menuju daun

dan pengangkutan hasil fotosintesis dari daun ke seluruh tubuh.

2.    Tempat tumbuhnya daun dan organ-organ generatif seperti bunga dan buah.
3.    Memperluas tajuk tumbuhan untuk efisiensi penangkapan cahaya matahari.

4.    Efisiensi penyerbukan dan membantu pemencaran benih.

5.    Sebagai tempat penyimpanan makanan cadangan.

4. Jaringan Penyusun Batang

 Pada dasarnya batang memiliki lapisan-lapisan jaringan yang sama

dengan akar, yaitu Epidermis, Korteks, dan Silinder pusat (Stele).

1.    Epidermis, tersusun oleh satu lapis sel, tanpa ruang antarsel, dinding luar

mengalami penebalan dari kutin yang disebut kutikula, dan pada tumbuhan

kayu tua terdapat kambium gabus. Derivat epidermis pada batang berupa

lentisel, trikoma, sel silika, dan sel gabus.

2.    Korteks mengandung amilum dan tersusun oleh sel-sel parenkim, kolenkim,

serta skerenkim,.

3.    Silinder pusat (stele), terdiri atas periskel yang bersifat meristematis, sel

parenkim (emepulur), dan berkas pengangkut (xilem dan floem)


 Gambar 1 jaringan Dasar Korteks Gambar 2 Stuktur Morfologi Dan Anatomi

Tumbuhan

2. Definisi Lignung

Lignum atau zat kayu adalah salah satu zat komponen penyusun tumbuhan.

Komposisi bahan penyusun ini berbeda-beda bergantung jenisnya. Lignum terutama

terakumulasi pada batang tumbuhan berbentuk pohon dan semak. Pada batang, lignin

berfungsi sebagai bahan pengikat komponen penyusun lainnya, sehingga suatu pohon

bisa berdiri tegak (seperti semen pada sebuah batang beton). Lignung adalah

komponen penyusun utama dari dinding sel tumbuhan dan beberapa algae.  Lignung

juga masih berikatan erat dengan selulosa dan hemiselulosa. Komponen ini

merupakan komponen rantai atau cabang panjang yang terbentuk di dalam dinding

sel. Keberadaan ligninung sangat melimpah di alam yang mana merupakan

komponen polimer organic kedua terbanyak di bumi setelah selulosa. Struktur dari

lignung adalah kompleks, tidak teratur, acak, dan penyusun utamanya dari senyawa

aromatik, yang mana menambah elastisitas matrik selulosa dan hemiselulosa. Akibat

dari kekompleksan inilah lignin merupakan komponen linoselulosa yang sulit untuk

dipecah. Hal ini dikarenakan struktur kristal pada lignin lebih tinggi daripada selulosa

dan hemiselulosa.( Mulyani, Sri. 2014 ).


Lignum adalah suatu polimer yang komplek dengan bobot molekul tinggi

yang tersusun atas unit-unit fenilpropana. Lignun termasuk ke dalam kelompok bahan

yang polimerisasinya merupakan polimerisasi cara ekor (endwisepolymerization),

yaitu pertumbuhan polimer terjadi karena satu monomer bergabung dengan polimer

yang sedang tumbuh. Polimer lignin merupakan polimer bercabang dan membentuk

struktur tiga dimensi. Di alam keberadaan lignum pada kayu berkisar antara 25-30%,

tergantung pada jenis kayu atau faktor lain yang mempengaruhi perkembangan kayu.

Ligninung mempunyai bobot molekul yang rendah di dalam kayu namun menjadi

makromolekul yang mempunyai bobot molekul lebih tinggi ketika terlarut. Bobot

molekul ini menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi fungsi fisik dari

ligninung

 Peran Lignum bagi Tumbuhan

Lignum terutama terakumulasi pada batang tumbuhan berbentuk pohon dan

semak. Berikut ini merupakan peran lignin pada tumbuhan :

1.      Lignum merupakan struktur penyusun dinding sel.

Struktur Dinding Sel Tumbuhan :  Dinding sel tumbuhan adalah bagian

paling luar dari sel tumbuhan. Dinding sel juga merupakan salah satu

perbedaan antara sel tumbuhan dan sel hewan. Pada dasarnya dinding sel

tumbuhan tersusun atas serabut serabut panjang dan keras yang masing

masing terbenam dalam matriks protein dan polisakarida. Serabut serabut ini
umumnya tersusun atas selulose (selulosa), dan matriksnya sebagian besar

tersusun atas hemiselulose (hemiselulosa) dan pektin.

  Pektin adalah salah satu dari polisakharida pada matriks dinding sel

tumbuhan. Molekul glikoprotein dinding sel akan beranyaman dengan

molekul-molekul pektin. Dinding sel tumbuhan setelah mengalami

pertumbuhan sekunder akan membentuk tiga lapisan yaitu lamela tengah,

dinding primer dan dinding sekunder.

  Lamela tengah adalah lapisan dinding sel yang memiliki fungsi sebagai

“lem” atau perekat untuk membentuk jaringan tumbuhan. Lamela tengah

tersusun dari zat kitin. Terjadi lignifikasi pada lamela tengah tumbuha

berkayu atau penambahan zat lignin yang akan menguatkan atau membuat

tumbuhan lebih kaku dan kokoh.

  Dinding primer, adalah bagian dinding sel yang dibentuk paling awal  dan

selama sel tumbuhan dalam fase perkembangan. Lapisan dinding sel ini

disusun oleh selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Pada dinding primer ini

terkadang ditemukan lignin.

  Dinding sekunder adalah lapisan yang terletak dibagian dalam  dari

dinding sel primer tumbuhan (lihat gambar struktur dinding sel tumbuhan).

Lapisan yang terbentuk setelah terjadi pertumbuhan ini  mengandung zat

selulosa, lignin dan hemiselulosa.


            Fungsi utama dari dinding sel tumbuhan adalah menyediakan perlindungan bagi

sel di dalamnya. Dinding sel juga berfungsi dalam mengikat serta menghubungkan

antara tiap sel sehingga membentuk jaringan dan tumbuhan yang utuh. Sekilas,

dinding sel tumbuhan merupakan ruang tertutup rapat atau penjara bagi sel tumbuhan

di dalamnya, akan tetapi, dinding sel menyediakan plasmodesmata. Fungsi dari

plasmodesmata pada dinding sel tumbuhan adalah sebagai penyedia jalur komunikasi

antara sel-sel tumbuhan yang bersangkutan. Fungsi dinding sel tumbuhan akan

mengalami perubahan sesuai dengan pengkhususan atau spesialisasi (diferensiasi) sel

tumbuhan tersebut sehingga fungsi utama sel yaitu sebagai perlindungan dan

kemudahan komunikasi antar sel tetap dapat disesuaikan.

2.      Penyusun Jaringan Penyokong.

           Lignum merupakan komponen penyusun jaringan penyokong yaitu, jaringan

sklerenkim. Sklerenkim merupakan jaringan penguat atau penyokong tumbuhan yang

terdiri atas sel – sel yang mengalami penebalan sekunder di bagian dinding selnya.

Adanya dinding sekunder ini merupakan ciri khas pada jaringan yang berfungsi

memperkuat tubuh tumbuhan dengan penebalan sekunder yang terjadi pada seluruh

dinding selnya. Yang membedakan sklerenkim dengan jaringan penguat lainnya

(kolenkim) ialah sel –sel penyusun sklerenkim merupakan sel mati (tidak melakukan

aktivitas metabolisme). Selain itu, sklerenkim menyokong bagian tubuh tumbuhan

yang telah dewasa. Penebalan sekunder pada dinding sel sklerenkim tersusun atas

senyawa lignum yang menyebabkan jaringan ini memiliki daya regang tinggi

(elastis). (Anonim. 2015.)


3.  Berdasarkan asal - usulnya dibedakan menjadi:

a)      Serat

Serat berkembang dari diferensiasi meristem primer secara langsung.

Sklerenkim jenis ini memiliki bentuk sel yang memanjang, sehingga disebut bentuk

serat atau serabut. Pada umumnya sel – sel ini berkumpul menggerombol membentuk

suatu berkas silinder yang tak terputus, namun ada juga yang membentuk sel tunggal.

Serat dapat ditemukan di antara jaringan pengangkut, berkas serat daun, pelindung

biji, batang, dan lainnya.

b)      Sklereid

Disebut juga sel batu. Berbeda dengan serat, sklereid berkembang dari diferensiasi

jaringan parenkim (meristem dasar). Karakteristik yang dimiliki oleh sklereid hampir

sama dengan serat, mulai dari penebalan sekunder oleh lignin pada dinding selnya,

terdapat pada organ dewasa. Yang membedakan keduanya ialah asal

pembentukannya, selain itu sklereid lebih banyak memiliki variasi bentuk, antara

lain :

         Bulat (sel batu/ brakisklereid), pada tempurung kelapa

         Batang (tiang/makrosklereis) pada biji kacang-kacangan

         Seperti tulang (osteosklereis), kulit biji kacang.

         Asterosklereis (bintang), tangkai daun teh.

         Rambut (trikosklereid) pada mesofil daun.


Gambar 3 Lingnum
BAB III

Metodologi Penelitian

A. Alat

1. Kortex

Rotary Vacuum Evaporator (Heidolp), gelas obyek, gelas penutup, pipet

tetes, batang gelas, timbangan analitik, tabung reaksi.

2. Lignum

spektrofotometri ultraviolet-visible, gelas obyek, timbangan analitik, gelas

penutup, pipet tetes, batang gelas.

B. Bahan

1. Kortex

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu korteks batang Salam,

pelarut n-heksan, pereaksi Dragendorf, pereaksi Mayer, pereaksi

Bouchardat, pita magnesium, serbuk seng, natrium karbonat, asam sulfat,

asetat anhidrat, serbuk magnesium, asam klorida, etanol, besi(III) klorida,

natrium hidroksida, natrium bikarbonat, dan kloroform dengan grade pro

analyst buatan Merck serta akuades.

2. Lignum

Kayu secang (Caesalpinia sappan L.) kering yang diperoleh dari Kebun

Percobaan dan Percontohan Manoko Lembang Bandung, aquadestilata,

dan larutan buffer sitrat pH 4,0; pH 4,5; pH 5,0; pH 5,5; dan pH 6,0.
C. Cara Kerja

1. Kortex

Korteks batang Salam dibuat serbuk simplisia, kemudian dimaserasi

dengan pelarut n-heksan selama 3x24 jam selama 3 kali. Ekstrak yang

dihasilkan dikentalkan dengan rotary vacuum evaporator. Dilakukan

skrining fitokimia meliputi uji alkaloid, fenol, flavonoid, saponin, tanin,

triterpenoid, steroid, dan terpenoid (Harborne, 1987; Dirjen POM, 2000;

Gowry et al., 2010; Tukiran et al., 2016).

a) Identifikasi Alkaloid

Sampel uji ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml

asam klorida 2N dan 9 mL air suling, dipanaskan di atas penangas air


selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh

dipakai untuk uji alkaloid, diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya

dimasukan 0,5 mL filtrat. Masing- masing tabung reaksi pertama

ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer akan terbentuk endapan berwarna

putih atau kuning. Tabung reaksi kedua ditambahkan 2 tetes pereaksi

Bauchardat akan terbentuk endapan coklat. Tabung reaksi ketiga

ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorf akan terbentuk endapan

putih. Sampel dikatakan mengandung alkaloid jika terjadi endapan

atau kekeruhan pada paling sedikit dua dari tiga percobaan di atas

b) Identifikasi Fenol

Identifikasi senyawa fenolik dapat dilakukan dengan penambahan

natrium hidroksida. Sampel disebut dikatakan mengandung senyawa

fenolik 18 ditunjukan dengan timbulnya warna merah.

c) Identifikasi Flavonoid

Sebanyak 10 g sampel uji ditambahkan 10 mL air panas, didihkan

selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 mL

filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 mL asam klorida

pekat dan 2 mL amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah.

Sampel disebut mengandung flavonoid jika terjadi warna merah pada

lapisan amil alcohol.

d) Identifikasi Saponin
Sampel uji ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukan ke dalam tabung

reaksi lalu ditambahkan 10 mL air panas, didinginkan kemudian

dikocok kuat selama 10 detik. Jika berbusa dan tidak hilang dengan

ditambahkan asam klorida 2N menunjukkan adanya kandungan

saponin.

e) Identifikasi Tanin

Sampel uji ditimbang sebanyak 1 g, dididihkan selama 3 menit dalam

100 mL air suling lalu didinginkan dandisaring. Larutan diambil 2 mL

ditambahkan 1- 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi

warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukan adanya tanin.

f) Identifikasi Glikosida Identifikasi senyawa glikosida dilakukan

dengan penambahan asam asetat glasial lalu ditambahkan besi (III)

klorida dan ditambahkan asam sulfat pekat dan dikocok. Sampel

dikatakan mengandung senyawa glikosida ditunjukan dengan

timbulnya cincin warna ungu.

g) Identifikasi Triterpenoid

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi selama 2 jam dengan pelarut non

polar n heksana sebanyak 20 mL dan disaring. Filtratnya diuapkan di

dalam cawan uap. Tambahkan 3 tetes pereaksi Liebermann-Burchard

ditambahkan ke dalam sisa filtrat. Timbulnya warna hijau

menandakan adanya kandungan senyawa steroid dan warna merah

atau ungu yang dikatakan mengandung senyawa triterpenoid.


2. Lignum

a. Determinasi Tanaman Determinasi kayu secang (Caesalpinia sappan

L.) dilakukan di Laboratorium Herbarium Sekolah Ilmu Jurnal

Kesehatan Bakti Tunas Husada Volume 15 Nomor 1 Februari 2016 58

dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung.

b. Optimasi dan Uji Stabilitas Zat Warna dari Kayu Secang Terhadap pH

Optimasi pH dilakukan dengan penambahan larutan buffer sitrat pH

4,0; pH 4,5; pH 5,0; pH 5,5; dan pH 6,0. Timbang serbuk kayu secang

sebanyak 2,5 gram, masukkan kedalam tabung gelas kimia yang telah

berisi pelarut 50 mL air dan larutan buffer sitrat masing-masing pH.

Maserasi selama ± 21 menit, kemudian saring menggunakan kertas

saring. Ambil filtratnya dan ukur serapan absorbansi dari masing-

masing perlakuan menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet-

visible.

c. Optimasi dan Uji Stabilitas Zat Warna dari Kayu Secang Terhadap

Suhu

Timbang serbuk kayu secang sebanyak 2,5 gram, masukkan kedalam

gelas kimia yang telah berisi pelarut air dan larutan buffer sitrat pH 6.

Maserasi selama ± 21 menit, kemudian saring menggunakan kertas

saring.Filtrat dipanaskan pada suhu 25oC, 30oC, 40oC, 50oC, 60oC,

70oC, 80oC, 90oC dan 100oC Selanjutnya ukur serapan absorbansi dari

masing-masing suhu tersebut menggunakan metode spektrofotometri


ultraviolet-visible.Analisis Zat Warna Menggunakan

Spektrofotometer Inframerah Dilakukannya analisis zat warna

menggunakan spektrofotometri inframerah untuk mengetahui gugus

fungsi dari secang (Caesalpinia sappan L.). Dengan cara setelah alat

siap untuk menganalisa masukkan sampel cair yang akan diuji

(masukkan disekitar Germanium) (Thermo Scientific nicolet iS5).

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ekstrak n-heksan korteks batang salam mengandung senyawa metabolit

sekunder golongan steroid, terpenoid dan triterpenoid. Dengan demikian,

ekstrak n-heksan korteks batang salam mengandung senyawa golongan

terpenoid dan triterpenoid yang berpotensi sebagai antibakteri.


2. Kondisi optimum untuk ekstraksi kayu secang menggunakan pelarut air yaitu

dengan perbandingan kayu secang dan air 1:20 (b/v) selama 21 menit pada

pH 6,0 dan suhu 900C. Hal ini didukung oleh hasil spektrum spektrofotometri

inframerah bahwa pada suhu 250C dan suhu 900C tidak menampakkan pola

spekttrum yang berbeda-beda. Namun, pada ekstrak secang suhu 1000C

muncul gugus-gugus fungsi baru.

B. Saran

Diharapkan agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut terhadap korteks

dan lignum pada tumbuhan lain.

DAFTAR PUSTAKA

Anna Yuliana,dkk 2016 Analisis Dan Uji Kestabilan Zat Warna Kayu Secang

Menggunakan Spektrofotomerteruv Visible Dan Inframerah STIKES Bakti

Tunas Husada Tasikmalaya.

Anonim,2016 Lingnum Atau Zat Kayu blokhttp;/ iandrumer,Jakarta indonesia

Dr.Rer.nat I.M.G. et all. 2015. Identifikasi simplisia kulit batang cempaka kuning

(Michelia Champaca L.) Secara makroskopis dan mikroskopis. Fmipa

universitas udayana buki. Volume iii nomor 2 halaman 1 - 103 edisi september

2015.
Mulyani,dkk 2016 Analisis Sifat Fisika Dan Kimia Lingnum Tandan Kosong Kelapa

sawit Asal Desa, Kabupaten Sanggau, Kalimatan Barat.

stkip. muhammadiyah sorong.2017. Identifikasi anatomi tumbuhan sirih hutan (Piper

Aduncum L) bogar iknatius malak. program studi pendidikan biologi stkip

muhammadiyah sorong. biolearning journal issn: 2406-8233; eissn; 2406-8241

volume 08 juni 2017 50.

Saeful A. Yuliana A. 2016. Analisis dan uji kestabilan zat warna kayu secang

(Caesalpinia Sappan L.) menggunakan spektrofotometeruv-visible dan

inframerah. program studi s1 farmasi stkes bakti tunas husada tasikmalaya.

jurnal kesehatan bakti tunas husada volume 15 nomor 1 februari 2016 56.

Anda mungkin juga menyukai