Anda di halaman 1dari 49

Laporan Praktikum

FITOKIMIA I
“KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS”
Diajukan untuk memenuhi nilai praktikum Fitokimia I

OLEH

KELOMPOK : IV (EMPAT)
KELAS : A – S1 FARMASI 2021
ASISTEN : ABDULLAH WALANGADI, S.Farm.

LABORATORIUM FARMASI BAHAN ALAM


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2023
Lembar Pengesahan
FITOKIMIA I
“KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS”

OLEH:

KELAS : A – S1 FARMASI 2021


KELOMPOK : IV (EMPAT)

1. AMAR MARUF (821421048)


2. SITI FADILA M. KOLY (821421002)
3. NURMIATI I. PANU (821421003)
4. ANNISA HUMAIRA YUSUF (821421030)
5. NI KADEK YUNIARTI (821421056)

Gorontalo, April 2023 NILAI


Mengetahui,
Asisten

ABDULLAH WALANGADI, S.Farm.


KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
praktikum Fitokimia I percobaan “Kromatografi Lapis Tipis”. Shalawat serta salam
tidak lupa pula disampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah
membawa umat menuju jalan kebahagiaan dan keberkahan di dunia dan di akhirat.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Asisten Laboratorium yang telah
berperan dalam Pembimbingan Laporan dari Kelompok IV (Empat) pada
percobaan “Kromatografi Lapis Tipis”, serta teman-teman kelompok yang ikut
berpartisipasi dalam penyusunan laporan ini.
Kami menyadari laporan ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi
isi maupun dari segi metodologi dan bahasanya. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan
laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi
pembaca umumnya.
Wasalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, April 2023

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................3
1.3 Tujuan Percobaan ......................................................................................3
1.4 Manfaat Percobaan ....................................................................................3
1.5 Prinsip Percobaan ......................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................4
2.1 Dasar Teori ...............................................................................................4
2.2 Uraian Tanaman .....................................................................................13
2.3 Uraian Bahan ..........................................................................................23
BAB III METODE PRAKTIKUM ....................................................................26
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ..............................................................26
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................26
3.3 Cara Kerja................................................................................................26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................28
4.1 Hasil Percobaan .......................................................................................28
4.2 Pembahasan .............................................................................................29
BAB V PENUTUP ...............................................................................................33
5.1 Kesimpulan ..............................................................................................33
5.2 Saran ........................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keanekaragaman hayati Indonesia yang menjadikannya sebagai lahan
utama bagi mereka yang mengembangkan penemuan berbagai senyawa kimia
yang ditemukan di alam. Hal ini memerlukan penelitian khusus untuk melakukan
isolasi senyawa kimia yang terkandung pada bahan alam tertentu. Kandungan
senyawa kimia dalam bahan alam tertentu dapat digunakan dalam bidang
kesehatan. Berbagai tumbuhan dapat dijadikan sebagai sumber obat seperti
kelompok sayur-sayuran, buah-buahan dan bunga-bungaan serta tumbuhan.
Tumbuhan merupakan salah satu komponen terbesar dengan berbagai
keanekaragamannya yang dimiliki oleh alam. Tumbuhan memiliki peranan yang
jauh sangat penting. Pada komunitas flora sendiri, terdapat berbagai macam
klasifikasi tersendiri. Seperti tumbuhan yang familiar karena peranannya sebagai
bahan makanan untuk kelangsungan hidup manusia, hingga tumbuhan yang
bahkan tak dikenal sama sekali, bukan karena tidak memiliki manfaat tetapi
karena pengetahuan tentang manfaatnya yang sangat minim di kalangan
masyarakat. Beberapa dekade ini, pemanfaatan tumbuhan sebagai pengobatan
penyakit semakin marak ditindak lanjuti. Hal yang lebih mencengangkan adalah
bahwa tumbuhan yang pada dasarnya tidak memilki keterkaitan erat dengan
kehidupan manusia justru muncul sebagai obat herbal untuk penanganan
penyakit, tumbuhan merupakan gudang atau tempat penyimpanan bahan kimia
terbesar, dimana ada ribuan jenis senyawa kimia yang terkandung didalam
tanaman, namun sampai dengan saat ini masih begitu banyak peranan dan fungsi
dari senyawa-senyawa kimia ini yang belum terungkap seluruhnya. Senyawa-
senyawa kimia tersebut memiliki bioaktivitas yang sangat beragam, sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat maka senya senyawa kimi tersebut
perlu diekstraksi.
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan
atau cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahan
satu atau lebih komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut
1
cair (solven) sebagai separating agen. Pemisahan terjadiatas dasar kemampuan
larut yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran.
Komponenkomponen kimia yang terkandung di dalam bahan organik seperti
yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan oleh keperluan
hidup manusia, baik komponen senyawa tersebut digunakan untuk keperluan
industri maupun untuk bahan obat-obatan. Komponen tersebut dapat diperoleh
dengan metode ekstraksi dimana ekstraksi merupakan proses pelarutan
komponen kimia yang sering digunakan dalam senyawa organik untuk
melarutkan senyawa tersebut dengan menggunakan suatu pelarut hasi penarikan
senyawa dari tumbuhan kemudia di proses untuk mengurangi kadar pelarut yang
terdapat pada ekstrak tersebut dengan cara evaporasi .
Evaporasi adalah suatu proses yang bertujuan memekatkan larutan yang
terdiri atas pelarut (solvent) yang volatile dan zat terlarut (solute) yang non
volatile. Evaporasi adalah proses pengentalan larutan dengan cara mendidihkan
atau menguapkan pelarut. Di dalam pengolahan hasil pertanian proses evaporasi
bertujuan untuk meningkatkan larutan sebelum proses lebih lanjut, memperkecil
volume larutan, menurunkan aktivitas air setelah di evaporasi hasil dari
evaporasi akan menghasilkan ekstrak dengan berbagai macam konsistensi
setelah di evaporasi ekstrak perlu di identifikasi untuk mengetahui senyawa yang
terkandung di dalamnya ada berbagai maca metode yang dapat di lakukan salah
satunya adalah kromatografi lapis tipis.
Kromatografi lapisan tipis (KLT) merupakan metode pemisahan
komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorbsi atau partisi oleh fase diam
di bawah pengaruh gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang
campur. Pemilihan pelarut pengembang sangat dipengaruhi oleh macam dan
polaritas zat-zat kimia yang dipisahkan selain itu KLT merupakan salah satu
bentuk/model dari kromatografi cair dimana sampel diaplikasikan sebagai noda
atau goresan pada lapisan penjerap tipis yang dilaburkan diatas lempeng plastik,
gelas, atau logam digunakannya metode ini memiliki beberapa alasan.
Beberapa alasan digunakannya KLT diantaranya adalah penggunaan
yang mudah, dapat digunakan secara luas pada sampel yang berbeda,
2
sensitivitasnya tinggi, kecepatan pemisahan dan biaya yang relatif lebih murah.
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan percobaan kromatografi lapis
tipis agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana proses mengidentifikasi suatu
ekstrak tumbuhan dengan uji kualitatif kromatografi lapis tipis.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari percobaan ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan ekstrak ?
2. Apa yang di maksud dengan kromatografi lapis tipis ?
3. Bagimana prinsip kerja kromatografi lapis tipis ?
1.3 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan ekstrak
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa yang di maksud dengan
kromatografi lapis tipis
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui bagimana prinsip kerja kromatografi
lapis tipis
1.4 Manfaat Percobaan
Adapun manfaat dari percobaan ini yaitu :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ekstrak
2. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan kromatografi lapis tipis
3. Untuk mengetahui bagimana prinsip kerja kromatografi lapis tipis
1.5 Prinsip Percobaan
Prinsip KLT adalah distribusi senyawa antara fase diam berupa padatan
diletakkan pada plat kaca atau plastik dan fase gerak berupa cairan, yang bergerak
diatas fase diam sampel ditotolkan. Pelarut bergerak melalui partikel senyawa pada
plat.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Kromatografi
Dari segi teknik pelaksanaannya, kromatografi berkembang dari
kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi lapisan tipis (KLT),
kromatografi gas (GC), dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Pada
dasarnya semua kromatografi menggunakan dua fase, yaitu fase diam (stasioner)
dan fase gerak (mobile) (Jayanti Fonda, 2011).
Ditinjau dari mekanismenya, kromatografi merupakan teknik pemisahan
campuran zat yang berdasarkan atas perbedaan kecepatan migrasi dari masing-
masing komponennya pada fase diam dibawah pengaruh suatu pelarut (eluen) yang
bergerak atau yang disebut fase gerak. Berdasarkan mekanisme terjadinya
pemisahan, macam fase diam serta teknik operasionalnya, kromatografi
digolongkan sebagai berikut : (Jayanti Fonda, 2011).
1. Berdasarkan mekanisme terjadinya pemisahan :
a. Kromatografi adsorbsi
b. Kromatografi partisi
c. Kromatografi penukar ion
d. Kromatografi filtrasi/permeasi
e. Kromatografi elektroforesis
2. Berdasarkan macam fase gerak dan fase diam
a. Kromatografi cair-padat
b. Kromatografi cair-cair
c. Kromatografi gas-padat
d. Kromatografi gas-cair
3. Berdasarkan teknik operasionalnya
a. Kromatografi kolom
b. Kromatografi kertas
c. Kromatografi lapisan tipis
d. Kromatografi gas
4
e. Kromatografi cair kinerja tinggi
Kromatografi kolom dan lapisan tipis dapat digunakan untuk segala macam
kromatografi.Dari segi operasionalnya, kromatografi lapisan tipis lebih disukai
daripada kromatografi yang lain. Dibandingkan dengan kromatografi kolom,
kromatografi lapisan tipis mempunyai keunggulan antara lain : (Jayanti Fonda,
2011).
1. Lebih fleksibel
2. Memungkinkan untuk pengembangan metode yang lebih cepat
3. Dapat digunakan untuk analisis sampel secara simultan
4. Biaya analisis lebih rendah
5. Memungkinkan untuk pengamatan terjadinya pemisahan
6. Waktu analisis lebih efisien
2.1.2 Kromatografi lapis tipis (KLT)
Kromatografi lapisan tipis (KLT) merupakan metode pemisahan
komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorbsi atau partisi oleh fase diam di
bawah pengaruh gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur.
Pemilihan pelarut pengembang sangat dipengaruhi oleh macam dan polaritas zat-
zat kimia yang dipisahkan (Jayanti Fonda, 2011).
Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan senyawa dari sampuran
senyawa lain agar menjadi senyawa murninya. Tujuan KLT umumnya digunakan
untuk tujuan identifikasi, karena mudah dan sederhana serta memberikan pilihan
fase diam yang lebih luas dan berguna untuk pemisahan masing-masing senyawa
secara kuantitatif dari suatu campuran (Kemenkes 2011).
Kelebihan KLT adalah keserbagunaan, kecepatan, dan kepekaan.
Keserbagunaan KLT adalah bahwa selain selulosa, sejumlah penyerap lain dapat
disaputkan dengan pelat kaca atau penyangga lain, meskipun silika gel yang paling
banyak digunakan, kecepatan KLT dipengaruhi oleh sifat penjerap yang lebih padat
bila disaputkan pada pelat. Kekurangan KLT adalah kerja penyaputan pelat kaca
dengan penyerap, bubur silika gel yang harus dikocok kuat-kuat tiap jangka waktu
tertentu, pengeringan pada suhu kamar dan pengkatifan dengan pemanasan pada
suhu 100-110˚C selama 30 menit (Harborne 2006).
5
KLT merupakan salah satu bentuk/model dari kromatografi cair dimana
sampel diaplikasikan sebagai noda atau goresan pada lapisan penjerap tipis yang
dilaburkan diatas lempeng plastik, gelas, atau logam (Jayanti Fonda, 2011).
KLT juga merupakan salah satu metode isolasi yang berdasarkan perbedaan
daya serap serab (adsorbs) dan daya partisi serta kelarutan dari
komponenkomponen kimia yang bergerak mengikuti kepolaran eluen (Suryadarma,
2014). Oleh karena itu, daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama,
maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda, sehingga hal inilah yang
menyebabkab pemisahan.
Beberapa alasan digunakannya KLT diantaranya adalah penggunaan yang
mudah, dapat digunakan secara luas pada sampel yang berbeda, sensitivitasnya
tinggi, kecepatan pemisahan dan biaya yang relatif lebih murah. KLT dapat
digunakan untuk: (Jayanti Fonda, 2011).
1. Mengetahui kemurnian suatu senyawa
2. Memisahkan dan mengidentifikasi komponen dalam suatu campuran
3. Analisis kuantitatif dari satu atau lebih komponen yang terdapat dalam
sampel.
a. Keuntungan daripada pemakaian KLT antara lain : (Jayanti Fonda, 2011).
1. Solven yang digunakan sedikit
2. Polaritas dari solven dapat dirubah dan diatur dalam beberapa menit,
3. Jumlah sampel yang diukur dalam satu kali pengukuran /pengembangan
lebih banyak, dalam satu pelat KLT berukuran 20x20 cm dapat ditotolkan lebih
kurang 20 titik awal,
2.1.3 Prinsip kerja kromatografi lapisan tipis
Prinsip kerja KLT yaitu adsorpsi, desorpsi, dan elusi. Adsorpsi terjadi ketika
larutan sampel ditotolkan ke fase diam (plat KLT) menggunakan pipa kapiler,
komponen–komponen dalam sampel akan teradsorbsi di dalam fase diam. Desorbsi
adalah peristiwa ketika komponen yang teradsorbsi di fase diam didesak oleh fase
gerak (eluen), terjadi persaingan antara eluen dan komponen untuk berikatan
dengan fase diam. Elusi adalah peristiwa ketika komponen ikut terbawa oleh eluen
(Husna dkk, 2020)
6
2.1.4 Nilai Rf
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan suatu analisis sederhana yang
dapat digunakan untuk melakukan penegasan terhadap senyawa kimia yang
terkandung pada tumbuhan disamping skrining fitokimia. Nilai Rf dan warna noda
yang diperoleh pada KLT dapat memberikan identitas senyawa yang terkandun.
Profil kromatogram suatu tanaman obat perlu dilakukan untuk mengumpulkan data
mengenai profil kromatogram berbagai tanaman yang berpotensi sebagai obat
sehingga dapat digunakan sebagai standardisasi dan pengawasan mutu obat bahan
alam. Selain itu, setiap tanaman memiliki profil kromatogram yang khas dan
berbeda dengan tanaman lain. Hal ini dapat digunakan sebagai acuan untuk
megetahui keberadaan dan kebenaran suatu tanaman dalam obat bahan alam
sehingga dapat mencegah terjadinya pemalsuan dan penambahan bahan kimia obat
(BKO). Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi
senyawa kimia dengan kromatrografi lapis tipis yang terdapat pada ekstrak (Dyera,
2020)
Nilai Rf yang kecil pada eluen polar dan non polar menunjukkan bahwa
senyawa pada noda tersebut semakin kuat diserap oleh silika gel sehingga noda
akan berada di bagian bawah, hal ini menunjukan bahwa noda tersebut memiliki
kepolaran yang lebih besar dikarenakan adanya ikatan hidrogen antara senyawa
dengan silika gel tersebut, sehingga ketika senyawa diserap oleh silika maka untuk
sementara pengelusian terhenti dan eluen bergerak tanpa adanya noda. Hal inilah
yang menyebabkan nilai Rf yang diperoleh kecil, sedangkan untuk noda yang
bersifat non polar akan terus naik sampai batas atas. Prinsip ini sama halnya dengan
hukum “like dissolved like” dimana senyawa akan cenderung mudah larut pada
pelarut yang memilki kepolaran yang relatif sama. Senyawa non polar akan
bergerak lebih cepat daripada yang polar menurut prinsip ”like dissolved like”
(Dyera, 2020).
Untuk menghitung Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh
komponen dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen (fase gerak) untuk setiap
senyawa berlaku rumus sebagai berikut. Perhitungan nilai Rf didasarkan atas rumus
:
7
Jarak titik pusat bercak dari titik awal
Rf =
Jarak bercak
Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran
yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat
polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga
menghasilkan nilai Rf yang rendah. Pemisahan pada KLT terjadi karena persaingan
antara fase diam dan fase gerak untuk mengikat komponen yang tedapat pada
campuran yang akan dipisahkan. Persaingan tersebut disebabkan oleh polaritas
yang dimiliki oleh fase diam dan komponen cairan. Komponen yang memiliki
polaritas yang sama dengan fase diam akan berinteraksi lebih kuat dan akibatnya
komponen tersebut akan terjerap oleh fase diam (Dyera, 2020).
2.1.5 Penyinaran KLT
Menurut Nita Karima dan Baiq (2019), Dalam kromatografi lapis tipis
dilakukan penyinaran sinar UV 254 nm, 366 nm dan penyemprotan H:SO 10%,
dengan prinsip :
1) UV 254 nm
Pada UV 254nm, lempeng akan berfluoresensi sedangkan sampel akan
tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm terjadi karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat
pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang
dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat
energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali lagi ke keadaan
semula sambil melepaskan energi.
2) UV 366 nm.
Pada UV 366 nm, noda akan berfluoresensi dan lempeng akan berwarna
gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya
interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh komponen
tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi
yang lebih tinggi kemudian kembali lagi ke keadaan semula sambil melepaskan
energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 nm terlihat terang karena
silika gel yang digunakan tidak berfluoresensi pada sinar UV 366 nm.
8
3) H₂SO 10%
Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H₂SO 10% adalah berdasarkan
kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor dari
zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang
lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh mata.
2.1.6 Kelebihan dan Kekurangan KLT
Menurut Makmum Syafi’I (2018), Kromatografi Lapis Tipis memiliki
beberapa kelebihan yakni :
1) mudah dalam preparasi sampel,
2) sederhana
3) biaya operasional relatif murah karena semua komponen sampel dan standar
diujikan dalam waktu yang sama
4) volume pelarut yang digunakan sedikit,
5) selektif dan sensitive
6) kromatogramnya dapat diamati secara visual
Selain itu Kromatografi Lapis Tipis juga memiliki kekurangan yaitu :
1) pemilihan fase diam terbatas, dan
2) koefisien distribusi untuk serapan seringkali tergantung pada kadar total,
sehingga pemisahannya kurang sempurna
2.1.7 Parameter hasil pengukuran dengan KLT
Untuk hasil kromatogram KLT dapat disimpulkan spesifikasi sebagai
berikut : (Jayanti Fonda, 2011)
a. Jumlah bercak
b. Warna bercak
c. Letak bercak
Dengan tiga spesifkasi kromatogram tersebut, dapat digunakan untuk :
(Jayanti Fonda, 2011)
a. Identifikasi
b. Analisis adanya suatu kandungan kimia yang lain dalam bahan yang
dianalisis
9
Dari kromatogram yang diperoleh dihitung harga Rf (faktor retardasi) untuk tiap-
tiap noda kromatogram dari zat yang diperiksa.Perkiraan identifikasi diperoleh
dengan pengamatan dua bercak noda yang tampak dengan pengamatan harga Rf
dan ukuran yang kurang lebih sama. Jika zat yang diperiksa mempunyai warna,
ukuran, dan harga Rf yang hampir sama, maka kedua zat tersebut kemungkinan
adalah sama (Jayanti Fonda, 2011).
2.1.8 Kelebihan dan kekurangan KLT
Menurut Makmum Syafi’I (2018), Kromatografi Lapis Tipis memiliki
beberapa kelebihan yakni :
1) mudah dalam preparasi sampel,
2) sederhana
3) biaya operasional relatif murah karena semua komponen sampel dan standar
diujikan dalam waktu yang sama
4) volume pelarut yang digunakan sedikit,
5) selektif dan sensitive
6) kromatogramnya dapat diamati secara visual
Selain itu Kromatografi Lapis Tipis juga memiliki kekurangan yaitu :
1) pemilihan fase diam terbatas, dan
2) koefisien distribusi untuk serapan seringkali tergantung pada kadar total,
sehingga pemisahannya kurang sempurna
2.1.9 Kegunaan KLT
1. Untuk menentukan banyaknya komponen dalam campuran.
2. Identifikasi senyawa.
3. Memantau berjalannya suatu reaksi.
4. Menentukan efektifitas pemurnian.
5. Melakukan screening sampel untuk obat
2.1.10 Persyaratan dalam penggunaan klt
1. Senyawa yang digunakan mempunyai tingkat penguapan yang rendah.
2. Senyawa bersifat polar, semi polar, non polar.
3. Sampel dalam jumlah banyak harus dilakukan analisis secara simultan.

10
4. Sampel yang akan dianalisis akan merusak kolom pada Kromatografi Cair
ataupun Kromatografi Gas.
5. Pelarut yang digunakan akan mengganggu penjerap dalam kolom
Kromatografi Cair.
6. Komponen dari suatu campuran dari suata senyawa akan dideteksi terpisah
setelah pemisahan atau akan dideteksi dengan berbagai metode secara
bergantian (misalnya pada drug screening).
7. Tidak ada sumber listrik.
2.1.11 Fase diam
Fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri dari bahan padat yang dilapiskan
pada permukaan penyangga datar dengan bantuan bahan pengikat. Beberapa bahan
digunakan sebagai fase diam dalam kromatografi lapis tipis diantaranya silika gel,
alumina, kieselguhr dan selulosa. Fase diam harus mengandung air sekecil
mungkin, karena air akan menempati semua titik penyerapan sehingga tidak ada
senyawa yang melekat. Sebelum digunakan, plat KLT sebaiknya diaktifkan terlebih
dahulu dengan cara pemanasan pada suhu 110°C selama 30 menit
Penjerap atau fase diam yang paling sering digunakan pada KLT adalah silika
dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi-desorpsi (suatu mekanisme
perpindahan solut dari fase diam ke fase gerak atau sebaliknya) yang utama pada
KLT adalah partisi dan adsorbsi. Beberapa prosedur kromatografi, terutama
pemisahan yang menggunakan larutan pengembang anhidrat, mensyaratkan adanya
kontrol kandungan air dalam silika. Kandungan air yang ideal adalah antara 11-
12% b/b (Jayanti Fonda, 2011).
2.1.12 Fase gerak
Fase gerak terdiri dari satu atau beberapa pelarut dan bila diperlukan dapat
menggukan sistem pelarut campur. Untuk memisahkan senyawa-senyawa organik,
biasanya selalu digunakan pelarut campuran yang cocok sehingga hasil pemisahan
senywa menjadi lebih baik.
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan
mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang 25
paling sederhana ialah dengan menggunakan campuran 2 pelarut organik karena
11
daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa
sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut ini adalah beberapa
petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak menurut Jayanti Fonda,
(2011).
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif.
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf solut
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,
polaritas gerak akan menetukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga
menetukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti
dietil eter kedalam pelarut non polar seperti metil benzen akan
meningkatkan harga Rf secara signifikan.
4. Solut-solut ionic dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran
pelarut sebagai fase geraknya seperti campuran air dan methanol dengan
perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia
masing-masing akan meningkatkan elusi solut-solut yang bersifat basa dan
asam
2.1.13. Penotolan KLT
Plat yang digunakan diberi batas atas 0,3 cm dan bawah 0,5 cm. Fungsinya
sebagai penanda jarak tempuh eluen. Batas bawah plat dibuat sedemikian rupa
sehingga tidak terendam oleh eluen. Setelah itu dilakukanpenotolan larutan baku
dan sampel ditotolkan menggunakan pipa kapiler. Tujuannya yaitu supaya
penotolan kecil, karena dalam KLT penotolan yang baik diusahakan sekecil
mungkin untuk menghindari pelebaran noda dan jika sampel yang digunakan terlalu
banyak akan menurunkan resolusi. Pelebaran noda dapat mengganggu nilai Rf,
karena memungkinkan terjadinya himpitan puncak. Penotolan dilakukan pada garis
bawah yang telah dibuat. Kemudian dibiarkan beberapa saat hingga mengering.
(Jayanti Fonda, 2011).

12
2.1.14 Aplikasi KLT dalam bidang farmasi dan obat-obatan
Teknik TLC juga telah digunakan dalam identifikasi, pengujian kemurnian
dan penentuan konsentrasi bahan aktif, zat tambahan dan pengawet dalam
obatobatan dan persiapan obat, kontrol proses dalam proses pembuatan sintetis.
Berbagai farmakope telah menerima teknik TLC untuk mendeteksi ketidakmurnian
dalam obat atau bahan kimia, misalnya antibiotik: penisilin telah dipisahkan pada
silika gel 'G' dengan menggunakan dua pelarut, yaitu aseton:metanol (1: 1) dan iso-
propanol:metanol (3: 7). Sebagai zat pendeteksi, reaksi iodin-azida digunakan
dengan menyemprot pelat kering dengan larutan iodin 0,1% yang mengandung
3,5% natrium azida. (Jayanti Fonda, 2011).
2.2 Uraian Tanaman
2.2.1 Uraian Tanaman Awar-awar
1. Klasifikasi Tanaman

Gambar 2.1
Awar-awar
(Ficus septica)

Menurut Wu et al., (2022), Klasifikasi tanaman awar-awar adalah sebagai


berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Urticales
Famili : Moraceae
Genus : Ficus
Spesies : Ficus septica

13
2. Morfologi
Morfologi tanaman ini tinggi lebih kurang 1-5 meter. Ranting bulat silindris,
berongga, gundul. Daun penumpu tunggal, besar, sangat rucing. Daun berseling
atau berhadapan, bertangkai 2,5-5 cm, helaian daun oval atau oval bulat telur,
dengan pangkal membulat dan ujung menyempit, cukup tumpul, tepi rata, 9-30 kali
9-16 cm, daun bagian atas berwarna hijau tua mengkilat, dengan banyak bintik-
bintik pucat, bagian bawah hijau muda, sisi kiri-kanan tulang daun tengah dengan
6-12 tulang daun samping. Buah periuk berpasangan, bertangkai pendek, pada
pangkalnya dengan 3 daun pelindung, hijau muda atau hijau abu-abu, diameter ±
1,5 cm, pada beberapa tanaman ada bunga jantan dan bunga gal, pada yang lain
bunga betina. Banyak di dapat di hutan, rimba, semak, di tepi jalan (Wu et al.,
2022).
3. Kandungan Senyawa
Kandungan kimia awar-awar mengandung senyawa flavonoid genistin dan
kaempferitin, kumarin, senyawa fenolik, pirimidin dan alcohol antofin, ficuseptin
A, saponin teriterpenoid, sterol. Akar mengandung sterol dan polifenol. Daun dan
akar mengandung stigmasterol. Daun dan batang mengandung alkaloid
isotylocrebin dan tylocrebin (Wu et al., 2022).
4. Manfaat
Manfaat daun awar-awar untuk terapi, antara lain sebagai obat penyakit
kulit, radang usus buntu, mengatasi bisul, mengatasi gigitan ular berbisa dan sesak
nafas. Sedangkan akar digunakan sebagai penawar racun (ikan), asma. Getahnya
bisa dimanfaatkan untuk mengatasi bengkak-bengkak dan kepala pusing. Buahnya
bisa digunakan sebagai pencahar (Wu et al., 2022)
2.2.2 Paku (Nephrolepis biserrata)
1. Klasifikasi

Gambar 2.2
Paku 14
(Nephrolepis biserrata)
Menurut Tjitrosoepomo (2014), klasifikasi dari tumbuhan paku adalah
sebagai berikut:
Regnum : Plantae
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Pteridopsida
Ordo : Polypodiales
Famili : Dryopteridaceae
Genus : Nephrolepis
Spesies : Nephrolepis biserrata (Sw.)
2. Morfologi
Memiliki Akar serabut, berwarna coklat tua, panjang akar ±28 cm. Rimpang
tegak, arah tumbuh ke atas, berwarna coklat muda. Batang berbentuk bulat, tegak,
kuat, berwarna cokelat tua, ditutupi rambut-rambut halus, tersebar sepanjang
batang. Daun monomorfik, tipe daun majemuk, bentuk daun lanset, daun tersusun
menyirip tunggal sejajar, permukaan daun kasar, ujung daun runcing, pangkal daun
tumpul, tepi daun rata, warna daun hijau tua, panjang daun ± 53 cm, lebar daun ± 8
cm, pertulangan daun menyirip. Pinna tersusun rapat, bentuk pinna lanset. Sorus
terletak pada permukaan bawah sepanjang tepi pinna daun, berwarna coklat muda,
bentuknya bulat, tersusun merata, dan mempunyai indusium (Ridhwan dkk, 2022).
3. Kandungan Senyawa
Pada tumbuhan paku telah ditemukan berbagai macam senyawa bioaktif
golongan terpenoid, steroid, fenilpropanoid, poliketida flavonoid, alkaloid, stilben,
santon, turunan asam benzoat, lipid, dan senyawa belerang. Beberapa tumbuhan
paku juga telah dilaporkan memiliki aktivitas biologis antara lain sebagai
antiinflamasi dan antinosieptif antibakteri, antihelmintik, ekspektoran, dan
antioksidan (Yuldiana, 2016).
4. Khasiat dan manfaat
Tumbuhan paku memiliki beberapa peranan penting, yaitu dalam
pembentukan humus, melin-dungi tanah dari erosi, menjaga kelembapan tanah, dan
15
sebagai salah satu tumbuhan pionir pada tahap awal suksesi ekosistem hutan. Pada
beberapa tahun terakhir, beberapa studi etnobotani dan farmakologi telah mengung-
kapkan bahwa tumbuhan paku mengandung senyawa metabolit sekunder yang
berpotensi obat (Renjana dkk, 2021).
Flavonoid merupakan salah satu kelompok metabolit sekunder pada
tumbuhan paku yang dikenal memiliki aktivitas antiinflamasi dengan menghambat
jalur cyclo oxygenase (COX). Selain itu, flavonoid juga memiliki aktivitas
antioksidan, antikanker, dan antimikroba (Renjana dkk, 2021).
2.2.3 Tanaman Pangi (Pangium edule Reinw)
1. Klasifikasi

Gambar 2.3
Pangi
(Pangium edule Reinw)

Menurut Arini (2012), klasifikasi dari tanaman pangi (Pangium edule


Reinw) yaitu :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Parietales
Famili : Flacourtiaceae
Genus : Pangium
Spesies : Pangium edule Reinw
2. Morfologi
Pangi (Pangium edule Reinw) yang biasa dikenal sebagai kepayang, picung
dan keluwak merupakan tumbuhan liar yang berada di sebagian besar Asia Selatan.
Pertumbuhan tanaman pangi terdapat di hutan, tempat yang sedikit asam dengan
16
sedikit naungan untuk tumbuh.Tanaman ini tumbuh pada ketinggian 10 sampai
1.000 m di atas permukaan laut dangan tinggi pohon mampu mencapai 40 m dengan
diameter batang 2,5 m. Akar pohon berbentuk akar tunjang, kuat dan berair.
Sedangkan batang kayu, berwarna hijau keputihan sampai abu-abu, berbentuk bulat
dan memiliki cabang muda berambut (Faikha, 2018).
Daun pangi berbentuk tunggal dan mengumpul pada ujung ranting serta
bertangkai panjang. Helaian daun pohon muda berlekuk tiga, pada pohon tua daun
berbentuk bulat telur melebar ke pangkal berbentuk jantung dengan ujung yang
meruncing. Daun memiliki permukaan atas licin dan berwarna hijau mengkilap.
Permukaan bawah daun terdapat bulu-bulu halus berwarna coklat dengan tulang
daun menonjol. Panjang duan berkisar 20 sampai 60 cm dan lebar 15 sampai 40 cm
(Arini, 2012).
3. Kandungan Kimia
Buah pangi mengandung asam sianida, asam lemak, dan tanin yang diduga
berperan dalam pengawetan ikan. Kadar hidrogen sianida yang ada dalam buah biji
pangi sekitar 1834 μg/g bobot kering. biji pangi mengandung asam lemak tidak
jenuh, seperti asam hidnokarpat, asam khaulmograt, dan asam gorlat, yang
mempunyai sifat antibakteri (Anwar, 2019).
Senyawa tanin banyak terdapat pada tanaman, salah satunya pada biji pangi,
hal ini dapat dilihat dengan adanya reaksi "enzymatic browning" yang
menyebabkan biji pangi berubah warna dari putih menjadi coklat, reaksi tersebut
dikatalisis oleh enzim polifenolase. Biji pangi segar memiliki kandungan tanin
sebesar 16,0 ppm. Selain mengadung senyawa golongan glikosida sianogenik, di
dalam biji pangi terkandung juga senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, dan
kuinon (Mukhriani, 2014).
4. Manfaat
Tumbuhan pangi merupakan tanaman serbaguna yang hampir semua bagian
dari tumbuhan ini memiliki manfaat. Produk-produk dari tumbuhan pangi telah
dimanfaatkan oleh masyarakat seperti bumbu masak, makanan ringan, minyak
goreng, pengawet ikan dan makanan, obat, racun ikan, pestisida alami dan kayu
pertukangan (Kasma sari, 2018).
17
2.2.4 Tanaman Pepaya (Carica papaya)
1. Klasifikasi

Gambar 2.4
Pepaya
(Carica pepaya L.)

Menurut Putra (2015), Klasifikasi dari tumbuhan pepaya adalah sebagai


berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dilleniiidae
Ordo : Violales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica pepaya L.
2. Morfologi
Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh
hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada
batang pohon bagian atas. Daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang
dan berlubang dibagian tengah. Bunga pepaya memiliki mahkota bunga berwarna
kuning pucat dengan tangkai pada batang. Bunga biasanya ditemukan pada daerah
sekitar pucuk. Bentuk buah bulat hingga memanjang, dengan ujung biasanya
runcing. Warna buah ketika muda hijau gelap dan setelah masak hijau muda hingga
kuning. Daging buah berasal dari karpela yang menebal, berwarna kuning hingga
merah tergantung varietasnya. Bagian tengah berongga. Biji-biji pada buah yang
masih muda berwarna putih dan pada buah yang sudah masak berwarna hitam atau

18
kehitaman dan terbungkus semacam lapisan berlendir untuk mencegahnya dari
kekeringan (Putra, 2015).
3. Kandungan Kimia
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sylvia (2017)
diketahui bahwa biji pepaya mengandung senyawa flavonoid, saponin, tanin,dan
alkaloid. Menurut hasil uji fitokimia yang dilakukan oleh penulis dapat diketahui
bahwa biji buah pepaya mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, fenol, dan
kuinon.
4. Manfaat
Pepaya berasa manis dan netral, buah pepaya yang matang berkhasiat
sebagai pemacu enzim pencernaan, peluruh empedu, penguat lambung, sakit maag,
tidak nafsu makan, sariawan, asupan seratnya membantu menjaga organ
pencernaan sekaligus mempelancar Buang Air Besar (BAB). Buah pepaya mentah
dapat berkhasiat untuk mempelancar Air Susu Ibu (ASI), mengatasi sembelit,
keguguran, dan gangguan haid (Lestari, 2018).
Akarnya dapat berkasiat untuk membersihkan darah, obat malaria, dan obat
cacing. Bunga pepaya dapat pula digunakan untuk obat penyakit kuning dan
membersihkan darah. Bijinya mengandung senyawa yang mempunyai aktifitas
antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram
negatif serta mampu menyembuhkan penyakit kulit yang kronis (Torar, 2017).
Daun pepaya juga kaya akan manfaat, daun pepaya dapat digunakan sebagai
bahan sayuran, meningkatkan nafsu makan, dan sebagai pelunak daging. Pada masa
penjajahan Jepang ketika obat sukar diperoleh, daun pepaya digunakan untuk
mengobati penyakit seperti malaria, menurunkan tekanan darah serta mampu
membunuh bakteri. Sedangkan perasan daun pepaya dapat mengobati kejang perut,
penyakt biri-biri, dan menurunkan panas (Lestari, 2018).

19
2.2.5 Uraian Tanaman Mahoni
1. Klasifikasi

Gambar 2.5
Mahoni
(Swietenia mahagoni L.)

Menurut Plantomor (2012), klasifikasi tanaman mahoni adalah sebagai


berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Meliaceae
Genus : Swietenia
Spesies : Swietenia mahagoni L.
2. Morfologi
Tanaman mahoni (Swietenia mahagoni) merupakan salah satu tanaman
yang dianjurkan dalam pengembangan HTI (Hutan Tanaman Industri). Mahoni
dalam klasifikasinya termasuk famili Meliaceae. Mahoni dapat ditemukan tumbuh
liar di hutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai atau ditanam
ditepi jalan sebagai pohon pelindung (Qodri et al., 2014),).
3. Kandungan Senyawa
Komposisi nutrisi biji S. mahagoni adalah asam lemak, kadar air (14,37%),
mineral (16,36%), lemak (19,42%), serat kasar (19,60%), protein (8,76%) dan
karbohidrat (21,49%). Komposisi asam lemak minyak dianalisis dengan Gas
Chromatography dan total 48 senyawa diidentifikasi. Konstituen utama dari ester
lemak termetilasi adalah asam linoleat (26,00%), asam elaidat (24,39%), asam
stearat (14,32%), asam palmitat (12,97%), 10-metil-10-nonadekanol (5,24%),
20
ekosanoat asam (2,48%), 3-heptyne-2,5-diol, 6-metil-5-(1-methylethyl) (2,03%)
asam oktadekanoat, 9,10,12-trimetoksi (1,90%); 1,3-dioksalane, 4-etil-4-metil-2-
pentadekil (1,89%) dan asam 2-furapentanoat (1,03%) (Aktsar dkk, 2019).
4. Manfaat
Biji mahoni memiliki efek farmakologis antipiretik, antijamur, menurunkan
tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes mellitus), kurang nafsu
makan, demam, masuk angin, dan rematik. Hasil penelitian yang sering dipublikasi
adalah ekstrak biji mahoni untuk menurunkan kadar glukosa darah pada tikus
Wistar. Kabar yang terbaru bahwa ekstrak biji mahoni termasuk salah satu obat
tradisional yang dapat menghambat pertumbuhan HIV AIDS dalam laboratorium.
Penelitian ekstrak mahoni sebagai antibiotik juga telah dilaporkan, bahkan
penelitinya menganjurkan agar diteliti lebih jauh, karena potensial untuk digunakan
sebagai antibiotik baru terutama untuk bakteri yang resistan terhadap antibiotik
yang ada (Rasyad, 2012).
2.2.6 Uraian Tanaman Tembelekan
1. Klasifikasi

Gambar 2.6
Tembelekan
(Lantana camara L)
Menurut Nuraini (2014), klasifikasi tanaman tembelekan adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotylodenae
Ordo : Lamiales
Famili : Verbenaceae
Genus : Lantana
21
Spesies : Lantana camara L.
2. Morfologi
Tembelekan merupakan perdu tegak atau setengah merambat. Termasuk
anggota famili Verbenaceae yang berasal dari Amerika tropis. Cabangnya memiliki
banyak, ranting yang berbentuk segi empat, ada varient yang berduri serta ada yang
tidak berduri tinggi 2 m. memiliki bau yang khas. Daunnya tunggal, berbentuk bulat
telur, ujung meruncing, bergerigi, permukaan atas berambut banyak dan terasa
kasar saat diraba (Nuraini, 2014).
Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara L.) merupakan tumbuhan yang
biasanya tumbuh liar, dapat juga sebagai tanaman hias dan tanaman pagar.
Taumbuhan ini tersebar di daerah tropis. Tempat hidup tanaman ini dapat
ditemukan di tempat terbuka yang langsung terkena sinar matahari. Tanaman
tembelekan digunakan sebagi pengusir serangga (Suwertayasa et al., 2013)
3. Kandungan Senyawa
Menurut Nuraini (2014) daun tembelekan bersifat pahit, sejuk dan sedikit
beracun. Di dalamnya terkandung lantadane A, lantadane B, lantanolic acid dan
humule (mengandung minyak asiri). Daun tembelekan mengandung bermacam-
macam minyak atsiri, namun yang dimanfaatkan sebagai obat hanya beberapa jenis
saja.
4. Manfaat
Manfaat pada tanaman tembelekan sangat banyak disetiap bagian tanaman
tersebut memiliki manfaat. Akar tanaman tembelek berfungsi sebagai Pereda
demam, penghilang nyeri dan menghentkan perdarahan. Selain itu juga ada manfaat
lain dalam pemanfaatan luar sebagai radang kulit, eksim jamur kulit, luka berdasar,
dan gigitan serangga. Apabila pada bagian daun sangan berkhasiat untuk
menghilangkan gatal, anti toksik, menghilangkan bengkak dan rangsang muntah.
Bagian bunga tembelekan berfungsi untuk penghenti pendarahan (Nuraini, 2014).

22
2.3 Uraian Bahan
2.3.1 Alkohol (Dirjen POM, 2020)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol, Etil, Alkohol,
Rumus Struktur :

Rumus Molekul : C2H6O


Berat Molekul : 46,07 g/mol
Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna; bau
khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah.
Mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan
mendidih pada suhu 78℃, mudah terbakar.
Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur
dengan semua pelarut organik.
Khasiat : Antiseptik dan desinfektan
Kegunaan : Untuk mensterilkan alat yang akan digunakan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api.
2.3.2 Metanol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : METIL ALCOHOL
Nama Lain : Metanol
Rumus Struktur :

Rumus Molekul : CH3OH


Berat Molekul : 32,04 g/mol
Pemerian : Cairan tidak berwarna, bau khas.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan membentuk
larutan jernih.
23
Kegunaan : Sebagai pelarut.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
2.3.3 Etil Asetat (Dirjen POM, 1979; Pubchem, 2023)
Nama Resmi : ETHYL ACETATE
Nama Lain : Ethyl ethanoate, Acetoxyethane, Acetic acid ethyl
ester
Rumus Struktur :

Rumus Molekul : C4H8O2


Berat Molekul : 88,11 g/mol
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, bau menusuk, rasa
asam, tajam
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95 %)
p dan dengan Gliserol P
Kegunaan : Sebagai pelarut.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
2.3.4 N-Heksan (Pubchem, 2023)
Nama Resmi : n-HEXANE
Nama Lain : n-Hexane, Esani, Skellysolve B
Rumus Struktur :

Rumus Molekul : C6H18


Berat Molekul : 86,18 g/mol
Pemerian : N-heksana adalah cairan bening tak berwarna
dengan bau seperti minyak bumi. Titik nyala -9°F.
Kurang padat dari air dan tidak larut dalam air. Uap
lebih berat dari udara.

24
Kelarutan : Sangat larut dalam etanol; larut dalam etil eter, dan
kloroform
Kegunaan : Sebagai pelarut.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

25
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum Fitokimia I Percobaan Kromatografi Lapis Tipis ini dilaksanakan
pada hari Kamis, 30 Maret 2023 pukul 10.00-13.00 WITA. Percobaan
Kromatografi Lapis Tipis bertempat di Laboratorium Farmasi Bahan Alam, Jurusan
Farmasi, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan kali ini, yaitu cawan porselen,
gelas kaca, gelas kimia, gelas ukur, kaca preparat, lampu UV 366 nm dan UV 254
nm, penggaris, pensil, pinset, pipa kapiler, dan plat KLT.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan kali ini, yaitu air, alkohol
70%, aluminium foil, ekstrak kental, Etil Asetat, kertas saring, label, metanol, N-
heksan dan tisu.
3.3 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Dilarutkan ekstrak kental dengan pelarut yang sesuai
4. Diukur volume etil asetat dan N-heksan dengan perbandingan 8 : 2 dalam 5
mL
5. Dimasukkan komponen eluen ke dalam gelas kaca
6. Dijenuhkan gelas kaca dengan memasukkan kertas saring ke dalam gelas
7. Ditutup gelas menggunakan kaca preparat
8. Diambil sampel yang telah dilarutkan menggunakan pipa kapiler
9. Dilakukan penotolan sampel pada plat KLT
10. Dimasukkan plat KLT ke dalam gelas kaca
11. Ditunggu sampai eluen terserap mencapai tanda batas
12. Diamati plat KLT dibawah lampu UV 366 nm dan 254 nm
13. Ditandai noda yang didapatkan di plat KLT
26
14. Dihitung nilai Rf yang didapatkan pada setiap sampel

27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


No Sampel Perbandingan Gambar Rf

Serbuk daun
1 Mahoni (Swietenia 8:2 -
mahagoni folium)

Serbuk kulit batang


2 Awar-Awar (Ficus 8:2 -
septica)

Rf n1 = 0,1
Serbuk daun
3 Tembelekan 8:2 Rf n2 = 0,17
(Lantana camara)
Rf n3 = 0,1

Haksel daun Pangi Rf n1 = 0,1


4 (Pangium edule 8:2
folium) Rf n2 = 0,15

Rf n1 = 0,1
Serbuk daun
5 Pepaya (Carica 8:2 Rf n2 = 0,15
papaya folium)
Rf n3 = 0,22

28
Rf n1 = 0,22

Rf n2 = 0,3

Haksel akar Paku Rf n3 = 0,4


(Pteridophyta
6 radix) 8:2 Rf n4 = 0,47

Rf n5 = 0,55

Rf n6 = 0,65

Rf n7 = 0,75

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan kromatografi lapis tipis dengan
cara pengamatan noda pada plat klt di mana tujuan dari percobaan ini adalah untuk
mengetahui nilai Rf dari masing-masing sampel dan senyawa yang terkandung
dalam ekstrak sampel. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan
mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku
yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2014).
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan suatu analisis sederhana yang
dapat digunakan untuk melakukan penegasan terhadap senyawa kimia yang
terkandung pada tumbuhan disamping skrining fitokimia (Dyera, 2020). Prinsip
kerja KLT yaitu adsorpsi, desorpsi, dan elusi. Adsorpsi terjadi ketika larutan sampel
ditotolkan ke fase diam (plat KLT) menggunakan pipa kapiler, komponen-
komponen dalam sampel akan teradsorbsi di dalam fase diam. Desorbsi adalah
peristiwa ketika komponen yang teradsorbsi di fase diam didesak oleh fase gerak
(eluen), terjadi persaingan antara eluen dan komponen untuk berikatan dengan fase
diam. Elusi adalah peristiwa ketika komponen ikut terbawa oleh eluen (Husna dkk,
2020)
Hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan. Alat yang
digunakan yaitu cawan porselen, gelas kaca, gelas kimia, gelas ukur, kaca preparat,
29
lampu UV 366 nm dan UV 254 nm, pipa kapiler, dan plat KLT. Adapun bahan yang
digunakan yaitu air, alkohol 70%, aluminium foil, ekstrak kental, Etil Asetat, kertas
saring, label, N-heksan, dan tisu. Lalu membersihkan alat menggunakan alkohol
70%. Alkohol 70% digunakan untuk membersihkan alat agar alat terbebas dari
mikroba, Menurut Dian Wahyuni (2017), Penggunaan alkohol 70% sangat
bermanfaaat untuk membersihkna kuman pada alat kesehatan dimana alkohol
bekerja sebagai anti mikroba dengan mekanisme mendenaturasi protein.
Kemudian dilarutkan ekstrak kental dengan pelarut yang sesuai. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan proses pengamatan noda pada KLT. Menurut Hanani
(2015), pelarutan ekstrak kental bertujuan agar ekstrak lebih mudah teradsorpsi
dalam plat KLT sehingga noda yang dihasilkan lebih optimal. Dibuat eluen etil
asetat dan n-heksan dengan perbandingan 8:2 dalam 5 mL. Menurut Dyera (2020),
Eluen adalah campuran dari dua atau lebih pelarut yang memiliki karakteristik
tertentu dan eluen yang baik ialah eluen yang bisa memisahkan senyawa dalam
jumlah yang banyak yang ditandai dengan munculnya noda. Dan diletakkan
didalam gelas kaca.
Setelah itu, dijenuhkan kertas saring dalam eluen dan ditutup menggunakan
kaca preparat. Menurut Nurmalasari (2020), Proses penjenuhan ini dilakukan
hingga kertas saring di dalam chamber terbasahi seluruhnya. Tujuan dari proses
penjenuhan adalah agar seluruh permukaan chamber terisi oleh uap eluen, sehingga
hasil elusi dapat menghasilkan rambatan yang baik dan beraturan. Setelah
dijenuhkan kemudian kertas saring dikeluarkan, dan dilanjutkan dengan penotolan
sampel pada plat KLT menggunakan pipa kapiler dan dimasukkan plat kedalam
gelas kaca yang berisi eluen. Hal ini sesuai dengan prinsip KLT yaitu, Menurut
Watson (2005), dilakukan penotolan pada plat KLT sehingga analit akan bergerak
melintasi fase diam dibawah pengaruh fase gerak, yang bergerak melalui fase diam.
Setelah mencapai tanda batas, plat KLT kemudian diamati dibawah lampu
UV 366 nm dan UV 254 nm. Menurut Nita Karima (2019), Penampakan noda pada
lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan
gugus kromofor yang terikat oleh komponen tersebut ketika elektron yang
tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian
30
kembali lagi ke keadaan semula sambil melepaskan energy, Sedangkan
penampakan noda pada lampu UV 254 nm terjadi karena adanya daya interaksi
antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng.
Selanjutnya dihitung nilai Rf dari sampel. Menurut Dyera (2020), Nilai Rf dan
warna noda yang diperoleh pada KLT dapat memberikan identitas senyawa yang
terkandung.
Hasil yang diperoleh yaitu pada ekstrak maserasi ketiga sampel yaitu yang
pertama Serbuk daun Mahoni (Swietenia mahagoni folium), tidak ditemukan noda
pada plat KLT. Menurut Wulandari (2011), beberapa kemungkinan yang
menyebabkan tidak nampaknya noda pada plat KLT adalah kurang optimalnya
ekstrak yang dihasilkan saat proses ekstraksi. Kedua, yakni sampel Serbuk kulit
batang Awar-Awar (Ficus septica), juga tidak terlihat noda pada KLT saat
pengamatan. Hal ini serupa dengan sampel serbuk daun mahoni, dimana Menurut
Wulandari (2011), beberapa kemungkinan yang menyebabkan tidak nampaknya
noda pada plat KLT adalah kurang optimalnya ekstrak yang dihasilkan saat proses
ekstraksi. Dan ketiga, sampel Serbuk daun Tembelekan (Lantana camara),
memiliki nilai Rf berturut-turut 0,1; 0,17; dan 0,25. Menurut Rohman (2009), Nilai
Rf telah memenuhi ketentuan nilai Rf yang baik yaitu antara 0,2-0,8. Sehingga nilai
Rf yang memenuhi syarat adalah 0,25. Menurut Harborne (1987), Nilai Rf alkaloid
yang paling umum yaitu 0,07-0,62. Sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa
yang terkandung dalam sampel daun tembelekan adalah senyawa alkaloid.
Pada hasil ekstrak perkolasi, sampel pertama yaitu Haksel daun Pangi
(Pangium edule folium) diperoleh nilai Rf berturut-turut 0,1 dan 0,15. Menurut
Rohman (2009), Nilai Rf telah memenuhi ketentuan nilai Rf yang baik yaitu antara
0,2-0,8. Sehingga pada sampel ini tidak dapat ditentukan senyawa metabolit yang
terkandung didalamnya. Menurut Gandjar & Rohman (2017), Nilai Rf yang kurang
dari 0,2 berarti belum terjadi kesetimbangan antara komponen senyawa dengan fase
gerak dan fase diam. Sampel kedua yaitu Serbuk daun Pepaya (Carica papaya
folium), memperoleh nilai Rf berturut-turut 0,1; 0,15; dan 0,22. Menurut Rohman
(2009), Nilai Rf telah memenuhi ketentuan nilai Rf yang baik yaitu antara 0,2-0,8.
Sehingga nilai Rf yang memenuhi syarat adalah 0,22. Menurut Harborne (1987),
31
Nilai Rf alkaloid yang paling umum yaitu 0,07-0,62. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa senyawa yang terkandung dalam sampel daun pepaya adalah senyawa
alkaloid.
Hasil yang diperoleh pada ekstrak dengan metode refluk dengan sampel
Haksel akar Paku (Pteridophyta radix) dengan nilai Rf berturut-turut 0,22; 0,3; 0,4;
0,47; 0,55; 0,65; dan 0,75. Pada nilai Rf 0,22 menandakan senyawa alkaloid, karena
Menurut Harborne (1987), Nilai Rf alkaloid yang paling umum yaitu 0,07-0,62.
Pada nilai Rf 0,3 menandakan bahwa tanaman atau sampel mengandung senyawa
terpenoid, karena Menurut Nuria (2009), nilai Rf standar terpenoid sebesar 0,32.
Pada nilai Rf 0,4 dan 0,47 menandakan bahwa sampel memiliki kandungan
senyawa fenol, karena, Menurut Ayu (2019), senyawa fenol didapatkan nilai Rf
yaitu 0,454. Selanjutnya pada nilai Rf 0,55 menandakan bahwa sampel
mengandung senyawa saponin, dimana hal ini karena Menurut Rahmawati et al
(2017), Nilai RF dengan nilai ST (Saponin Standard) sebesar 0,565. Pada nilai Rf
0,65 menandakan bahwa sampel mengandung senyawa alkaloid, karena Menurut
Harborne (1987), Nilai Rf alkaloid yang paling umum yaitu 0,07-0,62. Dan pada
nilai Rf 0,75 menandakan bahwa sampel mengandung senyawa tannin, karena
Menurut Ferdinan (2022), Nilai Rf senyawa tanin terletak pada 0,07-0,77.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa, pada sampel dengan hasil ekstrak
metode maserasi yaitu Serbuk daun Tembelekan (Lantana camara) terkandung
senyawa alkaloid. Pada sampel dengan hasil ekstrak perkolasi yaitu pada sampel
Serbuk daun Pepaya (Carica papaya folium), terkandung senyawa alkaloid. Dan
pada sampel dengan metode refluks yaitu sampel Haksel akar Paku (Pteridophyta
radix), senyawa yang terkandung didalamnya adalah alkaloid, terpenoid, fenol,
saponin, dan tannin.
Adapun kemungkinan kesalahan dalam percobaan ini adalah kesalahan
dalam penotolan pada plat KLT sehingga letak atau posisi noda tidak sesuai, dan
kesalahan dalam meletakkan plat KLT kedalam gelas kaca untuk perendaman pada
eluen.

32
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia
2. Kromatografi lapisan tipis (KLT) adalah suatu teknik kromatografi yang
digunakan untuk memisahkan campuran yang tidak volatil.
3. Klt memiliki prinsip yaitu pendistribusian bsenyawa antara fase diam
berupa padatan diletakkan pada plat kaca atau plastik dan fase gerak berupa
cairan, yang bergerak diatas fase diam sampel ditotolkan. Pelarut bergerak
melalui partikel senyawa pada plat.
5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk Jurusan
Diharapkan untuk dapat melengkapi sarana dan prasarana dalam proses
perkuliahan khususnya dalam pelaksanaan praktikum, sehingga mahasiswa dapat
melaksanakan praktikum dengan lebih baik dan lebih optimal.
5.2.2 Saran Untuk Laboratorium
Agar kiranya dapat memberikan dukungan dalam hal kelengkapan alat
laboratorium, serta dapat memaksimalkan bahan-bahan yang akan digunakan dalam
praktikum sehingga praktikan dapat melaksanakan praktikum dengan lebih
maksimal.
5.2.3 Saran Untuk Asisten
Saran kami untuk asisten yakni agar senantiasa bisa membimbing praktikan
dalam melaksanakan praktikum, sehingga praktikan dapat menjalankan prosedur
kegiatan dengan lebih baik.

33
34
DAFTAR PUSTAKA
Aktsar dkk. 2019. Mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq) Herbal Untuk Penyakit
Diabetes. Makassar.

Anwar Pauzi. 2019. Uji Efektivitas Daya Hambat Ekstrak Biji Pangi (Pangium
edule Reinw.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Penyebab Hawar Daun Padi
(Xanthomonas Oryzae Pv. Oryzae). Sarjana Thesis, Universitas Siliwangi.

Arini, D. I. 2012. Potensi Pangi (Pangium edule Reinw.) Sebagai Bahan


Pengawet Alami Dan Prospek Pengembangannya Di Sulawesi Utara. Info
Bpk Manado, 2(2): 103 - 113.

Ayu, Liza Pratiwi, Siti Nani Nurbaeti. 2019. Uji Kualitatif Senyawa Fenol Dan
Flavonoid Dalam Ekstrakn-Heksan Daun Senggani (Melastoma
malabathricum L.) Menggunakan Metode Kromatografi Lapis Tipis.
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Untan Pontianak.

Depkes RI. 2014. Pedoman Penerapan Formularium Nasional, Direktur Jenderal


Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta.

Dian Wahyuni, Herliawati, H. & Purnamasari, N. 2017. Penggunaan Alkohol


Sebagai Desinfektan Pada Terapi Komplementer Bekam. In Proceeding
Seminar Nasional Keperawatan. Vol. 3, No. 1, pp. 251-253.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi ke Tiga. Departemen Kesehatan.


Republik Indonesia, Jakarta.

Dirjen POM. 2020. Farmakope Indonesia, Edisi ke Enam. Departemen Kesehatan.


Republik Indonesia, Jakarta.

Dyera Forestryana, Arnida. 2020. Skrining Fitokimia Dan Analisis Kromatografi


Lapis Tipis Ekstrak Etanol Daun Jeruju (Hydrolea Spinosa L.). Jurnal
Ilmiah Farmako Bahari Vol.11; No. 2.

Faikha, N. 2018. Pengaruh Konsaentrasi Etanol Sebagai Cairan Pengekstrak


Terhadap Aktivitas Antibakteri Dari Biji Pangi (Pangium edule Reinw.).
Skripsi. Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanudin.
Makasar.

Ferdinan, Fitri Sri Rizki, Erwan. 2022. Fraksinasi Dan Identifikasi Senyawa Tanin
Dari Ekstrak Pandan Hutan (Freycinetia sessiliflora). Journal Borneo
Press.

Gandjar, I. G. dan Rohman, A., 2017. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
Hanani, Eti Rohaeti, Septaningsih. 2015. Analisis Sidik Jari Kromatografi Lapis
Tipis Rimpang Temu Mangga (Curcuma mangga). Jurnal Jamu Indonesia
(2018) 3(3): 109-115.

Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa


Tumbuhan. Terjemah Kosasih Padmawinata, K. Dan Soediro, I., Edisi II,
Penerbit ITB, Bandung.

Harborne, J.B. 2006. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan (alih bahasa: Kosasih Padmawinata & Iwang Soediro). Penerbit
ITB: Bandung.

Husna, dkk. 2020. Identifikasi Bahan Kimia Obat dalam Obat Tradisional Stamina
Pria dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. Farmaka, 18(2), 16-25.

Jayanti Fonda. 2011. Penerapan Metode Kromatografi Lapisan Tipis (Klt) Untuk
Membedakan Curcuma Domestica Val., Curcuma Xanthorrhiza Roxb.,
Curcuma Zedoaria Rosc., Curcuma Mangga Val. & Van Zijp., Curcuma
Aeroginosa Roxb.Dalam Campuran. Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga.

Kasma Sari. 2018. Proses Pengolahan Saus Kluwak (Pangium edule R.) Dengan
Penambahan Buah Tomat (Solanum lycopersicum). Skripsi, Politeknik
Pertanian Negeri Pangkep.

Kemenkes RI. 2011. Pedoman Pelaksanaa Jaminan Kesehatan Masyarakat.


Jakarta: Kemenkes.

Lestari, Dinda Putri Arifah. 2018. Perbedaan Daya Hambat Antara Antibiotik
Amoxicillin Dengan Perasan Daun Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap
Bakteri Staphylococcus Aureus. Diploma Thesis, Universitas
Muhammadiyah Surabaya.

Makmum Syafi’I, Eti Rohaeti dan Dewi Anggraini. 2018. Analisis Sidik Jari
Kromatografi Lapis Tipis Rimpang Temu Mangga (Curcuma Mangga).
Jurnal Jamu Indonesia, 3(3):109-115.

Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, Dan Identifikasi Senyawa Aktif.


Jurnal Kesehatan. 7(2):361-367.

Nita Karima, Baiq L. P., 2019. Identifikasi Senyawa Kuersetin Ekstrak Etil Asetat
Daun Senggani (Melastoma malabathricum L.) Dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Program Studi Farmasi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Tanjungpura.

Nuraini, Dini Nuris. 2014. Aneka Manfaat Bunga untuk Kesehatan. Yogyakarta:
Gava Media.
Nuria, C., Faizatun, A., Sumantri. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
Daun Jarak Pagar (Jatropha Curcas L) Terhadap Bakteri Staphylococcus
Aureus Atcc 25923,Escherichia Coli Atcc25922, dan Salmonella Typhi
Atcc1408. Jurnal Ilmu –ilmu Pertanian., 5(2): 26 –37.

Nurmalasari, Sri Luliana, Sri Wahdaningsih. 2020. Identifikasi Senyawa Fenol Dan
Flavonoid Dari Berbagai Bagian Tanaman Senggani (Melastoma
Malabathricum L.) Menggunakan Metode Kromatografi Lapis Tipis.
Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura.

Plantamor. 2012. Klasifikasi www.plantamor.com. Diakses pada tanggal 20 Maret


2012.

PubChem. 2023. National Center for Biotechnology Information Compound


Summary for CID 11442. Diakses pada tanggal 01 April 2023.

Putra S., 2015. Kitab Herbal Nusantara Kumpulan Resep Dan Ramuan Tanaman
Obat Untuk Berbagai Gangguan Kesehatan. (Andien, Ed.) Yogyakarta:
Katahati.

Qodri et al., 2014. Skrining Fitokimia Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol dari
Kulit Batang Mahoni ( Swietenia mahagony Jacq.). Jurnal Kimia. 2(2): 480-
484.

Rahmawati dkk. 2017. Profil Kadar Saponin Pada Beberapa Bagian Umbi
(Akartalinum Paniculatum) Hasil Kultivasi Petanidi Daerah Plosoklaten
Kediri. Universitas Negeri Malang: Jalan Semarang.

Rasyad, Rasdiyan. 2012. Metode Statistik Deskriptif Untuk Umum. Jakarta:


Grasindo.

Renjana dkk. 2021. Potensi Nephrolepis spp. sebagai tanaman obat Koleksi Kebun
Raya Purwodadi berdasarkan kajian etnomedisin dan fitokimia. Buletin
Plasma Nutfah, 27(1), 1-10.

Ridhwan dkk. 2022. Studi Keberadaan dan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan


Paku (Pteridophyta) di Kawasan Situ Gintung, Kota Tangerang Selatan.
NUCLEUS, 3(2), 203-209.

Rohman A. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suryadarma, M. 2014. Pengembangan Metode Analisis. Surabaya: Airlangga Press.

Suwertayasa, dkk., 2013. Uji Antipiretik Ekstrak Etanol Daun Tembelekan (Latana
camara L.) Pada Tikus Jantan Galur Wistar. Universitas Sam Ratulangi,
Manado.
Sylvia, O. 2017. Perbandingan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Biji Pepaya
(Carica papaya L.) Dari Dua Varietas Terhadap Bakteri Escherichia
Coli Ovalina. Jurnal Stikna, 1(2), Pp. 183–188.

Tjitrosoepomo, Gembong. 2014. Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta,


Bryophyta, Pteridophyta). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Torar, Citraningtyas. 2017. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Biji Pepaya
(Carica papaya L.) Terhadap Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Dan
Staphylococcus Aureus’. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi, 6(2), Pp. 14-22.

Watson, D. 2005. Analisis Farmasi. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Wu et al,. 2022. Phenanthroindolizidine alkaloids and their cytotoxicity from the


leaves of Ficus septica, Heterocycles. Science Japan, 57: 2401–2408.

Wulandari, Lstyo. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. Jember: PT Taman Kampus.


Presindo.

Yuldiana. 2016. Inventarisasi Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di kawasan Goa


Margo Tresnongluyu Kabupaten Nganjuk. Skripsi. Kendiri. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Nusantara PGRI.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1: Alat dan Bahan
a. Alat

No Nama Gambar Fungsi

Digunakan untuk wadah


1. Cawan Porselin
melarutkan ekstrak

Digunakan untuk
2. Cutter
Memotong plat KLT

Digunakan untuk proses


3. Gelas Kaca
KLT

Digunakan untuk wadah


4. Gelas Kimia
pelarut

Digunakan untuk

5. Gelas Ukur mengukur volume pelarut


yang akan digunakan
Digunakan untuk
6. Kaca Preparat
menutupi gelas kaca

Digunakan untuk melihat


7. Lampu UV 366 nm
noda di plat KLT

Digunakan untuk melihat


8. Lampu UV 254 nm
noda di plat KLT

Digunakan untuk
mengukur batas atas dan
9. Penggaris
batas bawah pada plat
KLT

Digunakan untuk
menandai batas atas dan
10. Pensil
batas bawah pada plat
KLT

Digunakan untuk

11. Pinset memudahkan memegang


plat KLT
Digunakan untuk

12. Pipa Kapiler menotolkan sampel pada


plat KLT

Digunakan untuk proses


13. Plat KLT
KLT

b. Bahan
No Nama Gambar Kegunaan

Digunakan sebagai
1. Alkohol 70%
pembersih alat

Digunakan sebagai

2. Aluminium Foil pembungkus cawan


porselin

Ekstrak-Ekstrak Digunakan sebagai


3.
Kental sampel

Digunakan sebagai
4. Etil Asetat
komponen eluen
Digunakan sebagai
5. Kertas Saring
penjenuh gelas kaca

Digunakan sebagai
6. Label
penanda cawan porselin

Digunakan sebagai
7. Metanol
pelarut

Digunakan sebagai
8. N-Heksan
komponen eluen

Digunakan sebagai
9. Tisu
pembersih alat
Lampiran 2: Diagram Alir

Ekstrak Kental
Disiapkan alat dan bahan
Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
Dilarutkan ekstrak-ekstrak kental dengan masing-masing
pelarut yang sesuai
Diukur volume etil asetat dan N-Heksan dengan
perbandingan 8 : 2 dalam 5 mL
Dimasukkan komponen eluen ke dalam gelas kaca
Dijenuhkan gelas kaca dengan memasukkan kertas saring ke
dalam gelas
Ditutup gelas menggunakan kaca preparat
Diambil sampel yang telah dilarutkan menggunakan pipa
kapiler
Dilakukan penotolan sampel pada plat KLT
Dimasukkan plat KLT ke dalam gelas kaca
Ditunggu sampai eluen terserap mencapai tanda batas
Diamati plat KLT dibawah lampu UV 366 nm dan 254 nm
Ditandai noda yang didapatkan di plat KLT
Dihitung nilai Rf yang didapatkan pada setiap sampel

Hasil
Lampiran 3: Skema Kerja

Melarutkan ekstrak-
Menyiapkan alat dan Membersihkan alat ekstrak kental dengan
bahan menggunakan alkohol masing-masing pelarut
70% yang sesuai

Mengukur volume etil


Menjenuhkan gelas
Memasukkan asetat dan N-heksan
kaca dengan
komponen eluen ke dengan perbandingan 8
memasukkan kertas
dalam gelas kaca : 2 dalam 5 mL
saring ke dalam gelas

Menutup gelas Mengambil sampel


Melakukan penotolan
menggunakan kaca yang telah dilarutkan
sampel pada plat KLT
preparat dengan pipa kapiler
Mengamati plat KLT Menunggu sampai Memasukkan plat KLT
dibawah lampu UV eluen terserap ke dalam gelas kaca
366 nm dan 254 nm mencapai tanda batas

Menandai noda yang


didapatkan di plat Menghitung nilai Rf
KLT yang didapatkan pada
setiap sampel

Anda mungkin juga menyukai