Anda di halaman 1dari 42

Laporan Praktikum

FARMAKOGNOSI
“IDENTIFIKASI MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS AMILUM DAN
FOLIUM”
Ditujukan untuk memenuhi nilai praktikum farmakognosi

OLEH

KELOMPOK : V (LIMA)
KELAS : B S-1 FARMASI 2020
ASISTEN : HENDRAWAN DWIKARUNIA DATUKRAMAT

LABORATORIUM BAHAN ALAM


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
Lembar pengesahan

FARMAKOGNOSI
“IDENTIFIKASI MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS AMILUM DAN
FOLIUM”

OLEH

KELAS : B S-1 FARMASI 2020


KELOMPOK : V (LIMA)

1. DELVIYANTI R. MOKO (821420038)


2. AFIFAH JIHAN FEBRIANA (821420043)
3. WULAN APRILIYANI PUTRI (821420056)
4. MOHAMAD ADITYA MAKU (821420059)
5. CHINTA SURYANINGRUM (821420064)
6. FITRI NENTO (821420068)

Gorontalo, September 2021 NILAI


Mengetahui
Asisten

HENDRAWAN DWIKARUNIA DATUKRAMAT


KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warhmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
Nya sehingga laporan praktikum kali ini dapat tersusun hingga selesai.
Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi baik secara materi maupun secara lisan.
Harapan kami pada laporan kali ini, semoga laporan Farmakognosi
dengan judul “Identifikasi makroskopis dan mikroskopis amilum dan
folium” ini dapat menambah referensi, pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, untuk kedepannya maupun menambah isi laporan agar
menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, maka
diyakini masih banyak kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
Wassalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh

Gorontalo, Oktober 2021

Kelompok II

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Maksud Percobaan.....................................................................................4
1.3 Tujuan Percobaan......................................................................................4
1.4 Manfaat Percobaan....................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................5
2.1 Dasar Teori................................................................................................5
2.2 Uraian Tanaman.......................................................................................10
2.3 Uraian Bahan...........................................................................................13
BAB 3 METODE KERJA.................................................................................15
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum.................................................................15
3.2 Alat dan Bahan.........................................................................................15
3.3 Cara Kerja................................................................................................15
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................17
4.1 Hasil Pengamatan....................................................................................17
4.2 Perhitungan..............................................................................................17
4.3 Pembahasan.............................................................................................17
BAB 5 PENUTUP...............................................................................................23
5.1 Kesimpulan..............................................................................................23
5.2 Saran........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Farmasi merupakan profesi kesehatan yang meliputi kegiatan di bidang


penemuan, pengembangan, produksi, pengolahan, peracikan, informasi obat dan
distribusi obat.  Ilmu kefarmasian belum dikenal oleh dunia  pada zaman
Hiprocrates atau yang lebih dikenal dengan sebutan Bapak Ilmu Kedokteran yaitu
pada tahun 460 SM samapai dengan 370 SM.  Pada peradaban itu seorang Dokter
memiliki banyak tugas tidak hanya mendiagnosa suatu penyakit yang diderita oleh
sang pasien, tetapi ia juga mempersiapkan ramuan atau racikan obat seperti halnya
seorang apoteker. Dalam farmasi juga mempelajari berbagai ilmu
terapan,diantaranya adalah matematika, fisika, biologi, kimiadan masih banyak
cabang ilmu lainnya (Anief, 2005).

Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam tumbuhan yang


dapat manfaatkan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan manusia. Masyarakat
Indonesia sejak zaman dahulu telah mengenal tanaman yang mempunyai khasiat
obat atau menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tanaman yang berkhasiat
obat tersebut dikenal dengan sebutan tanaman obat tradisional. Berbagai khasiat
yang dapat dihasilkan oleh tanaman tradisional yang ada, dimana merupakan efek
dan khasiat dari berbagai zat yang terkandung dalam tanaman tersebut. Tumbuhan
tersebut secara turun-temurun telah domanfaatkan sebagai bahan obat tradisonal
baik untuk tindakan pencegahan maupun pengobatan terhadap berbagai penyakit.
Pemanfaatan tumbuhan sebgaai obat tradisona; pada umunya hanya didasarkan
atas pengalaman atau warisan tapa mengetahui kandungan kimia secara pasti.
Tumbuhan tersebut jika ditelaah lebih lanjut mempunyai kandungan kimia aktif
bilogis (Hanani et al., 2003).

Salah satu hal yang meletarbelakangi berdirinya jurusan Farmasi khusunya


di Provinsi Gorontalo yaitudikarenakan tingginya kebutuhnan tenaga kefarmasian.
Kurangnya jumlah tenaga Farmasi baik di Instalasi Pemerintah maupun di sektor

1
Swasta, menginisiasi para stakeholder di lingkungan kampus UNG untuk
memberikan solusi dengan jalan membuka Jurusan Farmasi di kampus UNG. Dan
Jurusan Farmasi Universitas Negeri Gorontalo merupakan Jurusan Farmasi
pertama yang di provinsi Gorontalo.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ilmu farmasi pun


mengalami perkembangan hingga terpecah menjadi ilmu yang lebih khusus, tetapi
saling berkaitan antara lain farmakologi, farmakognosi, galenika, kimia farmasi,
dan botani atau morfologi tumbuhan (Syamsuni,2006).

Farmakognosi berasal dari dua kata Pharmacon yang berarti obat dan Gnosi
yang berarti ilmu atau pengetahuan. Jadi farmakognosi merupakan salah satu ilmu
yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat
digunakan sebagai obat alami yang telah melewati berbagai macam uji seperti uji
farmakodinamik, uji toksikologi dan uji biofarmasetika. Farmakognosi adalah
sebagai bagian biofarmasi, biokimia dan kimia sintesa, sehingga ruang lingkupnya
menjadi luas (Ayucitra, et al, 2009)

Sedangkan di Indonesia saat ini untuk praktikum Farmakognosi hanya


meliputi segi pengamatan makroskopis, mikroskopis dan organoleptis yang
seharusnya juga mencakup identifikasi, isolasi dan pemurnian setiap zat yang
terkandung dalam simplisia dengan ekstraksi atau dinyatakan lain (Widowati,
2005).
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa
tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi
sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lannya yang dengan cara tertentu
dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni (Suharmiati,
2003).
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam. Indonesia
disebut sebgai Negara yang memliki tanah yang subur dan banyak memiliki
keanekaragaman hayari yang melimpah. Berbagai jenis tanaman ada di Indonesia
3
salah satunya adalah tanaman obat atau herbal mulai dari jenis rimpang, batang,
umbi, daun, maupun jenis herbal lainnya, sebanyak 40.000 jenis flora yang
tumbuh didunia, 30.000 jenis flora diantaranya tumbuhan Indonesia sehingga
dapat sebutan live laboratory (Pranata, 2014).

Hampir 90% bahan baku obat, baik zat aktif maupun bahan tambahan
(eksipien) di Indonesia didapatkan melalui impor dari luar negeri, padahal sumber
daya Indonesia dapat dikembangkan. Tingginya kebutuhan bahan baku dan bahan
tambahan obat ke Indonesia terus mendorong penelitian untuk menghasilkan
eksipien lokal yang memenuhi kualitas pharmaceutical grade. Proses pembuatan
tablet yang baik serta memenuhi persyaratan tablet yang ideal diperlukan bahan-
bahan tambahan, antara lain: bahan pengisi, bahan pengikat, bahan penghancur,
bahan pelican dan bahan pembantu lainnya (Depkes RI, 2014).

Menurut Kemenkes (2016) saat ini industri farmasi Indonesia telah dapat
memproduksi 90% kebutuhan produk obat dalam negeri bahkan untuk ekspor.
Namun, hampir 95% produksi tersebut tergantung pada Bahan Baku Obat (BBO)
impor. Saat ini dilakukan studi kelayakan pengembangan bahan baku obat dan
obat tradisional di dalam negeri yaitu produk eksipien turunan pati dan produk
ekstrak.

Salah satu bahan tambahan yang digunakan dalam formulasi tablet sediaan
farmasi adalah bahan pengikat. Bahan pengikat adalam bahan yang dapat
menyatukan serbuk untuk membentuk granul atau membentuk tablet tyang solid.
Pemilihan bahan pengikat bergantung kepada daya pengikatan yang diperlukan
untuk membuat granul dan ketercampurannya dengan bahan pencampur lain
terutama dengan bahan aktif. Bahan pengikat yang umu digunakan adalah pati
(Ben, E.S., 2008).

Amilum adalah salah satu zat yang sering digunakan sebagai bahan pengikat
dalam pembuatan tablet. Banyak sumber dari amilum yang belum dimanfaatkan
dalam pembuatan tablet, salah satunya adalah amilum ubi jalar. Amilum terdiri
dari dua bagian penting yaitu amilosa dan amilopektin. Amilopektin merupakan

3
ester asam fosfat dari polisakarida heksa amilosa yang membentuk massa yang
lengket dengan air dan dengan iodium membentuk massa kemerah-merahan.
Massa lengket yang terbentuk, bila dipanaskan dengan air menjadi gelatinous.

3
Sifat ini dimanfaatkan sebagai bahan pengikat dalam pembuatan tablet (Poedjiadi
dan Supriyanti, 2009).

Selain berfungsi sebaga bahan pengikat pati juga dapat digunakan sebagai
bahan pengaur aliran dan bahan penhancur. Terdapat dua jenis pati yang sering
digunkan di industry farmasi yaitu pati alami dan pati modifikasi. Pati dalam
bentuk alami (native starch) adalah pati yang dihasilkan dari sumber umbi-
umbian dan belum mengalami perubahan sifat fisik dan kimia (Soebagio, et al,
2009).

Menurut Anggraeni et al., (2014), Ubi jalar memiliki kandungan nutrisi


yang tinggi seperti karbohidrat (pati dan serat pangan), vitamin, dan mineral
(kalium dan fosfor). Dengan demikian, ubi jalar memiliki potensi yang baik untuk
dipertimbangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan yang berbasis
pada tepung dan pati. Ubi jalar memiliki jenis yang berbeda-beda dengan
kandungan komposisi kimia yang bebeda juga. Kadar pati pada ubi jalar oranye
sebesar 15.18%, pada ubi jalar putih 28.79%, dan pada ubi jalar ungu 12.64%.
Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Pamungkas (2016), mengenai
penggunaan amilum ubi jalar dalam tablet dapat digunakan sebagai bahan
pengikat pada tablet hisap. Penelitian oleh Lutfi (2009), juga mengatakan bahwa
amilum ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan pengikat tablet tetapi belum
dilakukan uji disolusinya.

Berdasarakan uaraian diatas maka dilakukan praktikum identifikasi


makrskopis dan mikroskopis dari simplisia amilum.
1.2 Maksud Percobaan

Maksud dari dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui dan


memahami cara melakukan identifikasi makrskopis dan mikroskopis amilum
amilum.

6
1.3 Tujuan Percobaan

1. Untuk mengetahui dan memahami cara identifikasi berbagai jenis simplisia

amilum secara makroskopis dan mikroskopis.

2. Untuk mengetahui dan memahami kandungan dan khasiat dari simplisia

yang dijadikan sebagai sampel

3
1.4 Manfaat Percobaan

1. Untuk Praktikan

Praktikan mampu melakukan identifikasi amilum dan kandungan senyawa


dari sampel yang digunakan.

2. Untuk Universitas

Dapat mengembangkan kemajuan dengan dilakukannya suatu penelitian


oleh mahasiswa

3. Untuk Masyarakat

Dapat lebih meningkatkan kualitas sediaan sehingga aman saat


peredarannya

8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori

Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,
berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang
dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk
fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati
sebagai sumber energi yang penting (Winarno, 2004).
Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa yang terdiri dari
amilosa dan amilopektin dengan perbandingan 1:3 (besarnya perbandingan
amilosa dan amilopektin ini berbeda-beda tergantung jenis patinya). Amilosa
memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket.
7 Kedua karbohidrat ini juga memiliki kelarutan yang berbeda-beda terhadap air.
Fraksi terlarutnya adalah amilosa dengan kadar ± 20% dengan sturktur linier,
sedangkan fraksi tidak terlarutnya adalah amilopektin dengan kadar ± 80%
dengan struktur bercabang (Yazid, et.al., 2006).
Starch atau pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman
hijau melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang
tidak larut dalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan
bentuk tergantung pada jenis tanamannya. Pati digunakan sebagai pengental dan
penstabil dalam makanan (Fortuna et al.,2001).
Komposisi pati pada umumnya terdiri dari amilopektin sebagai bagian
terbesar dan sisanya amilosa , dimana masing-masing memiliki sifat-sifat
alami yang berbeda yaitu 10-20% amilosa dan 80-90% amilopektin. Amilosa
tersusun dari molekul-molekul α-glukosa dengan ikatan glikosida α-(1-4)
membentuk rantai linier. Sedangkan amilopektin terdiri dari rantai-rantai amilosa
(ikatan α(1-4)) yang saling terikat membentuk cabang dengan ikatan glikosida α-
(1-6). Sebagian besar pati alami seperti pati jagung, gandum, tapioka, kentang
dan sagu mengandung prosentase yang tinggi dari rantai percabangan

9
amilopektin . Pati kentang mengandung amilosa sekitar 23% dan amilopektin
77% (Sunarti et al,. 2002)
Amilum merupakan suatu senyawa organik yang tersebar luas pada
kandungan tanaman. Amilum dihasilkan dari dalam daun-daun hijau sebagai
wujud penyimpanan sementara dari produk fotosintesis. Amilum juga tersimpan
dalam bahan makanan cadangan yang permanen untuk tanaman, dalam biji, jari-
jari teras, kulit batang, akar tanaman menahun, dan umbi. Amilum merupakan 50-
65% berat kering biji gandum dan 80% bahan kering umbi kentang
(Gunawan,2004).
Amilum adalah jenis polisakarida yang banyak terdapat dialam, yaitu
sebagian besar tumbuhan terdapat pada umbi, daun, batang, dan biji-bijian
(Poedjiadi, A. 2009).
Amilum merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan d-glikosidik.
Amilum terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi
terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa
mempunyai struktur lurus sedangkan amilo- pektin mempunyai cabang (Zulfikar;
2008).
Secara umum, amilum terdiri dari 20% bagian yang larut air (amilosa) dan
80% bagian yag tidak larut air (amilopektin). Hidrolisis amilum oleh asama
mineral menghasilkan glukosa sebagai produk akhir secara hampir kuantitatif
(Gunawan, 2004).
Amilum terdiri dari dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah
polimer dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20 – 28 %) dan sisanya amilopektin.
Amilosa yaitu diamana Terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang berikatan
dengan ikatan α 1,4 glikosidik. Jadi molekulnya menyerupai rantai terbuka.
Seddangkan amilopektin   yaitu Terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian
besar mempunyai ikatan 1,4- glikosidik dan sebagian ikatan 1,6- glikosidik.
adanya ikatan 1,6-glikosidik menyebabkan terdjadinya cabang, sehingga molekul
amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang. Molekul amilopektin lebih

10
besar dari pada molekul amilosa karena terdiri atas lebih 1000 unit glukosa
(Poedjiadi,A.2009)

3
Amilosa merupakan bagian dari rantai lurus yang dapat memutar dan
membentuk daerah sulur ganda. Pada permukaan luar amilosa yang bersulur
tunggal terdapat hidrogen yang berikatan dengan atom O-2 dan O-6. Rantai
lurus amilosa yang membentuk sulur ganda kristal tersebut tahan terhadap
amilase. Ikatan hydrogen inter- dan intra-sulur mengakibatkan terbentuknya
struktur hidrofobik dengan kelarutan yang rendah. Oleh karena itu, sulur
tunggal amilosa mirip dengan siklo-dekstrin yang bersifat hidrofobik pada
permukaan dalamnya (Chaplin 2002).
Pada struktur granula pati, amilosa dan amilopektin tersusun dalam suatu
cincin-cincin. Jumlah cincin dalam suatu granula pati kurang lebih 16 buah, yang
terdiri atas cincin lapisan amorf dan cincin lapisan semikristal (Hustiany 2006).
Amilosa merupakan fraksi gerak, yang artinya dalam granula pati letaknya
tidak pada satu tempat, tetapi bergantung pada jenis pati. Umumnya amilosa
terletak di antara molekul-molekul amilopektin dan secara acak berada selang-
seling di antara daerah amorf dan kristal .Ketika dipanaskan dalam air, amilo-
pektin akan membentuk lapisan yang transparan, yaitu larutan dengan visko-
sitas tinggi dan berbentuk lapisan-lapisan seperti untaian tali. Pada amilopektin
cenderung tidak terjadi retrogradasi dan tidak membentuk gel, kecuali pada kon-
sentrasi tinggi (Heni ,2010).
Dalam produk makanan amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses
mekar (puffing) dimana produk makan yang berasal dari amilum yang kandungan
amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, garing dan renyah. Kebalikannya
amilum dengan kandungan amilosa tinggi, cenderung menghasilkan produk yang
keras, pejal, karena proses mekarnya terjadi secara terbatas (Koswara; 2009).
Bentuk sederhana amilum adalah glukosa dan rumus struktur glukosa adalah
C6H11O6 dan rumus bangun dari α- D- glukosa. Amilum dapat dihidrolisis
sempurna dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan glukosa. Hidrolisis
juga dapat dilakukan dengan bantuan enzim amilase, dalam air ludah dan dalam
cairan yang dikeluarkan oleh pankreas terdapat amilase yang bekerja terhadap

12
amilum yang terdapat pada makanan kita oleh enzim amilase, amilum diubah
menjadi maltosa dalam bentuk β – maltosa (Poedjiadi,A. 2009).
Amilosa merupakan polisakarida berantai lurus bagian dari butir-butir pati
yang terdiri atas molekul-molekul glukosa yang terikat satu sama lain melalui
ikatan α-1,4-glikosidik. Amilosa merupakan bagian dari pati yang larut dalam air,
yang mempunyai berat molekul antara 50.000-200.000, dan bila ditambah dengan
iodium akan memberikan warna biru (Indriyanti, 2010).
Amilosa ditambahkan dengan iodium akan memberikan warna khas, warna
tersebut bermacam-macam tergantung pada panjang ikatan glikosida yang
terdapat pada pati. Pati bila berikatan dengan iodium akan menghasilkan warna
biru karena struktur molekul pati yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat
molekul iodium dan membentuk warna biru. Pati akan merefleksikan warna biru
bila polimer glukosanya lebih besar dari 20 (seperti amilosa). Bila polimer
glukosanya kurang dari 20, seperti amilopektin, akan menghasilkan warna merah
atau ungu-coklat. Sedangkan polimer yang lebih kecil dari lima, tidak memberi
warna dengan iodium (Koswara, 2009).
Tanaman dengan kandungan amilum yang digunakan di bidang farmasi
adalah jagung (Zea mays), Padi/beras (Oryza sativa), kentang (Solanum
tuberosum), ketela rambat (Ipomoea batatas), ketela pohon (Manihot utilissima)
(Gunawan, 2004).
Pada bidang farmasi, amilum terdiri dari granul-granul yang diisolasi dari
Zea mays Linne (Graminae), Triticum aesticum Linne (Graminae), dan Solanum
tuberosum Linne (Solanaceae). Granul amilum jagung berbentu polygonal,
membulat atau sferoidal dam mempunyai garis tengah 35 mm. Amilum gandum
dan kentang mempunyai komposisi yang kurang seragam, masing-masing
mempunyai 2 tipe granul yang berbeda (Gunawan, 2004).
Amilum digunakan sebagai bahan penyusun dalam serbuk dan sebagai
bahan pembantu dalam pembuatan sediaan farmasi yang meliputi bahan pengisi
tablet, bahan pengikat, dan bahan penghancur. Sementara suspensi amilum dapat
diberikan secara oral sebagai antidotum terhadap keracunan iodium dam amilum

13
gliserin biasa digunakan sebagai emolien dan sebagai basis untuk supositoria
(Gunawan, 2004).
Sebagai amilum normal, penggunaanya terbatas dalam industri farmasi. Hal
ini disebabkan karakteristiknya yang tidak mendukung seperti daya alir yang
kurang baik, tidak mempunyai sifat pengikat sehingga hanya digunakan sebagai
pengisi tablet bagi bahan obat yang mempunyai daya alir baik atau sebagai
musilago, bahan pengikat dalam pembuatan tablet cara granulasi basah (Anwar,
2004).
Amilum hidroksi-etil adalah bahan yang semisintetik yang digunakan
sebagai pengencer plasma (dalam larutan 6%). Ini merupakan pengibatan
tasmbahan untuk kejutan yang disebabkan oleh pendarahan, luka terbakar,
pembedahan, sepsis, dan trauma lain. Sediaan amilum yang terdapat dalam
pasaran adalah Volex (Gunawan, 2004).
Fungsi amilum dalam dunia farmasi  digunakan sebagai bahan penghancur
atau pengembang (disintegrant), yang berfungsi membantu hancurnya tablet
setelah ditelan (Syamsuni H,A. 2007).
2.2 Uraian Tanaman

2.2.1 Tanaman Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

1. Klasifikasi Tanaman Ubi Jalar Menurut Rukmana (2005);

Regnum : Plantae

Divisi : Sphermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Convolvulales
Gambar 2.2.1
Ubi Jalar (Ipomoea
Family : Convolvulacea batatas L.)

Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea batatas L.

14
2. Morfologi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L.) diduga berasal dari benua Amerika,
namun para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi
jalar adalah Selandia Baru, Polinesia dan Amerika bagian tengah. Ubi jalar mulai
menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negaranegara beriklim tropis pada abad
ke-16 (FAO, 2004). Pada tahun 1960, ubi jalar sudah tersebar ke hampir setiap
daerah Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua dan
Sumatra (Suprapti, 2003). Ubi jalar termasuk tanaman tropis dan dapat tumbuh
dengan baik di daerah sub tropis. Disamping iklim, faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ubi jalar adalah jarak tanam, varietas dan lokasi tanam (Sutrisno dan
Dewi, 2014).

Tanaman ubi jalar termasuk tumbuhan semusim (annual) yang memiliki


susunan tubuh utama terdiri dari batang, ubi, daun, bunga, buah, dan biji. Batang
tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, berbuku-buku, dan tipe pertumbuhannya
tegak atau merambat (menjalar). Panjang batang tanaman bertipe tegak antara 1
m- 2 m, sedangkan pada tipe merambat (menjalar) antara 2 m-3 m. Ukuran batang
dibedakan atas tiga macam, yaitu besar, sedang, dan kecil. Warna batang biasanya
hijau tua sampai keungu-unguan (Ginting et al., 2014).

Pada bagian batang yang berbuku-buku tumbuh daun bertangkai agak


panjang secara tunggal. Daun berbentuk bulat sampai lonjong dengan tepi rata
atau berlekuk dangkal sampai berlekuk dalam, sedangkan bagian ujung daun
meruncing. Helaian daun berukuran lebar, menyatu mirip bentuk jantung, namun
ada pula yang bersifat menjari. Daun biasanya berwarna hijau tua atau
kekuningkuningan. Dari ketiak daun akan tumbuh karangan bunga. Bunga ubi
jalar berbentuk terompet, tersusun dari lima helai daun mahkota, lima helai daun
bunga, dan satu tangkai putik. Mahkota bunga berwarna putih atau putih
keunguunguan. Bunga ubi jalar mekar pada pagi hari mulai pukul 04.00-11.00.
Bila terjadi penyerbukan buatan, bunga akan membentuk buah. Buah ubi jalar
berbentuk bulat berkotak tiga, berkulit keras dan berbiji (Steenis 2006).

15
Tanaman ubi jalar yang sudah berumur ±3 minggu setelah tanam biasanya
sudah membentuk ubi. Bentuk ubi biasanya bulat sampai lonjong dengan
permukaan rata sampai tidak rata. Bentuk ubi yang ideal adalah lonjong agak
panjang dengan berat antara 200 g- 250 g per ubi. Kulit ubi berwarna putih,
kuning, ungu atau ungu kemerah-merahan tergantung jenis (varietas)nya. Struktur
kulit ubi bervariasi antara tipis sampai dengan tebal, dan biasanya bergetah. Jenis
atau varietas ubi jalar yang berkulit tebal dan bergetah memiliki kecenderungan
tahan terhadap penggerek ubi (Cylas sp.). Daging ubi berwarna putih, kuning,
atau jingga sedikit ungu. Ubi yang berkadar tepung tinggi rasanya cenderung
manis (Damardjati et al., 2000).

Umbi tanaman ubi jalar merupakan bagian yang dimanfaatkan untuk bahan
makanan. Umbi tanaman ubi jalar memiliki mata tunas yang dapat tumbuh
menjadi tanaman baru. Umbi tanaman ubi jalar ini terjadi karena adanya proses
diferensiasi akar sebagai akibat terjadinya penimbunan asimilat dari daun yang
membentuk umbi (Widodo; Juanda dan Cahyono, 2000).

Umbi tanaman ubi jalar memiliki ukuran, bentuk, warna kulit, dan warna
daging bermacam-macam, tergantung varietasnya. Ukuran umbi tanaman ubi jalar
bervariasi, ada yang besar dan ada pula yang kecil. Bentuk umbi tanaman ubi jalar
ada yang bulat, bulat lonjong (oval), dan bulat panjang. Kulit umbi ada yang
berwarna putih, kuning, ungu, jingga, dan merah. Demikian pula, daging umbi
tanaman ubi jalar ada yang berwarna putih, kuning, jingga, dan ungu muda. Umbi
tanaman ubi jalar memiliki tekstur daging bervariasi, ada yang masir (mempur)
dan ada pula yang benyek berair. Rasa umbi tanaman ubi jalar pun bervariasi, ada
yang manis, kurang manis, dan ada pula yang gurih. Bentuk umbi yang rata (bulat
dan bulat lonjong dan tidak banyak lekukan) termasuk umbi yang berkualitas
baik. Warna daging umbi memiliki hubungan dengan kandungan gizi, terutama
kandungan beta karoten. Umbi berwarna jingga atau oranye mengandung beta
karoten lebih tinggi daripada jenis ubi jalar lainnya (Juanda dan Cahyono, 2000).

3. Kandungan Senyawa Singkong (Manihot esculenta C)

16
Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang
mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber 11 vitamin
(A, C, B1, dan B2), mineral (Fe, P, Na, K, Zn, Cu dan Ca), protein, lemak, dan
serat kasar. Kandungan kimia ubi jalar per 100 gram terdiri atas air (68,5 gram),
pati (27,9 gram), protein (1,8 gram), lemak (0,7 gram), kalori (123 kalori), serat
kasar (1,2 gram), dan kadar gula (0,4 gram), dan sumber mineral yang cukup
memadai (Balitkabi, 2011). Ubi jalar memiliki kandungan air yang tinggi
sehingga bahan kering yang terkandung relatif rendah. Kandungan bahan kering
ubi jalar antara 16-40%, sedangkan 75-90% adalah karbohidrat yang mengandung
pati, gula, selulosa, hemilselulosa dan pektin (Sutrisno, 2014).

Kandungan gizi ubi jalar putih cukup lengkap dan dapat memenuhi
kebutuhan gizi bagi kesehatan tubuh. Zat-zat yang terkandung di dalam ubi jalar
putih dapat mencegah berbagai penyakit, membangun sel-sel tubuh, menghasilkan
energi, dan meningkatkan metabolisme tubuh. Selain mengandung zat gizi, ubi
jalar putih juga mengandung zat anti gizi yang dapat menurunkan cita rasa
sehingga masyarakat banyak yang tidak menyukainya. Zat anti gizi tersebut
adalah tripsin inhibitor yang dapat menghambat kerja tripsin dalam mengurai
protein sehingga menyebabkan terganggunya pencernaan protein dalam usus.
Akibatnya, tingkat penyerapan protein dalam tubuh menurun yang ditunjukkan
dengan timbulnya gejala diare. Selain itu ubi jalar putih mengandung senyawa-
senyawa seperti ipomemron, furoterpen kaumarin dan polifenol yang
menumbuhkan rasa pahit (Damardjati et al., 2000).
2.3 Uraian Bahan

2.3.1 Alkohol (Rowe et al.,2009)

Nama resmi : AETHANOLUM

Nama lain : Etanol, Alkohol, Etil Alcohol, Etil hidrosida,


Methylcarbinol

Rumus Molekul : C2H5OH

17
Berat molekul : 46,07 g/mol

Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan


mudah bergerak, bau khas, rasa panas dan mudah
terbakar

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam klorofom P dan


dalam eter P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari Cahaya,


ditempat sejuk, dan jauh dari nyala api

Khasiat : Antiseptik dan disinfektan

Kegunaan : Sebagai pembersih alat-alat agar steril

2.3.2 Aquadest (Rowe et al.,2009)


Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama Lain : Air Suling

Rumus Struktur :

Rumus Molekul : H2O

Berat Molekul : 18,02 gr/mol

18
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa

Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan

Khasiat : Dapat melarutkan berbagai zat

Kegunaan : Sebagai bahan pendispersi

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup

Kegunaan : Pelarut dan reagen

19
BAB 3
METODE KERJA

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum Farmakognosi percobaan “Identifikasi Makroskopis dan


Mikroskopis Amilum“ dilaksanakan pada hari Sabtu, 16 Oktober 2021 pukul
13:00 – 15:30 WITA bertempat di Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan
Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu blender, cawan porselin,
kaca objek, kaca preparat, kain saring, lap halus, lap kasar, mikroskop, neraca
ohaus, oven, pentul, dan wadah bening.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu etanol 70%, aquadest,
sampel ubi jalar (Ipomoea batatas), dan tissu.
3.3 Cara Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Dibersihkan alat yang akan digunakan menggunakan etanol 70%

3. Dipotong sampel ubi jalar menjadi dadu atau kecil sebanyak 1 kg

4. Dimasukan sampel ubi jalar kedalam blender dan ditambahkan aquadest

5. Dihaluskan sampel dengan blender

6. Disaring sampel menggunakan kain saring untuk menghasilkan filtrat

7. Didiamkan filtrat yang telah disaring di dalam wadah bening

8. Dicatat waktu yang dibutuhkan filtrate untuk menghasilkan endapan

20
9. Ditimbang residu hasil saringan menggunakan neraca ohaus

10. Dipanaskan filtrat dengan hasil endapan

11. Dipindahkan endapan ke cawan porselin

12. Dimasukan cawan porselin yang berisi endapan kedalam oven pada suhu
105oC

13. Dikeluarkan cawan porselin yang berisi endapan dari oven

14. Dihitung hasil akhir menguunakan neraca ohaus

15. Dihitung persen rendamen hasil menggunakan rumus persen rendamen

16. Diamati hasil menggunakan mikroskop untuk uji mikroskopik

15. Diuji hasil dengan menggunakan uji organoleptik berupa uji warna, rasa,
dan bau untuk uji makroskopik

21
22
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan

Gambar Literatur Gambar Hasil Praktikum

Hilus

Lamela

Hilus

Lamela

Amilum Menurut Aprilia (2017)

4.2 Perhitungan

Jumlah sampel akhir


% Rendemen = Jumlah sampel awal x 100 %

1,322 gram
= x 100 %
1000 gram

= 0,1332%

23
4.3 Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan identifikasi makroskopis dan


mikroskopis amilum. Menurut Shah & Seth (2010), amilum atau pati adalah
berupa serbuk-serbuk yang memiliki ukuran bervariasi, karakter yang dapat
diamati antara lain adalah ukurannya, bentuk dan strukturnya, juga posisi hilum
dan striasi yang terdapat pada butiran amilum tersebut. Menurut Febrian (2015),
Amilum merupakan campuran dua macam stuktur polisakarida yang
berbeda yaitu amilosa (17-20%) dan amilopektin (8380%). Amilum juga
didefinisikan sebagai karbohidrat yang berasal dari tanaman, sebagai hasil
fotosintesis, yang disimpan dalam bagian tertentu tanaman sebagai cadangan.
Sifatnya yang inert dan dapat tercampurkan dengan sebagian besar bahan obat
merupakan kelebihan dari amilum sebagai eksipien (Priyanta, dkk, 2011).

Seperti jenis umbi-umbi lainnya, juga mengandung amilum dan


amilopektin. Amilum merupakam polimer dalam gllukosa dalam bentuk anhidrat.
Amilum mempunyai dua ikatan glikoidik yang merupakan golongan daro dua
polisakarida yaitu amilosa dan amilopektin (Suryani, dkk 2013).

Amilum merupakan hmopolimer glukosan dengan ikatan α-glikosidik.


Amilum terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas.
Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa
mempunyai sturktur lurus sedangkan amilopektin mempunyai cabang (Pramesti,
dkk, 2015).

Amilum biasanya tampak terdapat adanya lapisan mengelilingi titik atau


hilum, yang disebut lamela. Apabila hilum terletak di pinggir, disebut amilum
eksentris. Lapisan dalam amilum (lamella) terbentuk karena pemadatan molekul
dan perbedaan kadar air pada awal tiap pertumbuahn tiap lapisan. Amilum
tunggal atau monoadelf adalah butir amilum yang mempunyai sebuah hilum yang
dikelilingi oleh lamela, misalnya pada ubi jalar. Amilum setengah majemuk atau
diadelf adalah butir amilum yang mempunyai lebih dari satu hilum yang masing-
masing dikelilingi oleh lamel, dan diluarnya dikelilingi oleh lamella bersama,

24
misalnya pada umbi kentang. Amilum majemuk atau poliadelf adalah butir
amilum yang mempunyai lebih dari satu hilum, masing-masing dikelilingi oleh
lamela, dan diluarnya tidak dikelilingi oleh lamela bersama. Misalnya pada padi
(Mulyani, 2006)

uji makroskopik dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa


menggunakan alat. Cara ini dilakukan untuk mencari khususnya morfologi,
ukuran, dan warna simplisia yang diuji. Sedangkan Menurut Norman (2015), uji
mikroskopik dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat
pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji dapat berupa
sayatan melintang, radial, paradermal maupun membujur atau berupa serbuk.
Pada uji mikroskopik dicari unsur – unsur anatomi jaringan yang khas. Dari
pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal yang
spesifik bagi masing – masing simplisia.

Adapun sampel yang digunakan pada percobaan identifikasi makroskopik


dan mikroskopik ialah ubi jalar (Ipomoea batatas L). Menurut Murtiningsih
(2011) kandungan karbohidratnya yang tinggi membuat ubi jalar dapat dijadikan
sumber kalori. Selain itu kandungan karbohidrat ubi jalar tergolong Low glycemix
Index (LGI 51), yaitu tipe karbohidrat yang jika dikonsumsi tidak akan menaikkan
kadar gula darah secara drastis.

Kandungan gizi ubi jalar putih cukup lengkap dan dapat memenuhi
kebutuhan gizi bagi kesehatan tubuh. Zat-zat yang terkandung di dalam ubi jalar
putih dapat mencegah berbagai penyakit, membangun sel-sel tubuh, menghasilkan
energi, dan meningkatkan metabolisme tubuh. Selain mengandung zat gizi, ubi
jalar putih juga mengandung zat anti gizi yang dapat menurunkan cita rasa
sehingga masyarakat banyak yang tidak menyukainya. Zat anti gizi tersebut
adalah tripsin inhibitor yang dapat menghambat kerja tripsin dalam mengurai
protein sehingga menyebabkan terganggunya pencernaan protein dalam usus.
Akibatnya, tingkat penyerapan protein dalam tubuh menurun yang ditunjukkan
dengan timbulnya gejala diare. Selain itu ubi jalar putih mengandung senyawa-

25
senyawa seperti ipomemron, furoterpen kaumarin dan polifenol yang
menumbuhkan rasa pahit (Damardjati et al., 2000).

4.3.1 Pembuatan Amilum

Pada bidang farmasi, amilum terdiri dari granul-granul yang diisolasi dari
Zea mays Linne (Graminae), Triticum aesticum Linne (Graminae), dan Solanum
tuberosum Linne (Solanaceae). Granul amilum jagung berbentu polygonal,
membulat atau sferoidal dam mempunyai garis tengah 35 mm. Amilum gandum
dan kentang mempunyai komposisi yang kurang seragam, masing-masing
mempunyai 2 tipe granul yang berbeda (Gunawan, 2004).
Amilum digunakan sebagai bahan penyusun dalam serbuk dan sebagai
bahan pembantu dalam pembuatan sediaan farmasi yang meliputi bahan pengisi
tablet, bahan pengikat, dan bahan penghancur. Sementara suspensi amilum dapat
diberikan secara oral sebagai antidotum terhadap keracunan iodium dam amilum
gliserin biasa digunakan sebagai emolien dan sebagai basis untuk supositoria
(Gunawan, 2004).
Sebagai amilum normal, penggunaanya terbatas dalam industri farmasi. Hal
ini disebabkan karakteristiknya yang tidak mendukung seperti daya alir yang
kurang baik, tidak mempunyai sifat pengikat sehingga hanya digunakan sebagai
pengisi tablet bagi bahan obat yang mempunyai daya alir baik atau sebagai
musilago, bahan pengikat dalam pembuatan tablet cara granulasi basah (Anwar,
2004).
Amilum hidroksi-etil adalah bahan yang semisintetik yang digunakan
sebagai pengencer plasma (dalam larutan 6%). Ini merupakan pengibatan
tasmbahan untuk kejutan yang disebabkan oleh pendarahan, luka terbakar,
pembedahan, sepsis, dan trauma lain. Sediaan amilum yang terdapat dalam
pasaran adalah Volex (Gunawan, 2004).
Fungsi amilum dalam dunia farmasi  digunakan sebagai bahan penghancur
atau pengembang (disintegrant), yang berfungsi membantu hancurnya tablet
setelah ditelan (Syamsuni H,A. 2007).

26
Sebelum masuk pada tahap kerja disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu
dibersihkan alat menggunakan etanol 70%. Menurut Hapsari (2015), kadar 70%
alkohol dianjurkan untuk di gunakan sebagai cairan pembersih yang ampuh untuk
membunuh kuman maupun bakteri. Saat etanol dengan konsentrasi 70% mengenai
kuman, maka secara lambat etanol akan menembus sepenuhnya ke dalam sel dan
membuat kuman atau bakteri mati untuk mencegah terjadinya infeksi atau
pencemaran oleh mikroorganisme atau untuk membasmi kuman penyakit.
Kemudian dipotong kecil-kecil sampel ubi jalar (Ipomoea batatas L). Alasan
pemotongan kecil-kecil pada sampel menurut Huda (2008), bertujuan untuk
mempermudah dan mempercepat prosses pengolahan amilum. Setelah itu
dimasukan sampel ubi jalar (Ipomoea batatas L) kedalam blender dan
ditambahkan air secukupnya.

Kemudian diperas dan disaring menggunakan kain saring hingga terbentuk


endapan. Menurut Soebagio (2009), tujuan utama dari penyaringan untuk prosses
pemisahan campuran antara residu dan filtratdengan melewatkan suatu sampel
atau bahan melalui media berpori atau medium penyaring. Setelah itu dipisahkan
endapan dari filtrat dan diletakan pada cawan porselin. Menurut Gunawan (2004),
alasan dipisahkan filtrat dan endapan bertujuan untuk mengamati hasil endapan
dari filtrat yang didiamkan sedangkan alasan penggunaan cawan porselin menurut
Sunarti (2000), digunakannya cawan porselin karena cawan yang bercucuk dan
terbuat dari porselen, digunakan untuk penguapan atau pengeringan padatan
dalam bentuk serbuk. Lalu dipanaskan sampel amilum ubi jalar (Ipomoea batatas
L) menggunakan oven dengan suhu 1050c selama 15 menit. Menurut Jung and
wells (2007), tujuan dimasukan ke dalam oven untuk mengeluarkan atau
menghilangkan air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air menggunakan
energi panas dan air yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap
sedangkan menurut Pujiadi (2009), tujuan pengovenan 105oc bertujuan agar air
yang terkandung dalam sampel dapat menguapkan air seluruhnya atau penguapan
dapat terjadi lebih maksimal.

27
Selanjutnya ditimbang hasil endapan amilum ubi jalar (Ipomoea batatas L)
yang telah dioven Menurut aziz (2011), dilakukan penimbangan untuk
mengetahui bobot/massa akhir dari sampel. Setelah itu dilakukan perhitungan
persen rendemen dari sampel amilum ubi jalar (Ipomoea batatas L). Menurut
Suyadi (2009), tujuan dihitung persen rendamen untuk menentukan perbandingan
jumlah berat awal dan berat akhir yang diperoleh dari sampel serta untuk
mengetahui banyaknya senyawa bioaktif yang terkandung dalam sampel.

Adapun hasil persen rendemen yang diperoleh dari percobaan ini


menggunakan sampel ubi jalar (Ipomoea batatas L) yaitu 0,1332%. Hasil ini
belum memenuhi persyaratan Farmakope herbal Indonesia. Menurut Depkes RI
(2000), persen rendemen yang baik adalah kurang dari 7,2%.

4.3.2 Uji Mikroskopis

Uji mikroskopis bertujuan untuk mengamati fragmen pengenal yang


merupakan komponen spesifik untuk mengindentifikasi tanaman tersebut. Pada
uji mikroskopis diambil ubi jalar (Ipomoea batatas L) secukupnya kemudian
diletakan pada kaca preparat dan ditetesi aquadest secukupnya, selanjutnya
diamati susunan amilum bentuk hilus dan lamela menggunakan mikroskop cahaya
dengan perbesaran 40 kali.

4.3.2 Uji Makroskopis

Pengamatan makroskopis bertujuan untuk melihat karakter dari bagian


tanaman itu sendiri. Pada pengujian organoleptis atau makroskopis diamati
penampilan fisik amilum ubi jalar (Ipomoea batatas L), adapun warna yang
dihasilkan dari sampel singkong berwarnah putih, bertekstur seperti serbuk dan
tidak mempunyai aroma atau bau. Menurut Indriyati (2018), ubi jalar (Ipomoea
batatas L) yang dihasilkan Warna putih kecokelatan, serbuk, tidak berbau, tidak
berasa sedangkan Menurut Depkes RI (2000), pemeriksaan mikroskopik amilum

28
adalah butiran tunggal, agak bulat atau persegi banyak; butir kecil berdiameter 5-
10 µm dan butir besar berdiameter 20-35 µm: hilus ditengah berupa titik, garis
lurus atau bercabang tiga; lamella tidak jelas, konsentris, butir majemuk sedikit,
terdiri dari dua atau tiga butir tunggal yang tidak sama bentuknya. Bentuk partikel
juga mempengaruhi densitas bulk dimana partikel-partikel dengan bentuk
irregular cenderung memiliki porositas besar diakibatkan karena rongga antar
partikel yang terisi oleh udara sehingga densitas bulk lebih kecil.

Kemungkinan kesalahan pada pembuatan amilum yakni terdapat kesalahan


dalam prosses pemisahan antara filtrat dan residu sehingga endapan yang
dihasilkan belum maksimal dan kesalahan pada uji organoleptis dan mikroskopis
yaitu sulit didapatkan fragmen dari amilum ubi jalar (Ipomoea batatas L)
dikarenakan tidak menggunakan reagen smith sehingga hasil yang didapatkan
kurang maksimal.

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Dalam melakukan pengidentifikasian amilum atau pati secara makroskopis


yaitu diuji organoleptis dengan mengamati warna, tekstur dan bagaiamana
butirannya. Pengamatan dilakukan dengan cara mendekatkan butiran amilum
kehidung dan diperhatkan apakah ada araoma dari butiran amiluma tersebut, lalu

29
diambil sedikit butir amilum dengan ujung jari dan letakkan diujung lidah dan
diperhatikan rasa dari butiran amilum tersebut dan dicatat hasilnya diperoleh
dimana amilum dari ubi jalar yang kami gunakan sebagai sampel setelah
dilakukan pemanasan dalam oven dengan suhu tertentu, memiliki bentuk yang
halus, berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa dengan persen rendemen
akhir 0,1332%.

Selanjutnya untuk uji mikroskopis yaitu dengan menggunakan alat


mikroskop dengan mengambil sedikit serbuk amilum dan diletakkan dikaca objek,
diteteskan air secukupnya dengan menggunakan pipet dan ditutup dengan kaca
penutup diamatai dari perbesaran yang paling kecil samapi besar dan diperhatikan
bentuk amilum ada atau tidaknya hilus dan strias. Dan setelah diuji mikroskopik
dengan menggunakan bantuan alat mikroskop amilum ubi jalar terdapat hilus dan
striasi, dimana pada permukaan amilum setelah diamati dengan perbesaran 40
terdapat adanya berupa titik dan garis-garis halus yang mengelilingi titik tersebut
sehingga hal ini membuktikan bahwa dalam amilum ubi jalar terdapat hilus dan
lamella dengan persen rendemen akhir 0,1332%.
5.2 Saran

5.2.1 Untuk Jurusan


Diharapkan agar fasilitas yang di guanakan pada saat praktikum lebih di
perhatikan, dengan melengkapi alat-alat yang masih kurang seperti timbangan
karena pada saat praktikum para praktikan selalu mengantri dan bisa terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan.

5.2.2 Untuk Asisten


Asisten hendaknya membimbing dan mengayomi praktikan dengan baik dan
menjadi teladan yang baik untuk praktikan serta semakin semangat dan tetap
menjalin hubungan baik dengan praktikan.
5.2.3 Untuk Praktikan

30
Diharapkan agar praktikan senantiasa belajar dengan baik untuk
mempersiapkan praktikum yang akan dilaksanakan, dapat mengikuti praktikum
dengan baik. Selain itu, praktikan juga diharapkan agar fokus dan serius
mengikuti praktikum.

31
32
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 2005, Farmasetika, 29-30, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Anggraeni, et al.2014. Evaluasi Pelaksanaan Sistem Identifikasi Pasien


diInstalasi Rawat Inap Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran Brawi jaya,
Vol 28

Ayucitra, & N. Indraswati. 2009. Ekstraksi Kulit Petai Sebagai Sumber


Antioksidan Alami Dengan Metode Domestic Microwave Maceration.
Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 11, No. 5.

Arifin, Adhitya Febrian. 2015. “Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi


Perpajakan, Kesadaran Perpajakan, Sanksi Pajak dan Pelayanan Fiskus
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama”.
Perbanas Review. Vol 1 No 1, p.35-52

Aziz Alimul H. 2011. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika

BALITKABI. 2011. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan


Umbiumbian. Malang: Agro inovasi

Bourtoom, T. 2007. Effect of Some ProcessParameters on The Properties of


EdibleFilm Prepared from straches. Songkhla:Departement of Material
Product Techno-logy. Challenges and Opportunities. FoodTechnology. 51
(2):61-73

Balitkabi. 2011. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.


Malang: Agro inovasi

Ben, E. S.. 2008. Teknologi tablet. Padang: Universitas Andalas

Chaplin, M. 2002. Starch. 25 March 2003

Damardjati, D.S dan S. Widowati. 2000. Pemanfaatan Ubi Jalar dalam program
Diversifikasi Guna Mensukseskan Swasembada Pangan. Risalah seminar
penerapan teknologo produksi dan pasca panen ubi jalar mendukung
agoindustri. Balittan Malang.

Dewi, R dan H. Sutrisno. 2014. Karakter Agronomi dan Daya Hasil Tiga Klon
Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas (L.) di Lahan Masam Lampung.
Penelitian Pertanian Terapan14(1) : 15- 21.

Departemen Kesehatan RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan


Departemen Kesehatan RI, 2005, Farmakope Indonesia Edisi IV, 551, 13.Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 5. Jakarta: Depkes RI, p441-448

Dewi, R dan H. Sutrisno. 2014. Karakter Agronomi dan Daya Hasil Tiga Klon
Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas (L.) di Lahan Masam Lampung.
Penelitian Pertanian Terapan14(1) : 15- 21.

Edy Sutrisno, 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetak Ke Enam. Pranada
Media Group, Jakarta.

FAO. 2004. Statistical database of food balance sheet. FAOSTAT.

Fortuna T., Juszczak L., and Palasiński M.2001. Properties of Corn and Wheat
Starch Phosphates Obtained from Granules Segregated According to Their
Size. EJPAU, Vol. 4.

Ginting, E,R. Yulifianti,M.Jufuf dan M.J. Mejaya. 2014. Identifikasi Sifat Fsik,
Kimia dan Sensori Klon-Klon Harapan Ubi jalar Kaya Antosianin.
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 34 (1): 69-78.

Gunawan & sri Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam. Bogor: Penebar Swadaya.

Hawab, H.M. 2004. Pengantar Biokimia. Jakarta:Bayu Media Publishing

Heni, 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. PT Penebar Swadaya.


Jakarta. Hal 96-116

Hustiany, R. 2006. Modifikasi Asilasi dan Suksinilasi Pati Tapioka sebagai


Bahan Enkapsulasi Komponen Flavor. Disertasi, Institut Pertanian
Bogor.Indonesia. didalam: Hariadi, P., B. Krisnamurti, F.G.

Hanani, E.,Mun’im, A. & Sekarini, R., 2003, Identifikasi Senyawa Antioksidan


Dalam Spons Callyspongiasp Dari Kepulauan Seribu, Majalah Ilmu
Kefarmasian, Vol. II, No.3, 127 –133

Hapsari, D. N. 2015. Pemanfaatan Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle Linn) Sebagai
Hand Sanitizer. Skripsi. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
.
Huda, Nurul dan Nasution, Mustafa Edwin, 2008. Investasi pada Pasar Modal
Syariah. Ed. Revisi. Cet.2, Jakarta: Penerbit Kencana

Indriyati Hadi Sulistyaningrum , Arifin Santoso, Abdur Rosyd, Anis Rosita. 2018.
Pengaruh Konsentrasi Amilum Ubi Jalar Putih (Ipomoea Batatas L)
Sebagai Bahan Pengikat Secara Granulasi Basah Terhadap Sifat Fisik
Granul Dan Tablet Serta Profil Disolusi Tablet Paracetamol. Prodi
Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan
Agung,Semarang,Indonesia Jakarta. Kerjasama dengan Pusat Antar
Universitas Pangan Dan Gizi IPB.

Juanda, D. dan Cahyono, B. 2000. Ubi Jalar, Budi Daya dan Anslisis Usaha Tani.
Kanisius. Yogyakarta

Jung, H. C. and Wells, W. W. 2007. Spontaneous Conversion of L-


Dehydroascorbic Acid to L-Ascorbic Acid and L-Erythroascorbic Acid.
Biochemistry and Biophysic article. 355:9-14.

Kementerian Kesehatan RI. 2016. INFODATIN Pusat Data dan Informasi


Kementerian Kesehatan RI Situasi Balita Pendek. Jakarta Selatan.

Koswara, S. 2009. Seri Teknologi Pangan Populer (Teori Praktek). Teknologi


Pengolahan Roti. e-BookPangan.com.

Lingga, P.B., Sarwono, I., Rahardi, P.C., Rajar-djo, J.J., Afriastini, R., Wudianto,
M. Lies Suprapti. 2003 Tepung Ubi Jalar pembuatan dan pemanfaatannya.
Kanisius: Yogyakarta.

Lutfi,Achmad 2009 Penanggulangan Terhadap Terjadinya Pencemaran Air dan


Pengolahan Limbah Tanpa Nama Jurnal Vol 1 No I

Mario, B. 2012. Pemisahan dan Pencirian Amilosadan Amilopektin dari Pati


Jagung dan Pati Kentang pada Berbagai Suhu. Skripsi.Departemen I

M. Lies Suprapti. 2003 Tepung Ubi Jalar pembuatan dan pemanfaatannya.


Kanisius: Yogyakarta.
Murtiningsih dan Suyanti. 2011. Membuat Tepung Umbi dan Variasi Olahannya.
Obat, Cetakan Pertama, 3-11, 17-19, Dikjen POM, Direktorat
Pengawasan Obat Tradisional.

Nik, S., Hasnah & C.W. Khoo. 2011. Amyloseand Amylopectin in Selected
MalaysianFoods and its Relationship to GlycemicIndex. Sains Malaysiana.
40 (8): 865-870

Paneo, Aprianto2017. Majalah Kefamasian Universitas Negeri Gorontalo

Poedjiadi, A dan Supriyanti, T. 2009. Dasar-dasar Biokimia Edisi Revisi Jakarta :


UI-Press.

Rowe, R.C. et Al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
Rukmana, R. 2005. Ubi Jalar: Budidaya dan Pasca Panen. Cetakan ketujuh.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Shah, B. N., Seth, A. K. & Desai, R. V. (2010). Phytopharmacotology prodile of


lagenaria siceraria: A review. Asian Journal of Plant Science, 9(3), 152-157.

Soebagio, B., Sriwododo, Adhika A. S. 2009. Uji Sifat Fisikokimia Pati Biji
Durian (Durio Zibethinus Murr) Alami Dan Modifikasi Secara Hidrolisis
Asam. Bandung: Universitas Padjajaran.

Steenis, Van. 2006. Flora. Jakarta: Pradnya Paramita

Suyadi. 2009. Permainan Edukatif yang Mencerdaskan. Yogyakarta: Power


Books (Ihdina).

Syarif, R. dan Halid, H.2003. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan.

Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku


Kedokteran EGC, Jakarta. 29 – 31.

Sunarti, T.C., et al, 2002. Study on Outer Chains from Amylopectin between
Immobilized and Free Debranching Enzymes. J. Appl. Glycosci. 48.(1) : 1-
10.

Sunarti dan Subana. 2000. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia.


Bandung: Pustaka Setia.

Sutrisno, Edi. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi pertama. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

Suharmiati dan Handayani, L., 2006, Cara Benar Meracik Obat Tradisional, 4-6,
Agro Pustaka, Jakarta

Winarno, F.G. 2004. Hasil-hasil Simposium Penganekaragaman Pangan


Prakarsa Swasta dan Pemda Menuju Keaneka-ragaman Pangan
Masyarakat

Winarno. 2000., Penganekaragaman Pangan Prakarsa Swasta dan Pemda.


Forum Kerja Penganekaragaman Pangan. Jakarta

Widowati, L.R., S. Widati, U. Jaenudin, dan W. Hartatik. 2005. Pengaruh


Kompos Pupuk Organik Yang Diperkaya Dengan Bahan Mineral dan
Pupuk Hayati terhadap Sifat ± Sifat Tanah, Serapan Hara dan Produksi
Sayuran Organik. Laporan Proyek Penelitian Program Pengembangan
Agribisnis, Balai Penelitian Tanah 11(2): 1 ± 23.
Yazid, E & Nursanti, L. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa
Analis. Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta.

Zulfikar, R. 2008. Studi Pengaruh Tarik pada FilmPlastik BOPP (Blaxial


Oriented Polypropylene).Skripsi. Sarjana Tekn

Zulfikar. 2008. Kimia Kesehatan Jilid 3. Departemen Pendidikan Nasional.


ISBN.978-602-8320-48

Widodo, J. 2000. Penampilan Agronomi Ubi Jalar Pada Cara Tanam yang
Berbeda. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian.
Malang. Jurnal Penelitian Palawija

Anda mungkin juga menyukai