FARMAKOGNOSI
“IDENTIFIKASI MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS AMILUM DAN
FOLIUM”
Ditujukan untuk memenuhi nilai praktikum farmakognosi
OLEH
KELOMPOK : V (LIMA)
KELAS : B S-1 FARMASI 2020
ASISTEN : HENDRAWAN DWIKARUNIA DATUKRAMAT
FARMAKOGNOSI
“IDENTIFIKASI MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS AMILUM DAN
FOLIUM”
OLEH
Kelompok II
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Maksud Percobaan.....................................................................................4
1.3 Tujuan Percobaan......................................................................................4
1.4 Manfaat Percobaan....................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................5
2.1 Dasar Teori................................................................................................5
2.2 Uraian Tanaman.......................................................................................10
2.3 Uraian Bahan...........................................................................................13
BAB 3 METODE KERJA.................................................................................15
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum.................................................................15
3.2 Alat dan Bahan.........................................................................................15
3.3 Cara Kerja................................................................................................15
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................17
4.1 Hasil Pengamatan....................................................................................17
4.2 Perhitungan..............................................................................................17
4.3 Pembahasan.............................................................................................17
BAB 5 PENUTUP...............................................................................................23
5.1 Kesimpulan..............................................................................................23
5.2 Saran........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
Swasta, menginisiasi para stakeholder di lingkungan kampus UNG untuk
memberikan solusi dengan jalan membuka Jurusan Farmasi di kampus UNG. Dan
Jurusan Farmasi Universitas Negeri Gorontalo merupakan Jurusan Farmasi
pertama yang di provinsi Gorontalo.
Farmakognosi berasal dari dua kata Pharmacon yang berarti obat dan Gnosi
yang berarti ilmu atau pengetahuan. Jadi farmakognosi merupakan salah satu ilmu
yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat
digunakan sebagai obat alami yang telah melewati berbagai macam uji seperti uji
farmakodinamik, uji toksikologi dan uji biofarmasetika. Farmakognosi adalah
sebagai bagian biofarmasi, biokimia dan kimia sintesa, sehingga ruang lingkupnya
menjadi luas (Ayucitra, et al, 2009)
Hampir 90% bahan baku obat, baik zat aktif maupun bahan tambahan
(eksipien) di Indonesia didapatkan melalui impor dari luar negeri, padahal sumber
daya Indonesia dapat dikembangkan. Tingginya kebutuhan bahan baku dan bahan
tambahan obat ke Indonesia terus mendorong penelitian untuk menghasilkan
eksipien lokal yang memenuhi kualitas pharmaceutical grade. Proses pembuatan
tablet yang baik serta memenuhi persyaratan tablet yang ideal diperlukan bahan-
bahan tambahan, antara lain: bahan pengisi, bahan pengikat, bahan penghancur,
bahan pelican dan bahan pembantu lainnya (Depkes RI, 2014).
Menurut Kemenkes (2016) saat ini industri farmasi Indonesia telah dapat
memproduksi 90% kebutuhan produk obat dalam negeri bahkan untuk ekspor.
Namun, hampir 95% produksi tersebut tergantung pada Bahan Baku Obat (BBO)
impor. Saat ini dilakukan studi kelayakan pengembangan bahan baku obat dan
obat tradisional di dalam negeri yaitu produk eksipien turunan pati dan produk
ekstrak.
Salah satu bahan tambahan yang digunakan dalam formulasi tablet sediaan
farmasi adalah bahan pengikat. Bahan pengikat adalam bahan yang dapat
menyatukan serbuk untuk membentuk granul atau membentuk tablet tyang solid.
Pemilihan bahan pengikat bergantung kepada daya pengikatan yang diperlukan
untuk membuat granul dan ketercampurannya dengan bahan pencampur lain
terutama dengan bahan aktif. Bahan pengikat yang umu digunakan adalah pati
(Ben, E.S., 2008).
Amilum adalah salah satu zat yang sering digunakan sebagai bahan pengikat
dalam pembuatan tablet. Banyak sumber dari amilum yang belum dimanfaatkan
dalam pembuatan tablet, salah satunya adalah amilum ubi jalar. Amilum terdiri
dari dua bagian penting yaitu amilosa dan amilopektin. Amilopektin merupakan
3
ester asam fosfat dari polisakarida heksa amilosa yang membentuk massa yang
lengket dengan air dan dengan iodium membentuk massa kemerah-merahan.
Massa lengket yang terbentuk, bila dipanaskan dengan air menjadi gelatinous.
3
Sifat ini dimanfaatkan sebagai bahan pengikat dalam pembuatan tablet (Poedjiadi
dan Supriyanti, 2009).
Selain berfungsi sebaga bahan pengikat pati juga dapat digunakan sebagai
bahan pengaur aliran dan bahan penhancur. Terdapat dua jenis pati yang sering
digunkan di industry farmasi yaitu pati alami dan pati modifikasi. Pati dalam
bentuk alami (native starch) adalah pati yang dihasilkan dari sumber umbi-
umbian dan belum mengalami perubahan sifat fisik dan kimia (Soebagio, et al,
2009).
6
1.3 Tujuan Percobaan
3
1.4 Manfaat Percobaan
1. Untuk Praktikan
2. Untuk Universitas
3. Untuk Masyarakat
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,
berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang
dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk
fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati
sebagai sumber energi yang penting (Winarno, 2004).
Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa yang terdiri dari
amilosa dan amilopektin dengan perbandingan 1:3 (besarnya perbandingan
amilosa dan amilopektin ini berbeda-beda tergantung jenis patinya). Amilosa
memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket.
7 Kedua karbohidrat ini juga memiliki kelarutan yang berbeda-beda terhadap air.
Fraksi terlarutnya adalah amilosa dengan kadar ± 20% dengan sturktur linier,
sedangkan fraksi tidak terlarutnya adalah amilopektin dengan kadar ± 80%
dengan struktur bercabang (Yazid, et.al., 2006).
Starch atau pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman
hijau melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang
tidak larut dalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan
bentuk tergantung pada jenis tanamannya. Pati digunakan sebagai pengental dan
penstabil dalam makanan (Fortuna et al.,2001).
Komposisi pati pada umumnya terdiri dari amilopektin sebagai bagian
terbesar dan sisanya amilosa , dimana masing-masing memiliki sifat-sifat
alami yang berbeda yaitu 10-20% amilosa dan 80-90% amilopektin. Amilosa
tersusun dari molekul-molekul α-glukosa dengan ikatan glikosida α-(1-4)
membentuk rantai linier. Sedangkan amilopektin terdiri dari rantai-rantai amilosa
(ikatan α(1-4)) yang saling terikat membentuk cabang dengan ikatan glikosida α-
(1-6). Sebagian besar pati alami seperti pati jagung, gandum, tapioka, kentang
dan sagu mengandung prosentase yang tinggi dari rantai percabangan
9
amilopektin . Pati kentang mengandung amilosa sekitar 23% dan amilopektin
77% (Sunarti et al,. 2002)
Amilum merupakan suatu senyawa organik yang tersebar luas pada
kandungan tanaman. Amilum dihasilkan dari dalam daun-daun hijau sebagai
wujud penyimpanan sementara dari produk fotosintesis. Amilum juga tersimpan
dalam bahan makanan cadangan yang permanen untuk tanaman, dalam biji, jari-
jari teras, kulit batang, akar tanaman menahun, dan umbi. Amilum merupakan 50-
65% berat kering biji gandum dan 80% bahan kering umbi kentang
(Gunawan,2004).
Amilum adalah jenis polisakarida yang banyak terdapat dialam, yaitu
sebagian besar tumbuhan terdapat pada umbi, daun, batang, dan biji-bijian
(Poedjiadi, A. 2009).
Amilum merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan d-glikosidik.
Amilum terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi
terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa
mempunyai struktur lurus sedangkan amilo- pektin mempunyai cabang (Zulfikar;
2008).
Secara umum, amilum terdiri dari 20% bagian yang larut air (amilosa) dan
80% bagian yag tidak larut air (amilopektin). Hidrolisis amilum oleh asama
mineral menghasilkan glukosa sebagai produk akhir secara hampir kuantitatif
(Gunawan, 2004).
Amilum terdiri dari dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah
polimer dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20 – 28 %) dan sisanya amilopektin.
Amilosa yaitu diamana Terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang berikatan
dengan ikatan α 1,4 glikosidik. Jadi molekulnya menyerupai rantai terbuka.
Seddangkan amilopektin yaitu Terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian
besar mempunyai ikatan 1,4- glikosidik dan sebagian ikatan 1,6- glikosidik.
adanya ikatan 1,6-glikosidik menyebabkan terdjadinya cabang, sehingga molekul
amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang. Molekul amilopektin lebih
10
besar dari pada molekul amilosa karena terdiri atas lebih 1000 unit glukosa
(Poedjiadi,A.2009)
3
Amilosa merupakan bagian dari rantai lurus yang dapat memutar dan
membentuk daerah sulur ganda. Pada permukaan luar amilosa yang bersulur
tunggal terdapat hidrogen yang berikatan dengan atom O-2 dan O-6. Rantai
lurus amilosa yang membentuk sulur ganda kristal tersebut tahan terhadap
amilase. Ikatan hydrogen inter- dan intra-sulur mengakibatkan terbentuknya
struktur hidrofobik dengan kelarutan yang rendah. Oleh karena itu, sulur
tunggal amilosa mirip dengan siklo-dekstrin yang bersifat hidrofobik pada
permukaan dalamnya (Chaplin 2002).
Pada struktur granula pati, amilosa dan amilopektin tersusun dalam suatu
cincin-cincin. Jumlah cincin dalam suatu granula pati kurang lebih 16 buah, yang
terdiri atas cincin lapisan amorf dan cincin lapisan semikristal (Hustiany 2006).
Amilosa merupakan fraksi gerak, yang artinya dalam granula pati letaknya
tidak pada satu tempat, tetapi bergantung pada jenis pati. Umumnya amilosa
terletak di antara molekul-molekul amilopektin dan secara acak berada selang-
seling di antara daerah amorf dan kristal .Ketika dipanaskan dalam air, amilo-
pektin akan membentuk lapisan yang transparan, yaitu larutan dengan visko-
sitas tinggi dan berbentuk lapisan-lapisan seperti untaian tali. Pada amilopektin
cenderung tidak terjadi retrogradasi dan tidak membentuk gel, kecuali pada kon-
sentrasi tinggi (Heni ,2010).
Dalam produk makanan amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses
mekar (puffing) dimana produk makan yang berasal dari amilum yang kandungan
amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, garing dan renyah. Kebalikannya
amilum dengan kandungan amilosa tinggi, cenderung menghasilkan produk yang
keras, pejal, karena proses mekarnya terjadi secara terbatas (Koswara; 2009).
Bentuk sederhana amilum adalah glukosa dan rumus struktur glukosa adalah
C6H11O6 dan rumus bangun dari α- D- glukosa. Amilum dapat dihidrolisis
sempurna dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan glukosa. Hidrolisis
juga dapat dilakukan dengan bantuan enzim amilase, dalam air ludah dan dalam
cairan yang dikeluarkan oleh pankreas terdapat amilase yang bekerja terhadap
12
amilum yang terdapat pada makanan kita oleh enzim amilase, amilum diubah
menjadi maltosa dalam bentuk β – maltosa (Poedjiadi,A. 2009).
Amilosa merupakan polisakarida berantai lurus bagian dari butir-butir pati
yang terdiri atas molekul-molekul glukosa yang terikat satu sama lain melalui
ikatan α-1,4-glikosidik. Amilosa merupakan bagian dari pati yang larut dalam air,
yang mempunyai berat molekul antara 50.000-200.000, dan bila ditambah dengan
iodium akan memberikan warna biru (Indriyanti, 2010).
Amilosa ditambahkan dengan iodium akan memberikan warna khas, warna
tersebut bermacam-macam tergantung pada panjang ikatan glikosida yang
terdapat pada pati. Pati bila berikatan dengan iodium akan menghasilkan warna
biru karena struktur molekul pati yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat
molekul iodium dan membentuk warna biru. Pati akan merefleksikan warna biru
bila polimer glukosanya lebih besar dari 20 (seperti amilosa). Bila polimer
glukosanya kurang dari 20, seperti amilopektin, akan menghasilkan warna merah
atau ungu-coklat. Sedangkan polimer yang lebih kecil dari lima, tidak memberi
warna dengan iodium (Koswara, 2009).
Tanaman dengan kandungan amilum yang digunakan di bidang farmasi
adalah jagung (Zea mays), Padi/beras (Oryza sativa), kentang (Solanum
tuberosum), ketela rambat (Ipomoea batatas), ketela pohon (Manihot utilissima)
(Gunawan, 2004).
Pada bidang farmasi, amilum terdiri dari granul-granul yang diisolasi dari
Zea mays Linne (Graminae), Triticum aesticum Linne (Graminae), dan Solanum
tuberosum Linne (Solanaceae). Granul amilum jagung berbentu polygonal,
membulat atau sferoidal dam mempunyai garis tengah 35 mm. Amilum gandum
dan kentang mempunyai komposisi yang kurang seragam, masing-masing
mempunyai 2 tipe granul yang berbeda (Gunawan, 2004).
Amilum digunakan sebagai bahan penyusun dalam serbuk dan sebagai
bahan pembantu dalam pembuatan sediaan farmasi yang meliputi bahan pengisi
tablet, bahan pengikat, dan bahan penghancur. Sementara suspensi amilum dapat
diberikan secara oral sebagai antidotum terhadap keracunan iodium dam amilum
13
gliserin biasa digunakan sebagai emolien dan sebagai basis untuk supositoria
(Gunawan, 2004).
Sebagai amilum normal, penggunaanya terbatas dalam industri farmasi. Hal
ini disebabkan karakteristiknya yang tidak mendukung seperti daya alir yang
kurang baik, tidak mempunyai sifat pengikat sehingga hanya digunakan sebagai
pengisi tablet bagi bahan obat yang mempunyai daya alir baik atau sebagai
musilago, bahan pengikat dalam pembuatan tablet cara granulasi basah (Anwar,
2004).
Amilum hidroksi-etil adalah bahan yang semisintetik yang digunakan
sebagai pengencer plasma (dalam larutan 6%). Ini merupakan pengibatan
tasmbahan untuk kejutan yang disebabkan oleh pendarahan, luka terbakar,
pembedahan, sepsis, dan trauma lain. Sediaan amilum yang terdapat dalam
pasaran adalah Volex (Gunawan, 2004).
Fungsi amilum dalam dunia farmasi digunakan sebagai bahan penghancur
atau pengembang (disintegrant), yang berfungsi membantu hancurnya tablet
setelah ditelan (Syamsuni H,A. 2007).
2.2 Uraian Tanaman
Regnum : Plantae
Divisi : Sphermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Convolvulales
Gambar 2.2.1
Ubi Jalar (Ipomoea
Family : Convolvulacea batatas L.)
Genus : Ipomoea
14
2. Morfologi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)
Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L.) diduga berasal dari benua Amerika,
namun para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi
jalar adalah Selandia Baru, Polinesia dan Amerika bagian tengah. Ubi jalar mulai
menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negaranegara beriklim tropis pada abad
ke-16 (FAO, 2004). Pada tahun 1960, ubi jalar sudah tersebar ke hampir setiap
daerah Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua dan
Sumatra (Suprapti, 2003). Ubi jalar termasuk tanaman tropis dan dapat tumbuh
dengan baik di daerah sub tropis. Disamping iklim, faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ubi jalar adalah jarak tanam, varietas dan lokasi tanam (Sutrisno dan
Dewi, 2014).
15
Tanaman ubi jalar yang sudah berumur ±3 minggu setelah tanam biasanya
sudah membentuk ubi. Bentuk ubi biasanya bulat sampai lonjong dengan
permukaan rata sampai tidak rata. Bentuk ubi yang ideal adalah lonjong agak
panjang dengan berat antara 200 g- 250 g per ubi. Kulit ubi berwarna putih,
kuning, ungu atau ungu kemerah-merahan tergantung jenis (varietas)nya. Struktur
kulit ubi bervariasi antara tipis sampai dengan tebal, dan biasanya bergetah. Jenis
atau varietas ubi jalar yang berkulit tebal dan bergetah memiliki kecenderungan
tahan terhadap penggerek ubi (Cylas sp.). Daging ubi berwarna putih, kuning,
atau jingga sedikit ungu. Ubi yang berkadar tepung tinggi rasanya cenderung
manis (Damardjati et al., 2000).
Umbi tanaman ubi jalar merupakan bagian yang dimanfaatkan untuk bahan
makanan. Umbi tanaman ubi jalar memiliki mata tunas yang dapat tumbuh
menjadi tanaman baru. Umbi tanaman ubi jalar ini terjadi karena adanya proses
diferensiasi akar sebagai akibat terjadinya penimbunan asimilat dari daun yang
membentuk umbi (Widodo; Juanda dan Cahyono, 2000).
Umbi tanaman ubi jalar memiliki ukuran, bentuk, warna kulit, dan warna
daging bermacam-macam, tergantung varietasnya. Ukuran umbi tanaman ubi jalar
bervariasi, ada yang besar dan ada pula yang kecil. Bentuk umbi tanaman ubi jalar
ada yang bulat, bulat lonjong (oval), dan bulat panjang. Kulit umbi ada yang
berwarna putih, kuning, ungu, jingga, dan merah. Demikian pula, daging umbi
tanaman ubi jalar ada yang berwarna putih, kuning, jingga, dan ungu muda. Umbi
tanaman ubi jalar memiliki tekstur daging bervariasi, ada yang masir (mempur)
dan ada pula yang benyek berair. Rasa umbi tanaman ubi jalar pun bervariasi, ada
yang manis, kurang manis, dan ada pula yang gurih. Bentuk umbi yang rata (bulat
dan bulat lonjong dan tidak banyak lekukan) termasuk umbi yang berkualitas
baik. Warna daging umbi memiliki hubungan dengan kandungan gizi, terutama
kandungan beta karoten. Umbi berwarna jingga atau oranye mengandung beta
karoten lebih tinggi daripada jenis ubi jalar lainnya (Juanda dan Cahyono, 2000).
16
Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang
mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber 11 vitamin
(A, C, B1, dan B2), mineral (Fe, P, Na, K, Zn, Cu dan Ca), protein, lemak, dan
serat kasar. Kandungan kimia ubi jalar per 100 gram terdiri atas air (68,5 gram),
pati (27,9 gram), protein (1,8 gram), lemak (0,7 gram), kalori (123 kalori), serat
kasar (1,2 gram), dan kadar gula (0,4 gram), dan sumber mineral yang cukup
memadai (Balitkabi, 2011). Ubi jalar memiliki kandungan air yang tinggi
sehingga bahan kering yang terkandung relatif rendah. Kandungan bahan kering
ubi jalar antara 16-40%, sedangkan 75-90% adalah karbohidrat yang mengandung
pati, gula, selulosa, hemilselulosa dan pektin (Sutrisno, 2014).
Kandungan gizi ubi jalar putih cukup lengkap dan dapat memenuhi
kebutuhan gizi bagi kesehatan tubuh. Zat-zat yang terkandung di dalam ubi jalar
putih dapat mencegah berbagai penyakit, membangun sel-sel tubuh, menghasilkan
energi, dan meningkatkan metabolisme tubuh. Selain mengandung zat gizi, ubi
jalar putih juga mengandung zat anti gizi yang dapat menurunkan cita rasa
sehingga masyarakat banyak yang tidak menyukainya. Zat anti gizi tersebut
adalah tripsin inhibitor yang dapat menghambat kerja tripsin dalam mengurai
protein sehingga menyebabkan terganggunya pencernaan protein dalam usus.
Akibatnya, tingkat penyerapan protein dalam tubuh menurun yang ditunjukkan
dengan timbulnya gejala diare. Selain itu ubi jalar putih mengandung senyawa-
senyawa seperti ipomemron, furoterpen kaumarin dan polifenol yang
menumbuhkan rasa pahit (Damardjati et al., 2000).
2.3 Uraian Bahan
17
Berat molekul : 46,07 g/mol
Rumus struktur :
Rumus Struktur :
18
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
19
BAB 3
METODE KERJA
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu blender, cawan porselin,
kaca objek, kaca preparat, kain saring, lap halus, lap kasar, mikroskop, neraca
ohaus, oven, pentul, dan wadah bening.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu etanol 70%, aquadest,
sampel ubi jalar (Ipomoea batatas), dan tissu.
3.3 Cara Kerja
20
9. Ditimbang residu hasil saringan menggunakan neraca ohaus
12. Dimasukan cawan porselin yang berisi endapan kedalam oven pada suhu
105oC
15. Diuji hasil dengan menggunakan uji organoleptik berupa uji warna, rasa,
dan bau untuk uji makroskopik
21
22
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Hilus
Lamela
Hilus
Lamela
4.2 Perhitungan
1,322 gram
= x 100 %
1000 gram
= 0,1332%
23
4.3 Pembahasan
24
misalnya pada umbi kentang. Amilum majemuk atau poliadelf adalah butir
amilum yang mempunyai lebih dari satu hilum, masing-masing dikelilingi oleh
lamela, dan diluarnya tidak dikelilingi oleh lamela bersama. Misalnya pada padi
(Mulyani, 2006)
Kandungan gizi ubi jalar putih cukup lengkap dan dapat memenuhi
kebutuhan gizi bagi kesehatan tubuh. Zat-zat yang terkandung di dalam ubi jalar
putih dapat mencegah berbagai penyakit, membangun sel-sel tubuh, menghasilkan
energi, dan meningkatkan metabolisme tubuh. Selain mengandung zat gizi, ubi
jalar putih juga mengandung zat anti gizi yang dapat menurunkan cita rasa
sehingga masyarakat banyak yang tidak menyukainya. Zat anti gizi tersebut
adalah tripsin inhibitor yang dapat menghambat kerja tripsin dalam mengurai
protein sehingga menyebabkan terganggunya pencernaan protein dalam usus.
Akibatnya, tingkat penyerapan protein dalam tubuh menurun yang ditunjukkan
dengan timbulnya gejala diare. Selain itu ubi jalar putih mengandung senyawa-
25
senyawa seperti ipomemron, furoterpen kaumarin dan polifenol yang
menumbuhkan rasa pahit (Damardjati et al., 2000).
Pada bidang farmasi, amilum terdiri dari granul-granul yang diisolasi dari
Zea mays Linne (Graminae), Triticum aesticum Linne (Graminae), dan Solanum
tuberosum Linne (Solanaceae). Granul amilum jagung berbentu polygonal,
membulat atau sferoidal dam mempunyai garis tengah 35 mm. Amilum gandum
dan kentang mempunyai komposisi yang kurang seragam, masing-masing
mempunyai 2 tipe granul yang berbeda (Gunawan, 2004).
Amilum digunakan sebagai bahan penyusun dalam serbuk dan sebagai
bahan pembantu dalam pembuatan sediaan farmasi yang meliputi bahan pengisi
tablet, bahan pengikat, dan bahan penghancur. Sementara suspensi amilum dapat
diberikan secara oral sebagai antidotum terhadap keracunan iodium dam amilum
gliserin biasa digunakan sebagai emolien dan sebagai basis untuk supositoria
(Gunawan, 2004).
Sebagai amilum normal, penggunaanya terbatas dalam industri farmasi. Hal
ini disebabkan karakteristiknya yang tidak mendukung seperti daya alir yang
kurang baik, tidak mempunyai sifat pengikat sehingga hanya digunakan sebagai
pengisi tablet bagi bahan obat yang mempunyai daya alir baik atau sebagai
musilago, bahan pengikat dalam pembuatan tablet cara granulasi basah (Anwar,
2004).
Amilum hidroksi-etil adalah bahan yang semisintetik yang digunakan
sebagai pengencer plasma (dalam larutan 6%). Ini merupakan pengibatan
tasmbahan untuk kejutan yang disebabkan oleh pendarahan, luka terbakar,
pembedahan, sepsis, dan trauma lain. Sediaan amilum yang terdapat dalam
pasaran adalah Volex (Gunawan, 2004).
Fungsi amilum dalam dunia farmasi digunakan sebagai bahan penghancur
atau pengembang (disintegrant), yang berfungsi membantu hancurnya tablet
setelah ditelan (Syamsuni H,A. 2007).
26
Sebelum masuk pada tahap kerja disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu
dibersihkan alat menggunakan etanol 70%. Menurut Hapsari (2015), kadar 70%
alkohol dianjurkan untuk di gunakan sebagai cairan pembersih yang ampuh untuk
membunuh kuman maupun bakteri. Saat etanol dengan konsentrasi 70% mengenai
kuman, maka secara lambat etanol akan menembus sepenuhnya ke dalam sel dan
membuat kuman atau bakteri mati untuk mencegah terjadinya infeksi atau
pencemaran oleh mikroorganisme atau untuk membasmi kuman penyakit.
Kemudian dipotong kecil-kecil sampel ubi jalar (Ipomoea batatas L). Alasan
pemotongan kecil-kecil pada sampel menurut Huda (2008), bertujuan untuk
mempermudah dan mempercepat prosses pengolahan amilum. Setelah itu
dimasukan sampel ubi jalar (Ipomoea batatas L) kedalam blender dan
ditambahkan air secukupnya.
27
Selanjutnya ditimbang hasil endapan amilum ubi jalar (Ipomoea batatas L)
yang telah dioven Menurut aziz (2011), dilakukan penimbangan untuk
mengetahui bobot/massa akhir dari sampel. Setelah itu dilakukan perhitungan
persen rendemen dari sampel amilum ubi jalar (Ipomoea batatas L). Menurut
Suyadi (2009), tujuan dihitung persen rendamen untuk menentukan perbandingan
jumlah berat awal dan berat akhir yang diperoleh dari sampel serta untuk
mengetahui banyaknya senyawa bioaktif yang terkandung dalam sampel.
28
adalah butiran tunggal, agak bulat atau persegi banyak; butir kecil berdiameter 5-
10 µm dan butir besar berdiameter 20-35 µm: hilus ditengah berupa titik, garis
lurus atau bercabang tiga; lamella tidak jelas, konsentris, butir majemuk sedikit,
terdiri dari dua atau tiga butir tunggal yang tidak sama bentuknya. Bentuk partikel
juga mempengaruhi densitas bulk dimana partikel-partikel dengan bentuk
irregular cenderung memiliki porositas besar diakibatkan karena rongga antar
partikel yang terisi oleh udara sehingga densitas bulk lebih kecil.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
29
diambil sedikit butir amilum dengan ujung jari dan letakkan diujung lidah dan
diperhatikan rasa dari butiran amilum tersebut dan dicatat hasilnya diperoleh
dimana amilum dari ubi jalar yang kami gunakan sebagai sampel setelah
dilakukan pemanasan dalam oven dengan suhu tertentu, memiliki bentuk yang
halus, berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa dengan persen rendemen
akhir 0,1332%.
30
Diharapkan agar praktikan senantiasa belajar dengan baik untuk
mempersiapkan praktikum yang akan dilaksanakan, dapat mengikuti praktikum
dengan baik. Selain itu, praktikan juga diharapkan agar fokus dan serius
mengikuti praktikum.
31
32
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 2005, Farmasetika, 29-30, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Aziz Alimul H. 2011. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika
Damardjati, D.S dan S. Widowati. 2000. Pemanfaatan Ubi Jalar dalam program
Diversifikasi Guna Mensukseskan Swasembada Pangan. Risalah seminar
penerapan teknologo produksi dan pasca panen ubi jalar mendukung
agoindustri. Balittan Malang.
Dewi, R dan H. Sutrisno. 2014. Karakter Agronomi dan Daya Hasil Tiga Klon
Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas (L.) di Lahan Masam Lampung.
Penelitian Pertanian Terapan14(1) : 15- 21.
Dewi, R dan H. Sutrisno. 2014. Karakter Agronomi dan Daya Hasil Tiga Klon
Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas (L.) di Lahan Masam Lampung.
Penelitian Pertanian Terapan14(1) : 15- 21.
Edy Sutrisno, 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetak Ke Enam. Pranada
Media Group, Jakarta.
Fortuna T., Juszczak L., and Palasiński M.2001. Properties of Corn and Wheat
Starch Phosphates Obtained from Granules Segregated According to Their
Size. EJPAU, Vol. 4.
Ginting, E,R. Yulifianti,M.Jufuf dan M.J. Mejaya. 2014. Identifikasi Sifat Fsik,
Kimia dan Sensori Klon-Klon Harapan Ubi jalar Kaya Antosianin.
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 34 (1): 69-78.
Gunawan & sri Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam. Bogor: Penebar Swadaya.
Hapsari, D. N. 2015. Pemanfaatan Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle Linn) Sebagai
Hand Sanitizer. Skripsi. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
.
Huda, Nurul dan Nasution, Mustafa Edwin, 2008. Investasi pada Pasar Modal
Syariah. Ed. Revisi. Cet.2, Jakarta: Penerbit Kencana
Indriyati Hadi Sulistyaningrum , Arifin Santoso, Abdur Rosyd, Anis Rosita. 2018.
Pengaruh Konsentrasi Amilum Ubi Jalar Putih (Ipomoea Batatas L)
Sebagai Bahan Pengikat Secara Granulasi Basah Terhadap Sifat Fisik
Granul Dan Tablet Serta Profil Disolusi Tablet Paracetamol. Prodi
Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan
Agung,Semarang,Indonesia Jakarta. Kerjasama dengan Pusat Antar
Universitas Pangan Dan Gizi IPB.
Juanda, D. dan Cahyono, B. 2000. Ubi Jalar, Budi Daya dan Anslisis Usaha Tani.
Kanisius. Yogyakarta
Lingga, P.B., Sarwono, I., Rahardi, P.C., Rajar-djo, J.J., Afriastini, R., Wudianto,
M. Lies Suprapti. 2003 Tepung Ubi Jalar pembuatan dan pemanfaatannya.
Kanisius: Yogyakarta.
Nik, S., Hasnah & C.W. Khoo. 2011. Amyloseand Amylopectin in Selected
MalaysianFoods and its Relationship to GlycemicIndex. Sains Malaysiana.
40 (8): 865-870
Rowe, R.C. et Al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
Rukmana, R. 2005. Ubi Jalar: Budidaya dan Pasca Panen. Cetakan ketujuh.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Soebagio, B., Sriwododo, Adhika A. S. 2009. Uji Sifat Fisikokimia Pati Biji
Durian (Durio Zibethinus Murr) Alami Dan Modifikasi Secara Hidrolisis
Asam. Bandung: Universitas Padjajaran.
Sunarti, T.C., et al, 2002. Study on Outer Chains from Amylopectin between
Immobilized and Free Debranching Enzymes. J. Appl. Glycosci. 48.(1) : 1-
10.
Sutrisno, Edi. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi pertama. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Suharmiati dan Handayani, L., 2006, Cara Benar Meracik Obat Tradisional, 4-6,
Agro Pustaka, Jakarta
Widodo, J. 2000. Penampilan Agronomi Ubi Jalar Pada Cara Tanam yang
Berbeda. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian.
Malang. Jurnal Penelitian Palawija