Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dasar Teori
2.1.1. Fitokimia
Fitokimia merupakan metode yang digunakan untuk mempelajari
komponen senyawa aktif yang terdapat pada sampel, yaitu mengenai struktur
kimianya, biosintesisnya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi biologisnya,
isolasi dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis
tanaman (Agustina, 2016).
Fitokimia merupakan suatu disiplin ilmu yang bidang perhatiannya adalah
aneka ragam senyawa organik yang dibentuk oleh tumbuhan meliputi struktur
kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebaran secara
ilmiah dan fungsi biologisnya. Setiap tahap pengerjaan fitokimia merupakan
bagian integral dari seluruh rangkaian pengerjaan dan merupakan aspek yang
berhubungan. Hasil setiap tahap berkaitan satu sama lain, oleh karenanya harus
dilakukan dengan cara yang tepat dan teknik yang benar. Penapisan fitokimia
dimulai dengan pengumpulan sampel sebanyak mungkin. (Rustaman, dkk., 2000).
2.1.2 Simplisia
Simplisia atau herbal yaitu bahan alam yang telah dikeringkan yang
digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali
dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 60oC (BPOM, 2008).
Menurut Gunawan (2010), Istilah simplisia dipakai untuk menyebut
bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum
mengalami perubahan bentuk, Jadi simplisia adalah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
Simpisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang
telah dikeringkan (Dirjen POM, 1979).
Menurut Dirjen POM (1979) Simplisia terbagi 3 golongan yaitu:
1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi yang spontan keluar
dari tanaman atau isi sel yang dikeluarkan dari selnya dengan cara tertentu atau
zat yang dipisahkan dari tanamannya dengan cara tertentu yang masih belum
berupa zat kimia murni.
2. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
3. Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan (mineral)
yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat
kimia murni.
Menurut Amin (2009), selain ketiga jenis simplisia diatas juga terdapat hal
lain, yaitu benda organik asing yang disingkat benda asing, adalah satu atau
keseluruhan dari apa-apa yang disebut dibawah ini:
1. Fragmen, merupakan bagian tanaman asal simplisia selain bagian tanaman
yang disebut dalam paparan makroskopik, atau bagian sedemikian nilai batasnya
disebut monografi.
2. Hewan asing, merupakan zat yang dikeluarkan oleh hewan, kotoran
hewan, batu tanah atau pengotor lainnya.
2.1.3. Ekstraksi
Menurut Wilson, et al (2000), Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat
dari campurannya dengan menggunakan pelarut, pelarut yang digunakan harus
dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.
Secara garis besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah
dasar yaitu:
1) Penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan sampel,
biasanya melalui proses difusi.
2) Zat terlarut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk
fase ekstrak.
3) Pemisahan fase ekstrak dengan sampel.
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia
dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu.
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif
dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian,
hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes RI 1995).
Menurut Voigt (1995), tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik
komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Bahan-bahan aktif seperti
senyawa antimikroba dan antioksidan yang terdapat pada tumbuhan pada
umumnya diekstrak dengan pelarut. Pada proses ekstraksi dengan pelarut, jumlah
dan jenis senyawa yang masuk kedalam cairan pelarut sangat ditentukan oleh jenis
pelarut yang digunakan dan meliputi dua fase yaitu fase pembilasan dan fase
ekstraksi. Pada fase pembilasan, pelarut membilas komponen-komponen isi sel
yang telah pecah pada proses penghancuran sebelumnya. Pada fase ekstraksi,
mula-mula terjadi pembengkakan dinding sel dan pelonggaran kerangka selulosa
dinding sel sehingga pori-pori dinding sel menjadi melebar yang menyebabkan
pelarut dapat dengan mudah masuk kedalam sel. Bahan isi sel kemudian terlarut
ke dalam pelarut sesuai dengan tingkat kelarutannya lalu berdifusi keluar akibat
adanya gaya yang ditimbulkan karena perbedaan konsentrasi bahan terlarut yang
terdapat di dalam dan di luar sel.
2.1.4. Evaporasi
Evaporasi adalah suatu proses yang bertujuan memekatkan larutan yang
terdiri atas pelarut (solvent) yang volatile dan zat terlarut (solute) yang non
volatile (Widjaja,2010). Evaporasi adalah proses pengentalan larutan dengan cara
mendidihkan atau menguapkan pelarut. Di dalam pengolahan hasil pertanian
proses evaporasi bertujuan untuk, meningkatkan larutan sebelum proses lebih
lanjut, memperkecil volume larutan, menurunkan aktivitas air (Praptiningsih
1999).
Evaporasi dilakukan dengan menguapkan sebagian dari pelarut sehingga
didapatkan larutan zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Evaporasi tidak
sama dengan pengeringan. Dalam evaporasi sisa penguapan adalah zat cair yang
sangat kental, bukan zat padat. Evaporasi berbeda pula dengan destilasi, karena
uapnya adalah komponen tunggal. Evaporasi berbeda dengan kristalisasi, karena
evaporasi digunakan untuk memekatkan larutan bukan untuk membuat zat padat
atau Kristal (MC. Cab,dkk.,1993)
2.1.5 Faktor pengaruh evaporasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses evaporasi menurut Haryanto
danMasyithah (2006), antara ;ain :
a. Luas permukaan bidang kontak
Semakin luas permukaan bidang kontakantara cairan dengan pemanas,
maka semakin banyak molekul air yang teruapkan sehingga proses evaporasi akan
semakin cepat.
b. Tekanan
Kenaikkan tekanan sebanding dengan kenaikan titik didih. Tekanan bisa
dibuat vakum untuk menurunkan titik didih cairan sehingga proses penguapan
semakin cepat.
c. Karakteristik zat cair
1. Konsentrasi
Walaupun cairan yang diumpankan kedalam evaporator cukup encer sehingga
beberapa sifat fisiknya sama dengan air, tetapi jika konsentrasinya meningkat,
larutan itu akan semakin bersifat individual.
2. Pembentukan busa
Beberapa bahan tertentu, terutama zat-zat organic berbusa pada waktu
diuapkan. Busa yang dihasilkan akan ikut ke luar evaporator bersamauap.
3. Kepekaan terhadap suhu
Beberapa bahan kimia, bahan kimia farmasi dan bahan makanan dapat
rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi dalam waktu yang lama. Dalam mengatur
konsentrasi bahan-bahan seperti itu maka diperlukan teknik khusus untuk
menurunkan suhu zat cair dan mengurangi waktupemanasan.
4. Kerak
Beberapa larutan tertentu menyebabkan pembentukan kerak pada
permukaan pemanasan. Hal ini menyebabkan koefisien menyeluruh semakin lama
semakin berkurang.
Menurt Earle (1982), adapun faktor-faktor yang menyebabkan dan
mempengaruhi
kecepatan pada proses evaporasi adalah :
a. Kecepatan hantaran panas yang diuapkan ke bahan
b. Jumlah panas yang tersedia dalam penguapan
c. Suhu maksimum yang dapat dicapai
d. Tekanan yang terdapat dalam alat yang digunakan
2.1.6 Biota Laut
Biota laut adalah berbagai jenis organisme hidup di perairan laut yang
menurut fungsinya digolongkan menjadi tiga, yaitu produsen merupakan biota
laut yang mampu mensintesa zat organik baru dari zat anorganik, kedua adalah
konsumen merupakan biota laut yang memanfaatkan zat organik dari luar
tubuhnya secara langsung dan yang ketiga adalah redusen merupakan biota laut
yang tidak mampu menelan zat organik dalam bentuk butiran, tidak mampu
berfotosintesis namun mampu memecah molekul organik menjadi lebih sederhana
(Romimohtarto, 2009).
Penggolongan biota laut menurut sifat hidupnya dibedakan menjadi
plankton merupakan semua biota yang hidup melayang di dalam air yang
pergerakkannya ditentukan oleh lingkungannya. Kemudian nekton adalah semua
biota yang dapat berenang bebas dan mengatur sendiri arah pergerakkannya dan
bentos merupakan semua biota yang hidup didasar perairan baik menenggelamkan
diri, menempel maupun merayap (Romimohtarto, 2009).
Menurut Wibisono (2010), beberapa jenis biota laut dikategorikan antara
lain:
1. Planktonik
Planktonik merupakan jenis biota laut yang berenang dan mengapung
mengikuti arus, biota laut ini tidak bisa berenang melawan arus karena
keterbatasannya. Jenis planktonik ini dibagi menjadi 2 yaitu kelompok hewan
(zooplankton) dan tumbuhan (fitoplankton).

a. Zooplankton
Zooplankton adalah jenis organisme yang sebagian besar hidupnya di
perairan permukaan dengan ukuran tubuh lebih dari 0,05 mm. Zooplankton adalah
mencakup organisme termasuk protozoa kecil dan metazoans besar. Spesies
zooplankton tidak menyebar merata tetapi secara acak didalam suatu wilayah laut.
Sumber makanan dari zooplankton adalah fitoplankton.
b. Fitoplankton
Fitoplankton adalah organisme mikroskopis yang hidupnya di zona eufotik
(permukaan remang) laut yang mampu mensistensis makanannya sendiri yaitu
berupa bahan organik yang diproses dari bahan-bahan anorganik dengan bantuan
sinar matahari.
2. Bentik
Bentik merupakan hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas atau di
bawah dasar laut atau pada wilayah yang disebut zona bentik (benthic zone)
maupun dasar daerah tepian. Bentik berbeda dengan plankton yang hidup
mengambang bebas di air.
Sumber utama makanan organisme bentik adalah ganggang serta limpasan
organik dari tanah. Kemudian faktor suhu, salinitas, kedalaman air, serta jenis
subtrat lokal sangat berpengaruh terhadap perkembangan organisme bentik.
Beberapa jenis organisme yang termasuk bentik adalah kelompok protozoa,
sponge, coelenterate, rotifera, nematode, bryozoa, decapoda, ostracoda,
cladocera, cpopoda, pelecypoda, gastropoda, insekta, dan lintah. Organisme yang
berbentuk lain contohnya bintang laut, tiram, kerang, teripang, bintang rapuh dan
anemon laut.
Peranan organisme bentik adalah sebagai berikut:
a. Dapat membantu proses daur ulang bahan-bahan organik
b. Mempunyai peran penting dalam siklus rantai makanan
c. Dapat membantu proses mineralisasi
d. Karena mempunyai siklus hidup yang panjang serta pergerakan yang
terbatas, organisme bentik dapat dijadikan sebagai indikator terjadinya
pencemaran.

3. Nektonik
Nektonik adalah jenis organisme yang menjadi perenang aktif di daerah
perairan baik itu air tawar atau air laut. Nekton dikenal sebagai predator paling
atas pada sebagian besar rantai makanan di laut. Ikan adalah spesies nekton
terbesar dengan 16.000 spesies. Nekton adalah pemangsa plankton yang
mempunyai berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, seperti peningkatan gizi
serta peningkatan perekonomian.
Klasifikasi nekton berdasarkan kelompok ikan dapat dibagi menjadi 2
jenis.
a. Mereopilagik adalah sekelompok ikan yang menghabiskan sebagian waktu
hidupnya diwilayah epipelagik laut, yaitu wilayah atau zona laut yang mempunyai
kedalaman 0 hingga 200meter atau sekitar 656 kaki.
b. Holoepipelagik adalah kelompok organisme perairan yang semua waktu
hidupnya hidup di zona epipelagik. Beberapa spesies yang termasuk kelompok ini
adalah ikan hiu, cucut martil, ikah hiu mackerel, ikan hiu cucut biru, ikan tuna,
ikan terbang, ikan cucut gergaji, setuthuk, lemuru, ikan duyung, dan lainya.
Klasifikasi nekton berdasarkan kelasnya, yaitu:
a. Vertebrata adalah kelompok nekto yang terdiri atas hewan-hewan
bertulang belakang seperti reptil, mamalia, dan berbagai jenis ikan.
b. Mollusca adalah kelompok nekton yang terdiri dari hewan invertebrata
yang mempunyai tubuh lunak seperti kerang, cumi-cum, serta gurita.
4. Bacterioplankton
Bacterioplankton adalah golongan bakteri yang semasa hidupnya bekerja
untuk menguraikan sisa organisme yang lainnya. Sama dengan fitoplankton, jenis
bacterioplankton ini mampu bersintesis sendiri. Spesies ini juga hampir selalu
ditemukan dibagian atau tingkatan laut. Bukan hanya di daerah permukaannya
saja, seperti jenis plankton lainnya. Bacterioplankton juga menguraikan sisa
organisme yang lainnya sehingga nutrisinya bisa digunakan kembali menjadi
sumber makanan bagi zooplankton. Jenis ini diantaranya yaitu mycoplankton,
jamur, serta organisme jamur lain yang signifikan dalam siklus hara.

2.1. Uraian Biota Laut


2.2.1 Lamun (Enhalus acoroides)
1. Klasifikasi
Rawung et al, 2018, klasifikasi Lamun Halodule uninervis sebagai berikut:
Regnum : Plantae
Divisi : Trachophyta
Kelas : Mognoliopsida
Ordo : Alismatale
Famili : Cymodoceaceae
Gambar 2.2.1
Genus : Halodule Lamun
Spesies : Halodule uninervis. (Enhalus acoroides)
2. Morfologi
Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan biji yang hidup di laut pada
daerah intertidal sampai subtidal. Kondisi lingkungan yang berbeda dengan
kehidupan di darat menyebabkan lamun memiliki struktur morfologi yang
berbeda dibandingkan tumbuhan darat. Contohnya sebagian besar tumbuhan darat
memiliki akar yang panjang untuk mencapai sumber-sumber air tetapi pada
tumbuhan yang selalu terendam seperti lamun akarnya lebih pendek. Stomata juga
sedikit dijumpai pada lamun karena penguapan hampir tidak terjadi pada
lingkungan perairan. Morfologi lamun merupakan hasil dari proses adaptasi dan
evolusi yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Morfologi lamun secara
umum dapat dilihat dari bentuk akar, rhizoma, daun, bunga dan buah (Putra,
2019).
a. Akar
Lamun memiliki sistem perakaran serabut yang berfungsi untuk
menancapkan tumbuhan ke substrat serta menyerap zat-zat hara. Akar lamun
umumnya pendek dengan beberapa percabangan/brancing root atau bahkan tidak
memiliki percabangan/simple root (Putra, 2019).
b. Batang
Batang lamun berbentuk silinder dan tumbuh menjalar di bawah
permukaan tanah/substrat disebut dengan rhizoma. Meskipun rhizoma tumbuh
secara horisontal, beberapa spesies memiliki rhizoma yang tumbuh vertikal.
Rhizoma memiliki buku-buku (node) yang mengandung jaringan meristem yang
berfungsi untuk membentuk daun dan akar. Buku/node yang satu dengan yang
lain dipisahkan oleh ruas-ruas (internode). Selain berfungsi sebagai tempat
tumbuhnya daun dan akar, rhizoma juga berfungsi sebagai alat perkembangbiakan
secara aseksual (Putra, 2019).
c. Daun
Pada umumnya lamun memiliki daun yang memanjang, tipis dan
menyerupai pita serta bentuk pertumbuhannya monopodial. Daun lamun dapat
tumbuh langsung dari rhizoma, tangkai daun (petiole) atau dari rhizoma yang
tumbuh tegak ke permukaan. Daun lamun pada umumnya memiliki kutikula tipis
dan jumlah stomata sedikit. Hal ini disebabkan lamun hidup terendam dalam air
laut sehingga proses penguapan relatif kecil. Bentuk dan ukuran daun tiap spesies
dapat berbeda sehingga dapat digunakan untuk membedakan spesies lamun
(Putra, 2019).
d. Bunga
Bunga berfungsi sebagai alat perkembangbiakan generatif. Struktur bunga
pada lamun biasanya lebih sederhana dibandingkan dengan bunga tumbuhan darat
Bagian bunga lamun umumnya terdiri dari perianth (mahkota dan kelopak tidak
dapat dibedakan) benang sari, putik, dan tangkai bunga (Putra, 2019).
e. Buah
Setelah proses pembuahan, ovarium berkembang menjadi buah. Pada
lamun, struktur dan perkembangan buah tergantung dari struktur pembungaan.
Kelompok Posidoniaceae memiliki daging buah lunak dan berair sedangkan
kelompok Cymodoceae (Cymodocea dan Haludule) memiliki lapisan buah yang
keras (Putra, 2019).
3. Kandungan Senyawa
Gustavina et al. (2018) melaporkan bahwa Halodule pinifolia mengandung
senyawa tanin, Cymodecea rotundata mengandung senyawa alkaloid, steroid dan
tanin, sedangkan Enhalus acoroides mengandung senyawa flavonoid, saponin,
steroid, dan tanin.
4. Manfaat
Lamun Lamun tidak hanya mempunyai manfaat bagi hewan dan
sekitarnya, tetapi juga memiliki fungsi ekologis dan fungsi ekonomis yang sangat
penting bagi manusia. fungsi ekologis padang lamun adalah: sumber utama
produktivitas primer, sumber makanan bagi organisme dalam bentuk detritus,
penstabil dasar perairan dengan sistem perakarannya yang dapat menangkap,
sediment (trapping sediment), tempat berlindung bagi biota laut, tempat
perkembangbiakan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground), serta
sumber makanan (feeding ground) bagi biota-biota perairan laut, pelindung pantai
dengan cara meredam arus, penghasil oksigen dan mereduksi CO2 di dasar
perairan (Wulandari, et al, 2013).
Lamun juga mempunya nilai ekonomis tersendiri yaitu sebagai daerah
tangkapan ikan, karena keberadaan lamun dapat meningkatkan produktivitas ikan.
Selain itu, lamun juga dimanfaatkan sebagai bahan kerajianan dan obat. Padang
lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut. Hewan yang hidup dan
tinggal didalam padang lamun terdapat dua macam, yaitu penghuni tetap dan ada
yang bersifat sebagai pengunjung (Wulandari, et al, 2013).
Agustina, 2016, Skrining Fitokimia Tanaman Obat Di Kabupaten Bima. Program
Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan MIPA STKIP Bima, Cakra
Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) Volume 4, Nomor 1.

BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) RI., 2010, Acuan Sediaan
Herbal, volume kelima edisi pertama, Direktorat OAI: Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat, Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.

Depkes RI, 2008, Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I, Departemen Kesehatan


RI:
Jakarta.

Rowe, C. R., Sheskey, P. J., Quinn, M. E., 2009, Handbook of Pharmaceutical


Excipients 6th edition, Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Association, Wasington DC, United State of America.

Rustaman, N., dkk (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press.

BPOM, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat


dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta

Gunawan, D., dan Sri, M. 2010. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) jilid 1. Jakarta :
Penebar Swadaya Hal: 106-120

Wilson, I. D. et al, 2000, Encyclopedia of Separation Science, Academic-Press,


New York

Voight, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh


Soendari Noerono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 566-
567

Praptiningsih, Y., 1999. Teknologi Pengolahan. Fakultas Teknologi Pertanian


Universitas Jember, Jember.
McCabe, W., Smith, J.C., and Harriot, P., 1993, “Unit Operation of Chemical
Engineering”, McGraw Hill Book, Co., United States of America.

Masyithah, Z dan Haryanto, B. 2006. Perpindahan Panas. Medan: USU.

Earle, R.L. 1982. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. Bogor: Sastra
Budaya.

Wibisono, H, 2010, Atlas Spermatologi Buku-Kedua dari Panduan Laboratorium


Andrologi, Refika Aditama, Bandung
Wibisono, H, 2010, Panduan Laboratorium Andrologi (buku pertama ), Refika
Aditama, Bandung

Rawung, S., F. F. Tilaar, A. B. Rondonuwu. 2018. Inventarisasi Lamun di


Perairan Marine Field Station Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat
Kecamatan Likupang Timur Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Ilmiah Platax.
Vol. 6:(2), 44 hal.

Anda mungkin juga menyukai