Anda di halaman 1dari 47

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Spons adalah organisme laut yang memiliki potensi cukup besar dalam

menghasilkan senyawa aktif. Didunia diduga terdapat sekitar 10.000 spesies

spons dan diperkirakan sekitar 200 spesies hidup di ekosistem terumbu karang

Asia Tenggara (Dahuri et al., 2001). Spons dilaporkan memiliki aktivitas

antikanker, antimikroba dan antiparasit (Amir dan Budianto, 1996). Spons

merupakan salah satu komponen biota penyusun terumbu karang yang

mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak dimanfaatkan. Hewan laut ini

mengandung senyawa aktif yang persentase keaktifannya lebih besar

dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan darat

(Suparno, 2005).

Mikroba patogen merupakan salah satu penyebab penyakit pada manusia

dan makhluk hidup lainnya (Juariah et al., 2014). Berbagai penelitian

menunjukkan bahwa organisme laut memiliki potensi yang sangat besar dalam

menghasilkan senyawa-senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai bahan

baku obat. Beberapa organisme laut yang diketahui dapat menghasilkan

senyawa aktif, salah satunya adalah ascidians. Organisme ini diketahui dapat

menghasilkan sejumlah besar produk laut yang bersifat alami, juga mampu

menunjukkan keragaman senyawa kimia yang sangat besar (Thakur and

Muller, 2004).

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat,

tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur,

1
fakultatif anaerob, tidak membentuk spora dan tidak bergerak. Bakteri ini

tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada

suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu

sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol dan berkilau

(Brooks et al., 1995).

Escherichia coli merupakan flora normal didalam intestin. Bakteri ini

dapat menyebabkan infeksi saluran kencing yang merupakan infeksi terbanyak

(80%), gastroenteritis dan meningitis pada bayi, peritonitis, infeksi luka,

kolesistitis, syok bakterimia karena masuknya organisme ke dalam darah dari

uretra, kateterisasi atau sitoskopi atau dari daerah sepsis pada abdomen atau

pelvis (Gibson, 1996).

Candida albicans merupakan jamur yang mempunyai kemampuan untuk

tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu blastopore (blasroconidia) adalah

bentuk fenotip yang bertanggung jawab dalam tranmisi dan penyebaran, serta

germinated yeast. Oleh karena itu Candida disebut jamur dimorfik (Tortora,

2001). Perbedaan ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhi

selama proses pertumbuhan berlangsung. Bentuk fenotip dapat menginvasi

jaringan dan menimbulkan simptomatik karena dapat menghasilkan mycelia

(Wibowo, 2010).

2
1.2 Rumusan Masalah

Apakah ekstrak spons Liosina paradoxa memiliki aktivitas antimikroba

terhadap mikroba Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan candida

albicans?

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka peneliti membatasi masalah

yang dikaji yaitu apakah organisme laut Spons liosina paradoxa yang dikoleksi

dari perairan Desa Tumbak memiliki aktivitas antimikroba.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui aktivitas penghambat

pertumbuhan mikroorganisme dari spons Liosina paradoxa terhadap mikroba

Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Candida albicans

.1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dalam

bidang kesehatan secara khusus tentang antimikroba dan kepada masyarakat

secara umum tentang potensi organisme laut khususnya Spons Liosina

paradoxa yang ada di perairan Desa Tumbak, Minahasa Tenggara.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Spons Liosina paradoxa

2.1.1 Taksonomi

Menurut Thiele (1899), Klasifikasi Spons Liosina Paradoxa adalah


sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Porifera

Kelas : Demospongiae

Ordo : Halichondrida

Famili : Dictyonellidae

Genus : Liosina

Spesies : Liosina paradoxa

Gambar 1. Spons Liosina paradoxa (Dokumentasi pribadi, 2019)

4
2.1.2 Morfologi

Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis, atau

massif bentuknya dan agak tidak teratur. Banyak spons juga terdiri atas

segumpal jaringan yang tak tentu bentuknya, menempel dan membuat kerak

pada batu, cangkang, tongggak, atau tumbuh – tumbuhan. Kelompok spons lain

mempunyai bentuk lebih teratur dan melekat pada dasar perairan melalui

sekumpulan spikula. Bentuk – bentuk yang dimiliki spons dapat beragam

(Romimohtarto & Juwana 2001).

Spons tumbuh melekat pada terumbu karang dan dasar laut. Binatang

lunak dengan variasi warna, bentuk, dan ukuran ini tidak dapat berpindah

seperti halnya ikan dan binatang laut lainnya. Untuk mempertahankan diri dari

predator, spons memiliki senjata perisai berupa senyawa kimia membentuk

metabolit sekunder, yang ditakuti dan dihindari predator karena beracun.

Sesuai dengan fungsinya untuk melindungi diri dari predator, senyawa ini

bersifat toksik dan berkhasiat juga sebagai antikanker (cytotoxic) dan antibiotik

(Munifah et al., 2004).

2.2 Ekstraksi

Metode ekstraksi akan memisahkan metabolit yang larut dan

menyisahkan yang tidak larut. Produk hasil ektraksi mengandung campuran

metabolit yang sangat kompleks (Handa et al., 2008).

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia yang menggunakan

perendaman pelarut dengan pengocokan atau pengadukan pada temperatur

5
ruangan. Metode Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang sangat

cocok untuk mengekstrak komponen-komponen yang tidak tahan akan suhu

tinggi. Pada proses maserasi sampel akan mengalami pemecahan dinding dan

membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga

metabolit sekunder yang ada dalam sampel akan terlarut dalam pelarut

(Kristiani, 2014).

2.3 Pelarut

Untuk menentukan komponen senyawa aktif yang ingin didapatkan maka

pemilihan pelarut sendiri menjadi hal yang sangat penting untuk menentukan

komponen yang ingin didapatkan. Pemilihan pelarut pada umumnya

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain selektivitas, kelarutan dan titik

didih (Suryanto, 2012).

Senyawa golongan alkohol seperti etanol merupakan pelarut yang sangat

baik untuk mengekstraksi karena dapat mengekstraksi senyawa polar maupun

non-polar. Etanol memiliki dua gugus dengan tingkat kepolaran yang berbeda,

yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang bersifat non-

polar. Adanya dua gugus tersebut pada etanol menyebabkan etanol dapat

digunakan untuk mengekstrak senyawa yang berbeda tingkat kepolarannya

(Lumempouwa et al, 2012).

2.4 Fraksinasi

Fraksinasi merupakan prosedur pemisahan yang bertujuan untuk

memisahan golongan utama kandungan yang satu dari kandungan yang lain.

6
Senyawa yang bersifat polar akan masuk ke pelarut polar dan senyawa yang

bersifat non-polar akan masuk ke pelarut non-polar.Pemilihan metode

pemisahan kandungan kimia harus memperhatikan sifat-sifat golongan atau

senyawa yang akan dipisahkan. Pemisahan secara ekstraksi cair-cair masih

umum digunakan, terutama di laboratorium untuk pemisahan golongan

senyawa berdasarkan polaritasnya, alat yang digunakan cukup sederhana, yaitu

corong pisah, dan waktu yang diperlukan relatif singkat, Teknik pemisahan

partisi pelarut melibatkan dua pelarut yang bercampur dalam corong pisah,

setelah itu akan memisah sesuai dengan koefisien partisinya. Metode ini relatif

mudah untuk dilakukan dan efektif sebagai langkah awal dalam pemisahan

senyawa ekstrak mentah (Harborne, 1987).

2.5 Antimikroba

Antimikroba merupakan senyawa alami, semi sintetik yang menghalangi

atau menghambat organisme bersifat komensal atau patogenik. Dengan sedikit

atau tidak ada kerugian pada inangnya. Antimikroba diklasifikasikan

berdasarkan spektrumnya, mekanisme aksi, strain penghasil, cara biosintesis,

maupun struktur biokimianya.

Berdasarkan sifat toksisitasnya, maka antimikroba dibagi menjadi

dua yaitu bersifat yaitu yang bersifat bakteriostatik dan bersifat bakterisid.

Bakteriostatik adalah bahan antimikroba yang sementara waktu dapat

menghambat petumbuhan organisme. Sedangkan bakterisid adalah bahan

antimikroba yang dapat membunuh organisme. Obat-obatan yang termasuk

dalam bakteriostatik yaitu tetrasiklin dan sulfonamide, sedangkan contoh obat-

7
obatan bakteriosid adalah golongan betalaktam dan aminoglikosida (Brooks et

al., 2005).

2.5.1 Klasifikasi Antimikroba

Spektrum antimikroba dapat berarti terhadap bakteri, jamur dan virus.

Berdasarkan kemampuan mempengaruhi banyaknya jenis mikroba, dikenal

antimikroba berspektrum sempit dan berspektrum luas. Antimikroba yang

berspektrum sempit hanya mempengaruhi beberapa jenis mikroba, misalnya

penisilin G hanya efektif terhadap bakteri Gram positif. Antimikroba

berpektrum luas mempengaruhi bakteri Gram positif dan Gram negatif serta

beberapa jenis mikroba lainnya, misalnya khloramfenikol, ampisilin,

tetrasiklin dan sulfonamid. Kelemahan penggunaan antimikroba berspektrum

luas adalah terjadinya superinfeksi dimana mikroba flora normal tumbuh

berlebihan sehingga menyebabkan resisten terhadap antimikroba (Pelczar dan

Chan, 1988).

2.6 Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat,

tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur,

fakultatif anaerob, tidak membentuk spora dan tidak bergerak. Bakteri ini

tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada

suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai

kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol dan berkilau (Brooks et

al., 1995).

8
Infeksi Staphylococcus aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi

patologi, diantaranya bisul, jerawat, pneumonia, meningitis dan arthritits.

Sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah,

oleh karena itu bakteri ini disebut piogenik (Madigan, 2012).

Klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus menurut Rosenbach (1884),

sebagai berikut:

Kingdom : Eubacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Bacillales

Famili : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Gambar 2. Bakteri Staphylococcus aureus (Rosenbach ,1884).

2.7 Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli ialah bakteri yang bersifat gram negatif,

berbentuk batang dan tidak memiliki spora. Bakteri ini dapat hidup pada suhu

9
optimum 37˚C serta memiliki kemampuan untuk memfermentasi karbohidrat

dan menghasilkan gas. Escherichia coli memiliki sifat patogen yang dapat

menyebabkan beberapa penyakit pada manusia, antara lain menyebabkan

infeksi primer pada usus manusia (diare pada anak) dan infeksi pada saluran

kemih (Rahmadani, 2015).

Klasifikasikan bakteri Escherichia coli menurut Migula (1895)

sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

Gambar 3. Bakteri Escherichia coli (Migula ,1895)

10
2.8 Candida albicans

Candida merupakan jamur yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh

dalam dua bentuk yang berbeda yaitu blastopore (blasroconidia) adalah bentuk

fenotip yang bertanggung jawab dalam tranmisi dan penyebaran, serta

germinated yeast. Oleh karena itu Candida disebut jamur dimorfik (Tortora,

2001). Perbedaan ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhi

selama proses pertumbuhan berlangsung. Bentuk fenotip dapat menginvasi

jaringan dan menimbulkan simptomatik karena dapat menghasilkan mycelia

(Wibowo, 2010).

Menurut Berkhout (1923) klasifikasi Candida albicans sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Divisi : Ascomycota

Kelas : Saccharomycotina

Ordo : Saccharomycetes

Famili : Saccharomycetaceae

Genus : Candida

Spesies : Candida albicans

Gambar 4. Jamur Candida albicans (Simatumpang,2009)

11
2.9 Pengujian Aktivitas Antimikroba

Pada pengujian aktivitas antibakteri, kekuatan daya antibakteri digolongkan

menurut Davis and Stout (1971), yaitu: diameter zona hambat 5 mm atau kurang

dikategorikan lemah, diameter 5-10 mm dikategorikan sedang, diameter 10-20

mm dikategorikan kuat dan diameter zona hambat diatas 20 mm dikategorikan

sangat kuat.

2.9.1 Metode Difusi

Metode yang paling luas digunakan ialah uji difusi cakram. Cakram

kertas filter yang mengandung sejumlah tertentu obat ditempatkan di atas

medium padat yang telah diinokulasi pada permukaan dengan organisme uji.

Setelah inkubasi, diameter zona jernih inhibisi disekitar cakram diukur sebagai

ukuran kekuatan inhibisi obat melawan organisme uji tertentu. (Adelberg et al,

1986).

2.9.2 Metode Dilusi

Metode ini menggunakan antibakteri dengan kadar yang menurun secara

bertahap, baik dengan media cair atau padat. Media kemudian diinokulasi

bakteri uji dan diinkubasi. Tahap akhir antibakteri dilarutkan dengan kadar yang

menghambat atau mematikan. Prinsip metode dilusi menggunakan pengenceran

senyawa antibakteri hingga diperoleh beberapa macam konsentrasi, kemudian

masing-masing konsentrasi ditambahkan suspense bakteri uji dalam media cair.

12
Perlakuan tersebut akan diinkubasi dan diamati ada atau tidak pertumbuhan

bakteri yang ditandai dengan terjadinya kekeruhan (Brooks et al., 2005).

2.9.3 Kloramfenikol

Kloramfenikol digunakan sebagai antibiotik bersifat bakteriostatik dan

mempunyai spektrum luas merupakan obat pilihan untuk pengobatan demam

tifoid akut yang disebabkan oleh Salmonella sp. Kloramfenikol efektif untuk

pengobatan infeksi berat yang disebabkan gram positif dan gram negatif

(Siswandono dan Soekardjo, 1995).

13
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2019 sampai Juni 2019 di

Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia , Laboratorium Farmakologi serta

Laboratorium Mikrobiologi Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi.

3.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tabung oksigen, snorkel,

fins, masker, sarung tangan, gunting, pisau, zipper bag, botol 600 ml, talenan,

cool box, kamera , erlenmeyer (Pyrex), corong, oven, timbangan analitik,

spatula, corong pisah, gelas ukur, gelas kimia (Pyrex), cawan petri, autoklaf,

pinset, pembakar spritus, vortex mixer, micro tubes, batang pengaduk, Laminar

air flow, rak tabung reaksi, tabung reaksi, lemari pendingin, inkubator, cakram

(paper disc), mikropipet, digital caliper, kertas label, spidol permanen, vacum.

3.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan yaitu Spons Liosina paradoxa, mikroba

uji Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Candida albicans, etanol,

akuades, n-heksan, kloroform, metanol, pepton, beef extract, natrium klorida,

14
agar, kloramfenikol paper disc, tissue, aluminium foil, plastic wrap, kertas

saring.

3.4 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini ialah eksperimen laboratorium yang akan menguji

komponen yang diekstrak dari Spons Liosina paradoxa., yang diperoleh dari

perairan Desa Tumbak, Minahasa Tenggara sebagai antimikroba.

3.5 Pengambilan Sampel

Sampel Spons Liosina paradoxa diambil dari Perairan desa Tumbak,

Minahasa Tenggara dengan menggunakan alat bantu selam bantu (masker,

snorkel, fins dan tabung oksigen). Sampel difoto terlebih dahulu di bawah laut,

kemudian diambil lalu dimasukkan ke dalam zipper bag, diberi nomor sesuai

sampel , selanjutnya sampel dibersihkan lalu dipotong kecil – kecil,

dimasukkan ke dalam wadah, diekstraksi dengan metode maserasi dengan

etanol 96%. Kemudian sampel disimpan dalam cooling box kemudian sampel

dibawa ke Laboratorium Lanjutan (Farmakognosi dan Fitokimia) Program

Studi Farmasi Universitas Sam Ratulangi.

3.6 Ekstraksi Sampel

Ekstrak Spons Liosina Paradoxa sebanyak 500 g diekstraksi dengan

menggunakan cara maserasi. Sampel dipotong kecil-kecil dengan ukuran 1 cm²

lalu dimasukkan ke dalam botol dan direndam dengan larutan etanol 96%

15
sampai sampel terendam secara keseluruhan , sampel di kocok- kocok dan

dibiarkan selama 24 jam. Sampel yang direndam disaring dengan

menggunakan kertas saring menghasilkan filtrat 1 dan debris 1. Debris 1

direndam kembali dengan etanol 96% sampai terendam semuanya, debris

dikocok – kocok dan dimaserasi selama 1x24 jam. Diulangi cara yang sama

sampai memperoleh 3 filtrat dan 3 debris. Campurkan filtrat 1, 2, dan 3 yang

diperoleh menjadi satu. Filtrat dievaporasi menggunakan oven dengan suhu

40oC hingga memperoleh ekstrak kasar spons Liosina paradoxa dan timbang

dengan menggunakan timbangan analitik. Ekstrak kasar etanol spons Liosina

paradoxa sebanyak 14,50 g, selanjutnya ekstrak kasar etanol digunakan dalam

fraksinasi dan pengujian daya hambat antimikroba. Untuk bagan alir proses

ekstraksi terlampir pada lampiran 5.

3.7 Fraksinasi Sampel

Sebanyak 3,0 g ekstrak kasar spons Liosina paradoxa dimasukkan

kedalam gelas kimia, kemudian dilarutkan dengan metanol 80% sebanyak 100

mL. Setelah tercampur ,dimasukan kedalam corong pisah dan ditambahkan

pelarut n-heksan sebanyak 100 mL setelah itu dikocok dalam corong pisah

sampai homogen. Dibiarkan sampai terbentuk lapisan metanol dan lapisan n-

heksan, kemudian masing-masing lapisan ditampung dalam erlenmeyer yang

berbeda. Lapisan n-heksan kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan

suhu 40˚C, lalu ditimbang dan diperoleh fraksi n-heksan sebanyak 0,029 g.

Selanjutnya, lapisan metanol ditambahkan akuades sebanyak 100 mL

kemudian dipartisi dengan pelarut kloroform dengan perbandingan 1:1 v/v

16
dalam corong pisah, setelah itu dikocok kembali sampai homogen. Dibiarkan

sampai tebentuk dua lapisan yaitu lapisan metanol dan kloroform, kemudian

masing-masing lapisan ditampung dalam erlenmeyer yang berbeda. Lapisan

kloroform selanjutnya dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40˚C, lalu

ditimbang berat sampel dan diperoleh fraksi kloroform sebanyak 0,037 g.

Lapisan metanol kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40˚C,

lalu ditimbang dan diperoleh fraksi metanol sebanyak 0,33 g. Ketiga fraksi

yang diperoleh akan digunakan dalam pengujian antimikroba. Rendemen-

rendemen fraksi dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘


𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙

Untuk bagan alir proses fraksinasi terlampir pada lampiran 6.

3.8 Sterilisasi Alat

Alat-alat gelas yang digunakan dalam penelitian aktivitas antimikroba ini

disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 ºC

selama 15 menit, pinset dibakar dengan pembakaran di atas api langsung dan

media disterilkan di autoklaf pada suhu 121 ºC selama 15 menit (Ortez, 2005).

3.9 Pembuatan Media Cair B1

Pepton 0,5 g, ekstrak daging (meat extract) 0,3 g, natrium klorida 0,3 g,

nutrient agar 1,5 g dan dilarutkan dalam akuades sebanyak 100 mL

menggunakan Erlenmeyer, dikocok sampai homogen. Media yang telah

17
homogen kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu

121oC selama 15 menit. Media agar B1 siap digunakan untuk uji aktivitas

antimikroba (Ortez, 2005). Untuk bagan alir pembuatan media cair B1

terlampir pada lampiran 7.

3.10 Kultur Mikroba

Mikroba yang digunakan yaitu bakteri Escherichia coli, Staphylococcus

aureus dan jamur Candida albicans. Masing-masing mikroba diambil dari

biakan murni menggunakan mikropipet sebanyak 100 μL dan dimasukkan ke

dalam masing-masing tabung reaksi yang sudah berisi media cair B1 sebanyak

1 ml dan kemudian ditutup menggunakan aluminium foil. Setelah itu,

diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370C selama 1 x 24 Jam (Dwijendra et

al, 2014). Untuk bagan alir proses kultur mikroba terlampir pada lampiran 8.

3.11 Pembuatan Media Uji

Pepton 0,5 g, beef extract 0,3 g, natrium klorida 0,3 g, agar 1,5 g dan

akuades sebanyak 100 ml diaduk sampai homogen kemudian disterilkan di

autoklaf pada suhu 121˚C selama 15 menit (Dwijendra et al, 2014). Untuk

bagan alir proses pembuatan media uji terlampir pada lampiran 8.

3.12 Pembuatan Larutan Uji

Larutan uji dibuat dengan cara 1 mg ekstrak kasar Spons Liosina

paradoxa dilarutkan dalam 200 μL metanol dan dikocok hingga homogen

18
menggunakan vortex. Perlakuan yang sama dilakukan pada fraksi n-heksan,

fraksi kloroform dan fraksi metanol (Ortez,2005). Untuk bagan alir pembuatan

larutan uji terlampir pada lampiran 9.

3.13 Pembuatan Kontrol Positif dan Kontrol Negatif

Kontrol postif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Kloramfenikol

Paper Disc dan Kontrol negatif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

menggunakan pelarut metanol, dengan cara membuat larutan stok metanol

dengan mengambil sebanyak 200 μl metanol kemudian ditotolkan pada paper

disc (Lalamentik, 2017). Untuk bagan alir pembuatan kontrol negatif terlampir

pada lampiran 9.

3.14 Pengujian Aktivitas Antimikroba

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode difusi agar (disc

diffusion Kirby and Bauer). Pada pengujian aktivitas antimikroba ini, cakram

(paper disc) yang digunakan berukuran 6 mm dengan daya serap 50 μL tiap

cakram. Sebanyak 300 μL mikroba yang telah dikultur, dipipet dan diinokulasi

pada 30 ml media agar lalu diaduk hingga homogen dan kemudian dituangkan

ke dalam cawan petri dan tunggu sampai media agar mengeras. Kemudian,

larutan uji yang telah disiapkan ditotolkan pada masing-masing cakram dengan

menggunakan mikropipet. Setelah agar mengeras, kertas cakram yang telah

ditotolkan sampel Liosina paradoxa kontrol positif dan kontrol negatif

diletakkan ke dalam cawan petri dengan menggunakan pinset. Selanjutnya,

19
cawan petri diberi label dan diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370C selama

1 x 24 Jam (Ortez,2005). Untuk bagan alir pengujian aktivitas antimikroba

terlampir pada lampiran 10.

3.15 Pengamatan dan Pengukuran Diameter Zona Hambat

Pengamatan dilakukan setelah 24 jam masa inkubasi. Daerah pada sekitaran

cakram menunjukkan kepekaan mikroba terhadap antibiotik atau bahan

antimikroba yang digunakan sebagai bahan uji yang dinyatakan dengan

diameter zona bening. Diameter zona bening diukur menggunakkan digital

caliper. Kemudian zona bening yang telah diukur, dikategorikan berdasarkan

pedoman Davis dan Stout (1971).

3.16 Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan data dilakukan dengan model penyajian dalam bentuk

tabel dan gambar .Aktivitas antibakteri di ukur dengan menggunakan jangka

sorong skala millimeter berdasarkan zona hambat yang terbentuk, kemudian

dirata-ratakan dari tiga kali pengujian.

20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi Spons Liosina paradoxa

Sampel Spons Liosina paradoxa yang diambil dari perairan desa Tumbak,

minahasa Tenggara dipoting kecil- kecil dengan ukuran 1 cm², hal inidilakukan

dengan tujuan agar memperkecil luas permukaan sampel, karena semakin kecil

permukaan sampel maka akan semakin luas permukaan yang akan berinteraksi

dengan pelarut sehingga senyawa yang akan ditarik oleh pelarut pun semakin

banyak. Selanjutnya sampel spons Liosina paradoxa di ekstraksi dengan

menggunakan metode maserasi. Metode maserasi digunakan karena peralatan

dan pengerjaan yang sederhana dan mudah dilakukan. Perendaman sampel

dalam maserasi dapat membuat dinding sel dari sampel pecah dan membuat

senyawa-senyawa yang ada dalam sampel yang terdapat dalam sitoplasma

akan tertarik oleh pelarut. Dinding sel pecah di karenakan adanya perbedaan

konsentrasi di dalam dan di luar sel. Konsentrasi di luar sel lebih tinggi

dibandingkan konsentrasi di dalam sel yang rendah sehingga dinding sel pecah

karena tidak bisa menahan tekanan dari perbedaan konsentrasi (Harborne,

1996). Pemilihan cara maserasi juga bertujuan untuk menghindari terjadinnya

penguraian zat aktif yang terkandung dalam sampel oleh pemanasan tinggi.

Pelarut yang digunakan untuk penyarian zat aktif adalah etanol 96% karena

etanol merupakan larutan penyari yang bersifat universal, mudah didapat dan

selektif sehingga penyarian dengan menggunakan pelarut etanol diharapkan

mampu menarik semua zat-zat atau senyawa yang bersifat polar dan non polar

yang terkandung dalam sampel, selain itu etanol tidak toksik serta ekonomis.

21
Proses ekstraksi dilakukan selama 3x24 jam dan setiap 24 jam ekstrak

disaring dan dimaserasi kembali dengan pelarut yang baru hal ini disebut

dengan remaserasi. Remaserasi dilakukan agar senyawa aktif dalam sampel

dapat ditarik secara optimum (Huliselan et al, 2015).

Hasil ekstrak Spons Liosina paradoxa selanjutnya diuapkan menggunakan

oven dengan suhu 40oC, penguapan ekstrak ini dimaksudkan agar air dan

pelarut yang tersisa dalam ekstrak akan menguap. Menggunakan suhu 40oC

bertujuan untuk tetap menjaga senyawa bioaktif yang terdapat dalam filtrat

karena biasanya senyawa-senyawa bioaktif tidak tahan terhadap suhu tinggi

(Kowal et al., 2018). Massa ekstrak beserta rendemen yang dihasilkan dalam

proses ekstraksi ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Rendemen ekstrak Spons Liosina paradoxa

No. Sampel Massa Rendemen Warna


Ekstrak (g) (%) Sampel
1. Ektsrak Etanol 14,5 2,9 Cokelat Pekat

Untuk perhitungan rendemen ekstrak Spons Liosina paradoxa dilampirkan

pada lampiran 11.

4.2 Fraksinasi Spons Liosina paradoxa

Hasil ekstrak kasar Spons Liosina paradoxa yang diperoleh selanjutnya di

lanjutkan ke tahap fraksinasi. Fraksinasi yang digunakan yaitu fraksinasi cair

– cair berdasarkan perbedaan tingkat kepolarandari setiap pelarut yaitu dimulai

dari pelarut n-heksan, kloroform dan metanol. Pada proses fraksinasi dilakukan

pengocokan sebelum didapat 2 lapisan pelarut hal ini bertujuan agar

22
kandungan kimia yang terdapat dalam Spons Liosina paradoxa secara selektif

dapat ditarik oleh pelarut yang digunakan. Masing – masing pelarut akan

memisahkan kelompok kandungan senyawa berdasarkan tingkat kepolaran,

ekstrak disari dengan pelarut yang non polar, kemudian disari dengan pelarut

yang semi polar dan pelarut polar (Wewengkang et al., 2014). Pada saat

fraksinasi dengan pelarut- pelarut yang berbeda kepolaran, akan terbentuk 2

lapisan, dimana pelarut dengan masa jenis yang lebih besar akan berada di

bagian bawah dan pelarut dengan masa jenis kecil akan berada di lapisan atas.

Kemudian fraksi yang diperoleh di uapkan dengan oven pada suhu 40oC dan

kemuidan digunakan untuk uji aktivitas antimikroba. Massa fraksi beserta

rendemen yang dihasilkan dalam proses fraksinasi ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel 2. Rendemen fraksi Spons Liosina paradoxa

No. Sampel Massa Rendemen Warna


Ekstrak (g) (%) Sampel
1. Fraksi Heksan 0,029 0,96 Cokelat Muda

2. Fraksi Kloroform 0,037 1,2 Coklat Tua

3. Fraksi Metanol 0,33 11 Kuning tua

Untuk perhitungan rendemen fraksi Spons Liosina paradoxa dilampirkan

pada lampiran 13.

Terdapat perbedaan nilai rendemen ini disebabkan oleh perbedaan jenis

pelarut yang digunakan. Dimana, pelarut yang berbeda akan melarutkan

senyawa-senyawa yang berbeda, sehingga jumlah fraksi yang dihasilkan pun

juga berbeda (Mujipradhana et al, 2018). Terlihat dari hasil rendemen yang

dihasilkan fraksi metanol lebih tinggi hasil rendemenya yaitu 93 %. Hal ini

dikarenakan pelarut metanol mampu mengekstrak lebih banyak senyawa –

23
senyawa aktif dari sampel sehingga senyawa – senyawa aktif yang terdapat

dalam spons Liosina paradoxa lebih bersifat polar. Rendemen ekstrak hasil

maserasi dengan pelarut yang berbeda akan menghasilkan rendemen yang

berbeda dan nilai rendemen yang dihasilkan dari ekstrak metanol diduga

dipengaruhi sifat larutan tersebut yang dapat melarutkan hampir semua

komponen bahan aktif (Priyanto ,2012).

4.3 Uji Aktivitas Antimikroba Spons Liosina paradoxa

Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan menggunakan metode

difusi agar (difusi Kirby-Bauer yang telah dimodifikasi). Pengujian dilakukan

terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang mewakili bakteri Gram positif,

Escherichia coli mewakili bakteri Gram negatif dan Candida albicans yang

mewakili Jamur. Metode ini dipilih karena dapat digunakan untuk melihat

sensitivitas berbagai jenis mikroba terhadap antimikroba pada konsentrasi

tertentu (Akhyar, 2010).

Pengujian terhadap tiga jenis mikroba ini bertujuan untuk mengetahui

apakah ekstrak/fraksi dari Spons Liosina paradoxa memiliki aktivitas

antimikroba serta untuk mengetahui spektrum aktivitas antimikroba dari spons

Liosina paradoxa, apakah memiliki spektrum luas yang dapat membunuh

banyak jenis mikroba atau memiliki spektrum sempit yang hanya dapat

membunuh salah satu jenis mikroba saja.

Uji aktivitas antimikroba dilakukan pengamatan selama 1x24 jam masa

inkubasi pada suhu 37oC dengan masing- masing 3 kali penggulangan untuk

tiap mikroba. Konsentrasi yang digunakan 250 µg, dengan daya serap masing-

24
masing paper disc 50 µL. Aktivitas yang terbentuk terlihat dari adanya zona

bening di sekitaran cakram yang berukuran 6 mm, membuktikan bahwa

ekstrak dan fraksi dari spons Liosina paradoxa yang diujikan menunjukkan

kepekaan terhadap masing – masing mikroba dan antibiotik kloramfenikol

digunakan sebagai kontrol positif.

Hasil uji aktivitas antimikroba dari ekstrak etanol, fraksi n-heksan, fraksi
kloroform dan fraksi metanol ditunjukkan pada gambar 6.

Gambar 6 A. Staphylococcus aureus Gambar 6 B . Escherichia coli

Gambar 6 C. Candida albicans.

Gambar 6. Hasil Uji Aktivitas Antimikroba dari Ekstrak dan Fraksi Spons
Liosina paradoxa

25
Keterangan :

1. Fraksi Metanol 5. Kontrol Positif

2. Fraksi Kloroform 6. Kontrol Negatif

3. Fraksi n-hexan

4. Ekstrak Etanol

Hasil pengukuran rata-rata diameter daya antimikroba dari ekstrak etanol,

fraksi kloroform, fraksi metanol dan fraksi n-heksan ditunjukkan pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Rata-Rata Diameter Daya Antimikroba

dari Ekstrak dan Fraksi Spons Liosina pardoxa


Mikroorganisme Fraksi Fraksi Fraksi Ekstra K+ K-
MeOH CHCl3 n -heksan k
EtOH
I 11,5 7,0 7,15 7,15

II 12,0 7,5 7,30 7,0


S.aureus 20,00 0,0
III 10,0 7,0 7,0 7,0

̅
𝑿 11,16 7,16 7,15 7,05

I 11,0 7,0 7,5 7,5

II 11,0 8,0 7,0 8,0


E.coli 23,10 0,0
III 11,5 7,0 7,0 8,0
̅
𝑿 11,33 7,3 7,16 7,83

I 7,0 6,5 6,5 6,5

II 7,30 6,0 6,5 6,5


C.albicans 17,00 0,0
III 7,5 6,10 - -

̅
𝑿 7,20 6,2 6,5 6,5

26
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini untuk menggolongkan daya

hambat dari kontrol uji dan bahan uji Spons Liosina paradoxa menggunkana

kriteria kekuatan antibakteri menurut Davis dan Stout yaitu dapat dilihat pada tabel

4 dibawah ini:

Tabel 4. Kategori Kekuatan Daya Antimikroba

Diameter Zona Bening (mm) Kategori

>20 Sangat Kuat

10 - 20 Kuat

5 - 10 Sedang
<5 Lemah

Pada pengujian ini digunakan control positif yaitu kloramfenikol dengan

spectrum kerja yang luas. Penggunaan kontrol positif berfungsi sebagai kontrol

dari zat uji, dengan membandingkan diameter daerah hambat yang terbentuk

(Dwijendra et al, 2014). Dari hasil yang diperoleh kontrol positif

kloramfenikol menunjukan diameter zona hambat paling besar (20,15 mm)

dibandingkan dengan ekstrak dan fraksi sampel Spons Liosina paradoxa.

Kontrol negatif yang digunakan yaitu metanol, dari hasil yang diperoleh

metanol tidak menunjukan adanya zona hambat pada pengujian yang dilakukan

pada tiap mikroba uji. Sehingga dapat diketahui, bahwa aktivitas yang didapat

adalah murni dari senyawa aktif yang terkandung pada ekstrak dan fraksi

sampe Spons Liosina paradoxa.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, pada fraksi metanol menunjukkan

bahwa diameter zona bening yang terbentuk pada bakteri Staphylococcus

aureus dikategorikan kuat yaitu 11,16 mm, pada Escherichia coli juga

27
dikategorikan kuat yaitu 11,33 mm dan pada jamur Candida albicans

dikategorikan sedang yaitu 7,00 mm . Dari hasil yang didapat menunjukkan

bahwa fraksi metanol memiliki senyawa aktif yang hanya dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia coli serta Staphylococcus aureus dan

memiliki aktivitas untuk menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.

Fraksi metanol spons Liosina paradoxa memiliki spektrum kerja yang luas

karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri baik gram positif ,gram negatif

maupun jamur.

Pada fraksi kloroform, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa diameter

zona bening yang terbentuk pada bakeri Staphylococcus aureus memiliki

kekuatan antimikroba sedang yaitu 7,16 mm, pada bakteri Escherichia coli

memiliki kekuatan antimikroba sedang yaitu 7,30 mm dan pada jamur Candida

albicans juga memiliki aktivitas antimikroba sedang yaitu 6,50 mm. Hal ini

menunjukkan bahwa fraksi kloroform memiliki senyawa aktif yang dapat

menghambat pertumbuhan dari ketiga mikroba tersebut dengan kekuatan

antimikroba sedang.

Pada fraksi n-heksan , hasil yang didapat dengan diameter zona bening

yang terbentuk pada bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia

coli memiliki kekuatan antimikroba yang sedang yaitu 7,21 mm dan 7,16 mm.

Untuk jamur Candida albicans kekuatan untuk antimikroba kecil yaitu 4,33

mm. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi n-hexan dari sampel spons liosina

paradoxa memiliki senyawa aktif yang hanya dapat menghambat pertumbuhan

mikroba dan memiliki spektrum kerja yang luas karena dapat menghambat

28
pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif tetapi memiliki aktivitas

kecil dalam penghambat pertumbuhan jamur.

Pada ekstrak etanol spons liosina paradoxa, hasil yang diperoleh,

menunjukkan adanya aktivitas antimikroba pada Staphylococcus aureus yaitu

7,05 mm termasuk kategori aktivitas sedang, pada Escherichia coli termasuk

juga kategori sedang yaitu 7,83 mm dan pada jamur Candida albicans

menunjukan aktivitas dengan kategori kecil yaitu 4,33 mm. Hal ini

menunjukkan bahwa ekstrak etanol memiliki aktivitas penghambat

pertumbuhan mikroba yang masih tergolong rendah.

Hasil yang didapat Dari uji aktivitas anti mikroba pada mikroba uji yaitu

Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Candida albicans. Diperoleh

bahwa semua ekstrak dan fraksi spons liosina paradoxa memiliki aktivitas

untuk penghambat pertumbuhan mikroba Staphylococcus aureus, Escherichia

coli dan Candida albicans. Aktivitas antimikroba yang kuat terdapat pada

fraksi metanol, dan aktivitas sedang terdapat pada fraksi kloroform, fraksi n-

hexan dan ekstrak etanol. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa polar pada

sampel spons Liosina paradoxa memiliki aktivitas lebih baik dari pada

senyawa non polar sampel.

29
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak dan

fraksi dari Spons Liosina paradoxa memiliki aktivitas untuk menghambat

bakteri Escherichia coli serta Staphylococcus aureus dan jamur Candida

albicans . Fraksi metanol memiliki aktivitas untuk menghambat bakteri

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan kategori daya hambat

kuat, sedangkan untuk fraksi kloroform,fraksi n-hexan dan ekstrak etanol

hanya memiliki aktivitas daya hambat sedang terhadap Escherichia coli

serta Staphylococcus aureus dan jamur Candida albicans.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap Spons Liosina

paradoxa dengan metode pengujian yang berbeda dan uji aktivitas lainnya

agar dapat mengetahui manfaat lain selain aktivitas antimikroba.

30
DAFTAR PUSTAKA

Amir, I. dan A. Budiyanto. 1996. Mengenal Spons Laut (Demospongiae) Secara


Umum. Oseana. 21. 15-31.

Berkhout, C.M. 1923, ‘De Schimmelgeslachten Monilia, Oidium, Oosposra en


Torula’, p.44, Thesis, Utrecht.

Brooks, G.F., Janet, S.B., Stephen A.M. 2005. Jawetz, Melnick and Adelbergs,
Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology) Buku I, Alih Bahasa
oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E.B., Mertaniasih, N.M.,
Harsono, S., dan Alimsardjono, L. Jakarta : Salemba Medika. pp. 317-
25, 358-60.

Dahuri, R., Jacub Rais, Sapta Putra Ginting, dan M.J. Sitepu. 2001. Pengelolaan
Sumber daya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. PT
Pradnya Paramita,Jakarta.

Davis, W. W., dan Stout, T. R. 1971. Disc Plate Method of Microbiological


Antibiotic Assay. Appl. Microbiol. 4(22): 666-670.

Dwijendra, I. M., D. S. Wewengkang., dan F. Wehantou. 2014. Aktivitas


Antibakteri dan Karakterisasi Senyawa Fraksi Spons Lamellodysidea
herbacea yang diperoleh dari Teluk Manado. Pharmacon. 3(4): 1-9.

Ginting, E. L., Warouw V., Suleman R. W. 2010. Aktivitas Antibakteri dari


Ekstrak Kasar Bakteri yang Berasosiasi dengan Sponge
Acanthostrongylophora Sp. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis.
ISSN: 2302-6081. 6(3):160-163.

Gibson. 1996. Organisasi, Prilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga.

Jawetz, E., J.L. Melnick., F.A. Adelberg. 1986. Mikrobiologi Kedokteran. EGC,
Jakarta.

Jawetz, E., J.L. Melnick., F.A. Adelberg., G.F. Brooks., J.S. Butel., dan L.N.
Ornston. 1995. Mikrobiologi Kedokteran. Alih bahasa oleh Nugroho dan
R.F.Maulany. EGC, Jakarta.

Kowal, A., Esther, A., Nickson, K., Kurniati, K., Henky, M., Deiske, H.
2018.Potensi antibakteri karang lunak lobophytum sp. Dari perairan
pangalisang pulau bunaken terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa
dan Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Platax. 6(2)

Lalamentik, G., D. S. Wewengkang., dan Rotinsulu. H .2017. Aktivitas


Antibakteri Ekstrak Karang Lunak Klyxum sp. yang Diperoleh dari
Teluk Manado. Pharmacon. ISSN 2302-2493. 6(3) : 46-55.

31
Madigan, M., Stahl, C. 2012. Biology of Microorganisms. Pearson Education, San
Francisco.

Mangindaan, R. E. P., Nainggolan I. G. S., Losung F. 1997. Anti Mikroba dari


Sponge di Teluk Manado. Prosiding Seminar Nasional Hasil dalam
Bidang Farmasi. ISBN: 979- 95406-0 (7):544-548.

Munifah, I., T. Wikanta, dan M. Nursid. 2004. Sponge: Biota Laut Penghasil
Senyawa Bioaktif yang Potensial. Warta Penelitian Perikanan
Indonesia. 10(7):12-16.

Muniarsih T., Rachmaniar R. 1999. Isolasi Substansi Bioaktif Antimikroba Dari


Spons Asal Pulau Pari Kepulauan Seribu. Prosiding Seminar
Bioteknologi Kelautan Indonesia; Jakarta.

Pasodung, P.A., Losung. F.,Angkow,D.E., Lintang. R., Sumilat, D. A.2018. Uji


Aktivitas Antibakteri Spons Plakirtis Sp.Yang Dikoleksi Dari Perairan
Bunaken . Jurnal Pesisir Dan Laut Tropis. 1(1) : 44-51.

Pelczar, M. J., Chan, E. C. S., 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.

Romimohtarto, K. Dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang


Biota Laut. Penerbit Djambatan, Jakarta.

Soekardjo, B., Siswandono, 2000. Kimia Medisinal. UNAIR Press, Surabaya.

Suparno. 2005. Kajian Bioaktif spons laut (forifera: Demospongiae) Suatu Peluang
Alternative Pemanfaatan Ekosistem Karang Indonesia Dalam Bidang
Farmasi. Makalah Pribadi. Institute Pertanian Bogor.

Suprihatin, S. 1982. Candida dan Kandidiasis Pada Manusia. Balai Penerbiatan


Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

Suryanto, E. 2012. Fitokimia Antioksidan.Putra Media Nusantara, Surabaya.

Thakur, N.L. and Muller, W.E.G. 2004. Biotechnological Potential Of Manrine


Sponge. Journal Current Science. 86 : 1506-1512

Thiele, J. (1899). Studien über pazifische Spongien. II. Ueber einige Spongien von
Celebes. Zoologica. Original- Abhandlungen aus dem Gesamtgebiete
der Zoologie. Stuttgart. 24 (2): 1-33, pls I

Tortora, G. J., Funke, B. R., Case, C. L., 2001, Microbiology : An Introduction, 7th
edition, San Fransisco : Benjamin Cummings, p. 125

32
Wibowo, S. 2010. Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi edisi ke-2 . Rajawali
Press, Jakarta.

Yuwono.2009. Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus: Disertasi. Fakultas


Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung, Bandung.

33
LAMPIRAN

34
Lampiran 1. Determinasi Sampel Spons Liosina paradoxa

35
Lampiran 2. Sertifikat Analisis Mikroba Uji Escherichia coli

36
Lampiran 3. Sertifikat Analisis Mikroba Uji Staphyloccocus aureus

37
Lampiran 4. Sertifikat Analisis Mikroba Uji Candida albicans

38
Lampiran 5. Bagan Alir Ekstraksi Sampel

Spons Liosina paradoxa


500 g

 Direndam dengan EtOH selama 24


jam
 Disaring

Debris I Filtrat I

 Remaserasi
 Direndam dengan EtOH selama 24 jam
 Disaring

Debris II Filtrat II

 Remaserasi
 Direndam dengan EtOH selama 24 jam
 Disaring

Debris III Filtrat III


 Disaring
 Dievaporasi

Ektrak Kasar

Ditimbang

Fraksinasi dan Uji


Aktivitas Antimikroba

39
Lampiran 6. Bagan Alir Fraksinasi Sampel

Ekstrak kasar Spons


Liosina paradoxa 3,00 g

- Dilarutkan dengan MeOH : H2O


(80: 20) sebanyak 100 mL.
- Ditambahkan n – heksan 100 mL (1:1
v/v)
- Dikocok

Lapisan Lapisan
MeOH : H2O n - heksan

- Ditambahkan aquades 100 mL -Dievaporasi


- Dipartisi dengan Kloroform (1:1 v/v) -Ditimbang
- Dikocok

Fraksi
Lapisan Lapisan n - heksan
MeOH : H2O Kloroform

- Dievaporasi - Dievaporasi
- Ditimbang - Ditimbang

Fraksi Fraksi
MeOH Kloroform
m

40
Lampiran 7. Bagan Alir Pembuatan Media Agar B1 dan Media Cair B1

Pepton 0,5 g, beef ekstrak 0,3


g, natrium klorida 0,3 g, agar
1,5 g dilarutkan dalam
erlenmeyer dengan aquades
100 mL

Disterilkan dengan
autoklaf pada suhu
121˚C selama 15
menit.

Stok media Uji


Antimikroba

0,5 g pepton, 0,3 g beef ekstrak, 0,3 NaCl

Disterilkan dalam autoklaf dengan suhu


121˚C selama 15 menit

Stok Media Cair B1

41
Lampiran 8. Bagan Alir pembuatan Stok Bakteri Uji

Stok Media Cair B1

- Pipet 1 mL media cair B1,


masukkan dalam tabung reaksi

100 𝜇𝐿 mikroba 100 𝜇𝐿 mikroba 100 𝜇𝐿 mikroba


Staphylococcus Escherichia coli Candida albicans
aureus dimasukkan dimasukkan dalam dimasukkan
dalam tabung reaksi tabung reaksi dalam tabung
reaksi

Inkubasi pada suhu Inkubasi pada suhu Inkubasi pada suhu


37oC selama 24
37oC selama 24 Jam 37oC selama 24 Jam
Jam

Stok Mikroba
Stok mikroba Stok mikroba
Staphylococcus
Escherichia coli Candida albicans
aureus

42
Lampiran 9. Bagan Alir Pembuatan Kontrol Negatif dan Larutan Uji

200 𝜇𝐿Metanol

Stok Larutan Kontrol


Negatif

Skema pembuatan larutan uji

1 mg ekstrak 1 mg fraksi
kasar metanol

Ditambahkan Ditambahkan
200 𝜇𝐿 metanol 200 𝜇𝐿 metanol

Stok larutan uji Stok larutan uji


ekstrak kasar fraksi metanol

1 mg fraksi 1 mg fraksi n -
kloroform heksan

Ditambahkan Ditambahkan
200 𝜇𝐿 metanol 200 𝜇𝐿 metanol

Stok larutan uji Stok larutan uji


fraksi kloroform fraksi n - heksan

43
Lampiran 10. Bagan Alir Pengujian Aktivitas Antimikroba dan Pengukuran

Diameter Zona Bening

Stok Media Agar B1

Masing-masing cawan
petri diisi media agar
sebanyak 100 mL

Pipet 100 𝜇𝐿 mikroba Pipet 100 𝜇𝐿 mikroba Pipet 100


Staphylococcus Escherichia 𝜇𝐿 mikroba Candida
aureus dimasukkan colidimasukkan albicansdimasukkan
dalam cawan petri dalam cawan petri dalam cawan petri

Masukkan cakram Masukkan cakram Masukkan cakram


kontrol uji dan kontrol uji dan bahan kontrol uji dan
bahan kontrol uji ke kontrol uji ke dalam bahan kontrol ke
dalam cawan petri cawan petri dengan dalam cawan petri
dengan pinset steril pinset steril dengan pinset steril

Inkubasi pada suhu Inkubasi pada suhu Inkubasi pada suhu


37oC selama 24 37oC selama 24 jam 37oC selama 24 jam
jam

Diukur zona Diukur zona bening Diukur zona


bening bening

44
Lampiran 11. Data Perhitungan Rendemen Maserasi dan Fraksi

𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
% Rendemen Maserasi = x 100%
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙

14,5 g
% Rendemen Ekstrak Etanol = x 100% = 2,9%
500 g

Data perhitungan Rendemen Fraksi

Hasil fraksi
% Rendemen Fraksi = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘

0,029g
% Rendemen Fraksi n-heksan = x 100% = 0.96 %
3,00 g

0,037 g
% Rendemen Fraksi CHCL3 = x 100% = 1,2 %
3,00 g

0,33g
% Rendemen Fraksi MeOH = x 100% = 11%
3,00 g

45
Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian

Gambar a. Spons Liosina paradoxa. Gambar b. Proses maserasi sampel

Gambar c. Ekstrak kasar Etanol Gambar d. Fraksinasi Metanol n-heksan

Gambar e. Fraksinasi metanol Kloroform Gambar f. sampel untuk fraksinasi

46
Gambar g. Larutan uji Gambar h. shaker larutan uji

Gambar i. Media cair Gambar j. Proses pengujian

Gambar k. Proses inkubasi

47

Anda mungkin juga menyukai