Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FARMASI KELAUTAN

JAMUR LAUT

OLEH:

NAMA: AHMAD WALIUDIN

NIM: O1A1 14 003

KELAS: A

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Mikroorganisme Jamur Laut
B. Metabolit Sekunder Dan Hasil Aktivitas Biologis Jamur Laut
C. Proses Isolasi Jamur Laut
D. Pengembangan Produk Jamur Laut Di Bidang Farmasi..
E. Aplikasi Biologis Dan Biomedik Jamur Laut
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah sebagai tugas
mata kuliah Farmasi Kelautan.
Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penulisan maupun
kedalaman materi yang kami bahas di dalam isi makalah ini dikarenakan
keterbatasan waktu dan juga pengetahuan yang dimiliki oleh penulis. Penulis
berharap makalah ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam
pembelajaran Farmasi Kelautan khususnya pada pokok bahasan mengenai
"Jamur Laut"
Maka dari itu, kami dari penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk penyempurnaan dari makalah ini. Terima kasih.

Kendari, Oktober 2017


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia memiliki sumberdaya alam laut yang besar baik ditinjau dari
kuantitas maupun keanekaragaman hasilnya. Organisme laut merupakan
sumber senyawa obat yang berpotensi besar, namun masih sedikit obat dari
bahan alam yang berasal dari laut. Senyawa obat yang terdapat di dalam
organisme laut memiliki struktur kimia beraneka ragam.
Biosintesa mahkluk hidup di lautan ternyata membuka cakrawala baru
dalam penelitian unsur aktiv. Penelitian yang dilakukan menunjukan,
keanekaragaman struktur senyawa kimia yang unik pada tanaman dan binatang
laut. Para ahli terus menyusun profil unsur aktiv dari lautan, agar dapat
digunakan bagi pengobatan.
Saat ini jamur laut memiliki kelimpahan yang sangat tinggi, namun yang
sudah diteliti masih kurang dari sekitar 5%. Jamur mampu menghasilkan
senyawa yang berpotensi yang diaplikasikan dalam dunia kesehatan dan telah
dibuktikan memiliki banyak sumber metabolit sekunder aktif yang unik secara
struktur.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dari penulisan makalah ini yaitu :


1. Bagaimana mikroorganisme dari jamur laut?
2. Apa saja metabolit sekunder dari jamur laut dan bagaimana aktivitas
biologisnya?
3. Bagaimana proses isolasi jamur laut?
4. Bagaimana pengembangan produk jamur laut dibidang farmasi?
5. Bagaimana aplikasi biologis dan biomedik dari jamur laut?
C. TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:


1. Bagaimana mikroorganisme dari jamur laut?
2. Apa saja metabolit sekunder dari jamur laut dan bagaimana aktivitas
biologisnya?
3. Bagaimana proses isolasi jamur laut?
4. Bagaimana pengembangan produk jamur laut dibidang farmasi?
5. Bagaimana aplikasi biologis dan biomedik dari jamur laut?
BAB II

PEMBAHASAN

A. MIKROORGANISME JAMUR LAUT

Jamur dapat ditemukan di berbagai tempat di bumi baik di daerah


tropik; subtropik sampai kutub. Lingkungan darat; perairan (tawar,laut); dan
udara terutama di tempat lembab; mengandung bahan organik: tanah (utama);
serasah, buah-buahan, batang tanaman, tempat tertutup atau kurang sinar
matahari. Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan jamur yaitu suhu,
kelembaban, pH, oksigen, dan keberadaan nutrien-nutrien lain. Cara hidup
jamur dapat sebagai parasit; saprofit maupun simbion (Rakhmawati, 2010).
Jamur berdasarkan suhu tempat hidupnya dibedakan menjadi termofil
(suhu tinggi); mesofil (suhu sedang, mayoritas) dan psikrofil (suhu rendah).
Sedangkan berdasarkan pH: basofil; asidofil (mayoritas 3,8-6,0); dan netrofil.
Distribusi kapang mangrove ada yang dapat tumbuh sangat baik pada pH 10
dan disebut kapang indigenos alkalofilik. Berdasarkan kebutuhannya akan
oksigen jamur dibedakan menjadi: aerob (mayoritas fungi); fakultatif anaerob;
dan anaerob (misalnya fungi yang hidup di rumen dan sejumlah khamir
(bottom yeast yang berperan dalam pembuatan bir). Jamur ada yang dikenal
bersifat xerofil (hidup pada lingkungan sanagt kering misalnya ikan kering);
osmofil (kadar gula tinggi misalnya sale, manisan); halofil (kadar garam
tinggi). Khamir ada yang diketahui dapat hidup pada kedalaman 10 km di
bawah permukaan laut dan dikelompokkan sebagai fungi barofil (Rakhmawati,
2010).
Jamur (fungi) termasuk kelompok mikroorganisme yang bersifat
heterotrof dan berdasarkan ultrastrukturnya termasuk sel eukariotik. Jamur
termasuk dalam domain Eucarya karena sel-selnya termasuk sel eukariotik. Sel
jamur mempunyai nukleus yang dilapisi membran, mempunyai organella
(mitokondria, vakuola, badan golgi, retikulum endoplasma, ribosom, dan lain-
lain). Karakteristik sel jamur yaitu pada komposisi dinding sel dan terdapatnya
organella-organella yang khas. Komposisi dinding sel terutama kitin tetapi ada
pula yang mengandung selulosa, glukan, maupun mannan. Membran sel
mengandung sterol. Salah satu ciri umum fungi adalah produser spora
(Rakhmawati, 2010).
Sebagai negara tropis dan negara kepulauan, Indonesia juga kaya akan
biota laut, bahkan Indonesia diyakini sebagai pusat dan daerah paling kaya
akan biota laut di Indo-Pasifik bagian barat. Telah dilaporkan bahwa di negara
kita terdapat hampir 830 jenis spong yang diyakini dapat menghasilkan
metabolit sekunder yang bervariasi. Beragamnya metabolit sekunder ini
sebagai akibat ancaman predator laut juga karena ancaman infeksi mikroba
yang tinggi di daerah laut tropis. Biota-biota laut yang telah banyak diteliti
kandungannya adalah, spong, alga, Coelentarata, Bryozoans, Moluska,
Tunicates (ascidians) dan Echinodermata. Penelitian tentang jamur dari biota
laut (marine-derived fungi) yang berasal dari Indonesia jumlahnya masih
sedikit, padahal jika dilihat dari keanekaragaman biota laut di negara kita,
potensi marine-derived fungi sebagai penghasil metabolit sekunder juga besar
(Suciati dkk, 2014).
Saat ini jamur laut memiliki kelimpahan yang sangat tinggi, namun
yang sudah diteliti masih kurang dari sekitar 5%. Jamur mampu menghasilkan
senyawa yang berpotensi yang diaplikasikan dalam dunia kesehatan dan telah
dibuktikan memiliki banyak sumber metabolit sekunder aktif yang unik secara
struktur. Jamur itu dapat bersifat obligat yaitu tumbuh bersporulasi di laut, atau
bersifat fakultatif, yaitu berasal dari lingkungan air tawar atau darat yang
mampu tumbuh dan juga bersporulasi di lingkungan laut (Putri, D. A., dkk,
2013).
B. METABOLIT SEKUNDER DAN HASIL AKTIVITAS BIOLOGIS
JAMUR LAUT

Mikroorganisme yang berasosiasi dengan inangnya akan memproduksi


senyawa bioaktif yang sama secara struktural dan fungsional dengan senyawa
bioaktif yang diproduksi inang. Salah satu mikroorganisme laut yang mulai
banyak diteliti akan potensinya dalam bidang kesehatan adalah jamur yang
hidup berasosiasi dengan organisme lain.
Jamur laut diketahui memiliki kontribusi yang penting. Banyak jenis
jamur laut yang telah diisolasi dan diketahui menghasilkan sejumlah senyawa
anti mikroba, seperti alkaloid, makrolid, terpenoid, derivat peptida, dan struktur
lainnya yang kini menjadi pilihan baru untuk melawan penyakit infeksius.
Jumlah metabolit sekunder yang diisolasi dari jamur laut yang bersimbiosis
dengan alga, sponge, avertebrata lainnya dan sedimen sebagai antibakteri,
antijamur dan sitotoksik rata-rata 75% memiliki aktivitas biologis.
Adapun kandungan metabolit sekunder yang dikandung oleh jamur laut
yang bersimbiosis dengan biota laut adalah:
a. Mengandung senyawa fenol, karena jamur yang diisolasi dari alga coklat
memiliki kandungan senyawa fenol yang paling berlimpah jika
dibandingkan dengan alga merah dan alga hijau. Selain mengandung fenol,
alga coklat juga mengandung steroid, terpenoid, dan saponin yang baik
untuk menghambat bakteri. Senyawa seperti fenol yang merupakan
senyawa semipolar diketahui mampum elisiskan sel dengan berinteraksi
lewat dinding sel bakteri dan melalui proses adsorbsi yang melibatkan
ikatan hidrogen. Fenol akan bekerja efektif ketika bakteri dalam tahap
pembelahan dimana lapisan fosfolipid di sekeliling sel dalam kondisi yang
sangat tipis sehingga fenol dapat dengan mudah merusak isi sel. Diduga
jamur yang diisolasi dari alga coklatPadinasp. juga menghasilkan
senyawa-senyawa tersebut, sehingga dapat menghambat pertumbuhan M.
tuberculosis. Jika dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosis maka
memiliki aktivitas sebagai anti tuberkulosis.
b. Mengandung senyawa terpenoid, steroid, dan steroid glikosida yang
memiliki aktivitas antijamur, inhibitor HIV, sitotoksik, dan termasuk
antibakteri, karena diisolasi dari karang lunak Sinularia sp. Terpenoid
sebagai senyawa yang paling banyak dihasilkan akan bereaksi dengan
porin (protein trans membran) pada membran luar dindings el bakteri,
membentuk ikatan polimer yang kuat, sehingga mengakibatkan rusaknya
porin yang merupakan pintu keluar masuknya senyawa akan mengurangi
permeabilitas dinding sel bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri
akan kekurangan nutrisi, sehingga pertumbuhan bakteri terhambat atau
mati.

C. PROSES ISOLASI JAMUR LAUT

Mikroorganisme yang berasosiasi dengan inangnya akan memproduksi


senyawabioaktif yang sama secara struktural dan fungsional dengan senyawa
bioaktif yang diproduksi inang. Salah satu mikroorganisme laut yang mulai
banyak diteliti akan potensinya dalam bidang kesehatan adalah jamur yang
hidup berasosiasi dengan organisme lain.
Jamur laut diketahui memiliki kontribusi yang penting. Banyak jenis
jamur laut yang telah diisolasi dan diketahui menghasilkan sejumlah senyawa
antimikroba, seperti alkaloid, makrolid, terpenoid, derivat peptida, dan struktur
lainnya yang kini menjadi pilihan baru untuk melawan penyakit infeksius.
Jumlah metabolit sekunder yang diisolasi dari jamur laut yang
bersimbiosis dengan alga, sponge, avertebrata lainnya dan sedimen sebagai
antibakteri, antijamur dan sitotoksik rata-rata 75% memiliki aktivitas biologis.
Tahun2002-2004, dari jamur laut telah ditemukan 272 produk alami baru, hal
ini membuktikan bahwa jamur laut memiliki potensi farmakologis.
Mikroorganisme laut juga berpotensi menghasilkan senyawa yang penting dan
diharapkan untuk pengembangan obat atau farmakologis. Mikroorganisme laut
memiliki kemampuan fisiologis yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya
pada habitat yang ekstrim.
Adapun proses isolasi jamur laut yang bersimbiosis pada biota laut
adalah:
1. Isolasi Jamur Laut dari Karang Lunak dan Makro alga sebagai Anti
Tuberkulosis (Karina dkk)
a. Pengumpulan dan Penyimpanan
Karang lunak yang sudah diambil dipotong menggunakan pisau
steril dan dimasukkan kedalam botol sampel berisi air laut steril. Botol di
simpan kedalam coolbox. Makro alga yang sudah diambil lalu
dimasukkan kedalam botol sampel berisi air laut steril, kemudian
dimasukkan kedalam coolbox.

b. Metode Ekstraksi dan Isolasi


Sampel karang lunak dipotong dengan ukuran 2x2 cm. Bagian
potongan karang divorte kempat kali menggunakan air laut steril.
Kemudian potongan karang ditanam kedalam medium PDA (Potatoes
Dextrose Agar) steril yang ditambahkan dengan air lautdan 0.2 mg/l
kloramfenikol untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Jamur di inkubasi
selama 3-7 hari pada suhu 280C.
Alga dicuci menggunakan air laut steril, kemudian dishaker
dengan kecepatan 60 rpm selama 10 menit, dan dicuci kembali
menggunakan air laut steril. Untuk mengisolasi jamur epifit, alga
diusapkan di permukaan agar. Sedangkan untuk mengisolasi jamur
endofit, alga dimasukkan kedalam larutan etanol 75% selama 10 detik,
dicuci menggunakan air laut lalu dikeringkan dengan kertas saring steril.
Setelah itu, alga dipotong dengan ukuran 2x2 cm dan ditanam kedalam
medium PSA. Jamur di inkubasi selama 3-7 hari pada suhu 280C.
Selanjutnya dilakukan pemurnian kultur dan pembuatan stok kultur
murni dengan medium PDA dan PSB. Uji antagonis dengan bakteri
Mycobacterium tuberculosis H37Rv. Isolat jamur difermentasi selama 16
hari dan diekstraksi menggunakan n-heksana dan etilasetat. Kemudian
ekstrak diujikan dengan Mycobacterium tuberculosis. Terakhir dilakukan
Identifikasi jenis jamur. Jamur yang menunjukkan aktivitas anti-
Mycobacterium tuberculosis paling baik akan diindentifikasi dengan
metodemoist chamber.

2. Isolasi Jamur Laut dari Sponge Laut Sebagai Anti Mikroba


(Losungdkk., 2015)
a. Pengambilan Sampel
Sampling biota laut (sponge, ascidian) dilakukan di perairan
Malalayang Manado. Sampel diambil dan dimasukkan dalam kantong
plastik berlabel, dibawa kelaboratorium untuk diekstraksi.

b. Metode Isolasi
Isolasi jamur yang bersimbiosis pada biota laut menggunakan
metode bating menurut Kobayashi (1996), sebagai berikut: potongankecil
biota laut (sponge danatau ascidian) dicuci dan direndam dengan air laut
steril mengandung antibiotik. Setelah itu potongan sampel di letakkan
pada ke media YSA, diinkubasi selama 4 hari. Jamur yang tumbuh
diisolasi ke media YSA steril berdasarkan ciri-cirinya sehingga
didapatkan jamur yang murni. Jamur yang telah murni dikultur massal
pada nasi steril, selanjutnya diekstraksi.

c. Metode Ekstraksi
Ekstraksi jamur dilakukan berdasarkan metode yang umum
digunakan sebagai berikut: Jamur-jamur yang di tumbuhkan pada nasi
dimaserasi dengan etanol (1 ; 2) w/v hingga tiga kali. Filtrat yang di dapat
difiltrasi dan dievaporasi, sehingga diperoleh ekstrak kasar. Ekstrak yang
diperoleh dipartisi dengan Heksan, Etilasetat, dan Butanol. Selanjutnya
masing-masing fraksi yang diperoleh (Heksan, etilasetat, butanol)
dievaporasi kemudian di uji aktivitas anti bakteri dari masing-masing
ekstrak.
d. Pengujian Anti Mikroba
Ekstrak biota laut dan ekstrak jamur yang bersimbiosis masing-
masing diujikan pada bakteri patogen E. coli dan S. aureus menggunakan
metode difusi agar dengan cara sumur. Kedalam sumur-sumur
dimasukkan ekstrak uji, setelah 24 jam di amati adanya daerah bening
sekeliling sumur dan di ukur diameter yang terbentuk dibandingkan
dengan diameter zona hambat antibiotik yang digunakan.

3. Isolasi Jamur Laut dari Sponge Laut (Suciatidkk., 2014)


a. Pengambilan Sampel
Sampel diambil dengan cara Scuba diving pada kedalaman 8-10 meter.

b. Isolasi
Spong segar yang diperoleh dipotong kecil dan dilakukan sterilisasi
permukaan (surface sterilization) dengan cara mencuci potongan spong
dengan air laut buatan steril. Spong dikultivasi di atas media malt
ekstrakatau nutrient agar yang dibuat dengan air laut buatan. Inkubasi
dilakukan pada suhu ruangan selama 7-14 hari, jamur yang tumbuh
kemudian dimurnikan dengan cara streak purification sehingga diperoleh
tiga jamur endofit dengan kode F17-5-14-1a, F17-5-14-1b dan F17-5-
143.

c. Ekstraksi
Jamur endofit yang telah diisolasi ditumbuhkan pada media malt
ekstrak agar yang dibuat dengan air laut buatan. Inkubasi dilakukan pada
suhu kamar selama 6 minggu. Pada akhir minggu keenam dilakukan
ekstraksi pada campuran miselium jamur dan media kultivasi dengan
menggunakan etanol 96%. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan
ultrasonik 3 x 10 menit tiap ekstraksi. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3
kali. Filtrat dikumpulkan kemudian pelarut diuapkan dengan rotary
evaporator pada suhu 40°C sehingga diperoleh ekstrak kental F17-5-14-
1a, F17-5-14-1b dan F17-5-14-3 sebanyak masing-masing 389, 326, 397
mg.

d. Pengujian Anti Mikroba


Uji aktivitas antimikroba dilakukan pada ekstrak etanol jamur
endofit terhadap Staphylococcus aureus, Eschericia coli danVibrio
cholera dengan metode difusi. Ekstrak diuji pada konsentrasi 1000 dan
2000 ppm. Kontrol positive digunakan ciprofloxacin 5 ppm dankontrol
negative adalah etanol. Aplikasi sampel/kontrol pada paper disk atau
sumur masing-masing sebanyak 60 μL. Dibuat replikasi 5 kali untuk
sampel, dan untuk kontrol positive/negative 3 kali replikasi. dilakukan
pada suhu 37°C, setelah 24 jam inkubasi dilakukan pengamatan zona
hambatan.

D. PENGEMBANGAN PRODUK JAMUR LAUT DI BIDANG FARMASI

Lingkungan laut merupakan sumber yang besar dari produk alam yang
memiliki struktur yang unik yang umumnya terkonsentrasi pada sponge,
tunikata bryozoa, dan moluska yang merupakan organisme yang hidup dalam
kolom air. Sejumlah besar dari senyawa-senyawa ini menunjukkan aktivitas
farmakologi yang kuat dan merupakan kandidat yang menarik untuk bahan
obat-obatan baru terutama pada area penelitian antikanker dan antimikroba.
Sejumlah produk alami yang diperoleh dari organisme bahari ini menunjukkan
kesamaan struktur kimia yang langsung dengan metabolit yang diproduksi oleh
mikroba. Yang memungkinkan mikroorganisme ini (endosimbion berupa
jamur, bakteri dan alga mikro) setidaknya terlibat dalam proses biosintesis
senyawa-senyawa yang diproduksi oleh organism laut ini atau merupakan
sumber sebenarnya dari senyawa tersebut (Posangi dan Robert, 2014).
Potensi jamur dari biota laut (marine-derived fungi) sebagai penghasil
antibiotika sebenarnya sudah dikenal sejak ditemukannya cephalosphorin C,
yang diisolasi dari jamur Acremonium chrysogenum pada tahun 1946 di
perairan Sardinia, namun penelitian terhadap marine-derived fungi baru
berkembang sejak 10 tahun terakhir (Suciati dkk, 2014).
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh penulis terhadap jamur endofitik
Botryosphaeria australis yang diisolasi dari mangrove Avicennia marina yang
berasal dari Profinsi Hainan, Republik Rakyat China diperoleh senyawa baru
Botryosphaenin dari kelas senyawa naftoquinon, bersama-sama dengan 5
senyawa yang telah dikenal botriosterpen, 5-hidroksi 2,7- dimetoksinaftalen-
1,4-dion dan derivatnya, 6-etil-5-hidroksi-2,7-dimetoksinaftalen-1,4- dion, O-
metilaspmenon, O-metilasparienon and 5-(karboksimetil)-7-hidroksi-
1,4adimetil- 6-metil endekahidro naftalen-1-asam karbosiklat. Senyawa baru
yang diisolasi menunjukkan bioaktivitas terhadap bakteri pathogen
Staphylococcus aureus resisten, beberapa spesies Streptococcus dan Bacillus
subtilis dan juga menunjukkan aktivitas terhadap sel eukariot THP-1 (human
leukemia monocyte) and BALB/3T3 (mouse embryonic fibroblast) (Posangi
dan Robert, 2014).
Senyawa cytocidal dan chlovalicin ditemukan dalam jamur endofit
yang diisolasi dari tumbuhan bakau Kandelia candel. Senyawa isocoumarins di
temukan dalam jamur endofit yang diisolasi dari daun muda tumbuhan bakau
Avicennia marina yang ditemukan di Pearl River Estuary, Tiongkok Selatan
(Huang et al. 2007). Senyawa turunan indol dan diketopiperazin yang memiliki
aktivitas antibakteri dihasilkan oleh jamur Penicillium chrysogenum, endofit
dari bakau Porteresia coarctata (Roxb.) (Devi etal. 2012). Penulis juga
menemukan senyawa baru dengan sifat antibakteri yang kuat yang diisolasi
dari jamur endofit Botryosphaeria australis dari tumbuhan bakau A. marina
yang tumbuh di Provinsi Hainan, Tiongkok (Bara et al. 2013). Senyawa-
senyawa yang dihasilkan jamur endofit yang hidup secara ko-eksisten dengan
tumbuhan bakau kemungkinan merupakan mekanisme perlindungan diri
terhadap mikroorganisme patogen seperti bakteri dan proses predasi terhadap
tumbuhan tersebut. Senyawa yang dihasilkan untuk mekanisme perlindungan
diri ini lah yang bisa dimanfaatkan oleh manusia sebagai kandidat obat
(Posangi dan Robert, 2014).
Jamur laut diketahui memiliki kontribusi yang penting. Banyak jenis
jamur laut yang telah diisolasi dan diketahui menghasilkan sejumlah senyawa
antimikroba, seperti alkaloid, makrolid, terpenoid, derivate peptide, dan
struktur lainnya yang kini menjadi pilihan baru untuk melawan penyakit
infeksius (Putri, D. A., dkk, 2013).

E. APLIKASI BIOLOGIS DAN BIOMEDIK JAMUR LAUT

Jamur laut memiliki kelimpahannya yang tinggi, namun yang sudah


diteliti masih kurang dari 5%. Jamur mampu menghasilkan senyawa yang
berpotensi diaplikasikan dalam dunia kesehatan dan telah dibuktikan memiliki
banyak sumber metabolit sekunder aktif yang unik secara struktur. Jamur
tersebut dapat bersifatobligat, yaitu tumbuh bersporulasi di laut, atau bersifat
fakultatif, yaitu berasal dari lingkungan air tawar atau darat yang mampu
tumbuh dan juga bersporulasi di lingkungan laut.
Jamur yang diisolasi dari alga coklat Padina sp. menghasilkan
senyawa-senyawa fenol, yang dapat menghambat pertumbuhan M.
tuberculosis. Jika dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosis maka
memiliki aktivitas sebagai anti tuberkulosis.
Mengandung senyawa terpenoid, steroid, dan steroid glikosida yang
memiliki aktivitas antijamur, inhibitor HIV, sitotoksik, dan termasuk
antibakteri, karena diisolasi dari karang lunak Sinulariasp.
BAB II

PENUTUP

KESIMPULAN

Kesimpulan dalam makalah ini, yaitu:

1. Jamur (fungi) termasuk kelompok mikroorganisme yang bersifat


heterotrof dan berdasarkan ultrastrukturnya termasuk sel eukariotik.
Karakteristik sel jamur yaitu pada komposisi dinding sel dan terdapatnya
organella-organella yang khas. Komposisi dinding sel terutama kitin tetapi
ada pula yang mengandung selulosa, glukan, maupun mannan. Membran
sel mengandung sterol. Salah satu ciri umum fungi adalah produser spora.
2. Jamur laut telah diisolasi dan diketahui menghasilkan sejumlah senyawa
anti mikroba, seperti alkaloid, makrolid, terpenoid, derivat peptida, dan
struktur lainnya yang kini menjadi pilihan baru untuk melawan penyakit
infeksius. Jumlah metabolit sekunder yang diisolasi dari jamur laut yang
bersimbiosis dengan alga, sponge, avertebrata lainnya dan sedimen
sebagai antibakteri, antijamur dan sitotoksik rata-rata 75% memiliki
aktivitas biologis.
3. Secara umum proses isolasi jamur laut yaitu: pengambilan sampel, proses
ekstraksi dan pengujian aktivitas
4. Pengembangan jamur laut dalam bidang farmasi digunakan sebagai
antibiakteri dan untuk penyakit infeksius
5. Jamur laut yang diisolasi dari alga coklat Padinasp. menghasilkan dapat
menghambat pertumbuhan M. tuberculosis. dan memiliki aktivitas
antijamur, inhibitor HIV, sitotoksik, dan termasuk anti bakteri, karena
diisolasi dari karang lunak Sinulariasp.
DAFTAR PUSTAKA

Karina, T., Primastia, N., Rahmatika, N., Rizki, M., Purwati, N., Anti
Tuberkulosis dari Laut :Potensi Jamur Sebagai Anti Mycobacterium
Tuberkulosis dari Alga Coklat dan Karang Lunak, Universitas Indonesia.

Losung, F., Bara, R. A., Angkouw, E. D., 2015, Isolasi Antimikroba dari Jamur
yang Bersimbiosis dengan Biota Laut, Jurnal LPPM Bidang Sains dan
Teknologi, Vol. 2(2).

Posangi, J. dan Robert A. Bara, 2014, Analisis Aktivitas Dari Jamur Endofit Yang
Terdapat Dalam Tumbuhan Bakau Avicennia marina di Tasik

Putri, D. A., Ocky Karna Pradjasa dan Delianis Pringgenies, 2014, Uji Aktivitas
Ekstrak Kasar Jamur Simbion Karang Lunak Sebagai Antijamur Terhadap
Jamur Pathogen Candida Albicans, Seminar Nasional Kimia Dan
Pendidikan Kimia VI FKIP UNS, Surakarta.
Rakhmawati, Anna, 2010, Ciri-ciri Jamur, Jurdik Biologi FMIPA UNY,
Disampaikan dalam kegiatan Pembimbingan Olimpiade SMAN 11
Yogyakarta.

Ria Minahasa, Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, Volume 1 Nomor 1.

Suciati., Achmad, F. A., Rakhmawati, Noor, E. S., 2014, Isolasi dan Skrining
Antimikroba Jamur Endofit dari Beberapa Spong Indonesia, E-Journal
Planta Husada, Vol. 2(2).

Anda mungkin juga menyukai