Anda di halaman 1dari 12

Review Jurnal

Aktivitas Antibakteri Dari Senyawa Bioaktif Ekstrak


Mikroalga Porphyridium Cruentum Terhadap Bakteri
Staphylococcus epidermidis

NIDA KHAFIYYA
C3501222005

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2022
PENDAHULUAN

Indonesia memiliki luas laut sebesar 2/3 dari total wilayahnya sehingga
memiliki potensi atau sumber daya yang besar, namun luasnya bagian ini tidak akan
menghasilkan nilai apapun jika tidak dimanfaatkan secara maksimal. Sumber daya
pada wilayah perairan Indonesia meliputi flora, fauna dan beragam mikroorganisme
yang potensial seperti kapang dan bakteri endofit. Salah satu sumber daya laut yang
berpotensi adalah mikroalga. Mikroalga adalah organisme tumbuhan paling
primitif berukuran seluler yang umumnya dikenal dengan sebutan fitoplankton.
Fitoplankton bagian dari plankton yang dapat melakukan fotosintesis (Prasadi
2018). Mikroalga merupakan biota perairan yang potensinya belum digali secara
maksimal di Indonesia.
Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang
dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh cepat pada kondisi yang sulit. Semua jenis
mikroalga memiliki komposisi kimia sel yang terdiri dari protein, asam nukleat,
karbohidrat dan lipid . Mikroalga juga mengandung bahan-bahan organik seperti
polisakarida, hormon, vitamin, mineral dan juga senyawa metabolit sekunder.
Mikroalga sudah lama dikenal sebagai sumber protein dalam budidaya larva udang
ataupun ikan (Norbawa et al. 2013). Mikroalga merupakan biota perairan yang
potensinya belum digali secara maksimal di Indonesia. Sedangkan mikroalga sudah
dikenal luas sebagai bahan obat-obatan dan telah dimanfaatkan untuk mengobati
dan mencegah berbagai macam penyakit. Mikroalga mengandung protein, lemak,
asam lemak tak jenuh, pigmen, dan vitamin yang sangat berguna untuk kesehatan
manusia sebagai sumber gizi penting.
Bakteri patogen merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit pada
manusia, hewan, dan juga pada tumbuhan (Pelczar dan Chan 2005). Beberapa jenis
bakteri patogen yang umum menjadi penyebab masalah kesehatan manusia, yaitu
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Bacillus subtilis, Bacillus
cereus, dan Escherichia coli. Antibakteri diperlukan untuk mengatasi bakteri
patogen dapat merugikan kesehatan manusia. Antibakteri adalah senyawa kimia
yang memiliki fungsi menghambat pertumbuhan maupun membunuh sel bakteri.
Sintesis sejumlah besar antibakteri selama tiga dekade terakhir telah menyebabkan
rasa puas diri terhadap ancaman resistensi bakteri. Bakteri telah menjadi resisten
terhadap agen antimikroba akibat perubahan kromosom atau pertukaran materi
genetik melalui plasmid dan transposon. Hal ini memicu perlunya pencarian
alternatif bahan alami sebagai antibakteri yang aman bagi kesehatan manusia, dan
salah satu sumber penghasil antibakteri alami adalah mikroalga. Antioksidan
merupakan senyawa yang dapat menangkal radikal bebas dengan memberikan
elektron kepada atom atau molekul yang sangat reaktif sehingga menghambat
kerusakan sel. Antioksidan alami diantaranya senyawa bioaktif tokoferol,
karotenoid, asam askorbat, fenol, dan flavonoid yang sebagian besar diperoleh dari
tumbuhan tingkat tinggi, namun penggunaan tumbuhan sebagai sumber antioksidan
membutuhkan waktu yang relatif lama. Bakteri patogen dapat merugikan kesehatan
manusia sehingga perlu diatasi dengan menggunakan antibakteri yang tepat.
Antibakteri merupakan senyawa kimia yang memiliki fungsi menghambat
pertumbuhan maupun membunuh sel bakteri (Madigan et al. 2009). Antibakteri
dapat berupa senyawa sintetik maupun senyawa yang berasal dari bahan alami
(natural product). Senyawa sintetik berpotensi menimbulkan efek negatif yang
dapat mengganggu kesehatan, misalnya kanker (Purbani et al. 2019). Hal ini
memicu perlunya pencarian alternatif bahan alami sebagai antibakteri yang aman
bagi kesehatan manusia, dan salah satu sumber penghasil antibakteri alami adalah
mikroalga.
TINJAUAN PUSTAKA

1. Mikroalga
Mikroalga merah Porphyridium cruentum adalah salah satu alga merah
yang banyak mengandung sulfat eksopolisakarida, superoksida- dimustase, asam
lemak tak jenuh, dan fikobiliprotein terutama fikoeritrin. Fikobiliprotein biasanya
digunakan sebagai pewarna makanan dan kosmetik seperti lipstick dan eyeliners.
Fikobiliprotein juga memiliki nilai terapeutik sebagai immunomodulasi dan
antikanker. Sifat fluorosensi fikobiliprotein dapat meningkatkan phycofluor probes
yang penting untuk immunodiagnostik. P.cruentum mampu menghasilkan
polisakarida yang dapat dieksresikan ke luar selnya dalam jumlah yang banyak
dibandingkan mikroalga lain (Mulyadi 2007). Porphyridium cruentum merupakan
jenis mikroalga merah (Rhodophyta) yang memiliki kemampuan tumbuh dan
memproduksi ekstraseluler polisakarida secara bersamaan. Polisakarida
disekresikan dalam sel dan secara difusi terakumulasi pada media. Polisakarida P.
cruentum memiliki karakteristik yang unik yaitu matrik penyusunnya tersusun atas
polisakarida dan sulfida atau yang lebih dikenal dengan sulfat polisakarida
(Prasetiyo et al. 2015).
Genus Porphyridium merupakan mikroalga merah yang termasuk dalam
kelas Rhodophyceae, hidup soliter atau berkoloni dengan mensekresikan senyawa
polisakarida sebagai pelindung sel. Mikroalga Porphyridium sp. mengandung
protein sebesar 56% pada kondisi kering, asam lemak tak jenuh eicosapentanoic
acid (EPA), docosahexanoic acid (DHA) dan arachidonic acid (AA), serta berbagai
jenis vitamin seperti vitamin A, B, B1, B2, B6, B12, C, E, niktinate, biotin, asam
folat, dan asam pantotenat yang berperan sebagai antioksidan. Mikroalga sudah
dikenal luas sebagai bahan obat-obatan dan telah dimanfaatkan untuk mengobati
dan mencegah berbagai macam penyakit. Mikroalga mengandung protein, lemak,
asam lemak tak jenuh, pigmen, dan vitamin yang sangat berguna untuk kesehatan
manusia sebagai sumber gizi penting. Selain dimanfaatkan sebagai pakan alami
larva ikan dan udang, mikroalga Porphyridium sp. sudah mulai dimanfaatkan
sebagai obat antikanker dan antiinflamasi, antibakteri dan antifungi, produksi
biogas, dan produksi biodiesel. Mengingat pentingnya manfaat dan kegunaan dari
Porphyridium sp., maka perlu dilakukan kegiatan kultur untuk menjaga
kontinyuitas ketersediaan Porphyridium sp.
1.1. Klasifikasi Mikroalga Porphyridium sp.
Porphyridium cruentum adalah mikroalga merah bersel satu yang
termasuk divisi Rhodophyta, hidup bebas atau berkoloni yang terikat dalam
mucilago. Senyawa mucilago dieksresikan secara konstan oleh sel membentuk
sebuah kapsul yang mengelilingi sel. Mucilago merupakan polisakarida sulfat yang
bersifat larut dalam air. Klasifikasi Porphyridium cruentum adalah sebagai berikut
:
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Sub Kelas : Bangiophycidae
Ordo : Porphyridiales
Famili : Porphyridiaceae
Genus : Porphyridium
Spesies : Porphyridium cruentum

Gambar 1. Porphyridium cruentum (Department of Enviromental Science 2008)

Porphyridium cruentum merupakan salah satu mikroalga yang memiliki


kandungan polisakarida yang tinggi dan mampu menghasilkan polisakarida
ekstraseluler dengan jumlah mencapai 19,7 g/L. Mikroalga tidak mengandung
lignin sebagai pelindung dinding selnya, sehinggaberpotensi sebagai bahan
produksi bioethanol (Mubarok et al. 2018) Porphyridium aerugineum adalah
mikroalga yang kaya akan seyawa polisakarida. Mikroalga ini berasal dan
kelompok taksonomik Rhodophyceae, Subklas: Bangiophyceae, Ordo:
Porphyridial, Famili: Porphyridiaceae. Mikroalga mi merupakan satu-satunya
rhodophyceae unisel yang ditemukan di perairan tawar. Spesies mi tidak mampu
beradaptasi terhadap salinitas tinggi (Mulyadi 2007), namun masih mampu tumbuh
dengan baik hingga salinitas 10 %.

1.1.2. Senyawa Bioaktif dan komposisi kimia pada mikroalga Porphyridium


cruentum.
Porphyridium cruentum adalah mikroalga merah bersel satu yang termasuk
kelas Rhodophyceae, hidup bebas atau berkoloni yang terikat dalam mucilago.
Senyawa mucilago dieksresikan secara konstan oleh sel membentuk sebuah kapsul
yang mengelilingi sel. Mucilago merupakan polisakarida sulfat yang bersifat larut
dalam air. Biomasa kering sel P. cruentum mengandung protein 28-40%,
karbohidrat 22-57%, lipid 6-14%, phycoerythrin 8%, asam arachidonat 2%,
phycocyanin 0,2-0,3% dan klorofil 0,1-0,3%. Sel P. cruentum dapat menghasilkan
metabolit-metabolit yang aktif secara biologi seperti antibiotik. Kelompok senyawa
kimia utama yang merupakan antibakteri adalah fenol dan senyawa fenolat,
alkohol, aldehid (Anggraeni et al. 2019).

Sumber : (Setyaningsih et al. 2013)


Mikroalga merah Porphyridium cruentum adalah salah satu alga merah
yang banyak mengandung sulfat eksopolisakarida, superoksida- dimustase, asam
lemak tak jenuh, dan fikobiliprotein terutama fikoeritrin. Fikobiliprotein biasanya
digunakan sebagai pewarna makanan dan kosmetik seperti lipstick dan eyeliners.
Fikobiliprotein juga memiliki nilai terapeutik sebagai immunomodulasi dan
antikanker. Sifat fluorosensi fikobiliprotein dapat meningkatkan phycofluor probes
yang penting untuk immunodiagnostik. P. cruentum mampu menghasilkan
polisakarida yang dapat dieksresikan ke luar selnya dalam jumlah yang banyak
dibandingkan mikroalga lain. Polisakarida alga berperan di industri makanan
sebagai bahan penebal, penstabil dan pengemulsi. Selain itu aplikasinya luas di
industri farmasi, kosmetik dan sebagai suplemen nutrisi. Selain produk, mikroalga
memiliki kontribusi positif terhadap lingkungan terutama penanganan masalah efek
gas rumah kaca dan polusi air dari industri. Mikroalga dapat menyerap
karbondioksida untuk proses fotosintetisnya dan memproduksi nutrien dengan
biaya produksi rendah. Beberapa jenis mikroalga seperti Chlorella vulgaris dan
Spirulina sp. juga dapat menyerap nitrogen dan mengabsorpsi logam berat serta
fosfor (Amir et al. 2020).
PEMBAHASAN

Mikroalga umumnya mengandung komponen aktif yang dapat


dimanfaatkan dalam bidang pharmaceutical, neutraceutical, bahan tambahan pakan,
dan kosmetik. Komponen aktif mikroalga banyak diaplikasikan sebagai obat bagi
manusia maupun hewan serta pertanian. Berbagai potensi mikroalga yang telah
diteliti memiliki aktivitas antibakteri, antihiperglikemik, antitumor dan
antimikroba, antimikroba, antioksidan dan aktivitas antibakteri (Bhattacharya et al.
2013). Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya aktivitas hipoglikemik pada
polisakarida berupa alginat, xanthan, dan polisakarida yang berasal dari mikroba.
Mikroalga Porphyridium cruentum merupakan salah satu penghasil polisakarida
ekstraseluler dalam jumlah besar yang mengandung D-xylose, D-glucose, D-
galactose, R-galactose, 3-0-methylxylose, 3-O-methylgalactose, 4-O-
methylgalactose, dan asam D-glucuronic (Percival dan Foyle 1979).
Berdasarkan kandungannya, polisakarida dari Porphyridium cruentum
diduga mempunyai aktivitas antihiperglikemik atau memiliki inhibitor α-
glukosidase, untuk itu penelitian potensi Porphyridium cruentum dalam
menghasilkan senyawa yang memiliki aktivitas antihiperglikemik atau memiliki
inhibitor α-glukosidase perlu dilakukan. Porphyridium cruentum juga mengandung
flavonoid. Salamah et al. (2008) menyatakan bahwa golongan flavonoid
mempunyai kemampuan untuk bertransformasi menghasilkan senyawa-senyawa
yang mempunyai aktivitas dan biomassa yang lebih tinggi. Penelitian (Setyaningsih
et al. 2013) menemukan komposisi kimiawi, komponen aktif serta aktivitas
antihiperglikemik (inhibisi α-glucosidase) dari biomassa dan polisakarida
ektraselular Porphyridium cruentum. Komponen aktif yang terkandung dalam
biomassa kering meliputi alkaloid, fl avonoid dan fenol hidroquinon. Inhibisi α-
glukosidase dari biomassa kering dan polisakarida ekstrasellular berturut- turut
adalah 33,82% dan 71,57%.
Sumber : (Setyaningsih et al. 2013)
Hasil analisis komponen fitokimia disajikan pada Tabel 2. Biomassa kering
Porphyridium cruentum mengandung komponen kimia alkaloid, flavonoid, dan
fenol hidrokuinon, sedangkan polisakarida ekstraseluler hanya mengandung
komponen fenol hidrokuinon. Komponen yang sama juga dilaporkan oleh Harborne
(1987) dimana alkaloid banyak yang mempunyai aktivitas fisiologis yang
menonjol, sehingga digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid
kebanyakan berbentuk kristal, hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin)
pada suhu kamar. Alkaloid dikategorikan sebagai hasil metabolisme sekunder,
dimana kelompok molekul ini merupakan substansi organik yang tidak bersifat vital
bagi organisme yang menghasilkannya (Kutchan 1995). Alkaloid kerap kali bersifat
racun pada manusia, tetapi ada pula yang memiliki aktivitas fisiologis pada
kesehatan manusia sehingga digunakan secara luas dalam pengobatan (Harborne
1987). Flavonoid sangat efektif untuk digunakan sebagai antioksidan, antibakteri
dan inhibitor enzim α-glukosidase. Hal ini terbukti dari hasil penelitian Bernardi et
al (2007) yang menunjukkan bahwa seluruh komponen flavonoid yang diisolasi
dari Hypericum ternum memiliki aktivitas antioksidan. Hasil penelitian Sukadana
(2009) menunjukkan bahwa komponen flavonoid yang diisolasi dari buah
belimbing manis memiliki aktivitas antibakteri pada bakteri Staphylococcus
epidermidis pada konsentrasi 500 ppm dan bakteri Escherichia coli pada
konsentrasi 100 ppm. Komponen fenolat merupakan struktur aromatik yang
berikatan dengan satu atau lebih gugus hidroksil, beberapa mungkin digantikan
dengan gugus metil atau glikosil. Komponen fenolat bersifat larut air selama
komponen tersebut berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya
terdapat dalam vakuola sel. Flavonoid merupakan kelompok yang terbesar di antara
komponen fenolat alami yang strukturnya telah diketahui, tetapi fenol monosiklik
sederhana, fenilpropanoid dan fenolat quinon terdapat dalam jumlah sedikit
(Harborne 1987). Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel yang
bekerja secara teratur dan mengkatalisis ratusan reaksi yaitu menguraikan molekul
nutrien, menyimpan dan mengubah energi kimiawi, serta membuat makromolekul
sel dari prekursor sederhana. Enzim α-glukosidase berfungsi memecah karbohidrat
menjadi glukosa pada usus halus manusia. Enzim ini merupakan enzim yang
terlibat dalam degradasi glikogen. Degradasi lanjutan dari glikogen oleh fosforilase
dapat terjadi hanya setelah kerja enzim glukanotransferase dan α-glukosidase, yang
mengkatalis dua reaksi (Lehninger 2004). Hasil uji inhibisi dari biomassa dan
polisakarida ekstraseluler Porphyridium cruentum yang berperan sebagai inhibitor
α-glukosidase, maka di dapatkan hasil yang dapat di lihat sebagai berikut
Table 3. Hasil pengujian persentase inhibisi α-glukosidase

Sumber : (Rahman 2011)


Nilai inhibisi α-glukosidase pada ekstrak air biomassa kering Porphyridium
cruentum didapatkan nilai rata-rata 33,82%. Nilai α-glukosidase pada ekstrak air
polisakarida Porphyridium cruentum didapatkan nilai rata-rata 71,57% dengan
kontrol positif (acarbose) mempunyai nilai inhibisi sebesar 91% (Rahman 2011).
Nilai inhibisi biomassa Porphyridium cruentum lebih kecil dibandingkan dengan
polisakarida ekstraselulernya, namun aktivitas keduanya lebih kecil dibandingkan
dengan acarbose, yaitu obat inhihibitor α-glukosidase komersial. Berdasarkan hasil
penelitian yang diperoleh dapat dikatakan bahwa polisakarida ekstraseluler ini
berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber bahan baru penghasil inhibitor α-
glukosidase, sedangkan biomassa yang dihasilkan berpotensi untuk dijadikan
pangan fungsional karena terdapat komponen biokimia dan komponen aktif yang
dapat dimanfaatkan. Kerja
Senyawa asam lemak diketahui memiliki fungsi sebagai pemberi bentuk
pada membran sel, berperan pada proses pengelihatan, dan membantu fungsi sistem
saraf pusat. Selain itu, asam lemak dapat diaplikasikan pada bidang farmasi yaitu,
sebagai antibakteri. Berdasarkan penelitian Cartros, England, Chiriac, Josten,
Turner, & Rauter (2014) diketahui senyawa Cis-6-hexadecanoid acid (C6H) dari
asam lemak yang dihasilkan oleh kelenjar keringat pada kulit manusia berfungsi
sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis. Staphylococcus
epidermidis berada pada kulit dan membran mukosa manusia. Bakteri ini dapat
menyebabkan infeksi kulit dengan menyerang dan merusak jaringan kulit. Bakteri
S. epidermidis merupakan bakteri Gram-positif, bersifat non motil, tidak berspora,
bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini merupakan mikroflora normal yang terdapat
pada tubuh manusia yang terdapat pada bagian kulit kepala, dahi, pipi, auditori
kanal eksternal, daun telinga, aksila, perineum, lengan, kaki, dan jaringan di antara
jari kaki. S. epidermidis memiliki adhesin yang terkait dengan patogenesis
penyebab infeksi kulit (Anggraeni et al. 2019).

Gambar1. Zona hambatan ekstrak Porphyridium cruentum pada bakteri uji.


Ekstrak P. cruentum dengan konsentrasi 400 μg, 600 μg, dan 800 μg yang
digunakan menunjukkan daya hambat yang cukup baik terhadap bakteri Gram-
positif namun tidak menghasilkan zona hambat pada bakteri Gram-negatif.
Diameter zona hambat yang diperoleh dari seluruh bakteri Gram-positif memiliki
rentang nilai 1-4 mm, sehingga termasuk kategori zat yang memiliki daya hambat
lemah sebagai antibakteri. Nazri et al. (2011) menyatakan bahwa senyawa
antibakteri termasuk kategori lemah bila memiliki zona hambat 0-9 mm. Kusmiyati
dan Agustini (2007) melaporkan bahwa ekstrak P. cruentum tidak menghasilkan
aktivitas antibakteri pada bakteri Gram-negatif (E. coli) terkait dengan struktur sel
Gram-negatif lebih kompleks daripada bakteri Gram-positif sehingga resisten
terhadap komponen antibakteri dari ekstrak P. cruentum yang diekstrak secara
bertingkat menggunakan pelarut etanol, diklorometan/akuades, dan
diklorometan/NaOH. P. cruentum merupakan salah satu sumber mikroalga yang
kaya AA (arachidonic acid) sekitar 36% dari total asam lemak pada suhu kultivasi
25 °C dan termasuk salah satu asam lemak tak jenuh yang penting dalam bidang
pharmaceutical (Becker 2004). Komponen antibakteri P. cruentum diduga berasal
dari komponen lipid. Kusmiyati dan Agustini (2007) melaporkan hasil identifikasi
senyawa antibakteri dari P. cruentum dengan Kromatografi Gas Spektrometri
Massa menunjukkan senyawa dominan yaitu asam lemak metil heksadekanoat
(asam palmitat) sebanyak 41,15%.
DAFTAR PUSTAKA

Amir M, Nurjanah A, Agustini NWS. 2020. Analisis Fikobiliprotein Dan


Polisakarida Dari Mikroalga Merah ( Porphyridium cruentum) Yang
Dikultivasi Pada Media Limbah Cair Nata De Coco. Lemb Ilmu Pengetah
Indones., siap terbit.

Anggraeni VJ, Nugraha FA, Suhardiman A. 2019. Aktivitas Antibakteri dari


Mikroalga Laut Porphyridium cruentum terhadap Bakteri Staphylococcus
epidermidis dan Propionibacterium acne. 6(2):63–69.

Bhattacharya D, Price DC, Chan CX, Qiu H, Rose N, Ball S, Weber APM, Arias
MC, Henrissat B, Coutinho PM, et al. 2013. Genome of the red alga
Porphyridium purpureum.

Mubarok A, Setyaningsih I, Uju. 2018. Karakteristik Eksopolisakarida Mikroalga


Porphyridium cruentum yang Berpotensi untuk Produksi Bioetanol. J
Pengolah Has Perikan Indones. 21 May 2022.
doi:10.17844/jphpi.v21i1.21258.

Mulyadi A. 2007. Pertumbuhan dan Produksi Mikroalga Porphyridium aerugineum


( Rhodopyceae ) pada Salinitas dan Fotoperioda Berbeda. PPS Univ Riau.
2030(1).

Norbawa P, Yudiati E, Wdianingsih W. 2013. Pengaruh Perbedaan Periode Aerasi


Karbondioksida terhadap Laju Pertumbuhan dan Kadar Total Lipid pada
Kultur Nannochloropsis oculata. J Mar Res. 2:6–14.

Prasadi O. 2018. Pertumbuhan dan Biomasa Spirulina sp. dalam Media Pupuk
sebagai Bahan Pangan Fungsional. J Ilm Perikan dan Kelaut. 10(2):119–123.

Prasetiyo H, Setyaningsih I, Agungpriyono DR. 2015. Growth and Extracelluler


Polysaccaride Production of Porphyridium cruentum In Various Photoperiod.
JPHPI. 18. doi:10.17844/jphpi.2015.18.2.219.

Purbani DC, Ambarwati W, Kusuma AB, Herliany NE. 2019. Identification of


marine microalgae from Tambrauw, West Papua. J Chem Inf Model.
11(3):777–790. http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt.

Rahman DA. 2011. Aktivitas Antihiperglikemik Dari Biomassa Dan Polisakarida


Ekstraseluler Porphyridium cruentum Sebagai Inhibitor Α -Glukosidase. IPB
University.

Setyaningsih I, Salamah E, Rahman DA. 2013. Komposisi Kimia dan Aktivitas


Antihiperglikemik Biomassa dan Polisaskarida Ekstraseluler dari Mikroalga
Porphyridium cruentum. J Pengolah Has Perikan Indones. 16(1):80–85.

Anda mungkin juga menyukai