Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH EKOLOGI PERAIRAN

OLEH :

ABDUL SA’AF ( 2113020053)

ADINDA W. TASIK (2113020016)

AFIAH ALUNAT (2113020017)

CRISTIN P. MENI (2113020028)

ENJELIUS NUREN KERANS (1713020037)

FEBIOLA M. T. PAB (2113020032)

INTAN A. WULANSARI (2113020034)

KATARINA L. LIWUN (2113020060)

LUCYA M. NAI SELO (1913020020)

FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi para pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini, saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Kupang, 25 Oktober 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................................1
1.1. Latar belakang.......................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................................2
1.3. Tujuan dan Manfaat..............................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................................................3
2.1 Pengertian pembatasan perairan..........................................................................................3
2.2 Zona atau klasifikasi pembatas lingkungan.........................................................................3
2.3 Ciri khas pembatas lingkungan............................................................................................7
2.4 Faktor pembatas lingkungan................................................................................................8
2.5 Ciri khas adaptasi organisme................................................................................................8
2.6 Dinamika adaptasi organisme...............................................................................................9
2.7 Pola interaksi organisme.....................................................................................................10
2.8 Pola adaptasi organisme......................................................................................................11
2.9 Dampak manusia bagi wilayah perairan...........................................................................12
BAB III..................................................................................................................................................13
PENUTUP.............................................................................................................................................13
3.1 Simpulan...............................................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Suhu merupakan salah satu parameter oseanografi penting di laut yang dapat
berubah-ubah sehingga pengukuran suhu menjadi dasar bagi para peneliti di bidang
oseanografi untuk mendiskripsikan karakteristik suatu massa air sebagai indikator
berbagai fenomena yang ada di lautan (Akhbar et al.,2018) Kemajuan metode
penginderaan jauh dalam bidang oseanografi seperti deteksi Suhu Permukaan Laut
(SPL) dapat digunakan untuk mendeteksi fenomena oseanografi yang berkaitan dengan
pertemuan massa air, tidal mixing, upwelling dan proses oseanografi lainnya yang dapat
menyebabkan terjadinya gradien suhu sehingga dapat diidentifikasikan sebagai thermal
front (Belkin dan O’Reilly, 2009). Penelitian thermal front dapat dintegrasikan dengan
faktor-faktor oseanografi menggunakan system informasi geografis (Valavanis et al.,
2005) Front dapat didefinisikan sebagai pertemuan antara dua massa air yang
mempunyai karakteristik suhu yang berbeda. Fenomena ini merupakan salah satu proses
dalam oseanografi yang berpengaruh terhadap kondisi fisis dan biologis di perairan.
Fenomena front yang terbentuk karena gradien suhu, disebut dengan thermalfront
(Hanintyo et al., 2015). Secara umum thermal front dapat ditemukan di perairan pesisir.
Hal ini dikarenakan hempasan massa air dari daratan mempunyai suhu berbeda dengan
suhu air laut, sehingga terbentuklah thermal front (Mustasim et al., 2015) Fenomena
thermal front menjadi topik yang sangat menarik, mengingat fenomena ini cukup sering
terjadi di Indonesia, meskipun tidak terjadi sepanjang waktu, mulai dari periode harian,
mingguan, bulanan hingga tahunan.
Thermal font dapat diindikasikan sebagai wilayah potensial penangkapan ikan
(Nammalwar et al., 2013)Fenomena ini dijadikan sebagai salah satu acuan untuk
penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) yang dilakukan oleh beberapa
lembaga negara seperti Badan Pusat Observasi Laut (BPOL), Kementerian Kelautan dan
Perikanan dan Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (Pusfatja), Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional (Arief, 2004). Analisis suhu permukaan laut secara spasial di
perairan Indonesia dan secara temporal belum banyak dilakukan (Syaifullah M.D.,2015).
Selat Madura merupakan perairan dangkal dan semi tertutup yang memisahkan dua
pulau, yaitu Pulau Jawa dan Pulau Madura. Perairan ini berbatasan dengan Laut Bali,
Selat Bali, dan Laut Jawa sehingga kondisi fisik dan biologi perairannya sangat
dipengaruhi oleh ketiga perairan tersebut Perairan ini memiliki rentang perbedaan suhu

1
horizontal maupun vertikal yang tidak begitu besar, berkisar antara 26,5 – 30 oC
(Hasyim, 2014).

1.2. Rumusan Masalah


 Apa yang dimaksud dengan pembatasan perairan?
 Sebutkan zona atau klasifikasi pembatas lingkungan!
 Jelaskan ciri khas pembatas lingkungan!
 Sebutkan dan jelaskan faktor pembatas lingkungan!
 Jelaskan ciri khas adaptasi organisme!
 Sebutkan dinamika adaptasi organisme!
 Jelaskan Pola interaksi organisme!
 Jelaskan Pola adaptasi organisme!
 Jelaskan Dampak manusia bagi wilayah perairan!
1.3. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini yaitu :
 Untuk mengetahui pengertian dari pembatasan perairan
 Untuk mengetahui zona atau klasifikasi pembatas lingkungan
 Untuk mengetahui ciri khas pembatas lingkungan
 Untuk mengetahui faktor pembatas lingkungan.
 Untuk mengetahui ciri khas adaptasi organisme
 Untuk mengetahui dinamika adaptasi organisme
 Untuk mengetahui Pola interaksi organisme
 Untuk mengetahui Pola adaptasi organisme
 Untuk mengetahui dampak manusia bagi wilayah perairan

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian pembatasan perairan
Marine front adalah batas antara dua massa air yang berbeda. Pembentukan front
tergantung pada beberapa proses fisik dan perbedaan kecil dalam hal ini menyebabkan berbagai
jenis front. Mereka bisa sesempit beberapa ratus meter dan selebar beberapa puluh kilometer.
Misalnya, di Samudra Selatan, hal ini menyebabkan definisi lima front yang semuanya dianggap
kontinu dan sirkumpolar, mencapai kedalaman yang besar dan sangat dipengaruhi oleh batimetri.
Massa air di kedua sisi front tersebut berbeda dalam suhu, salinitas, atau kepadatan, bersama
dengan perbedaan penanda oseanografi lainnya. Contoh yang dapat di ambil yaitu Thermal
Front. Thermal front merupakan daerah pertemuan dua massa air yang mempunyai karakteristik
suhu yang berbeda.
Thermal front didefinisikan sebagai pertemuan antara dua masa air dengan karakteristik
suhu yang berbeda sehingga membentuk gradien suhu. Thermal front merupakan salah satu
proses oseanografi penting yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, kimia, maupun biologi di
laut atau dengan kata lain Front laut merupakan bagian dari kompleksitas struktural laut; mereka
adalah batas-batas sempit yang memisahkan massa air yang berbeda. Front disebabkan oleh
pemaksaan yang beragam dan terjadi di seluruh lautan dunia pada beberapa skala spasial dan
temporal Tidak seperti ekoton terestrial, mereka menunjukkan produksi biologis yang tinggi,
mempengaruhi organisme pelagis dan bentik dari semua tingkat trofik; akibatnya mereka penting
untuk perikanan. Energi matahari merangsang produksi biologis di seluruh biosfer, tetapi di laut
perlu dilengkapi dengan energi tambahan untuk mengisi kembali nutrisi tanaman; sejumlah besar
energi mekanik menjadi tersedia untuk produksi biologis di garis depan. Perubahan global
mendistribusikan kembali energi tambahan di lautan; akibatnya front adalah situs yang ideal
untuk pemantauan awal efek perubahan global. Bagian depan juga menyediakan mekanisme
retensi untuk plankton di lingkungan laut yang sangat tersebar; dan menjadi landmark dan
mercusuar yang penting untuk migrasi atau pertemuan beberapa spesiesdi alam tanpa jejak.

2.2 Zona atau klasifikasi pembatas lingkungan


 Self-Break Front
Shelf break front dibentuk di tepi paparan benua dimana karakteristik massa air paparan
benua yang dangkal bertemu dengan massa air laut dalam sehingga terjadi percampuran dua
massa air yang berbeda.

3
 Front Upwelling
Adalah gerakan naiknya massa air dari lapisan yang lebih dalam dimana massa air tersebut
mempunyai suhu yang rendah dan salinitas yang tinggi serta membawa unsur-unsur hara yang
kaya akan fosfat dan nitrat yang tinggi ke permukaan. Menurut Ilahude (1998), massa air yang
naik ke permukaan ini berasal dari lapisan 100 – 200 m. Oleh karena itu daerah-daerah upwelling
selalu memberikan indikasi produktivitas plankton yang tinggi pada perairan tersebut.

 Shallow-sea Front

Yaitu fenomena yang terbentuk di perairan laut dangkal,perairan sekitar pulau, estuari, dan
sebagainya. Dimana proses ini mulai dari batas antara massa air perairan dangkal dan perairan
laut lepas.

4
 Western Boundary Current Edges.

Yaitu massa air tropik yang hangat dengan salinitas tinggi dibawa dan bertetemu massa air
lintang tinggi yang dingin sehingga mempunyai salinitas yang rendah.

 Plume front

Yaitu proses percampuran yang terjadi pada batas dari air tawar yang masuk ke laut melalui
sungai ke air laut.

5
 Tidal Front/ Front pasang surut
Di daerah beriklim sedang, termoklin musiman berkembang di dekat permukaan selama
akhir musim semi dan musim panas. Kecuali beberapa gaya memberikan energi mekanik yang
cukup untuk mencampur kolom air, termoklin menstabilkan kolom air, menjadi lebih kuat saat
musim hangat berlangsung. Pasang surut adalah salah satu proses pemaksaan utama di lautan
(Munk dan Wunsch 1998),yang energinya didistribusikan secara heterogen di atas lautan global.
Di landas kontinen di mana termoklin musiman berkembang dan tingkat disipasi energi pasang
surut yang tinggi terjadi; ada daerah-daerah di mana intensitas percampuran turbulen mampu
secara terus-menerus mengatasi hambatan percampuran yang ditimbulkan oleh stratifikasi
Pasang surut adalah salah satu proses pemaksaan utama di lautan (Munk dan Wunsch
1998),yang energinya didistribusikan secara heterogen di atas lautan global. Di landas kontinen
di mana termoklin musiman berkembang dan tingkat disipasi energi pasang surut yang tinggi
terjadi; ada daerah-daerah di mana intensitas percampuran turbulen mampu secara terus-menerus
mengatasi hambatan percampuran yang ditimbulkan oleh stratifikasi

6
2.3 Ciri khas pembatas lingkungan

Thermal front ditandai dengan adanya pertemuan dua massa air yang bersuhu tinggi dengan
massa air yang bersuhu rendah, dimana gradien suhu permukaan laut terlihat jelas (suhu berubah
cepat pada jarak yang pendek). Fenomena terjadinya thermal front (pertemuan massa air dengan
suhu yang berbeda) mengindikasikan bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang potensi
untuk dijadikan daerah penangkapan ikan.
Teknologi penginderaan jauh merupakan alternatif yang tepat dalam menghasilkan informasi
mengenai daerah terjadinya thermal front, melalui pengamatan parameter oseeanografi seperti
suhu permukaan laut dengan bantuan satelit. Saat ini teknologi penginderaan jauh berbasis satelit
menjadi sangat populer dan digunakan untuk berbagai tujuan kegiatan, salah satunya untuk
mengidentifikasi potensi sumber daya wilayah pesisir dan lautan. Teknologi penginderaan jarak
jauh juga dapat dimanfaatkan pada bidang perikanan.

7
Area gambar diatas merupakan pertemuan sungai Rio Negro dan Solimões Sungai di
Brasil. Kedua sungai tersebut bertemu dalam jarak lebih dari lima kilometer dalam kondisi air
kedua sungat tersebut tidak bercampur dengan kepekatan dan temperatur yang tetap berbeda.
Sungai pertama di sebelah kanan mengandung endapan tanah pegunungan yang menyebabkan
airnya berwarna cokelat, sedangkan sungai yang kedua di sebelah kiri berwarna hitam pekat
karena merupakan rembesan tanaman-tanaman yang membusuk yang datang dari hutan.
Fenomena ini sekarang dapat dijelaskan secara ilmiah, yaitu melalui sejumlah hukum fisika
tentang pergerakan cairan, seperti variasi densitas, salinitas dan suhu. Hukum fisika ini
memastikan bahwa kedua sungai tersebut tidak dapat saling mengalahkan, walaupun mereka
bertemu secara langsung

2.4 Faktor pembatas lingkungan

Faktor pembatas adalah faktor-faktor fisika dan kimia (komponen abiotik) yang menentukan
apakah organisme (komponen biotik) dapat hidup dan berkembang dalam suatu ekosistem. Jadi
istilah faktor pembatas digunakan bagi organisme untuk menentukan daya adaptasinya terhadap
faktor fisika dan kimia lingkungan.

Faktor pembatas yang dimasud adalah semua kekuatan atau energi baik bersumber dari
komponen biotik maupun abitiok yang mempengaruhi dan menentukan keberadaan, karakteristik
dan sebaran sedimen pada suatu lingkungan. Ada dua sumber kekuatan utama yang dapat
dianggap sebagai faktor pembatas yaitu artifisial (antropogenik) dan alamiah. Sebaliknya
sedimen yang terdapat pada Lingkungan tersebut dapat memberikan informasi tentang perubahan
lingkungan yang digunakan untuk memahami kekuatan-kekuatan antropogenik dan alamiah yang
berperan alam menyusun sedimen.

2.5 Ciri khas adaptasi organisme

 Adaptasi morfologi

Adaptasi morfologi adalah penyesuaian bentuk dan struktur tubuh suatu organisme terhadap
lingkungannya. Tumbuhan dan hewan mengembangkan adaptasi morfologi yang berbeda untuk
menyesuaikan dengan keadaan lingkungan.

Contoh:

- Tumbuhan hidrofit adalah tumbuhan yang hidup di air. Adaptasi morfologi yang dilakukan
antara lain memiliki rongga udara di antara sel-sel tubuhnya sehingga dapat mengapung.
Daunnya lebar dan stomata terletak di permukaan atas. Contoh tumbuhan hidrofit adalah
kangkung, eceng gondok, dan teratai.

- Variasi tulang belakang dan sirip pada ikan pari disebabkan perbedaan suhu saat
pertumbuhannya, jenis kelamin kura-kura ditentukan oleh variasi temperatur saat inkubasi

8
(pengeraman), serta bentuk paruh dan kaki burung bervariasi sesuai dengan jenis makanan dan
habitatnya.

- Pada biota laut dalam, adaptasi morfologi dapat dilihat dari bentuk tubuh biota laut dalam
yang kecil dan pada umumnya bertubuh transparan karena tubuhnya tidak mengandung pigmen.
Secara morfologis, senjata pembunuh seperti rahang, tengkorak dan dimensi mulut mengalami
perubahan pada organisme laut dalam. Ciri umum mereka adalah mulut yang melebar, rahang
yang kuat dan gigi-gigi tajam. Mereka harus seoptimal mungkin mencari mangsa yang jarang di
laut dalam. Praktek kanibalisme juga sering terjadi di beberapa spesies.

 Adaptasi fisiologi

Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang
menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup dengan
baik. Contoh:

1. Ikan yang hidup di laut lebih sedikit mengeluarkan urin dibandingkan dengan ikan yang
hidup di air tawar. Air laut lebih banyak mengandung garam. Kadar garam yang tinggi
juga menyebabkan cairan tubuh keluar terus menerus. Garam juga masuk ke dalam tubuh
dan harus dikeluarkan. Untuk menyesuaikan diri, ikan banyak meminum air laut dan
sedikit mengeluarkan urin.
2. Di ekosistem laut dalam dapat dikatakan tidak terdapat produser karena tidak adanya
sinar matahari yang menyebabkan tidak adanya proses fotosintesis pada ekosistem
tersebut, sehingga biota laut dalam melakukan adaptasi fisiologi. Bentuk adaptasi
fisiologi biota laut dalam adalah adalah organisme laut dalam mempunyai kapasitas
untuk mengolah energi yang jauh lebih efektif dari makhluk hidup di darat dan zona laut
atas. Mereka bisa mendaur energinya sendiri dan menentukan seberapa banyak energi
yang akan terpakai dengan stok makanan yang didapat. Kandungan air dalam jaringan
tubuh ikan dan krustasea meningkat seiring dengan meningkatnya kedalaman sedangkan
kadar lipid dan protein menurun.

 Adaptasi tingkah laku

Adaptasi tingkah laku merupakan aktivitas atau tingkah laku hewan yang menyesuaikan
dengan kondisi lingkungan untuk membantunya bertahan hidup. Adaptasi tingkah laku dapat
berupa hasil belajar maupun insting/naluri sejak lahir.

2.6 Dinamika adaptasi organisme

Lingkungan berperan sebagai kekuatan untuk menyeleksi bagi populasi yang hidup di
dalamnya. Hanya populasi yang mampu beradaptasi, baik adaptasi morfolofi, fisiologi, maupun

9
perilaku, akan lestari; sedangkan yang tidak mampu beradaptasi harus pindah ke lingkungan
yang sesuai dengan kebutuhannya atau jika tidak pindah, mereka akan mati.

Respon pertama kali organisme terhadap perubahan lingkungan ialah ekofisiologi dan bisa
sangat berbeda pada setiap jenis organisme. Pada hewan berdarah dingin (poikiloterm),
penurunan atau peningkatan suhu udara akan diikuti dengan penurunan atau peningkatan laju
metabolisme tubuhnya. Sebaliknya pada hewan berdarah panas (homeoterm), penurunan suhu
udara justru akan meningkatkan laju metabolisme tubuh untuk mempertahankan suhu tubuh.
Kendeigh (1969) menglasifikasikan respon menjadi 5 macam, yaitu: semu (masking), letal
(lethal), berarah (directive), pengontrolan (controlling), dan defisien (deficient).

 Semu (masking): modifikasi pengaruh suatu faktor oleh faktor lainnya.


Sebagai contoh RH (relatif humidity atau kelembaban relatif) yang
rendah meningkatkan laju evaporasi permukaan tubuh, sehingga
hewan berdarah panas mampu bertahan pada iklim yang sangat
hangat.
 Letal (lethal): faktor lingkungan menyebabkan kematian, seperti
misalnya suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin.
 Berarah (directive): faktor lingkungan menyebabkan orientasi tertentu,
misalnya burung-burung di kutub utara bermigrasi ke arah selatan
pada saat musim dingin dan kembali ke utara pada saat musim semi
atau panas untuk berbiak.
 Pengontrolan (controlling): faktor tertentu dapat mempengaruhi laju
suatu proses fisiologi tanpa masuk ke reaksi. Sebagai contoh, suhu
lingkungan dapat berpengaruh besar terhadap metabolisme, sekresi,
dan lokomosi hewan.
 Defisien (deficient): defisiensi suatu faktor lingkungan pada habitat
tertentu dapat mempengaruhi aktivitas atau metabolisme hewan.
Sebagai contohnya jika oksigen ada atau tidak ada pada tekanan
rendah akan membatasi aktivitas hewan.

2.7 Pola interaksi organisme

Interaksi antar Organisme

Interaksi antar organisme ini terkait dengan kebutuhan sumber daya baik itu tempat
tinggal, tempat mencari makan, dan makanan. interaksi dapat memberi keuntungan sebelah pihak
atau dua-duanya, bisa memberi kerugian sebelah pihak atau dua duanya. Bisa juga tidak
memberi keuntungan salah satu pihak dan pihak yang lain tidak mendapat keuntungan maupun
kerugian. Interaksi ini pun bisa tidak memberi keuntungan dan kerugian di kedua belah pihak.
Untuk lebih jelasnya, interaksi antar organisme ini dapat dibagi ke dalam beberapa kategori
berikut.

10
 Netral.

Hubungan antar organisme pada suatu habitat yang sama di mana interaksi yang terjadi
tidak saling mengganggu satu sama lain. Adapun sifat dari interaksi ini pada kedua belah pihak
tidak ada yang diuntungkan maupun dirugikan. Contohnya adalah katak dengan ikan pada
habitat danau, ikan dengan udang.

 Mutualisme.

Hubungan antar organisme pada suatu habitat di mana keduanya sama-sama


mendapatkan keuntungan. Contohnya Parasitisme. Hubungan antar organisme pada suatu habitat
yang sama di mana interaksi keduanya menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak dan
kerugian bagi pihak lainnya. Contohnya adalah ikan hiu dengan ikan remora.

 Komensalisme.

Hubungan antar organisme pada suatu habitat yang sama di mana interaksi dari keduanya
menimbulkan bagi salah satu pihak sedangkan pihak lain tidak diuntungkan dan dirugikan.
Contoh Ikan remora (Echneida sp.) dengan ikan hiu (Carchahinus sp.) dan ikan pari (Himantura
undulata), udang (Lysmata grabhami) dengan mentimun laut (Cucumaria frondosa), ikan badut
dengan anemone.

 Predasi.

Hubungan antar organisme di mana pada interaksinya salah satu pihak berperan sebagai
pemangsa dan pihak lain sebagai mangsa. Contohnya adalahikan tuna memakan ikan lainnya
yang berukuran kecil darinya sebagai sumber energi

2.8 Pola adaptasi organisme


Ada 3 pola yang pengaruh adaptasi organisme yaitu:
 Adaptasi terhadap tekanan salinitas.

Adaptasi yang Dilakukan oleh Organisme di pantai terhadap tekanan Salinitas sama dengan
adaptasi yang dilakukan Terhadap kekeringan. Organisme akan melakukan adaptasi dengan cara
menutup Valva atau Cangkangnya, seperti pada moluska dan teritip

 Adaptasi terhadap tekanan mekanik.

Adaptasi terhadap tekanan mekanik Berupa gempuran Ombak, organisme akan Beradaptasi
Dengan memanfaatkan bagian-bagian tubuhnya. Contohnya pada titip,Untuk menghadapi
tekanan dari ombak, titip Akan melekat dengan rapat pada batuan Menggunakan bagian
basalnya.Pada limpet- limpet akan menggunakan kaki-kakinya yang Kuat dan besar di bagian
bawah tubuhnyaUntuk melekat pada substrat. Chiton beradaptasi Terhadap geraka ombak
11
dengan menggunakan Kakinya yang kuat yang berada di bagian bawah Tubuhnya juga, untuk
dilekatkan pada substrat. Dengan cara tersebut, chiton akan Tetap dapat menempel meskipun ada
gempuran Dari ombak. Sedangkan untuk Moluska dari Kelompok kerang-kerangan, contohnya
My/flus,Organisme ini akan menggunakan benang benang bagusnya,Untuk melekat pada
Substrat Pada alga, alga akan beradaptasi deogan cara melekat pada substrat Dengan
menggunakan alat pelekat yang kuat,Yang dikenal dengan “holdfast”.

 Adaptas terhadap kehilangan air.

Pantai merupakan bagian dari zona Intertidal atau daerah yang mengalami pasang Dan surut.
Apabila pantai berbatu mengalami air surut, maka organisme yang ada akan berada Pada suatu
lingkungan dengan udara terbuka dan mulai kehilangan air. Organisme yang ada Harus
menyesuaikan diri terhadap ke bilangan Air yang cukup besar selama berada di udara Terbuka

2.9 Dampak manusia bagi wilayah perairan

Kegiatan manusia yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan di wilayah marine front.
Berbagai kerusakan lingkungan di wilayah marine front semakin meluas. Penyebab kerusakan
lingkungan di wilayah tersebut lebih didominasi oleh pencemaran minyak, sampah, dan lain-lain,
abrasi pantai, kerusakan mangrove dan terumbu karang. Dengan melihat penyebab kerusakan
tersebut terlihat bahwa aktivitas manusia lah yang menjadi penyebab utama kerusakan
lingkungan di wilayah batas laut. Padahal kalau dilihat dari dampak kerusakan tersebut sebagai
besar akan berdampak kepada aktivitas manusia dan lingkungan, seperti rusaknya biota laut,
terancamnya pemukiman nelayan, terancamnya mata pencaharian nelayan dan sebagainya. Oleh
sebab itu apabila hal ini tidak secepatnya ditanggulangi dengan optimal maka dikhawatirkan
sumber daya pesisir dan laut akan semakin terdegradasi. Selain itu juga aktivitas masyarakat
pesisir akan semakin terancam

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
 Marine front adalah batas antara dua massa air yang berbeda. Pembentukan front
tergantung pada beberapa proses fisik dan perbedaan kecil dalam hal ini
menyebabkan berbagai jenis front.
 Klasifikasi pembatasan lingkungan diantaranya Self-Break Front, Front Upwelling,
Shallow-sea Front, Western Boundary Current Edges, Plume front dan Tidal Front/
Front pasang surut
 Thermal front ditandai dengan adanya pertemuan dua massa air yang bersuhu tinggi
dengan massa air yang bersuhu rendah, dimana gradien suhu permukaan laut terlihat
jelas
 Faktor pembatas adalah faktor-faktor fisika dan kimia (komponen abiotik) yang
menentukan apakah organisme (komponen biotik) dapat hidup dan berkembang
dalam suatu ekosistem.
 Ciri adaptasi organisme diantaranya adaptasi morfologi dan fisiologi serta adaptasi
tingkah laku
 Respon pertama kali organisme terhadap perubahan lingkungan ialah ekofisiologi dan
bisa sangat berbeda pada setiap jenis organisme.
 Pola interaksi organisme yaitu netral, mutualisme, komensalisme, dan predasi

13
 3 pola adaptasi organisme yaitu adaptasi terhadap tekanan salinitas, adaptasi terhadap
tekanan mekanik, dan adaptas terhadap kehilangan air.
 Penjagaan lingkungan perairan sangat penting namun tidak jarang manusia
melakukan hal-hal yang dapat merusak wilayah perairan dimana kegiatan tersebut
lebih didominasi oleh pencemaran minyak, sampah, dan lain-lain, abrasi pantai,
kerusakan mangrove dan terumbu karang.

14

Anda mungkin juga menyukai