Anda di halaman 1dari 9

POTENSI PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE DI

KELURAHAN OESAPA BARAT, KOTA KUPANG, NUSA TENGGARA


TIMUR
(Potential Development of Mangrove Ecoturism in West Oesapa Village, kupang city, East
Nusa Tenggara)

Valentino Dethan1, Suprabadevi Saraswati2, Christin Missa3,


Abdul Sa’af4
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Universitas Nusa Cendana
Jl. Adi Sucipto Penfui, Kota Kupang, Provinsi NTT
Alamat korespondensi : valentinodethan23@gmail.com

Abstrak
Kawasan ekowisata Hutan Mangrove di Kelurahan Oesapa Barat, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur
merupakan salah satu jasa lingkungan yang potensi sumber daya alamnya belum banyak dimanfaatkan secara optimal.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi pengembangan ekowisata mangrove di Kelurahan Oesapa Barat
berdasarkan penilaian kondisi obyek daya tarik wisata, persepsi wisatawan dan masyarakat, mengetahui permasalahan
yang terjadi di kawasan ekowisata, serta alternatif sebagai strategi bagi pengembangan ekowisata dalam
penanggulangan kembali guna meningkatkan dan mempertahankan kualitas ekowisata mangrove di Kelurahan Oesapa
Barat. Metode penelitian yang digunakan ialah metode observasi, wawancara terstruktur, dan studi pustaka. Analisis
data obyek daya tarik wisata alam dilakukan melalui skoring dan pembobotan, persepsi wisatawan dan masyarakat
dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan hutan mangrove di Kelurahan Oesapa Barat
prospektif untuk dikembangkan sebagai destinasi ekowisata dikarenakan daya tarik wisata alam saat ini berada pada
kategori rendah setelah terjadi bencana seroja serta pandemi COVID-19 yang melanda Kota Kupang. Secara ekologis,
jenis mangrove yang terdapat pada ekowisata mangrove di Kelurahan Oesapa Barat berjumlah 5 jenis spesies dengan
total individu kurang lebih 10.000 mangrove. Pengembangan ekowisata tidak hanya merubah pola pikir masyarakat
untuk menjaga kelestarian alam tetapi juga membawa dampak ekonomi seperti peningkatan pendapatan serta
munculnya peluang kerja dan kesempatan usaha baru bagi masyarakat. Selain daripada itu, persepsi wisatawan dan
masyarakat mendukung penuh upaya pengembangan dan pemeliharaan ekowisata mangrove yang lebih baik.

Kata Kunci: ekowisata, mangrove, pengembangan, nilai ekonomi, jasa lingkungan

Abstract
The Mangrove Forest ecotourism area in Oesapa Barat Village, Kupang City, East Nusa Tenggara Province is one of
the environmental services whose natural resource potential has not been used optimally. This study aims to analyze
the potential for developing mangrove ecotourism in Oesapa Barat Village based on an assessment of the condition of
tourist attractions, perceptions of tourists and the public, knowing the problems that occur in ecotourism areas, as well
as alternatives as strategies for ecotourism development in countermeasures to improve and maintain the quality of
ecotourism. mangroves in Oesapa Barat Village. The research method used is the method of observation, structured
interviews, and literature study. Data analysis of natural tourist attraction objects is carried out through scoring and
weighting, the perception of tourists and the public is carried out descriptively. The results showed that the mangrove
forest area in Oesapa Barat Village is prospective to be developed as an ecotourism destination because natural
tourist attractions are currently in the low category after the Seroja disaster and the COVID-19 pandemic that hit
Kupang City. Ecologically, the types of mangroves found in mangrove ecotourism in Oesapa Barat Village are 5
species with a total of approximately 10,000 mangrove individuals. The development of ecotourism not only changes
people's mindsets to preserve nature but also brings economic impacts such as increased income and the emergence of
new job opportunities and business opportunities for the community. Apart from that, the perception of tourists and the
community fully supports efforts to develop and maintain better mangrove ecotourism.

Keywords: ecotourism, mangroves, development, economic value, environmental service


I. PENDAHULUAN Akhirnya sebagai pendekatan
Ekowisata mangrove merupakan pengembangan, ekowisata merupakan
objek wisata yang berwawasan lingkungan metode pemanfaatan dan pengelolaan
dimana wisata tersebut mengutamakan sumberdaya pariwisata secara ramah
aspek keindahan yang alami dari hutan lingkungan. Disini kegiatan wisata yang
mangrove serta fauna yang hidup bertanggungjawab terhadap kesejahteraan
disekitarnya tanpa harus merusak ekosistem masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan
tersebut untuk membuatnya lebih menarik sangat ditekankan dan merupakan ciri khas
wisatawan, hal ini disebabkan bahwa hutan ekowisata. Pihak yang berperan penting
mangrove mempunyai ciri khas yang khusus dalam ekowisata bukan hanya wisatawan
dan banyak fauna dan flora yang hidup di tetapi juga pelaku wisata lain (tour
sekitarnya. Ekowisata merupakan mata operatour) yang memfasilitasi wisatawan
pencaharian alternatif bagi masyarakat untuk menunjukkan tanggungjawab tersebut
pesisir yang dapat menambah pendapatan (Damanik, 2006).
mereka. Dan hutan mangrove adalah hutan Pengembangan ekowisata mangrove
yang tumbuh di air payau, dan dipengaruhi merupakan salah satu upaya pemanfaatan
oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh jasa lingkungan dari kawasan pesisir secara
khususnya di tempat-tempat dimana terjadi berkelanjutan. Ekowisata pada hutan
pelumpuran dan akumulasi bahan organik. mangrove dipandang dapat bersinergi
Ekosistem mangrove memiliki dengan langkah konservasi ekosistem hutan
keindahan tersendiri karena mangrove juga secara nyata (Mulyadi dan Fitriani, 2012).
menjadi tempat hidup, mencari makan serta Meskipun demikian, dalam prakteknya
memijah ikan dan berbagai macam binatang pengembanngan ekowisata pada hutan
lainnya. Ekowisata dapat dilihat dari tiga mangrove harus tetap dikelola dengan
perspektif, yaitu sebagai (1) produk, (2) menghindari resiko dan dampak negatif
pasar, dan (3) pendekatan pengembangan. terhadap lingkungan.
Sebagai produk, ekowisata merupakan Potensi jasa lingkungan hutan
semua atraksi yang berbasis pada mangrove sebagai destinasi ekowisata
sumberdaya alam. Sebagai pasar, ekowisata sampai saat ini belum di optimalkan sebagai
merupakan perjalanan yang diarahkan pada alternatif pengelolaan hutan yang lebih baik.
upaya-upaya pelestarian lingkungan. Pengembangan ekowisata secara
terpadu dengan destinasi yang beragam di II. METODE PENELITIAN
sekitarnya dapat meningkatkan jalur wisata A. Kerangka Analisis
secara optimal (Razak dan Suprihardjo, Pemanfaatan hutan mangrove yang
2013) dan secara bersamaan juga akan ada sekarang ini dirasakan belum optimal
memberikan dampak positif terhadap dan lestari. Usaha pemanfaatan hutan
pertumbuhan ekonomi regional. Namun, mangrove seharusnya menghitung manfaat
selain daripada itu permasalahan yang dan biaya dari kegiatan usaha, termasuk di
muncul kemudian bahwa tidak adanya dalamnya menghitung nilai ekonomi dari
upaya terkait pengelolaan atau sumberdaya hutan mangrove. Pendekatan
penanggulangan, tidak ada tindak perawatan tersebut akan menggambarkan suatu pilihan
terhadap objek wisata dan fasilitas setelah alternatif yang rasional dalam pemanfaatan
terjadinya bencana seroja serta pandemi sumberdaya mangrove yang sesuai dengan
COVID-19. Sehingga masih banyak yang dikembangkan oleh Perum Perhutani.
kekurangan yang membuat wisatawan tidak Permasalahan yang terjadi dari
tertarik untuk berkunjung, selain itu juga keberadaan hutan mangrove di Kelurahan
tempat wisata ini belum didukung dengan Oesapa Barat yaitu: (1) luasan hutan
sarana dan prasarana yang memadai yang mangrove yang semakin berkurang setiap
bisa membuat wisatawan merasa aman dan tahunnya; (2) kerusakan hutan mangrove
nyaman dalam kegiatan wisatanya. Oleh yang disebabkan oleh bencana seroja serta
karena itu perlu dilakukan penelitian aktifitas masyarakat berupa pembuangan
mengenai strategi pengembangan kawasan sampah yang akhirnya terjadi degradasi
ekowisata mangrove. Penelitian ini lingkungan; dan (3) tidak adanya
bertujuan untuk menganalisis menganalisis pengembangan serta perawatan yang baik
potensi pengembangan ekowisata mangrove dari pihak masyarakat ataupun pemerintah.
di Kelurahan Oesapa Barat berdasarkan Dari permasalahan tersebut diharapkan
penilaian kondisi obyek daya tarik wisata pelestarian hutan mangrove harus
alam, persepsi wisatawan dan masyarakat, dipertahankan karena nilai ekonomi hutan
serta potensi nilai ekonomi yang dimiliki. mangrove bernilai tinggi. Dari nilai ekonomi
total hutan mangrove dengan analisis
ekonomi akan dijadikan sebagai input dalam
pemilihan alternatif pola pemanfaatan hutan
mangrove selanjutnya. Perhitungan nilai berbagai tingkatan, yaitu sebagai tempat
ekonomi hutan mangrove menggunakan ekosistem dan landscape (Schaeffer-Novelli
pedekatan identifikasi dan kuantifikasi et al 2005).
manfaat, seperti yang dilakukan oleh Pearce
dan Moran (1994). Keberadaan usaha B. Waktu dan Tempat
pelestarian hutan, bukan hanya bergantung Penelitian ini dilaksanakan pada
pada ada tidaknya partisipasi pemerintah Kamis, 21 April 2022, pukul 13:02 WITA
dan masyarakat, tetapi sangat bergantung di Ekowisata Mangrove Kelurahan Oesapa
pada tinggi rendahnya tingkat partisipasi Barat, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.
tersebut. Hal itu bergantung pada
pengetahuan dan persepsi masyarakat C. Jenis dan Sumber Data
tentang manfaat dan keuntungan yang dapat 1. Jenis Data
diperoleh dari hutan. Oleh karena itu, dalam Jenis Data yang digunakan dalam
usaha pengelolaan hutan mangrove aspek penelitian ini adalah berupa data kualitatif
pengetahuan, persepsi terhadap hutan (data deskriptif, foto dan data kolektif hasil
mangrove, dan tingkat partisipasi penelitian).
masyarakat dalam pengelolaan hutan 2. Sumber Data
mangrove, perlu dikaji sebagai dasar a) Data Primer
penentuan arah kebijakan pengelolaan hutan Menurut S. Nasution (dalam
mangrove (Ritohardoyo, 2011). Malelong, 2010:157) data primer adalah
Pengelolaan untuk ketahanan dan data yang dapat diperoleh langsung dari
pemantauan kawasan hutan mangrove lapangan atau tempat penelitian.
sangat penting. Hutan mangrove juga b) Data Sekunder
memiliki beberapa fungsi, yaitu (a) sebagai Data Sekunder adalah data-data yang
pengontrol banjir, perlindungan dari didapat dari sumber bacaan dan berbagai
kerusakan akibat badai, banjir dan macam sumber lainnya yang terdiri dari
gelombang, (b) sebagai tempat rekerasi dan surat pribadi, buku harian, notulen rapat,
wisata, (c) menghasilkan produk barang- sampai dokumen resmi dari berbagai
barang seperti ikan tangkap, kerang dan instansi pemerintah (Malelong, 2010:159).
produk-produk hutan. Mangrove memilki
sifat ekologi yang berbeda-beda pada
D. Metode Pengumpulan Data (6.000 M2), dengan batas-batas sebagai
Metode pengumpulan data dalam berikut :
penelitian ini menggunakan metode Utara berbatasan dengan : TWAL Teluk
wawancara yang menggunakan kuesioner Kupang,
yang telah disusun sesuai dengan tujuan Selatan berbatasan dengan : Kelurahan Tuak
penelitian pada responden yang merupakan Daun Merah (TDM) dan Kelurahan Kayu
masyarakat yang berdomisili dan bekerja Putih,
pada area di sekitar hutan mangrove Timur berbatasan dengan : Kelurahan
Kelurahan Oesapa Barat, Kota Kupang, Oesapa,
Nusa Tenggara Timur. Barat berbatasan dengan : Kelurahan Kelapa
Lima.
E. Metode Analisis Data Destinasi ekowisata ini diresmikan
Metode Analisis yang digunakan pada bulan Februari 2016. Hutan Mangrove
adalah Metode Analisis Deskriptif. Analisis awalnya dikembangkan dengan adanya
Deskriptif dilakukan untuk menggambarkan bantuan IFAD yakni organisasi yang
kegiatan sosial ekonomi masyarakat di bergerak di bidang pembangunan pesisir
sekitar dan menjelaskan kondisi ekowisata yang memberikan suntikan dana kepada
hutan mangrove di Kelurahan Oesapa Barat pemerintahan Kota Kupang dan di kelola
berdasarkan data primer yang diperoleh. dengan memberdayakan masyarakat
setempat.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Umum B. Jenis – jenis mangrove
Lokasi Ekowisata Mangrove terletak Jumlah mangrove yang ada pada
di Kelurahan Oesapa Barat, Kota Kupang, ekowisata mangrove di Kelurahan Oesapa
Nusa Tenggara Timur, yang memiliki luas Barat kurang lebih sebanyak 10.000 Hutan
kurang lebih seluas 43 hektar. Kelurahan Mangrove meliputi pohon dan semak yang
Oesapa Barat masuk dalam wilayah terdiri dari 12 genera tumbuhan berbunga
Kecamatan Kelapa Lima yang terbentuk (Avicennia , Sonneratia , Rhizophora,
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Kupang Bruguiera , Ceriops , Xylocarpus ,
Nomor 6 Tahun 2006. Kelurahan Oesapa Lumnitzera , Laguncularia , Aegiceras ,
Barat mempunyai luas wilayah 6 KM Aegiatilis , Snaeda dan Conocarpus ) yang
termasuk ke dalam delapan famili (Bengen, pohon mangrove, terdiri atas: insekta,
2004). Vegetasi hutan mangrove di ular, primata, dan burung. Kelompok ini
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis tidak memiliki sifat adaptasi khusus
yang tinggi, namun demikian hanya terdapat untuk hidup di dalam hutan mangrove.
kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang b. Kelompok fauna perairan/akuatik,
spesifik hutan mangrove. Paling tidak di terdiri atas dua tipe yaitu : Yang hidup di
dalam hutan mangrove terdapat salah satu kolom air, terutama barbagai jenis ikan,
jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang dan udang; Yang menempati substrat
termasuk kedalam empat famili: baik keras (akar dan batang pohon
Rhizophoraceae, (Rhizophora, Bruguiera mangrove maupun lunak (lumpur),
dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia ), terutama kepiting, kerang dan berbagai
Avicenniaceae (Avicennia ) dan Meliaceae jenis avertebrata lainnya.
(Xylocarpus ) (Bengen, 2004). c. Komunitas mangal bersifat unik,
Berdasarkan penelitian dapat disebabkan luas vertikal pohon, dimana
diketahui beberapa jenis mangrove yang ada organisme daratan menempati bagian atas
pada ekowisata Hutan Mangrove di sedangkan hewan lautan menempati
Kelurahan Oesapa Barat, antara lain : bagian bawah.
Rhizophora mucronata (Bakau Kurap), Hasil penelitian di dapatkan
Sonneratia caseolaris (Pidada Merah), beberapa jenis species / biota yang ada pada
Xylocarpus molluccensis (Nyiri Batu), Ekowisata Hutan mangrove Kelurahan
Sonneratia alba (Pidada Putih ), Lumnitzera Oesapa Barat, antara lain : kepiting ungu
racemosa (Teruntuk), Rhizopora apiculata, pemanjat, siput, kepiting orange, dan ikan
Scyphiphora hydrophyllaceae, dan terbang.
Aegiceras corniculatum (Bakau Hitam).

D. Nilai Ekonomi dan Strategi


C. Biota Hutan Mangrove Pengembangan ekowisata
Menurut Bengen (2004), komunitas Nilai kesediaan membayar
fauna hutan mangrove membentuk merupakan nilai moneter yang bersedia
percampuran antara dua kelompok yaitu : diberikan seseorang terhadap barang dan
a. Kelompok fauna daratan / terestrial jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam
yang umumnya menempati bagian atas dan lingkungan. Dalam konteks ini adalah
besarnya nilai kesediaan pengunjung untuk Sebuah destinasi dapat dikatakan akan
dapat menikmati jasa lingkungan ekowisata melakukan pengembangan jika sebelumnya
mangrove di Kelurahan Oesapa Barat. Nilai sudah ada aktivitas wisata. Ada beberapa
kesediaan membayar kerap digunakan strategi dalam pengembangan pariwisata
sebagai salah satu referensi untuk (Nurhadi, dkk:2013):
menentukan harga tiket masuk suatu a) Partisipasi dan Pemberdayaan
kawasan ekowisata dengan tarif Rp. 5.000,- Pendekatan partisipasi dan
per orang sekaligus menghitung potensi pemberdayaan masyarakat setempat
ekonomi yang dimiliki. Namun, potensi pengembangan ekowisata, harus mampu
ekonomi yang dimiliki saat ini mengalami menghasilkan model partisipasi masyarakat,
penurunan jumlah pendapatan yang serta mempertimbangkan manfaat untuk
diakibatkan beberapa faktor yaitu, bencana melestarikan alam dan lingkungannya serta
badai seroja yang terjadi pada tahun 2021 keseimbangan budaya yang pada gilirannya
dan pandemi COVID-19 yang sampai saat secara menyeluruh pada tingkat lokal,
ini belum terselesaikan. regional, nasional dan internasional,
Selain daripada itu, banyak termasuk masyarakat penduduk asli. Selain
kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan itu, Wisatawan dituntut untuk tidak hanya
dari bencana dan pandemi. Kerugian yang mempunyai kesadaran lingkungan dan
timbul akibat bencana dan pandemi, kepekaan sosial budaya yang tinggi, tetapi
meliputi penurunan jumlah pendapatan yang mereka harus mampu melakukannya dalam
dihasilkan dari wisatawan, jumlah yang kegiatan wisata melalui sifat-sifat empati
seharusnya didapatkan tiap bulan adalah Rp. wisatawan, digugah untuk mengeluarkan
3.000.000,- sampai Rp. 5.000.000,- dan saat pengeluaran ekstra untuk pelestarian alam.
ini jumlah maksimal yang didapatkan per
bulan adalah Rp. 1.500.000,-. Serta rusaknya b) Strategi pengembangan / penanggulangan
beberapa fasilitas yang ada pada ekowisata Strategi pengembangan atau
tersebut. Maka dari itu perlunya perhatian penanggulangan yang perlu dilihat
dari pihak pemerintah dalam upaya pemerintah, antara lain :
pengembangan dan perbaikan terhadap -) Perlunya perbaikan serta peningkatan
kerusakan yang ada pada hutan mangrove. kualitas sarana dan prasarana seperti papan
imformasi yang masih minim serta
menambahkan fasilita di lokasi objek IV. KESIMPULAN DAN SARAN
wisaata hutan mangrove ekowisata hutan A. Kesimpulan
mangrove di kawasan pantai oesapa barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
-) Meningkatkan kualitas dan kuantitas kawasan hutan mangrove di Kelurahan
SDM yang memadai dalam hal melayani Oesapa Barat prospektif untuk
wisatawan dengan memberikan penyuluhan dikembangkan sebagai destinasi ekowisata
serta pelatihan mengenai kepariwisataan. dikerankan daya tarik wisata alam saat ini
Peningkatan promosi dan publikasi tentang berada pada kategori rendah setelah terjadi
objek wisata hutan mangrove oesapa barat bencana seroja serta pandemi COVID-19
melalui media cetak maupun media yang melanda Kota Kupang. Persepsi
elektronik. wisatawan dan masyarakat sekitar
-) Mengoptimalkan beberapa pengembangan mendukung penuh upaya pengembangan
ekowisata hutan mangrove dikawasan pantai dan pemeliharan ekowisata yang lebih baik
oesapa dengan menerapkan strategi dengan penurunan potensi nilai ekonomi
pengembangan berdasarkan hasil analisis yang diperkirakan kurang lebih sekitar Rp.
SWOT. Hal ini dapat dilakukan langsung 1.500.000 tiap bulan.
dengan partisipasi masyarakat lokal dengan
pemerintah serta usahapariwisata untuk B. Saran
pengembangan potensi wisata yang tersedia. Data hasil dari penelitian ini dapat
Atraksi pendukung yang telah tersedia perlu dijadikan sebuah pertimbangan bagi para
dikembangkan, diperlukan juga pemegang kebijakan dalam pengambilan
menambahkan atraksi pendukung lainya keputusan untuk menjaga, merawat serta
guna untuk menarik minat wisatawan. melestarikan hutan mangrove yang ada di
-) Menetapkan visi dan misi pada ekowisata Kelurahan Oesapa Barat tanpa merusak
hutan mangrove dalam setiap kegiatan lingkungan serta upaya pengembangan dan
pariwisata serta memperioritaskan penanggulangan yang perlu diperhatikan.
pengembangan pariwisata untuk bisa Pengaturan yang ketat untuk menjaga
memanfaatkan potesi-potensi wisata yang kelestarian
ada sebagai salah satu pendapatan asli bagi
masyarakat setempat.
hutan mangrove harus dilakukan dan Kawasan Delta Mahakam Kabupaten
pengaturan ini dilaksanakan oleh Pemerintah Kutai Kartanegara Kalimantan
dan masyarakat secara bersamasama. Selain Timur. Jurnal Penelitian Kehutanan
itu, diperlukan kajian lebih lanjut untuk Wallacea, 3(1), 1-12.
menyusun kebijakan pengaturan dan
pengawasan hutan mangrove agar tetap
lestari.

DAFTAR PUSTAKA

Damanik, Janianton and Weber, Helmut F.


(2006). Perencanaan Ekowisata. Dari
Teori ke Aplikasi. Pusat Studi
Pariwisata (PUSPAR) UGM dan
ANDI Press. Yogyakarta.

Mukhlisi. (2017). Potensi Pengembangan


Ekowisata Mangrove di Kampung
Tanjung Batu Kecamatan Pulau
Derawan Kabupaten Berau. Jurnal
Manusia & Lingkungan, 24(1), 23-
30.

Sagala, N., & Pellokila, I. R. (2019). Strategi


Pengembangan Ekowisata Hutan
Mangrove di Kawasan Pantai
Oesapa. Jurnal Tourism, 2(1), 47-63.

Wahyuni, Y., Putri, E. I. K., & Simanjuntak,


S. M. H. (2014). Valuasi Total
Ekonomi Hutan Mangrove di

Anda mungkin juga menyukai