Anda di halaman 1dari 27

HASIL PENELITIAN

PERTUMBUHAN BENIH IKAN HASIL HIBRIDASI IKAN NILA MERAH


DAN IKAN NILA HITAM (Oreochromis niloticus sp.)

OLEH :

LAODE ARDIANSYAH
I1A2 12 040

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KEALUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
I. PENDAHULUAAN

A. Latar Belakang

Salah satu komuditas perikanan Indonesia yang mempunyai prosfek cerah

untuk dikembangkan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) yang telah dikenal

lama, relative cepat tumbuh dan mempunyai respon yang baik terhadap

lingkungannya sehingga sangat mudah untuk dibudidayakan (Arie, 1999).

Ditinjau dari kebiasaan makannya, Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah ikan

pemakan segala (omnivora) sehingga mudah untuk diberikan pakan tambahannya.

Utuk pemeliharaan secara intensif maka dibutuhkan makanan tambahan berupa

pellet. Menurut Arie (1999) pellet yang harus diberikan mengandung protein

minimal 25%.

Ikan nila dapat dipelihara di berbagai lahan, seperti di kolam, tambak-

tambak air payau, Karamba Jaring Apung (KJA) yang berada di perairan umum

seperti waduk, danau serta di lahan sawah baik sebagai penyelang, palawija

maupun minapadi. Hal ini karena ikan nila memiliki batasan toleransi yang cukup

tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan perairan. Ikan nila yang masih

berukuran kecil pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan lingkungan,

dibandingkan dengan ikan nila yang berukuran besar (Khairuman dan Amri,

2003). Ikan nila memiliki beberapa kelebihan seperti mampu mencerna makanan

secara efisien, memiliki pertumbuhan yang cepat serta lebih resisten terhadap

penyakit, daya adaptasi luas dan toleransinya yang tinggi terhadap berbagai

kondisi lingkungan, sehingga ikan ini selain di air tawar, sangat cocok pula

dikembangkan di perairan payau (tambak), asin (laut) dengan kisaran salinitas 0–


40 ppt (Suyanto, 2009). Selain itu Nila juga memiliki daging putih yang tebal dan

kenyal, yang mirip dengan tekstur ikan kakap merah (Lovell, 1989).

Saat ini, banyak permasalahan dalam pembenihan Ikan Nila yang

terkendala kepada mutu induk dan juga benih yang dihasilkan. Benih adalah

komponen penting dalam kegiatan budidaya (Purbomartono et al,. 2010). Benih

dan induk yang unggul akan meningkatkan keberhasilan dalam budidaya,

karenanya berbagai upaya peningkatan mutu perlu terus dilakukan guna

peningkatan efisiensi dan produktivitas budidaya yang memiliki daya saing yang

tinggi. Salah satu upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas dalam budidaya

adalah kegiatan pemuliaan ikan

Hibridisasi merupakan salah satu teknik rekayasa genom yang dapat

dilaksanakan sebagai aplikasi bioteknologi dalam kegiatan seleksi. Dengan

hibridisasi dapat dihasilkan strain baru yang memiliki keunggulan dibandingkan

dengan tetuanya dalam hal peningkatan kecepatan pertumbuhan, ketahanan hidup,

dan rasio seks, serta penampilan warna (Said, 2011). Ikan Nila hasil hibridisasi di

Indonesia sudah cukup banyak strain yang dihasilkan salah satunya adalah nila

merah dengan Nilasa Cangkringan.

Dengan melihat karakteristik reproduksi hasil hibridisasikan diketahui

performa benih yang akan dihasilkan apakah layak untuk dikembangkan atau

tidak sehingga perlu untuk di lakukan penelitian mengenai hibridasi ikan nila

merah dan ikan nila hitam untuk menghasilkan benih dengan pertumbuhan,

kelangsungan hidup dan performa benih. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat
memberikan informasi kepada pembudidaya guna meningkatkan kualitas produksi

yang baik.

B. Rumusan Masalah

Penyebaran ikan nila yang pesat akhir-akhir ini menyebabkan kualitasnya

tidak terkontrol dan cenderung menurun. Hal ini diduga karena banyak terjadi

silang dalam (inbreeding) di dalam usaha budidaya yang meliputi perbenihan dan

pembesaran, salah satu cara untuk meningkatkan kualitas ikan nila dengan cara

hidridisasi. Hibridisasi merupakan salah satu jalan untuk mempertinggi produksi

dan dapat juga menghasilkan keturunan atau strain baru, menghasilkan produk

yang seragam, serta populasi monosek. Namun kendala yang sering di hadapi saat

ini karena masih kurangnya informasi mengenai hibridasi ikan nila merah dan

ikan nila hitam, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai hibridasi induk

ikan nila merah dan ikan nila hitam untuk menghasilkan benih dengan

pertumbuhan, kelangsungan hidup dan performa benih .

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hasil dari hibridasi induk ikan

nila merah dan ikan nila hitam untuk menghasilkan benih dengan pertumbuhan,

kelangsungan hidup dan performa benih.

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai salah satu informasi terkait

hibridasi induk ikan nila merah dan ikan nila hitam untuk menghasilkan benih

dengan pertumbuhan, kelangsungan hidup dan performa benih untuk bahan

pertimbangan serta referensi untuk penelitian selanjutnya.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi ikan nila merah (O. niloticus )

Klasifikasi ikan nila merah menurut Trewavas (1982) dalam Suyanto

(2003) sebagai berikut :

Kingdom: Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Klass : Osteichthyes
Subkelas : Acanthoptherygii
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies: O. niloticus

Gambar 1. Ikan Nila Merah (O. niloticus)


Sumber: (Rukmana, 2001)
B. Klasifikasi ikan nila hitam (O. niloticus bleker)

Klasifikasi ikan nila hitam (O. niloticis bleker) Menurut Saanin (1984)

sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Subkelas : Acanthopterygiiorphi
Subordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : O. niloticis bleker

Gambar 2. Ikan nila hitam (O. niloticus bleker)

C. Morfologi Ikan Nila

Berdasarkan morfologinya, ikan Nila umumnya memiliki bentuk tubuh

panjang dan ramping, dengan sisik berukuran besar. Matanya besar, menonjol,

dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (linea literalis) terputus dibagian

tengah badan kemudian berlanjut, tetapi letaknya lebih ke ;bawah dari pada letak

garis yang memanjang di atas sirip dada. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip

dubur mempunyai jari-jari keras dan tajam seperti duri. Sirip punggungnya

berwarna hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam. Bagian pinggir sirip

punggung berwarna abu-abu atau hitam. Ikan Nila memiliki lima sirip, yaitu sirip
punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut (venteral fin), sirip

anus (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggung memanjang, dari

bagian atas tutup insang hingga bagian atas sirip ekor. Ada sepasang sirip dada

dan sirip perut yang berukuran kecil. Sirip anus hanya satu buah dan berbentuk

agak panjang. Sementara itu, sirip ekornya berbentuk berbentuk bulat dan hanya

berjumlah satu buah (Amri & Khairuman, 2002: 17-18).

D. Kebiasaan hidup

Secara alami, ikan Nila bisa berpijah sepanjang tahun di daerah tropis.

Frekuensi pemijahan yang terbanyak terjadi pada musim hujan. Di alamnya, ikan

nila bisa berpijah 6-7 kali dalam setahun. Berarti, rata-rata setiap dua bulan sekali,

ikan Nila akan berkembang biak. Ikan ini mencapai stadium dewasa pada umur 4-

5 bulan dengan bobot sekitar 250 gram. Masa pemijahan produktif adalah ketika

induk berumur 1,5-2 tahun dengan bobot di atas 500 gram/ekor. Seekor ikan Nila

betina dengan berat sekitar 800 gram menghasilkan larva sebanyak 1.200 – 1.500

ekor pada setiap pemijahan.

Sebelum memijah, ikan Nila jantan selalu membuat sarang berupa lekukan

berbentuk bulat di dasar perairan. Diameter lekukan setara dengan ukuran ikan

Nila jantan. Sarang itu merupakan daerah teritorial ikan Nila jantan. Ketika masa

birahi, ikan Nila jantan kelihatan tegar dengan warna cerah dan secara agresif

mempertahankan daerah terotorialnya tersebut. Sarang tersebut berfungsi sebagai

tempat pemijahan dan pembuahan telur. Proses pemijahan ikan Nila berlangsung

sangat cepat. Telur ikan Nila berdiameter kurang lebih 2,8 mm, berwarna abu-abu,

kadang-kadang berwarna kuning, tidak lengket, dan tenggelam di dasar perairan.


Telur-telur yang telah dibuahi dierami di dalam mulut induk betina kemudian

menetas setelah 4-5 hari. Telur yang sudah menetas disebut larva. Panjang larva

4-5 mm. Larva yang sudah menetas diasuh oleh induk betina hingga mencapai

umur 11 hari dan berukuran 8 mm. Larva yang sudah tidak diasuh oleh induknya

akan berenang secara bergerombol di bagian perairan yang dangkal atau di pinggir

kolam (Amri & Khairuman, 2002: 20-21).

E. Reproduksi Ikan Nila

Ikan nila merupakan spesies yang kematangan seksnya bergan-tung pada

umur, ukuran, dan kondisi lingkungan; dan pada umumnya cenderung lebih cepat

meng-alami kematangan seks sebelum ukurannya mencapai ukuran pasar (Charo-

Karisa et al., 2006).

Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunanya

sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Tidak setiap

individu mampu menghasilkan keturunan, tetapi setidaknya reproduksi akan

berlangsung pada sebagian besar individu yang hidup dipermukaan bumi ini.

Kegiatan reproduksi pada setiap jenis hewan air berbeda-beda, tergantung kondisi

lingkungan. Ada yang berlangsung setiap musim atau kondisi tertentu setiap

tahun(Yushinta Fujaya, 2004: 151).

Reproduksi ikan nila mulai terhambat pada suhu kurang dari 20 oC, dan

produksi benih mengalami penurunan pada suhu di bawah 24 oC (Charo-Karisa et

al., 2006; Yadav, 2006).


Berdasarkan alat kelaminnya, ikan Nila jantan memiliki ukuran sisik yang

lebih besar daripada ikan Nila betina. Alat kelamin ikan Nila jantan berupa

tonjolan agak runcing yang berfungsi sebagai muara urin dan saluran sperma yang

terletak di depan anus. Jika diurut, perut ikan Nila jantan akan mengeluarkan

cairan bening (cairan sperma) terutama pada saat musim pemijahan. Sementara

itu, ikan Nila betina mempunyai lubang genital terpisah dengan lubang saluran

urin yang terletak di depan anus. Bentuk hidung dan rahang belakang ikan Nila

jantan melebar dan berwarna biru muda. Pada ikan betina, bentuk hidung dan

rahang belakang agak lancip dan berwarna kuning terang. Sirip punggung dan

sirip ekor ikan Nila jantan berupa garis putus-putus. Sementara itu, pada ikan Nila

betina, garisnya berlanjut (tidak putus) dan melingkar (Amri & Khairuman, 2002:

19). Pernyataan Lemarie (2001), yang berpendapat bahwa peningkatan

heterozigositas pada perkawinan beda kerabat diduga dapat menghasilkan

perbaikan dan peningkatan kelangsungan hidup. Selain faktor gen dari induk nya,

faktor lingkungan sangat menpengaruhi pertumbuhan larva ketika menetas dari

telur.

Gambar 2 : Perbedaan alat kelamin Nila jantan (kiri) dan Nila betina (kanan)
(Sumber : Suyanto, 1993: 12)
F. Pertumbuhan ikan nila

Menurut Wahyuningsih dan Barus (2006), pertumbuhan dapat

didefinisikan sebagai pertumbuhan ukuran berupa panjang dan berat pada waktu

tertentu atau perubahan kalori yang tersimpan menjadi jaringan somatik dan

reproduksi. Pada proses pertumbuhan laju anabolisme akan melebihi laju

katabolisme. Menurut Effendie (2002), pertumbuhan merupakan proses biologis

yang kompleks yang akan dipengaruhi berbagai faktor dimana pertumbuhan akan

menunjukkan adanya pertambahan panjang, berat dalam suatu satuan waktu. Ikan

nila memiliki ketahanan yang tinggi terhadap penyakit, tahan terhadap lingkungan

air yang kurang baik. Kelangsungan hidup ikan dapat dilakukan dengan cara

yaitu: pemilihan pakan/pelet jenis terapung dan Pemberian pakan menyebar, tidak

terkonsentrasi pada area tertentu (Suyanto, 2004).

Pertumbuhan bobot jantan lebih tinggi daripada betina, menurut Aryanto et

all., (2010), bahwa perbedaan pertumbuhan bobot tersebut dipengaruhi oleh

karakteristik organ reproduksi. Kematangan gonad pada ikan betina berlangsung

lama dibandingkan jantan sehingga energi yang dihasilkan oleh metabolisme tidak

hanya digunakan untuk pertumbuhan saja, akan tetapi untuk pematangan gonad.

Menurut Huet (1972) dalam Gustiano (2008), menyatakan bahwa

pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor internal

yang meliputi umur, genetis, kemampuan memanfaatkan pakan, dan kemampuan

daya tahan tubuh terhadap penyakit, sedangkan faktor eksternal meliputi kualitas

air, pakan, dan ruang gerak.


G.Pakan ikan nila

Pakan sebagai sumber energi untuk tumbuh merupakan komponen biaya produksi

yang jumlahnya paling besar yaitu 40-89% (Afrianto dan Evi, 2005). Selain itu, pakan

komersil memiliki kandungan protein sekitar 26-30%, sehingga jika manajemen

pemberian pakan kurang baik maka dapat menyebabkan akumulasi amonia yang

mempercepat penurunan kualitas air (Stickney, 2005 dalam Rohmana, 2009)

Pakan yang dimakan ikan berasal alam (disebut pakan alami) dan dari

buatan manusia (disebut pakan buatan). Dalam praktiknya, pakan alami sudah

terdapat secara alami dalam perairan kolam tempat pemeliharan ikan. Pakan alami

sangat bagus diberikan pada ikan yang masih dalam stadia benih. Sedangkan

pakan buatan diramu dari beberapa bahan baku yang memiliki kandungan nutrisi

spesifik. Bahan baku diolah secara sederhana atau diolah di pabrik secara masal

dan menghasilkan pakan buatan berbentuk pellet, tepung, remeh atau crumble dan

pasta (Sutanmuda, 2008).

Menurut Sutisna dan Sutarmanto (1999), Ketersediaan pakan alami

merupakan faktor pembatas bagi kehidupan benih ikan di kolam. Di dalam unit

pembenihan, jasad pakan harus dipasok secara kontinyu. Keistimewaan pakan

alami bila dibandingkan dengan pakan buatan adalah kelebihan pemberian pakan

alami sampai batas tertentu tidak menyebabkan penurunan kualitas air. Selain

makanan alami yang tersedia di kolam, diberikan juga makanan tambahan pakan

(pelet) dengan kandungan protein minimal 25%, dengan frekuensi pemberian

pakan 2 – 3 kali sehari yaitu : pagi, siang dan sore hari. Jumlah pakan yang

diberikan 3% dari berat biomas ikan perhari.


Kualitas pakan baik secara fisik, kimia dan biologi sangat menentukan

peforma pakan. Kualitas tersebut antara lain bentuk pakan, respon ikan terhadap

aroma, rasa dan tekstur pakan sehingga pakan itu bisa diterima oleh ikan,

kecernaaan, dan ketersediaan nutrien serta energi dalam pakan (Sunarno dan

widiyati, 2010). Ikan–ikan omnivora seperti ikan nila (Oreochromis niloticus)

yang berukuran juvenil membutuhkan protein 35%.


III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan di laksanakan selama satu bulan (45) hari dari bulan

September - Oktober, 2018, bertempat di Laboratorium Produksi Fakultas

Perikanan dan Ilmu kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada

Tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian

No. Alat Dan Bahan Satuan Kegunaan


1 Alat -
-Akuarium 20x30 - Wadah Penelitian
-Aerasi - Oksigen
-Selang -
-Ember - Wadah
-Timbangan -
2 Bahan
-Ikan Nila Hitam 20 ekor Hewan Uji
-Ikan Nila merah 20 ekor Hewan Uji
-Pellet - Pakan uji

C.Prosedur Penelitian

1. Persiapan Wadah

Akuarium dengan diameter 20 x 30 cm dicuci dengan air sampai

bersih,Kemudian akuarium di isiskan air, Setiap akuarium diisi air sebanyak 40

liter’setelah itu diberi selang aerasi.

2. Ikan uji
Ikan nila ditimbang dengan timbangan digital untuk mengetahui berat awal.

Ikan kemudian diaklimatisasi selama 10 hari, diantaranya dipuasakan terlebih

dahulu selama 5 hari kemudian 3 hari pemberian pakan perlakuan kemudian

dipuasakan kembali selama 2 hari.

3. Pemeliharaan ikan uji

Pemeliharaan benih ikan uji dilakukan selama 45 hari dan disamping setiap

minggu sekali,ikan uji yang mati pada minggu pertama penelitianakan diganti

dengan ikan uji yang baru dengan berat yang sama. Pemberian pakan sebanyak

15% hari dari berat biomassa, Pakan diberikan dengan frekuensi 2 kali sehari yatu

pukul 08 : 00 dan 16 : 00 WIB. Permberian pakan pada sore hari 60% sedangkan

pada pagi hari 49% dari 15% hari bobot biomassa. Penyimpanan fase dan sisa

pakan dilakukan setiap hari seteleha pemberian pakan setiap 2 jam sekali.

4. Proses menghasilkan benih

Proses menghasilkan benih terdiri dari beberapa tahap yakni tahap

persiapan, pemberokan, pemijahan, pemanenan dan penetasan telur, pemeliharaan

larva, dan pendederan I. Persiapan dilakukan dengan wadah pemeliharaan berupa

kolam, media air dan ikan yang akan digunakan. Pemberokan dilakukan dengan

memasukkan induk ikan nila hitam dan ikan nila merah yang telah diseleksi ke

dalam kolam pemberokan selama ± 1 bulan. Pemijahan induk ikan nila hitam dan

ikan nila merah dilakukan selama ± 14 hari. Induk jantan dan betina ikan nila

hitam dan ikan nila merah dimasukkan ke dalam kolam pemijahan dengan

perbandingan jantan dan betina yaitu 1:1 yakni 1 ekor ikan nila jantan dan 1 ekor

ikan nila betina dari ikan nila hitam dan ikan nila merah. Pemanenan telur yang
dilakukan dengan cara induk betina ikan nila hitam maupun ikan nila merah

ditangkap kemudian diambil telur yang masih dierami di dalam mulut. Telur yang

menetas menjadi larva kuning telur kemudian dipindahkan ke bak fiber untuk

pemeliharaan. Larva kuning telur yang telah dipindahkan diambil 10 sampel

kemudian diukur bobot dan panjangnya, 4-5 hari kemudian larva tersebut telah

menjadi larva lepas kuning telur kemudian diambil 10 sampel dan diukur kembali

bobot dan panjangnya dan dipelihara di kolam pemeliharaan yang sebelumnya

digunakan sebagai kolam pemijahan. Pemeliharan larva lepas kuning telur di

kolam selama 1 bulan atau pendederan 1 hingga menjadi benih.

D.Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan 2 perlakuan dan 5 kali ulangan sebagai berikut

Perlakuan A : Nila merah ♂ >< Nila hitam betina ♀

Perlakuan B : Nila merah ♀ >< Nila hitam ♂

E.Parameter yang diamati

Parameter yg di amati selam penelitian pertumbuhan berat mutlak,

pertambahan panjang mutlak, laju pertumbuhan spesifik (SGR) serta tingkat

kelangsungan hidup. Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan, pengambilan data

dilakukan 2 kali selama penelitian. pengambilan sampel ikan sebanyak 100% dari

jumlah populasi pada masing-masing perlakuan. Kegiatan ini dilakukan sebelum

pemberian pakan pada ikan. Ikan diambil menggunakan saringan (tanggok kecil)

secara perlahan kemudian ditempatkan dalam baskom yang telah di isi air.

Selanjutnya,ikan di timbang dengan timbangan analitik dan panjang tubuh ikan

diukur dengan menggunakan penggaris satu persatu.


Pengamatan jumlah ikan dilakukan setiap hari sehingga dapat diketahui

jumlah ikan yang mati dan jumlah ikan yang masih hidup.untuk menghitung

parameter penelitian yang meliputi pertambahan berat mutlak, pertambahan

panjang mutlak, laju pertumbuhan spesifik (SGR), tingkat kelangsungan hidup,

serta faktor fisika-kimia air.

1. Pertumbuhan Berat Mutlak

Pertumbuhan berat mutlak dihitung dengan rumus Effendie (1997):


Wm = Wt – Wo
Keterangan:

Wm = Pertumbuhan berat mutlak (gram),


Wt = Berat biomassa pada akhir penelitian (gram),
Wo = Berat biomassa pada awal penelitian (gram).

2. Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR)


Laju pertumbuhan spesifik merupakan % dari selisih berat akhir dan berat

awal, dibagi dengan lamanya waktu pemeliharaan. Menurut Zenneveld et al.,

(1991), rumus perhitungan laju pertumbuhan spesifik adalah :

SGR=lnWt-lnWo x 100
T

Keterangan:

SGR = Laju pertumbuhan spesifik (%/hari)


Wo = Berat rata-rata benih pada awal penelitian (g)
Wt = Berat rata-rata benih pada hari ke-t (g)
T = Lama pemeliharaan (hari)

3. Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup (SR) adalah tingkat perbandingan jumlah ikan yang

hidup dari awal hingga akhir penelitian. Kelangsungan hidup dapat dihitung

dengan rumus (Muchlisin et al., 2016):

SR=No – Nt x 100
No

Keterangan:

SR = Kelangsungan hidup (%), Nt = Jumlah ikan di akhir penelitian

(ekor), No = Jumlah ikan awal penelitian (ekor

F. Pengukuran Fisika-Kimia Air

Pengukuran fisika-kimia air perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh

pemuasaan terhadap kondisi fisika-kimia air media pemeliharaan. Fisika-kimia air

yang diukur yaitu suhu, DO, pH, serta amonia. Pengukuran amonia dilakukan

pada awal dan akhir pemeliharan serta setiap sebelum dan sesudah penyiponan,

pH dan DO diukur setiap tujuh hari sekali, dan suhu diukur setiap hari.

G. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji T unuk memudahkan

dalam menganalisis maka di gunakan software statistik ( SPSS 16,00 ) dengan

taraf kepercayaan 95%.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Pertumbuhan Mutlak (PM)

Hasil rata-rata pengamatan pertumbuhan mutlak pada benih ikan nila (O.

niloticus)

25

20
Pertumbuhan Mutlak (g)

15

10

0
A B
Perlakuan

Gambar 4. Pertumbuhan mutlak benih Ikan nila Perlakuan A (Jantan hitam, betina
merah) dan perlakuan B (Jantan merah betina hitam).
Gambar 4 diatas menunjukan, bahwa nilai rata-rata pertumbuhan mutlak

benih ikan nila tertinggi pada perlakuan A (Jantan hitam, betina merah) yaitu

sebesar 17,85 gram, dan disusul oleh perlakuan B (jantan merah, betina hitam)

yaitu sebesar 9,55 gram.

Hasil analisa ragam menunjukan bahwa, perlakuan tidak memberi

pengaruh nyata terhadap pertumbuhan (P>0,05).


2. Laju pertumbuhan spesifik

Hasil rata-rata laju pertumbuhan spesifik pada benih ikan nila (O.

niloticus)

0.0030 0.0026
Laju Pertumbuhan Spesifik (%/hari)

0.0025 0.0020

0.0020

0.0015

0.0010

0.0005

0.0000
A B
Perlakuan

Gambar 5. Laju Pertumbuhan spesifik benih Ikan nila Perlakuan A (Jantan hitam,
betina merah) dan perlakuan B (Jantan merah betina hitam).
Gambar 5 diatas menunjukan, bahwa nilai rata-rata laju pertumbuhan

spesifik benih ikan nila tertinggi pada perlakuan A (Jantan hitam, betina merah)

yaitu sebesar 0,0026 %, dan disusul oleh perlakuan B (jantan merah, betina hitam)

yaitu sebesar 0,0020 %.

Hasil analisa ragam menunjukan bahwa, perlakuan tidak memberi

pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan (P>0,05).


3. Kelangsungan hidup

Hasil rata-rata tingkat kelangsungan hidup benih ikan nila (O. niloticus)

120

100
Kelangsungan Hidup

80

60

40

20

0
A B
Perlakuan

Gambar 6. Kelangsungan hidup benih Ikan nila Perlakuan A (Jantan hitam, betina
merah) dan perlakuan B (Jantan merah betina hitam).
Gambar 6 diatas menunjukan, bahwa nilai rata-rata kelangsungan hidup

benih ikan nila tertinggi pada perlakuan A (Jantan hitam, betina merah) yaitu

sebesar 0,26 gram, dan disusul oleh perlakuan B (jantan merah, betina hitam)

yaitu sebesar 0,20 gram.

Hasil analisa ragam menunjukan bahwa, perlakuan tidak memberi

pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup (P>0,05).


B. Pembahasan

Pertumbuhan menjadi salah satu factor yang menjadi indikator

keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Ikan yang dipelihara dengan nisbah

kelamin berbeda mempunyai pertumbuhan yang meningkat setiap bulannya.

Pertambahan bobot pada dua perlakuan memiliki nilai yang relative sama.

Berdasarkan hasil pada Gambar 4 benih ikan nila yang dipelihara dengan

perlakuan jantan hitam dan betina merah memiliki pertumbuhan yang relatif

tinggi dibandingkan dengan perlakuan jantan merah dan betina hitam. Akhir

pemeliharaan, benih ikan nila pada perlakuan A mempunyai berat tubuh yang

lebih tinggi tinggi 46,5% dibandingkan perlakuan yang lain. Hal ini terlihat dari

bertambahnya berat ikan selama pemeliharaan, seiring bertambahnya waktu.

Berdasarkan data pertumbuhan terlihat bahwa berat benih ikan nila selama

60 hari pemeliharaan memiliki perbedaan. Nilai pertumbuhan yang tertinggi

ditunjukan pada perlakuan A (jantan hitam dan betina merah) sedangkan nilai

pertumbuhan terendah pada perlakuan B (Jantan merah dan betina hitam).

Berdasarkan hasil uji statistik pada nilai pertumbuhan berat, perlakuan A

mempunyai nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap perlakuan B. Hal ini

diasumsikan karena perbedaan warna kulit pada jenis kelamin ikan tidak

memberikan pengaruh terhadap pertumbuahan melainkan jenis kelamin.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Robisalmi dkk, 2017) bahwa ikan

nila jantan cenderung aktif dalam merespon pakan dibandingkan ikan nila betina

sehingg memelihara ikan nila dengan perlakuan kelamin tunggal jantan

mempunyai performa lebih baik dibandingkan sebaliknya. Mair & Little (1991)
melaporkan bahwa ikan nila yang dipelihara secara monoseks mempunyai

pertumbuhan yang lebih cepat 10% dibanding pemeliharaan campuran (jantan dan

betina) baik pada kolam maupun keramba jaring. Ditambahkan Effendie (1995),

salah satu faktor yang memengaruhi pertumbuhan antara lain keturunan, seks, dan

umur yang umumnya sulit untuk dikontrol. Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa

pemeliharaan ikan nila campuran jantan betina memiliki pertumbuhan yang

relative sama berdasarkan uji statistik. Hal ini diasumsikan karena energi yang

dihasilkan dari pakan pada ikan jantan bisa sepenuhnya dimanfaatkan untuk

pertumbuhan sedangkan pada ikan betina sebagian energy dari pakan selain

untuk tumbuh digunakan untuk reproduksi, perkembangan gonad, dan produksi

telur. Selain itu diketahui pula banyak ikan betina yang sudah matang gonad yang

ditunjukkan dengan organ kelamin yang bewarna merah dan adanya telur bewarna

kuning yang keluar dari organ reproduksi ketika dilakukan pengurutan serta

adanya sejumlah telur yang dierami oleh induk betina. Ditambahkan oleh Popma

& Masser (1999), secara biologis laju pertumbuhan ikan nila jantan lebih cepat

karena tidak mempersiapkan pembentukan kuning telur, vitelogenesis,

pematangan telur dibandingkan dengan ikan nila betina. Selain itu pertumbuhan

tilapia dipengaruhi oleh jenis kelamin ikan yang bergantung pula pada suhu

lingkungan (Baroiller et al. 1995).

Nilai laju pertumbuhan spesifik ikan nila pada perlakuan A (jantan hitam

dan betina merah) yakni 0,0026% lebih tinggi jika dibandingkan dengan

perlakuan B (Jantan merah dan betina hitam) yakni 0,0020%. Berdasarkan hasil

uji statistik perlakuan A menunjukan pengaruh yang tidak nyata terhadap


perlakuan B (P>0,05) bila dibandingkan dengan penelitian Dan & Little (2000)

yang melaporkan bahwa ikan nila monoseks jantan mempunyai nilai laju

pertumbuhan tertinggi dibandingkan populasi nila campuran dengan nilai laju

pertumbuhan spesifik yaitu 0,023%. Perbedaan pertumbuhan ini terjadi karena

adanya persaingan dalam mencari pakan. Tingkah laku ikan dalam mencari makan

merupakan salah satu bentuk tingkah laku sosial. Menurut Krause & Ruxton

(2002), tingkah laku social merupakan fenomena yang umum terjadi terutama

pada hewan vertebrata contohnya ikan untuk mencari makan, menghindari

predator dan memelihara tubuh.

Nilai kelangsungan hidup ikan nila selama pemeliharan tinggi mencapai

100%. Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa ikan nila yang dipelihara

dengan perbedaan warna tidak memengaruhi nilai kelangsungan hidup. Hasil ini

sesuai dengan laporan Hernandez et al. (2014) yang menyatakan bahwa sintasan

populasi ikan nila monoseks dan campuran berkisar dari 98-99%. Hasil penelitian

lainnya melaporkan sintasan ikan nila populasi monoseks dan campuran yang

dipelihara di kolam mempunyai sintasan berkisar dari 65-86% sedangkan pada

keramba 94% (Diana et al. 1994), sedangkan Kohinoor et al.(2007) melaporkan

sintasan ikan nila monosek jantan berkisar dari 79-92%.


V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemeliharan benih ikan nila hasil hibridisasi selama 45 hari jantan merah

dan betina hitam mempunyai performa pertumbuhan dan laju pertumbuhan

spesifik yang lebih baik dibandingkan jantan hitam betina merah.

B. Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai fertilisasi,penetasan dan

morfologi larva hasil hibridasi ikan nila merah dan ikan nila hitam (Oreochromus

niloticus sp.)
DAFTAR PUSTAKA

Amri, K. dan Khairuman, 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia
Pustaka, Depok. 75 hlm.
Arie, U. 1999. Pembenihan dan Pembesaran Ikan Nila Gift. Penebar Swadaya.
Jakarta. 128 hal.
Charo-Karisa H, Komen H, Rezk MA, Ponzoni RW, van Arendonk JAM,
Bovenhuis H. 2006. Heritability estimates and response to selection for
growth of Nile tilapia (Oreo-chromis niloticus) in low-input earthen
ponds. Aquaculture, 261(2):479-486.

Effendi, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.

Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.


163 hlm.

Fujaya, Yushinta . 2004. Fisiologis Dasar Pengembangan Teknik Perikanan.


Jakarta: Rineka Cipta.

Gustiano, R., O.Z. Arifin, dan E.Nugroho. 2008. Perbaikan Pertumbuhan ikan nila
(Oreochromis niloticus) Dengan Seleksi Famili. Media Akuakultur, 3(2):
8 hlm.

Khairuman dan Amri. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. PT Agromedia


Pustaka. Depok. 83 hlm.

Lemarie G. 2001. A Simple Test to Evaluate the Salinity Tolerance of


Oreochromis niloticus, Saotherodon melanotheron and Their Hybrids.
IFREMER, Palavas. 158 hlm.

Lovell, T. 1988. Nutrition and Feeding of Fish. Auburn University. New York.
ISBN 0-442-25927-1. hal. 19.

Purbomartono, C., M. Isnaetin, dan Suwarsito. 2010. Ektoparasit pada Benih Ikan
Gurami (Osphronemus gouramy, Lac) di Unit Penelitian Rakyat Beji dan
Sidabowa. Kabupaten Banyumas
Rukmana, H, R. 1997. Ikan Nila Budidaya dan Prospek Agribisnis. Kanisius.
Yogyakarta. 90 hlm.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Binacipta. Jakarta


Said, S. Djamhuriyah. 2011. Uji Kemampuan Intergenus dan Interspesies Ikan
Pelangi. LIMNOTEK.18 (1) : 48-57.
Suyanto, S.R 1987. Petunjuk praktis budidaya ikan lele afrika (Clarias
gariepinus). Ditjen perikanan bekerjasama dengan International
Development Research Centre. Jakarta. 129 hal.Int.
Suyanto. R. 2004. Nila. PT. Penebar Swadaya. Jakarta
Sutisna dan Sutarmanto. 1999. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kasinius. Jakarta.
.Yadav CNR. 2006. Tilapia - an introduction and prospect of its culture in Nepal.
Our Na-ture, 4:107-110.
Effendie, M.I. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta
Muchlisin, Z.A., A.A. Arisa, A.A. Muhammadar, N. Fadli, I.I Arisa dan M.N.
Siti-Azizah. 2016. Growth performance and feed utilization of keureling
(Tor tambra) fingerlings fed a formulated diet with different doses of
vitamin E (alpha-tocopherol). Archives of Polish Fisheries, 23: 47–52.

Anda mungkin juga menyukai