Anda di halaman 1dari 13

Sistem Teknologi Akuakultur

Jaring Apung

Disusun oleh :
Zenia Aulia Nengsih 205080407113030
Syifa Amelia (205080401113020)
Ridlo Ardian (205080407113020)
Arden Iqbal Prasetya ( 205080400113012 )

SOSIAL EKONOMI PERIKANAN B


Dosen : Defrian Marza Srisandi S.Pi. M.P

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA PSDKU KEDIRI


2020
Daftar Isi
Daftar isi.........................................…....................................................................2

BAB I ....................................................................................................................3
PENDAHULUAN ................................................................................................3
1.1 Latar belakang ................................…........................................................…3
1.2 Tujuan..........................................................................................................…3

BAB II....................................................................................................................3
2.1Kerambah Jaring Apung (KJA)………………………………………………………….3
2.2Pengertian Kerambah Jaring Apung (KJA)………………………………….4

BAB III .........................................................…..............................…....................5


3.1 Proses Pembuatan Keramba Jaring Apung …………………………………..5,6&7
3.2 Pemilihan Lokasi Budidaya Ikan di Keramba Jaring Apung …………………7&8
3.3 Proses Budidaya Ikan di Keramba Jaring Apung …………………………… 8,9&10
3.4 Kelebihan dan Kekurangan Keramba Jaring Apung …………………………10&11.

BAB IV……………………………………………………………………………12.
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………………12
4.2Saran……………………………………………………………………………12
Daftar pustaka .................................….....................................................................13

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pemenuhan kebutuhan protein hewani dapat diperoleh dari hewan/ternak di daratan maupun
protein hewani yang berasal dari perairan. .Selama ini, pemenuhan kebutuhan terhadap
protein asal ikan berasal dari usaha penangkapan di alam. Sebagaimana diketahui,
penangkapan yang dilakukan secara terus menerus akan berdampak terhadap terancamnya
kelestarian sumberdaya ikan. Salah satu upaya alternatif yang dapat dilakukan untuk
menekan upaya penangkapan dan memenuhi kebutuhan protein asal ikan adalah melalui
upaya budidaya. Dalam budidaya ikan, kita bisa melakukannya dalam beberapa media, salah
satunya adalah sistem Keramba Jaring Apung (KJA). Budidaya ikan keramba jaring apung
bisa dilakukan baik di sungai yang dalam, danau, di atas kolam terpal, hingga laut. Budidaya
ikan keramba jaring apung merupakan salah satu cara budidaya pembesaran ikan yang efisien
dan efektif. Dengan luasan media yang sempit, kita bisa melipatgandakan hasil panen ikan.
Pola yang dipakai adalah mengintensifkan pola budidaya ikan tersebut, yang memang
akhirnya akan berdampak pada biaya tinggi namun bisa didapatkan keuntungan yang lebih
tinggi pula.Teknologi budidaya ikan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) telah lama
dikenal oleh masyarakat Indonesia. Budidaya dengan sistem keramba jaring apung mulai
dikembangkan di perairan pesisir dan perairan danau. 

1.2 Tujuan

Tujuan nya yak untuk menjadi pembelajaran mahasiswa mengenai budidaya ikan di keramba
jaring apung. Tujuan dari makalah ini adalah untuk mempelajari secara langsung kegiatan
keramba jaring apung untuk meningkatkan pengetahuan, motivasi dan keterampilan
mahasiswa mengenai cara budidaya ikan di keramba jaring apung, dan dapat memberikan
solusi mengenai masalah-masalah yang dihadapi pembudidaya ikan di keramba jaring apung
berdasarkan teori ilmu yang didapat mahasiswa di bangku kuliah serta sebagai bentuk
pengabdian sebuah institusi Perguruan Tinggi kepada masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerambah Jaring Apung (KJA)

3
2.2 Pengertian Kerambah Jaring Apung (KJA)

Kerambah jaring apung adalah wadah pemeliharaan ikan terbuat dari jaring yang di bentuk
segi empat atau silindris ada diapungkan dalam air permukaan menggunakan pelampung dan
kerangka kayu, bambu, atau besi, serta sistem penjangkaran. Lokasi yang dipilih bagi usaha
pemeliharaan ikan dalam KJA relatif tenang, terhindar dari badai dan mudah dijangkau.Ikan
yang dipelihara bervariasi mulai dari berbagai jenis kakap, sampai baronang, bahkan tebster).
KJA ini juga merupakan proses yang luwes untuk mengubah nelayan kecil tradisional
menjadi pengusaha agribisnis perikanan (Abdulkadir, 2010).
Kegiatan budidaya ikan sistem KJA di Danau Toba telah dilakukan oleh masyarakat sejak
tahun 1986, namun perkembangan KJA dengan pesat terjadi sejak tahun 1998 melalui
budidaya kerambah jaring apung intensif berkepadatan ikan yang tinggi (Rismawati, 2010).
Pada tahun 2006 Jumlah KJA yang beroperasi diperairan Danau Toba terdata sebanyak
5.233 unit.
Kemudian survey yang dilakukan Dinas Perikanan Provinsi Sumatera
Utara tahun 2008, di dapatkan bahwa KJA yang beroperasi di perairan Danau Toba sebanyak
7.012 unit, yang terdiri dari KJA milik PT. Aquafarm Nusantara sebanyak 1.780 unit dan
KJA milik masyarakat sebanyak 5.232 unit. Usaha budi daya ikan dengan keramba jaring
apung (KJA) sudah lama berkembang, Baik oleh masyarakat setempat maupun oleh industry
pengolahan skala internasional.
Bahkan hasilnya telah diekspor, ke AS maupun Uni Eropa, bahkan sejak lama sektor
perikanan telah mendukung kemajuan sektor pariwisata di danau yang menjadi trade mark
bagi pariwisata di Sumatera Utara.
Kerambah jaring apung merupakan salah satu metode pemeliharan ikan dalam kurungan yang
terdiri atas 4 pola dasar pemeliharan ikan, yaitu :
1. kurung tancap; bentuk kurungan ikan yang peletakannya menggunakan tiang-
tiang pancang yang ditancapkan ke dasar perairan.

2. kurungan terendam; bentuk kurungan ikan yang secara keseluruhan terendam


didalam air dan bergantung kepada pelampung / rangka apung.

3. kurungan lepas dasar ; biasanya terbuat dari kotak kayu / bambu dan diletakan
pada dasar air yang beraliran deras, dan diberi pemberat / jangkar.

4. Keramba jaring apung ; jaring kurung apung ini terikat pada suatu rangka dengan
disukung oleh pengapung-pengapung. (Nikijuluw V.P.H, 1992).

Usaha budidaya ikan air tawar dengan menggunakan teknik kerambah jaring apung (KJA)
lebih efisien dari segi biaya dari pada teknik tambak di kawasan danau atau perairan tertutup
yang sifatnya permanen dan rentan terhadap konflik kepemilikan lahan atau tanah.Selain itu
keramba jaring apung termasuk alat produksi yang fleksibel, karena bila tidak berproduksi
kerambah dapat didaratkan untuk menjaga keamanan dan pemeliharaannya.
Kerambah jaring apung merupakan bentuk / system kurungan yang banyak sekali di pakai
dan bentuk serta ukurannya bervariasi sesuai dengan tujuan penggunaannya, (Beveridge
4
1987, Christensen, 1989) di karenakan system keramba ini memiliki nilai yang ekonomis
(murah) dan merupakan cara yang sangat baik untuk menyimpan berbagai organisme air,
maka banyak sekali kegunaannya yaitu : Sebagai sarana penyimpanan sementara, Sebagai
tempat pemeliharaan pembesaran ikan - ikan konsumsi, tempat penyimpanan dan transportasi
ikan umpan, wadah organisme air untuk memonitor kualitas lingkungan, sarana pemeliharaan
untuk tujuan “Re – Stocking“ (Ahmad et al, 1991).Sejauh ini kerambah jaring apung
merupakan yang paling baik untuk budidaya ikan secara intensif dibandingkan cara lain
seperti kurung tancap (Pens), Tambak (pond), kolam (tank), ataupun kolam arus, ditinjau dari
segi- segi: pengelolaan mudah diterapkan, tingkat kualitas ikan peliharaan, pemanfaatan
sumber daya maupun nilai ekonomisnya (Nikijuluw V.P.H, 1992).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Proses Pembuatan Keramba Jaring Apung


Secara umum Keramba Jaring Apung (KJA) terdiri dari; kerangka (bingkai), pelampung,
jaring, jangkar, tali pengikat, dan pemberat.
1. Kerangka
Kerangka (bingkai) jaring terapung dapat dibuat dari bahan kayu, bambu atau besi yang
dilapisi bahan anti karat (cat besi). Memilih bahan untuk kerangka, sebaiknya disesuaikan
dengan ketersediaan bahan di lokasi budidaya dan nilai ekonomis dari bahan tersebut. Kayu
atau bambu secara ekonomis memang lebih murah dibandingkan dengan besi anti karat,
tetapi jika dilihat dari masa pakai dengan menggunakan kayu atau bambu jangka waktu (usia
teknisnya) hanya 1,5–2 tahun. Sesudah 1,5–2 tahun masa pakai, kerangka yang terbuat dari
kayu atau bambu ini sudah tidak layak pakai dan harus diganti kembali. Jika akan memakai
besi anti karat sebagai kerangka jaring pada umumnya usia ekonomis/angka waktu
pemakaiannya relatif lebih lama, yaitu antara 4–5 tahun. Pada umumnya pembudidaya ikan
KJA menggunakan bambu sebagai bahan utama pembuatan kerangka, karena selain harganya
relatif murah juga ketersediaannya di lokasi budidaya banyak. Bambu yang digunakan untuk
kerangka sebaiknya mempunyai garis tengah 5 – 7 cm di bagian pangkalnya, dan bagian
ujungnya berukuran antara 3 – 5 cm. Jenis bambu yang digunakan adalah bambu tali. Ada
juga jenis bambu gombong yang mempunyai diameter 12 -15 cm tetapi jenis bambu ini
kurang baik digunakan untuk kerangka karena cepat lapuk.
Ukuran kerangka jaring apung berkisar antara 5 m x 5 m sampai 10 m x 10 m, dengan
kedalaman antara 2 – 3 meter. Pembudidaya ikan jaring apung di Provinsi Bengkulu,
utamanya di Kabupaten Kepahiang, pada umumnya menggunakan kerangka dari bambu
dengan ukuran 7 x 7 meter, sementara keramba jaring apung (KJA) yang di Kota Bengkulu
membangun KJA dengan ukuran lebih kecil antara 3 x 3 meter dan 5 x 5 meter. Kerangka
dari jaring apung umumnya dibuat tidak hanya satu petak/kantong tetapi satu unit. Satu unit
5
jaring terapung terdiri dari beberapa petak/kolam.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Kerangka Jaring Apung


Kerangka yang digunakan untuk KJA di
Provinsi Bengkulu adalah bambu (58%),
kayu (29 %), besi (13 %).
2. Pelampung
Pelampung berfungsi untuk mengapungkan kerangka/jaring apung. Bahan yang digunakan
sebagai pelampung berupa drum (besi atau plastik) berbentuk silendris atau kotak yang
berkapasitas 200 liter, busa plastik (stryrofoam) atau fiberglass. Jenis pelampung yang
digunakan biasanya dilihat berdasarkan lama pemakaian.
Jika akan menggunakan pelampung si dari drum (besi) maka drum harus terlebih dahulu dicat
dengan menggunakan cat yang mengandung bahan anti karat. Jumlah pelampung yang akan
digunakan disesuaikan dengan besarnya kerangka jaring apung yang akan dibuat. Jaring
terapung berukuran 7 x 7 meter, dalam satu unit jaring terapung membutuhkan pelampung
antara 33 – 35 buah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.2 pelampung yang
digunakan di Bengkulu mayoritas menggunakan drum fiber karena lebih ramah lingkungan
dibandingkan dengan drum besi yang dapat menurunkan kualitas air.

Gambar 3.2 Pelampung drum fiber


3. Pengikat keramba jaring apung
Tali pengikat sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, seperti tambang plastik, kawat ukuran
5 mm. Bahan lain yang dibutuhkan adalah besi beton ukuran 8 mm atau 10 mm. Tali pengikat
ini digunakan untuk mengikat kerangka jaring terapung ke pelampung atau jaring agar
menyatu dan tidak lepas.
4. Jangkar keramba jaring apung
Jangkar berfungsi sebagai penahan jaring terapung agar rakit jaring apung tidak hanyut
6
terbawa oleh arus air dan angin yang kencang. Jangkar terbuat dari bahan batu, semen atau
besi. Pemberat diberi tali pemberat/tali jangkar yang terbuat dari tambang plastik yang
berdiameter sekitar 10 mm – 15 mm. Jumlah pemberat untuk satu unit jaring apung empat
petak/kantong adalah sebanyak 4 buah. Pemberat diikatkan pada masing-masing sudut dari
kerangka jaring apung, berat jangkar berkisar antara 50 – 75 kg. Pembudidaya ikan KJA di
Bengkulu umumnya menggunakan semen karena lebih awet dan murah.
5. Jaring keramba jaring apung
Jaring yang digunakan untuk KJA ikan di perairan umum biasanya terbuat dari bahan
polyethylene atau disebut jaring trawl. Kantong jaring apung ini mempunyai ukuran
bervariasi disesuaikan dengan jenis ikan yang dibudidayakan. Ukuran kantong jaring untuk
jenis ikan air tawar berkisar antara 3 x 3 x 3 m sampai 7 x 7 x 2,5 m. Untuk mengurangi
resiko kebocoran akibat gigitan binatang lain, biasanya kantong jaring apung dipasang
rangkap (double) yaitu kantong jaring luar dan kantong jaring dalam dengan ukuran mata
jaring (mesh size) yang berbeda. Ukuran mata jaring bagian luar biasanya lebih besar besar
dari ukuran mata jaring bagian dalam. Salah satu contohnya adalah sebagai berikut : (a)
Jaring polyethylene no. 380 D/9 dengan ukuran mata jaring (mesh size) sebesar 2 inch (5,08
cm) yang dipergunakan sebagai kantong jaring luar sedangkan (b) Jaring polyethylene no.
280 D/12 dengan ukuran mata jaring 1 inch (2,5 cm) atau 1,5 inch (3,81 cm) dipergunakan
sebagai kantong jaring dalam.
6. Pemberat keramba jaring apung
Pemberat yang digunakan biasanya terbuat dari batu atau timah yang masing-masing
beratnya antara 2–5 kg. Namun di Bengkulu pembudiidaya menggunakan batu atau semen
Fungsi pemberat ini agar jaring tetap simetris dan pemberat ini diletakkan pada setiap sudut
kantong jaring terapung. Pemberat yang digunakan pembudidaya di Provinsi Bengkulu
mayoritas cor-coran semen, namun ada beberapa yang menggunakan batu.
7. Tali/tambang keramba jaring apung
Tali/tambang yang digunakan biasanya disesuaikan dengan kondisi perairan, pada perairan
tawar adalah tali plastik yang mempunyai diameter 5–10 mm, sedangkan pada perairan laut
tali/tambang yang digunakan terbuat dari nilon atau tambang yang kuat terhadap salinitas.
Tali/tambang ini dipergunakan sebagai penahan jaring pada bagian atas dan bawah. Tali
tambang ini mempunyai istilah lain yang disebut dengan tali ris.
Panjang tali ris adalah sekeliling dari kantong jaring terapung. Misalnya, kantong jaring
terapung berukuran 7 x 7 x 2 m maka tali risnya adalah 7m x 4 = 28 m. Dengan dikalikan
empat karena kantong sisi jaring terapung adalah empat sisi. Khusus untuk tali ris pada
bagian atas sebaiknya dilebihkan 0,5 m untuk setiap sudut. Jadi tali risnya mempunyai
panjang 28 m +( 4 x 0,5 m) = 30m. Hal ini untuk memudahkan dalam melakukan aktivitas
kegiatan operasional pada saat melakukan budidaya ikan. Selain itu mesti memiliki
pembersih jaring, pengukur kualitas air (termometer, sechsi disk, kertas lakmus), peralatan
lapangan (timbangan, hapa, waring, ember, alat panen, dll), dan sampan.
3.2 Pemilihan Lokasi Budidaya Ikan di Keramba Jaring Apung
Lokasi yang cocok untuk keramba jaring apung di laut adalah:
• KJA harus ditempatkan pada lokasi yang perairannya tenang (teluk terlindung, atau antara
pulau-pulau) dengan arus air yang agak tenang/memedahi. Alur kapal harus disediakan untuk
7
operasi pemeliharaan.
• Kedalaman air pada saat surut minimal 3 meter ( idealnya , 15-30 meter). Lokasi KJA harus
mempunyai pertukaran air (arus) air yang baik, tidak terjadi pengadukan air pada kedalaman
tertentu. Kecepatan arus paling tidak 0.1 meter per detik.
• Dasar perairan sebaiknya batu berpasir. Lokasi KJA sebaiknya jauh dari padang lamun atau
karang hidup, untuk mrenghindari dampak negatif KJA pada lingkungan sekitar.
• Lingkungan sekitar harus mendukung kegiatan KJA, ruangan yang cukup untuk
pemeliharaan jaring, pakan, gudang peralatan, produk pasca panen dan tempat tambat kapal
dan semua fasilitas tersebut harus terpadu.
3.3 Proses Budidaya Ikan di Keramba Jaring Apung
1. Benih dan Padat Penebaran
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam melakukan usaha budidaya ikan
adalah masalah ketersediaan benih yang berkualitas dan berkesinambungan serta pada tebar
karena padat tebar dapat menyebabkan adanya kompetisi ikan untuk hidup.
Pengaturan padat tebar dalam suatu usaha budidaya dipengaruhi oleh faktor antara lain
ukuran benih yang ditebarkan, jenis ikan dan sistem budidaya yang ditetapkan
(Rochdianto,1985). Untuk penyediaan benih pembudidaya ikan di Desa Sungai Paku harus
membeli benih yang didatangkan dari luar daerah yaitu Bangkinang. Benih ikan yang
dibutuhkan pembudidaya tersebut harus sudah cukup umur dan ukurannya sudah memenuhi
syarat untuk dilepas supaya persentase kematian relative rendah. Ukuran benih yang
digunakan oleh pembudidaya ikan di Desa Sungai Paku bergantung jenis ikan yang di
pelihara yaitu: ikan Nila (Oreochromis niloticus), 4-5 cm, dan ikan Baung (Mystus nemurus),
5-6 cm.
Pembudidaya memasukkan benih ikan kedalam keramba pada pagi atau sore hari, hal ini
sesuai dengan pendapat Rochdianto (1995), yang menyarankan agar penebaran benih ikan
sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari pada saat hari tidak terlalu panas. Sedangkan
untuk padat tebar benih ikan pada keramba ukuran 6x6x2.5 sebanyak 3.000 ekor benih
ikan. Ukuran benih yang dibeli oleh para pembudidaya ikan Nila dengan harga ikan yaitu
Rp. 150 per ekor sedangkan untuk ikan Baung Rp.350,
2. Pakan ikan
Pakan utama yang diberikan oleh pembudidaya ikan di Desa Sungai Paku adalah pelet.
Jenis pelet yang digunakan adalah pelet 781-2 untuk ikan yang sudah besar, harga pelet Rp.
10.000 per kilogram 1 karungnya seharga Rp. 380.000, pakan ikan umur 2-3 bulan pelet
781-1 seharga Rp.390.000, sedangkan pakan ikan yang masih kecil (benih ikan) pakan FF
999, 1 karung pelet seharga Rp. 170.000. selain itu pembudidaya ikan di Desa ini
menggunakan pakan tambahan berupa: sayur-sayuran, nasi sisa makanan yang tidak habis
dimakan, sedangkan ikan Baung bisa diberi makan usus ayam. Pakan tambahan yang
diberikan pembudidaya ikan tidak memerlukan biaya yang tidak cukup tinggi, biaya yang
dikeluarkan pembudidaya ikan hanya untuk membeli usus ayam yang harganya cukup murah
yaitu Rp. 2.000 Per kilogram dan sisa- sisa sayuran 1 karung yaitu Rp. 10.000. Untuk
mengetahui jumlah dan biaya pembelian pakan oleh masing-masing pembudidaya ikan per
panen. Pemberian pakan ini dilakukan sebanyak 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan sore hari.
3. Tenaga Kerja
8
Usaha budidaya ikan di Desa Sungai Paku ini merupakan usaha rumah tangga sehingga
tenaga kerja berasal dari anggota keluarga itu sendiri. memberikan makan ikan setiap pagi,
siang dan sore harinya. Untuk pemberian pakan dengan jumlah 1 kantong keramba dalam
satu hari dibutuhkan waktu 1 jam, sedangkan untuk 2 kantong keramba dalam sehari
dibutuhkan waktu 2 jam. Dengan demikian jumlah harian orangkerja (HOK) sampai
panen 6 bulan sebanyak 180 jam untuk 1 kantong keramba dan untuk 2 kantong keramba
jumlah HOK 360 jam. Atau untuk 1 kantong 22.5 HOK dan untuk yang 2 kantong sebanyak
45 HOK. Upah pekerja 1 hari di Desa Sungai Paku Rp. 60.000. Pembudidaya memerlukan
tenaga kerja apabila waktu pemanenen ikan, upah panen tergantung hasil ikan yang dipanen,
dalam 1 kilogram ikan upah panen mendapatkan Rp. 2.50.
4. Hama Dan Penyakit
Jenis hama yang sering menganggu dalam melakukan usaha budidaya ikan dalam keramba
ini yaitu ikan buntal yang sering merusak jaring, sedangkan jenis penyakit yang sering
dijumpai yaitu adanya sejenis jamur, jamur ini yang terdapat dimata dan sirip ikan.
5. Pembesaran Ikan
Lama waktu pemeliharaan Usaha budidaya ikan dalam keramba jaring apung memerlukan
waktu yang cukup lama. Waktu pembesaran ikan Nila 5-6 bulan. begitu jaga dengan
budidaya ikan Baung lamanya waktu pemeliharaannya 5-6 bulan.
6. Ukuran ikan
Pembudidaya ikan akan memanen ikan apabila ukuran ikan sudah mencapai ukuran yang
diinginkan konsumen dan dipasarkan. Ikan siap dipanen apabila sudah mencapai ukuran atau
berat 200 gram/ekor ikan.
7. Produksi
Produksi merupakan jumlah seluruh ikan hasil budidaya yang diperoleh pembudidaya
dalam satu kali panen budidaya ikan (Kg/panen). Adapun hasil budidaya ikan setiap
panennya sebesar 400-450 Kg/panen. Dalam satu tahun pembudidaya ikan melakukan
usaha budidaya ikan 2 kali.

8. Pemanenan
Tahap pemanenan dimulai dengan mempersiapkan seluruh komponen yang diperlukan
seperti kantong plastik, karet, tabung oksigen, tangguk dan timbangan. Pemanenan dilakukan
dengan cara mempersempit daerah berenang ikan yakni dengan mengangkat dan menggulung
jaring apung kesatu sisi. Sehingga, ikan-ikan berkumpul pada satu titik dan mudah untuk
diambil dengan tangguk dan ditimbang. Kemudian, di kemas atau packing didalam kantong
plastik yang sudah dipersiapkan sesuai dengan takaran berat ikan per kantong plastik yakni
10 Kg ikan. Serta, dalam pengemasan jangan lupa ikan-ikan diberi asupan oksigen agar dapat
tetap hidup (segar) hingga ketangan konsumen. Pemanenan ikan baru dapat dilakukan apabila
ikan tersebut sudah berukuran besar.
9. Harga ikan
Pembudidaya ikan di Desa Sungai Paku menjual ikannya dalam keadaan hidup dan Segar.
Harga jual ikan Nila di pembudidaya ikan ke pedagang pengumpul adalah Rp.23.000/kg
sedangkan untuk ikan Baung sebesar Rp. 33.000/kg.
10. Pemasaran ikan
9
Pemasaran ikan yang dilakukan oleh pembudidaya ikan ini dilakukan setelah pamanenan ikan
lalu jual kepada pedagang pengumpul dengan keadaan hidup dan masih segar. Hasil budidaya
ikan di Desa Sungai Paku dipasarkan ke Desa Lipatkain, Kampar , Bangkinang dan
Kuansing.
11. Investasi
Investasi yag ditanaman terdiri dari modal tetap dan modal kerja. Investasi yang
ditanamkan oleh pembudidaya di Desa Sungai Paku berbeda-beda, hal ini tergantung
pada besarnya usaha tersebut.
12. Modal Tetap
Modal tetap merupakan sejumlah biaya yang ditanamkan untuk pembelian (pengadaan
aktiva) atau barang-barang (peralatan) yang tidak habis dalam satu kali proses produksi akan
tetapi dapat digunakan berulang kali untuk jangka waktu yang lama.
Modal tetap yang ditanamkan pembudidaya ikan Di Desa Sungai Paku terdiri dari biaya
pembuatan keramba, sarana pendukung yang terdiri dari (ember, tangguk, Keranjang dan tali)
dan Sampan.
3.4 Kelebihan dan Kekurangan Keramba Jaring Apung
 Kelebihan

1. Jenis yang mampu di Budidayakan Banyak


Acapkali dalam budidaya perlu dimulai dari proses domestikasi (penjinakkan), memahami
tingkah laku ikan, upaya pemijahan dan kemudian budidaya secara berkelanjutan. Namun
pada beberapa jenis ikan seringkali tidak dapat dilakukan proses domestikasi hingga
pemijahan karena lingkungan yang berbeda, membutuhkan perbedaan lingkungan selama
proses pemijahan, ruang yang sempit dan waktu yang lama. Misalkan saja salmon dan sidat
yang membutuhkan 2 lingkungan perairan selama proses pemijahan. Ikan Tuna juga akan
mengalami kesulitan jika dilakukan dari proses domestikasi hingga pemijahan. Meskipun
upaya tersebut senantiasa dilakukan, namun masih butuh proses yang cukup panjang. Oleh
karena itu KJA menjadi salah satu alternatif solusi untuk wadah pembesaran bagi ikan-ikan
komoditas penting yang selama ini belum terdomestikasi atau belum dapat di pijahkan.
2. Pensortiran dan Pemanenan Mudah
Budidaya yang biasa dilakukan di kolam tanah atau tambak seringkali perlu melakukan
pembuangan air. Selain itu proses pemilihan ikan juga menjadi cukup sulit. Sistem KJA
menguram=ngi kesulitan tersebut karena proses pemanenan tidak perlu melakukan
pembuangan air. Selain itu ikan yang sudah terkondisikan di dalam KJA dapat langsung di
angkat dan di sortir sesuai kebutuhan yang diinginkan.
3. Mengurangi Tingkat Penyebaran Penyakit
Sistem KJA tak ubahnya seperti perairan pada umumnya yakni lautan terbuka atau badan
perairan umum. Hanya saja sistem ini memagari perairan yang ada dengan menggunakan
wadah karamba. Sehingga air yang ada langsung bercampur dengan perairan umum. Potensi
penyakit yang biasanya disebabkan karena kepadatan tinggi, pencemaran dari daratan dan
terbatas dalam sistem kolam tidak terpengaruh pada sistem KJA. Sehingga penyebaran
10
penyakit dapat di kurangi karena badan perairan yang luas. Baca Juga: Mengenal Jenis-jenis
Penyakit Ikan

4. Menjaga Lingkungan
Pembukaan lahan di daratan mengalami banyak kendala dan masalah. Selain dikarenakan
pertambahan jumlah penduduk yang mengharuskan pertambahan hunian baru juga daerah
layak guna untuk budidaya semakin berkurang. Selain itu pembukaan lahan juga dapat
menyebabkan kerusakan lahan yang lainnya misalnya saja lahan mangrove yang semakin
rusak, pencemaran lingkungan akibat budidaya tambak intensif yang menghasilkan limbah
namun tidak dapat mengolah limbah dengan baik dan benar dan penggunaan tambak jika
telah tercemar virus atau penyakit tidak dapat digunakan dalam waktu cepat karena proses
sterelisasi. Adanya KJA dapat mengurangi masalah-masalah tersebut.
 Kekurangan

1. Tambahan Modal Tinggi


Dikarenakan KJA memaksa pembudidaya untuk membuat rumah jaga, wadah budidaya dan
seluruh perlengkapannya di permukaan air, maka biaya yang digunakan menjadi cukup mahal
jika hanya dilakukan untuk skala kecil. Maka dari itu, biasanya peran pemerintah setempat
atau pemerintah pusat sangat dibutuhkan dalam hal ini.

2. Tambahan Pakan
Menyatunya sistem budidaya dengan perairan umum menyebabkan pakan yang digunakan
acapkali bercampur atau bahkan menyebar ke perairan umum. Bukan hanya itu, terkadang
ikan yang berada diluar KJA mendekat menuju KJA hanya untuk menghisap-hisap pakan
yang ada. Sehingga seringkali kebutuhan pakan dipasok dari pakan alami dan pakan buatan
untuk mengurangi tambahan biaya pakan.
3. Pemantauan dan Perawatan Rutin
Diawal telah disebutkan membutuhkan modal yang tinggi. Hal ini juga dikarenakan
pemantauan dan perawatan yang harus dilakukan. Bayangkan saja KJA berada di 500 meter
dari daratan. Berada ditengah lautan tentunya akan menyulitkan pembudidaya. Maka dari itu
kapal kecil digunakan untuk transportasi. Namun kebutuhan transportasi membutuhkan
tambahan biaya. Kemudian perkara mengenai perawatan rutin KJA yang tidak mudah
seringkali menyulitkan pembudidaya pemula. Jaring yang berada di tengah perairan umum
rawan rusak akibat desakan ikan yang mengira lingkungannya besar dan dapat keluar, usaha
ikan di luar KJA yang mencoba menerobos masuk KJA demi pakan yang diberikan atau
lumut dan karang lautan yang menempel di jaring-jaring KJA.
11
BAB IV

4.1 KESIMPULAN
Dari total pembahasan yang telah kami lakukan kami menyimpulkan bahwa cara budidaya
dengan menggunakan keramba jaring apung sangat intensif khususnya bagi yang ingin
mendapatkan keuntungan yang besar, namun cara budidaya ini juga memiliki kekurangan
yaitu tidak tahan lama dalam pemakaiannya.

4.2 SARAN
Disini penulis menginginkan, Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung ini agar semakin
berkembang dan maju dengan memanfaatkan segala potensi yang terkandung di daerah
tersebut dengan memperbaiki segala kekurangan yang ada serta lebih  meningkatkan kualitas
dan quantitas ikan yang dihasilkan.
12

DAFTAR PUSTAKA

BI Bengkulu, FEB Universitas Bengkulu. 2014.


https://www.bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Documents/Pola
%20Pembiayaan%20Keramba%20Jaring%20Apung%20Ikan%20Nila.pdf. Diakes pada hari
kamis, 3 Desember 2020 pukul 08.05 WIB.
RepositoryUSU.2011.http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/53883/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=F11A86F3C0070CC236EAE9E5A60F8D8A?sequence=4. Diakses
pada hari Kamis, 3 Desember 2020 pukul 20.00 WIB
Dkp Prov Jatim. 2019. https://dkp.jatimprov.go.id/index.php/2019/01/04/budidaya-ikan-
kakap-di-keramba-jaring-apung-kja/. Diakes pada hari Kamis, 3 Desember 2020 pukul 08.15
WIB.
Aquatec. 2016. https://aquatec.co.id/index.php?page=single_post&postId=68. diakses pada
hari Kamis, 3 Desember 2020 pukul 10.42 WIB.
Jurnal Asia. 2015. https://www.jurnalasia.com/bisnis/kelebihan-dan-kekurangan-keramba-
jaring-apung/. diakses pada hari Kamis, 3 Desember 2020 pukul 10.50 WIB.
kkp. 2018. https://kkp.go.id/artikel/3474-kja-offshore-membangun-industri-marikultur-
modern. diakses pada hari Kamis, 3 Desember 2020 pukul 11.10 WIB.
Kordi K. 2004. Budidaya Ikan Laut Di Karamba Jaring Apung. Penerbit Rinneka Cipta.
Jakarta.
Margono, 2004, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Rochdianto. 2000. Budidaya Ikan di Jaring Apung, Penebar Swadaya, Jakarta, 97 hal
Rochdianto, A. 2003. Budidaya Ikan Jaring Terapung. Penebar Swadaya, Jakarta. 97
Halaman, Skripsi, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau.

13

Anda mungkin juga menyukai