Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia
yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan hutan tropis dan laut
yang dimilikinya. Kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai
sumber tanaman obat, insektisida alami, minyak, makanan, dan barang-barang lainnya. Sumber daya
alam nabati terbagi menjadi 2 meliputi sumber daya alam nabati dan hewani. Dalam bidang farmasi,
tanaman dan hewan dipercayai memiliki kandungan senyawa yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
yang dapat dijadikan obat yang dapat membantu masyarakat dalam mencegah maupun mengobati
penyakit tertentu. Adapun Penarikan senyawa kimia dari tumbuhan harus dilakukan dengan cara yang
benar untuk mengoptimalkan hasil yang didapatkan dan juga agar tidak merusak ekosistem dari
tumbuhan itu sendiri. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah dengan metode ekstraksi.
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut
yang sesuai. Maserasi merupakan salah satu teknik pembuatan preparat yang digunakan untuk
melihat kenampakan sel secara utuh. Maserasi pada jaringan tumbuhan dengan cara memisahkan sel-
sel unsur jaringan pengangkut. Sel akan diisolasi dan memudahkan untuk dipelajari. Untuk
memperoleh jaringan pengangkut yang baik, preparat maserasi adalah suatu preparat yang proses
pembuatannya dengan cara pembusukan buatan (melunakkan jaringan tertentu) dengan
menggunakan cairan maserator. Proses membusuknya jaringan yang mudah hancur akan terbuang,
sementara jaringan yang tidak rusak akibat cairan maserator akan tetap bertahan dan utuh (Rachman,
A.N. & R.M. Siagian (1976). Dalam maserasi terdapat beberapa modifikasi, diantaranya adalah
maserasi bertingkat. Maserasi bertingkat adalah proses ektraksi bertahap dengan menggunakan
pelarut yang berbeda-beda kepolarannya (non-polar, semi polar, dan polar). Metode ekstraksi
bertingkat dapat menghasilkan ekstrak yang beragam, tergantung dari jenis-jenis pelarut yang
digunakan (Yang et al., 2010). Metode ekstraksi bertingkat memiliki kelebihan, yaitu hasil ekstrak
yang didapat lebih murni dibandingkan dengan maserasi parsial (Sediawan, 2000). Pada metode
ekstraksi bertingkat ini menggunakan pelarut heksana (non-polar), etil asetat (semi polar), dan etanol
(polar) (Parhusip, 2006). Penggunaan pelarut etanol yang bersifat polar bertujuan untuk mendapatkan
ekstrak polar yang mengandung senyawa antimikroba (Naufalin et al., 2005).
Sumber daya alam nabati adalah hasil alam yang berupa tanaman. Tanaman obat sudah
digunakan oleh masyarakat, sebelum ditemukan obat sintetik. Bagian tanaman yang digunakan dapat
diambil dari berbagai bagian mulai dari daun, batang, akar, rimpang, buah, maupun bunganya.
Tanaman tertentu digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat karena memiliki khasiat yang
terbukti secara empiris dan tanpa efek samping.
Tumbuhan mempunyai kandungan senyawa kimia yang kompleks dan beragam. Kandungan
senyawa tersebut dapat dikelompokkan menjadi senyawa metabolit primer dan senyawa metabolit
sekunder. Senyawa metabolit primer merupakan senyawa hasil metabolisme yang digunakan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup suatu organisme. Biasanya berupa molekul besar seperti
karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat. Sedangkan senyawa metabolit 2 sekunder merupakan
molekul kecil hasil metabolisme yang dihasilkan secara terbatas oleh organisme. Senyawa metabolit
sekunder yang dihasilkan pada tanaman sangat beragam antara tanaman satu dengan yang lain. Pada
umumnya senyawa metabolit sekunder mempunyai bioaktivitas yang spesifik dan berfungsi juga
sebagai pertahanan terhadap hama atau untuk melawan penyakit.
Sumber daya alam hewani adalah hasil peternakan yang berasal dari hewan. Salah satu sumber
daya alam hewani yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan obat berasal dari biota laut yaitu bintang laut.
Ekosistem di laut memiliki diversitas hayati yang sangat tinggi diantaranya jenis-jenis molusca,
gastropoda, terumbu karang, crustasea, bivalvia, dan jenis-jenis echinodermata. Salah satunya adalah
kelas asteroidea (Bintang Laut). Asteroidea disebut juga dengan bintang laut yang merupakan hewan
invertebrate termasuk dalam filum echinodermata. Asteroidea berbentuk bintang dengan lima atau
lebih lengan tersusun mengelilingi suatu sumbu polar. Salah satu ciri khas lainnya yang umum dikenal
yaitu mempunyai pembuluh air atau system ambulacral yang berisi cairan. Campbell (2003),
menyatakan bahwa asteroidea 2 merupakan anggota filum echinodermata paling banyak jumlahnya,
yaitu sekitar 1.600 spesies. Asteroidea bisa dijumpai di berbagai jenis lingkungan baik di terumbu
karang, padang lamun dan koloni karang hidup. Asteroidea merupakan hewan yang dapat dijadikan
sebagai bioindikator tercemarnya perairan. Hal ini juga di pertegas oleh Chao (1999), bahwa
asteroidea merupakan hewan yang sangat penting bagi ekosistem laut dan bermanfaat sebagai salah
satu komponen dalam rantai makanan, pemakan sampah organik dan hewan kecil lainnya.Secara
ekologis bintang laut berperan dalam ekosistem terumbu karang, umumnya sebagai pemakan detritus
dan predator. Menurut Supono (2012), bahwa bintang laut (Asteroidea) memegang peranan penting
dalam lingkungan pantai, yakni memakan bangkai dan cangkang-cangkang mollusca yang mengotori
pantai, sehingga bintang laut dikenal sebagai hewan pembersih laut. Selanjutnya Shanker (2013),
mengemukakan bahwa bintang laut juga berperan besar dalam ekosistem laut dengan cara
mengendalikan populasi tiram dengan cara menjadi predator sehingga spesies yang lain dapat
menghuni pantai tersebut dan bivalvia tidak mendominasi secara berlebihan. Hasil penelitian yang
dilakukan Lariman (2010), mengemukakan bahwa salah satu spesies asteroidea ditemukan bersama
dan berlimpah pada permukaan yang keras, berbatu, berpasir, atau di dasar yang lunak. Spesies yang
lain ditemukan berada di dasar laut yang berbatu. Spesies asteroidea umumnya soliter tetapi pada
kondisi ekologi tertentu bintang laut menghindari sinar matahari langsung atau pengeringan 3 yang
berlebihan, beberapa individu berkumpul pada tempat yang sama demi pertahanan. Asteroidea
bergerak merayap di atas dasar substrat dengan kecepatan yang agak lambat. Asteroidea merupakan
hewan laut yang habitatnya di dasar laut (hewan benthonik), yang mendiami berbagai tipe substrat,
umumnya di zona intertidal bahkan ke tempat terbuka (Kastawi, dkk 2000).
Bintang laut adalah salah satu spesies dari kelas Asteroidea dan merupakan kelompok
Echinodermata. Filum Echinodermata terdiri atas lebih kurang 6.000 spesies, dan semuanya hidup di
air laut. Ciri-ciri yang menonjol adalah kulit yang berduri dan simetris radial.8 Culcita Sp merupakan
jenis bintang laut yang memiliki lengan, berbentuk segi lima, tubuhnya tebal seperti roti. Warna tubuh
dari bintang laut ini adalah kuning kecoklatan. Hidupnya di daerah terumbu karang, dasar berpasir,
dan padang lamun. Bintang laut bentuknya mengikuti kontur permukaan bebatuan. Hewan ini pada
umumnya menempati daerah yang digenangi air.4 Bintang laut memiliki komponen bioaktif yang
memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, dan antifungi yang terdiri dari alkaloid, saponin, flavonoid,
dan steroida/triterpenoida. Menurut Chamundeeswari dkk. (2012)17 bahwa ekstrak bintang laut
Astropecten indicus memiliki aktivitas antimikroba pada pengujian mikroba patogen, dengan
menggunakan metode difusi aktivitas antibakteri dilihat dari zona hambat yang terbentuk. Pada
penelitian tersebut didapatkan zona inhibisi yang luas pada bakteri Pseudomonas aeruginosa dan zona
inhibisi yang rendah pada Staphylococcus aureus. Menurut Wang dkk (2003) menyatakan komponen
aktif saponin certonardosides yang diisolasi dari bintang laut Certonardoa semiregularis. Beberapa
penilitian telah menunjukkan bahwa bintang laut memiliki potensi sebagai antibakteri termasuk juga
pada bakteri patogen Staphylococcus aureus, tetapi masih dibutuhkan perhatian khusus dari para
peneliti untuk penelitian lanjutan, sehingga bintang laut dapat dimanfaatkan fungsinya secara
maksimal.
Praktikum ini dilakukan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder
yang terdapat pada tanaman dan biota laut antara lain daun coklat (Theobroma cacao L.) dan bintang
laut (Asteroidea) yang dilakukan dengan metode maserasi.
1.2 Maksud Percobaan
1. Untuk mengetahui cara membuat ekstrak daun coklat (Theobroma cacao L.) dengan maserasi
2. Untuk mengetahui cara membuat esktrak bintang laut (Asteroidea) dengan maserasi
1.3 Tujuan Percobaan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara membuat ekstrak daun coklat (Theobroma cacao L.)
dengan maserasi
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara membuat esktrak bintang laut (Asteroidea) dengan
maserasi
1.4 Prinsip Percobaan
Prinsip kerja maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperature kamar terlindung dari
cahaya, pelaut akan masuk kedalam sel tanaman melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didala sel dengan diluar sel. Larutan yang
konentrasinya tinggi akan terdeak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi rendah
sampai terjadi keseimbangan antara larutan didalam sel dan larutan diluar sel.
1.5 Manfaat Percobaan
Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu memberikan informasi tentang senyawa metabolit
sekunder yang terkandung dalam ekstrak daun coklat (Theobroma cacao L.) dan esktrak bintang laut
(Asteroidea) dengan metode maserasi.

Anda mungkin juga menyukai