Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara geografis negara Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki
kekayaan alam yang melimpah. Baik kekayaan flora maupun fauna. Kekayaan
alam ini tidak disia-siakan oleh rakyat Indonesia. Mereka mulai mengadakan
penyelidikan untuk mengetahui bahan-bahan alam apa saja yang mengandung
khasiat obat sehingga dapat menjadi suatu obat yang dapat bermanfaat bagi
kepentingan manusia, baik berupa jenis tanaman maupun hewan (biota laut).
Dalam dunia farmasi, salah satu ilmu yang dipelajari yaitu fitokimia.
Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari kandungan kimia dari bahan alam yang
mempunyai khasiat obat. Bahan alam meliputi tumbuhan, hewan, mineral serta
biota laut.
Biota laut adalah semua makhluk hidup yang ada di laut baik hewan
maupun tumbuhan atau karang dengan berbagai jenis organisme hidup di perairan
laut yang menurut fungsinya masing-masing. Biota laut merupakan salah satu
organisme yang hidup dan berkembangbiak di alam ini selain tumbuhan. Sekarang
ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan telah
mulai pengembangan teknik-teknik dalam mengolah hasil alam yakni biota laut
yang diyakini berkhasiat sebagai obat. Sehingga mengurangi pemakaian bahan-
bahan kimia yang dapat berdampak negatif bagi tubuh manusia. Hal ini juga dapat
mensejahterakan masyarakat karena dapat memperoleh obat yang harganya lebih
terjangkau, bermutu, mudah didapat dan kurang atau tidak ada efek sampingnya.
Penggolongan biota laut menurut sifat hidupnya dibedakan berdasarkan
cara atau sikap hidupnya meliputi Planktonik, yaitu biota yang melayang-layang,
mengapung dan bergerak mengikuti arus. Jenis ini umumnya ditemukan di kolom
permukaan air. Terbagi menjadi 2 yaitu fitoplankton (plankton tumbuhan) seperti
alga biru dan doniflegellata dan zooplankton (plankton hewan) misalnya lucifer,
udang rebon, ostracoda dan cladocera; Nektonik, yaitu biota yang berenang-
renang umumnya dapat melawan arus (terdiri dari hewan saja), contohnya adalah
ikan, ubur-ubur, cumi-cumi dan lain-lain; dan Bentik, yaitu biota yang hidup di

1
dasar atau dalam substrat, baik tumbuhan maupun hewan. Terbagi menjadi 3
macam yaitu menempel (sponge, teritip, tiram dan lainnya), merayap (kepiting,
udang karang dan lain-lain), dan meliang (cacing, karang dan lain-lain).
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas, maka dilakukan praktek kerja
lapangan untuk mengetahui jenis-jenis biota laut serta kandungan senyawa yang
ada di setiap biota laut tersebut.
1.2 Maksud
Adapun maksud pelaksanaan praktek kerja lapangan yaitu :
1. Mengetahui cara pengambilan sampel biota laut untuk menjadi bahan
dasar obat yang akan diteliti.
2. Mengetahui cara pengolahan sampel biota laut untuk menjadi bahan dasar
obat yang akan diteliti.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pelaksanaan praktek kerja lapangan yaitu :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara pengambilan sampel biota laut
seperti bulu babi (Diadema setosum), teripang (Holuturia scabra), dan
bintang laut (Linckia laevigata) untuk menjadi bahan dasar obat yang akan
diteliti.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan mempelajari cara pengolahan
sampel biota laut seperti bulu babi (Diadema setosum), teripang (Holuturia
scabra), dan bintang laut (Linckia laevigata) untuk menjadi bahan dasar
obat yang akan diteliti.

2
BAB II
TINAJUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Fitokimia
Fitokimia merupakan ilmu yang mempelajari berbagai senyawa
organik yang dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia,
biosintetis, perubahan dan metabolisme, serta penyebaran secara alami dan fungsi
biologis dari senyawa organik (Meric, 2006).
2.1.2 Biota laut
Biota laut adalah berbagai jenis organisme hidup di perairan laut yang
menurut fungsinya digolongkan menjadi tiga, yaitu produsen merupakan biota
laut yang mampu mensintesa zat organik baru dari zat anorganik, kedua adalah
konsumen merupakan biota laut yang memanfaatkan zat organik dari luar
tubuhnya secara langsung. Dan yang ketiga adalah redusen merupakan biota laut
yang tidak mampu menelan zat organik dalam bentuk butiran, tidak mampu
berfotosintesis namun mampu memecah molekul organik menjadi lebih sederhana
(Romimohtarto dan juwana, 1999)
Biota laut terbagi atas 2 kelompok yaitu: kelompok hewan dan kelompok
tumbuhan. Untuk mengenal biota laut lebih jauh, kita perlu mengetahui sifat-sifat
dari biota tersebut. Menurut Romimohtarto dan juwana (1999) berdasarkan
sifatnya, biota laut dibagi menjadi 3 katagori, yaitu:
Planktonik: yaitu biota yang melayang-layang, mengapung dan berenang
mengikuti arus (karena tidak dapat melawan arus). Berdasarkan penelitian
diketahui bahwa plankton, merupakan biota laut yang memiliki keanekaragaman
tinggi di laut. Jenis plankton ini banyak dijumpai di kolom permukaan air
(mintakat pelagik).
1. Plankton terbagi 2 yaitu:
a. Fitoplankton (plankton tumbuhan): algae biru, algae coklat, algae
merah, dinoglagellata dan lain-lain.
b. Zooplankton (plankton hewan): lucifer, acetes (udang rebon),
ostracoda, cladocera dan lain-lain.

3
2. Nektonik: biota yang berenang-renang (hanya terdiri dari hewan saja):
ikan, uburubur, sotong, cumi-cumi dan lain-lain.
3. Bentik: biota yang hidup di dasar atau dalam substrat, baik tumbuhan
maupun hewan. Terbagi dalam 3 macam.
a. Menempel: sponge, teritip, tiram dan lain-lain
b. Merayap: kepiting, udang karang yang kecil-kecil dan lain-lain
c. Meliang: cacing, kerang dan lain-lain.
Jadi pada dasarnya pembagian biotabiota di laut bukan berdasarkan ukuran
besar atau kecil, tetapi berdasarkan pada kebiasaan atau sifat hidupnya secara
umum, seperti gerakan berjalan, pola hidup dan sebaran menurut ekologi. Banyak
biota laut yang di dalam siklus hidupnya mempunyai lebih dari satu sifat, yaitu
sewaktu larva hidup sebagai planktonik dan berubah sifat menjadi nektonik atau
bentik saat juvenile (juwana) ataupun saat dewasa (contohnya udang, kepiting,
ikan dan lain-lain) (Nybakken, 1993).
A. Kelompok Biota Laut
1. Ikan
Ikan termasuk hewan yang memiliki tulang belakang (vertebrata),
berdarah dingin dan mempunyai insang. Jenis hewan ini merupakan
penghuni laut yang paling banyak yaitu sekitar 42,6% atau sekitar 5000
jenis yang telah diidentifikasi, mempunyai keanekaragaman jenis yang
tinggi baik dalam bentuk, ukuran, warna dan sebagian besar hidup di
daerah terumbu karang (Tjakrawidjaya, 1999).
Menurut Lagler et al., (1962), ikan dibagi dalam tiga kelompok
besar yaitu: Agnata, merupakan ikan primitif seperti Lampreys dan
Hagfishes; ikan bertulang rawan (Chondrichthyes), misalnya: ikan cucut
(hiu) dan ikan pari; dan ikan bertulang sejati (Osteichthyes = Teleostei).
2. Krustasea
Kelompok hewan ini terdiri dari udang dan kepiting umumnya
hidup di lubang-lubang, celah-celah terumbu karang atau di balik
bongkahan batu dan karang. Aktivitas kelompok hewan ini dilakukan
pada malam hari, misalnya waktu mencari makan dan kegiatan lainnya,

4
sedangkan siang hari dipergunakan untuk bersembunyi. Banyak macam
sifat kehidupan dalam kelompok hewan ini, diantaranya ada yang hidup
bersimbiose dengan hewan-hewan lain, misalnya dengan ikan, anemon,
karang batu dan "sponge" (Pratiwi, 1993).
3. Ekhinodermata
Kelompok hewan ini biasanya mempunyai permukaan kulit yang
berduri. Duri-duri yang melekat di tubuhnya itu bermacam-macam ada
yang tajam, kasar dan atau hanya berupa tonjolan saja. Jenis yang
termasuk kelompok ekhinodermata adalah bintang laut (Linckia
laevigata), bulu babi (Diadema setosum), timun laut atau tripang
(Holothuria nobilis), lili laut (Lamprometra sp), bintang mengular
(Ophiothrix fragilis), mahkota seribu atau mahkota berduri (Acanthaster
planci) (Lilley, 1999).
4. Koral
Koral atau yang lebih dikenal dengan sebutan karang batu
termasuk kelompok hewan, tetapi berbentuk bunga, sehingga seringkali
mengecoh, dengan demikian sering dianggap kelompok tumbuhan.
Bagian yang keras sesungguhnya merupakan cangkang dari hewan karang
batu, yang tersusun dari zat kapur CaCO3. Bagian tubuh yang lunak
disebut polip karang dan berbentuk seperti tabung dengan tentakel yang
berjumlah 6 buah atau kelipatannya serta terletak di keliling mulut.
Tentakel tesebut dapat ditarik dan dijulurkan (Lilley, 1999).
5. Moluska
Moluska merupakan hewan yang bertubuh lunak, ada yang
bercangkang dan tidak bercangkang. Cangkangnya berfungsi untuk
melindungi tubuhnya yang lunak (Marwoto dan Sinthosari, 1999).
6. Sponge
Sponges termasuk dalam kelompok Porifera yaitu hewan yang
mempunyai tubuh berpori-pori atau saluran. Melalui pori-pori dan saluran
ini, air akan diserap oleh sel khusus yang disebut dengan "sel leher "
(collar cell). Sebagian besar dari kelompok hewan ini hidup di laut dan

5
hanya beberapa jenis saja yang hidup di air tawar (Marwoto dan
Sinthosari, 1999).
2.2 Uraian Sampel
2.2.1 Bintang Laut (Linckia laevigata)
a. Klasifiksi (Lilley, 1999)
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Asteroidea
Ordo : Valvatidae
Famili : Oreasteridae
Gambar 2.2.1
Genus : Linckia Bintang Laut (Linckia
Spesies : Linckia laevigata laevigata)

b. Morfologi
Morfologi bintang laut berbentuk simetris radial, dengan
permukaan bagian bawahnya memiliki kaki tabung, yang masing-masing
dapat bertindak sebagai cakram penyedot (Kastawi, 2005).
Bintang laut mengkoordinasikan kaki tabungnya untuk menempel
pada bebatuan dan untuk merangkak secara perlahan-lahan. Bintang laut
juga menggunakan kaki tabungnya untuk menjerat mangsa, antara lain
remis dan tiram (Lariman, 2011).
Bintang laut sebagaimana anggota filum Echinodermata lainnya
mempunyai susunan tubuh bersimetri lima (pentaradial simetri), tubuh
berbentuk cakram yang di dalamnya terdapat sistem pencernaan, sistem
respirasi, dan sistem saraf. Tubuh dilindungi oleh lempeng kapur
berbentuk perisai (ossicles). Mulut dan anus terletak di sisi yang sama
yaitu di sisi oral (Safitri, 2010). Kehadiran bintang laut biru Linckia
laevigata dan bintang bantal Culcita novaeguinenae merupakan
pemandangan umum pada ekosistem terumbu karang. Penelitian bintang
laut di Indonesia masih jarang dilakukan. Informasi kelompok hewan ini
biasanya merupakan hasil studi ekologi dan dipublikasikan sebagai bagian
dari filum Echinodermata (Aziz dan Al-Hakim, 2007).

6
c. Kandungan Kimia
Penelitian tentang senyawa bioaktif dari bintang laut telah banyak
dilakukan namun hanya terbatas pada penemuan kandungan senyawanya
namun belum diketahui aktivitasnya. Chludil, Maier, & Seldes (2000)
menyatakan bahwa bintang laut memiliki komponen bioaktif berupa
asterosaponin. Menurut Maier et al (2007) dan Guo et al. (2009),
asterosaponin merupakan hasil metabolisme utama dari bintang laut yang
berasal dari steroidal saponin dan umumnya mengandung racun. Senyawa
aktif saponin secara fisiologi telah dipelajari dari bintang laut dan timun
laut.
2.2.2 Bulu Babi (Deadema setosum)
a. Klasifikasi (Lilley, 1999)
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Echinoidae
Ordo : Camiodonia
famili : Echinoiceae
Gambar 2.2.2
Genus : Deadema Bulu Babi (Deadema
Spesies : Deadema setosum setosum)
b. Morfologi
Bulu babi memiliki bentuk tubuh segilima, mempunyai lima
pasang garis kaki tabung dan duri panjang yang dapat digerakkan. Kaki
9
tabung dan duri memungkinkan binatang ini merangkak di permukaan
karang dan juga dapat digunakan untuk berjalan di atas pasir. Cangkang
luarnya tipis dan tersusun dari lempeng-lempeng yang berhubungan satu
sama lain. Diadema setosum merupakan salah satu jenis dari bulu babi
yang memiliki nilai konsumsi penting di Indonesia (Aziz, 1993).
Suwignyo et al. (2005) menyebutkan bahwa tubuh bulu babi
berbentuk bulat atau pipih bundar, tidak bertangan, mempunyai duri-duri
panjang yang dapat digerakkan. Semua organnya umumnya terdapat di
dalam tempurung, yang terdiri dari 10 keping pelat ganda, biasanya

7
bersambung dengan erat, yaitu pelat ambulakral selainitu terdapat pelat
ambulakral yang berlubang-lubang tempat keluarnya kaki tabung. Pada
permukaan tempurung terdapat tonjolan-tonjolan pendek yang membulat,
tempat menempelnya duri. Kebanyakan bulu babi mempunyai dua duri,
duri panjang atau utama dan duri pendek atau sekunder. Selanjutnya,
mulut bulu babi terletak di daerah oral, dilengkapi dengan lima gigi tajam
dan kuat untuk mengunyah yang dikenal sebagai aristotle’s lantern. Anus,
lubang genital dam madreporit terletak di sisi aboral.
Salah satu diantara keping genital yang berukuran paling besar
merupakan tempat bermuaranya sistem pembuluh air (waste vascular
system). Sistem ini menjadi ciri khas filum Echinodermata, berfungsi
dalam pergerakan, makan, respirasi, dan ekskresi. Pada sistem peristomial
terdapat pada selaput kulit tempat menempelnya organ “lentera aristotle”,
yakni semacam rahang yang berfungsi sebagai alat pemotong dan
penghancur makanan. Organ ini juga mampu memotong cangkang teritip,
moluska ataupun jenis bulu babi lainnya (Azis, 1987).
c. Senyawa Aktif
Warna kuning, kemerahan, dan oranye dari gonad bulubabi,
disebabkan oleh karotenoid terutama β-echinenon. Echinenon merupakan
karotenoid dominan pada kebanyakan gonad bulubabi yang disintesis dari
β- karoten. Warna gonad berubah secara musiman dipengaruhi oleh siklus
reproduksi dan aktivitas merumput. Warna gonad juga dipengaruhi oleh
spesies alga yang dimakan oleh bulubabi (Agatsuma et al, 2005)
2.2.3 Teripang (Holothuria scabra)
a. Klasifikasi (Hickman et al, 1974)
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuridae
Ordo : Aspidochirotida
Gambar 2.2.3
Famili : Holothuriidae Teripang (Holothuria
Genus : Holothuria scabra)

8
Spesies : Holothuria scabra
b. Morfologi
Morfologi teripang pasir (Holothuria scabra, Jaeger) menurut
Skewes et al. (2004) adalah bulat panjang (Elongated cylindrical)
sepanjang sumbu oral–aboral. Mulut dan anus terletak di ujung poros
berlawanan, yaitu mulut di anterior dan anus di posterior. Di sekitar mulut
teripang terdapat tentakel yang dapat dijulurkan dan ditarik dengan cepat.
Tentakel merupakan modifikasi kaki tabung yang berfungsi untuk
menangkap pakan. Warna teripang berbeda–beda, yaitu putih, hitam,
coklat kehijauan, kuning, abu–abu, jingga, ungu, bahkan ada yang berpola
garis. Teripang pasir mempunyai dorsal berwarna abu–abu kehitaman
dengan bintik putih atau kuning (Purwati, 2005). Permukaan tubuh
teripang tidak bersilia dan diselimuti lapisan kapur, yang ketebalannya
dipengaruhi umur. Dari mulut membujur ke anus terdapat lima deret kaki
tabung (ambulaceral), tiga deret kaki tabung berpenghisap (trivium)
terdapat di perut berperan dalam pergerakan dan perlekatan. Dua deret
kaki tabung terdapat di punggung (bivium) sebagai alat respirasi. Di
bawah lapisan kulit terdapat satu lapis otot melingkar dan lima lapis otot
memanjang. Di bawah lapisan otot terdapat rongga tubuh yang berisi
organ tubuh seperti gonad dan usus (Darsono, 2003)
Menurut James et al. (1994) teripang pasir mempunyai panjang
maksimal 40 cm dan bobot saat kondisi hidup adalah 500 g, serta matang
gonad saat usia 18 bulan. Ukuran saat matang gonad pertama diperkirakan
20 cm, dan usia teripang bisa mencapai 10 tahun. Pergerakan teripang
hanya mengandalkan bantuan kaki tabung yang tergabung dalam sistem
kaki ambulakral sehingga hampir seluruh hidupnya selalu bergerak di
dasar laut. Secara alami teripang hidup berkelompok. Seperti Teripang
Pasir yang senang hidup secara bergerombol antara 3 sampai 5 ekor.
Teripang yang banyak dijumpai di daerah pasang surut hingga laut dalam
lebih menyukai hidup pada habitat tertentu (Darsono, 2003).

9
c. Kandungan Kimia
Teripang merupakan salah satu komuditas perikanan yang
mempunyainilai ekonomis tinggi. Selain dimanfaatkan sebagai bahan
makanan yang mengandung nutrisi tinggi, juga digunakan untuk bahan
baku obat-obatan. Menurut Litbangkan (1998), hasil penelitian di China
menunjukkan bahwa teripang merupakan makanan yang mempunyai
khasiat medis. Tubuh dan kulit teripang Sticopus japonicus banyak
mengandung asam mukopolisakarida yang bermanfaat menyembuhkan
penyakit ginjal, anemia, diabetis, paru-paru basah, anti tumor, anti
inflamasi, mencegah penuaan jaringan tubuh dan mencegah
anteriosklerosis. Ekstrak murni teripang mempunyai kandungan
holotoksin yang pengaruhnya sama dengan antimisin 6,25 – 25 ʮg/ml.
Secara umum, 100 g berat kering teripang mengandung protein 118
mg, fosfor 22 mg, besi 1,4 mg dan yodium 0,6 mg. Usus teripang
mengandung protein 8,84%, lemak 2,69%, dan abu 15,99%. Teripang
pasir (H. scabra) segar mengandung protein 6,16%, lemak 0,54%, abu
6,91% dan air 86,73%. Dalam kondisi kering (teripang asap) H. scabra
mempunyai kandungan protein 59,54%, lemak 2,03%, abu 15,75%,
kalsium 0,00072 dan air 18,29% (Litbangkan,1998).
2.3 Uraian Bahan
2.3.1 Aquadest (Depkes RI, 1979)
Nama Resmi : AQUA DESTILATA
Nama Kimia : Dihydrogen monoxida
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18.02 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tak berwarna, tidak berbau, tidak


mempunyai rasa.
Kegunaan : Untuk membersihkan sampel

10
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

11
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Prakek kerja lapangan fito kimia 2 dilaksanakan pada hari kamis, jumat,
sabtu dan minggu tanggal 22 – 25agustus. Tempat pelaksanaanya di desa tamboo
bone pante.
3.2 Alat dan bahan
3.2.1 Alat
1. Gunting
2. Cutter
3. Box ikan
4. Loyang
5. Sibu-sibu
6. Kaus tangan
7. Kacamata renang
8. parang
3.2.2 Bahan
1. Teripang
2. Bulu babi
3. Bintang laut
3.3 Cara kerja
a. Bulu babi
1. Dihilangkan duri dari bulu babi dengan diketuk menggunakan batu.
2. Dimasukan pisau didaerah mulut hinggah terlihat isi dari bulu babi
tersebut.
3. Dikeluarkan isi perut dari bulu babi.
4. Dirajang menggunakan gunting.
5. Dijemur hingga kering.
b. Bintang laut
1. Diletakan bintang laut pada kayu.
2. Di Rajang jari-jari bintang laut menggunakan parang.

12
3. Dijemur sampel hingga kering.
c. Teripang
1. Dimasukan pisau kedaerah mulut teripang.
2. Dikeluarkan isi perut dari teripang.
3. Dirajang menggunakan gunting.
4. Dijemur hingga kering.

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Gambar 4.1 a. Gambar 4.1 a.


Bintang Laut ((Linckia laevigata)) Bintang Laut (Deadema setosum)

Gambar 4.1 c.
Teripang ((Holothuria scabra)

4.2 Pembahasan
Pada Praktek Kerja Lapangan fitokimia 2 kali ini dilaksanakan di Desa
Tamboo, Kecamatan Bone Pante, Kabupaten Bone Bolango dengan tujuan untuk
mengambil serta mengumpulkan sampel biota laut yang dianggap memiliki
khasiat sebagai obat berdasarkan pada pengalaman masyarakat disekitar tempat
tersebut yang dikenal dengan ilmu Fitokimia.
Adapun pengertian Fitokimia itu sendiri menurut Gunawan (2004), adalah
ilmu yang mempelajari kandungan kimia dari bahan alam yang mempunyai
khasiat obat. Bahan alam meliputi tumbuhan, hewan, mineral, serta biota laut.

14
Sedangkan pengertian biota laut menurut Kamila (2017), biota laut
merupakan sekumpulan makhluk hidup berupa flora dan fauna atau tumbuhan dan
hewan yang terdapat di dalam laut yang kandungan senyawa sekundernya dapat
digunakan sebagai obat tradisional.
Bahan obat yang digunakan dapat berasal dari alam maupun laut, adapun
defenisi dari obat tradisional sendiri menurut Dirjen POM (1979), merupakan obat
yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral atau campuran dari
bahan-bahan tersebut yang belum mempunyai data klinik dan dipergunakan dalam
usaha pengobatan.
Sampel biota laut diambil dengan menggunakan alat-alat yaitu : sibu-sibu,
kaca mata renang, penjepit, dan sarung tangan. Sedangkan sampel yang akan
diambil yaitu: bulu babi (Deadema setosum), bintang laut biru (Linckia laevigata),
cumi-cumi (Oligo Sp), dan teripang (Holothuria scabra).
Pengambilan sampel bulu babi menurut Ruddy (2010), yaitu dilakukan
dengan cara survei jelajah, dimana Bulu babi (Deadema setosum) biasanya hidup
mengelompok tergantung dari jenis habitatnya, dan pengambilan sampel
dilakukan pada saat surut terendah sehingga dapat memepermudah proses
pengambilan.
Sedangkan bintang laut (Linckia laevigata) dikenal dengan sebutan
starfish merupakan hewan invertebrata umumnya memiliki lima atau lebih
lengan, serta tidak memiliki rangka yang mampu membantu pergerakan kecuali
menggunakan kaki-kaki tabungnya yang sangat lambat dibandingkan dari
kebanyakan hewan laut pada umumnya yang keberadaan bintang laut dapat
ditemukan pada batas kedalaman 0 sampai dengan 6000 meter. Sampel ini
dilakukan sama seperti saat pengambilan bulu babi dimana dilakukan pada saat
surut terendah (Syanet, 2016).
Pada pengambilan sampel, teripang (Holothuria scabra) ditemukan pada
habitat yang selalu berada dibawah garis surut terendah. Habitat dengan dasar
pasir karang yang sebagian ditumbuhi lamun (sea grass) merupakan tempat hidup
teripang. Beberapa jenis teripang, ada yang hidup di daerah dengan habitat yang

15
berbongkah karang (boulders), dan disekitar kelompok karang hidup (Prapto,
2003).
Dari hasil yang diperoleh, masing-masing sampel dikumpulkan dan
dilakukan proses pengolahan. Pada proses ini, pengolahan bulu babi (Deadema
setosum) menurut Kramer (1979), adalah dengan menggunakan pisau dan
dimasukkan di antara mulut dan wilayah hijau dan bagian-bagian ini dihilangkan
dengan memutar pisau. Kemudian ketukan pada permukaan bawah untuk
membuat lubang besar, sehingga organ isi bulu babi dapat dikeluarkan dari
cangkang yang mengandung gonad dan usus. Dan dilakukan perajangan pada
cangkang bulu babi yang telah dibersihkan.
Pengambilan cangkang dari bulu babi dikarenakan pada bagian tersebut
menurut Sugeng (2016), diperkirakan racun yang ada dalam cangkang dan duri
tersebut dapat juga digunakan sebagai bahan obat. Sebagai antimikroba, cangkang
bulu babi memiliki kandungan senyawa bioaktif antara lain, serotoin, glikosida,
steroid, bahan cholinergic, dan brandykinin-like substances.
Bintang laut (Linckie Laevigta) adalah salah satu biota laut yang memiliki
tekstur yang keras, sehingga menurut Kramer (1979), cara pengolahan sampel ini
langsung dilakukan perajangan menjadi ukuran yang lebih kecil kemudian dicuci
bersih dan dikeringkan sehingga meminimalisir kerusakan sampel pada saat akan
diteliti.
Sedangkan cara pengolahan sampel teripang (Holothuria scabra) menurut
Nurlaila (2016), dilakukan pada langkah pertama yaitu pengolahan menggunakan
teripang hidup dimaksudkan agar tidak terjadi penurunan mutu produk teripang
kering karena teripang merupakan hasil perikanan yang mudah mengalami
kerusakan. Selanjutnya dilakukan pengeluaran isi perut, teripang segar yang siap
diolah terlebih dahulu dikeluarkan isi perutnya. Pengeluaran isi perut bertujuan
untuk menghindari proses pembusukan pada teripang karena pada isi perut
mengadung mikroorganisme yang dapat menyebabkan kebusukan pada teripang.
Kemudian perebusan, langkah ini merupakan salah satu metode pengolahan
tradisional yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan suatu produk.
Perebusan yang menggunakan suhu tinggi diharapkan dapat membunuh

16
mikroorganisme pada produk pangan yang dapat mempercepat proses
pembusukan makanan. Pada pengolahan teripang kering, perebusan dilakukan
sebanyak tiga kali. Perebusan pertama dilakukan pada suhu tidak terlalu tinggi (60
± 50oC). Hal ini dilakukan agar kulit teripang tidak mengalami kerusakan.
Tahap terakhir pada pengolahan teripang (Holothuria scabra) adalah
proses pengeringan. Proses pengeringan secara tradisional dilakukan dengan cara
dijemur di bawah sinar matahari dengan lama penjemuran bervariasi, tergantung
pada cuaca dan ukuran teripang yang dikeringkan. Hal ini dapat merugikan jika
cuaca tidak mendukung, sehingga proses pengeringan teripang menjadi terhambat
dan dapat menimbulkan kerusakan (busuk) pada teripang jika proses pengeringan
terlalu lama (Nurlaila, 2016).
Dari beberapa proses pengolahan sampel biota laut dapat disimpukan
bahwa pemisahan sampel yang akan diambil atau tidak, serta cera pengeringan
sangat berpengaruh pada ketahanan sampel nantinya sehingga tidak mudah rusak
saat akan dilakukan penelitian senyawa yang terkandung didalam masing-masing
sampel.

17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Mahasiswa mengetahui cara pengambilan sampel biota laut. Sampel
diambil pada pukul 08.00-12.00 pagi, karena pada saat itu air laut tenang.
Pada pengambilan sampel digunakan penjepit karena menghindari racun
yang ada pada sampel.
2. Mahasiswa mengetahui cara pengolahan sampel biota laut, yaitu:
a. Bulu babi, menghilangkan duri dari bulu babi dengan diketuk
menggunakan batu, kemudian masukan pisau didaerah mulut hinggah
terlihat isi dari bulu babi tersebut, selanjutnya keluarkan isi perut dari
bulu babi, setelah itu rajang menggunakan gunting, terakhir jemur
hingga kering
b. Bintang laut, letakan bintang laut pada kayu, kemudian rajang jari-jari
bintang laut menggunakan parang, selanjutnya jemur sampel hingga
kering
c. Teripang, masukan pisau kedaerah mulut teripang, kemudian keluarkan
isi perut dari teripang, selanjutnya rajang menggunakan gunting,
terakhir jemur hingga kering.
5.2 Saran
5.2.1 Untuk Dosen Penanggung jawab
PKL atau Praktek Kerja Lapangan baik untuk menunjang pengetahuan dari
mahasiswa, namun alangkah baiknya lokasinya terjangkau agar pada saat
mahasiswa ada yang sakit parah dapat segera dijemput oleh keluarganya.
5.2.2 Untuk Asisten
Lebih memperhatikan dan membimbing lagi praktikan serta memberikan
informasi singkat mengenai biota laut pada saat pengambilan sampel kepada para
praktikan ketika berada di lapangan.

18
5.2.3 Untuk Praktikan
Lebih menambah wawasan tentang obat-obatan tradisional agar dapat
mensosialisasikan kepada masyarakat tentang manfaat atau khasiat dari obat
tradisional.

19
DAFTAR PUSTAKA

Agatsuma, Sakai Y, Tajima K. 2005. Recent advances in sea urchin


aquaculturein Japan. Bull. Aquacul. Assoc. Can. 108: 4-9.
Aziz A & Al-Hakim I. 2007. Fauna Echinodermata Perairan Terumbu
Karang sekitar Bakauheni. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 33(2) :
187-198.
Aziz A, 1993. Beberapa catatan tentang perikanan bulu babi. Oseana 18(2):65-
75.
Aziz, A. 1987. Makanan dan cara makan berbagai jenis bulu babi. Oseana. XII
(4): 91 - 100.
Chludil, H., Maier, M.S, dan Seldes, A.M. 2000. Bioactive steroidal glycosides
from starfish Anasterias minuta. Molecules 5:352-353.
Darsono, P. 2003. Sumber daya Teripang dan Pengelolaannya. Oseana Vol. 28: 1
– 9.
Direkturat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 1979. Farmakope Indonesia
III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope
Indonesia, Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dirjen POM, 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Guo C, Tang X, Yang Y. 2009. Studies on the expectorant, antitussive and
antiasthmatic properties of asterosaponin extracted from Liquida quinaria.
African Journal of Biotechnology 8(23): 6694-6696.
Hickman, C.P dan Andrew, W. 1974. Histology of The Vertebrates a.
Comparative Text. The C.V. Mosby Company. Saint Louis.
James, D.B., A.D. Gandhi, N. Palaniswamy and J.X. Rodrigo. 1994. Hatchery
Techniques and Culture of Sea Cucumber Holothuria scabra. CMFRI
Special Publication. No. 57. India.
Kamila Diyanti. 2016. Biota Laut Sebagai Sumber Idepembuatan
Cenderamatalogamwisata Pantai Pasir Putih Kabupaten Situbondo.
Surabaya : Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa Dan Seni, Universitas
Negeri Surabaya.
Kastawi, Yusuf. 2005. Zoologi Invertebrata. UM Press. Malang
Kramer and D.M.A. Nordin. 1979. Studies on the Handling and Processing of
Sea Urchin Roe. I. Fresh Product. Canada : Technology Services Branch

20
Fisheries Management, Pacific Region Department of Fisheries and
Oceans.
Lagler, K.F., Bardach and R. R. Miller, 1962. Ichthyology. Wiley International
Edition. Singapore.
Lariman. 2011. Keanekaragaman fylum echinodermata di pulau beras basah
kota. Mulawarman Scientifie. Kalimantan Timur.
Lilley, G.R. 1999. Buku Panduan Pendidikan Konservasi. Terumbu Karang
Indonesia. Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam. Natural
Resources Management Program. USAID. Yayasan PustakaAlam Nusantara
dan The Nature Conservacy (Edisi Pertama).
Litbangkan. 1998. Kandungan Nutrisi Teripang. Buletin Balai Budidaya Laut
Lampung.
Maier MS, Centurion R, Muniain C, Haddad R, Eberlin MN. 2007. Identification
of sulfated steroidal from glycoside starfish Heliaster helianthus by
electrosprayionization mass spectrometry. Arkivoc 7: 301-309.
Marwoto, R.M. dan A. M. Sinthosari, 1999. Pengelolaan Koleksi Moluska.
Dalam: Buku Pegangan Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi. Yayuk, R.
Suhardjono (Ed). Balai Penelitian dan Pengembangan Zoologi. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Jakarta.
Meric S., Lofrano, G., Belgiorno, V., Gallo, M., and Raimo, A.,. 2006. Toxicity
Reduction in Leather Tanning Wastewater by Improved Coagulation
Flocculation Process. Glob. Nest. J., 8, 151–158.
Nurlaila Ervina Herliany, Eko Nofridiansyah, Bayu Sasongko, 2016. Studi
Pengolahan Teripang Kering. Bengkulu : Program Studi Ilmu Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Nybakken, J. W. 1993. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia.
Jakarta.
Prapto. 2003. Sumberdaya Teripang Dan Pengelolaannya. Jakarta : Bidang
Sumber Daya Laut.
Pratiwi, R. 1993. Beberapa Catatan Mengenai Kehidupan Udang Pistol.
OSEANA: Vol. XVIII, No. 2: 77-85.
Purwati, P. 2005. Teripang Indonesia: Komposisi Jenis dan Sejarah
Perikanan. Oseana Vol. 30: 11 – 18.
Romimoharto, K. dan Juwana, S. 1999. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang
Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta.

21
Ruddy Djonie Moningkey. 2010. Pertumbuhan Populasi Bulu Babi (Echinometra
Mathaei)Di Perairan Pesisir Kima Bajo Kabupaten Minahasa Utara.
Manado : Staf Pengajar Pada Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Unsrat.
Safitri D. 2010. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Lili Laut (Comaster
sp). [Skripsi] dalam Agustina, DS. 2012. Aktivitas Antioksidan dan
Komponen Bioaktif Ekstrak Bintang Laut (Culcita Sp).[Skripsi].
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Skewes, T, Haywood, M, Pitcher, R, Willan, R. 2004. Holothurians. National
Oceans Office. Hobart. Australia. Pp.281 – 290.
Sugeng Hadinoto, Ignacius Dhani Sukaryono, Yessy Siahay. 2016. Kandungan
Gizi Bulu Babi (Diadema Setosum) Dan Potensi Cangkangnya Sebagai
Antibakteri. Ambon : Pascasarjana Universitas Pattimura Program Studi
Ilmu Kelautan.
Suwignyo S, Widigdo B, Wardiatno Y, Krisanti M. 2005. Avertebrata Air Jilid 2.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Syanet C.S Umboh, Unstain N.W.J. Rembet, Anneke V. 2016. Komunitas Bintang
Laut Di Perairan Pantai Desa Mokupa Kecamatan Tombariri Kabupaten
Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Manado : Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Universitas
Sam Ratulangi Manado.
Tjakrawidjaya, A. H. 1999. Pengelolaan Koleksi Ikan. Dalam: Buku Pegangan
Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi. (Suhardjono, Y.R. ED). Balai
Penelitian dan Pengembangan Zoologi. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai