Anda di halaman 1dari 20

i

ADSORPSI, EMULSIFIKASI, DAN ANTIBAKTERI


EKSTRAK DAUN PARE (Momordica charantia)

SILVY AULYA

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ii

ABSTRAK

SILVY AULYA. Adsorpsi, Emulsifikasi, dan Antibakteri Ekstrak Daun Pare


(Momordica charantia). Dibimbing oleh DIMAS ANDRIANTO dan POPI ASRI
KURNIATIN.

Daun pare (Momordica charantia) mengandung saponin yang dapat


digunakan sebagai bahan aktif pembersih wajah. Kosmetik yang beredar saat ini
mengandung bahan kimia berbahaya bagi kulit wajah, seperti merkuri,
hidrokuinon, dan zat pewarna. Untuk itu, masyarakat mulai beralih menggunakan
kosmetik herbal. Penelitian bertujuan menentukan potensi ekstrak daun pare
sebagai pengadsorpsi logam, penurun tegangan permukaan, dan antibakteri. Daun
pare diekstrak menggunakan empat pelarut, yaitu air, etanol, metanol, dan
heksana. Ekstrak kemudian diukur daya adsorpsinya melalui kemampuan
menjerap logam Hg, Pb, dan Cu, daya emulsifikasi melalui kemampuan
menurunkan tegangan permukaan, dan antibakteri dengan metode pengenceran.
Hasil uji adsorpsi menunjukkan ekstrak etanol daun pare menjerap logam Pb
sebesar 30.43% dan Hg sebesar 24.38%, namun hanya ekstrak n-heksana daun
pare yang menjerap logam Cu sebesar 21.42%. Hasil uji tegangan permukaan
menunjukkan ekstrak air paling stabil menurunkan tegangan permukaan. Hasil uji
antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis menunjukkan nilai KHM (Kadar
Hambat Minimum) sebesar 62.5 ppm untuk ekstrak air dan etanol daun pare
sedangkan nilai KBM (Kadar Bunuh Minimum) sebesar 2000 ppm untuk ekstrak
etanol dan metanol daun pare.

Kata kunci : daun pare, adsorpsi, tegangan permukaan, antibakteri.


iii

ABSTRACT

SILVY AULYA. Adsorption, Emulsification, and Antibacteria of Momordica


charantia Leaves Extract. Under the direction of DIMAS ANDRIANTO and
POPI ASRI KURNIATIN.

Bitter melon (Momordica charantia) leaves contains saponin. Saponin can


be used as an active substance in facial cleanser. Actually, the reality shows that
many of circulated cosmetic contain the chemical materials that hazardous to
facial skin such as mercury, hydroquinone, and colorant substances. Knowing that,
people begin to realize the importance of herbal cosmetic usage. This research aim
to observe the potential of bitter melon leaves as the metal adsorber, surface
tension reducer, and anti bacterial. The bitter melon leaves extracted using four
solvents, namely water, ethanol, methanol, and hexane. The extracts then
experience with the measurement of the ability of metal adsorption, emulsification
power tested by the ability of reducing the surface tension, and the antibacterial
activity using dilution method with microplate. The adsorption test shows that
ethanol extraction of bitter melon leaves is able to adsorb Pb at 30.43% and Hg at
24.38%, but only n-hexane extraction of bitter melon leaves that can adsorb Cu at
21.42%. The surface tension test shows the water extraction of bitter melon leaves
is the best extraction to reduce the surface tension. The result of antibacterial test
to Staphylococcus epidermidis exhibit that the MIC (Minimal Inhibitory
Concentration) at 62.5 ppm for water and ethanol extraction of bitter melon leaves
and the MBC (Minimal Bactericidal Concentration) at 2000 ppm for ethanol and
methanol extraction of bitter melon leaves.

Keywords : bitter melon leaves, adsorption, surface tension, antibacteria


iv
1

PENDAHULUAN yang mengandung bahan kimia berbahaya ini


ditarik dari peredaran dan dilarang untuk
Kosmetik merupakan salah satu bagian diperdagangkan. Untuk itu, timbullah tuntutan
terpenting dari penampilan para wanita. adanya inovasi dalam produksi kosmetik
Kosmetik sangat beragam jenis dan merknya. herbal.
Salah satu jenis kosmetik adalah pembersih Tanaman pare (Momordica charantia)
wajah. Mengingat tingkat polusi, debu, dan adalah salah satu tanaman herbal Indonesia.
asap rokok pada saat ini semakin tinggi, maka Biasanya tanaman pare dimanfaatkan sebagai
pembersih wajah merupakan salah satu tanaman obat. Daunnya berkhasiat sebagai
kebutuhan yang harus dipenuhi oleh masing- obat cacingan, obat batuk, obat demam,
masing orang (Tranggono et al. 2007). peluruh haid, obat sembelit, penambah nafsu
Menurut Wardani (2010), ada dua faktor yang makan, melancarkan pengeluaran ASI,
mempengaruhi kesehatan kulit, yakni faktor mengobati penyakit sipilis, dan liver
eksternal dan internal. Faktor eksternal (Kuswoyo 2009). Selain itu, daun pare
diantaranya adalah sinar matahari, polusi, terkadang dimanfaatkan oleh masyarakat di
debu, dan asap rokok. Sementara faktor beberapa daerah untuk mencuci muka,
internal adalah sakit yang berkepanjangan contohnya masyarakat di daerah Padang
karena kurangnya asupan gizi sehingga Pariaman Sumatera Barat. Masyarakat Padang
mempengaruhi kesehatan kulit. Pariaman memanfaatkan daun pare untuk
Kulit adalah lapisan atau jaringan yang membersihkan wajah. Mereka biasanya
menutupi seluruh tubuh dari bahaya yang meremas-remas daun pare dengan air bersih
datang dari luar (Damin 2006). Lapisan kulit kemudian air hasil remasan daun pare
pada dasarnya sama di semua bagian tubuh, digosokkan ke wajah.
kecuali di telapak tangan, telapak kaki, dan Daun pare sebagai salah satu tanaman
bibir. Namun, kulit wajah sedikit berbeda herbal Indonesia yang biasa dipakai oleh
karena di lapisan bawahnya terdapat lebih beberapa masyarakat untuk membersihkan
banyak pembuluh darah. Karena kaya akan wajah diduga mengandung bahan aktif yang
pembuluh darah, wajah biasanya mempunyai berkhasiat. Salah satu kandungan kimia dari
kulit yang lebih halus dari bagian tubuh yang daun pare adalah saponin (Kuswoyo 2009).
lain (Daniel 2005). Saponin dalam daun pare ini diharapkan
Masalah kulit wajah seringkali menjadi mampu menurunkan tegangan permukaan dan
sorotan. Salah satu masalah kulit wajah yang mempunyai aktivitas antibakteri. Dalam
sering dijumpai, yaitu timbulnya jerawat. penelitian ini diharapkan saponin berpotensi
Jerawat adalah suatu keadaan pori-pori kulit sebagai salah satu bahan aktif kosmetik
yang tersumbat sehingga menimbulkan pembersih wajah yang berbasis herbal.
kantung nanah. Penyumbatan pori-pori Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
seringkali disebabkan oleh penggunaan potensi ekstrak air, etanol, metanol, dan n-
kosmetik yang salah. Pemilihan jenis kosmetik heksana daun pare sebagai penjerap logam
ini perlu diperhatikan dengan baik (Retno & Hg, Pb, dan Cu, penurun tegangan
Fatma 2007). permukaan, dan aktivitas antibakterinya.
Membersihkan kulit pada prinsipnya Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak daun
adalah menghilangkan residu, kotoran, atau pare memiliki kemampuan menjerap logam
minyak sehingga harus dilakukan dengan Hg, Pb, dan Cu, mampu menurunkan
rutin. Terutama untuk kulit wajah dianjurkan tegangan permukaan, dan memiliki aktivitas
menggunakan pembersih yang sesuai dengan antibakteri. Penelitian ini juga diharapkan
jenis kulit masing-masing (Retno & Fatma bermanfaat untuk memberikan informasi
2007). tentang potensi ekstrak daun pare sebagai
Saat ini masyarakat menyadari pentingnya inovasi pembersih wajah yang berasal dari
penggunaan kosmetik herbal. Hal ini bahan herbal.
menyangkut faktor keamanan kosmetik
terhadap kesehatan kulit wajah dan bahaya TINJAUAN PUSTAKA
iritasi yang dapat ditimbulkan oleh bahan baku
sintetik (Retno & Fatma 2007). Kosmetik Pare
yang berkembang saat ini dilaporkan banyak Tanaman pare (Momordica charantia)
mengandung bahan kimia berbahaya bagi termasuk famili Cucurbitaceae. Tanaman ini
kesehatan wajah, seperti merkuri, hidrokuinon, memiliki ciri umum batang masif, berusuk
asam retinoat, dan zat pewarna (BPOM 2009). lima, berambut saat muda dan gundul setelah
Produk kosmetik tua, berwarna hijau, dan tumbuh merambat
2

(Nunun 2009). Daun tunggal berbentuk bulat Kandungan kimia dari daun pare yaitu
telur, berbulu, panjang tangkai 7-13 cm, dan resin, minyak, flavonoid, karbohidrat, zat
berwarna hijau. Bunga tunggal berkelamin warna, saponin, alkaloid, dan triterpenoid
satu, kelopak berbentuk lonceng, berusuk (Kuswoyo 2009). Salah satu kandungan kimia
banyak, panjang 5-15 cm, mahkota berbentuk yang berpotensi menjadi bahan baku
bulat telur berwarna kuning (Adi et al. 2008). pembersih wajah adalah saponin dari ekstrak
Buah pare berbentuk bulat panjang, daun pare. Kandungan saponin dari ekstrak
berusuk, warna jingga. Biji berbentuk pipih, daun pare ini memiliki kemampuan untuk
keras, warna cokelat kekuningan. Akar membersihkan kotoran di kulit wajah
tunggang dan berwarna putih kotor (Adi et al. misalnya debu dan sisa riasan.
2008). Buah pare mengandung karantin,
hidroksitriptamin, flavonoid, alkaloid, asam Adsorpsi
stearat, asam palmitat, vitamin A, B, dan C Adsorpsi atau penjerapan adalah suatu
(Robby 2009). Biji mengandung senyawa proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan
momordisin. Biji pare memiliki khasiat maupun gas, terikat pada suatu padatan atau
sebagai antiradang. Buah pare berkhasiat cairan (zat penjerap, adsorben) dan akhirnya
sebagai peluruh dahak, pembersih darah, membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat
penurunan panas, penyegar badan, penambah terjerap, adsorbat) pada permukaannya
nafsu makan, penurun gula darah, (Bassett et al. 1994). Berbeda dengan
memperlancar pencernaan, dan obat malaria absorpsi, pada absorpsi terjadi reaksi kimia
(Santoso 1996). antara molekul-molekul adsorbat dengan
Bagian utama tanaman pare yang permukaan adsorben (Ryan 2008). Adsorpsi
mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi adalah suatu zat pada permukaan adsorben
buahnya. Dari sudut pandang petani dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis
(produsen) peluang pasar pare merupakan adsorben, jenis adsorbat atau zat yang
salah satu alternatif usaha tani yang dapat teradsorpsi, luas permukaan adsorben,
dijadikan sumber penghasilan dan konsentrasi zat terlarut, dan temperatur
peningkatan pendapatan (Nunun 2009). (Suardana 2008).
Sebaliknya, bagi kalangan pengguna Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis,
(konsumen) selain dijadikan berbagai yaitu adsorpsi fisik (disebabkan oleh gaya Van
masakan, buah pare juga mensuplai gizi yang Der Waals (terjadinya gaya tarik menarik
berfungsi ganda sebagai obat. Rasa pahit yang relatif lemah antara adsorbat dengan
tanaman pare terutama daun dan buah permukaan adsorben) dan adsorpsi kimia
disebabkan oleh kandungan zat sejenis (terjadi karena terbentuknya ikatan kovalen
glukosida yang disebut momordisin atau dan ion antara molekul-molekul adsorbat
charantin (Subahar et al. 2004). dengan adsorben, dikenal dengan istilah
Para ahli kesehatan menemukan absorpsi) (Ryan 2008).
kandungan zat lain pada tanaman pare antara Adsorben ialah zat yang melakukan
lain insulin dan resin. Zat penimbul rasa pahit penjerapan terhadap zat lain (baik cairan
pada tanaman pare mempunyai nilai sosial maupun gas) pada proses adsorpsi. Umumnya
dan kegunaan yang luas dalam pelayanan adsorben bersifat spesifik, hanya menjerap zat
kesehatan masyarakat, diantaranya sebagai tertentu. Adsorben yang paling banyak
bahan obat tradisional untuk menyembuhkan dipakai untuk menjerap zat-zat dalam larutan
beberapa jenis penyakit. Daun pare berkhasiat adalah arang. Zat ini banyak dipakai di pabrik
sebagai obat cacing, batuk abses, demam, untuk menghilangkan zat-zat warna dalam
peluruh haid, sembelit, menambah nafsu larutan. Penjerapan bersifat selektif, yang
makan, melancarkan pengeluaran ASI, sipilis, dijerap hanya zat terlarut atau pelarut sangat
dan liver (Kuswoyo 2009). mirip dengan penjerapan gas oleh zat padat.
Beberapa jenis adsorben yang biasa
digunakan, yaitu arang aktif, gel silika, dan
alumina aktif (Atkins 1997).
Arang aktif adalah bahan berupa karbon
bebas yang masing-masing berikatan secara
kovalen atau arang yang telah dibuat dan
diolah secara khusus melalui proses aktifasi,
sehingga pori-porinya terbuka dan dengan
demikian mempunyai daya jerap yang besar
Gambar 1 Daun pare terhadap zat-zat lainnya, baik dalam fase cair
3

maupun dalam fase gas. Struktur pori


berhubungan dengan luas permukaan, dimana
semakin kecil pori-pori arang aktif,
mengakibatkan luas permukaan semakin
besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi
bertambah. Karbon aktif ini cocok digunakan
untuk mengadsorpsi zat-zat organik.
Komposisi arang aktif, diantaranya terdiri dari
silika (SiO2), karbon, (Meilita & Tuti 2010).
Proses adsorpsi pada penelitian ini akan
dilakukan untuk melihat kemampuan ekstrak
daun pare (Momordica charantia) dalam
menjerap kotoran. Kotoran yang ada pada Gambar 2 Susunan alat AAS 1) Lampu
wajah berasal dari banyak faktor salah satunya katoda, 2) Chopper, 3) Nyala, 4)
akibat polusi dari udara, jenis kulit, dan akibat Atomizer, 5) Lampu kondensor, 6)
pemakaian kosmetik (Retno & Fatma 2007). Celah, 7) Lensa kolimating, 8) Kisi
Ekstrak daun pare sebagai bahan aktif defraksi, 9) Sinar defraksi, 10) Celah
kosmetik pembersih wajah diharapkan akan keluar sinar, 11) Photo tube,
menjerap kotoran-kotoran berupa logam dari 12) Selang penghisap cairan, 13)
polusi udara yang ada pada kulit wajah dengan Cairan sampel/standar, 14) Asetilen
kontrol positif yang digunakan adalah arang (C2H2), 15) Udara, 16) Flow meter,
aktif. 17) Amplifier, 18) Recording
Sumber utama pencemaran udara adalah digital, 19) Pembuangan cairan
asap kendaraan bermotor. Udara yang (Gunandjar 1985).
tercemar ini, diantaranya mengandung Prinsip kerja AAS adalah dengan metode
beberapa logam berat, diantaranya logam Hg, analisis yang didasarkan pada proses
Pb, dan Cu. Saeni (1997) menyatakan bahwa penyerapan tenaga radiasi oleh atom-atom
partikel Hg, Pb, dan Cu yang dikeluarkan oleh yang berada pada tingkat tenaga dasar.
asap kendaraan bermotor berukuran antara Penyerapan tersebut menyebabkan
0,08 – 1,00 µg dengan masa tinggal di udara tereksitasinya elektron ke tingkat tenaga yang
selama 4 – 40 hari. Masa tinggal yang lama lebih tinggi. Penguraian intensitas radiasi
menyebabkan partikel Pb dapat disebarkan yang diberikan sebanding dengan jumlah atom
angin hingga mencapai 100 – 1000 km dari pada tingkat dasar yang menyerap tenaga
sumbernya. Hal tersebut yang menyebabkan radiasi tersebut (Gunandjar 1985).
pencemaran timbal di udara mudah tersebar.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini sampel Emulsifikasi
logam yang digunakan adalah logam Hg, Pb, Emulsifikasi adalah suatu proses yang
dan Cu. Hasil penjerapan logam oleh ekstrak terjadi antara dua cairan atau senyawa yang
daun pare ini akan diukur dengan tidak dapat bercampur (Ginting 2006).
menggunakan AAS (Atomic Absorption Berdasarkan fase terdispersinya, dikenal dua
Spectrophotometer). jenis emulsi, yaitu emulsi minyak dalam air
dan emulsi air dalam minyak. Emulsi minyak
Atomic Absorption Spectrophotometry dalam air, yaitu dimana fase minyak
Atomic Absorption Spectrophotometry terdispersi dalam fase air. Emulsi air dalam
(AAS) adalah suatu metode analisis yang minyak, yaitu dimana fase air terdispersi
dapat digunakan untuk menentukan unsur- dalam fase minyak (Sumardjo et al. 2008).
unsur di dalam suatu bahan. Alat ini memiliki Terdapat tiga teori yang menerangkan
kepekaan, ketelitian serta selektivitas yang mengenai sistem emulsi, yaitu Teori
tinggi. Dalam spektrofotometri serapan atom Tegangan Permukaan, bila cairan kontak
lampu katoda rongga (Hollow Cathoda dengan cairan kedua yang tidak larut dan tidak
Lamps) digunakan sebagai sumber radiasi. saling bercampur, kekuatan (tenaga) yang
Perkembangan terakhir cara analisis AAS menyebabkan masing-masing cairan pecah
selain atomisasi dengan nyala dapat juga menjadi partikel-partikel yang lebih kecil
dilakukan atomisasi tanpa nyala yaitu ada disebut tegangan permukaan. Zat-zat yang
yang menggunakan energi listrik pada batang dapat menurunkan tegangan permukaan
karbon atau bahkan hanya dengan penguapan disebut zat aktif permukaan (surfaktan) atau
(Gunandjar 1985). Susunan alat AAS secara zat pembasah. Dengan menurunnya tegangan
umum dapat dilihat pada Gambar 2. permukaan, gaya tarik-menarik antar molekul
4

dari masing-masing cairan akan berkurang Menurut Dwijoseputro (1990), antibakteri


dan kedua cairan dapat saling becampur. dapat dibedakan berdasarkan keefektifan
Kedua adalah Oriented-Wedge Theory, kerjanya, yaitu antibakteri berspektrum luas
lapisan monomolekuler dari zat pengemulsi yang efektif terhadap berbagai jenis mikrob
melingkari suatu tetesan dari fase dalam pada baik bakteri Gram positif maupun bakteri
emulsi. Zat pengemulsi akan memilih larut Gram negatif dan antibakteri berspektrum
dalam salah satu fase yang merupakan sempit yang hanya efektif terhadap mikrob
gambaran kelarutannya pada cairan tertentu tertentu, misalnya hanya efektif pada bakteri
dan terikat kuat kemudian terbenam di dalam Gram positif saja atau Gram negatif saja.
fase tersebut dibandingkan fase lainnya. Menurut Todar (2007), disebutkan pula
Ketiga adalah Teori Plastik atau Teori Lapisan antibakteri berspektrum terbatas bila efektif
Antarmuka, menempatkan zat pengemulsi terhadap spesies bakteri tertentu. Mekanisme
pada antarmuka antar minyak dan air, kerja antibakteri dapat terjadi melalui
mengelilingi tetesan fase dalam sebagai suatu beberapa cara, yaitu kerusakan dinding sel,
lapisan tipis atau film yang diabsorpsi pada perubahan permeabilitas sel, dan menghambat
permukaan dari tetesan tersebut. Lapisan sintesis protein dan asam nukleat (Fradiaz
tersebut mencegah kontak dan bersatunya fase 1987). Kerja antibakteri juga dipengaruhi
terdispersi. Makin kuat dan makin lunak beberapa faktor, antara lain konsentrasi zat
lapisan tersebut, makin besar dan stabil antibakteri, spesies bakteri, jumlah bakteri,
emulsinya (Lachman 1994). suhu, dan pH lingkungannya (Vega 2011).
Penelitian ini menitikberatkan pada Teori Uji antibakteri dapat dilakukan dengan
Tegangan Permukaan. Larutan ekstrak daun metode difusi dan metode dilusi
pare dengan konsentrasi tertentu diukur besar (pengenceran). Metode difusi dilakukan
tegangan permukaannya, kemudian akan dengan mengukur diameter zona bening yang
direaksikan dengan ekstrak daun pare. merupakan petunjuk adanya respon
Pemberian ekstrak ini diharapkan mampu penghambatan pertumbuhan bakteri oleh
menurunkan tegangan permukaan yang artinya suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak
ekstrak mampu membersihkan kotoran yang (Hermawan et al. 2007). Metode difusi dapat
terdapat pada wajah. dilakukan dengan menggunakan tiga cara,
yaitu metode silinder, metode lubang, dan
Antibakteri metode cakram kertas. Melalui metode ini
Antimikrob diantaranya meliputi akan terlihat ada tidaknya daerah hambatan di
antibakteri, antiprotozoa, antifungal, dan sekeliling lubang (Kusumaningjati 2009).
antivirus. Senyawa antibakteri adalah zat yang Metode dilusi (pengenceran) adalah
dapat menghambat pertumbuhan mikrob dan senyawa antibakteri diencerkan hingga
dapat digunakan untuk kepentingan diperoleh beberapa macam konsentrasi,
pengobatan infeksi pada manusia, hewan, dan masing-masing konsentrasi ditambahkan
tumbuhan. Antibakteri digunakan untuk suspensi bakteri uji dalam media cair. Ada
menghambat pertumbuhan bakteri (Schunack tidaknya pertumbuhan bakteri ditandai dengan
1990). Berdasarkan cara kerjanya antibakteri terjadinya kekeruhan. Larutan uji senyawa
dibedakan menjadi bakteriostatik dan antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat
bakterisida (Vega 2011). Antibakteri jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji,
bakteriostatik bekerja dengan cara ditetapkan sebagai Kadar Hambat Minimal
menghambat perbanyakan populasi bakteri (KHM). Larutan yang ditetapkan sebagai
dan tidak mematikan, sedangkan bakterisida KHM selanjutnya dikultur ulang pada media
bekerja membunuh bakteri. Bakteriostatik cair tanpa penambahan bakteri uji ataupun
dapat bertindak sebagai bakterisida dalam senyawa antibakteri kemudian diinkubasi
konsentrasi tinggi (Schunack et al. 1990). selama 24 jam. Media cair yang tetap terlihat
Kadar minimal yang dibutuhkan untuk jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai
menghambat pertumbuhan suatu bakteri atau Kadar Bunuh Minimal (KBM) (Pratiwi 2009).
membunuhnya, masing-masing dikenal Dalam penelitian ini uji antibakteri akan
dengan Kadar Hambat Minimal (KHM) dan dilakukan terhadap bakteri Staphylococcus
Kadar Bunuh Minimal (KBM) (Schunack et epidermidis dengan metode pengenceran
al. 1990). Sifat suatu antibakteri berbeda satu menggunakan microplate.
dengan yang lainnya, ada yang berspektrum Bakteri Staphylococcus epidermidis
luas dan ada pula yang berspektrum sempit, merupakan bakteri Gram positif, berbentuk
tergantung dari banyaknya bakteri yang kokus, berdiameter 0,5-1,5 µm. Bakteri ini
dihambat atau dibunuh (Vega 2011). hidup berkoloni menggerombol menyerupai
5

buah anggur. Koloni biasanya berwarna putih didinginkan di dalam eksikator selama 30
atau krem. Hidup di permukaan kulit dan menit. Sampel yang akan diukur kadar airnya
membran mukosa manusia maupun hewan adalah daun dan simplisia. Cawan kosong
(James & Hilary 2001). ditimbang bobotnya kemudian ditambahkan 3
gram sampel. Sampel di dalam cawan
BAHAN DAN METODE dikeringkan pada oven suhu 1050C selama 12
jam. Cawan beserta isinya kemudian
Alat dan Bahan didinginkan di dalam eksikator selama 30
Alat yang digunakan dalam penelitian ini menit, kemudian ditimbang kembali dan
adalah neraca analitik, blender, tabung reaksi, ditentukan kadar air sampel sampai massa
pipet tetes, pipet Mohr, labu Erlenmeyer, sampel stabil atau tidak berubah. Penentuan
gelas piala, pipet volumetrik, kertas saring, kadar air dilakukan 3 kali ulangan.
gelas ukur, cawan porselin, oven, tanur,
gegep, eksikator, rotary evaporator, vorteks, Ekstraksi Simplisia Daun Pare (BPOM
penangas air, vial, aluminium foil, laminar, 2004) .
mikropipet, Atomic Absorption Ekstraksi adalah proses pemisahan satu
Spectrophotometer (AAS), autoklaf, cawan atau lebih komponen dari suatu campuran
Petri, inkubator, alat-alat pengukur tegangan homogen berdasarkan prinsip beda kelarutan.
permukaan, pipet mikro. Pelarut yang digunakan dalam proses
Bahan untuk pembuatan ekstrak adalah ekstraksi adalah akuades, etanol, metanol, dan
simplisia daun pare, akuades, etanol, metanol, heksana. Sebanyak 18 gram bubuk daun pare
heksana. Bahan untuk uji fitokimia adalah kering ditimbang kemudian dimasukkan ke
NaOH, H2SO4 pekat, kloroform, akuades, dalam labu Erlenmeyer ukuran 250 mL.
metanol, pereaksi Dragendorf, pereaksi Pelarut (akuades, etanol, metanol, dan
Meyer, dan pereaksi Wagner, pereaksi heksana) ditambahkan ke dalam labu
Lieberman Buchard, eter. Bahan untuk uji Erlenmeyer sebanyak 180 mL dengan
penjerapan logam adalah HCl 18%, standar perbandingan daun pare : pelarut adalah 1:10.
arang aktif, standar logam Hg, Pb, dan Cu. Campuran ditutup dengan aluminium foil,
Bahan untuk uji aktivitas antibakteri adalah kemudian didiamkan selama 24 jam. Ekstrak
Nutrient Broth, DMSO, isolat bakteri kemudian disaring menggunakan kertas
Staphylococcus epidermidis, media TSB, saring, dan filtrat ditampung dalam labu
kloramfenikol, tip biru, tip kuning, dan Erlenmeyer. Ampas hasil saringan kemudian
microplate. ditambahkan pelarut kembali dengan jumlah
perbandingan yang sama, kemudian
Metode didiamkan kembali selama 24 jam. Ekstrak
Pembuatan Simpilisia Daun Pare (BPOM kemudian disaring menggunakan kertas
2004) saring, dan filtrat ditampung dalam labu
Daun pare yang digunakan dalam Erlenmeyer. Lakukan hal ini sampai tiga kali
penelitian ini diambil dari lima daun setelah perendaman. Semua hasil filtrat digabungkan
pucuk (daun tua). Daun yang telah disortir dalam satu labu Erlenmeyer. Labu evaporator
kemudian dicuci dengan air bersih agar hama ditimbang bobot kosongnya kemudian
dan kotoran di daun terbuang. Daun pare yang ditambahkan filtrat yang didapat ke dalam
telah dicuci kemudian ditiriskan hingga semua labu evaporator. Filtrat kemudian diuapkan
air sisa cucian terpisah, setelah itu daun pare pada vakum evaporator dan dihitung
ditempatkan di dalam wadah yang bersih dan rendemen yang diperoleh. Semua ekstrak
kering kemudian dirajang kasar. Hasil simplisia daun pare (air, etanol, metanol, dan
rajangan ini ditempatkan dalam nampan tahan heksana) disimpan di dalam lemari es suhu 4
panas, kemudian dikeringkan dalam oven pada yang akan digunakan pada pengujian
suhu 500C selama 2-3 hari. Simplisia (daun berikutnya.
pare kering) dihaluskan dengan blender
berukuran 20-80 mesh kemudian dikemas Uji Fitokimia (Harbone 1987)
dalam plastik dan disimpan di suhu ruang Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui
untuk pengujian berikutnya. kandungan senyawa metabolit sekunder yang
terdapat di dalam sampel. Uji ini merupakan
Penentuan Kadar Air Daun dan Simplisia suatu analisa kualitatif kandungan kimia
(AOAC 1984) tumbuhan atau bagian tumbuhan. Uji
Cawan porselin dikeringkan dalam oven fitokimia dapat dilakukan dengan metode
pada suhu 1050C selama 30 menit, lalu cawan KLT (kromatografi Lapis Tipis) dan metode
6

tabung yang merupakan metode yang paling Uji Kandungan Logam Simplisia
sederhana karena tidak menggunakan alat Menggunakan AAS
yang canggih dan masih manual. Uji ini Cawan porselen bersih ditimbang bobot
meliputi uji flavonoid, uji alkaloid, uji tanin, kosongnya terlebih dahulu. Sebanyak 5 gram
uji steroid, uji terpenoid, uji saponin, dan uji serbuk simplisia dimasukkan ke dalam cawan.
glikosida. Simplisia di dalam cawan dipanaskan hingga
Uji Flavonoid dan Senyawa Fenolik. menjadi arang di atas penangas. Simplisia
Ekstrak sampel sebanyak 0.1 g ditambah 2 yang telah menjadi arang dipindahkan ke
mL etanol 30% sampai terendam lalu tanur sampai menjadi abu berwarna putih.
dipanaskan. Filtratnya dibagi 2, yang satu Simplisia yang telah menjadi abu
ditambah NaOH sebanyak 3 tetes 10% (b/v) dikeluarkan dari tanur kemudian didinginkan.
dan filtrat satunya lagi ditambahkan H2SO4 Sebanyak 10 mL HCl 18% ditambahkan ke
sebanyak 3 tetes. Terbentuknya warna merah abu simplisia kemudian dipanaskan hingga
karena penambahan NaOH menunjukkan mendidih, tetapi tidak sampai kering.
adanya senyawa fenolik hidrokuinon, Simplisia yang telah dilarutkan dengan HCl
sedangkan warna merah yang terbentuk akibat kemudian disaring ke dalam labu takar 50 mL.
penambahan H2SO4 pekat menunjukkan Sampel ditera dengan akuades sampai 50 mL.
adanya flavonoid. Kadar logam sampel diukur dengan AAS.
Uji Alkaloid. Sebanyak 10 mL kloroform
ditambah dengan ekstrak sampel 0.1 g dan Penentuan Daya Adsorpsi Ekstrak Daun
beberapa tetes ammonia. Fraksi kloroform Pare Menggunakan AAS (Noor 2008)
dipisahkan dan diasamkan dengan 10 tetes Standar logam yang digunakan untuk uji
H2SO4 2 M. Fraksi asam diambil kemudian ini adalah larutan Pb asetat, larutan HgCl2,
ditambahkan dengan pereaksi Dragendorf 3 dan larutan CuSO4. Pengujian penjerapan
tetes, pereaksi Meyer sebanyak 3 tetes, dan logam ini dilakukan dengan lima perlakuan.
pereaksi Wagner sebanyak 3 tetes. Adanya Perlakuan pertama setiap logam direaksikan
alkaloid ditandai dengan terbentuknya dengan arang aktif sebagai kontrol positif.
endapan merah oleh pereaksi Dragendorf, Perlakuan kedua setiap logam direaksikan
endapan putih oleh pereaksi Meyer, dan dengan ekstrak air daun pare, lalu perlakuan
endapan coklat oleh pereaksi Wagner. ketiga setiap logam direaksikan dengan
Uji Tanin. Sebanyak 1 g serbuk bahan ekstrak etanol daun pare, perlakuan keempat
ditambah 10 mL akuades kemudian setiap logam direaksikan dengan ekstrak
dididihkan selama 30 menit. Setelah dingin, metanol daun pare, dan perlakuan terakhir
campuran disaring dan filtratnya ditambah setiap logam direaksikan dengan ekstrak n-
FeCl3 1% sebanyak 5 mL (b/v). Warna biru heksana daun pare. Kelima perlakuan ini
tua atau hitam menunjukkan adanya tanin. kemudian diukur konsentrasi logamnya lalu
Uji Saponin. Ekstrak sebanyak 0.1 g dibandingkan dengan konsentrasi logam awal
ditimbang kemudian ditambahkan akuades 5 sebelum perlakuan atau sebelum direaksikan
mL dan dipanaskan selama 5 menit. Larutan dengan ekstrak.
tersebut didinginkan kemudian dikocok. Larutan standar logam dengan konsentrasi
Timbulnya busa selama ± 10 menit 5000 ppm dibuat sebanyak 25 mL dalam labu
menunjukkan adanya saponin. Erlenmeyer. Larutan standar ini kemudian
Uji Triterpenoid dan Steroid. Ekstrak direaksikan dengan 1% ekstrak daun pare atau
sebanyak 0.1 g ditambah 2 mL etanol 30% arang aktif sebagai kontrol positif selama 15
kemudian dipanaskan dan disaring. menit kemudian setelah 15 menit larutan
Selanjutnya filtrat diuapkan dan ditambahkan disaring. Hasil saringan selanjutnya dilakukan
eter sebanyak 1 mL. Lapisan eter ditambah pengenceran 100x. Nilai absorban larutan
dengan pereaksi Lieberman Buchard (3 tetes diukur menggunakan AAS setelah itu
asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2S04 kadar logam dihitung menggunakan
pekat). Warna merah atau ungu menunjukkan persamaan yang diperoleh dari kurva standar
adanya triterpenoid dan warna hijau logam. Persamaan kurva standar yang
menunjukkan adanya steroid. diperoleh, yaitu Y=AX+B (Y adalah
Uji Glikosida. Ekstrak sebanyak 1 mL absorbansi dan X adalah konsentrasi), dari
diuapkan diatas penangas air sampai kering. persamaan ini maka dapat dihitung besar
Selanjutnya ditambahkan asam asetat anhidrat konsentrasi logam. Kemudian dapat
sebanyak 1 mL dan ditambahkan 10 tetes dibandingkan ekstrak mana yang paling
asam sulfat pekat. Warna biru hijau efektif dalam menjerap logam setelah
menunjukkan adanya glikosida. direaksikan selama 15 menit.
7

Uji Tegangan Permukaan (Daya Penentuan Aktivitas Antibakteri Metode


Emulsifikasi) Dilusi (Pengenceran) Menggunakan
Tegangan permukaan zat cair adalah Microplate (Batubara et al. 2009)
kecenderungan permukaan zat cair untuk Bakteri yang digunakan dalam penelitian
menegang, sehingga permukaannya seperti ini, yaitu Staphylococcus epidermidis. Isolat
ditutupi oleh suatu lapisan elastis. Lapisan bakteri ini diperoleh dari laboratorium
inilah yang disebut tegangan permukaan. Uji Mikrobiologi Universitas Indonesia. Bakteri
tegangan permukaan pada penelitian ini diukur yang digunakan sebelumnya dilakukan tahap
dengan menggunakan alat Laboratory stand persiapan, sebelum diuji bakteri dari media
(Gambar 3). Pertama diukur panjang kaca padat di kultur kedalam media TSB selama 18
dengan menggunakan jangka sorong dan tebal jam. Metode yang digunakan yaitu metode
kaca diukur menggunakan mikrometer sekrup. dilusi menggunakan microplate. Microplate
Ekstrak ditimbang sebanyak 0.1 gram lalu ini memiliki 96 sumur yang terdiri dari 12
dilarutkan dalam 100 mL akuades. Larutan kolom dan 8 baris. Kolom 1 dan 2 berisi
ekstrak yang telah dibuat tadi diukur tegangan media bakteri yang diberi ekstrak air, kolom 3
permukaannya dengan Laboratory stand. dan 4 media yang diberi ekstrak etanol, kolom
Gelas piala yang berisi larutan ekstrak 5 dan 6 media yang diberi ekstrak metanol,
perlahan-lahan dinaikkan sampai kaca yang kolom 7 dan 8 media yang diberi ekstrak n-
tergantung pada alat tercelup seluruhnya heksana, kolom 9 dan 10 adalah kontrol
dalam larutan ekstrak, kemudian secara positif, yaitu DMSO 20% dan terakhir kolom
perlahan gelas piala ditarik ke arah bawah dan 11 dan 12 adalah kontrol negatif, yaitu
dibaca perubahan skalanya. Setiap 1 mm kloramfenikol. Baris pertama berisi 160 µL
simpangan jarum setara dengan massa 0.1 DMSO 20%, 40 µl ekstrak dengan konsentrasi
gram. Pengujian ini dilakukan sebanyak tiga 10.000 ppm sehingga konsentrasinya menjadi
kali ulangan. Setelah itu, dilakukan pemekatan 2000 ppm. Baris kedua samapi kedelapan
larutan ekstrak dengan penambahan ekstrak hanya dimasukkan 100 µL DMSO 20%.
0.1 gram lalu diukur kembali tegangan Kemudian dilakukan pengenceran ½ kali
permukaannya sampai konsentrasi menjadi dengan cara diambil 100 µL sampel dari
1%. kolom pertama lalu dicampur ke kolom kedua
Besar tegangan permukaan dihitung sehingga konsentrasinya menjadi 1000 ppm.
dengan menggunakan rumus : Begitu seterusnya sampai kolom ke delapan
hingga konsentrasinya akhir 15.63 ppm.
Setelah itu semua sumur ditambahkan 100 µL
dengan,  = tegangan permukaan (N/m) media NB steril dan 10 µL inokulum bakteri.
F = gaya (Newton) Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C.
p = panjang kaca Konsentrasi ekstrak yang tidak
t = lebar kaca menunjukkan pertumbuhan bakteri (bening)
secara visual dideskripsikan sebagai
konsentrasi hambat minimum (KHM).
Sebanyak 100 µL dari media yang tidak
menunjukkan pertumbuhan bakteri
diinokulasikan pada 100 µL media baru,
kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37 °C. Konsentrasi yang tidak menunjukkan
pertumbuhan bakteri setelah inokulasi kedua
dideskripsikan sebagai konsentrasi bunuh
minimum (KBM).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Ekstrak Daun Pare
Pengujian kadar air daun dan kadar air
simplisia dilakukan sebelum proses ekstraksi.
Hasil pengujian kadar air memberi informasi
bahwa kadar air daun pare sebesar 64.77%
dan kadar air simplisia daun pare sebesar
9.74%. Menurut BPOM (2004), menyatakan
Gambar 3 Alat pengukur tegangan permukaan
bahwa kadar air simplisia yang baik sebagai
8

bahan herbal adalah ≤ 10%. Artinya, simplisia menunjukkan hasil negatif, sedangkan untuk
daun pare dengan kadar air 9.74% layak uji saponin, ternyata hanya simplisia, ekstrak
digunakan sebagai bahan herbal dan air, dan ekstrak etanol yang mengandung
memenuhi syarat untuk dilakukan pengujian saponin.
selanjutnya. Bahan herbal yang memiliki Saponin dalam daun pare ini yang diduga
kadar air lebih dari 10% juga tidak baik berpotensi sebagai salah satu bahan aktif
digunakan karena hasil ekstrak yang diperoleh pembersih wajah. Artinya ekstrak yang
akan banyak mengandung air daripada berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan
kandungan metabolit sekunder yang aktif pembersih adalah ekstrak air dan etanol
diinginkan. daun pare karena kedua ekstrak ini
Pengujian selanjutnya dimulai dengan memberikan hasil positif pada uji saponin. Uji
melakukan ekstraksi terhadap simplisia daun triterpenoid dan glikosida menunjukkan
pare. Simplisia pare yang diperoleh diekstrak simplisia dan semua ekstrak daun pare
menggunakan empat pelarut, yaitu air, etanol, memberikan hasil positif. Berbanding terbalik
metanol, dan heksana. Metode yang digunakan dengan uji saponin, uji steroid menunjukkan
dalam ekstraksi adalah metode maserasi hasil negatif pada ekstrak air dan etanol. Hasil
(perendaman). Keempat ekstrak yang positif untuk uji steroid ditunjukkan oleh
diperoleh selanjutnya dihitung nilai ekstrak metanol dan n-heksana.
rendemennya. Hasil perhitungan nilai Ekstrak daun pare yang mengandung
rendemen dapat dilihat pada Tabel 1. Ekstrak saponin adalah ekstrak air dan ekstrak etanol.
air memiliki rendemen sebesar 16.48%, Saponin dalam ekstrak daun pare ini yang
ekstrak etanol sebesar 27.95%, ekstrak diduga berpotensi sebagai salah satu bahan
metanol 15.14%, dan ekstrak n-heksana aktif kosmetik pembersih wajah. Dalam
sebesar 13.28%. Pengukuran rendemen ini penelitian ini diharapkan ekstrak daun pare
menunjukkan bahwa ekstrak etanol memiliki yang mengandung saponin dapat
rendemen paling besar, yaitu 27.95%. Hasil mengadsorpsi logam, menurunkan tegangan
uji ini menunjukkan bahwa pelarut etanol permukaan, dan sebagai antibakteri.
yang tergolong dalam pelarut semi polar Saponin membentuk larutan koloidal
paling baik dalam mengekstrak kandungan dalam air dan membentuk busa yang mantap
metabolit sekunder yang ada pada daun pare. jika dikocok dan tidak hilang dengan
Tabel 1 Hasil pengukuran rendemen penambahan asam (Harborne 1996). Diberi
Ekstrak Total rendemen nama saponin karena sifatnya menyerupai
Air 16.48 % sabun (sapo berarti sabun). Saponin
diklasifikasikan berdasarkan sifat kimianya
Etanol 27.95 %
menjadi dua yaitu saponin steroid dan saponin
Metanol 15.14 %
triterpenoid. Saponin steroid tersusun atas inti
n-Heksana 13.28 %
steroid (C27) dengan molekul karbohidrat.
Komponen Fitokimia Ekstrak Daun Pare Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan satu
Uji fitokimia juga dilakukan terhadap aglikon yang dikenal sebagai sapogenin. Tipe
simplisia daun pare, ekstrak air, etanol, saponin ini memiliki efek antijamur. Saponin
metanol, dan n-heksana. Hasil Uji Fitokimia triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid
dapat dilihat pada Tabel 2. Uji ini dilakukan dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis
untuk mengetahui kandungan senyawa menghasilkan suatu aglikon yang disebut
metabolit sekunder yang terdapat di dalam sapogenin yang merupakan suatu senyawa
simplisia dan ekstrak daun pare. Senyawa- yang mudah dikristalkan lewat asetilasi
senyawa yang diidentifikasi yaitu senyawa sehingga dapat dimurnikan (Adam 1995).
fenolik, flavonoid, alkaloid, tanin, saponin, Menurut Prihatman (2001) dilaporkan juga
triterpenoid, steroid, dan glikosida. bahwa senyawa saponin memiliki aktivitas
antibakteri. Penurunan tegangan permukaan
Hasil uji fitokimia menunjukkan simplisia
disebabkan karena adanya senyawa sabun
daun pare dan semua ekstrak daun pare tidak
yang dapat mengacaukan ikatan hidrogen pada
mengandung senyawa fenolik. Uji flavonoid
air. Senyawa sabun ini biasanya memiliki dua
memberikan hasil positif, artinya daun pare
bagian yang tidak sama sifat kepolarannya.
mengandung senyawa flavonoid, begitu juga
Maka dalam penelitian ini akan diuji
dengan uji alkaloid yang juga memberikan
kemampuan saponin dari ekstrak daun pare
hasil positif pada simplisia daun pare dan
dalam menurunkan tegangan permukaan,
semua ekstrak daun pare. Berbeda dengan uji
aktivitas antibakterinya, dan kemampuan
tanin, simplisia dan semua ekstrak daun pare
menjerap logam Hg, Pb, dan Cu.
9

Tabel 2 Hasil pengujian fitokimia simplisia dan ekstrak daun pare


Ekstrak
Uji Simplisia
air etanol Metanol n-heksana
Fenolik - - - - -
Flavonoid + + + + +
Alkaloid + + + + +
Tanin - - - - -
Saponin + + + - -
Triterpenoid + + + + +
Steroid + - - + +
Glikosida + + + + +
Keterangan : + = hasil uji positif - = hasil uji negatif

Kadar Logam Simplisia Daun Pare Hasil uji kadar logam ini menunjukkan
bahwa tingkat polusi udara saat ini sudah
Uji kandungan logam juga dilakukan sangat tinggi. Padahal sampel daun pare yang
terhadap simplisia daun pare. Tujuannya untuk diambil berasal dari daerah yang cukup jauh
melihat apakah sampel daun pare yang dari perkotaan, yaitu di desa Ciherang-Bogor.
digunakan dalam penelitian ini mengandung Disekitar daerah ini masih jarang pemukiman
logam berat atau tidak. Namun hasil yang penduduk dan masih banyak terdapat areal
didapat ternyata daun pare yang digunakan pesawahan. Logam berat sampai pada daerah
mengandung logam Pb sebesar 0.45 ppm dan ini mungkin juga karena hembusan angin
logam Cu sebesar 0.62 ppm sedangkan logam (Saeni 1997).
Hg tidak terdeteksi. Hasil ini setara dengan Tabel 3 Hasil pengukuran uji logam simplisia
kadar logam Pb sebesar 4.5% dan kadar logam daun pare menggunakan AAS
Cu sebesar 6.2%. Hasil pengukuran kadar Standar Logam Konsentrasi Logam
logam dapat dilihat pada Tabel 3.
Pb 0.45 ppm
Logam Pb yang terdapat dalam sampel Hg Tidak terdeteksi
daun pare diperkirakan berasal dari polusi Cu 0.62 ppm
udara seperti asap kendaraan bermotor dan
asap pabrik (Darmono 2001). Fardiaz (1995)
Hasil Uji Adsorpsi
juga menyatakan bahwa semua bahan pangan
Uji adsorpsi (penjerapan) dilakukan
alami mengandung timbal dalam konsentrasi
menggunakan tiga logam standar, yaitu logam
kecil dengan kadar maksimal sebesar 0.72
Hg, Pb, dan Cu. Alasan digunakannya ketiga
ppm. Jika dalam darah kadar Pb melebihi 0.72
logam ini karena logam inilah yang paling
ppm maka dapat mengakibatkan keracunan
banyak terdapat di udara yang terpapar oleh
akut yang cukup berbahaya.
polusi (Darmono 2001). Penelitian ini
Logam Cu yang terdapat dalam sampel
dilakukan untuk menguji ekstrak daun pare
daun pare diperkirakan berasal dari pemakaian
sebagai bahan aktif kosmetik pembersih wajah
pestisida (Fardiaz 1995). Menurut survey yang
yang diharapkan mampu mengadsorpsi logam-
dilakukan, daun pare yang digunakan dalam
logam tersebut.
penelitian ini mengalami penyemprotan hama
Gambar 4 menunjukkan bahwa semua
dua hari sebelum dipetik. Menurut Saeni
ekstrak daun pare mampu mengadsorpsi
(1995), logam Cu merupakan unsur renik
logam merkuri (Hg). Konsentrasi awal logam
esensial untuk semua tanaman dan hewan
Hg sebelum penambahan arang aktif dan
termasuk manusia. Oleh karena itu, logam Cu
ekstrak daun pare, yaitu sebesar 5436.00 ppm.
harus selalu ada pada makanan. Batas ambang
Penambahan 1% arang aktif menyebabkan
logam Cu untuk perikanan dan peternakan
konsentrasi logam Hg berkurang menjadi
adalah sebesar 0.02 ppm dan untuk pertanian
3956.80 ppm, penambahan 1% ekstrak air
adalah sebesar 0.2 ppm. Pada konsentrasi yang
menurunkan konsentrasi logam Hg menjadi
lebih tinggi Cu akan toksik, terutama untuk
5096.93 ppm, penambahan 1% ekstrak etanol
bakteri, ganggang, dan jamur. Kadar Cu yang
menurunkan konsentrasi logam Hg menjadi
terdeteksi pada tanaman pare yang digunakan
3782.22 ppm, penambahan 1% ekstrak
dalam penelitian ini sudah melebihi ambang
metanol menurunkan konsentrasi logam Hg
batas maksimum, yaitu sebesar 0.62 ppm.
menjadi 4845.14 ppm, dan penambahan 1%
Namun, kadar yang dapat menyebabkan
ekstrak n-heksana menurunkan konsentrasi
keracunan dalam tubuh adalah sebesar 20
logam Hg menjadi 3960.27 ppm.
ppm.
10

6000 2000

(ppm)
(ppm)
5000
[logam] 4000 1500

[logam]
3000 1000
2000
1000 500
0
0
aw aa ea ee em eh
aw aa ea ee em eh
Gambar 4 Hasil pengujian penjerapan logam Gambar 5 Hasil pengujian penjerapan logam
Hg. aw (awal), aa (arang aktif), ea Pb. aw (awal), aa (arang aktif), ea
(ekstrak air), ee (ekstrak etanol), (ekstrak air), ee (ekstrak etanol),
em (ekstrak metanol), eh (ekstrak em (ekstrak metanol), eh (ekstrak
n-heksana) n-heksana)
Hasil uji adsorpsi terhadap logam Hg Menurut Saeni (1997), menyatakan bahwa
menunjukkan bahwa 1% arang aktif mampu partikel Pb yang menempel pada permukaan
mengadsorpsi 27.21% logam Hg, 1% ekstrak daun yang berbulu, tujuh kali lebih besar
air daun pare mengadsorpsi 6.24% logam Hg, daripada permukaan daun yang licin. Menurut
1% ekstrak etanol daun pare mengadsorpsi Nunun (2009), daun pare tergolong daun yang
30.43% logam Hg, 1% ekstrak metanol daun permukaannya berbulu, sehingga penjerapan
pare mengadsorpsi 10.22% logam Hg, dan 1% daun pare terhadap logam Pb lebih tinggi
ektrak n-heksana mengadsorpsi 27.15% logam dibandingkan dengan logam Hg. Selain itu,
Hg. Hasil ini memberi informasi bahwa penelitian yang dilakukan selama ini lebih
ekstrak etanol daun pare merupakan ekstrak banyak membandingkan tentang penjerapan
terbaik untuk mengadsorpsi logam Hg dengan logam akibat tingginya polusi udara dengan
hasil penjerapan sebesar 30.43%. indikator air, rambut, dan beberapa tanaman
Pengujian untuk logam Pb pada Gambar 5 yang memang mempunyai kemampuan dalam
menunjukkan bahwa semua ekstrak daun pare menjerap logam. Beberapa contoh tanaman
mampu mengadsorpsi logam timbal (Pb). yang biasa dijadikan sebagai indikator, yaitu
Konsentrasi awal logam Pb sebelum eceng gondok, kangkung, dan bayam (Saeni
penambahan arang aktif dan ekstrak daun 1997). Sampai saat ini belum banyak
pare, yaitu sebesar 1544.41 ppm. Penambahan penelitian yang dilakukan tentang penjerapan
1% arang aktif menyebabkan konsentrasi logam dengan perbandingan pelarut yang
logam Pb berkurang menjadi 909.69 ppm, digunakan.
penambahan 1% ekstrak air menurunkan Uji adsorpsi logam tembaga (Cu)
konsentrasi logam Pb menjadi 956.23 ppm, memberikan hasil yang berbeda dibandingkan
penambahan 1% ekstrak etanol menurunkan dengan uji adsorpsi logam Hg dan Pb
konsentrasi logam Pb menjadi 791.05 ppm, (Gambar 6).
penambahan 1% ekstrak metanol menurunkan
konsentrasi logam Pb menjadi 1007.05 ppm, 8000
[logam] (ppm)

dan penambahan 1% ekstrak n-heksana


menurunkan konsentrasi logam Pb menjadi
1167.94 ppm. Artinya, sebanyak 1% arang 6000
aktif mampu mengadsorpsi 41.09% logam Pb,
sebanyak 1% ekstrak air daun pare 4000
mengadsorpsi 38.08% logam Pb, 1% ekstrak
etanol daun pare mengadsorpsi 49.78% logam 2000
Pb, 1% ekstrak metanol daun pare
mengadsorpsi 34.74% logam Pb, dan 1% 0
ekstrak n-heksana dan pare mengadsorpsi aw aa ea ee em eh
24.38% logam Pb. Hasil ini memberi Gambar 6 Hasil pengujian penjerapan logam
informasi bahwa ekstrak etanol daun pare Cu. aw (awal), aa (arang aktif), ea
merupakan ekstrak terbaik untuk (ekstrak air), ee (ekstrak etanol),
mengadsorpsi logam Pb. em (ekstrak metanol), eh (ekstrak
n-heksana)
11

Konsentrasi awal logam Cu sebelum pakaian, karena dengan turunnya tegangan


penambahan arang aktif dan ekstrak daun permukaan maka air/fluida/ekstrak dapat
pare, yaitu sebesar 4759.05 ppm. Penambahan masuk lebih dalam dan membersihkan
1% arang aktif menyebabkan konsentrasi kotoran. Berikut adalah grafik yang
logam Cu berkurang menjadi 4592.91 ppm, menunjukkan tegangan permukaan ekstrak air,
penambahan 1% ekstrak air justru menambah ekstrak etanol, dan ekstrak metanol. Ekstrak
konsentrasi logam Cu menjadi 5742.86 ppm, n-heksan tidak dilakukan pengujian karena
penambahan 1% ekstrak etanol juga ekstrak tersebut tidak dapat larut dalam air
menaikkan konsentrasi logam Cu menjadi sehingga tidak dapat diukur besar tegangan
4766.52 ppm, penambahan 1% ekstrak permukaannya.
metanol juga menaikkan konsentrasi logam Gambar 7 menunjukkan bahwa ekstrak air
Cu menjadi 5778.32 ppm, dan penambahan adalah ekstrak yang paling stabil dalam
1% ekstrak n-heksana yang dapat menurunkan menurunkan tegangan permukaan. Ekstrak
konsentrasi logam Cu menjadi 4512.63 ppm. etanol hanya mampu menurunkan tegangan
Artinya, sebanyak 1% arang aktif mampu permukaan sampai konsentrasi 0.2%. Pada
mengadsorpsi 3.49% logam Cu, sebanyak 1% pemekatan selanjutnya ekstrak ini justru
ekstrak n-heksana daun pare mampu menaikkan tegangan permukaan. Berbeda
mengadsorpsi 5.18% logam Cu, sedangkan dengan ekstrak metanol yang memang sama
ekstrak air daun pare, ekstrak etanol daun sekali tidak dapat menurunkan tegangan
pare, dan ekstrak metanol daun pare tidak permukaan saat dilakukan pengujian. Hasil ini
dapat mengadsorpsi logam Cu. Gambar 6 memberi informasi bahwa ekstrak air adalah
menunjukkan ketiga ekstrak justru menambah ekstrak yang paling efektif dalam menurunkan
konsentrasi logam Cu. Ekstrak air daun pare tegangan permukaan.
sebanyak 1% menambah konsentrasi logam Informasi yang dapat diperoleh dari
Cu sebesar 21.42%, 1% ekstrak etanol daun Gambar 7, memiliki kaitan dengan uji
pare menambah konsentrasi logam Cu sebesar fitokimia yang telah dilakukan sebelumnya.
0.16%, dan 1% ekstrak metanol menaikkan Uji fitokimia pada Tabel 2 menunjukkan
konsentrasi logam Cu sebesar 21.42%. bahwa hanya ekstrak air dan etanol yang
memberikan hasil positif terhadap uji saponin.
Hasil ini memberi gambaran bahwa hanya Artinya, ekstrak air dan etanol daun pare
ekstrak n-heksana daun pare yang mampu mengandung senyawa saponin.
mengadsorpsi logam Cu, yaitu penjerapannya Menurut Adam (1995) menyatakan bahwa
sebesar 5.18%. Peningkatan jumlah logam Cu saponin memiliki molekul yang dapat menarik
pada pengujian penjerapan logam terhadap air atau hidrofilik dan molekul yang dapat
ekstrak air, ekstrak etanol, dan ekstrak melarutkan lemak atau lipofilik sehingga
metanol ini dapat terjadi karena dari hasil dapat menurunkan tegangan permukaan sel
pengujian kandungan logam terhadap yang akhirnya menyebabkan kehancuran
simplisia daun pare sebelumnya, simplisia kuman. Saponin ini bekerja sebagai surfaktan,
daun pare yang digunakan sudah mengandung yang membuat air mudah masuk ke dalam
logam Cu sebesar 0.62 ppm atau 6.2 %. Hal pori-pori dan dapat mengikat kotoran dengan
ini yang mungkin menyebabkan terjadinya cara menurunkan tegangan permukaan.
penambahan kandungan logam Cu saat
(N/m)

pengujian penjerapan logam. Ekstrak daun 0,14


pare yang seharusnya mengadsorpsi logam Cu 0,12
tetapi karena simplisia sudah mengandung
permuk

0,1
aan

logam sehingga malah menambah konsentrasi 0,04

logam Cu itu sendiri. 0,08


0,06
teganga

Uji Tegangan Permukaan (Daya 0 0,5 1


n

Emulsifikasi) 0,02
Daya emulsifikasi dalam penelitian ini 0
diukur melalui uji tegangan permukaan. Uji
tegangan permukaan dilakukan untuk melihat
potensi ekstrak dalam membantu menurunkan konsentrasi (%)
tegangan permukaan sehingga memperluas ekstrak air
permukaan cairan. Dalam kehidupan sehari- ekstrak etanol
hari menurunkan tegangan permukaan ekstrak metanol
digunakan dalam membersihakan kotoran di Gambar 7 Hasil uji tegangan permukaan
12

Saponin memiliki sifat seperti sabun.


A 1 2 3 4 k(+ ) k(-)
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan
yang terbuat dari minyak atau lemak alami. B
Surfaktan mempunyai struktur bipolar. Bagian C
D
kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor
E
bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun
F
mampu mengangkat kotoran (biasanya G
lemak). Selain itu, pada larutan, surfaktan H
akan menggerombol membentuk misel setelah
melewati konsentrasi tertentu yang disebut
Konsentrasi Kritik Misel (KKM) (Lehninger Gambar 8 Uji antibakteri. 1) ekstrak air, 2)
1982). Saponin dalam ekstrak air dan etanol ekstrak etanol, 3) ekstrak metanol,
daun pare ini diharapkan mampu mengikat 4) ekstrak n-heksana, k(+) kontrol
kotoran yang ada pada wajah dengan positif (DMSO 20%), k(-) kontrol
menurunkan tegangan permukaan sehingga negatif (kloramfenikol), A)
mampu masuk ke pori-pori wajah dan konsentrasi 2000 ppm, B)
membentuk misel untuk mengangkat kotoran- konsentrasi 1000 ppm, C)
kotoran yang ada pada wajah. konsentrasi 500 ppm, D)
Berdasarkan Tabel 2 juga menunjukkan konsentrasi 250 ppm, E)
bahwa ekstrak metanol dan ekstrak n-heksan konsentrasi 125 ppm, F)
daun pare tidak mengandung saponin. Hal ini konsentrasi 62.5 ppm, G)
terbukti dengan pengujian emulsifikasi ini, konsentrasi 31.25 ppm, H)
bahwa saat uji tegangan permukaan ekstrak konsentrasi 15.63 ppm.
metanol tidak dapat menurunkan tegangan
permukaan dan ekstrak n-heksana bahkan Hasil pengujian ini dilihat berdasarkan
tidak dapat diukur tegangan permukaannya. nilai KHM (Kadar Hambat Minimal) dan
KBM (Kadar Bunuh Minimal). Nilai KHM
Uji Aktivitas Antibakteri menunjukkan konsentrasi minimal daya
Uji ini dilakukan untuk melihat hambat ekstrak terhadap bakteri uji. Nilai
kemampuan daya hambat bakteri ekstrak daun KBM menunjukkan konsentrasi minimal daya
pare sebagai salah satu bahan aktif kosmetik bunuh ekstrak terhadap bakteri uji.
pembersih wajah. Ekstrak daun pare sebagai Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa
bahan aktif kosmetik pembersih wajah ekstrak air dan ekstrak etanol daun pare
diharapkan mampu menghambat pertumbuhan memiliki nilai KHM sebesar 62.5 ppm. Hal ini
bakteri, terutama bakteri penyebab timbulnya berarti pada konsentrasi 62.5 ppm ekstrak air
jerawat akibat wajah yang terpapar oleh dan etanol daun pare mampu menghambat
polusi, kotoran, dan pemakaian kosmetik yang pertumbuhan bakteri S.epidermidis. Ekstrak
salah. metanol dan ekstrak n-heksana daun pare
Menurut Prihatman (2001), dilaporkan memiliki nilai KHM sebesar 250 ppm.
bahwa daun pare mengandung saponin dan Artinya, ekstrak metanol dan n-heksana daun
memiliki aktivitas antibakteri. Dalam pare mampu menghambat pertumbuhan
penelitian ini, bakteri yang digunakan adalah bakteri S.epidermidis pada konsentrasi 250
bakteri Staphylococcus epidermidis. Bakteri S. ppm.
epidermidis ini merupakan salah satu bakteri Nilai KBM juga dapat dilihat pada Tabel
paling banyak penyebab jerawat setelah 4. Ekstrak etanol dan metanol daun pare
bakteri Propionibacterium acnes (Anggraini memiliki nilai KBM sebesar 2000 ppm. Nilai
2010). Metode yang digunakan dalam ini menunjukkan ekstrak etanol dan metanol
penelitian ini adalah metode dilusi daun pare mampu membunuh bakteri
(pengenceran) menggunakan microplate. S.epidermidis pada konsentrasi tertinggi yang
Metode dilusi diukur secara visual dengan dilakukan, yaitu 2000 ppm. Hasil tersebut
melihat timbulnya kekeruhan yang memberi informasi bahwa ekstrak etanol
menunjukkan daya hambat ekstrak terhadap adalah ekstrak terbaik sebagai antibakteri.
bakteri uji. Alasan pemilihan metode ini Pada konsentrasi 62.5 ppm saja ekstrak etanol
adalah lebih menghemat sampel karena daun pare telah mampu menghambat
pengujian dilakukan dalam jumlah mikro dan pertumbuhan bakteri S.epidermidis dan
dari segi pengerjaan lebih efisien karena mampu membunuh pada konsentrasi 2000
menggunakan microplate (Gambar 8). ppm.
13

Tabel 4 Uji aktvitas antibakteri ekstrak pare terhadap bakteri S.epidermidis


Ekstrak
Nilai penghambatan
Air Etanol Metanol n-Heksan
KHM (Konsentrasi Hambat
62.5 62.5 250 250
Minimum) (ppm)
KBM (Konsentrasi Bunuh Minimum)
- 2000 2000 -
(ppm)

SIMPULAN DAN SARAN AOAC.1984. Official Methods of Analysis.


Virginia: Association of Official
Simpulan Analytical Chemistry.
Berdasarkan hasil pengujian yang telah
dilakukan terhadap ekstrak daun pare dengan Atkins PW. 1997. Kimia Fisika Jilid 2.
menggunakan empat pelarut, yaitu air, etanol, Jakarta: Erlangga.
metanol, dan n-heksan, memberi informasi Bassett J, Denney RC, Jeffery GH, Mendham
bahwa ekstrak etanol daun pare memiliki J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia
kemampuan terbaik dalam megadsorpsi logam Analisis Kuantitatif Anorganik.
Pb dan Hg, namun hanya ekstrak n-heksana Pudjaatmaka AH, Setiono L,
daun pare yang mampu mengadsorpsi logam penerjemah. Jakarta: Buku Kedokteran
Cu. Uji emulsifikasi menunjukkan ekstrak air EGC. Terjemahan dari: Vogel’s
daun pare paling efektif untuk menurunkan Textbook of Quantitative Inorganic
tegangan permukaan, dan untuk uji antibakteri Analysis Including Elementary
ekstrak etanol daun pare paling efektif Instrumental Analysis.
menghambat pertumbuhan bakteri S.
epidermidis. Batubara I, Mitsunaga T, Ohasi H. 2009.
Screening antiacne potency of
Saran Indonesian medical plants :
Perlu dilakukan uji aktivitas antibakteri antibacterial, lipase inhibition, and
ekstrak daun pare dengan menggunakan antioxidant activities. J Wood Sci
bakteri Propionibacterium acne karena bakteri 55:230-235.
ini adalah bakteri spesifik penyebab jerawat. [BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan
Untuk penelitian selanjutnya perlu diambil Makanan Republik Indonesia. 2004.
sampel daun pare yang tidak mengandung Ekstrak Tumbuhan Indonesia Vol. 2.
logam berat. Ekstrak etanol berpotensi untuk Jakarta: BPOM RI.
dikembangkan lebih lanjut.
[BPOM RI]. 2009. Public Warning/
DAFTAR PUSTAKA Peringatan.
http://www.laurent.co.id/doc/Binder1.p
Adam S. 1995. Dasar-Dasar Mikrobiologi df [19Januari 2012].
dan Mikrobiologi untuk Perawat. Damin S. 2006. Pengantar Kimia Kedokteran.
Jakarta : Kedokteran EGC. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
Adi LT, Sugiarto A, Astutiningsih, editor. EGC.
2008. Tanaman Obat dan Jus untuk Daniel SW. 2005. Anatomi Tubuh Manusia.
Mengatasi Penyakit Jantung, Jakarta : Grasindo.
Hipertensi, Kolesterol, dan Stroke.
Jakarta: Agromedia Pustaka. Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan
Pencemaran, Hubungaannya dengan
Anggraini TA. 2010. Uji aktivitas antibakteri Senyawa Logam. Jakarta : UI Press.
senyawa alfa mangostin hasil isolasi
kulit buah manggis (Garcinia Dwidjoseputro. 1990. Dasar-Dasar
mangostana L) terhadap Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Staphylococcus epidermidis [skripsi]. Fardiaz. 1995. Polusi Air dan Udara.
Surakarta: Fakultas Farmasi, Yogyakarta : Kanisius.
Universitas Muhammadiyah.
14

Fradiaz F. 1987. Mikrobiologi Pangan Jilid I. ilmiah]. Yogyakarta : Seminar


Bogor : PAU. Nasional IV SDM teknologi Nuklir.
Ginting. 2006. Penambahan Bahan Pengikat NununPK. 2009. Formulasi tablet hisap
pada Nugget Itik Serati. Jurnal ekstrak daun pare (Momorcica
Agribisnis Peternakan 20 (1) : 6-10. charantia L) [skripsi]. Surakarta :
Fakultas Farmasi, Universitas
Gunandjar. 1985. Kuliah Spektrofotometri
Muhammadiyah Surakarta.
Serapan Atom. Yogyakarta : Batan.
Pratiwi I. 2009. Uji antibakteri ekstrak kasar
Harborne JB. 1996. Meotde Fitokimia :
daun Acalypha indica terhadap bakteri
Penuntun Cara Modern Menganalisis
Salmonella choleraesuis dan
Tumbuhan. Padmawinata K, Sudiro I,
Salmonella typhimurium [skripsi].
penerjemah. Bandung : ITB.
Surakarta: Fakultas Matematika dan
Terjemahan dari : Phytochemical
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Method.
Negeri Surakarta.
Hermawan A, Hana W, Wiwiek T. 2007.
Prihatman K. 2001. Saponin untuk pembasmi
Pengaruh ekstrak daun sirih (Piper
hama udang. [artikel ilmiah]. Bandung:
betle L.) terhadap pertumbuhan
Pusat Penelitian Perkebunan
Staphylococcus aureus dan
Gambung.
Escherichia coli dengan metode difusi
disk [artikel ilmiah]. Universitas Retno IT, Fatma L. 2007. Buku Pegangan
Erlangga. Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
James PO, Hilary H. 2001. Staphylococcus
epidermidis biofilms : importance and Robby C. 2009. Uji toksisitas akut ekstrak
implications. J Med Microbiol 50 : etanol buah pare (Momordica
582-587. charantia) terhadap Artemia salina
Leach dengan metode Brine Shrimp
Kusumaningjati. 2009. Potensi antibakteri
Lethality Test (BSLT) [skripsi].
kitosan sebagai pengawet tahu
Semarang : Fakultas Kedokteran,
[skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika
Universitas Diponegoro.
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor. Ryan H. 2008. Pembuatan arang aktif dan
penggunaannya [skripsi]. Jakarta:
Kuswoyo NP. 2009. Formulasi tablet hisap
Fakultas Teknik, Universitas
ekstrak daun pare (Momordica
Indonesia.
charantia L) secara granulasi basah
dengan variasi konsentrasi PVP Saeni MS. 1997. Penentuan tingkat
sebagai bahan pengikat [skripsi]. pencemaran logam berat dengan
Surakarta: Fakultas Farmasi, analisis rambut [artikel ilmiah].
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Lachman. 1994. Teori dan Praktek Ilmu Pertanian Bogor.
Farmasi Industri Edisi III. Depok : UI
Press. Santoso W. 1996. Usaha Tani : Tanaman
Pare. Jakarta : Isntalasi Penelitian dan
Pengkajian Teknologi Pertanian.
Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia
Jilid II. Maggy Thenawidjaja, Schunack. 1990. Senyawa Obat, Buku
penerjemah. Jakarta: Erlangga. Pelajaran Kimia Farmasi. Edisi kedua.
Terjemahan dari: Principles of Joke R. Wattimena dan Sriwoelan
Biochemistry. Soebito [penerjemah]. Yogyakarta :
GMU-Press.
Meilita TS, Tuti SS. 2010. Arang aktif
(pengenalan dan proses Suardana. 2008. Optimalisasi daya adsorpsi
pembuatannya). [makalah ilmiah]. zeolit terhadap ion kromium (III).
Sumatera Utara : Fakultas Teknik, JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha
Universitas Sumatera Utara. 2(1):17-33.

Noor AK. 2008. Tinjauan keseimbangan


adsorpsi tembaga dalam limbah
pencuci PCB dengan zeolit [artikel
15

Subahar TSS. 2004. Khasiat dan Manfaat


Pare Si Pahit Pembasmi Penyakit.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Sumardjo D, Hanif A, Manurung J,
Simanjuntak J, editor. 2008. Pengantar
Kimia: Buku Panduan Kuliah
Mahasiswa Kedokteran dan Program
Strata1 Fakultas Bioeksata. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Todar K. 2007. The Control of Microbial
Growth. Winconsin: University of
Winconsin.
Tranggono RI, Latifah F, Djajadisastra J,
editor. 2007. Buku Pegangan Ilmu
Pengetahuan Kosmetik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Vega D. 2011. Efektivitas madu dan sari buah
mengkudu (Morinda citrifolia) sebagai
antibakteri terhadap Eschericia coli
pada karkas ayam [artikel ilmiah].
Surabaya : Fakultas Kedokteran
Hewan, Universitas Airlangga.
Wardani. 2010. Analisis pengaruh
ketidakpuasan konsumen, kebutuhan
mencari variasi produk, harga produk,
dan iklan produk pesaing terhadap
keputusan perpindahan merk dari
sabun pembersih wajah Biore.
[skripsi]. Semarang : Fakultas
Ekonomi, Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai