Anda di halaman 1dari 6

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alizarin Red merupakan suatu metode untuk mengetahui pembentukan tulang

pada embrio atau untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang embrio. Pewarnaan

Alizarin Red kita gunakan untuk mengetahui pembentukan tulang pada embrio atau

untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang embrio yang terjadi pada tulang

keras. Tulang yang diwarnai oleh Alizarin red akan berwarna merah tua, yang

menandakan bahwa tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna merah tua

terbentuk karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang.

Proses kalsifikasi pada embrio ayam dapat diamati ketika mulai umur inkubasi 9

hari. Selain metode pewarnaan alizarin red juga terdapat metode Alician Blue yang

digunakan pada tulang rawan (Jessop, 1988).

Alizarin adalah sebuah komponen berwarna merah-orange yang memiliki

rumus molekul C14H8O4. Komponen ini merupakan derivat dari anthraquinon,

dengan gugus hidroksil tersubstitusi pasa posisi 1 dan 2. Alizarin terjadi secara alami

sebagai glukosida pada tanaman Rubia tinctorum (Mahanthesha, et al., 2009).

Struktur Alizarin
Pewarnaan alizarin red ini digunakan untuk mendeteksi proses klasifikasi pada

tulang embrio. Tulang yang diwarnai menggunakan alizarin red akan berwarna

merah tua apabila tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna ini muncul

karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang (Jasin,

1989). Teknik pewarnaan pada tulang dengan zat warna alizarin red. Bagian dalam

modifikasi akan berwarna merah. Bagian tersebut seperti: tulang dahi (frontal),

tulang rahang, radius ulna, tulang ujung jari, scapula, tulang rusuk, femur, tibia, serta

fibula (Sukra, 2000).

Menurut Setyawati (2011), tulang dapat dibentuk dengan dua cara, yaitu

melalui mineralisasi langsung pada matriks yang disekresi oleh osteoblast (osifikasi

intra membranosa) atau melalui penimbunan matriks tulang pada matriks tulang

rawan sebelumnya (osifikasi endokondral). Baik osifikasi intra membranosa atau

osifikasi endokondral, jaringan tulang yang pertama kali dibentuk adalah jaringan

primer atau muda. Tulang primer adalah jaringan yang bersifat sementara dan tidak

lama kemudian diganti oleh jenis tulang berlamela yang tetap, disebut tulang

sekunder. Menurut Huffman et al (2007) tulang esteoid diperkaya dalam

fosfoprotein, asam glikoprotein dan proteoglikan, beberapa yang mirip dengan BSP

atau fragmen nukleator dari kristal hidroksiapatit. Matriks tulang mengandung unsur-

unsur yang sama seperti jaringan-jaringan penyambung lainnya, serat-serat dan

bahan dasar. Pengendapan matriks ini oleh osteoblast disebut osifikasi. Pengendapan

garam-garam kalsium dalam matriks ini disebut kalsifikasi (pengapuran), suatu

proses yang terjadi normal pada tulang tetapi dapat terjadi patologis dalam jaringan

penyambung lain, seperti tulang rawan dan dinding pembuluh darah. Kalsifikasi

belum terjadi dalam matriks tulang, daerah itu disebut osteoid (Yatim 1983).
Praktikum kali ini menggunakan mencit (Mus musculus) karena mencit lebih

mudah diperoleh, tulang-tulang yang sudah terwarnai mudah diamati, dan

menghasilkan anakan yang banyak dalam sekali kehamilan.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengerjakan prosedur

perwarnaan Alizarin dan menerangkan proses kalsifikasi tulang pada fetus mencit

(Mus musculus).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses kalsifikasi pada embrio

ayam, yaitu:

1. Hormon paratiroid, kalsitonin, dan vitamin D yang bertanggung jawab

terhadap tingkat kadar kalsium darah yang normal, yang akan mempengaruhi

proses kalsifikasi. Kalsitonin adalah hormon yang berasal dari sel-sel

parafolikuler dari kelenjar tiroid. Hormon tersebut mempunyai aksi dalam

menurunkan kadar kalsium darah dan menghambat resorpsi tulang sehingga

mempengaruhi proses kalsifikasi.

2. Makanan juga berpengaruh dalam proses kalsifikasi. Hal ini khususnya

berlaku terhadap cukupnya persediaan dan tersedianya mineral-mineral

seperti kalsium dan fosfor, yang merupakan komponen-komponen anorganik

utama dari tulang. Kekurangan kalsium atau fosfor dalam makanan

mengakibatkan pelanggaran dan kerapuhan tulang.

Waktu yang diperlukan untuk mendapatkan embrio ayam yang telah

mengalami penulangan yaitu pada umur 10-15 hari, embrio ayam akan mengalami

penulangan. Bagian tulang yang terwarnai adalah tulang tengkorak, tulang panjang

pada alat gerak tubuh. Bagian tulang yang mengalami penulangan ditandai dengan

adanya warna merah atau ungu pada tulang tersebut (Togashi, 2007).

II. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya, dapat ditarik beberapa

kesimpulan bahwa:

1. Kalsifikasi atau pengapuran adalah pengendapan garam-garam kalsium dalam

matriks tulang.

DAFTAR REFERENSI

Huffman, N, J.K Keightley, C. Chaoying, R. J Midura, D. Lovitch, P. A Veno, S. L


Dallas, J.P Gorski. 2007. Association of Specific Proteolytic Processing of
Bone Sialoprotein and Bone Acidic Glycoprotein-75 with mineralization
within Biomineralization Foci. The journal of biological chemistry. Vol. 282.

Jasin, M. 1989. Sistematika Hewan (Invertebrata dan Vertebrata). Sinar Wijaya,


Surabaya.

Jessop, N. M. 1988. Theory and Problem of Zoology. B & JO Entreprise Pte Ltd,
Singapore.

Mahanthesha.K.R. et al. 2009. Novel PVC Membrane Based Alizarin Sensor and its
application; Determination of Vanadium, Zirconium and Molybdenum.
Department of Chemistry, Indian Institute of Technology Roorkee, Roorkee-
247 667, India.
Setyawati, Iriani, Dwi Ariani Yulihastuti. 2011. Penampilan Reproduksi dan
Perkembangan Skeleton Mencit setelah Pemberian Ekstrak Buah Nanas
Muda. Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Kuta, Badung, Bali.

Sukra, Yuhara. 2000. Wawasan Ilmu Pengetahuan Embrio : Benih Masa Depan.
Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Togashi, A. Y., Cirano, F. R., Marques, M. M., Pustiglioni, F. E., Antonio, L. 2007.
Characterization of Bone Cells Obtained from the Calvaria of Neonatal Rats
(osteo-1) after Serial Subculture. J Appl Oral Sci. 2007;15(5):442-7.

Villee, C. A., W. F. Walker, dan R. D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga,


Jakarta.

Yatim, W. 1983. Embryologi. Tarsito, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai