HALAMAN SAMPUL
SKRIPSI
Oleh :
Andrew Arief Sudarmono
NIM : 04 8114 132
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
Oleh :
Andrew Arief Sudarmono
NIM : 04 8114 132
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16 Juli 2008
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
(Paracelcus, 1493-1541)
Almamaterku,
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Dibuat di Yogyakarta
Yang menyatakan
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Surga dan Tuhan Yesus
Kristus karena atas berkat, hikmat, kasih, kekuatan, dan cinta-nya yang diberikan
Natrium Tiosulfat sebagai antidotum untuk keracunan sianida pada mencit jantan
galur swiss”.
Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Strata satu Farmasi (S. Farm.), program Studi
umumnya.
bantuan yang penulis terima baik secara langsung maupun tidak langsung
1. Bapa di surga atas kasih dan karunia-nya yang telah memberi kekuatan yang
tak terduga.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
skripsi ini.
4. Drs. A. Tri Priantoro, M.For.Sc. selaku dosen penguji, yang telah memberikan
5. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku dosen penguji, yang telah memberikan
7. Rm. Drs. P. Sunu Hardiyanto, S.Si , S.J selaku dosen pembimbing dalam
literatur.
9. Papi terima kasih atas doa, bimbingan dan dukungannya untuk dapat
10. Mami yang selalu memberikan semangat dari surga, terima kasih atas doa dan
11. George dan Charles, kakak-kakakku, terima kasih atas dukungan, saran, kritik
12. Mas Pardjiman, Mas Heru, Mas Kayat (laboran Laboratorium Farmakologi
dan Toksikologi), Mas Sigit dan Mas Wagiran (laboran Laboratorium Biologi
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14. Pak Dian di Laboratorium Patologi, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner
16. Untuk Shintia Legasari terima kasih atas kesabaran, dukungan, kasih, sayang
dan cinta-nya selama ini dan khususnya pendampingan pada saat penyusunan
skripsi ini.
laboratorium.
Apri-Gajah, Fandy, Tice, Tintus, buat semua bantuan, tawa, air mata,
Resty, Yasinta, Lala, Cawaz, Candhy, Lian ,Feri DS, Liza, Puipuin, Dian.K-
beng , Dika, Andri, Cendani, Tata, Desy, Cipi, Henny dan semua teman-teman
angkatan 2004.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20. Ndut Reta, Nolen, Welly, Tami, Sinta-Lele, Cocow, Mas Punto, Erlin terima
periode 2006-2007.
21. Lia, Bang Jok, Dewi, Indri, Dima, Ndaru, Tato, Amel, Mitha, atas
Tak ada gading yang tak retak, demikian pula dalam penyusunan skripsi
ada dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itulah penulis mengaharapkan kritik dan
saran yang dapat membuat karya ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga
Penulis
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Saya menyatakan bahwa sesungguhnya skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar
Penulis,
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Keracunan sianida dapat berakibat fatal jika tidak segera dilakukan terapi
antidotumnya, Keberhasilan Natrium tiosulfat sebagai terapi antidotum salah
satunya ditentukan oleh ketepatan dosisnya.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gejala, mekanisme, wujud, sifat,
dan efek dari keracunan sianida, mengetahui seberapa besar kisaran dosis natrium
tiosulfat ya ng efektif untuk keracunan sianida, mengetahui hubungan antara dosis
natrium tiosulfat dengan efek penawaran racun pada keracunan sianida pada
mencit.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah. Terdir i dari 7 kelompok : kelompok I diberi
KCN dosis 26 mg/kgBB p.o, kelompok II diberi aquadest 25 mg/KgBB p.o,
kelompok III diberi larutan natrium tiosulfat (Na2 S2 O3 ) dosis 160.720 mg/kgBB
diberikan secara i.p, kelompok IV-VII diberi larutan KCN secara p.o, kemudian
diberi antidotum natrium tiosulfat dengan peringkat dosis berturut-turut : 0.468
mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB dan 160.720 mg/kgBB secara i.p.
Hasil penelitian didapatkan bahwa gejala dari keracunan sianida pada
mencit meliputi : hilang kesadaran, gagal nafas, kejang, sampai menimbulkan
kematian. Mekanisme keracunan sianida pada mencit adalah sianida berikatan
dengan besi dalam feri sitokrom oksidase. Wujud efek toksik sianida berupa
perubahan biokimia dan mungkin juga perubahan fungsional. Sifat dari keracunan
sianida pada mencit adalah terbalikkan dan tidak terbalikkan. Dosis efektif
natrium tiosulfat sebagai antidotum untuk keracunan sianida pada mencit sebesar
160.720 mg/KgBB intraperitoneal. Meningkatnya dosis natrium tiosulfat dapat
meningkatkan efek pengawaracunan sianida pada mencit
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Cyanide poisoning can cause fatal result if its antidote therapy is not
done shortly., one of the successes Thiosulphate sodium as antidote therapy s is
determined by its dose accuracy.
The research aims to know the indication, mechanism, configuration,
characteristics, and effects of cyanide poisoning, to know how much effectiveness
the dose estimation of thiosulphate sodium for cyanide poisoning, to know the
relationship between thiosulphate sodium dose and the effect of poison antidote
for cyanide poisoning toward mice.
The research is a pure experimental research with random unidirectional
pattern program. Forty two male mice are divided into seven groups equally that
consist of: group I is given resolvent that is aquadest 25mg/KgBB per oral, group
II is given KCN solution with dosage 26mg/kgBB per oral as a poison positive
control, group III is given thiosulphate Sodium solution (Na2 S2 O3 ) with dosage
160.720mg/kgBB given intraperitoneally (i.p), group IV-VII are given KCN
solution per oral (p.o) and then given thiosulphate sodium antidote with dosage
level in a row: 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB and 160.720
mg/kgBB intraperitoneally.
From the research result, it can be seen that the indication of cyanide
poisoning toward mice includes lost consciousness, fail breathing, spastic, and
causing death. Mechanism of cyanide poisoning toward mice shows its toxicity
especially because of its ability to react against iron in ferric sitokrom oxide.
Because aerobe metabolism is depended on this enzyme system, so the tissue can
no longer use oxygen and hypoxia. The configuration of cyanide toxic effect is
biochemical alteration and functional alteration, too. The characteristic of cyanide
poisoning toward mice is not capsized.
Effective dose thiosulphate sodium as antidote for cyanide poisoning
toward mice is 160.720mg/KgBB intraperitoneal. The increase of thiosulphate
sodium dosage can increase the effect of antidote of cyanide poisoning toward
mice.
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...........................................................................................i
PRAKATA............................................................................................................vi
INTISARI..............................................................................................................xi
ABSTRACT.........................................................................................................xii
DAFTAR ISI.......................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL..............................................................................................xvii
1. Permasalahan ...........................................................................3
2. Keaslian penelitian...................................................................3
3. Manfaat penelitian....................................................................3
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
A. Sianida............................................................................................5
1. Tinjauan sejarah.......................................................................5
5. Pemeriksaan laboratorium......................................................12
1. Terapi suportif........................................................................14
2. Kelompok risiko.....................................................................18
4. Sifat fisiko-kimia....................................................................19
5. Mekanisme penawaracunan...................................................21
7. Rute pemberian......................................................................27
8. Dosis.......................................................................................27
9. Kontraindikasi........................................................................28
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Jantung ...................................................................................29
2. Lambung ................................................................................30
4. Hati.........................................................................................31
5. Ginjal......................................................................................32
6. Paru ........................................................................................32
E. Kerusakan Organ..........................................................................33
F. Landasan Teori.......................................................................34
F. Hipotesis .................................................................................34
2. Variabel pengacau....................................................................35
4. Pengamatan............................................................................40
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Hati.........................................................................................66
2. Ginjal......................................................................................67
3. Paru ........................................................................................67
4. Jantung ...................................................................................73
6. Lambung ................................................................................77
A. Kesimpulan ..................................................................................82
B. Saran.............................................................................................81
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
(1975))....................................................................................................................7
Tabel II. Hasil pengamatan waktu gejala efek toksik sianida terhadap 7 kelompok
perlakuan..............................................................................................................46
Tabel III. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik jantung
berdebar................................................................................................................48
Tabel IV. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik hilang
kesadaran..............................................................................................................51
Tabel V. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik gagal nafas
............................................................................................................................544
Tabel VI. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik kejang...56
Tabel VII. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik mati.....58
pemberian larutan KCN (sebagai senyawa racun) dan pada kelompok perlakuan
DAFTAR GAMBAR
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 1. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa jantung berdebar
..............................................................................................................................47
Gambar 2. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa hilang kesadaran
..............................................................................................................................50
Gambar 3. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa gagal nafas .....53
Gambar 5. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa mati ................59
dalam darah atau di tempat aksi lawan waktu dengan strategi terapi keracunan
b............. Aquadest, normal, tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi
peradangan. ..........................................................................................................70
c.Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. hiperemi lokal derajat 2 (++) .............70
d.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. hiperemi
e.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. hiperemi
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
f. .... KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB, normal,
g... KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB, normal,
b.Aquadest............................................................................................................72
haemorrhagie........................................................................................................72
haemorrhagie........................................................................................................72
hiperemi ...............................................................................................................72
Gambar 10. Gambaran histopatologi untuk organ paru mencit akibat pemberian
a...... KCN 26 mg/kgBB, alveoli dan bronkeoli dalam batas normal. A. penebalan
b.Aquadest............................................................................................................74
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c...Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang.
..............................................................................................................................74
e.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. penebalan
Gambar 11. Gambaran histopatologi untuk organ jantung mencit akibat pemberian
c. Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal ...........75
d.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB, miokardium
e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB, miokardium
f. ................ KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB,
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 12. Gambaran histopatologi untuk organ usus halus mencit akibat
a............. KCN 26 mg/kgBB. A. fili intestinal erosi dan mukosanya tidak normal
..............................................................................................................................76
b. ..Aquadest, fili intestinal dan mukosa dalam batas normal, mukosa muskularis,
c. Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi dan mukosanya tidak
normal. .................................................................................................................76
d. ........KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. fili
intestinal erosi sedikit, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 2
(++). .....................................................................................................................76
e. ........KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. fili
intestinal erosi sedikit, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 2
(++). .....................................................................................................................76
f. ......KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB. A. fili
intestinal erosi, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 1 (+). 76
g. ...KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. fili
intestinal erosi, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 1 (+). 76
xxi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
..............................................................................................................................79
..............................................................................................................................79
c. ............... Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB, mukosa lambung erosi, aktivitas
d. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. mukosa
erosi. .....................................................................................................................79
e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. mukosa
f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB. A. mukosa
xxii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida
Lampiran 3. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol natrium
Lampiran 4. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida
Lampiran 5. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida
Lampiran 6. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida
Lampiran 7. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida
mg/Kg)) ..............................................................................................................116
Whitney..............................................................................................................100
xxiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I. PENGANTAR
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Efek dari sianida ini
sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa
menit. Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap
produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh
bakteri, jamur dan ganggang serta ditemukan pada rokok, asap kendaraan
bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan
singkong. Selain itu juga dapat ditemukan pada beberapa produk sintetik. Sianida
natrium, kalium atau kalsium sianida (Utama, 2006). Sianida dan hidrogen sianida
nutrien di dalam tubuh. Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk
gas tak berbau dan tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen
khlorida (CNCl) atau berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau
potasium khlorida (KCN). Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen
sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah
kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan
muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan
1
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal (Utama, 2006).
Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil
maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan
melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila
jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak
pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Yang
dapat menyebabkan keracunan tidak hanya sianida secara langsung tetapi dapat
pula bentuk asam dan garamnya, seperti asam hidrosianik sekitar 2.500–5.000
tiosianat (SCN-) yang diekresikan melalui urin. Tiosianat ini dibentuk secara
langsung sebagai hasil katalisis dari enzim rhodanese dan secara indirek sebagai
reaksi spontan antara sianida dan sulfur persulfida (Utama, 2006). Reaksi ini
membutuhkan sumber utama yaitu sulfur sulfan namun jumlahnya dalam tubuh
terbatas maka natrium tiosulfat dapat digunakan sebagai antidot dalam keracunan
sianida karena natrium tiosulfat dapat berfungsi sebagai pemasok sulfur. Natriun
tiosulfat merupakan antidot pilihan jika diagnosisnya belum tentu jelas karena
keracunan sianida atau bukan, seperti dalam kasus yang disebabkan oleh asap
Sering kali secara tidak kita sadari, kita juga dapat terpapar sianida,
untuk itu kita perlu mengetahui kisaran dosis optimum dari natrium tiosulfat yang
tiosulfat bersifat nontoksik tetapi produk hasil reaksi detoksifikasi antara natrium
1. Permasalahan
1. Berapa besar dosis efektif natrium tiosulfat dengan cara pemberian i.p. untuk
2. Keaslian penelitian
sianida sudah pernah dilakukan, yaitu : Ann (2005), meneliti natrium tiosulfat
untuk keracunan sianida akut pada tikus. Hasil penelitian yaitu efek terapi natrium
untuk keracunan sianida pada mencit jantan galur Swiss sepanjang pengetahuan
penulis belum pernah ada yang melakukan. Perbedaan dengan pene litian tentang
3. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Manfaat metodologis
tiosulfat dengan cara pemberian i.p. sebagai antidotum dalam keracunan sianida
3. Manfaat praktis
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian menge nai Dosis Efektif natrium tiosulfat sebagai
antidotum untuk keracunan sianida pada mencit jantan galur Swiss untuk
mengetahui
1. Seberapa besar dosis efektif natrium tiosulfat dengan cara pemberian i.p.
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Sianida
1. Tinjauan sejarah
Sianida sudah dikenal sebagai racun dalam kenari yang pahit, ceri, daun
salam, dan singkong sejak jaman dahulu. Sebuah catatan pada sebuah lontar Mesir
dalam museum Louvre, Paris menuliskan bahwa Dioscorides pada abad pertama,
SM, telah mengetahui adanya sesuatu yang beracun di dalam kenari yang pahit
(Sykes, 1981).
kombinasi amil nitrit, natrium nitrit, dan natrium tiosulfat, senyawa terakhir
alasan ilmu pengetahuan tentang racun yang ilmiah. Kombinasi penawar racun ini
telah teruji lama, dan masih menunjukkan kombinasi penawar racun yang paling
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bangunan, kapal dan pesawat yang terserang serangga atau binatang yang
merugikan. Garam sianida, seperti natrium sianida dan kalium sianida digunakan
sebagai pelarut dan sedikit mengandung racun (LD50 = 120 mg/kg) dibanding
hidrogen sianida (LD50 = 0,5 mg/kg), tetapi sering mengandung campuran racun
vivo. Akrilonitril adalah bahan kasar yang digunakan untuk pabrik plastik dan
serangga. Aroma nitril, bromoksinil (LD50 = 190 mg/kg) dan ioksinil (LD50 =
110 mg/kg), digunakan sebagai obat pembasmi tanaman liar. Sianamida, asam
dengan cara lain misalnya sianida yang dicampur dengan alkohol (Olson, 2007).
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
zat alami seperti wol, sutera, rambut kuda, dan tembakau serta bahan sintetis
pembakaran (Levine dkk., 1978; Birky dkk., 1979; Anderson & Harland, 1982;
Sianida ditemukan dalam bahan makanan seperti kol, bayam, dan kenari,
dan sebagai amigdalin dalam biji apel, persik, kismis, ceri dan biji kenari. Dalam
biji- biji itu sendiri, amigdalin tampak tidak berbahaya selama itu kering. Akan
tetapi, biji- biji mengandung sebuah enzim yang mampu mengatalisis reaksi
hidrolitis berikut ini ketika biji-biji itu dihancurkan dan dibasahi (Olson, 2007) :
Reaksi itu lambat dalam asam tetapi cepat dalam larutan alkali.
dalam 100 g biji aprikot yang ditanam telah ditemukan menjadi 9mg dan dalam
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang lebih tinggi daripada dosis maksimum yang dianjurkan 10 µg/kg per min
(Smith & Kruszyna, 1974; MacRae & Owen, 1974; Piper, 1975; Atkins, 1977;
telah digunakan beberapa tahun yang lalu sebagai agen antihipertensi dan mereka
tampak sering digunakan karena sangat efektif. Sedangkan pada jenis efek akut
sebuah agen anti kanker, tetapi sekarang tidak terpakai karena efek pengobatan
hidrogen sianida fatal dalam beberapa menit. Keracunan hidrogen sianida lebih
sering secara tidak sengaja daripada sengaja. Sehingga keracunan sianida secara
tidak sengaja mungkin terjadi pada pengasap dan ahli kimia yang menggunakan
terjadi karena terhirupnya asap dari barang yang terbakar, mungkin menyebabkan
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kefatalan. Menelan garam sianida yang secara sengaja biasanya terjadi pada orang
yang bekerja dengan sianida. Menelan sedikitnya 250mg garam sianida anorganik
mungkin bisa fatal (Peters dkk., 1982). Akan tetapi, kematian bisa ditunda
beberapa jam mengikuti proses pencernaan sianida pada perut yang penuh; first-
pass effect yang terjadi di hati juga dapat menunda onset dari sianida (Naughton,
1974).
tanaman yang mengandung glikosida (Blanc dkk., 1985). Glikosida ini terdapat
dalam banyak jenis spesies tanaman, terutama tanaman singkong, bahan makanan
utama daerah tropis (Conn, 1973; Cook & Coursey, 1981; Ministry of Health,
(Cook & Coursey, 1981). Paraparesis wabah kejang telah dihubungkan dengan
sebuah kombinasi kadar sianida yang tinggi dan belerang rendah yang masuk dari
makanan yang didominasi oleh ketela yang kurang diproses dan suplemen yang
dengan ambliopia (Grant, 1980) dan pada amigdalin yang berhubungan dengan
telah ditunjukkan berhub ungan dengan pembesaran dan gangguan pada kelenjar
tiroid pada laporan kasus dan cohort studies dari individu yang terpapar sianida
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam pekerjaannya (Blanc dkk., 1985), melalui makanan yang dikonsumsi (Cook
& Coursey, 1981), dan secara eksperimental (El Ghawabi dkk., 1975).
Sianida mempunyai afinitas khusus pada ion-ion besi yang ada dalam
sitokrom oksidasi, enzim akhir pada respirasi oksidatif dalam mitokondria. Enzim
ini merupakan katalisator yang penting untuk penggunaan oksigen pada jaringan.
Ketika sitokrom oksidasi dihambat oleh sianida, histotoksik anoksia terjadi karena
mekanisme keracunan lebih rumit. Ini memungkinkan bahwa getaran bebas dari
langsung, pada gagal pemompaan dan penurunan volume darah pada sirkulasi
didalam tubuh yang dipengaruhi oleh penurunan fungsi organ jantung. Teori ini
didukung oleh peningkatan yang tajam pada tekanan pembuluh darah pusat yang
telah diobservasi oleh Vick & Froelich (1985) pada waktu ketika tekanan
adrenergic menghalangi obat, secara terpisah mencegah perubahan awal (Vick &
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bau kenari yang pahit dalam udara yang kadaluarsa adalah tanda penting
keracunan sianida. Namun banyak orang tidak mampu merasakan bau asam
menjadi 18% diantara laki- laki dan 5% diantara wanita (Kirk & Stenhouse, 1953;
iritasi lidah dan selaput lender, mungkin dialami. Aspirasi darah kotor mungkin
diobservasi jika pencucian lambung dilakukan. Gejala awal dan tanda- tanda yang
terjadi setelah penghisapan HCN atau proses pencernaan garam sianida termasuk
dispnea, membiru, hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmia simpul AV.
Pada tahap kedua keracunan, kesadaran yang lemah, koma dan gangguan
hebat terjadi dan kulit menjadi dingin, lembab, dan basah. Detak jantung menjadi
lebih lemah dan lebih cepat. Opisthotonos dan trismus mungkin diobservasi.
disebutkan dalam buku pelajaran (Gosselin dkk., 1984; Goldfrank dkk., 1984)
jarang dijelaskan dalam laporan kasus keracunan sianida oleh sebab itu harus
lebih ditekankan. Secara teori tanda ini bisa dijelaskan oleh oxyhaemoglobin yang
keracunan besar- besaran, gagal pembuluh darah akan mencegah ini dari kejadian.
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mekanisme yang berbeda: (1) proses metabolisme intraselular yang bisa melukai
sindrom kebocoran pembuluh rambut; (2) udem paru-paru neurogenik atau, (3)
bagian kiri dan peningkatan tekanan pembuluh darah paru-paru. Otak secara jelas
adalah organ utama yang dilibatkan dalam keracunan sianida dan ini telah
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Asidosis laktat
dengan jelas, dimana berubah mengarah pada asam susu. Tingkat asam susu bisa
1974).
konsentrasi sianida. Hasil dari contoh yang dikumpulkan setelah perawatan benar-
benar tidak bisa dipercaya. Sebuah tes kuantitatif yang menggunakan sebuah
pembuluh detektor bisa digunakan jika diagnosanya diragukan. Darah juga bisa
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kondisi klinis dari pasien daripada konsentrasi darah sianida (Berlin, 1971; Vogel
dkk., 1981; Peter dkk., 1982). Karena konsentrasi darah sampai 0,005-0,04 mg/l
telah direkam pada kesehatan orang yang tidak merokok, dan 0,01-0,09 mg/l pada
perokok, hanya konsentrasi diatas jumlah ini sebelumnya dianggap racun (Vogel
dkk., 1981; Peters dkk., 1982). Lundquist dkk., (1985) melaporkan bahkan
konsentrasi lebih rendah: bukan perokok 3,4 µg/l (seluruh darah), 0,5 µg/l
(plasma), 6,0 µg/l (eritrosit); perokok 8,6 µg/l (seluruh darah), 0,8 µg/l (plasma),
darah 3 mg/l dan keracunan parah dengan 2mg/l (Graham dkk., 1977). Akan
tetapi, ketika sianida masuk aliran darah, sampai 98% secara cepat memasuki sel
darah merah dimana itu menjadi ikatan yang kuat. Rasio Plasma ke perbandingan
darah sebesar 1:10 sehingga seluruh konsentrasi darah sianida mungkin tidak
dalam plasma mungkin menjadi lebih penting karena pada keracunan yang parah
itu terjadi jika konsentrasi dalam plasma berada dalam level sedang (Vesey dkk.,
1976). Akan tetapi, kelemahan dari penggunaan plasma dalam mendeteksi sianida
dkk., 1985).
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hidroksokobalamin.
pengiriman atom sulfur dari pemberi tiosulfat sampai sianida. Teori klasik yang
terpenting dalam reaksi ini yang sekarang diragukan karena tiosulfat menembus
selaput lipid secara perlahan dan sehingga tidak siap sedia sebagai sumber sulfur
pada keracunan sianida. Konsep modern menganggap peranan yang lebih besar
pada komplek serum albumin- sulfane, yang penahan utama penghilangan sianida
yang berjalan pada metabolisme normal (Sylvester dkk., 1983). Enzim berikutnya,
(Vesey dkk., 1974). Enzim ini ditemukan dalam eritrosit, tetapi dalam sel-sel
1. Terapi suportif
Menurut Jacobs (1984), yang melaporkan pengalaman pribadinya dari 104 kasus
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kasus keracunan yang hebat dengan koma yang lama, biji mata yang tidak reaktif,
dan pernapasan yang kurang dalam kombinasi dengan kurangnya peredaran darah.
Pada pasien dengan keracunan yang lumayan hebat, yang hanya mengalami
ketidaksadaran singkat, gangguan hebat, muntah, dan membiru, terapi terdiri dari
Pada kasus keracunan ringan dengan kepeningan, rasa mual, dan rasa mengantuk,
hidrogen sianida dikeluarkan oleh kebocoran katup. Tiga diantaranya tidak sadar
sebentar tapi sembuh dengan cepat setelah dipindah dari daerah dimana mereka
bekerja. Pembuluh urat nadi seluruh darah konsentrasi sianida pada pintu masuk
adalah 3.5, 3.1 dan 2.8 mg/l, secara berturut- turut. Konsentrasi sianida pada kasus
lain berkisar antara 2.6 dan 0.93 mg/l. semua disembuhkan hanya dengan terapi
pendukung.
Antara tahun 1970 dan tahun 1984, tiga relawan laki- laki diberikan
yang singkat, dan dalam kasus ini konsentrasi sianida 30 min setelah pemejanan
adalah 7,7 dan 4,7 mg/L. Konsentrasi pada pasien yang lain adalah 1,6 mg/L.
Ketiga pasien sembuh tanpa penggunaan penawar racun sianida. Sebagian kecil
pasien yang tidak sadar dengan potensi konsentrasi racun dalam darah yang
mematikan pada pemejanan, dan yang sembuh tanpa penawar racun sianida, telah
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dilaporkan oleh Graham dkk. (1977), Edward & Thomas (1978), dan Vogel dkk.
(1981).
Jika pasien tidak sadar, sebuah penawar racun tidak penting untuk
ditangani secara cepat kecuali tanda yang penting/ mematikan memburuk. Pasien
yang terkena hidrogen sianida yang sampai rumah sakit dengan kesadaran penuh
2. Terapi antidot
a. Oksigen
Akan tetapi, oksigen selalu dianggap sebagai sebuah ukuran pertolongan pertama
pada keracunan sianida, dan sekarang ada bukti yang bersifat percobaan bahwa
oleh sianida (Takano dkk., 1980). Meskipun demikian, ada kemungkinan tindakan
menderita dari gabungan karbon monoksida dan keracunan sianida, karena dua
agen ini secara gabungan racun. Penggunaan oksigen hiperbarik pada keracunan
b. Natrium tiosulfat
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
membutuhkan sumber sulfane sulfur, tapi penyedia endogen dari zat ini terbatas.
Sedangkan natrium tiosulfat mungkin cukup pada kasus ringan sampai berat, ini
seharusnya ditangani dengan penawar racun yang lain pada kasus keracunan yang
berat. Selain itu pemilihan penawar racun juga dibutuhkan ketika diagnosa racun
sianida tidak pasti, sebagai contoh pada kasus penghirupan asap. Natrium tiosulfat
dianggap pada dasarnya tidak beracun tetapi produk penghilang racun dibentuk
kelainan ginjal.
C. Natrium Tiosulfat
pembuluh. Juga ada beberapa referensi tentang efeknya pada iodat dan racun
sianida.
juga diabadikan dengan baik, dan pertama kali diperagakan oleh Lang (1985).
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Beberapa pengarang percaya ini akan menjadi pemawar racun yang bekerja cukup
lambat, walaupun yang lain telah memperagakan bahwa ini bekerja lebih cepat
sianida pada enzim rhodanese. Akan tetapi, rhodanese adalah sebuah enzim
telah dianggap terjadi secara intraseluler. Gambaran ini sekarang sedang dipelajari
2. Kelompok risiko
1965; Darby & Wilson, 1967). Secara tidak normal aktifitas rhodanese yang
rendah dalam hati telah dijelaskan pada dua pasien dengan berhentinya
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Nama Komersil : secara komersil tersedia sebagai natrium thiosulfate atau sama
di banyak Negara.
tidak kurang 99.0% dan tidak lebih atau sama dengan 101.0% Na2 S2O3 .5H2O
Eropa, 1980); tidak berwarna, tidak berbau, (atau hampir tidak berbau) kristal
prisma monoklinik, atau serbuk kristal yang kasar denga n rasa garam (Martindale,
1989).
4. Sifat fisiko-kimia
49ºC (Farmakope Eropa, 1980; Martindale, 1989). Ini kehilangan seluruh airnya
pada 100ºC dan terurai pada suhu yang lebih tinggi (Windholz, 1983). Di atas
200-300ºC, ini terurai menjadi sulfat dan pentasulfida (Kirk-Othmer, 1969; Hager,
1977). Ketika dipanaskan sampai titik penguraian, uap dari sulfur oksida terpancar
b. Kelarutan
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Kestabilan
di udara yang lembab (Windholz, 1983). Disimpan dalam wadah kedap udara
dengan kecenderungan untuk mengurai secara perlahan seperti reaksi berikut ini:
Reaksi pertama dipercepat oleh asam dan yang kedua oleh udara atau
oksigen. Larutan natrium tiosulfat yang encer mengurai lebih cepat dalam panas.
Penyimpanan dengan akse yang terbatas pada udara dan cahaya dalam lingkunga n
Windholz, 1983).
Tiosulfat yang dapat disuntikkan disimpan dalam tempat kaca kecil yang
tersegel selama tiga tahun menunjukkan tidak adanya perubahan penting pada
komposisi.
d. Pembawa
Farmasi Swedia).
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Mekanisme penawaracunan
dwivalensi terikat pada sulfur lain) dan dikatalis oleh sulfur transferase. Telah
dianjurkan bahwa ada kelompok psikologi sulfur sulfane reaksi sianida menempel
endogen sianida (Westley dkk., 1983; Way dkk., 1984). Tiosulfat ada dalam tubuh
hanya dalam jumlah kecil, sebagian besar diperoleh dari sistin dan senyawa
mercapto yang lain. Cadangan psikologi yang tersedia untuk penghilangan sianida
Rhodanase
dalam hati, dan sebagian besar terletak dalam rahim mitokondria (Westley dkk.,
menjadi sianida (Goldstein & Rieders, 1953) telah dipertanyakan. Akan tetapi, ini
terikat pada sulfur yang lain dan ini adalah pemberi sulfur utama untuk rhodanese
berlebih dalam tubuh, kekurangan pemberi sulfur yang cocok adalah faktor
pembatas rata-rata untuk jalan penghilangan racun pada keracunan sianida. Ini
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. Farmakokinetik
Ketika tiosulfat dosis tinggi disuntikkan pada mamalia, bagian yang lebih
besar dikeluarkan tidak diubah oleh pengeluaran ginjal tapi jumlah tertentu
dioksidasi menjadi sulfat. Bagian kecil terakhir meningkat karena dosis tiosulfat
menurun. Oksidasi tiosulfat menjadi sulfat terjadi dalam hati dengan dua langkah
jalan kecil enzim. Pembelajaran oleh Gilman dkk. (1946) membuktikan bahwa
syaraf ginjal. Percobaan hewan lebih lanjut telah menunjukkan bahwa sistem
menurut Bucht (1949) dan Foulks dkk. (1952). Pembersihan tiosulfat rendah, tapi
pada tingkat yang tinggi pembersihan sama dengan mutu penyaringan syaraf
ginjal. Ini berarti bahwa pada tingakatan plasma tiosulfat yang tinggi,
pembersihan tiosulfat.
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Rhodanase
sebagian besar dosis tiosulfat yang disuntikkan dikeluarkan dan tidak mengalami
percobaan dengan menggunakan mitokondria pada hati tikus. Sistem ini khusus
berbeda selama serangkaian proses metabolisme pada hewan. Pada tikus, atom
sulfur dalam dihilangkan sangat cepat dihilangkan dalam bentuk sulfat ketika
atom luar diubah menjadi sulfat lebih lambat, mungkin mulai melalui jumlah
pada posisi sulfannya secara ekslusif. Ini seluruhnya dapat ditemukan berlabel
dalam plasma secepat sampel yang diperoleh (Schneider dan Westley, 1969).
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang terus menerus pada rata-rata lebih dari 0,5 mg/kg/jam ketika hewan
menerima dosis yang sama mengalami kondisi yang sama tetapi dengan
menunjukkan tanda yang tidak normal. Volume urin dalam anjing yang diberi
tiosulfat diatas 48 jam periode kira-kira 2x hewan yang tidak diberi, barangkali
osmotik diuresis. Hasil yang sama diperoleh dalam percobaan pada kelinci (Hobel
dkk, 1978).
b. Farmakodinamik
secara injeksi bolus tiosulfat dan hidroksokbalamin (Vit B12a) pada SNP/
didapati lebih rendah daripada dengan tiosulfat, ketika 2 penawar racun diberikan
secara paralel dengan dosis SNP tinggi natrium tiosulfat terbukti lebih bagus dari
B12a. Pengarang menganjurkan bahwa untuk tujuan klinis SNP harus selalu
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diberikan dalam pervandingan molar paling tidak 5 : 1, yang cocok untuk dosis 4
bagian oleh berat natrium tiosulfat terhadap salah satu SNP. Schulz dkk. (1979b)
dari tubuh lebih baik untuk mengaturnya secara berlebih dengan infus yang
berkala.
racun sianida sampai 3x dosis minimal yang mematikan (MLD), dosis tiosulfat
yang berbeda secara i.p untuk tikus pada waktu yang berbeda setelah
penyuntikkan sub lethal atau lethal dosis sianida (Schubert dan Brill, 1968).
Ketika tiosulfat diberikan kepada tikus 5 menit setelah sianida, waktu setelah
sembuh 5-10 menit kemudian sebagai pengganti 30-40 menit secara normal yang
c. Toksikologi
Konsentrasi tiosianat normalnya 1-4 mg/l dalam plasma bukan perokok dan 3-12
mg/l pada perokok. Tiosianat plasma setengah hidup pada pasien dengan fungsi
ginjal normal adalah 4 h (Blaschle & Melmon, 1980), tapi pada ginjal yang tidak
normal ini secara jelas diperpanjang dan sehingga resiko keracunan pada para
pasien meningkat (Schulz dkk., 1978). Tingkat tiosianat yang lebih dari 100 mg/l
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lemahnya kekejangan otot, rasa muak, penyimpangan orientasi, sakit jiwa, gerak
yang berlebihan, dan pingsan (Smith, 1973; Michenfelder & Tinker, 1977).
Keracunan mematikan pada konsentrasi yang lebih besar dari 180 mg/l telah
dilaporkan (Healy, 1931; Garvin, 1939; Russel & Stahl, 1942; Kessler & Hines,
1948; Domalski dkk., 1953). Haemodialysis dianjurkan sebagai sebuah cara yang
berjumlah 82,8 ml/min (in vivo) dan 102,3 ml/min (in vitro) telah dicatat (Pahl &
Vaziri, 1982). Sedikit diketahui tentang sifat pengikat protein tiosianat, dan
Menurut NIOSH (1986) pemberian secara i.v dosis LD 50 pada tikus 250
mg/kg sedangkan pemberian secara i.v paling rendah mengeluarkan dosis yang
mematikan (LDLO) pada anjing 3000 mg/kg (Dennis dan Feltchef, 1966). Ketika
anjing diberikan 3000 mg/kg Natrium tiosulfat pentahidrat secara i.v (Dennis dan
Feltchef, 1966), efek berikut ini berkembang secara cepat. Metabolik asidosis
hipoksemi, hipernatremia dan perubahan pada ECG dan dalam tekanan arteri dan
vena. Dalam percobaan ini kenaikan cepat dan langsung pada konsentrasi serum
natrium akan diharapkan karena isi natrium dalam natrium tiosulfat pentahidrat
menunjukkan tanda diuresis yang akan diperkirakan dari dosis osmotik besar yang
diberikan secara i.v pada rata-rata konstan diatas 30 menit/periode ditahan dengan
baik
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hipofolaemia (Michen Felder dan Tinker, 1977). Fesey dkk. (1985) menganjurkan
bahwa ini cukup untuk memberikan dosis bolus natrium tiosulfat jika hanya dosis
SNP atau dosis rata-rata berlebihan. Disitu tampak tidak ada informasi yang
7. Rute pemberian
(penyerapan sangat buruk setelah pelasanaan oral) sebagai penyuntikan bolus atau
dengan infus melebihi paling tidak 10 min. Ketika digunakan untuk mencegah
keracunan sianida selama terapi SNP bisa diberikan secara simultan dengan infus
8. Dosis
keracunan sianida adalah 8-12,5 gram (Chen dkk; 1944; Chen dan Rose, 1952),
atau 0.2 g/kgBB (Sorbo, 1972). Dosis ini berdasarkan kasus individu dimana dosis
ukuran ini telah terbukti efektif data percobaan dan pertimbangan teoritikal
mendukung anjuran ini walaupun kebenaran ini kurang benar. Untuk anak-anak
relatifnya dosis yang lebih tinggi secara umum dianjurkan. Untuk anak-anak
300-500 mg/kgBB ini harus diacatat bahwa dalam sumber-sumber itu yang
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SNP didokumentasikan dengan baik, Natrium tiosulfat telah didapati ideal pada
situasi ini dan telah dianjurka bahwa rasio B/B untuk SNP dan Natrium tosulfat
seharusnya paling tidak 1:4 (Schulz dkk;1979b) dan terutama untuk mendapat
kelebihan tiosulfat, 1/5-6. Penawar racun bisa diberikan juga dengan infus berkala
secara simultan dengan SNP (Schulz dkk; 1982) atau dengan suntikan bolus.
diberikan secara injeksi bolus i.v/infus diatas 10-15 min, secara alternatif total
dosis awal bisa dihitung sebagai 150-200 mg/kgBB. Dosis tambahan zat ditandai
menurut rangkaian klinis. Dosis awal pada nak-anak adalah 400 (300-500) mg/kg
seharusnya diberikan oleh infus simultan dengan dosis 5-6X melebihi (b/b) dosis
9. Kontraindikasi
rendah dan efek racun seharusnya tidak diharapkan kecuali dosisnya jauh
melebihi yang dianjurkan. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, dialisis
bisa dianggap untuk penghilangan tiosianat yang lebih cepat (selama perawatan
jangka panjang). Dosis yang dianjurkan diatas seharusnya tidak diubah pada kaus
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Efek samping adalah kecil dan tidak terlalu penting dibandingkan untuk
resiko jika dihubungkan dengan keracunan sianida. Injeksi cepat dari larutan
pembentukan dari tiosianat, dimana diketahui untuk dapat terjadi nya hipotensif
anjing (Vesey dkk;1985) tidak ada efek samping dimana terlihat yang
janin (teratogenik atau embriosidal atau efek samping lainnya) dan tidak ada studi
terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya diberikan jika manfaat yang diperoleh
lebih besar daripada risiko yang mungkin terjadi pada janin (Anonim, 2006).
D. Anatomi Fisiologi
1. Jantung
Fungsi utama jantung adalah sebagai pompa dalam sistem transport yang
bertanggung jawab membawa gas nutrisi, produk-produk sampah, dan zat- zat
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lainnya dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya. Jantung sebagai pompa
pembuluh darah dan darah. Ketiga komponen tersebut dapat dipengaruhi oleh zat
b. Miokardium terdiri dari otot jantung dan berhubungan dengan tunika media
2. Lambung
membunuh banyak bakteri yang ditelan. Sel parietalis dalam mukosa lambung
juga mensekresi faktor intrinsik, suatu senyawa yang diperlukan bagi absorpsi
3. Usus halus
jejunum; dan bagian akhir adalah ileum. Lipatan mukosal dan submukosal nya
Lipatan- lipatan tersebut tidak terdapat pada bagian awal duodenum, paling banyak
terdapat di jejunum, dan jarang terdapat di ileum, dinding usus halus terdiri dari 4
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lapisan sama seperti yang ada di lambung, yaitu mukosa, submukosa, muskularis
eksterna, dan serosa (kecuali pada bagian duodenum, yang mana adalah
retroperitoneal dan karena itulah tidak terdapat lapisan terluar mesotelial, turunan
Usus halus atau usus dua belas jari dan usus besar adalah bagian dari
usus. Panjang usus halus sekitar 4-7 meter, panjangnya bervariasi sejalan dengan
kontraksi dan relaksasi dinding otonya (Anonim, 1987). Usus halus dibagi
menjadi dupdenum, jejenum, dan ileum. Usus halus mempunyai dua fungsi utama
yaitu pencernaan dan absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Mukosa pada usus
halus terselubung dengan vili yang bentuknya seperti jari- jari, yang membuat
usus halus mempunyai permukaan yang luas (sekitar 10 m2 ). Terdapat sekitar 25-
40 vili/mm2 , setiap vili panjangnya sekitar 1 mm. Pada duodenum dan jejenum,
mukosa terbenam di dalam lipatan- lipatan dan vili panjang-panjang dan sangat
lebih tipis, dan vilinya lebih pendek dan lebih jarang. Semua pencernaan dan
penyerapan yang penting terjadi didalam usus halus. Baik lambung maupun usus
besar dapat diangkat seluruhnya tanpa menyebabkan dampak yang serius. Kira-
kira sampai sepertiga usus halus dapat diangkat tanpa memberikan efek pada
pencernaan, dan daya tahan hidup masih dapat dimungkinkan dengan kira-kira 1
4. Hati
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dari pencernaan mencapai hati, maka produk-produk ini dipecah menjadi bentuk-
Hati merupakan kelenjar terbesar pada tubuh manusia yang terdiri dari 4
bagian, lobus yang tidak lengkap yang terpisah, tertutup oleh selaput jaringan
peritoneum. Bagian selaput yang lebih tebal adalah pada bagian hilum (porta
hepatik), dimana pembuluh darah dan pembuluh limfa serta saluran empedu yang
5. Ginjal
toksin-toksin lain dari darah dan mengontrol kehilangan air dan elektrolit dalam
diperlukan oleh sel-sel yang strukturnya sangat rumit dan halus jika ingin sel-sel
6. Paru
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1987a).
Bagian akhir dari bronkeolus adalah duktus alveolaris, yang tampak dari
adanya sejumlah alveoli atau tidak adanya dinding bronkeolar, dan bagian otot
polos menggemb ung menjadi lumen dari duktus alveolaris. duktus alveolaris
berakhir di atria yang kemudian terbagi menjadi dua atau lebih sakus alveolaris.
Alveoli adalah bagian terkecil dan terbanyak jumlahnya pada sistem pernafasan.
E. Kerusakan Organ
didalam pembuluh darah pada daerah tertentu. Jika dilihat dengan mata telanjang,
maka daerah jaringan atau organ yang mengalami hiperemi berwarna lebih merah
kapiler dalam jaringan hiperemia melebar dan penuh berisi darah. Pada dasarnya
terdapat dua mekanisme di mana kongesti dapat timbul yaitu kenaikan jumlah
darah yang mengalir ke daerah dan penurunan jumlah darah yang mengalir dari
daerah. Manifestasi kerusakan organ ini sering ditemukan pada organ hati dan
ginjal.
penimbunan dalam jaringan atau ruang tubuh atau disertai keluarnya darah dari
tubuh. Manifestasi kerusakan organ ini sering ditemukan pada organ ginjal.
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
F. Landasan Teori
Sianida merupakan racun yang kuat dan bekerja sangat cepat, dapat
menyebabkan sesak pada bagian dada, berikatan dengan sitokrom oksidase, dan
dari racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuknya ke dalam
tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh
mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak.
%, secara i.v selama 10 menit dan berikan oksigen 100 % selama 12-24 jam, tapi
yaitu rhodanase. Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan
G. Hipotesis
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
METODE PENELITIAN
sianida pada mencit jantan galur swiss termasuk dalam penelitian eksperimental
akut-oral sianida pada mencit jantan galur swiss mempunyai variabel utama dan
pengacau.
1. Variabel utama
dari gejala efek toksik yang timbul dan yang diukur adalah waktu (dalam
detik) timbulnya lima gejala efek toksik dari keracunan sianida, meliputi:
pemejanan tiosulfat.
2. Variabel pengacau
35
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4) Galur : Swiss
C. Definisi Operasional
1. Waktu terjadinya efek toksik adalah waktu (dalam detik) di mana mulai
muncul efek toksik dari keracunan sianida, meliputi : jantung berdebar, hilang
kesadaran, gagal nafas, kejang, dan mati setelah pemejanan sianida pada
2. Waktu hilangnya efek toksik adalah durasi antara sesaat pemberian natrium
3. Gejala efek toksik dari keracunan sianida yang meliputi : jantung berdebar,
hilang kesadaran, gagal nafas, dan kejang, apabila tidak teramati atau tidak
4. Gejala efek toksik dari keracunan sianida yang berupa kematian, apabila
dalam waktu 1X24 jam tidak mati maka diinterpretasikan dengan angka 86400
detik.
7. Gagal nafas adalah keadaan di mana mencit susah bernafas dan tampak mulut
8. Kejang adalah keadaan di mana kaki depan dan atau kaki belakang mencit
bergetar- getar; atau kaki depan dan kaki belakang saling menarik ke depan
dan kebelakang.
9. Mati adalah keadaan di mana mencit sudah tidak ada tanda-tanda bernafas dan
maksimal 24 jam.
D. Bahan Penelitian
Yogyakarta.
6. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan yang
2. Alat-alat gelas
Larutan KCN 0,104% b/v dibuat dengan cara melarutkan 0,104 gram
KCN ditambah aquadest hingga 100 ml. Dosis KCN dipilih berdasarkan dosis
letal oral KCN yang sudah dikonversikan ke dosis letal oral mencit yaitu sebesar
26 mg/kg BB.
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Larutan natrium tiosulfat 0.643% b/v (dosis 160.720 mg/kg BB) dibuat
100 ml. Dosis natrium tiosulfat dipilih berdasarkan hasil orientasi yang sudah
pernah dilakukan yaitu sebesar 1125 mg/kg BB. Dosis 1125 mg/kg BB diturunkan
dengan faktor perkalian 7 kalinya, maka diperoleh dosis 160.720 mg/kg BB,
kelompok, yaitu :
a.. Kelompok I diberi bahan pelarut yang digunakan yaitu aquadest, sebagai
kontrol negatif.
c. Kelompok III diberi larutan Na2 S2O3 dosis 160.720 secara i.p. sebagai kontrol
antidotum nya.
d. Kelompok IV diberi perlakuan KCN dosis 26 mg/kgBB secara p.o. dan secara
e. Kelompok V diberi perlakuan KCN dosis 26 mg/kgBB secara p.o. dan secara
f. Kelompok VI diberi perlakuan KCN dosis 26 mg/kgBB secara p.o. dan secara
g. Kelompok VII diberi perlakuan KCN dosis 26 mg/kgBB secara p.o. dan
secara cepat diberikan antidotumnya Na2 S2O3 dosis 160.720 mg/kgBB secara
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i.p. Peringkat kelompok VII ini merupakan kelompok yang diberi dosis
tertinggi antidotum Na2 S2 O3 yang diharapkan hewan uji dalam kelompok ini
4. Pengamatan
dimulai hingga 3 jam pengamatan. Jika hewan uji sampai 3 jam pengamatan tidak
5. Pemeriksaan histopatologi
a. Pengambilan organ :
cara dekapitasi (menarik kepala dan ekornya) kemudian dibedah pada bagian
perut. Selanjutnya organ paru-paru, jantung, hati, usus, ginjal dan lambung
G. Analisis Hasil
Whitney jika data yang diperoleh tidak terdistribusi normal p<0,05. untuk
dan usus halus, hati, serta ginjal dari tiap kelompok perlakuan. Data
berupa senyawa KCN (kalium sianida) dengan dosis lethal pada manusia dewasa
70 Kg yang diberikan secara peroral sebesar 200 mg. Kemudian senyawa KCN
tersebut dikonversikan dosisnya ke hewan uji mencit jantan yang akan digunakan
sebagai subyek uji dalam penelitian ini sekaligus sebagai kontrol positif dari
ke mencit dengan berat badan 20 gram sebesar 0,0026, maka didapatkan nilai
= 200 x 0,0026
= 26 mg/KgBB mencit
di sel sasaran, dimana terjadi translokasi sianida dari jalan masuk ke tempat
reseptornya. Hal ini menyebabkan perubahan sianida menjadi produk aktif yang
stabil, sehingga dapat menimbulkan gejala efek toksik mulai jantung berdebar,
Dari tabel II, tampak bahwa waktu timbulnya efek toksik sampai
kematian subyek uji mencit karena perlakuan sianida dosis 26 mg/KgBB peroral
(setara dengan dosis letal pada manusia, 200 mg) sangat cepat, rata-rata 321.17
42
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
detik. Keadaan ini mengakibatkan gejala efek toksik yang dapat teramati mulai
bisa diukur waktunya sejak mencit kehilangan kesadaran, gagal nafas, kejang
bereaksi dengan sejumlah enzim yang mengandung logam, seperti, feri sitokrom
oksidase. Karena metabolisme aerob tergantung pada sistem enzim ini, maka
jaringan tidak dapat lagi menggunakan oksigen dan jaringan itu mengalami
oksidase pada bagian sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang
secara normal akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai tidak lagi
digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk, sehingga dapat terjadi gagal
hambatan respirasi sel dan gangguan pasok energi dari sianida di dalam sel yang
mekanisme dan efek toksik yang timbul selama pemberian sianida maka
kemungkinan lain terjadi wujud toksik berupa udem pada paru yang diduga
menentukan sifat efek toksik sianida yaitu sifat yang tidak terbalikkan karena
berakibat fatal.
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
digunakan natrium tiosulfat. Perlakuan dosis yang besar sampai 1125 mg/KgBB
yang pernah dicobakan tidak memberikan efek kematian pada hewan uji. Dosis
yang dipilih berdasarkan dosis terapi antidotum yang akan digunakan dalam
Pada penelitian ini dosis natrium tiosulfat yang dipilih berdasarkan orientasi, yaitu
dosis tertinggi yang tidak menyebabkan kematian pada subyek uji mencit
tetapi pada 3 hewan uji masih dapat ditemukan data waktu terjadinya gejala efek
nafas dan kejang. Artinya keberadaan natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB
mencit secara intraperitoneal didapatkan hasil sebagai berikut. Seperti tersaji pada
tabel II, ternyata natrium tiosulfat memiliki gejala efek toksik yang berbeda
kejang. Keberadaan (takaran dan lama) natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB
ini diberikan sebanyak 50ml dalam 25% larutan. Tidak ada efek samping yang
gagal ginjal, nyeri perut, mual, kemerahan, dan disfungsi pada SSP. Dosis untuk
Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mencari kisaran dosis
natrium tiosulfat yang mempunyai potensi sebagai antidotum sianida. Dosis 0.468
mg/KgBB.
kelompok perlakuan seperti tertera pada tabel II. Dari tabel II, diperoleh gambaran
bahwa keberadaan sianida dosis 26 mg/KgBB yang diberikan secara peroral lebih
dominan dalam menimbulkan efek toksik. Dilihat dari tabel II maka untuk kasus
jantung berdebar dari 7 kelompok hewan uji maka dapat dilihat bahwa pada
berdebar adalah yang paling lama dibandingkan dengan kelompok yang lain.
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel II. Hasil pengamatan waktu gejala efek toksik sianida terhadap 7 kelompok
perlakuan
160.720 mg/KgBB dapat digunakan sebagai terapi antidot pada kasus keracunan
sianida karena dapat menurunkan gejala efek toksik yang ditimbulkan oleh sianida
khususnya jantung berdebar. Hasil data untuk hilang kesadaran hampir mirip
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan data pada jantung berdebar, yaitu untuk kelompok dosis 160.720
mg/kgBB memiliki hasil yang paling baik. juga dilihat dari hasil % angka hidup
efek toksik dari keracunan sianida yang salah satunya berupa gagal nafas. Kejang
yang bisa dikatakan bahwa gejala efek toksik dari sianida yang paling jelas
terlihat disini, pada kelompok dosis 160.720 mg/kgBB tidak ditemukan adanya
perlakuan dosis 0.468 mg/kgBB. Dilihat dari waktu mati bisa dikatakan bahwa
tidak ada yang mati pada kelompok perlakuan dosis160.720 mg/kgBB (kelompok
VII). Dari perlakuan dosis 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB
dan 160.720 mg/kgBB terdapat adanya perpanjangan waktu mati atau dapat
160.00
Mean rerata_waktu_jantung_berdebar_dalam_detik
140.00
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
-20.00
kontrol kontrol kontrol tiosulfat tiosulfat tiosulfat tiosulfat
aquades sianida 26 tiosulfat dosis 0,468 dosis 3,279 dosis 22,960 dosis
mg/Kg 160,720 mg/Kg mg/Kg mg/Kg 160,720
mg/Kg mg/Kg
perlakuan
Error bars: +/- 2.00 SE
Gambar 1. Grafik rerata ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa jantung berdebar
Keterangan :
Tabel III. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik jantung
berdebar
Sianida Sianida Sianida Sianida
Kontrol
Kontrol + Na + Na + Na + Na
Na-
Kontrol sianida tiosulfat tiosulfat tiosulfat tiosulfat
tiosulfat
aquadest (26 0.468 3.279 22.960 160.720
(160.720
mg/Kg) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
mg/Kg)
BB BB BB BB
Kontrol
BTB BTB BTB BTB BTB BTB
aquadest
Kontrol
sianida BTB BTB BTB BTB BTB BTB
(26
mg/KgBB)
Kontrol
Na-
tiosulfat BTB BTB BTB BTB BTB BTB
(160.720
mg/KgBB)
Sianida +
Na
tiosulfat BTB BTB BTB BTB BTB BTB
0,468
mg/kg BB
Sianida +
Na
tiosulfat BTB BTB BTB BTB BTB BTB
3.279
mg/kg BB
Sianida +
Na
tiosulfat BTB BTB BTB BTB BTB BTB
22.960
mg/kg BB
Sianida +
Na
tiosulfat BTB BTB BTB BTB BTB BTB
160.720
mg/kg BB
Dilihat dari tabel III untuk kasus jantung berdebar jika dibandingkan
uji statistika maka didapat hasil yang berbeda tidak bermakna, jadi maksudnya
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
adalah jika semua kelompok saling dibandingkan maka memberikan hasil yang
dapat dikatakan sama. Maka tidak dapat dikatakan bahwa sianida atau natrium
berdebar.
Pada kasus jantung berdebar, dari hasil olah data secara statistik untuk 6
kelompok jika dibandingkan dengan kontrol pelarut, yaitu aquadest maka hasilnya
memberikan hasil berbeda tidak bermakna dan untuk kontrol antidot, yaitu na
tiosulfat juga memberikan hasil berbeda tidak bermakna. Maka dari hasil tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa pada kasus jantung berdebar, dosis natrium
tiosulfat I-IV tidak memberikan hasil yang berbeda dengan aquadest, sianida,
hewan uji bahwa pada kontrol antidot dan kelompok perlakuan dosis 160.720
mg/kgBB (kelompok VII) memberikan gambar pada grafik mean ± SD yang sama
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sianida didalam kasus jantung berdebar ini
pada kelompok kontrol tiosulfat dan kelompok perlakuan memberikan hasil yang
Jantung berdebar dapat terjadi pada keracunan sianida hal ini disebabkan
600.00
500.00
400.00
300.00
200.00
100.00
0.00
-100.00
kontrol kontrol kontrol tiosulfat tiosulfat tiosulfat tiosulfat
aquades sianida 26 tiosulfat dosis 0,468 dosis 3,279 dosis 22,960 dosis
mg/Kg 160,720 mg/Kg mg/Kg mg/Kg 160,720
mg/Kg mg/Kg
Gambar 2. Grafik rerata ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa hilang kesadaran
Keterangan :
X = 0.00 artinya kejang tidak terjadi
sianida dan perlakuan denga n dosis natrium tiosulfat I-III. Hal ini berarti
dan memberikan hasil yang berbeda tidak bermakna jika dibandingkan dengan
kelompok sianida.
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel IV. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik hilang
kesadaran
Sianida Sianida Sianida Sianida
Kontrol
Kontrol + Na + Na + Na + Na
Na-
Kontrol sianida tiosulfat tiosulfat tiosulfat tiosulfat
tiosulfat
aquadest (26 0,468 3.279 22.960 160.720
(160.7200
mg/Kg) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
mg/Kg)
BB BB BB BB
Kontrol BTB
BB BTB BB BB BB
aquadest
Kontrol
sianida BTB
BB BTB BTB BTB BTB
(26
mg/Kg)
Kontrol
Na-
BTB
tiosulfat BTB BTB BTB BTB BTB
(160.720
mg/Kg)
Sianida
+ Na
tiosulfat BTB
BB BTB BTB BTB BTB
0,468
mg/kg
BB
Sianida
+ Na
tiosulfat BTB
BB BTB BTB BTB BTB
3.279
mg/kg
BB
Sianida
+ Na
tiosulfat BTB
BB BTB BTB BTB BTB
22.960
mg/kg
BB
Sianida
+ Na
tiosulfat
BTB BTB BTB BTB BTB BTB
160.720
mg/kg
BB
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan dosis 0.468 mg/KgBB, 3.279 mg/KgBB, 22.960 mg/KgBB belum dapat
interpretasi data yang sama ada grafik mean ± 2 SE jadi dapat diambil kesimpulan
mulai terjadinya gejala efek toksik keracunan sianida mulai dari hilang kesadaran
sampai mati, jadi berpengaruh mengurangi gejala efek toksik yaitu memperlama
asam laktat mengakibatkan timbulnya manifestasi lemas. Bila keadaan ini terjadi
Untuk kasus gagal nafas dilihat dari grafik mean ± 2 SE, dapat dilihat
hasil pada perlakuan dosis 0.468 mg/kgBB dan perlakuan dosis 3.279 mg/kgBB
didapatkan hasil waktu munculnya gejala efek toksik berupa gagal nafas lebih
lama jika dibandingkan dengan kelompok kontrol KCN, kontrol aquadest, kontrol
munculnya gejala efek toksik (lebih cepat terjadi) hilang kesadaran sedangkan
800.00
Mean rerata_waktu_gagal_nafas_dalam_detik
600.00
400.00
200.00
0.00
Gambar 3. Grafik rerata ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa gagal nafas
Keterangan :
X = 0.00 artinya kejang tidak terjadi
bahkan sampai menghilangkan gejala efek toksik yaitu gagal nafas, maka tiosulfat
disini bisa dikatakan sangat berpotensi sebagai antidotum untuk keracunan sianida
karena dapat menurunkan waktu terjadinya gejala efek toksik keracunan sianida
Pada keracunan sianida salah satu gejala yang timbul adalah gagal nafas.
Terjadinya gagal nafas diakibatkan karena terjadi hipoksia pada tingkat sel.
Tabel V. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik gagal nafas
mg/kgBB dan 3,279 mg/kgBB dari hasil analisis histopatologi. Penebalan septum
alveolus. Bila keadaan ini berlangsung terus menerus maka dapat menyebabkan
gagal nafas.
600.00
Mean rerata_waktu_kejang_dalam_detik
400.00
200.00
0.00
-200.00
kontrol kontrol kontrol tiosulfat tiosulfat tiosulfat tiosulfat
aquades sianida 26 tiosulfat dosis 0,468 dosis 3,279 dosis 22,960 dosis
mg/Kg 160,720 mg/Kg mg/Kg mg/Kg 160,720
mg/Kg mg/Kg
Tabel VI. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik kejang
Untuk kasus gejala efek toksik kejang dapat dibahas secara global sesuai
yang tercantum pada grafik mean ± 2 SE, maka hasil waktu munculnya gejala
efek toksik berupa kejang hanya ditemukan pada kelompok kontrol sianida dan
dosis 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 160.720 mg/kgBB dan kelompok kontrol
aquadest dan kontrol tiosulfat tidak ditemukan adanya manifestasi gejala efek
toksik berupa kejang. Maka dapat dikatakan bahwa antidot tiosulfat disini dapat
menurunkan gejala efek toksik kejang dan pada kontrol tiosulfat dosis yang
tertinggi tidak menimbulkan manifestasi efek toksik berupa kejang jadi bisa
antidotum sianida.
Salah satu gejala yang muncul pada keracunan sianida adalah kejang.
Kejang disebabkan karena keadaan depolarisasi yang terus menerus di dalam sel.
H+-ATPase dalam membran lisosom. Karena ATP tidak terbentuk maka terjadi
Tabel VII. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik mati
Sianida Sianida Sianida Sianida
Kontrol
Kontrol + Na + Na + Na + Na
Na-
Kontrol sianida tiosulfat tiosulfat tiosulfat tiosulfat
tiosulfat
aquadest (26 0,468 3.279 22.960 160.720
(160.7200
mg/Kg) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
mg/Kg)
BB BB BB BB
Kontrol
BB BTB BB BB BB BTB
aquadest
Kontrol
sianida
BB BB BB BB BTB BB
(26
mg/Kg)
Kontrol
Na-
tiosulfat BTB BB BB BB BB BTB
(160.720
mg/Kg)
Sianida
+ Na
tiosulfat
BB BB BB BTB BTB BB
0,468
mg/kg
BB
Sianida
+ Na
tiosulfat
BB BB BB BTB BTB BB
3.279
mg/kg
BB
Sianida
+ Na
tiosulfat
BB BTB BB BTB BTB BB
22.960
mg/kg
BB
Sianida
+ Na
tiosulfat
BTB BB BTB BB BB BB
160.720
mg/kg
BB
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80000.00
60000.00
40000.00
20000.00
0.00
-20000.00
kontrol kontrol kontrol tiosulfat tiosulfat tiosulfat tiosulfat
aquades sianida 26 tiosulfat dosis 0,468 dosis 3,279 dosis dosis
mg/Kg 160,720 mg/Kg mg/Kg 22,960 160,720
mg/Kg mg/Kg mg/Kg
Keterangan :
X = 0.00 artinya rata-rata waktu kematian mencit sangat cepat
X = 86400 artinya mencit sampai batas waktu pengamatan 1x 24 jam tidak
mengalami kematian
Gambar 5. Grafik rerata ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa mati
Untuk kasus mati, jika dilihat dari tabel IX jika dibandingkan dengan
kontrol aquadest maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dosis 160.720
dengan semua kelompok perlakuan dan kontrol KCN. Maka dapat diartikan
kematian hingga 100%. Jadi, natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/kgBB (kelompok
VII) dapat digunakan sebagai antidotum pada kasus keracunan sianida dosis 26
mg/kgBB.
60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
VII) dapat menurunkan bahkan sampai meniadakan adanya kematian karena efek
toksik dari sianida dapat diatasi dengan natrium tiosulfat sebagai terapi
Dari beberapa keterangan mengenai tabel V, VI, VII, dan VIII diatas
maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada pemberian natrium tiosulfat dosis
dapat mengatasi efek toksik dari sianida. Gejala efek toksik seperti jantung
berdebar, hilang kesadaran dan gagal nafas masih muncul, serta waktu
keracunan sianida belum dapat mengatasi efek toksik dari sianida. Gejala efek
toksik seperti jantung berdebar, hilang kesadaran dan gagal nafas masih muncul,
serta waktu kematiannya juga singkat meskipun sedikit lebih lama dibanding
dengan dosis natrium tiosulfat 0.468 mg/KgBB. Sehingga pada dosis tersebut
sianida.
keracunan sianida belum dapat mengatasi efek toksik dari sianida. Gejala efek
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
toksik seperti jantung berdebar, hilang kesadaran, gagal nafas dan kejang masih
muncul, serta waktu kematiannya sama dengan dosis natrium tiosulfat 3.279
Dari tabel V, VI, VII, VIII dan IX, dapat dikatakan bahwa pemberian
keracunan sianida. Meskipun beberapa gejala efek toksik dari sianida masih
muncul, seperti jantung berdebar, tapi waktu timbulnya jantung berdebar lebih
mg/KgBB mencit. Terjadinya gejala efek toksik berupa hilangnya kesadaran dan
gagal nafas sempat muncul pada beberapa hewan uji mencit. Tetapi secara
hewan uji 4 mati sehingga respon kematian yang ditimbulkan sebanyak 66.67 %.
Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa pada dosis 3.279 mg/kgBB
diperlukan adanya kombinasi dengan antidot sianida yang lain, seperti natrium
nitrit, EDTA, vitamin 12a. Dari hasil pengamatan gejala keracunan sianida selalu
timbul sehingga diharapkan dapat mengurangi angka kematian. Prinsip asas utama
sehingga natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/kgBB pada kondisi tersebut dapat
Rhodanese
memerlukan sumber sulfan sulfur, tetapi penyedia endogen substansi ini terbatas.
tiosulfat mungkin muncul sendiri pada kasus keparahan ringan sampai sedang,
sebaiknya diberikan bersama antidot lain dalam kasus keracunan parah. Ini juga
secara intrinsik nontoksik tetapi produk detoksifikasi yang dibentuk dari sianida,
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pemberian natrium tiosulfat 12,5 g i.v. biasanya diberikan secara empirik jika
uji pada penelitian ini banyak yang tidak teramati, bisa disebabkan oleh karena
gejala keracunan sianida, atau ada beberapa kelompok yang masih bertahan hidup
hingga waktu pengamatan selesai (24 jam). Indikator keterbalikkan efek toksik
sebagai upaya penyelamatan subyek uji mencit dari keracunan merupakan salah
sifatnya di mana saat kadar racun sianida habis, reseptor kembali, artinya apabila
sianida dosis 26 mg/KgBB dalam tubuh sudah menurun bahkan sudah habis,
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
maka reseptor yang mulanya berikatan dengan sianida akan kembali ke reseptor
semula dan berfungsi seperti semula. Efek toksik juga cepat kembali normal, di
mana sianida dosis 26 mg/KgBB peroral sangat cepat menimbulkan efek toksik,
namun secara cepat normal kembali atau sangat cepat pergi dari reseptor sasaran
keracunan sianida tersebut adalah terapi antidotum tergantung dosis di mana pada
Cp
KTM
t
Gambar 7. Kurva hipotesis yang melukiskan hubungan antara kadar racun di
dalam darah atau di tempat aksi lawan waktu dengan strategi terapi
keracunan mempercepat eliminasi.
eliminasi terdiri dari proses metabolisme dan ekskresi. Natrium tiosulfat bekerja
tiosianat [SCN]- yang bersifat kurang toksik. Selain itu, tiosianat berbentuk ion
sehingga dapat lebih mudah untuk diekskresikan. Hal ini dapat mempercepat
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keluarnya sianida dari tubuh. Seperti yang tampak pada gambar 17. garis putus-
adanya percepatan eliminasi maka waktu eliminasinya menjadi lebih cepat (kurva
bergeser ke kiri) dan toksisitasnya juga menjadi berkurang (daerah di atas KTM
D. Pemeriksaan Histopatologi
sampai 1x 24 jam. Oleh karena tidak terjadi kematian pada hewan uji maka pada
1x 24 jam maka hewan uji dikorbankan dengan cara dekapitasi yaitu menarik
kepala dan ekor dari tubuhnya untuk diambil organnya. Pengambilan organ juga
dilakukan pada hewan uji (cadangan) 24 jam setelah pemberian sianida dan
natrium tiosulfat. Organ yang diambil meliputi ginjal, usus halus, lambung, hati,
paru-paru, jantung.
morfologi pada setiap organ dari setiap kelompok perlakuan. Dari pengamatan
makroskopis setelah hewan uji di- nekropsi, terlihat bahwa tidak terjadi perubahan
morfologi pada setiap organ dari setiap kelompok perlakuan. Setelah dilakukan
berupa pengamatan preparat organ dari setiap kelompok perlakuan yang telah
dibandingkan dengan kontrol. Perubahan organ dapat dilihat pada tabel VIII.
pembuluh darah pada daerah tertentu. Jika dilihat dengan mata telanjang, maka
daerah jaringan atau organ yang mengalami hiperemi berwarna lebih merah
kapiler dalam jaringan hiperemia melebar dan penuh berisi darah. Pada dasarnya
terdapat dua mekanisme di mana kongesti dapat timbul : (1) kenaikan jumlah
darah yang mengalir ke daerah atau (2) penurunan jumlah darah yang mengalir
penimbunan dalam jaringan atau ruang tubuh atau disertai keluarnya darah dari
tubuh.
1. Hati
Peradangan terjadi karena adanya respon terhadap cedera dan kematian sel yang
peradangan dan terdapat adanya hiperemi begitu juga pada kelompok kontrol
tiosulfat dan kelompok perlakuan I dan II, sedangkan pada kelompok perlakuan II
dan IV tidak terdapat adanya manifestasi peradangan dan tidak ditemui adanya
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hiperemi jadi dapat dikatakan bahwa kerusakan organ disini pada kelompok
2. Ginjal
Organ eksresi yang penting adalah ginjal. Ginjal melakukan fungsi vital
sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh
dengan mengeksresikan solut dan air dalam tubuh, kalau kedua ginjal karena
sesuatu hal gagal melakukan fungsinya, maka kematian akan terjadi dalam waktu
kelompok kontrol KCN terjadi kerusakan berupa hemorrhagi pada 24 jam. Pada
mg/kgBB dan 3,279 mg/kg BB mengalami kerusakan ginjal yang hampir sama
dengan yang terjadi pada kontrol sianida yaitu terjadi manifestasi hemorrhagi. Hal
3. Paru
Tabel VIII. Hasil Pemeriksaan histopatologi beberapa organ mencit akibat pemberian larutan KCN (sebagai senyawa racun) dan pada
kelompok perlakuan diberikan larutan KCN kemudian diteruskan dengan pemberian senyawa antidotumnya, yaitu natrium tiosulfat.
Organ Kontrol KCN Kontrol Kontrol Perlakuan D1 Perlakuan D2 Perlakuan D3 Perlakuan D4
Aquadest Na2 S2 O3
1. Ginjal Glomerolus Glomerolus Glomerolus Glomerolus Glomerolus Glomerolus Glomerolus
dan tubulus dan tubulus dan tubulus dan tubulusnya dan tubulusnya dan tubulus dan tubulus
normal, terjadi dalam batas dalam batas normal, terjadi normal, terjadi dalam batas dalam batas
manifestasi normal, tidak normal manifestasi manifestasi normal normal dan
haemorrhagie ada radang, haemorrhagie haemorrhagie ada hiperemi
tidak ada sedikit
erosi
2. Paru Alveoli dan Alveoli dan Alveoli dan Alveoli dan Alveoli dan Alveoli dan Alveoli dan
bronkeoli bronkeoli bronkeoli bronkeoli bronkeoli bronkeoli bronkeoli
dalam batas dalam batas dalam batas dalam batas dalam batas dalam batas dalam batas
normal, normal normal, normal, normal, normal normal
septum septum septum septum
interalveolaris interalveolaris interalveolaris interalveolaris
menebal dan menebal dan menebal dan menebal dan
ada infiltrasi ada infiltrasi ada infiltrasi ada infiltrasi
sel-sel radang sel-sel radang sel-sel radang sel-sel radang
3.Hati Hepatosit Hepatosit Hepatosit Hepatosit Hepatosit Hepatosit Hepatosit
normal normal normal normal normal normal normal
tersusun radier tersusun tersusun radier tersusun radier tersusun radier tersusun tersusun
mengelilingi radier mengelilingi mengelilingi mengelilingi radier radier
vena sentralis mengelilingi vena sentralis vena sentralis vena sentralis mengelilingi mengelilingi
sel hepatosit vena sentralis sel hepatosit sel hepatosit sel hepatosit vena sentralis vena sentralis
dalam batas sel hepatosit dalam batas dalam batas dalam batas sel hepatosit sel hepatosit
normal tampak dalam batas normal tampak normal tampak normal tampak dalam batas dalam batas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
hiperemi lokal normal tidak hiperemi lokal hiperemi lokal hiperemi lokal normal normal
(derajat 2) tampak (derajat 2) (derajat 1) (derajat 2)
adanya
hiperemi,
tidak ada
manifestasi
peradangan
4. Usus halus Fili intestinal Fili intestinal Fili intestinal Fili intestinal Fili intestinal Fili intestinal Fili intestinal
nya dan mukosa dan mukosa nya terdapat nya terdapat nya terdapat nya terdapat
mengalami dalam batas nya normal erosi sedikit , erosi , dan juga erosi , dan erosi sedikit ,
erosi dan normal, dan juga terdapat juga terdapat dan tapi masih
mukosanya mukosa terdapat adanya adanya tetap ada
tidak normal muskularis, adanya manifestasi manifestasi manifestasi
serosa dan manifestasi peradangan peradangan peradangan
kelenjar nya peradangan (++) (+) (+)
juga normal, (++)
5.Jantung Miokardium Miokardium Miokardium Miokardium Miokardium Miokardium Miokardium
nya dalam nya dalam nya dalam nya dalam nya dalam nya dalam nya dalam
batas normal batas normal batas normal batas normal batas normal batas normal batas normal
6. Lambung Aktivitas Tunika Mukosa Mukosanya Mukosa Mukosa Mukosa
kelenjarnya mukosa lambung erosi, erosi lambung erosi lambung lambung
meningkat, muskularis aktivitas (++) dan mengalami mengalami
erosi normal, kelenjarnya terdapat erosi (+) erosi (+)
mukosanya aktivitas meningkat adanya aktivitas
kelenjarnya manifestasi kelenjarnya
normal peradangan meningkat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
A
A A
(a) (b) (c) (d)
Gambar 8. Gambaran histopatologi untuk organ hati mencit pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam,
perlakuan :
a. KCN 26 mg/kgBB. A. hiperemi lokal derajat 2 (++).
b. Aquadest, normal, tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi peradangan.
c. Na2 S2 O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. hiperemi lokal derajat 2 (++).
d. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. hiperemi lokal derajat 1 (+)
e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. hiperemi lokal derajat 2 (++).
f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB, normal, tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi
peradangan.
g. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 160.720 mg/kg BB, normal, tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi
peradangan.
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
organ paru juga mempunyai resiko tinggi terkena zat toksik karena berhubungan
langsung dengan lingkungan luar, kerusakan organ paru berupa penebalan septa
alveoli dan terdapat adanya manifestasi sel-sel radang. Selain terjadi pada
kelompok kontrol KCN 26 mg/kgBB juga terjadi pada kelompok perlakuan I dan
antidotum natrium tiosulfat dapat memicu penurunan kerusakan pada organ paru
Pada penebalan septa alveoli ditemukan adanya sel-sel radang dan sel-sel
Pada daerah yang meradang terjadi peningkatan aliran darah dan pembuluh darah
menjadi lebih permeabel. Hal tersebut mendorong keluarnya sel-sel darah merah
berkontraksi. Apabila septa semakin tebal maka daya tampung alveoli terhadap
oksigen akan semakin berkurang sehingga akan mengganggu suplai oksigen. Hal
ini menyebabkan pertukaran udara terganggu. Apabila gangguan pada organ ini
semakin parah bisa menyebabkan terjadinya dispnea, dispnea dapat terjadi karena
kerja pernafasan akibat meningkatnya resistensi elastik paru. Hal tersebut terjadi
A A
A
A
(e) (f) (g)
Gambar 9. Gambaran histopatologi untuk organ ginjal mencit pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam,
perlakuan :
a. KCN 26 mg/kgBB. A. haemorrhagie.
b. Aquadest
c. Na2 S2 O3 dosis 160.720 mg/kg BB
d. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. haemorrhagie.
e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. haemorrhagie.
f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 22.960 mg/kg BB.
g. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. hiperemi
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dispnea atau sesak nafas merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar
4. Jantung
terhadap sistem sirkulasi didalam tubuh. Apabila terjadi gangguan pada organ ini
maka sirkulasi darah didalam tubuh menjadi tidak lancar. Dalam penelitian ini
organ jantung masih dalam batas normal baik dalam pembedahan 3 jam dan
pembedahan 24 jam setelah dipejani KCN dosis 26 mg/kgBB dan pada kelompok
mg/kg BB, 3.279 mg/kg BB, 22,960 mg/kg BB, 160.720 mg/kgBB tidak
menyebabkan kelainan pada organ jantung, artinya pemberian sianida dan natrium
tiosulfat disini tidak mempengaruhi organ jantung, kemungkinan organ ini normal
karena percobaan yang peneliti lakukan adalah termasuk uji akut jadi belum
5. Usus halus
dicerna di lambung kemudian masuk ke organ usus. Hasil pencernaan yang sudah
pembuluh limfe. Pada penelitian ini kelompok kontrol KCN dosis 26 mg/kgBB
menunjukkan organ usus tidak normal karena fili intestinal nya mengalami erosi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
B A A
A B B
(a) (b) (c) (d)
A
B
(e) (f) (g)
Gambar 10. Gambaran histopatologi untuk organ paru mencit akibat pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X pengecatan
hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan:
a. KCN 26 mg/kgBB, alveoli dan bronkeoli dalam batas normal. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang.
b. Aquadest
c. Na2 S2 O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang.
d. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang.
e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang.
f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 22.960 mg/kg BB,
g. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 160.720 mg/kgBB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
Gambar 11. Gambaran histopatologi untuk organ jantung mencit akibat pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X
pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan :
a. KCN 26 mg/kgBB, miokardium dalam batas normal.
b. Aquadest, miokardium dalam batas normal.
c. Na2 S2 O3 dosis 160.720 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal.
d. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 0,468 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal.
e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 3.279 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal.
f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 22.960 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal.
g. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 160.720 mg/kgBB, miokardium dalam batas normal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
A A A
(a) (b) (c) (d)
A A A
(e) (f) (g)
Gambar 12. Gambaran histopatologi untuk organ usus halus mencit akibat pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X
pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam,Perlakuan :
a. KCN 26 mg/kgBB. A. fili intestinal erosi dan mukosanya tidak normal.
b. Aquadest, fili intestinal dan mukosa dalam batas normal, mukosa muskularis, serosa dan kelenjar nya juga normal.
c. Na2 S2 O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi dan mukosanya tidak normal.
d. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi sedikit, dan juga terdapat adanya manifestasi
peradangan derajat 2 (++).
e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi sedikit, dan juga terdapat adanya manifestasi
peradangan derajat 2 (++).
f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 22.960 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi, dan juga terdapat adanya manifestasi
peradangan derajat 1 (+).
g. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi, dan juga terdapat adanya manifestasi
peradangan derajat 1 (+).
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan mukosanya tidak normal. Demikian pula terjadi pada kelompok perlakuan I-
IV organ usus masih dalam keadaan tidak normal masih terdapat erosi dan
setelah kematian terjadi perubahan organ berupa erosi fili. Fili terdapat di
permukaan lumen usus halus yang mempunyai sejumlah lipatan mukosa. Fili
berfungsi sebagai tempat penyerapan. Luas permukaan fili sangat besar sehingga
terjadi peningkatan proses absorpsi didaerah ini. Apabila terjadi erosi fili maka
II, tetapi lebih parah pada kelompok perlakuan II, hal itu kemungkinan
perlakuan dosis 22.960 mg/kgBB dan 160.720 mg/kgBB tetap ditemukan adanya
kelompok 0.468 mg/kgBB dan 3.279 mg/kgBB, hal ini kemungkinan karena
khususnya usus halus ini menjadi semakin tidak parah, atau dapat juga dikatakan
6. Lambung
lambung dan dengan gerakan peristaltik serta sekresi kelenjar, lambung akan
ditemukan adanya kelainan pada organ lambung, organ lambung masih terlihat
normal. Seperti pada organ usus, organ lambung juga mengalami kelainan mulai
dari kelompok kontrol KCN dosis 26 mg/kg BB, kelompok kontrol natrium
tiosulfat dosis 160,720 mg/kgBB dan empat kelompok perlakuan. Organ ini
iritasi pada epitel lambung. Untuk melindungi permukaan terhadap iritasi lebih
meningkatnya aktivitas kelenjar Brunner dan sel goblet yang menghasilkan mukus
yang berguna untuk melapisi epitel usus dari bahan-bahan yang bersifat iritatif,
kerusakan paling parah terlihat pada kelompok perlakuan II dengan derajat erosi
A
A A
(e) (f) (g)
Gambar 13. Gambaran histopatologi untuk organ lambung mencit akibat pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X
pengecatan hematoksis lin-eosin pembedahan 24 jam,perlakuan:
a. KCN 26 mg/kgBB, aktivitas kelenjarnya meningkat, erosi mukosanya.
b. Aquadest, tunika mukosa muskularis normal, aktivitas kelenjarnya normal.
c. Na2 S2 O3 dosis 160.720 mg/kg BB, mukosa lambung erosi, aktivitas kelenjarnya meningkat.
d. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. mukosa erosi.
e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. mukosa lambung erosi (++) dan terdapat adanya manifestasi
peradangan.
f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 22.960 mg/kg BB. A. mukosa lambung erosi (+) aktivitas kelenjarnya meningkat.
g. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2 S2 O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. mukosa lambung erosi (+).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V.
A. Kesimpulan
telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa potensi natrium tiosulfat sebagai
kesadaran 50%, gagal nafas 0%, kejang 0%, mati 0%, wujud kerusakan
mg/kgBB pada organ hati normal, pada organ ginjal terdapat manifestasi
hiperemi, pada organ paru normal, pada organ usus halus terdapat erosi dan
normal, pada organ lambung terdapat erosi derajat keparahan 1 (+) pada
80
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Saran
natrium tiosulfat ditambah dengan pemberian zat anti kejang mengingat bahwa
DAFTAR PUSTAKA
Alarie Y., 1985, The toxicity of smoke from polymeric materials during thermal
decomposition. Am Rev Pharmacol Toxicol, 25 : 325-347, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Anderson RA & Harland WA., 1982, Fire deaths in the Glasgow area.III. The role
of hydrogen cyanide. Med Sci Law, 22 : 35-37, In http://www.inchem.org
/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide,
Diakses tanggal 9 Juni 2008
Ann P.R., 2005, Sodium thiosulfate for acute Cyanide poisoning : study in a rat
model, In http://www.medscape.com/medline/abstract/15976683, diakses
tanggal 15 juni 2008
82
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berlin AM, 1971, The treatment of cyanide poisoning in children. Pediatrics, 46:
793, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm,
antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Birky MM, Halpin BM, Capla n YH, Fisher RS, Mc Allister JM, & Dixon AM,
1979, Fire Fatality study. Fire mater, 3 : 211-217, In http://www
.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning
by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Blanc, P., Hogan, M., Malin, K., Hryhorczuk, D., Hessl, S., & Bernard, B., 1985,
Cyanide intoxication among silver reclaiming workers, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 28 September 2007
Blaschle TE & Melmon KL., 1980, Antihypertensive agents and the drug therapy
of hypertension. In: Goodman LS & Gilma A ed. The pharmacological
basis of therapeutics. New York, MacMillan Publishing Co., vol 6, pp
807-808, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm,
antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Bucht H., 1949, On the tubular secretion of thiosulfate and creatinine under the
influence of caronamide. Scand J Clin Lab Invest, 1: 270-276, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Chen KK, Rose CL, & Clowes GHA., 1934, Comparative values of several
antidotes in cyanide poisoning. Am J Med Sci, 188: 767, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Chen KK, Rose CL, & Clowes GHA., 1944, The modem treatment of cyanide
poisoning, J Indiana Med Assoc, 37 : 344-350, In http://www.inchem.
org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by
Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Chen KK, Rose CL, & Clowes GHA., 1933, Methylene blue, nitrites and
sodium thiosulfate againts cyanide poisoning. Proc Soc Exp Biol Med, 31
: 250-252, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Chen KK & Rose CL., 1952, Nitrite and thiosulfate therapy in cyanide poisoning.
J Am Med Assoc, 149: 113-119, In http://www.inchem.org/documents/
antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses
tanggal 9 Juni 2008
Clark CJ, Campbell D, & Reid WH., 1983, Blood carboxyhaemoglobin and
cyanide levels in fire survivors. Lancet, 1 :1332-1335, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Cook RD & Coursey DB., 1981, Cassava: a major cyanide-containing food crop.
In: Vennesland B, Conn E, Knowles CJ, Westley J, & Wissing F ed.
Cyanide in biology. New York, London, Academic Press, pp 11-28, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Darby PW & Wilson J., 1967, Cyanide, smoking, and tobacco amblyopia.
Observations on the cyanide content of tobacco smoke. Br J Ophthalmol,
51: 336-338, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02
.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Domalski CA, Kolb LC, & Hines EA., 1953, Deleterious reactions secondary to
thiocyanate therapy of hypertension. Proc Mayo Clin, 28: 272-280, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
El Ghawabi SH, Gaafar MA, El Saharti AA, Ahmed SH, Malash KK, & Fares R,
1975, Chronic cyanide exposure, a clinical, radio isotope and laboratory
study. Br J Ind Med, 32: 215-219, In http://www.inchem.org/documents/
antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses
tanggal 9 Juni 2008
Foulks J, Brazeau P, Koelle ES, & Gilman A., 1952, Renal secretion of thiosulfate
in the dog. Am J Physiol, 168: 77-85, In http://www.inchem.org/
documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide,
Diakses tanggal 9 Juni 2008
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ganong, W.F., 1995, Buku Ajar Fisio logi Kedokteran (Review of medical
Physiology), Edisi 14, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Garvin CF., 1939, The fatal toxic manifestations of the thiocyanates. J Am Med
Assoc, 112: 1125-1127, In http://www.inchem.org/documents/antidot/
antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9
Juni 2008
Gilman A, Philips S, & Koelle ES., 1946, The renal clearance of thiosulfate with
observations on its volume of distribution, Am J Physiol, 146: 348-357, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Goldfrank L, Bresnitz EA, Weisman RS, & Lewin NA., 1984, The inhaled agents
and other disorders of oxygen transport. In: Hanson W Jr ed. Toxic
emergencies. New York, Churchill Livingstone, pp 204-211, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Gosselin RE, Smith RP, & Hodge HC., 1984, Cyanide. In: Clinical toxicology of
commercial products. Baltimore, London, Williams & Wilkins Co., pp
123-130, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm,
antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Graham DL, Laman D, Theodore J, & Robin ED., 1977, Acute cyanide poisoning
complicated by lactic acidosis and pulmonary edema. Arch Intern Med,
137: 1051, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02
.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Grant WM, 1980, The peripheral visual system as a target. In: Spencer PS &
Schaumberg HH ed. Experimental and clinical neurotoxicology.
Baltimore, London, Williams & Wilkins Co., pp 77-91, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Grant WM., 1986, Toxicology of the eye, 3rd ed. Springfield, Illinois, Charles C.
Thomas, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm,
antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Healy JC., 1931, Therapeutics and toxicology of sulfocyanates. New Engl J Med,
205: 5481-5583, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/
ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Hilmann B, Bardham, KD, & Bain JTB., 1974, The use of dicobalt edentate
(Kelocyanor) in cyanide poisoning. Postgrad Med J, 50: 171-174, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Höbel M, Kreye VAW, & Pill J., 1978, Effect of sodium nitroprusside alone and
in combination with sodium thiosulfate on the acid-base balance, and on
thiocyanate and iron plasma levels in the rabbit, Klin Wochenschr,
56(suppl 1): 147-152, In http://www.inchem.org/documents/antidot/
antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9
Juni 2008
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ivankovich AD, Braverman B, Kanuru RP, Heyman HJ, & Paulissian R., 1980,
Cyanide antidotes and methods of their administration in dogs: a
comparative study. Anaesthesiology, 52: 210-216), In
http://www.inchem. org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Kalmus, H., & Hubbard, D.J., 1960, The chemical senses in health and disease, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 28 September 2007
Kirk RI & Stenhouse NS., 1953, Ability to smell solutions of potassium cyanide.
Nature (Lond), 171: 698-699, In http://www.inchem.org/documents/
antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses
tanggal 9 Juni 2008
Krapez JR, Vesey CJ, Adams L, & Cole PV, 1981, Effects of cyanide antidotes
used with sodium nitroprusside infusions: Sodium thiosulfate and
hydroxocobalamin given prophylactically to dogs. Br J Anaesth, 53: 793-
804, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm,
antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Lang, S., 1895, [Prussic acid detoxification.] Arch Exp Pathol Pharmakol, 36: 75-
99 (in German), In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/
ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Levine, MS., Radford MPH, & Radford EP., 1978, Occupational exposures to
cyanide in Baltimore fire fighters. J Occup Med, 20 : 53-56, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Lowry WT, Juarez L, Petty CS,& Roberts B., 1985, Studies of toxic gas
production during actual structural fires in the Dallas area. J Forensic Sci,
30 : 59-72, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.
htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
MacRae WR & Owen M., 1974, Severe metabolic acidosis following hypotension
induced with sodium nitroprusside. Br J Anaesth, 46: 795-797, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Marbury TC, Sheppard JE, Gibbons K, & Lee CC., 1982, Combined antidotal and
hemodialysis treatments for nitroprusside-induced cyanide toxicity. J
Toxicol Clin Toxicol, 19: 475-482, In http://www.inchem.org/documents
/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses
tanggal 9 Juni 2008
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Martindale, 1989, In: Reynolds JEF ed. The extra pharmacopoeia, 29th ed.
London, The Pharmaceutical Press, p 855, In http://www.inchem.org/
documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide,
Diakses tanggal 9 Juni 2008
Miche nfelder JD & Tinker JH, 1977, Cyanide toxicity and thiosulfate protection
during chronic administration of sodium nitroprusside in the dogs:
correlation with a human case. Anesthesiology, 47: 441-448, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Montgome ry R, Reinhart CF, & Terril JB., 1975, Comments on fire toxicity.
Comb Toxicol, 2: 179-212, In http://www.inchem.org/documents/antidot/
antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9
Juni 2008
Olsen NS & Klein RJ, 1947, Effect of cyanide on the concentration of lactate and
phosphates in brain. J Biol Chem, 167: 739, In http://www.inchem.org
/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide,
Diakses tanggal 9 Juni 2008
Olson, K. R., 2007, Poisoning and Drug Overdose, 2nd edition, 145-147,
Prentice-Hall International Inc., USA
Pahl MV & Vaziri ND, 1982, In vivo and in vitro hemodialysis studies of
thiocyanate. J Toxicol Clin Toxicol, 19: 965-974, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Peden NR, Taha A, McSofiey PD, Bryden GT, Murdoch IB, & Anderson JM,
1986, Industrial exposure to hydrogen cyanide: implications for treatment.
Br Med J, 293: 538, In http://www.inchem.org/documents/antidot/
antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9
Juni 2008
Peters CG, Mundy JVB, & Rayner PR., 1982, Acute cyanide poisoning.
Anaesthesia, 37: 582-586, In http://www.inchem.org/documents/antidot/
antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9
Juni 2008
Piper J., 1975, Use and toxicity of nitroprusside. New Engl J Med, 292: 1081-
1082, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm,
antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
PoisIndex, 1987, Microfiche data base, 53rd ed. Denver, Colorado, Micromedex
Inc, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.ht m,
antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Russel WO & Stahl WC., 1942, Fatal poisoning from potassium thiocyanate
treatment of hypertension. J Am Med Assoc, 119: 1177-1181, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Sadoff L, Fuchs J, & Hollander J., 1978, Rapid death associated with laetrile
ingestion. J Am Med Assoc, 239: 1532, In http://www.inchem.org/
documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide,
Diakses tanggal 9 Juni 2008
Sax NI, 1984, Dangerous properties of industrial materials, 6th ed. New York, Van
Nostrand Reinhold Co, In http://www.inchem.org/documents/antidot/
antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9
Juni 2008
Smith RP & Kruszyna H., 1974, Nitroprusside produces cyanide poisoning via a
reaction with hemoglobin. J Chem Exp Ther, 191: 557-563, In
http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for
Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Smith RP., 1973, Cyanate and thiocyanate: Acute toxicity. Proc Soc Exp Biol
Med, 142: 1041-1044, In http://www.inchem.org/documents/antidot/
antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9
Juni 2008
Stine, E.K and Brown, M.T., 1996, Principles of Toxicology, Lowis Publishers by
CRC Press Inc. United States of America.
Sylvester DM, Hayton WL, Morgan RL, & Way JL., 1983, Effects of thiosulfate
on cyanide pharmacokinetics in dogs. Toxicol Appl Pharmacol, 69: 265,
In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots
for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Takano T., Miyzaki Y., Nashimoto I., & Kobayashi K., 1980, Effect of hyperbaric
oxygen on cyanide intoxication: in situ, changes in intracellular oxidation
reduction. Undersea Biomed Res, 7: 191-197, In http://www.inchem.org/
documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide,
Diakses tanggal 9 Juni 2008
Trapp WG (1970) Massive cyanide poisoning with recovery. Can Med Assoc J,
102: 3517, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02
.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Vesey CJ, Cole PV, & Simpson PJ., 1976, Cyanide and thiocyanate concentration
following sodium nitroprusside infusion in man, Br J Anaesth, 48: 651-
659, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm,
antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Vesey CJ, Cole PV, Linnell JC, & Wilson J., 1974, Some metabolic effects of
sodium nitroprusside in man. Br Med J, 2: 140-142, In http://www.
inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning
by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Vogel SN, Sultan TR, & Ten Eyck RP, 1981, Cyanide poisoning. Clin Toxicol,
18: 367-383, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02
.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Voorhoeve RJH, Patel CKW, Trimble LE, & Kerl RJ., 1975, Automobile
pollution control devices with malfunctional catalytic converters. Science,
190 : 149-151, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02
.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Way JL, Tamulinas CB, Leung P, Ray L, Nizamani S, Sylvester D, Way JL, &
Chiou F, 1984, Pharmacologic and toxicologic basis of cyanide
antagonism. Proc West Pharmacol Soc, 27: 149-153, In http://www.
inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning
by Cyanide, Diakses tanggal 9 Juni 2008
Lampiran 1. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida
(dalam detik)
Sianida
mencit jantung berdebar hilang kesadaran gagal nafas kejang mati
I Terjadi cepat sekali 96.00 166.00 178.00 211.00
II Terjadi cepat sekali 114.00 141.00 133.00 190.00
III Terjadi cepat sekali 60.00 86.00 93.00 120.00
IV Terjadi cepat sekali 116.00 120.00 180.00 240.00
V Terjadi cepat sekali 79.00 132.00 546.00 626.00
VI Terjadi cepat sekali 0.00 300.00 420.00 540.00
rata-rata Terjadi cepat sekali 77.50 157.50 258.33 321.17
SD 0.00 43.52 74.59 181.40 208.43
SE 0.00 17.77 30.45 74.06 85.09
Lampiran 2. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol aquadest
(dalam detik)
Aquadest
hilang
mencit jantung berdebar kesadaran gagal nafas kejang mati
I Tidak
Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi terjadi Tidak mati
II Tidak
Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi terjadi Tidak mati
III Tidak
Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi terjadi Tidak mati
IV Tidak
Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi terjadi Tidak mati
V Tidak
Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi terjadi Tidak mati
VI Tidak
Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi terjadi Tidak mati
rata-rata Tidak
Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi terjadi Tidak mati
SD 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
SE 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Lampiran 3. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol natrium
tiosulfat (dalam detik)
Na-tiosulfat
mencit jantung berdebar hilang kesadaran gagal nafas kejang mati
I Tidak Tidak Tidak
160.00 705.00 terjadi terjadi mati
II Tidak Tidak Tidak
192.00 769.00 terjadi terjadi mati
III Tidak Tidak Tidak
0.00 74.00 terjadi terjadi mati
IV Tidak Tidak Tidak
150.00 Tidak terjadi terjadi terjadi mati
97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 4. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida
(dalam detik)
Sianida+Na-tiosulfat 0,468 mg/kg
jantung hilang
mencit berdebar kesadaran gagal nafas kejang mati
I Terjadi cepat Terjadi cepat
sekali 212.00 675.00 sekali 941.00
II Terjadi cepat Terjadi cepat
sekali 108.00 222.00 sekali 284.00
III Terjadi cepat Terjadi cepat
sekali 83.00 268.00 sekali 648.00
IV Terjadi cepat Terjadi cepat
sekali 161.00 573.00 sekali 741.00
V Terjadi cepat Terjadi cepat
sekali 89.00 416.00 sekali 695.00
VI Terjadi cepat
58.00 191.00 381.00 sekali 583.00
rata-rata Terjadi cepat
21.33 140.67 422.50 sekali 648.67
SD 33.27 54.95 174.49 0.00 216.07
SE 13.58 22.43 71.24 0.00 88.21
Lampiran 5. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida
(dalam detik)
Sianida+Na-tiosulfat 3,279 mg/kg
jantung hilang
mencit berdebar kesadaran gagal nafas kejang mati
I Terjadi cepat
Tidak terjadi 791.00 1011.00 sekali 1275.00
II Terjadi cepat
Tidak terjadi 0.00 0.00 sekali Tidak mati
III Terjadi cepat
Tidak terjadi 513.00 726.00 sekali 861.00
IV Tidak Tidak Terjadi cepat
Tidak terjadi teramati teramati sekali Tidak Mati
V Terjadi cepat
Tidak terjadi 108.00 569.00 sekali 910.00
VI Terjadi cepat
55.00 101.00 187.00 sekali 255.00
rata-rata 9.17 252.17 415.50 Terjadi cepat 29350.17
98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sekali
SD 22.45 325.33 417.63 0.00 44191.82
SE 9.16 132.82 170.50 0.00 18041.23
Lampiran 6. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida
(dalam detik)
Sianida+Na-tiosulfat 22,96 mg/kg
hilang gagal
mencit jantung berdebar kesadaran nafas kejang mati
I Tidak Terjadi cepat
Tidak terjadi Tidak terjadi teramati sekali Tidak mati
II 43.00 81.00 132.00 298.00 302.00
III Terjadi cepat
Tidak terjadi 78.00 102.00 sekali 170.00
IV Tidak Terjadi cepat
Tidak terjadi Tidak terjadi teramati sekali Tidak mati
V Terjadi cepat
Tidak terjadi 100.00 500.00 sekali 681.00
VI Terjadi cepat
25.00 732.00 850.00 sekali 933.00
rata-rata 11.33 165.17 264.00 49.67 29147.67
SD 18.46 280.99 341.22 121.66 44348.29
SE 7.54 114.71 139.30 49.67 18105.11
Lampiran 7. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida
(dalam detik)
Sianida+Na-tiosulfat 160,72 mg/kg
mencit jantung berdebar hilang kesadaran gagal nafas kejang mati
I Tidak Tidak Tidak
160.00 705.00 terjadi terjadi mati
II Tidak Tidak Tidak
192.00 769.00 terjadi terjadi mati
III Tidak Tidak Tidak
Tidak teramati 74.00 terjadi terjadi mati
IV Tidak Tidak Tidak
150.00 Tidak teramati terjadi terjadi mati
V Tidak Tidak Tidak
Tidak teramati Tidak teramati terjadi terjadi mati
VI Tidak Tidak Tidak
Tidak teramati Tidak teramati terjadi terjadi mati
rata-rata Tidak Tidak Tidak
83.67 258.00 terjadi terjadi mati
SD 92.70 372.69 0.00 0.00 0.00
SE 37.84 152.15 0.00 0.00 0.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
Lampiran 8. Hasil perbandingan pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap kelompok kontrol (aquadest, sianida (26 mg/Kg), dan
Na-tiosulfat (160,720 mg/Kg))
Kelompok Jantung berdebar Hilang kesadaran Gagal nafas Kejang Mati
Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol
Kontr Kontr Kontr Kontr
Na- Na- Na- Kontro Na- Na-
Kontrol ol Kontrol ol Kontrol ol Kontrol Kontrol ol
tiosulfat tiosulfat tiosulfat l tiosulfat tiosulfat
aquadest sianid aquadest sianid aquadest sianid aquadest aquadest sianid
(160,720 (160,720 (160,720 sianida (160,720 (160,720
a a a a
mg/Kg) mg/Kg) mg/Kg) mg/Kg) mg/Kg)
Kontrol Btb Btb B Btb B Btb B Btb B Btb
aquadest
Kontrol
sianida Btb Btb B Btb B B B B B B
(26 mg/Kg)
Kontrol
Na-
tiosulfat Btb Btb Btb Btb Btb B Btb B Btb B
(160,720
mg/Kg)
Sianida +
Na tiosulfat Btb Btb Btb B Btb Btb B Btb B Btb B Btb B B B
0,468
mg/kg BB
Sianida +
Na tiosulfat Btb Btb Btb B Btb Btb B Btb B Btb B Btb B B B
3.279
mg/kg BB
Sianida +
Na tiosulfat Btb Btb Btb B Btb Btb B Btb B Btb B Btb B Btb B
22.96
mg/kg BB
Sianida +
Na tiosulfat
Btb Btb Btb Btb Btb Btb Btb B Btb Btb B Btb Btb B Btb
160,720
mg/kg BB
Keterangan : B : berbeda bermakna dengan tingkat signifikansi 95%
Btb : berbeda tidak bermakna dengan tingkat signifikansi 95%
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BIOGRAFI PENULIS
tanggal 24 Januari 1987. Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis
Selama masa kuliah, penulis juga pernah menjadi Koordinator Bidang Penelitian
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dan pernah juga menjadi Ketua
II (Bidang Umum) pada acara Titrasi (Tiga hari temu Akrab Farmasi) 2006 dan
menjadi panitia dalam beberapa kepanitian lepas yang masih dalam lingkup
176