Anda di halaman 1dari 57

ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA FLAVONOID DARI

BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) DENGAN METODE


SONIKASI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK LANJUT

Oleh:
FADIA BAYU PUTRI
NIM. 19630046

LAPORAN KIMIA ORGANIK


PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL iv
ABSTRAK v
ABSTRACK vi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Batasan Masalah 3
1.5 Manfaat 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa, L.) 4
2.2 Metode Ekstraksi Sonikasi 5
2.3 Hidrolisis dan Partisi 5
2.4 Uji Fitokimia Flavonoid 6
2.5 Monitoring dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif 7
2.6 Identifikasi Senyawa Flavonoid dengan Spektrofotometer UV-Vis 8
2.7 Identifikasi Senyawa Flavonoid dengan Spektrofotometer FTIR 8
2.8 Identifikasi Senyawa Flavonoid dengan Spektrofotometer H-NMR 9
2.9 Identifikasi Senyawa Flavonoid dengan Spektrofotometer GC-MS 9

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 10
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat 10
3.2.2 Bahan 10
3.3 Rancangan Percobaan 10

i
3.4 Tahapan Percobaan 11
3.5 Cara Kerja
3.5.1 Preparasi Sampel 11
3.5.2 Ekstraksi Menggunakan Metode Sonikasi 11
3.5.3 Hidrolisis darn Partisi 12
3.5.4 Uji Fitokimia Flavonoid 12
3.5.5 Monitoring dengan KLTP 12
3.5.6 Identifikasi Karakterisasi dengan Spektrofotometer UV-Vis 12
3.5.7 Identifikasi Karakterisasi dengan Spektrofotometer FTIR 13
3.5.8 Identifikasi Karakterisasi dengan Spektrofotometer H-NMR 13
3.5.9 Identifikasi Karakterisasi dengan Spektrofotometer GC-MS 13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Preparasi Sampel 14
4.2. Ekstraksi Menggunakan Metode Sonikasi 14
4.3. Hidrolisis darn Partisi 15
4.4. Uji Fitokimia Flavonoid 16
4.5. Monitoring dengan KLTP 17
4.6. Identifikasi Karakterisasi dengan Spektrofotometer UV-Vis 18
4.7. Identifikasi Karakterisasi dengan Spektrofotometer FTIR 19
4.8. Identifikasi Karakterisasi dengan Spektrofotometer H-NMR 20
4.9. Identifikasi Karakterisasi dengan Spektrofotometer GC-MS 21

BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan 22
5.2. Saran 222

DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN 24

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 4

Gambar 2.2 6

Gambar 4.1 15

Gambar 4.2 16

Gambar 4.3 17

Gambar 4.4 18

Gambar 4.5 19

Gambar 4.6 20

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 20

Tabel 4.2 21

iv
ABSTRAK

Putri, F. B. 2022. Isolasi Bahan Alam Flavonoid dari Kelopak Bunga Rosella
Merah (Hibiscus Sabdariffa, L.) Menggunakan Metode Sonikasi. Laporan
Praktikum. Program Studi Kimia. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Asisten Laboratorium: Dinda Ayu Lestari.

Kata Kunci: Bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa, L.), ekstraksi sonikasi, flavonoid

Bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa, L.) merupakan tanaman obat yang


dimanfaatkan masyarakat sebagai obat. bunga ini mengandung senyawa bioaktif
dengan kadar flavonoid yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui hasil rendemen ekstrak bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa, L.)
menggunakan metode ekstraksi soniaksi dan identifikasi isolate flavonoid ekstrak
bunga rosella menggunakan spektrofotometer UV-Vis, FTIR, H-NMR, dan GC-
MS.

Metode isolasi senyawa flavonoid pada penelitian dilakukan dengan metode


sonikasi menggunakan pelarut etanol 96%. Penelitian ini diawali dengan
mengekstrak sampel bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa, L.) dengan pelarut etanol.
Ekstrak etanol dipekatkan lalu dihidrolisis dan dipartisi, dilakukan uji fitokimia,
dan uji KLT. Isolat murni yang menunjukkan hasil positif pada uji flavonoid
selanjutnya dianalisis keberadaan gugus fungsinya dengan spetrofotometer UV-
Vis, FTIR, H-NMR, dna GC-MS.

Hasil penelitian dari ekstraksi bunga rosela (Hibiscus Sabdariffa, L.)


menggunakan metode ekstraksi sonikasi sebesar 76,23%. Hasil dari uijfitokimia
ekstrak bunga rosella menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Identifikasi
menggunakan UV-Vis menunjukkan adanya transisi electron oleh suatu gugus C=C
pada Panjang gelombang maksimum 268,9 nm. Identifikasi menggunakan FTIR
menunjukkana adanya gugus OH, -NH, -C-O bahkan terdapat golongan aromatic
dan alifatik. Identifikasi menggunakan GC-MS menghasilan m/z ion molekuler 222
yang sesuai dengan berat molekul senyawa yaitu falvon. Lalu hasil pada H-NMR
menunjukkan adanya seluppuh somyal proton yang ada di dalam senyawa flavon

v
ABSTRACT

Putri, F. B. 2022. Isolation of Flavonoid Natural Ingredients from Red Rosella


Flower Petals (Hibiscus Sabdariffa, L.) Using Sonication Method. Practical
Report. Chemistry Study Program. Faculty of Science and Technology, Maulana
Malik Ibrahim State Islamic University Malang. Laboratory Assistant: Dinda Ayu
Lestari.

Keywords: Rosella flower (Hibiscus Sabdariffa, L.), sonicated extraction,


flavonoid

Rosella flower (Hibiscus Sabdariffa, L.) is a medicinal plant that is used by


the community as medicine. This flower contains bioactive compounds with high
levels of flavonoids. The purpose of this study was to determine the yield of rosella
flower extract (Hibiscus Sabdariffa, L.) using the sonication extraction method and
to identify flavonoid isolates from rosella flower extract using UV-Vis, FTIR, H-
NMR, and GC-MS spectrophotometers.

The isolation method of flavonoid compounds in this study was carried out
by the sonication method using 96% ethanol as a solvent. The ethanol extract was
concentrated and then hydrolyzed and partitioned, phytochemical tests were carried
out, and TLC tests were carried out. Pure isolates that showed positive results in the
flavonoid test were then analyzed for the presence of their functional groups using
a UV-Vis spectrophotometer, FTIR, H-NMR, and GC-MS.

The results of the extraction of roselle flowers (Hibiscus Sabdariffa, L.)


using the sonication extraction method were 76.23%. The results of the
phytochemical test of rosella flower extract showed the presence of flavonoid
compounds. Identification using UV-Vis showed the existence of a maximum
wavelength of 268.9 nm. Identification using FTIR showed the presence of OH, -
NH, -C-O groups and even aromatic and aliphatic groups. Identification using GC-
MS resulted in m/z molecular ion 222 which corresponds to the molecular weight
of the compound, namely falvones. Then the results on H-NMR showed the
presence of somyal protons in the flavone compound.

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu Negara yang terkenal akan kekayaan alamnya,
yang mana memiliki berbagai jenis tumbuhan yang dapat berkhasiat sebagai obat.
Oleh karena itu dilakukanlah berbagai macam penelitian dan pengujian agar khasiat
tumbuhan sebagai obat tersebut dapat bersifat lebih rasional dan dipercaya di
kalangan masyarakat.
Salah satu tanaman yang dapat berkhasiat sebagai obat adalah bunga Rosella
(Hibiscus sabdariffa L.). Rosella merupakan salah satu tanaman yang mengandung
zat antioksidan (Suzery, 2010). Rosela (Hibiscus sabdarifa L.) termasuk famili
Malvaceae yang merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh di Indonesia.
Kelopak bunganya biasa digunakan pada pengobatan tradisional, seperti
pengobatan penyakit batuk, gangguan pencernaan, menurunkan tekanan darah,
merangsang gerak peristaltik usus serta berpengaruh terhadap fungsi diuretik
(Suzery,2010), bagian daun, bunga serta akar rosela memiliki khasiat sebagai
diuretik, ekspektoran, mencegah vertigo, sedatif, emolien, anti-piretik, anti-
spasmodik, antiskorbat, laksatif, uterorelaksan, melancarkan gerak peristaltik usus
dan anti-reumatik (Duke, 2002). Kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
memiliki kandungan flavonoid (Sonia dkk, 2007; Mardiah, 2009). Senyawa
flavonoid diduga sangat bermanfaat dalam makanan, karena berupa senyawa
fenolik, senyawa ini yang bersifat antioksidan kuat (Heinrich et al., 2009).
Untuk memperoleh flavonoid dapat dilakukan isolasi flavonoid dengan
berbagai cara, salah satunya adalah metode ekstraksi. Pemilihan metode ekstraksi
sangat penting dilakukan karena hasil ekstraksi akan menceminkan efektivitas
metode tersebut. Terdapat beberapa merode ekstraksi konvensional salah satunya
maserasi. Ekstraksi ini memiliki kekurangan yaitu waktu yang cukup lama dan
menghasilkan rendemen rendah. Oleh karena itu, diperlukan metode ekstraksi yang
lebih efisien yaitu ekstraksi sonikasi.
Metode sonikasi merupakan metode ekstraksi dengan bantuan gelombang
ultrasonik. Gelombang ultrasonik adalah gelombang suara yang memiliki frekuensi
diatas pendengaran manusia (≥ 20 kHz). Metode ekstraksi ini digunakan untuk

1
2

memperoleh kandungan antioksidan yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif
singkat. Adanya bantuan gelombang ultrasonik membuat proses ekstraksi pada
tanaman dan biji-bijian dengan menggunakan pelarut organik dapat berlangsung
lebih cepat (Sholihah et al., 2017). Menurut penelitian Utami et al, (2009) metode
ekstraksi padat cair seperti sonikasi yang memanfaatkan gelombang ultrasonik yang
dapat menghancurkan sel daun sehingga kandungan yang ada didalamnya dapat
keluar dengan mudah.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian isolasi dan karakterisasi
senyawa flavonoid dari bunga rosella akan dilakukan dengan menggunakan
ekstraksi sonikasi.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana hasil rendemen yang terdapat pada ekstrak bunga Rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) dengan metode sonikasi?
2. Bagaimana hasil pemisahan senyawa flavonoid pada ekstrak bunga Rosella
(Hibiscus sabdariffa L.) menggunakan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
(KLTP)?
3. Bagaiman hasil identifikasi isolate flavonoid ekstrak bunga Rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) menggunakan spektrofotometer UV-Vis, FTIR, H-NMR, dan
GC-MS?

1.3 Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hasil rendemen yang terdapat pada ekstrak bunga Rosella
(Hibiscus sabdariffa L.) dengan metode sonikasi.
2. Untuk mengetahui hasil pemisahan senyawa flavonoid pada ekstrak bunga
Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) menggunakan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT).
3. Untuk mengetahui hasil identifikasi isolate flavonoid ekstrak bunga Rosella
(Hibiscus sabdariffa L.) menggunakan spektrofotometer UV-Vis, FTIR, H-
NMR, dan GC-MS.
3

1.4 Batasan Masalah


Batasan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Sampel yang digunakan adalah kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.).
2. Metode yang digunakan adalah metode sonikasi menggunakan pelarut etanol
96%.
3. Senyawa yang digunakan pada uji fitokimia adalah senyawa flavonoid.
4. Karakterisasi hanya dilakukan melalui spektrofotometer spektrofotometer UV-
Vis, FTIR, H-NMR, dan GC-MS.
5. Senyawa metabolit sekunder diperoleh melalui proses hidrolisis dan partisi.
6. Proses pemisahan dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

1.5 Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai
senyawa flavonoid yang terdapat dalam tumbuhan bunga Rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) menggunakan metode ekstraksi sonikasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.)


Rosella merupakan tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis seperti di
Indonesia. Rosella merupakan tumbuhan perdu atau semak yang merupakan
tanaman musiman. Tanaman rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) merupakan tanaman
yang sangat dikenal saat ini karena kelopak bunga rosella dapat digunakan sebagai
minuman kesehatan yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti
hipertensi, diabetes, dan diuretik (Patel, 2013). Zat aktif yang paling berperan dalam
kelopak bunga rosella meliputi gossypetin, antosianin, dan glukosida hibisci
(Moeksin dan Ronald, 2009). Tingginya nilai kemanfaatan tanaman rosela herbal
disebabkan karena kandungan senyawa fitokimia alami yang potensial di seluruh
bagian tanaman, yaitu daun, batang dan buah rosela. Komponen fitokimia potensial
tersebut meliputi fenol, alkaloid, tannin, flavonoid, saponin, asam organik,
antosianin, dan polisakarida (Mungole & Chaturvedi 2011; Da-Costa-Rocha et al.
2014).
Warna merah pada bunga rosella disebabkan oleh kandungan antosianin
(Djaeni et al., 2017). Antosianin merupakan senyawa kelompok flavonoid yang
memiliki kemampuan sebagai antioksidan (Aryati, et al., 2020). Selain sebagai
antioksidan, antosianin juga dapat digunakan sebagai zat warna alami. Antosianin
banyak terdapat dalam tanaman, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Antosianin
berpotensi sebagai pewarna alami yang memberikan warna merah, orange, biru,
dan ungu. Antosianin merupakan kelompok flavonoid yang terdiri dari dua cincin
benzena yang dihubungkan dengan tiga atom karbon. Struktur antosianin yang
terdapat pada rosella adalah sianidin-3-glukosida.

Gambar 2. 1 Struktur antosianin rosella (Aurelio, et al., 2008)

4
5

2.2 Ekstraksi Sonikasi


Sonikasi merupakan pemberian perlakuan ultrasonik suatu bahan pada
kondisi tertentu, sehingga menyebabkan bahan tersebut mengalami reaksi kimia
sebagai akibat perlakuan yang diberikan. Prosesnya dengan menggunakan
gelombang ultrasonik pada rentang frekuensi 20 KHz - 10 MHz atau yang dikenal
dengan istilah ultrasonikasi (Candani, et al., 2018). Prinsip dasar dari ekstraksi
sonikasi yaitu meningkatnya transfer massa yang disebabkan gelombang akustik
ultrasonik. Ketika gelombang akustik merambat dalam suatu cairan berisi bahan
yang akan diekstrak, getaran ultrasonik berkecepatan tinggi akan menyebabkan
medium yang dilewati bergetar. Proses getaran akan memberikan perpindahan
massa terhadap pelarut dan sampel yang akan mempengaruhi proses ekstraksi.
Proses getaran tersebut akan menghasilkan gelembung kavitasi pada dinding sel
tanaman, ketika gelembung kavitasi pecah akan meningkatkan pori-pori dinding
sel dan mengakibatkan pecahnya dinding sel tanaman sehingga akan membuat
komponen di dalam sel keluar bercampur dengan larutan (Thompson dan
Doraiswamy, 1999). Kelebihan dari metode ekstraksi sonikasi yaitu efisien dan
mempersingkat waktu ekstraksi, aman, dan meningkatkan jumlah rendemen
(Melecchi, et al., 2006) (Zou, et al., 2014).

2.3 Hidrolisis dan Partisi


Hidrolisis merupakan proses pemecahan polisakarida (gula kompleks)
menjadi polimer yang lebih sederhana (Aniriani et al., 2018). Hidrolisis merupakan
reaksi antara reaktan dengan air sehingga terjadi penguraian senyawa. Asam yang
biasanya digunakan dalam proses hidrolisis yaitu asam asetat, asam fosfat, asam
klorida dan asam sulfat. Proses hidrolisis akan semakin cepat jika konsentrasi asam
yang digunakan semakin tinggi (Safitri, et al., 2018).
Partisi (ekstraksi cair-cair) merupakan proses pemisahan fasa cair yang
memanfaatkan perbedaan kelarutan senyawa target dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur sehingga akan membentuk dua fasa yang berbeda. Sebagian
komponen akan akan larut pada fasa pertama dan sebagian larut pada fasa kedua
yang disebabkan oleh adanya gaya dorong yang muncul akibat perbedaan potensial
kimia antara dua pelarut (Mirwan, 2013). Pada partisi, syarat pelarut untuk ekstraksi
6

cair-cair adalah memiliki kepolaran yang sesuai dengan komponen yang diekstraksi
dan harus terpisah setelah pengocokan (Dirar, et al., 2018).

2.4 Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar
yang ditemukan dialam. Senyawa- senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu
dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan
(Markham, 1988). Golongan flavonoid memiliki kerangka karbon yang terdiri atas
dua cincin benzene tersubstitusi yang disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon
Pengelompokan flavonoid berdasarkan pada cincin heterosiklik- oksigen tambahan
dan gugus hidroksil yang tersebar (Robinson, 1995). Golongan terbesar flavonoid
memiliki cincin piran yang yang menghubungkan rantai tiga – karbon dengan salah
satu cincin benzene (Harborne, 1987).

Gambar 2. 2 Struktur Flavonoid (Markhan, 1988)

Senyawa flavonoid diturunkan dari unit C6 - C3 (fenilpropana) yang


bersumber dari asam sikimat dan unit C6 yang diturunkan dari jalur poliketida.
Fragmen poliketida ini disusun dari tiga molekul malonil-KoA, yang bergabung
dengan unit C6 -C3 (sebagai koA tioester) untuk membentuk unit awal triketida.
Oleh karena itu, flavonoid yang berasal dari biosintesis gabungan terdiri atas unit-
unit yang diturunkan dari asam sikimat dan jalur poliketida (Heinrich, et al., 2010).
Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar,
kayu, kulit, bunga, buah dan biji. Flavonoid terdiri dari beberapa golongan utama
antara lain antosianin, flavanol dan flavon yang tersebar luas dalam tumbuhan.
Sedangkan khalkon, auron, flavonol, dihidrokhalkon, dan isoflavon penyebarannya
hanya terbatas pada golongan tertentu saja (Harborne, 1987).
7

Sejumlah tanaman obat yang mengandung flavonoid telah dilaporkan


memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang, antialergi, dan
antikanker (Miller, 1996). Senyawa flavonoid diduga sangat bermanfaat dalam
makanan karena, berupa senyawa fenolik, senyawa ini yang bersifat antioksidan
kuat. Banyak kondisi penyakit yang diketahui bertambah parah oleh adanya radikal
bebas seperti superoksida dan hidroksil, dan flavonoid memiliki kemampuan untuk
menghilangkan dan secara efektif ‘menyapu’ spesies pengoksidasi yang merusak
ini. Oleh karena itu, makanan yang kaya flavonoid dianggap penting untuk
mengobati penyakit-penyakit, seperti kanker dan penyakit jantung (Heinrich, et al.,
2010).

2.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan suatu analisis sederhana yang
dapat digunakan untuk melakukan penegasan terhadap senyawa kimia yang
terkandung pada tumbuhan disamping skrining fitokimia. Nilai Rf dan warna noda
yang diperoleh pada KLT dapat memberikan identitas senyawa yang terkandung
(Saifudin et al., 2011). Kromatografi lapis tipis merupakan teknik kromatografi
yang berguna untuk memisahkan senyawa organik. Karena kesederhanaan dan
kecepatannya, KLT sering digunakan untuk memantau kemajuan reaksi organik
dan untuk memeriksa kemurnian produk (Rosamah, 2019).
Kromatografi lapis tipis adalah teknik kromatografi planar sederhana,
hemat biaya, dan mudah dioperasikan yang telah digunakan di laboratorium kimia
umum selama beberapa dekade untuk memisahkan senyawa kimia dan biokimia
secara rutin. Secara tradisional, metode kimia dan optik digunakan untuk
memvisualisasikan bintik analit pada pelat TLC. Juga memiliki aplikasi luas dalam
mengidentifikasi kotoran atau ketidakmurnian dalam senyawa. Studi menyoroti
ulasan tentang KLT dan penerapan estimasi kualitatif dan kuantitatif senyawa
bioaktif dari tanaman obat (Rosamah, 2019).
Teknik pemisahan dengan KLT memiliki banyak kelebihan, karena KLT
merupakan Teknik yang serbaguna, yang dapat diaplikasikan untuk hamper semua
senyawa. Pemisahan dapat dicapai dengan biaya tidak terlalu mahal, yang
dihasilkan dari adsorben yang baik dan pelarut yang murni. Pemisahan dapat
8

dicapai dalam waktu yang singkat, sehingga memungkinkan KLT merupakan suatu
teknik dengan jaminan keberhasilan, di dalam pemisahan campuran yang tidak
diketahui. Sedangkan beberapa kerugia dari KLT diantaranya yaitu KLT bisa
menjadi pekerjaan yang kurang bersih, khususnya bila plat disiapkan sendiri. Para
peneliti disarankan untuk menggunakan plat yang siap pakai (Rosamah, 2019).

2.6 Spektrofotometer UV-Vis


Spektrofotometer UV-Vis merupakan suatu alat yang digunakan untuk
pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak
yang diabsorbsi oleh sampel. Ketika sampel berinteraksi dengan sinar UV-Vis
(200-800 nm) maka elektron pada kulit terluar akan mengalami transisi elektron ke
tingkat yang lebih tinggi. Spektrum UV-Vis hanya mampu memberikan sedikit
informasi mengenai struktur molekul. Akan tetapi, berguna untuk menentukan
konsentrasi dari analit di dalam suatu larutan yaitu dengan cara mengukur
absorbansi pada panjang gelombang tertentu berdasarkan hukum Lambert-Beer
(Dachriyanus, 2004). Analisis kualitatif menggunakan spetrofotometer UV-Vis
hanya digunakan sebagai data pendukung dengan menentukan panjang gelombang
maksimum dari sampel (Mulja dan Suharman, 1995).

2.7 Spektrofotometer FTIR


Spektrofotometer FTIR sangat berguna dalam mengidentifikasi senyawa
organik dan organometalik. Pengukuran menggunakan spektrofotometer FTIR
dilakukan pada daerah rasiasi inframerah yaitu pada panjang gelombang 2.5-50 µm
atau bilangan gelombang 4000-200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi IR
akan mengakibatkan molekul bervibrasi. Pita absorbs IR sangat khas untuk setiap
gugus fungsi dan ikatan kimia (Dachriyanus, 2004). Ketika radiasi IR dilewatkan
pada sampel, maka beberapa radiasi akan diserap oleh sampel. Spektrum yang
dihasilkan merupakan hasil dari penyerapan radiasi olelh molekul dan menciptakan
sidik jari molekul sampel. Molekul-molekul organik fungsional akan memiliki
frekuensi vibrasi yang khas (Chakraborty, 2016).
9

2.8 Spektrofotometer H-NMR


Nuclear Magnetic Resonance (NMR) adalah metode spektroskopi yang
sering digunakan dalam analisis senyawa kimia organik. Jika spektroskopi IR
memberikan informasi mengenai gugus fungsi yang ada dalam molekul, NMR
memberikan informasi mengenai jumlah atom yang berbeda secara magnetis dari
jenis yang dipelajari. Misalnya ketika inti hidrogen dipelajari menggunakan
spektroskopi HNMR, maka dapat menentukan jumlah setiap jenis inti atom
hidrogen. Kombinasi dara IR dan NMR seringkai cukup untuk menentukan secara
lengkap sttruktur molekul yang tidak diketahui (Pavia, dkk., 2009). Senyawa yang
dengan proton yang ditempatkan dalam medan magnet kuat dan diradiasi
menggunakan gelombang elektromagnetik pada frekuensi tertentu akan
menyebabkan inti senyawa menyerap energi melalui resonansi magnetik. HNMR
memberikan informasi tentang jenis proton, proton tetangga, dan lingkungan proton
(Mc.Murry, 2010).

2.9 Spektrofotometer GC-MS


Gas Chromatography-Mass Spectrometer adalah metode analisis gabungan
antara kromatografi gas dan spectrometer massa. Kromatografi gas dalam hal ini
berperan sebagai sarana pemisah sedangkan spectrometer massa berperan sebagai
detektor (Cazes, 2001). Kromatografi gas memisahkan komponen-komponen
senyawa dalam sampel berdasarkan volatilitas dengan menggunakan aliran fase
gerak yang membawa sampel menuju fase diam di dalam kolom. Spektra senyawa
dikumpulkan oleh MS saat senyawa keluar dari kolom. Spektrometer massa
mengidentifikasi dan mengkuantifikasi senyawa berdasarkan mass fragmentasi
(m/z) (Hussain dan Maqbool, 2014).
Metode gabungan ini memberikan keuntungan dalam proses analisis, antara
lain senyawa yang telah dipisahkan oleh GC dapat langsung dideteksi dengan MS.
Detektor MS memiliki beberapa kelebihan, yaitu penggunaan senyawa yang telah
diketahui isotopnya sebagai standar mampu meningkatkan ketelitian analisis serta
mampu menentukan komposisi dasar dari senyawa yang dianalisis pada resolusi
tinggi (Cazes, 2001).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2022 di Laboratorium Kimia
Organik Proram Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat-alat yang diperlukan pada percobaan ini adalah Loyang, ayakan 90
mesh, blender, seperangkat alat gelas, oven, neraca analitik, bola hisap, seperangkat
alat kromatografi lapis tipis, rotary vacuum evaporator, hair dryer, seperangkat alat
sonikasi, spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer FTIR, spektrofotometer H-
NMR, spektrofotometer GC-MS.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah kelopak bunga
rosella, akuades, etanol 96%, HCl 2N, NaHCO3, pelet KBr, Kloroform, Metanol,
NaOH o,5 M, silika gel 60 F254.

3.3 Rancangan Percobaan


Penelitian ini dilakukan melalui pengujian eksperimental di Laboratorium.
Sampel yang diambil adalah bunga rosella. Bunga rosella dibersihkan lalu
dikeringkan kemudian sampel diekstraksi dengan metode sonikasi dengan pelarut
etanol 96%. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya diuapkan pelarutnya dengan
menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat. Ekstrak pekat
yang dihasilkan dihidrolisis dengan HCl 2N dan dipartisi dengan kloroform. Hasil
partisi dengan kloroform kemudian diuji fitokimia dan monitoring dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Selanjutnya diidentifikasi spektrofotometer UV-
Vis, FTIR, GC-MS, dan H-NMR.

10
11

3.4 Tahapan Percobaan


Percobaan ini dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Preparasi Sampel.
2. Ekstraksi Menggunakan Metode Sonikasi.
3. Hidrolisis dan Partisi.
4. Uji Fitokimia Flavonoid.
5. Monitoring dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif.
6. Identifikasi dengan Spektrofotemeter UV-Vis.
7. Identifikasi dengan Spektrofotemeter FTIR.
8. Identifikasi dengan Spektrofotemeter H-NMR.
9. Identifikasi dengan Spektrofotemeter GC-MS.

3.5 Cara Kerja


3.5.1 Preparasi Sampel
Tanaman bunga rosella merah (Hibiscus Sabdariffa L.) yang digunakan
sebagai sampel adalah bagian dari kelopak bunga. Sampel kelopak bunga rosella
merah dicuci hingga bersih dari kotoran, selanjutnay dipotong menjadi kecil-kecil
dan dikeringkan secara manual dalam suhu ruang sampai kelopak bunga rosella
merah mengering. Setelah kering, dilakukan penggilingan dengan blender dan
diayak menggunakan ayakan mesh 90 untuk mendapatkan bubuk kelopak bunga
rosella merah (Masrihanah, 2020).

3.5.2 Ekstraksi Menggunakan Metode Sonikasi.


Ditimbang 30,0278gram serbuk bunga rosella merah (Hibiscus Sabdariffa
L.), kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan etanol 96%
sebanyak 300 mL. Selanjutnya ditutup dengan aluminium foil lalu diekstraksi
menggunakan ultrasonic waterbath selama 15 menit pada suhu 40 °C. Larutan
ekstrak disaring menggunakan corong buchner dan filtratnya ditampung. Filtrat
ekstrak bunga rosella merah (Hibiscus Sabdariffa L.) dipekatkan dengan vacuum
ritary evaporator (Masrihanah, 2020). Ekstrak pekat yang diperoleh ditmbang dan
dihitung rendemennya dengan persamaan:
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
%𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
12

3.5.3 Hidrolisis dan Partisi.


Ekstrak hasil ekstraksi dihidrolisis menggunakan HCl 2N, dijenuhkan
dengan NaHCO3 dan distirer selama 30 menit sampai pH netral. Ekstrak pekat
dipartisi menggunakan pelarut kloroform dan air (5:1) sebanyak dua kali untuk
mendapatkan ekstrak yang baik. Kemudian ekstrak pekat yang diperoleh ditimbang
dan dihitung rendemennya kembali menggunakan persamaan di atas (Fasya, et al.,
2016).

3.5.4 Uji Fitokimia Flavonoid.


Ekstrak bunga rosella merah sebanyak 10 mg dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian dilarutkan dalam 10 mL etanol panas 70% dan ditambahkan
0,1gram logam Mg dan 2 tetes HCl pekat. Hasil positif jika terbentuk larutan
berwarna merah atau jingga yang menunjukkan adanya flavonoid (Maulana, 2018).

3.5.5 Monitoring dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif.


Pemisahan senyawa flavonoid dilakukan pada ekstrak hasil partisi
menggunakan KLT preparatif dan plat silika G60F254 berukuran 4 x 10 cm.
Pemisahan senyawa flavonoid dilakukan dengan cara bunga rosella merah
(Hibiscus Sabdariffa L.) yang sudah dilarutkan menggunakan etanol 80%
ditotolkan pada jarak 1 cm dari tepi bawah pelat dengan pipa kapiler yang diselingi
dengan pengeringan menggunakan hair dryer. Kemudian dielusi menggunakan
etanol : kloroform (4:1). Noda hasil pemisahan selanjutnya diamati di bawah sinar
UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm (Makhrusah, 2021).

3.5.6 Identifikasi dengan Spektrofotemeter UV-Vis.


Diambil hasil isolasi lalu diencerkan dengan 10 mL pelarut organic
kemudian ditentukan pola spektrumnya dengan spektrofotometre UV-Vis (Tsani,
2020).
13

3.5.7 Identifikasi dengan Spektrofotemeter FTIR.


Sampel bunga rosella merah (Hibiscus Sabdariffa L.) yang diperoleh dari
pemisahan dan pemurnian secara kromatografi selanjutnya dianalisis menggunakan
spektrofotometer FTIR, sehingga akan diperoleh spektrum dan bilangan
gelombang. Isolat yang menunjukkan positif mengandung flavonoid ditambahkan
dengan KBr lalu digerus hingga halus dan dibentuk menjadi pelet. Kemudian
diidentifikasi dengan spektrofotometer FTIR dengan panjang gelombang 4000-400
cm-1.

3.5.8 Identifikasi dengan Spektrofotemeter H-NMR.


Isolat yang diperoleh dilarutkan ke dalam CDCl3, kemudian dimasukkan ke
dalam tabung NMR dan dianalisis menggunakan spektrofotometer H-NMR, maka
akan diperoleh sinyal-sinyal yang menandakan adanya senaywa flavonoid.
Kemudian diamati dan diidentifikasi hasil spektra dari spektrofotometer H-NMR.

3.5.9 Identifikasi dengan Spektrofotemeter GC-MS.


Sampel bunga rosella merah (Hibiscus Sabdariffa L.) yang dihasilkan dari
pemisahan dan pemurnian secara kromatografi selanjutnya dapat diinjeksikan
menggunakan syringe ke dalam spektrofotometer GC-MS, hasil dari analisis
menggunakan spektrofotometer GC-MS diperoleh sinyal-sinyal dari hasil pola
fragmentasi senyawa flavonoid. Kemudian diamati dan diidentifikasi hasil spektra
dari spektrofotometer GC-MS.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Preparasi Sampel.


Preparasi sampel merupakan tahapan dalam suatu analisis bahan alam yang
melibatkan proses pencucian, pengeringan, dan penyerbukan. Tujuan dari preparasi
sampel sendiri yaitu untuk meminimalkan adanya pengotor yang mengganggu
proses analisis dengan mengeliminasi komponen-komponen selain analit. Dalam
penelitian ini sampel yang digunakan adalah bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa L.)
karena terdapat kandungan zat aktif meliputi gossypetin, antosianin, dan glukosida
hibisci (Moeksin dan Ronald, 2009).
Langkah awal pada tahapan ini yaitu dicuci sampel buga rosella
menggunakan air bersih. Proses pencucian bertujuan untuk membersihkan sampel
bunga rosella dari kotoran yang menempel. Selanjutnya sampel bunga rosella
dipotong kecil-kecil untuk meratakan proses pengeringan sampel. Proses
pengeringan sampel bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam sampel dan
meminimalkan kerusakan akibat adanya degradasi oleh mikroorganisme.
Pengeringan sampel bunga rosella dilakukan dengan cara diangin-anginkan agar
tidak merusak kandungan senyawa metabolit sekunder dalam sampel. Sampel yang
telah dikeringkan lalu dihaluskan menggunakan blender untuk memperoleh serbuk
sampel bunga rosella yang memiliki ukuran kecil dan halus. Hal ini bertujuan untuk
mempermudah proses ekstraksi (Baraja, 2008).

4.2. Ekstraksi Menggunakan Metode Sonikasi.


Ekstraksi adalah metode pemisahan suatu zat yang didasarkan pada
perbedaan kelarutan terhadap dua cairan yang tidak saling campur (Khopkar, 2003).
Dalam penelitian ini digunakan metode sonikasi yang mana merupakan suatu
metode ekstraksi dengan bantuan gelombang ultrasonik. Bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) diekstraksi dengan gelombang ultrasonik menggunakan pelarut
etanol 96%. Penggunaan pelarut etanol diyakini sebagai yang terbaik dalam
memecah dinding sel sampel jika dibandingkan dengan pelarut lain sehingga etanol
menjadi bahan kimia paling aktif yang memungkinkan untuk diekstraksi pada

14
15

sampel. Etanol adalah pelarut volatile bersifat semipolar karena dapat melarutkan
baik senyawa polar maupun nonpolar. Gugus -OH polar dan -CH3CH2 bersifat
nonpolar (Arsa dan Achmad, 2020). Sedangkan flavonoid adalah senyawa polar
yang larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, air,
dimetilsulfoksida (DMSO) dan dimetilformamida (DMF). Gula yang terikat pada
flavonoid (bentuk umum yang ditemukan) menyebabkan flavonoid lebih mudah
larut dalam senyawa polar (Markham, 1988). Efektivitas ekstraksi suatu senyawa
oleh pelarut sangat tergantung kepada kelarutan senyawa tersebut dalam pelarut,
sesuai dengan prinsip like dissolve like yaitu suatu senyawa akan terlarut pada
pelarut dengan sifat yang sama (Verdiana, et al., 2018). Maka dari itu, flavonoid
dapat larut degan etanol. Setelah itu ekstrak yang diperoleh disaring menggunakan
corong Buchner yang bertujuan untuk memisahkan filtrat dengan analit. Filtrat yang
diperoleh dari proses penyaringan berwarna merah gelap. Kemudian filtrat
dikentalkan menggunakan rotary evaporator yang bertujuan untuk menguapkan
pelarutnya. Ekstrak pekat yang diperoleh berwarna merah tua pekat sebanyak 21,
8083gram dan rendemen yang dihasilkan sebesar 72,63%.

Gambar 4.1 Hasil sonikasi bunga rosella dengan pelarut etanol 96%

4.3. Hidrolisis dan Partisi.


Proses hidrolisis bertujuan untuk memutus ikatan glikosida pada senyawa
flavonoid menjadi aglikon dan glikon. Dalam penelitian ini, proses hidrolisis
dilakukan dengan larutan HCl 2N. Penambahan HCl 2N digunakan untuk
mempercepat hidrolisis flavonoid menjadi aglikon yaitu dengan menghidrolisis O-
glikosil. Kemudian glikosil akan tergantikan oleh H+ dari asam karena bersifat
elektrofilik. Reaksi hidrolisis dengan HCl pekat akan menghasilkan senyawa
kompleks yang berwarna merah, kuning, sampai jingga (Robinson, 1995).
16

Dikarenakan penambahan HCl memberikan suasana asam maka diberikan NaHCO3


agar menjadi netral. Netralisasi ini berfungsi untuk menghentikan reaksi reaksi
hidrolisis reversible. Ikatan glikosidik antara glikon dan aglikon, yang dipecah
selama proses hidrolisis, dapat tebentuk kembali jika reaksi ini tidak dihentikan
dengan cepat. Pada percobaan ini dihasilkan ekstrak bunga rosella pekat berupa
larutan berwarna merah gelap kehitaman. Hidrolisat yang diperoleh dilakukan
partisi meggunakan pelarut kloroform sebanyak dua kali pengulangan selama 10
menit. Hasil proses partisi membentuk dua lapisan yaitu fasa organik (lapisan atas)
dan fasa air (lapisan bawah). Komponen gula (glikon) akan terdistribusi pada fasa
air sedangkan komponen metabolit sekunder (aglikon) akan terdistribusi pada fasa
organik (Fasya, dkk., 2016). Selanjutnya, fasa organic diambil untuk mengekstrak
molekul aglikon karena mengandung metabolit sekunder. Hasil setelah perlakuan
partisi ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Sampel hasil partisi

4.4. Uji Fitokimia Flavonoid.


Prinsip dari uji fitokimia adalah pengujian warna dan busa akibat
penambahan suatu pereaksi warna. Proses ini dilakukan pada ekstrak sampel bunga
rosella dengan menggunakan pelarut etanol dikarenakan memiliki sifat yang sama
yaitu polar sehingga dapat ekstrak dapat larut di dalam etanol. Hasil positif pada
flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya lapisan amil alcohol berwarna merah
jingga dalam larutan sampel. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Lestari, et al (2014) yang menghasilkan perubahan warna menjadi jingga pada
lapisan amil alcohol setelah mereaksikan filtrat hasil campuran sampel dengan
akuades lalu ditambahkan dengan serbuk Mg. Terjadinya perubahan warna pada
reaksi tersebut dikarenakan adanya endapan garam flavylium hasil reduksi gugus
17

OH inti benzopiron yang terdapat pada struktur flavonoid. Senyawa flavonoid


memiliki struktur khas yang mengandung dua cincin aromatic dan gugus hidroksil
lebih dari satu. Lalu busa yang muncul pada penambahan HCl merupakan gas H2.

4.5. Monitoring dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif.


Prinsip dari kromatografi adalah perbedaan absorbsi fase diam dengan fase
gerak. Fase diam yang digunakan dalam percobaan ini adalah silika gel GF254
sedangkan fasa gerak yang digunakan adalah campuran etanol dan kloroform
dengan perbandingan 4:1. Hasil pelat KLTP dapat dilihat dengan sinar UV sehingga
menghasilkan warna seperti pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Hasil KLTP kelopak bunga rosella

Berdasarkan gambar tersebut, dapat diketahui bahwa warna yang lebih


sering muncul adalah warna merah dan biru. Apabila terdapat warna hijau yng
muncul pada pelat KLTP hal tersebut menandakan adanya kandungan senyawa
flavonoid sedangkan apabila yang trelihat warna ungu maka hal tersebut
menunjukkan adanya senyawa antosianidin. Nilai Rf yang diperoleh pada
percobaan yakni sebesar 0,6875. Hal tersebut tidak sesuai dengan percobaan yang
dilakukan oleh Sitorus (2011) bahwa identifikasi senyawa flavonoid pada daun ada
hawa yakni memiliki niali Rf sebesar 0,36. Alasan didapatkannya perbedaan nilai
Rf pada kandungan flavonoid hasil uji KLTP dikarenakan perbedaan sampel yang
ada, itu menjelaskan bahwa kandungan senyawa flavonoid pada dua sampel
berbeda tentu saja juga mempengaruhi kadar senyawa flavonoid yang dimilikinya.
18

Tetapi, dari nilai Rf yang didapat, hal tersebut juga dapat membuktikan bahwa
kandungan senyawa flavonoid pada bunga rosella lebih banyak dibandingkan daun
adam hawa.

4.6. Identifikasi dengan Spektrofotemeter UV-Vis.


Karakterisasi senyawa flavonoid dengan spektrofotometer UV-Vis
bertujuan untuk mengetahui panjang gelombang maksimum dari senyawa yang
diisolasi. Spektrofotometer UV-Vis sering digunakan untuk analisis kuantitatif
karena molekul aromatic merupakan kromofor yang kuat pada kisaran UV. Teknik
ini tidak menyita waktu dibandingkan teknik lainnya.

Gambar 4.4 Spektra UV-Vis ekstrak etanol bunga rosella

Berdasarkan gambar 4.4, dapat dilihat bahwa senyawa isolate bunag rosella
memiliki serapan pada panjang gelombang maksimum (λ maks) 268,9 nm. Hal ini
sudah sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Khowas (2021) bahwa nilai
maksimum panjang serapan pada senyawa diduga flavonoid adalah 269,0 nm.
Selain itu, terdapat penelitian lain yang dapat memperkuat asumsi panjang serapan
gelombang pada senyawa flavonoid dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh
Koirewoa, et al (2010) bahwa rentang serapan spektrum flavonol mempunyai
panjang gelombang di antara 250-280 nm dimana hal tersebut sudah sesuai dengan
hasil penelitian yang diperoleh yakni memiliki panjang gelombang sebesar 268,9
nm.
19

4.7. Identifikasi dengan Spektrofotemeter FTIR.


Karakterisasi menggunakan FTIR bertujuan untuk mengetahui gugus-gugus
fungsi senyawa isolat sehingga dapat diprediksi struktur dari senyawa isolat. Hasil
analisis menggunakan spektrofotometer FTIR ditunjukkan dalam gambar 4.5.

Gambar 4.5 Spektra FTIR fraksi dan ekstrak bunga rosella

Spektra yabg dihasilkan oleh isolate bunga rosella menunjukkan adanya serapan-
serapan yang khas untuk beberapa gugus fungsi, yaitu pada bilangan gelombang
3486,42 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus aromatic N-H, lalu pada bilangan
gelombang 3426,61 cm-1 terdapat gugus O-H yang mendukung adanya senyawa
flavonoid. Selanjutnya pada Panjang bilangan gelombang 2980,55 cm-1 terdapat
gugus C-H, kemudian terdapat gugus -NH pada bilangan gelombang 2341,785.
Setelah itu pada bilangan gelombang 1644,93 cm-1 menunjukkan adanya gugus
-C=N- yang berupa imino dengan rantai terbuka. Lalu pada bilangan gelombang
1083,89 cm-1 diperoleh gugus Si-O-Si yang berupa siloksan organic atau silicon.
Selain adanya gugus OH pada flavonoid, terdapat gugus lain yang memperkuat
keberadaan dari senyawa tersebut yaitu gugus C-O yang didapat pada bilangan
gelombang 1045,9 cm-1 yang merupakan senyawa alifatik fosfat dengan vibrasi ulur
serta bilangan gelombang sebesar 878,796 cm-1 yang merupakan senyawa aromatic
fosfat dengan vibrasi yang sama yaitu ulur. Untuk Panjang gelombang 682,043
cm-1 dan 574,339 cm-1 merupakan gugus C-S dengan vibrasi ulur tetapi memiliki
20

golongan yang berbeda yaitu aril tioeter pada Panjang gelombang 682,043 cm-1 dan
disulfida pada Panjang gelombang 574,339 cm-1.

Tabel 4.1 Gugus fungsi yang terdapat dalam isolate bunga rosella

Gugus Fungsi Bilangan gelombang produk, υ (cm-1)


Aromatik, >N-H 3486
Grup hidroksi, H-bonded OH 3426
C-H 2980
-NH 2341
-C=N- (imino) 1644
Si-O-Si (silicone) 1083
P-O-C stretch (alifatic fosfat) 1045
P-O-C stretch (aromatic fosfat) 878
C-S stretch (aril tioeter) 682
C-S stretch (disulfida) 574

4.8. Identifikasi dengan Spektrofotemeter H-NMR.

Gambar 4.6 Spektra H-NMR dari ekstrak bunga rosella

1
Karakterisasi produk isolasi menggunakan spektrofotometer H-NMR
bertujuan untuk mengetahui jumlah proton, lingkungan proton, dan proton tetangga
21

atau dapat juga dikatakan untuk menegtahui gambaran berbagai jenis atom
hydrogen dalam molekul. Spektrum H-NMR yang diperoleh dapat memebrikan
informasi yang berhubungan dengan pergeseran kimia proton dan juga bentuk
sinyal. Berdasarkan hasil analisis menggunakan spektrofotometer 1HNMR
diperoleh 10 puncak yang menggambarkan 10 lingkungan proton yang berbeda.
Adapun interpretasi yang muncul dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil H-NMR isolasi ekstrak bunga rosella


No Interferensi Pergeseran kimia (ppm) Integrasi Splitting
1 -H 6,71 1H singlet
2 C-H 7,33 1H douplet
3 C-H 7,40 1H douplet
4 C-H 7,40 1H Douplet
5 C-H 7,47 1H douplet
6 C-H 7, 55 1H douplet
7 C-H 7, 56 1H douplet
8 C-H 7,77 1H douplet
9 -H 7,77 1H singlet
10 C-H 8,08 1H douplet
Keterangan:

Berdasarkan hasil analisa pada gambar tersebut, dapat diketahui bahwa masing-
masing puncak memiliki nilai pergeseran kimmia yang berbeda-beda dengan
splitting yang berbeda juga. Puncak pada gugus -H memiliki nilai pergeseran kimia
sebesar 6,71 ppm. Dilanjut oleh gugus C-H yang memiliki nilai pergeseran kimia
sebesar 7,33 ppm lalu 7,40 ppm disusul oleh 7,47 ppm selanjutnya 7,55 ppm
22

dilanjut dengan 7,56 ppm dan terakhir 7,77 ppm. Untuk pergeseran kimia pada 7,77
ppm terdapat dua puncak, puncak sisanya memiliki gugus -H. Satu lagi gugus C-H
dengan nilai pergeseran kimia sebesar 8,08 ppm. Selain itu, pada hasil penelitian
diperoleh puncak tertinggi pada nilai 6,71 ppm.

4.9. Identifikasi dengan Spektrofotemeter GC-MS.


Analisis menggunakan spektrofotometer GC-MS bertujuan untuk
mengetahui struktur dan berat molekul dari suatu senyawa serta memisahkan
senyawa yang terkandung dalam produk dan spektra massa yang berguna saat
menganalisis struktur senyawa produk. Puncak kromatografi menunjukkan jumlah
senyawa yang terbentuk pada produk sintesis, sehingga dapat diketahui kemurnian
senyawa target.

Gambar 4.7 Spektra massa dari ekstrak bunga rosella dalam kromatogram

Hasil spektra massa dari ekstrak bunga rosella yang diperoleh dalam
kromatogram memiliki nilai m/z sebesar 222 yang merupakan puncak dasarnya.
Dimana pada nilai tersebut diasumsikan sebagai senyawa target karena sudah sesuai
dengan massa relative senyawa flavonoid.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan yaitu:
1. Hasil ekstraksi ekstrak bunga rosella dengan pelarut etanol 96%
menggunakan metode ekstraksi sonikasi dengan gelombang ultrasonic
adalah sebesar 72,63%.
2. Hasil pemisahan senyawa flavonoid bunga rosella (Hibiscus sabdariffa, L.)
menggunakan Kromatografi Lapis Tipis Preparasi (KLTP) menggunakan
Panjang gelombang 254 dan 366 nm memunculkan bercak spot dengan
warna biru, hitam serta hijau dengan nilali Rf 0,6875.
3. Flavonoid dari ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa, L.) dapat
dikarakterisasi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis, FTIR, H-
NMR, dan GC-MS. Pada karakterisasi UV-Vis menghasilkan Panjang
gelombang 268,9 m, dimana pada Panjang tersebut diduga merupakan
senyawa flavonoid golongan flavon atau flavonol maupun isoflavone. Pada
spektrum FTIR juga menunjukkan bukti keberadaan senyawa yang diduga
merupakan flavonoid. Selanjutnya hasil dari karakterisasi pada H-NMR
menunjukkan adanya 10 sinyal pada proton lalu untuk hasil yang didapat
dari GC-MS menghasilkan m/z ion molekuler 222 yang sesuai dengan berat
molekul pada senyawa target yaitu flavonoid.

5.2. Saran
Pada percobaan ini, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
toksisitas yang ada pada bunga rosella (Hibiscus sabdariffa, L.) sehingga
dapat menambah informasi terkait kadar toksisitas dari bunga rosella
(Hibiscus sabdariffa, L.) yang biasa digunakan sebagai tanaman obat.

23
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, B., dan Ibrahim, S. 2018. Struktur, Bioaktivitas dan Antioksidan Flavonoid.
Jurnal Zarah, 6 (1): 21-29. Baraja, M. 2008. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Ficus
elastica Nois ex Blume terhadap Artemia salina Leach dan Profil Kromatografi
Lapis Tipis. Skripsi.
Cazes, J. 2001. Encyclopedia of Chromatography. New York: Marcel Dekker Inc.
Chakraborty, D. 2016. Instrumentation of FTIR and Its Herbal Applications .
Wourld Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science:498-505.
Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spektroskopi.
Padang: Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Universitas Andalas.
Demir, T., Gunesli, Z., Sonmez, F., Bilen, C., Yavuz, E., dan Gencer, N. 2015.
Inhibition Of Carbonic Anhydrase I And Ii With Total Anthocyanins Extracted
From Sweet Cherry Cultivars. Environmental Engineering and Management
Journal, 14 (4): 935-941.
Djaeni, M., Ariani, N., Hidayat , R., dan Utari, F. 2017. Ekstraksi Antosianin dari
Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) Berbantu Ultrasonik: Tinjaaun
Aktivitas Antioksidan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 6 (3): 148-151.
Fasya, A.Ghanaim, Dinasti, A.R., Syofiyah, M., Rahmawati L.M., Millati, N.,
Safitri, D.A., Handoko, S., Hanapi, A., dan Ningsih, R. 2016. Ekstraksi,
Hidrolisis dan Partisi Metabolit Sekunder dari Mikroalga Chlorella sp.
Alchemy. 5 (1): 5-9.
Farmasi Galenika ; Nuari, J., Anam, S., & Khumaidi, S. (2017). Isolasi dan
Identifikasi Senyawa Flavonoid Ekstrak Etanol Buah Naga Merah (Hylocereus
polyrhizus (F.A.C.Weber)Briton & Rose). Galenika Journal of Pharmacy),
2(2), 118–125. https://doi.org/10.22487/j24428744.2017.v3.i2.8771
Hagr, T., dan Adam, I. A. 2020. Phytochemical Analysis, Antibacterial and
antioxidant Activities of Essential Oil from Hibiscus sabdariffa (L) Seeds,
(Sudanese Karkadi). Progress in Chemical and Biochemical Research, 3 (3):
194-201.
Halimatul, S., Amin, I., Mohd-Esa, N., Nawalyah, A., dan Muskinah, S. 2007.
Protein Quality of Roselle (Hibiscus sabdariffa L.). Seeds, ASEAN Food
Journal, 14 (2): 131-140.
Harborne, J. 1987. Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. (K. Padmawinata, & I. Soediro, Trans.) Bandung: Penerbit ITB.
Heinrich, M., Barnes, J., dan Gibbons, S. 2009. Farmakognosi dan Fitoterapi. (W.
Syarief, Trans.) Jakarta: EGC.

24
25

Hodgson, J., & Kevin, D. 2006. Review Dietary flavonoids: effects on endothelial
function and blood pressure. J Sci Food Agric.
Hussain, S., dan Maqbool , K. 2014. GC-MS: Principle, Technique and Its
Application in Food Science. International Journal of Current Science, 116-
126.
Inggrid, M., Hartanto, Y., dan Widjaja, J. 2018. Karakteristik Antioksidan pada
Kelopak Bunga Rosella. Jurnal Rekayasa Hijau, 3 (2): 283-289.
Ismawan, B. 2010. Herbal Indonesia Bekhasiat Vol.8. Bogor: PT.Trubus Swadaya.
Khopkar, S. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Depok: Universitas Indonesia.
Kuldikole, J. 2002. Effect of Ultrasound, Temperature and Pressure Treatments on
Enzym Activity and Quality Indicators of Fruit and Vegetables Juices.
Dissetation der Techiscen University Berlin.
Latifah. 2015. Identifikasi Golongan Senyawa Flavonoid dan Uji Aktivitas
Antioksidan Pada Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) dengan
Metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Skripsi.
Lestari, P., Kusrini, D., dan Anam, K. 2014. Anthocyanin Identification of
Methanol-HCl Extract Active Fraction in Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) and
Its Potential as Xanthine Oxidase Inhibitor. Jurnal Sains dan Matematika, 22
(3): 72-78.
Mardiah, S., Ashadi, W., dan Rahayu, A. 2009. Budidaya dan Pengolahan Rosella
Si Merah Segudang Manfaat. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Markham, K. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. (K. Padmawinata, Trans.)
Bandung: Penerbit ITB.
Mason, T. 1990. Sonochemistry: The Use of Ultrasonic in Chemistry Vol.1.
Cambridge (UK): Royal Society of Chemistry.
Mc.Murry, J. 2010. Fundamental of Organic Chemistry & Edition. New York:
Brooks/Cole.
McClements, D. 1990. Advances In The Application Of Ultrasonic In Food
Analysis And Processing. Trends Food Sci. Techn, 293-299.
Mulja, M., dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental . Surabaya: Universitas
Airlangga Press.
Nuryanti, S., Puspitasari, D., Supriadi. 2019. Rosella (Hibiscus sabdariffa) Flowers
as Alternative Indicators of Blue and Red Litmus. Oriental Journal of
Chemistry, 35 (1): 476-480.
Panche, A., Diwan, A., dan Chandra, S. 2016. Flavonoids: an Overview. Journal of
Nutritional Science, 5: 1-15.
26

Patel, S. 2014. Hibiscus sabdariffa: An Ideal Yet Underexploited Candidat for


Neutraceutical Applications. Biomedicine & Preventive Nutrition, 4: 23- 27.
Pavia, D., Lampman, G., Kriz, G., dan Vyvyan, J. 2009. Introduction to
Spectroscopy. USA: Brooks/Cole.
Pradana, F. 2014. Identifikasi Flavonoid dengan Pereaksi Geser dan Pengaruh
Ekstrak Etanol 70% Umbi Binahong (Anredara Cordifolia (Ten.) Steenis)
terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Induksi Aloksan. Skripsi.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi Edisi VI. (K.
Padmawinata, Trans.) Bandung. Sembiring, B. 2007. Telnologi Penyiaan
SImplisia Terstandar Tanaman Obat. Warta puslitbangbung, 13 (12).
Shihab, M. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati. Sholihah, M., Ahmad,
U., dan Budiastra , I. 2017. Aplikasi Gelombang Ultrasonik untuk
Meningkatkan Rendemen Ekstraksi dan Efektivitas Antioksi dan Kulit
Manggis. Jurnal Keteknikan Pertanian, 5 (2): 161-168.
Suradji, S., Najib, A., dan Ahmad, A. 2016. Studi Komparasi Kadar Flavonoid Total
pada Bunga Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa L.) Asal Kabupaten Luwu
Utara Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Kediri Provinsi Jawa Timur.
Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 3 (2): 175-181.
Suzery, M., Lestari, L., dan Cahyono, B. 2010. Penentuan Total Antosianin Dari
Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus Sabdariffa L) Dengan Metode Maserasi Dan
Sokshletasi. Jurnal Sains dan Matematika, 18 (1).
Tanjong, A. 2011. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus
sabdariffa L) terhadap Koloni Cadida Albicans yang terdapat pada Plat Gigi
Tiruan. Skripsi.
Teddy, B. 2011. Pemodelan Proses Ekstraksi Ultrasonik Oleresin dan
Cinnamaldehyde dari Kayu Manis. Thesis Universitas Diponegoro.
Thompson, L., dan Doraiswamy, L. 1999. Sonochemistry: Science and
Engineering. Industrial Engineering Chemistry Research, 38.
Tian-yang, Wang, Qing Li, dan Kai-shun Bi. 2018. Bioactive Flavonoids in
Medicinal Plants: Structure, Activity and Biological Fateasian. Journal of
Pharmaceutical Science, 13, 12-23.
Torres, N., Talavera, T., Andrews, H., Contreras, A., dan Pacecho , N. 2017.
Ultrasond Assisted Extraction for the Recovery of Phenolic Compound from
Vegetable Sources. Agronomy, 47: 1-19.
27

Verdiana, M., Widarta, I., & Permana, I. 2018. Pengaruh Jenis Pelarut Pada
Ekstraksi Menggunakan Gelombang Ultrasonik Terhadap Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Lemon (Citrus Limon (Linn.) Burm F.). J
urnal Ilmu dan Teknologi Pangan, 7 (4): 213-222. Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran
Teknologi Farmasi. (N. Soendani, Trans.) Yogyakarta: UGM Press.
Vyas, A., Jain, V., Singh, D., Singh, M., Shukla, S., Pandey, R., et al. 2011. TLC
Densitometric Method for the Estimation of Piperine in Ayurvedic
Formulation Trikatu Churna. Oriental Journal of Chemistry, 27 (1), 301- 304.
Winata, E., & Yunianta. 2015. Ekstraksi Antosianin Buah Murbei (Morus alba L.)
Metode Ultrasonik Bath (Kajian waktu dan rasio bahan: Pelarut). Jurnal
Pangan dan Agroindustri, 3 (2): 773-783.
28

LAMPIRAN 1: DIAGRAM ALIR

L.1 Diagram Alir

L.1.1 Preparasi Sampel

Kelopak Bunga Rosella


- Dicuci hingga bersih
- Dipotong menjadi keci-kecil
- Dikeringkan manual dalam suhu ruang hingga mengering
- Dilakukan penggilingan dengan blender
- Diayak dengan ayakan 90 mesh
Hasil

L.1.2 Ekstraksi Menggunakan Metode Sonikasi


Serbuk Bunga Rosella

- Ditimbang 30 gr
- Dimasukkan kedalam erlenmeyer
- Ditambahkan etanol 96% sebanyak 300 mL
- Ditutup dengan alumunium foil
- Diekstraksi menggunakan ultrasonik waterbath selama 15 menit pada
suhu 40oc
- Disaring larutan ekstrak menggunakan corong buchner
- Ditampung Filtratnya
- Dipekatkan filtrat dengan vacuum rotary evaporator
- Ditimbang ekstrak pekat
- Dihitung rendemennya
Hasil
29

L.1.3 Hidrolisis dan Partisi

Hasil Ekstraksi
- Dihidrolisis menggunakan HCL 2 N
- Dijenuhkan atau dinetralkan dengan NaHCo3
- Distirrer selama 30 menit sampai pH netral
- Dipartisi dengan pelarut Kloroform dan air (5:1) sebanyak 2x
- Ditimbang dan Dihitung rendemennya.
Hasil

L.1.4 Uji Fitokimia Flavonoid


Ekstrak bunga rosella merah sebanyak 0,1 gram
-Dimasukkan kedalam tabung reaksi
- Dilarutkan dalam 10 mL etanol panas 70%
- Ditambahkan 0,1 gram logam MgCl dan 2 tetes HCL pekat
- Diamati warna larutan
Hasil

L.1.5 Monitoring dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif


Bunga rosella
-Dilarutkan
Merah menggunakan etanol 80%
- Ditotolkan pada jarak 1 cm dari tepi bawah plat dengan pipa kapiler
- Diselingi dengan pengeringan menggunakan hair dryer
- Dielusi menggunakan eluen etanol:Kloroform (4:1)
- Diamati noda bercak hasil pemisahan dibawah sinar UV panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm
Hasil
30

L.1.6 Identifikasi dengan Spektrofotometer Uv-Vis


Hasil Eksraksi
- Diambil

-Diencerkan dengan 10 mL pelarut organik

- Ditentukan pola spektrum dengan sepktrofotometer UV-Vis

Hasil

L.1.7 Identifikasi dengan Spektrofotometer FTIR

Sampel hasil pemisahan dan pemurnian

- Dianalisis menggunakan spektrofotometer FTIR, didapatkan spektruum


dan bilangan gelombang
- Ditambahkan dengan KBr , isolat yang menunjukkan postif
- Digerus hingga halus
- Dibrntuk menjdi pelet
- Diidentifikasi dengan spektrofotometet FTIR panjang gelombang 4000-
400 Cm-1
- Diamati spektrum yang terbentuk
Hasil

L.1.8 Identifikasi dengan spektofotometer H-Nmr


Isolat
- Dilarutkan dalam CDCl3
- Dimasukkan kedalam tabung Nmr
- Dianalisis menggunakan spektrofotometer H-Nmr
- Diperoleh signal-signal
- Diamati dan diidentifikasi hasil spektra dari spektrofotometer H-Nmr
Hasil
31

1. Identifikasi dengan spektofotometer GC-MS

Sampe Bunga hasil pemisahan dan pemurnian


- Diinjeksikan menggunakan syringe kedalam spektrofotometer GC-MS
- Diperoleh signal-signal dari hasil pola fragmentasi flavonoid

- Diamati dan diidentifikasi hasil spektra dati spektrofotometer GC-MS

Hasil
32

Lampiran 2 Perhitungan

L.2.1 Pembuatan larutan HCl 2 N

ρHCl 37% = 1,19 g/mL = 1190 g/L

BM HCL = 36,42 g/mol

n (jumlah ion H+) = 1


37 gram
Konsentrasi = 37% = x 100%
100 gram larutan

massa HCl
- Mol HCl dalam konsentrasi 37% =
BM HCl

37 graml
= 36,42 g/mol

= 1,0159 mol
m
- Volume larutan HCl dalam larutan HCl 37% = ρ

100 gram
= 1,19 g/mL

= 84,033 ml = 0,0833 L
Mol
- Molaritas HCl 37% =
V (L)

1,0159 mol
= 0,0833 L

= 12.094 mol/L

- Normalitas HCl 37% = n x Molaritas HCl

= 1 x 12.094 mol/L

= 12.094 N
Sehingga untuk membuat larutan HCl 2N sebanyak 100 mL dari larutan HCl
12,094 N menggunakan prinsip pengenceran berikut :

N1 x V1 = N2 x V2
12,0894 N x V1 = 2N x 100 mL
V1 = 16,5 mL

Larutan HCl pekat 37% diambil sebanyak 16,5 mL. Kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 mL. Selanjutnya ditambahkan aquades sampai tanda batas
dan dikocok hingga homogen.
33

L.2.2 Pembuatan Larutan Etanol 70%

M1 V1 = M2 V2

96% . 300 mL = 70% . V2

2,1875 mL = V2

L.2.3 Pembuatan Larutan Etanol 80%

M1 V1 = M2 V2

96% . 300 mL = 80% . V2

8,3334 mL = V2

L.2.4 Perhitungan Rendemen Hasil Ekstraksi


Ulangan Berat sampel Berat botol Berat botol Berat
Ekstraksi (g) kosong (g) kosong + ekstrak
ekstrak (g)
1 30,0278 87,7540 109,5623 21,8083

Rendemen pada ekstraksi


Berat sampel = 30,0278 gram
Berat gelas kosong = 87,7540 gram
Berat gelas kosong + ekstrak = 109,5623 gram
Berat ekstrak pekat = 21,8083 gram
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑘𝑎𝑡
Rendemen = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
21,8083 g
= x 100%
30,0278 g

= 72,63 %

L.2.5 Perhitungan nilai Rf


Jarak yang diempuh noda (substansi) = 5,5 cm
Jarak yang ditempuh pelarut = 8 cm
Jarak yang diempuh noda
Nilai Rf = Jarak yang ditempuh pelarut
5,5 cm
= 8 cm
= 0,6875
34

LAMPIRAN 3: Spektra Data Karakterisasi UV-Vis, FTIR, H-NMR, dan


GC—MS.

1. Spektra UV-Vis

Lamdha Maks Flavonoid


Tanggal Analisa : 03 Juni 2022

Scan Analysis Report


Report Time : Fri 03 Jun 03:59:22 PM 2022
Method:
Batch: D:\Praktikum\Praktikum Orlan 2022\Lamdha Maks Flavonoid Sampel Rosella (03-
06-2022).DSW
Software version: 3.00(339)
Operator: Rika

Sample Name: Flavonoid


Collection Time 6/3/2022 3:59:47 PM

Peak Table
Peak Style Peaks
Peak Threshold 0.0100
Range 800.1nm to 200.0nm

Wavelength (nm) Abs


________________________________
268.9 0.182
35

2. Spektra FTIR

3. Spektra H-NMR
36

4. Spektra GC-MS
37

LAMPIRAN 4: Dokumentasi

Penimbangan beaker Penimbangan sampel Rosella telah


rosella ditambahkan etanol 96%
glass kosong
sebanyak 300 mL

Ditutup dengan Hasil dari sonikasi dan Proses penyaringan


disaring
aluminium foil lalu
dilakukan sonikasi

Filtrat ditampung Dipekatkan dengan Massa botol kosong


vacuum rotary
evaporator
38

Massa ekstrak pekat


Massa beaker kosong Massa ekstrak dan beaker
gelas

Proses stirrer selama 30 Hidrolisis dengan HCl pH netral yang diperoleh


menit 2N dan dinetralkan
dengan NahCO3

Proses partisi Massa setelah partisi 10 mL etanol panas 70%


untuk pelarutan

Proses uji Fitokimia Hasil uji fitokimia Proses kromatografi lapis


tipis
39

Hasil ditotolkan dari tepi Diperoleh bercak noda Diperoleh bercak noda
bawah plat dengan pipa hasil pemisahan dibawah hasil pemisahan dibawah
kapiler sinar UV sinar UV
40

Lampiran 5. Lembar Identifikasi Bahaya Dan Penilaian Resiko


LEMBAR IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENILAIAN RESIKO KEGIATAN PRAKTIKUM MAHASISWA

1
PROGRAM STUDI KIMIA PRAKTIKUM MAHASISWA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI IDENTIFIKASI BAHAYA DAN


PENILAIAN RESIKO
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM JUMLAH HALAMAN : 7
MALANG

JUDULPENELITIAN: ISOLASI FLAVONOID DARI KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa, Linn)
DENGAN METODE SONIKASI

1. Preparasi Kelopak unga Rosella


Level Tingkat
Tahapan Kerja Penelitian Upaya Pengendalian
No Potensi Bahaya Resiko (R) Peluang (P) Bahaya
(RXP)
dicuci sampel Pencucian tidak sempurna Pencucian dilakukan dengan
menggunakan air hingga dapat menyebabkan pengotor hati-hati dan sempurna agar
tidak terdapat kotoran tidak tersisa zat pengotor
1 1 1 1

dijemur dibawah sinar Cuaca yang Cuaca lebih diperhatikan


matahari selama 3 hari hingga kurang baik pada saat penjemuran
2 kering menyebabkan alga 1 1 1
merah
tidak kering
41

2. Ekstraksi Sonikasi Kelopak Bunga Rosella

Tahapan Kerja Level Tingkat


Upaya Pengendalian
No Penelitian Potensi Bahaya Resiko Peluang Bahaya
(R) (P) (RXP)

Diambil dan ditimbang Penimbangan kurang teliti Penimbangan dilakukab


sampel sebanyak 30 g dandapat beresiko tumpah lebih teliti agar didapat hasil
1 yang lebih bagus 1 1 1

Ditambahkan pelarut ethanol Pelarut ethanol Dilakukan secara hati-hati


96% 300 mL beresiko agar pelarut tidak tumpah,
tumpah serta mengguakan APD
2 sesuai aturan. 1 1 1

Diekstraksi menggunakan Suhu dan waktu yang tidak Lebih diperhatikan suhu dan
ultrasonic waterbath selama tepat menyebabkan hasil waktu ekstraksi
15 menit pada yangdiperoleh tidak sesuai
suhu 40 oC dengan
3 1 1 1
frekuensi

Disaring larutan hasil ekstrak Tumpahnya hasil ekstraksi Dilakukan lebih hati-hati
menggunakan corong agar tidak terjadi tumpahan
buchner dan filtratnya sampel.
4 1 1 1
ditampung
42

Dipekatkan dengan vacuum Terjadi umpahan Dilakukan lebih hati-hati


5 rotary evaporator hasilekstraksi agar tidak terjadi tumpahan 1 1 1
sampel

Ditimbang dan dihitung Penimbangan kurang teliti Penimbangan dilakukab


rendemennya dandapat beresiktumpah lebih teliti agar didapat hasil
6 yang lebih 1 1 1
bagus
43

3. Hidrolisis dan Partisi Kelopak Bunga Rosella

Tahapan Kerja Potensi Bahaya Upaya Pengendalian


Level Tingkat
Penelitian
No Resiko Peluang Bahaya (RxP)
(R) (P)
Dihidrolisis Ekstrak hasil Penimbangan tidak teliti dan Tahapan kerja dilakukan
ekstraksi menggunakan HCl berpotensi tumpah dengan hati-hati
2N
1 1 1 1

Ditambahkan HCl 2N Penambahan HCl beresiko Dilakukan secara hati-hati


tumpah agar pelarut tidak tumpah,
serta mengguakan APD sesuai
2 aturan. 1 1 1

Dijenuhkan dengan Penambahan HCl beresiko Dilakukan secara hati-hati


NaHCO3 dan distirer tumpah. agar pelarut tidak tumpah,
selama 1 jam hingga pH serta mengguakan APD sesuai
3
netral aturan.

1 1 1

Dipartisi ekstrak pekat Tumpahnya bahan Dilakukan secara hati-hati


menggunakan pelarut agar pelarut tidak tumpah,
kloroform sebanyak dua kali serta mengguakan APD sesuai
4 untuk mendapatkan ekstak aturan. 1 1 1
yang baik
44

Ditimbang dan dihitung Penimbangan kurang teliti dan Penimbangan dilakukan lebih
rendemennya dapat beresiko tumpah teliti agar didapat hasil yang
5 lebih 1 1 1
bagus

4. Uji Fitokimia Flavonoid

Level Tingkat Bahaya


Tahapan Kerja Penelitian Upaya Pengendalian Resiko Peluang
No Potensi Bahaya (RXP)
(R) (P)
Ekstrak sampel diambil 0,1 gram Tumpahnya bahan Pengambilan bahan
dimasukkan ke dalam tabung dilakukan secara hati-hati
1 reaksi 1 1 1
Dilarutkan dalam 1 – 3 mL etanol Tumpahnya bahan dilakukan dengan berhati-
panas 70% hati dan teliti serta
mengguanakan APD sesuai
2 aturan 1 1 1
Ditambahkan 0,1 gram logam Mg Tumpahnya bahan dilakukan dengan berhati-
3 dan 2 tetes HCl pekat hati dan teliti serta 1
mengguanakan APD sesuai 1
1
aturan
45

5. Monitoring menggunakan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Level Tingkat Bahaya


Tahapan Kerja Penelitian Upaya Pengendalian Resiko Peluang
No Potensi Bahaya (RXP)
(R) (P)
Dilakukan dengan cara bunga Penotolan berceceran dan dilakukan dengan berhati-
rosella merah (Hibiscus sabdariffa, tidak sesuai hati dan teliti
Linn) yang sudah dilarutkan
1 menggunakan etanol 80% 1 1 1
ditotolkan pada jarak 1 cm dari tepi
bawah plat dengan pipa kapiler
yang diselingi dengan pengeringan
menggunakan hair dryer

Dielusi menggunakan eluen Tumpahnya bahan dilakukan dengan hati-hati


etanol:kloroform (4:1). dan menggunakan APD
Noda/bercak hasil pemisahan yang
2 selanjutnya diamati dibawah sinar 1 1 1
sesuai
UV pada panjang gelombang 254
nm dan 366 nm
46

Dihitung nilai Rf dan Rsnya Rs = Penghitungan tidak sesuai berhati-hati dan teliti
d/(W1 + W2)x 0,5

Disemprot dengan reagen Berpotensi tumpahnya bahan dilakukan dengan berhati-


Liebermann- buchard hati dan teliti
4 1 1 1

Diperiksa noda menggunakan Pemeriksaan hasil tidak sesuai dilakukan dengan berhati-
lampu uv pada panjang dan kurang teliti hati dan teliti
gelombang 254 nm dan 366
5 1 1 1
nm

6. Identifikasi Menggukanan Spektrofotomerer UV-Vis


Level Tingkat Bahaya
Tahapan Kerja Penelitian Upaya Pengendalian
No Potensi Bahaya Resiko Peluang (RXP)
(R) (P)
Diambil hasil isolasi lalu encerkan Tidak hati-hati dalam dilakukan dengan berhati-
dengan 10 mL pelarut organik penyiapan alat dan hati dan teliti
1 1 1 1
kemudian tumpahnya bahan

ditentukan pola spektrumnya Pemeriksaan hasil tidak sesuai dilakukan


dengan Spektrofotometer UV-Vis 1 1 1
dan kurang teliti dengan hati-hati
2 dan
menggunakan
APD yang
sesuai
47

7. Identifikasi dengan Spektrofotometer FTIR


Level Tingkat Bahaya
Tahapan Kerja Penelitian Upaya Pengendalian
No Potensi Bahaya Resiko Peluang (RXP)
(R) (P)
Dianalisis Sampel bunga rosella Tumpahnya bahan Penambahan dilakukan
merah (Hibiscus sabdariffa, Linn) dengan berhati- hati
1 1 1 1
menggunakan spektrofotometer
FTIR

Digerus hingga halus dan Penggerusan tidak merata dan dilakukan dengan berhati-
dibentuk menjadi pellet halus hati dan teliti
2 1 1 1

Diidentifikasi dengan Pemeriksaan hasil tidak sesuai dilakukan dengan berhati-


3 spektrofotometer FTIR dengan dan kurang teliti hati dan teliti 1 1 1
panjang gelombang 4000-400
cm-1 dan diamati spektrum yang
terbentuk

8. Identifikasi Menggukanan Spektrofotomerer H-NMR


Level Tingkat
Tahapan Kerja Penelitian Upaya Pengendalian Resiko (R) Peluang (P) Bahaya (RXP)
No Potensi Bahaya
Dilarutan Isolat yang diperoleh Tumpahnya bahan Penambahan dilakukan
dalam CDCl3 dengan berhati- hati
1 1 1 1

Dimasukkan kedalam tabung Tidak tepatnya peletakan dilakukan dengan berhati-


Nmr dan dianalisis sampell hati dan teliti
2 1 1 1
menggunakan spektofotometer
H-Nmr
48

Diperoleh signal-signal yang Tidak tepatnya peletakan dilakukan dengan berhati-


3 menandakan adanya senyawa sampell hati dan teliti 1 1 1
flavonoid

Diamati dan diidentifikasi Pemeriksaan hasil tidak dilakukan dengan berhati-


hasil spektra dari sesuai dan hati dan teliti
spektofotometer H- Nmr. kurang teliti

4 1 1 1
49

9. Identifikasi Menggukanan Spektrofotomerer GC-MS

Level Tingkat Bahaya


Tahapan Kerja Penelitian Upaya Pengendalian
No Potensi Bahaya Resiko Peluang (RXP)
(R) (P)
Diinjeksikan Sampel bunga Tumpahnya bahan dan tidak Penambahan dilakukan
rosella merah (Hibiscus sesuainya sampel sesuai dengan berhati- hati
sabdariffa, Linn) menggunakan ukuran ppm
1 syringe kedalam spektrofotometer 1 1 1
GC-MS

Diperoleh signal-signal dari hasil Tidak tepatnya peletakan dilakukan dengan berhati-
pola fragmentasi senyawa sampel hati dan teliti
2 flavonoid 1 1 1

Diamati dan diidentifikasi hasil Pemeriksaan hasil tidak sesuai dilakukan dengan berhati-
spektra dari spektofotometer GC- dan kurang teliti hati dan teliti
3 MS. 1 1 1
50

KETERANGAN : PELUANG merupakan suatunilai yangditetapkanuntukmenentukan


tingkat frekuensi
RESIKO : merupakan suatu nilai yang ditetapkan
untuk menentukan suatu tingkatan dampak atau terhadap kejadian
akibat berdasarkan keparahan yang disebabkan oleh kecelakaan kerja
kecelakaan kerja Level 1 : Hampir tidak
Level 1 : Tidak cidera, pernah terjadi
kerugian biaya rendah, Level 2 : Frekuensi kejadian jarang terjadi
kerusakan peralatan waktu tahunan
ringan Level 3 : Frekuensi kejadian sedang dalam
Level 2 : Cidera ringan waktu bulanan
(hanya membutuhkan Level 4 : Hampir 100% terjadi kejadian
P3K), peralatan rusak tersebut
ringan Level 5 : 100% kejadian pasti terjadi
Level 3 : Menyebabkan cidera yang memerlukan
perawatan medis ke rumah sakit, peralatan rusak
sedang
Level 4 : Menyebabkan cidera yang menyebabkan
cacatnya anggota tubuh permanen, peralatan rusak
berat Level 5 : Menyebabkan korban jiwa
(Kematian), peralatan rusak berat
TINGKAT BAHAYA : merupakan hasil kali perkalian dari Resiko (R) dan Peluang (P) sebagai tetapan tingkat bahaya dari
suatu pekerjaan yang dilakukan

SKOR : 1 – 4 Rendah Masih dapatditoleransi


5 – 10 Sedang Dikendalikan sampai batas toleransi
11-25 Tinggi Pemantauan intensif dan pengendalian

Anda mungkin juga menyukai