Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM ANALISIS FITOKIMIA


SEMESTER IV TAHUN AKADEMIK 2020/2021

ISOLASI SENYAWA ANDROGRAFOLID DARI SIMPLISIA HERBA


SAMBILOTO (Andrographis paniculata.)

Oleh : Kelompok 4
Ketua :
Khalisha Qintara Khairunnisa (260110190123)
Anggota:
Alisha Zahra Salsabila (260110190122)
Nadya Putri Maharani (260110190124)
Shafa Fitri Khairunnisa (260110190125)
Jessica Anliani Huang (260110190126)
Nabilah Rizky Khairunnisa (260110190127)
Sitha Fitri Ramadhani (260110190128)
Nur Akma (260110193001)

LABORATORIUM FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2021
ABSTRAK
Herba sambiloto merupakan bagian dari tumbuhan Andrographis paniculata (Burm.f.)
Nees., yang memiliki senyawa identitas andrografolid dengan konsentrasi tidak
kurang dari 0,50%. Senyawa andrografolid merupakan metabolit sekunder golongan
terpenoid yang dilaporkan memiliki aktivitas antivirus, antimalaria dan antikanker.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji keberadaan kandungan andrografolid pada
herba sambiloto secara kualitatif. Dilakukan beberapa tahap pengujian terhadap herba
sambiloto, meliputi penapisan fitokimia, ekstraksi andrografolid, pemeriksaan
parameter ekstrak, dan fraksinasi ekstrak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa herba
sambiloto yang kami uji, positif mengandung senyawa andrografolid.

Kata Kunci Sambiloto, Andrographis paniculata, Andrografolid, Penapisan


Fitokimia, Isolasi, Ekstraksi, Fraksinasi.
ABSTRACT
Sambiloto herb is a part of Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees, which contain at
least 0,50% andrographolide as its active constituent. Andrographolide has been
reported to have antiviral, antimalarial, and anticancer activities. This study was
aimed to qualitatively determine the presence of andrographolide in sambiloto herb.
The examination steps include phytochemical screening, andrographolide extraction,
extract parameters testing, and extract fractionation. The result of this study shows
that sambiloto herb tested positive for containing andrographolide.
Keywords - Sambiloto, Andrographis paniculata, Andrographolide, Phytochemical
screening, Isolation, Extraction, Fractionation.

3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Analisis Fitokimia dengan judul
“Isolasi Senyawa Andrografolid dari Simplisia Herba Sambiloto (Andrographis paniculata
(Burm.f.) Nees)”.
Laporan Praktikum Analisis Fitokimia ini kami ajukan untuk memenuhi nilai
Praktikum Analisis Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran.
Rampungnya laporan ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Karenanya, dengan
segala hormat dan kerendahan hati, kami berterima-kasih sebesar-besarnya, kepada:
1. Prof. Dr Moelyono M.W., MS., Apt. dan Raden Bayu Indradi, M.Si., Apt. selaku
dosen pembimbing Praktikum Analisis Fitokimia yang telah membimbing
penyusunan laporan ini
2. Carla Florencia dan M. Ariq Al-Faruq selaku asisten praktikum yang telah
mengarahkan serta membantu kami dalam kegiatan Praktikum Analisis Fitokimia
secara daring dan penyusunan laporan akhir.
3. Teman-teman kelompok yang telah bekerjasama dalam penyusunan laporan akhir
praktikum Analisis Fitokimia.
Kami menyadari bahwa laporan praktikum ini memiliki banyak kekurangan, baik dari segi
penyajian maupun pada materi yang kami bahas, oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca yang sifatnya membangun. Besar harapan kami, laporan
praktikum ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Sumedang, 8 April 2021

Tim Penulis

4
DAFTAR ISI

ABSTRAK 2
KATA PENGANTAR 4
DAFTAR ISI 5
DAFTAR GAMBAR 7
DAFTAR TABEL 8
I. PENDAHULUAN 9
I.1 Latar Belakang 9
I.2 Rumusan Masalah 12
I.3 Maksud dan Tujuan 12
I.4 Manfaat 12
II. TINJAUAN PUSTAKA 13
II.1 Tinjauan Botani 13
II.1.1 Klasifikasi Tanaman 13
II.1.2 Nama Daerah 13
II.1.3 Habitat 14
II.1.4 Morfologi 14
II.1.5 Makroskopik 15
II.1.6 Mikroskopik 16
II.2 Tinjauan Kimia 16
II.2.1 Biosintesis Andrografolid 17
II.3 Tinjauan Farmakologi 18
II.3.1 Uji Empiris 18
II.3.2 Uji Pra-Klinis 18
II.3.3 Uji Klinis 18
II.4 Tinjauan Metode Pemisahan 19
II.4.1. Ekstraksi 19
II.4.1. Fraksinasi 19
II.4.1. Subfraksinasi 20
II.5 Tinjauan Metode Kromatografi Lapis Tipis 2 Arah dan 3 Eluen 20

5
III. METODE PRAKTIKUM 21
III.1 Alat dan Bahan 21
III.1.1 Alat 21
III.1.2 Bahan 22
III.2 Tahapan Praktikum 23
III.2.1 Penapisan Fitokimia 23
III.2.2 Ekstraksi Metabolit Sekunder dari Simplisia Tumbuhan Obat 25
III.2.3 Pemeriksaan Parameter Ekstrak 25
III.2.4 Fraksinasi Ekstrak 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 32
IV.1 Hasil dan Pembahasan Praktikum 32
V. KESIMPULAN DAN SARAN 41
V.1 Kesimpulan 41
V.2 Saran 41
DAFTAR PUSTAKA 42

6
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 13

Gambar 2.2 15

Gambar 2.3 15

Gambar 2.4 16

Gambar 2.5 17

Gambar 4.1 35

7
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 21

8
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya
alam yang sangat berlimpah. Salah satunya adalah tumbuhan herbal yang
dapat digunakan sebagai pengobatan tradisional dan sudah dipercaya
turun-temurun. Sejak zaman dahulu, pengobatan tradisional digemari oleh
masyarakat karena bahan-bahannya mudah ditemukan di lingkungan sekitar.
Obat herbal merupakan bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari
bahan-bahan tersebut yang digunakan secara tradisional untuk pengobatan
atau yang biasa dikenal dengan fitoterapi. Hal ini berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990, tentang Izin Usaha
Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. Umumnya, obat
tradisional digunakan sebagai upaya preventif, kuratif, rehabilitatif dan
promotif.
Salah satu obat herbal yang masih populer dari dulu hingga sekarang
adalah sambiloto. Sambiloto (Andrographis paniculata) atau yang biasa
dikenal dengan “King of Bitters” adalah salah satu tanaman dari famili
Acanthaceae yang berasal dari India dan Cina. Sambiloto umumnya dapat
tumbuh tegak 40 - 90 cm dengan bentuk cabang segi empat, tidak berambut
dan berjumlah banyak. Bentuk daun dari sambiloto berbentuk lanset,
ujungnya tajam, tepi daun rata dan panjangnya 3 - 12 cm dengan lebar 1 - 3
cm. Panjang tangkai daun sekitar 5 - 25 mm. Bunga dari sambiloto bercabang
dengan panjang kelopak bunga 3 - 4 mm (Depkes RI, 1979). Komponen
metabolit utama dari tanaman sambiloto adalah andrografolid. Andrografolid
ditemukan di semua bagian tanaman, terutama pada daun dengan kadar
senyawa aktif mencapai 2,5 - 4,8% dari berat keringnya (Rais, 2015).
Tanaman sambiloto ini sering dimanfaatkan untuk berbagai macam
penyakit, diantaranya adalah sebagai penurunan kadar gula darah,
trigliserida, dan LDL, sebagai antiinflamasi vaskuler dalam mencegah
aterosklerosis dan sebagai antioksidan dan analgesik (Septiana, et al., 2017).
Dalam Traditional Chinese Medicine (TCM) sambiloto sering digunakan
sebagai “cold property” dalam menurunkan panas (Kumar, et al., 2012). Di

9
samping itu, melalui pengujian secara in vitro andrografolid dapat
menghambat pembentukan reactive oxygen species (ROS) dari hasil induksi
phorbol-12-myristate-13-acetate (PMA) dan menurunkan adhesi yang
diinduksi N-formyl-methionyl-leucyl-phenylalanine (fMLP) pada sel
neutrofil tikus (Alwafi, et al., 2019).
Karena kandungan dan manfaat dari tanaman sambiloto tersebut, maka
tanaman sambiloto sering diteliti sebagai obat modern (OHT / Fitofarmaka).
Untuk mendapatkan senyawa aktif dari sambiloto yaitu andrografolid sebagai
sediaan obat, maka perlu dilakukan isolasi dan ekstraksi dengan berbagai
tahapan sehingga bisa didapatkan andrografolid dengan kemurnian yang
tinggi dan tidak terganggu zat aktif lain (Warditiani, et al., 2014).
Obat dari bahan alam cenderung mengandung banyak kandungan
bahan kimia dan umumnya tidak diketahui yang dapat menimbulkan efek
terapi atau efek samping, maka perlu dipastikan senyawa target yang ingin
digunakan dalam sediaan obat. Tahapan ini dapat dilakukan dengan skrining
fitokimia. Skrining fitokimia adalah tahapan untuk menganalisis senyawa
aktif yang terdapat pada sampel, meliputi struktur kimia, biosintesis,
penyebaran secara alamiah dan fungsi biologisnya, isolasi serta perbandingan
komposisi senyawa kimia (Agustina, et al., 2016). Metode skrining fitokimia
merupakan metode uji sederhana tapi terandalkan dengan memanfaatkan
reaksi warna dan pengendapan dari senyawa dan pereaksi.
Setelah didapatkan hasil skrining fitokimia, maka dapat dilakukan
ekstraksi dari simplisia sambiloto. Ekstraksi terbagi menjadi 2 jenis
berdasarkan keadaannya, yaitu ekstraksi dingin dan ekstraksi panas. Contoh
dari ekstraksi dingin diantaranya adalah maserasi dan perkolasi, umumnya
digunakan untuk senyawa termolabil dan metode ini membutuhkan waktu
yang lebih lama. Ekstraksi panas contohnya adalah soxhlet, refluks, infus dan
dekok dimana waktu pengerjaannya lebih cepat dibandingkan dari ekstraksi
dingin tapi hanya dapat digunakan pada senyawa termostabil. Penelitian
terhadap sambiloto, dapat dilakukan dengan berbagai metode ekstraksi.
Namun dari hasil tersebut, metode refluks memiliki hasil rendemen yang
tinggi, waktu yang lebih singkat dan biaya yang lebih terjangkau sehingga
dapat meminimalisir kehilangan senyawa andrografolid selama proses
ekstraksi (Mohan, 2013; Jadhao dan Thorat, 2014). Refluks adalah ekstraksi

10
dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan
dalam jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik (Simanjuntak, 2008).
Fraksinasi adalah teknik pemisahan dan pengelompokan kandungan
kimia ekstrak berdasarkan kepolaran yang biasanya dilakukan setelah proses
ekstraksi. Fraksinasi menggunakan 2 pelarut yang tidak bercampur dan
senyawa akan terpisah menurut kepolarannya berdasarkan prinsip Like
Dissolve Like (Hawkins dan Rahn, 1997). Fraksinasi mempunyai beberapa
jenis metode, diantaranya yaitu ekstraksi cair-cair, kromatografi cair vakum
(KCV), kromatografi kolom (KK), size-exclusion chromatography (SEC),
dan solid-phase extraction (SPE) (Mukhriani, 2014). Ekstraksi sendiri dibagi
menjadi 2 yaitu ekstraksi cair-cair pada campuran sediaan cair dan ekstraksi
padat-cair pada campuran padat. Sedangkan kromatografi cair vakum (KCV)
adalah metode kromatografi kolom yang dilakukan dengan pengurangan
tekanan, sehingga proses kromatografi dapat berjalan lebih cepat dari
kromatografi konvensional dengan adanya penghisapan pompa vakum.
(Furniss, et al., 1989).
Untuk dapat memastikan ekstrak yang dihasilkan murni, maka perlu
dilakukan pemurnian. Salah satu teknik pemurnian yang dapat dilakukan
adalah kromatografi. Teknik kromatografi dibagi menjadi beberapa cara,
diantaranya kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom, kromatografi cair
kinerja tinggi dan kromatografi gas. Kromatografi adalah suatu proses untuk
memisahkan analit dalam sampel terdistribusi antara 2 fase, yaitu fase diam
dan gerak. Fase diam umumnya berupa padatan molekul kecil atau cairan
yang dilapiskan ke pendukung padat, sedangkan fase gerak dapat berupa
cairan atau gas. Pemisahan pada KLT berlangsung dengan prinsip adsorpsi
dan partisi. Dimana untuk dapat mencapai pemisahan yang berhasil perlu
diperhatikan faktor-faktor sistem adsorpsi dan partisi dari kedua fase
(Rohman, 2007).
Salah satu metode yang dapat digunakan dengan mudah dan
menghasilkan resolusi yang akurat adalah KLT dua arah. KLT dua arah
adalah metode pemisahan yang dapat meningkatkan resolusi sampel saat
komponen solut memiliki nilai Rf yang hampir serupa. Dalam metode ini,
digunakan dua fase gerak yang berbeda polaritasnya secara berurutan pada

11
satu campuran sehingga memungkinkan pemisahan beberapa komponen
analit dengan polaritas yang sama. Selain itu juga, dapat diketahui apakah
dari senyawa ini memungkinkan untuk mengalami dekomposisi atau
penguraian. Apabila tidak terdekomposisi maka akan muncul bercak yang
berada di jalur penotolan, sedangkan apabila terdekomposisi, akan muncul
bercak tambahan (Rohman, 2009).

I.2 Rumusan Masalah


I.2.1 Bagaimana tahapan isolasi senyawa andrografolid dari ekstrak
metanol daun sambiloto (Andrographis paniculata Ness) tersebut?

I.3 Maksud dan Tujuan


I.3.1 Mahasiswa dapat mengetahui berbagai tahapan dalam mengisolasi
andrografolid dari ekstrak metanol dari daun sambiloto (Andrographis
paniculata Nees)

I.4 Manfaat
I.4.1 Manfaat yang bisa didapatkan dari pelaksanaan praktikum ini adalah
mahasiswa mampu mengisolasi suatu senyawa dari tumbuhan
Andrographis paniculata (Burm,f.) Wall. ex Nees. dimulai dari
menganalisis kandungan metabolit sekunder, pembuatan ekstrak
etanol daun sambiloto, fraksinasi, hingga isolasi senyawa
andrografolid yang ada pada daun sambiloto (Andrographis
paniculata (Burm.f.) Wall. ex Nees).

12
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Botani
II.1.1 Klasifikasi Tanaman
Berikut adalah klasifikasi tanaman sambiloto (Andrographis
paniculata Nees.)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Asteridae
Ordo : Scrophulariales
Familia : Acanthaceae
Genus : Andrographis
Spesies : Andrographis paniculata (Bum. f.) Wall. ex Nees.

Gambar 2.1 Tanaman Herba Sambiloto


(Plantamor, 2021).
II.1.2 Nama Daerah
Sambiloto atau tanaman yang dikenal dengan nama Chuan Xin
Lian, ditemukan pertama kali di daerah Asia Selatan dan Tenggara,
seperti Indonesia, China, Sri Lanka, India, dan Malaysia . Sejak dulu,
tanaman ini telah digunakan untuk obat tradisional Tiongkok, yang

13
dapat menjaga hati, menstabilkan kadar kolesterol dan gula darah
dalam tubuh sehingga telah diakui dan tertulis dalam Chinese
Pharmacopoeia. Di Indonesia sambiloto memiliki sebutan yang
berbeda-beda di setiap daerah, biasa dikenal dengan nama bidara,
sandilata, takila, ampadu tanah, pepaitan, dan jika di Aceh masyarakat
menyebutnya “Shirathal Mustaqim”. Sedangkan, di India sambiloto
dikenal dengan nama Kalmegh (Yusron, et al., 2005).

II.1.3 Habitat
Sambiloto termasuk dalam kelompok tanaman perdu yang
tumbuh di berbagai habitat, seperti pinggiran sawah, kebun, atau
hutan. Cocok ditanam pada tipe tanah ringan (berpasir), sedang
(lempung), dan berat (lempung). Selain itu, sambiloto dapat tumbuh
di berbagai jenis tanah, baik tanah lembab maupun tanah kering. Oleh
karena itu, ia bisa hidup di tanah yang miskin nutrisi. Sambiloto hidup
pada pH tanah yang asam, netral, dan basa. Bahkan, dapat tumbuh di
tanah yang sangat asam dan sangat basa. Di Australia bunga dan buah
dapat terlihat antara bulan November sampai Juni, sedangkan di
Indonesia bisa ditemukan sepanjang tahun (Yusron, et al., 2005).
II.1.4 Morfologi
II.1.4.1 Akar
Sambiloto memiliki akar tunggang berwarna
putih kecoklatan (Widyawati, 2007).
II.1.4.2 Batang
Bentuk batang Sambiloto yaitu batang bulat, segi
empat, dan memiliki banyak cabang (monopodial)
(Widyawati, 2007).
II.1.4.3 Daun
Daun sambiloto berwarna hijau, daun saling
berhadapan, berbentuk lanset atau seperti pedang,
ujung daun runcing, tepi rata, tangkainya pendek.
Panjang daun sekitar 2-8 cm dan lebar 1-3 cm.
Permukaan atas daun berwarna hijau tua dan
permukaan bawahnya berwarna hijau muda

14
Gambar 2.2 Daun Herba Sambiloto
(Prapanza dan Marianto, 2003).
II.1.4.4 Bunga
Sambiloto memiliki bunga
berwarna putih keunguan,
berbentuk jorong (bulan panjang)
dengan pangkal dan ujungnya
yang lancip (Widyawati, 2007).

Gambar 2.3 Bunga Herba Sambiloto

II.1.4.5 Buah
Ciri khas tumbuhan subkelas Asteridae dan
Ordo Scrophulariales ini memiliki buah dengan
panjang sekitar 1,5 cm hingga 2 cm, setiap buah terdiri
dari dua rongga. Setiap rongga berisi 3-7 biji kecil 13
berwarna coklat muda yang berbentuk gepeng
(Prapanza dan Marianto, 2003).

II.1.5 Makroskopik
Berdasarkan literatur Farmakope Herbal Indonesia Edisi
Pertama Pemeriksaan makroskopik Simplisia Herba Sambiloto, antara
lain campuran daun, batang, bunga dan buah kering berwarna hijau,
tidak berbau, berasa sangat pahit, batang tidak berambut, tebal 2-6
mm, berbentuk persegi empat, batang bagian atas seringkali dengan
sudut agak berusuk. Daun bersilang berhadapan, umumnya terlepas

15
dari batang, bentuk lanset sampai bentuk lidah tombak, rapuh, tipis,
tidak berambut, pangkal daun runcing, ujung meruncing, tepi daun
rata. Permukaan alas berwarna hijau tua atau hijau kecoklatan,
permukaan bawah berwarna hijau pucat. Tangkai daun pendek. Buah
berbentuk jorong, pangkal dan ujung tajam, kadang-kadang pecah
secara membujur. Permukaan luar kulit buah berwarna hijau tua
hingga hijau kecoklatan, permukaan dalam berwarna putih atau putih
kelabu. Biji agak keras, permukaan luar berwarna coklat muda dengan
tonjolan (Depkes RI, 2008).

II.1.6 Mikroskopik
Berdasarkan literatur Farmakope Herbal Indonesia Edisi
Pertama, pemeriksaan mikroskopik simplisia herba sambiloto
memiliki ciri fragmen pengenal, di antaranya terlihat bagian
epidermis bawah dengan stomata dan sisik kelenjar, epidermis atas,
epidermis atas dengan sistolit, rambut penutup, berkas pengangkut,
kelopak bunga dengan tonjolan papila (Depkes RI, 2008).

II.2 Tinjauan Kimia

Gambar 2.4 Struktur kimia senyawa target Andrografolid

Andrographis paniculata Nees telah dianalisis memiliki kandungan


senyawa bioaktif lebih dari 20 diterpenoid dan 10 flavonoid. Metabolit
sekunder yang dilaporkan berada di sambiloto, antara lain polifenol, alkaloid,
tanin, dan saponin (Chao dan Lin, 2010).

Diterpenoid dalam tanaman sambiloto, seperti andrografolid, 14


deoksiandrografolid, neoandrografolid,
14-deoksi-11-12-didehidroandrografid, dan isoandrografolid. Flavonoid

16
utama dalam tanaman sambiloto diantaranya 5-
hidroksi-7,8-dimetoksiflavon, 5-hidroksi-7,8-dimetoksiflavon,
5-hidroksi7,8,2’,5’-tetrametoksi flavon, 5-hidroksi-7,8,2’,3’-tetrametoksi
flavon, 7-Ometilwogonin, dan 2’-metileter. Andrografolid (C20H30O5)
merupakan senyawa penyusun utama dan merupakan diterpenoid mayoritas
pada tanaman sambiloto. Andrografolid dalam sambiloto memiliki rasa yang
pahit, berjumlah sekitar 4% pada tumbuhan kering, 0,8-1,2 % dalam akar dan
0,5-6% dalam daun, Andrografolid bermanfaat sebagai penurun kadar gula
darah, trigliserida dan LDL, antioksidan, antiinflamasi, dan analgesik
(Warditiani, et al., 2014; Anggraito, et.al., 2018).

II.2.1 Biosintesis Andrografolid

Alur Biosintesis Andrografolid (Gambar 2.5)


Proses sintesis diterpenoid didapatkan melalui jalur MVA
sitosol dan jalur metileritritol fosfat (MEP) di plastid. Jalur MEP
mengubah substrat Asam piruvat menjadi G3P menjadi isopentenil
difosfat (IPP), sedangkan jalur MEV mengubah Acetyl Co-A menjadi

17
dimethylallyl diphosphate (DMAPP) dan ditransfer ke jalur MEP
menjadi isopentenil difosfat (IPP) oleh enzim
Isopentenyl-diphosphate deltaisomerase dan dilanjutkan dengan Jalur
Ent-LRD pathway menjadi senyawa Andrographolide (Garg, et al.,
2015).
II.3 Tinjauan Farmakologi
II.3.1 Uji Empiris
Sambiloto telah diteliti secara empiris dapat menurunkan kadar
kolesterol dalam darah dan digunakan sebagai obat demam (Ibrahim,
dkk., 2014 ; Manoi, 2015).
II.3.2 Uji Pra-Klinis
Pada penelitian yang dilakukan Pradini dan Dian pada tahun
2017 didapatkan dosis optimal kombinasi ekstrak etanol daun stevia
dan ekstrak etanol daun sambiloto yang mampu menurunkan
kadar LPO pada tikus Diabetes Melitus yang diinduksi adalah dosis
75 mg/ kg BB : 5,12 mg/ kg BB dan dosis untuk manusia
sebesar 840 mg : 57, 3 mg. Pada buku Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat yang diterbitkan Departemen Kesehatan RI
tahun 2010 pun dinyatakan untuk mendapatkan efek anti radang
dilakukan pengujian menggunakan mencit dengan infus daun
sambiloto 51,4 mg/100 g BB, secara oral dapat meningkatkan efek
anti radang.
II.3.3 Uji Klinis
Dinyatakan dalam review yang dilakukan oleh Jayakumar,
Hsieh, Lee, dan Sheu pada tahun 2013 bahwa dari bukti beberapa
studi klinis yang menyatakan Andrographis paniculata meredakan
gejala HIV, meredakan infeksi saluran pernafasan atas (sinusitis dan
flu biasa), dan membantu mengatasi rheumatoid arthritis.

18
II.4 Tinjauan Metode Pemisahan (Ekstraksi, Fraksinasi, Subfraksinasi)
II.4.1 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan metode pemisahan zat berdasarkan
perbedaan kelarutan antara dua cairan berbeda yang tidak saling
bercampur (Leba, 2017). Salah satu faktor yang mempengaruhi
ekstraksi adalah pemilihan pelarut. Beberapa hal yang harus
diperhatikan antara lain kelarutan, massa jenis, reaktivitas, titik didih,
kemampuan untuk tidak bercampur satu sama lain, dan selektivitas
antara pelarut dengan bahan yang akan diekstraksi. Dari perspektif
penggunaan pelarut, metode ekstraksi meliputi metode berbasis
pelarut, seperti perendaman, perkolasi, ekstraksi Soxhlet, refluks,
infus, asam kaprat dan destruksi, serta metode ekstraksi bebas pelarut,
seperti distilasi uap, yang berbasis uap. Tunjukkan perbedaannya
untuk memisahkan. Ada beberapa metode ekstraksi lainnya, seperti
ekstraksi karbon dioksida superkritis, ekstraksi ultrasonik dan
ekstraksi energi listrik. (Mukhriani, 2014).

II.4.2 Fraksinasi
Fraksinasi adalah proses pemisahan senyawa berdasarkan
tingkat kepolarannya. Ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan
senyawa sesuai dengan jenis tanaman. Fraksinasi biasanya dilakukan
setelah proses ekstraksi. Salah satu metode fraksinasi yang umum
digunakan adalah dengan menggunakan corong pemisah untuk
memisahkan senyawa yang terkandung (Nurika dan Suhartini, 2019).

Ekstraksi cair-cair atau disebut juga ekstraksi pelarut adalah


metode fraksinasi cairan dengan cara mengocok dua larutan dalam
corong pemisah selama beberapa menit. Ekstraksi cair-cair
merupakan proses pemisahan fasa cair dengan menggunakan
perbedaan kelarutan zat terlarut untuk dipisahkan antara larutan asli
dan ekstraksi pelarut (solvent). Beberapa kelebihan dari metode ini
adalah dapat dioperasikan dalam kondisi dalam ruangan, sistem yang
sensitif terhadap suhu dapat dipisahkan, dan kebutuhan energinya
relatif kecil (Mirwan, 2013).

19
II.4.3 Subfraksinasi
Subfraksi merupakan pemisahan senyawa aktif yang
terkandung dalam fraksi yang selanjutnya dianalisis menggunakan
kromatografi lapis tipis (Yadnya-Putra, et al., 2019).

II.5 Tinjauan Metode Kromatografi Lapis Tipis 2 Arah dan 3 Eluen


KLT dua arah adalah salah satu metode pemisahan yang
memungkinkan penggunaan fase diam yang lebih luas untuk memisahkan
senyawa campuran dengan komponen yang banyak sekaligus. Dalam metode
ini, digunakan dua pelarut yang memiliki polaritas yang berbeda, sehingga
memungkinkan untuk memisahkan campuran komponen dengan kepolaran
yang berbeda. Cara melakukan KLT dua arah adalah dengan menotolkan
ekstrak dan mengelusi seperti pada KLT normal. Kemudian diputar 90o untuk
pengembangan yang kedua (Gibbons, 2006). Dengan menggunakan KLT dua
arah dapat meningkatkan resolusi sampel ketika komponen solut memiliki
karakteristik kimia dan nilai Rf yang hampir serupa (Rohman, 2009).

KLT multi eluen adalah metode KLT yang menggunakan fase gerak
yang berbeda untuk meningkatkan pemisahan analit berdasarkan polaritas
yang berbeda. Metode ini dilakukan dengan cara mengelusi plat KLT dengan
pengembang tunggal dan jika sudah, angkat kromatogram dari chamber,
keringkan dan diamkan 5 - 10 menit. Kromatogram tersebut kemudian
dielusikan kembali, dapat menggunakan pelarut segar yang sama ataupun
dengan pelarut yang berbeda dengan arah yang sama. Penggunaan pelarut
yang berbeda dapat dilakukan bertahap berdasarkan tingkat kepolarannya
dari yang non polar ke polar ataupun sebaliknya, proses ini dilakukan
berulang untuk meningkatkan resolusi dengan nilai Rf dibawah 0,5 (Cazes,
2004)

20
III. METODE PRAKTIKUM
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat (Tabel 3.1)
III.1.1.1. Bejana dan III.1.1.2. Beaker Glass III.1.1.3. Cawan
rak penyangga Penguap

III.1.1.4. Corong Pisah III.1.1.5. Kapas III.1.1.6. Kertas Saring

III.1.1.7. Kondensor III.1.1.8. Labu Alas III.1.1.9. Plat Silika

Bundar Gel

III.1.1.10. Penangas Air III.1.1.11. Pipa Kapiler III.1.1.12. Pipet tetes

III.1.1.13. Rak Tabung III.1.1.14. Refluks Ring III.1.1.15. Rotavapor


Reaksi

21
III.1.1.16. Sinar UV III.1.1.17. Spatula III.1.1.18. Statif dan
Klem

III.1.1.19. Tabung III.1.1.11. Timbangan


Reaksi Analitik

III.1.2 Bahan
III.1.2.1 Amil alkohol III.1.2.14 KOH 5%
III.1.2.2 Amonia 10% III.1.2.15 Metanol
III.1.2.3 Andrografolid III.1.2.16 NH4OH 10%
0,1% III.1.2.17 N-Heksan
III.1.2.4 Aquadest III.1.2.18 Pereaksi
III.1.2.5 Ekstrak kental Dragendorff
Herba III.1.2.19 Pereaksi
Sambiloto Liebermann
III.1.2.6 Etanol Burchard
III.1.2.7 Eter III.1.2.20 Pereaksi
III.1.2.8 Etil asetat P Mayer
III.1.2.9 FeCl3 1% III.1.2.21 Serbuk Mg
III.1.2.10 Gelatin 1% III.1.2.22 Serbuk
III.1.2.11 H2SO4 pekat simplisia Herba
III.1.2.12 HCl 2N Sambiloto
III.1.2.13 Kloroform III.1.2.23 Vanilin 10%

22
III.2 Tahapan Praktikum
III.2.1 Penapisan Fitokimia
a. Alkaloid
Simplisia dibasakan dengan amonia encer, digerus
dalam mortar. Kemudian, ditambahkan beberapa milliliter
kloroform sambil terus digerus. Setelah disaring, filtrat
dikocok dengan asam klorida 2 N. Lapisan asam dipisahkan
kemudian dibagi menjadi tiga bagian:
- Bagian pertama digunakan sebagai blanko
- Bagian kedua ditetesi dengan larutan pereaksi Mayer,
lalu diamati ada atau tidaknya endapan berwarna putih
- Bagian ketiga ditetesi dengan larutan pereaksi
Dragendorf, lalu diamati ada atau tidaknya endapan
jingga coklat

b. Senyawa Polifenol
Simplisia digerus dan dipanaskan dengan air di atas
penangas air, lalu disaring panas-panas. Sebagian kecil filtrat
ditetesi larutan besi (III) klorida. Adanya endapan putih
menunjukkan bahwa dalam simplisia terdapat tanin.
Terbentuknya warna biru-hitam menunjukkan adanya tanin dan
polifenol alam.

c. Tanin
Simplisia digerus dan dipanaskan dengan air di atas
penangas air, lalu disaring panas-panas. Sebagian kecil filtrat
diuji ulang dengan penambahan larutan gelatin 1%. Adanya
endapan putih menunjukkan bahwa dalam simplisia terdapat
tanin.

d. Flavonoid
Senyawa dipanaskan dengan campuran logam
magnesium dan Asam klorida 5 N, lalu disaring. Adanya
flavonoid akan menyebabkan filtrat berwarna merah yang dapat

23
ditarik oleh amil alkohol. Untuk lebih memudahkan
pengamatan sebaiknya digunakan percobaan blanko.

e. Monoterpen dan Seskuiterpen


Simplisia disari dengan eter, lalu sari eter diuapkan
hingga kering. Pada residu, diteteskan pereaksi
anisaldehid-asam sulfat atau pereaksi vanillin-sulfat dari
pinggir cawan. Terbentuknya warna-warna menunjukkan
adanya senyawa monoterpenoid dan seskuiterpenoid.

f. Steroid dan Triterpen 


Simplisia disari dengan eter, lalu sari eter diuapkan
hingga kering. Pada residu, diteteskan pereaksi
Liebermann-Burchard. Terbentuknya warna ungu menunjukkan
bahwa dalam simplisia mengandung senyawa kelompok
triterpenoid, sedangkan bila terbentuk warna biru-hijau
menunjukkan adanya senyawa kelompok steroid.

g. Kuinon
Simplisia digerus dan dipanaskan dengan air, lalu
disaring. Kemudian, filtrat ditetesi dengan larutan NaOH.
Terbentuknya warna kuning hingga merah menunjukkan
adanya senyawa kelompok kuinon.

h. Saponin
Di atas tangas air, dalam tabung reaksi, simplisia
dicampur dengan air dan dipanaskan beberapa saat, lalu
disaring. Setelah dingin, filtrat dalam tabung reaksi dikocok
kuat-kuat selama lebih kurang 30 detik. Pembentukan busa
sekurang-kurangnya setinggi 1 cm dan persisten selama
beberapa menit serta tidak hilang setelah penambahan 1 tetes
asam klorida encer menunjukkan bahwa dalam simplisia
terdapat saponin.

24
i. Kumarin 
Simplisia diekstraksi dengan etanol, kemudian uapkan
etanol hingga tersisa residu. Residu dilarutkan dengan air
distilasi panas sebanyak 1-2 mL. Kemudian, dibagi menjadi 2
bagian, satu bagian ditambahkan 0,5 mL NH4OH 10%.
Selanjutnya, masing-masing bagian ditotolkan pada kertas
saring dan diamati pada sinar UV 366 nm. Adanya flourosensi
berwarna kebiruan yang intens mengindikasikan adanya
senyawa kumarin.

III.2.2 Ekstraksi Simplisia Daun Sambiloto dengan Metode Refluks


200 g simplisia dimasukkan ke dalam labu alas bulat,
ditambahkan pelarut metanol sebanyak 350 mL. Kemudian,
kondensor dipasangkan dengan alat refluks dan nyalakan heating
mantle hingga suhu titik didih pelarut. Ekstraksi dilakukan selama
1-2 jam dan dilakukan penggantian pelarut satu kali. Ekstrak yang
diperoleh dipekatkan dengan rotavapor hingga menjadi ekstrak kental.
Pengulangan dilakukan hingga 5 kali (hingga total 1 kg).

III.2.3 Pemeriksaan Parameter Ekstrak


a. Organoleptik Ekstrak
Organoleptik diperiksa dengan panca indera untuk
diketahui kualitas ekstrak. Pemeriksaan dilakukan pada bentuk,
warna, bau, dan rasa dari ekstrak yang diperoleh.

b. Rendemen Ekstrak
Pemeriksaan rendemen ekstrak dilakukan dengan
penguapan sejumlah ekstrak kental dalam cawan penguap
diatas penangas air dengan suhu 40o-50oC sampai bobot tetap.
Berat ekstrak ditentukan setelah diuapkan dengan
mengurangkan bobot cawan kosong, lalu hitung rendemen
ekstrak (% b/b) menggunakan rumus :

25
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 (%) = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎
𝑥100

c. Pola Kromatogram Tipis


Pelat silika yang telah dipotong sesuai dengan ukuran
tertentu disiapkan kemudian ditotolkan ekstrak cair pada garis
awal dengan pipa kapiler, diamkan beberapa saat hingga pelarut
menguap. Pelat silika kemudian dimasukkan ke dalam bejana
kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhkan dengan cairan
pengembang. Diamkan beberapa saat hingga cairan
pengembang sampai ke garis batas atas. Kemudian lakukan
pengamatan pada pola kromatogram dibawah lampu UV 254
dan 366 nm. Hitung nilai Rf dari setiap bercak yang teramati.
Bercak yang tidak tampak dengan jelas dapat diberikan
penampak bercak berupa asam sulfat 10% dalam metanol.

d. Pola Dinamolisis
⅓ Ekstrak cair dituang ke dalam cawan petri, kemudian
ditutup dengan kertas saring bersumbu vertikal yang
menghubungkan cairan ekstrak dengan kertas saring. Diamkan
selama kurang lebih 10 menit sampai dihasilkan noda pada
kertas saring.

III.2.4 Fraksinasi Ekstrak


Ekstraksi Cair - Cair (ECC)
Ekstrak yang diperoleh dari hasil proses ekstraksi vaporisasi
diambil sebanyak 500 mL lalu dimasukkan ke dalam corong pisah
dan ditambahkan pelarut n-heksan sebanyak 500 mL dan kemudian
didiamkan sebentar. Setelah itu dimulakan proses pengocokan dengan
kecepatan yang konstan. sesekali dibuka keran untuk membuang
udara dari dalam corong pisah, lalu diteruskan lagi pengocokan untuk
beberapa ketika. Setelah dilakukan pengocokan, didiamkan corong
pisah selama 10 hingga 15 menit sehingga kelihatan kedua pelarut
terpisah sempurna. Kemudian proses ini diulang lagi dengan langkah

26
yang sama sehingga diperoleh fraksi n-heksan yang hampir tidak
berwarna. Setelah didapatkan kedua-dua fraksi, dipisahkan fraksi air
dan fraksi n-heksan ke dalam wadah yang berbeda.
Pada fraksi air, ditambahkan sebanyak 500 mL pelarut etil
asetat dan dilakukan proses pengocokan seperti langkah diatas
sehingga didapatkan kedua pelarut terpisah sempurna. Kemudian
dikeluarkan kedua fraksi dari dalam carong dan dipisahkan dalam
wadah berbeda yaitu fraksi air dan fraksi etil asetat. Seterusnya
diuapkan ketika-tiga fraksi tadi yaitu fraksi n-heksan, fraksi etil asetat
dan fraksi air kemudian dihitung rendemen masing-masing fraksi
yang telah diuapkan.

Analisis Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak dan Fraksi – Fraksi


Dibuat larutan uji berkonsentrasi 5% dengan menggunakan
ekstrak kental yang diperoleh dari vaporisasi ditimbang sebanyak 1
gram lalu dilarutkan di dalam 20 mL pelarut etanol P. Di samping itu,
dibuat juga larutan pembanding berkonsentrasi 0.1% dengan diambil
ekstrak baku andrografolid dan ditimbang sebanyak 0.02 gram dan
dilarutkan di dalam 20 mL pelarut etanol P. Kemudian, kedua larutan
uji dan pembanding yang dibuat itu ditotolkan pada plat silika gel 60
F254 yang telah siap digaris atas dan bawahnya. Plat silika kemudian
dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang sebelumnya bejana
dijenuhkan dahulu dengan fase gerak n-heksan P dan etil asetat P (2:
3: 1). Silika gel dibiarkan hingga terelusi sempurna atau saat fase
geraknya sampai ke batas atas dan dideteksi noda hasil KLT pada
sinar UV 254 nm. Setelah selesai, dihitung nilai Rfnya.

Kromatografi Kolom KCV


Pertama sekali, dilakukan pengisian kolom KCV dengan silika
menggunakan metode pengepakan kering. Sebanyak 50 gram silika
gel dimasukkan ke dalam kolom, sehingga setengah dari tinggi kolom
terisi dengan silika gel. Kemudian, vakum dijalankan dan permukaan
silika gel ditekan dengan menggunakan batang pengaduk yang
bersalut sehingga menjadi rapat dan padat. Seterusnya, dimasukkan

27
pelarut yang tingkat kepolarannya paling rendah yaitu pelarut
n-heksan untuk percobaan apakah kolom telah pun ter-packing
sempurna. Jika kolom sudah ter-packing sempurna, pelarut tersebut
akan turun secara merata di sisi manapun dari kolom.
Ditimbang ekstrak sebanyak 2 gram lalu dicampurkan dengan
silika yang memiliki diameter yang lebih kasar (berukuran 0.2 - 0.5
mm) dengan berat yang sama dengan ekstrak (1:1). Kemudian silika
gel yang tersalut ekstrak tersebut diaduk rata menggunakan spatula
hingga homogen kemudian diangin-anginkan beberapa saat agar
campuran silika gel dan ekstrak yang akan dimasukkan ke dalam
kolom dalam keadaan kering. Setelah itu, campuran ekstrak dan silika
gel dimasukkan ke dalam kolom dan diratakan dan kemudiannya
dilapisi dengan kertas saring. Eluen dituangkan sebanyak 50-100 mL
ke atas permukaan kolom, dan vakum dijalankan hingga pelarut
mengelusi komponen kimia yang di dalam kolom. Eluen yang
digunakan memiliki kepolaran yang bertingkat dimulai dengan yang
paling non-polar, diikuti dengan kombinasi -heksan dan etil asetat,
dimana rasio etil asetat dibuat semakin tinggi sehingga dapat
mengelusi semua komponen kimia dalam ekstrak secara bertahap.
Hasil fraksinasi ditampung ke dalam botol 150 mL kemudian
dianalisis dengan lebih lanjut menggunakan KLT.

Pemurnian Fraksi dengan Kromatografi Kolom


Dibuat larutan pengelusi terlebih dahulu dengan perbandingan
yang bersesuaian yang telah ditetapkan. Disiapkan kolom
kromatografi yang berdiameter 1 cm lalu dimasukkan kapas ke bagian
alasnya. Setelah itu, dimasukkan eluen ke dalam kolom kromatografi
kira-kira 10 cm tingginya. Perlu ditimbang penjerap silika gel
(katalog 1.07734, diameter 0,063-0,2 mm, atau 70-230 mesh) secara
seksama dengan jumlah sekitar 20 kali massa cuplikan yang akan
dipisahkan. Kemudian dicampurkan silika dengan eluen secukupnya
sehingga terhasil bubur silika yang homogen. Bubur silika tersebut
kemudiannya dituangkan ke dalam kolom dengan perlahan dan
berhati-hati tetapi tidak terputus sambil kolom itu diketuk-ketuk agar

28
penjerapnya mampat. Eluen yang berlebihan kemudiannya
dikeluarkan dengan membuka keran kolom. Perlu diberi perhatian
dan diperhatikan kemampatan penjerap agar tidak terbentuk rongga
udara di dalam kolom. Seterusnya, kolom dielusikan dengan larutan
pengelusi sehingga diperoleh kolom yang stabil. Ditimbang terlebih
dahulu cuplikan yang akan dipisahkan dengan ditimbang sebanyak
1/20 atau 5% dari berat silika lalu dimasukkan ke dalam kolom
dengan cara kering. Cara kering dilakukan dengan dikeringkan
cuplikan dengan sedikit silika impreg (katalog 1.07734, diameter
0,063-0,2 mm) lalu digerus sampai homogen. Seterusnya,
dimasukkan sampel dengan berhati-hati ke atas penjerap sehingga
terbentuk satu lapisan tipis yang merata lalu, dilakukan proses elusi
dengan perlahan sehingga terjadi pemisahan yang baik dan terbentuk
pita-pita dalam kolom. Setiap 5 mL eluat ditampung dalam vial dan
seterusnya dilakukan evaluasi fraksi atau isolat dengan instrumen
KLT.

Pemurnian Fraksi dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif


Terlebih dahulu perlu disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
termasuk plat KLT preparatif yang berukuran 20 x 20 cm, fraksi yang
akan dimurnikan, eluen etil asetat dan n-heksan (4:6), dan bejana
kromatografi yang telah siap dijenuhkan dengan eluen. Fraksi uji
yang di dalam wadah perlu dilarutkan terlebih dahulu dengan sedikit
pelarut. Kemudian, fraksi yang telah dilarutkan tadi ditotolkan pada
plat KLT preparatif dengan bantuan alat pipa kapiler dan proses
penotolan perlulah dilakukan secara berterusan hingga membentuk
satu garisan lurus. Seluruh larutan fraksi yang telah dilarutkan
kemudian ditotolkan sampai habis. Lalu, senyawa baku juga
ditotolkan ke atas plat KLT pada posisi berlawanan di paling ujung.
Sebelum dielusi, plat KLT tersebut dilihat dulu di bawah sinar lampu
UV dengan panjang gelombang 365 nm.
Dengan berhati-hati, dimasukkan plat KLT ke dalam bejana
kromatografi, lalu bejana ditutup dengan rapat. Apabila plat sudah
terelusi dengan sempurna atau menyeluruh, hasil pengembangan

29
diamati dibawah pancaran lampu UV pada panjang gelombang 254
nm dan 365 nm. Bagian pita senyawa target pada silika kemudian
dikerok menggunakan spatula dan kemudian dilarutkan dengan
pelarut yang bersesuaian. Selanjutnya, silika dipisahkan dari senyawa
target melalui penyaringan menggunakan corong yang dilapisi dengan
kertas saring.

Pengujian Kemurnian Isolat dengan Kromatografi Lapis Tipis


Dua Arah
Disiapkan plat KLT lalu isolat andrografolid ditotolkan dengan
menggunakan pipa kapiler pada bagian ujung bawah plat KLT.
Disiapkan bejana yang dijenuhkan terlebih dahulu sebelumnya
dengan bahan pengembang yaitu larutan n-heksan dan etil asetat
dengan perbandingan larutan 5:5. Seterusnya plat KLT dimasukkan ke
dalam bejana KLT dengan berhati-hati dan dikembangkan sehingga
mencapai tanda batas atas.
Hasil dari proses pengembangan tadi kemudiannya diobservasi
dan diamati di bawah pancaran UV pada panjang gelombang 254 nm
dan 365 nm. Plat KLT kemudian dikeringkan dahulu sebelum kembali
dikembangkan sekali lagi dengan menggunakan larutan pengembang
yang kedua yaitu pelarut kloroform dan metanol pada perbandingan
8: 2. Plat KLT diputarkan 90 derajat ke arah lawan jam lalu
dimasukkan ke dalam bejana, dan di kembangkan sehingga sempurna
atau sampai tanda garis batas. Hasil dari proses pengembangan ini
kemudiannya diamati di bawah pancaran sinar UV pada panjang
gelombang yang sama yaitu 254 nm dan 265 nm.

Pengujian Kemurnian Isolat dengan Kromatografi Lapis Tipis


Sistem 3 Pengembang
Plat silika gel disiapkan terlebih dahulu dengan masing-masing
berukuran yang sesuai untuk proses penotolan isolat sekitar 1-2 cm.
Isolat kemudian ditotolkan pada plat silika masing-masing.
Selanjutnya, bejana harus dijenuhkan terlebih dahulu dengan eluen
yang berbeda-beda sebelum prosedur bermula. Eluen yang digunakan

30
adalah berbeda-beda yaitu polar, semi-polar dan non-polar. Setelah
preparasi alat dan bahan sudah siap, dilakukan elusi plat silika KLT di
dalam bejana hingga tanda batas. Kemudian, dikeringkan plat tersebut
dan dicek spot isolat hasil dari proses elusi di bawah sinaran lampu
UV atau bisa juga dilakukan dengan metode penyemprotan reagen
penampak bercak agar spot dapat diamati dengan lebih jelas.

31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil dan Pembahasan Praktikum
Herba sambiloto merupakan salah satu jenis tanaman obat yang
diketahui memiliki banyak aktivitas farmakologis, salah satunya yaitu
sebagai antimikroba. Sambiloto atau Andrographis paniculata memiliki
komponen utama berupa andrographolide yang merupakan salah satu
senyawa metabolit sekunder golongan terpenoid. Pada modul pertama ini,
dilakukan isolasi terhadap andrografolid.
Isolasi merupakan proses pemisahan suatu senyawa bahan alam dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Pada isolasi senyawa andrografolid yang
merupakan golongan terpenoid, terdapat perbedaan reaksi antara senyawa
golongan monoterpenoid dan seskuiterpenoid dengan triterpenoid. Namun,
triterpenoid memiliki kesamaan pereaksi dan prosedur isolasi steroid. Hal
yang membedakan hasil dari kedua isolasi tersebut adalah hasil akhir
perubahan warna yang terjadi.
Monoterpenoid dan seskuiterpenoid diisolasi dengan menggerus halus
1 gram simplisia kemudian dilakukan sari menggunakan pelarut eter,
penggunaan pelarut eter ini berfungsi untuk menarik senyawa-senyawa yang
memiliki kepolaran yang sama sehingga senyawa tersebut akan berpartisi ke
larutan eter. Kemudian dilakukan penguapan untuk menguapkan pelarut
sehingga didapatkan residu berisi senyawa target. Residu tersebut diberikan
pereaksi anisaldehid-asam sulfat untuk mengidentifikasi senyawa
monoterpenoid dan pereaksi vanilin-sulfat untuk senyawa seskuiterpenoid.
Hasil positif ditunjukkan dengan adanya pembentukkan warna-warna dari
residu yang diberikan pereaksi.
Pada isolasi senyawa triterpenoid, prosedur yang dilakukan pertama
yaitu menggerus halus 1 gram simplisia lalu dilakukan sari menggunakan
pelarut eter. Hal ini dilakukan berdasarkan prinsip yang sama dengan isolasi
senyawa monoterpenoid dan seskuiterpenoid. Setelah itu dilakukan
penguapan dan didapatkan residu. Pada isolasi senyawa triterpenoid pereaksi
yang digunakan adalah pereaksi Lieberman-Burchard. Prinsip dasar dari
pereaksi Lieberman-Burchard pada senyawa triterpenoid yaitu senyawa
triterpenoid akan mengalami dehidrasi dengan dilakukannya penambahan
asam kuat sehingga akan terbentuk garam dan memberikan sejumlah reaksi

32
warna. Hasil positif dari senyawa triterpenoid ditunjukkan dengan adanya
perubahan warna menjadi ungu. Selain perubahan warna menjadi ungu,
pereaksi Lieberman-Burchard juga dapat memberikan perubahan warna
menjadi biru-hijau pada senyawa yang menunjukkan hasil positif dari steroid.
Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder yang bersifat basa, di
dalam struktur molekulnya terdapat atom Nitrogen yang pada umumnya
heterosiklik. Adanya pasangan elektron bebas pada atom nitrogen ini yang
menyebabkan alkaloid dapat membentuk kompleks yang tidak larut pada
logam-logam berat. Untuk pengujian kehadiran golongan alkaloid ini di
dalam suatu simplisia tumbuhan adalah dengan dilakukan analisis fitokimia
terhadap sampel. Bagi pengujian alkaloid, pertama sekali simplisia perlu
dibasakan dahulu dengan amonia encer, terus digerus di dalam mortir dan
kemudian ditambahkan beberapa mL pelarut kloroform sambil digerus dan
seterusnya disaring menggunakan kertas saring bagi memisahkan flitrat
dengan residunya dimana jika terdapat kandungan alkaloid, alkaloid telah
pun larut di dalam filtrat. Setelah disaring, filtrat yang telah didapatkan
dikocok dengan larutan asam klorida 2N yang bertujuan untuk membentuk
garam alkaloid sehingga lebih mudah untuk larut dalam air dan larutan
bersifat polar lainnya. Alasan dari mengapa ditambahkan larutan HCl pada
proses ekstraksi ini adalah bertujuan untuk mengoptimalkan pendistribusian
alkaloid dalam larutan HCl yang bersifat polar, yaitu sifat yang sama dengan
senyawa alkaloid. Kemudiannya, lapisan asam dipisahkan menjadi 3 bagian.
Bagian pertama sampel digunakan sebagai blanko, bagian kedua ditetesi
dengan larutan pereaksi Mayer lalu diamati jika adanya pembentukan
endapan berwarna putih. Dan bagian yang ketiga pula ditetesi dengan larutan
pereaksi Dragendorff lalu diamati jika ada atau tidaknya pembentukan
endapan berwarna jingga kecoklatan. Prinsip asas yang diamati pada reaksi
menggunakan pereaksi Mayer maupun Dragendorff ini adalah reaksi
pengendapan yang terjadi di mana ia berkait rapat dengan adanya
penggantian ligan. Namun begitu, metode reaksi ini masih terdapat
kekurangan dimana pembentukan endapan tidak hanya terjadi pada senyawa
alkaloid, ia juga bisa terjadi pada senyawa seperti kumarin, protein, hidroksi
flavon, tanin dan α-piron yang disebut sebagai reaksi positif palsu. Pada
pengujian alkaloid dengan reagen Mayer diperkirakan nitrogen pada alkaloid

33
bereaksi dengan ion K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) yang membentuk
senyawa kompleks kalium-alkaloid. Manakala pada pengujian menggunakan
reagen Dragendorff pula harus dilakukan dalam suasana asam karena garam
bismuth mudah terhidrolisis dan membentuk ion bismutil. Dalam reaksi ini,
nitrogen berfungsi dalam membentuk ikatan kovalen dengan ion K+ dari
kalium tetraiodobismutat dalam membentuk senyawa kompleks
kalium-alkaloid. Percobaan pada sampel daun sambiloto didapatkan hasil
positif mengandung senyawa alkaloid karena adanya terbentuk pengendapan
putih apabila direaksikan dengan reagen Mayer, dan juga dapat diamati
pembentukan endapan jingga kecoklatan pada reaksi dengan Dragendorff.
Flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder yang memberikan warna
pada tumbuhan. Pada pengidentifikasian senyawa flavonoid ini didasarkan
pada reaksi reduksi gugus karbonil pada lingkar d-lakton menjadi gugusan
alkohol membentuk senyawa hidroksi yang berwarna-warna tergantung pada
gugusan fungsional yang terikat pada lingkar A atau B pada senyawa dan
warna yang terjadi dapat ditarik oleh amil alkohol.

Gambar 4.1
Proses identifikasi flavonoid melibatkan penambahan sedikit serbuk
magnesium dan juga HCl dimana magnesium yang memiliki kelarutan yang
baik dalam suasana asam akan menghasilkan kation bivalent Mg2+ dan
hydrogen gas. Hadirnya gas hidrogen ini dapat diketahui dengan
menambahkan HCl pekat ke dalam larutan yang telah ditambahkan
magnesium dan akan muncul busa atau gelembung pada campuran. Ion
magnesium tersebut akan berikatan dengan senyawa flavonoid yang terdapat
dalam filtrat tumbuhan sehingga akan memberikan hasil larutan yang
berwarna. Kemudian ditambahkan pula amil alkohol dan dikocok kuat secara
kontinu dan dibiarkan hingga berlaku perpisahan. penggunaan amil alkohol
bertujuan untuk menarik senyawa flavonoid yang sebelumnya telah terbentuk
karena mempunyai sifat kelarutan atau kepolaran yang sama. Maka,
flavonoid akan mudah tertarik ke fase amil alkohol lalu terbentuk lapisan

34
berwarna kuning hingga kemerahan.

Tanin dan polifenol dikenali melalui pengenalan gugus fenol yang


dapat memberikan warna biru-hitam dengan pereaksi besi (III) klorida,
FeCl3. Penambahan FeCl3 mengindikasikan hadirnya gugus fenol dengan
dibuktikan melalui pembentukan senyawa kompleks melalui reaksi antara
gugus hidroksil pada senyawa mengandung tanin. Untuk membedakan tanin
dengan polifenol alam, digunakan sifat tanin yang dapat mengendapkan
larutan gelatin 1%. Tanin menimbulkan endapan apabila ditambahkan larutan
gelatin.
Monoterpenoid dan seskuiterpenoid adalah senyawa komponen
penyusun minyak atsiri. Reaksi identifikasi didasarkan dari kemampuannya
dalam membentuk warna-warna dengan pereaksi anisaldehid-asam sulfat atau
pereaksi vanilin-sulfat. Pada sari residu diteteskan reagen anisaldehid-asam
sulfat atau vanilin- sulfat dari pinggir cawan penguap. Sebagai bukti adanya
senyawa monoterpenoid dan seskuiterpenoid dengan terbentuknya
warna-warna setelah ditetesi pereaksi.
Senyawa kelompok steroid dan triterpenoid adalah senyawa
kelompok metabolit sekunder yang mempunyai basis struktur yang hampir
sama. Pengenalan senyawa triterpenoid dan steroid didasarkan kemampuannya
membentuk warna dengan pereaksi Liebermann Burchard yang mengandung
asam sulfat pekat dan asam asetat anhidrat. Pada pengujian senyawa steroid,
ekstrak sambiloto haruslah dalam bentuk residu karena dalam proses mereaksi
tidak boleh ada kandungan air yang mampu mengganggu proses pada reaksi.
Reaksi yang berlaku adalah asetilasi dimana akan terbentuk senyawa kompleks
asetil-steroid.
Senyawa kuinon umumnya merupakan turunan senyawa
p-benzokuinon yang dikenali dengan kemampuannya dalam membentuk
garam berwarna di antara hidrokuinon dengan larutan alkali kuat samada
NaOH maupun KOH. Warna yang ditunjukkan biasanya adalah warna kuning
hingga kemerahan.
Senyawa kumarin adalah senyawa benzo-α-pyrone dalam bentuk
lakton dari asam hidroksi sinamat yang terbentuk melalui jalur sikimat yang
memiliki cincin lakton lingkar enam dan memiliki rumus molekul C9H5O2.

35
Dari proses mengekstraksi senyawa menggunakan pelarut polar yaitu etanol
yang bersifat universal dan mudah didapatkan. Setelah itu diuapkan dan
residunya diambil lalu dilarutkan dengan air panas sekitar 1-2 mL dan
kemudiannya dibagi kepada dua bagian. Bagian yang pertama ditambah 0.5
mL amonium hidroksida 10%, NH4OH yang bertujuan untuk menetralkan
ekstrak sebelumnya yang bersifat basa. Seterusnya kedua-dua bagian
ditotolkan pada kertas saring dan diamati di bawah pancaran lampu UV pada
gelombang 366 nm. Diamati dan apabila adanya terjadi pijaran yang kuat di
bawah sinar UV, hal tersebut mengindikasikan bahwa senyawa terdapat
senyawa kumarin dan turunannya di dalam sampel.
Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan senyawa metabolit
sekunder dalam tumbuhan dengan dibantu pelarut. Ekstraksi merupakan tahap
awal pada jalur isolasi metabolit sekunder dari tumbuhan obat sebelum
dilakukan prosedur yang selanjutnya yaitu fraksinasi dan isolasi. Metode
ekstraksi terdiri atas metode yang menggunakan pelarut seperti maserasi,
perkolasi, soxhlet, refluks, infus, dekok dan digesti dan metode ekstraksi tanpa
pelarut misalnya destilasi uap yaitu pemisahan berdasarkan perbedaan titik
uap.
Metode ekstraksi sangat beragam jenisnya namun biasanya
digolongkan berdasarkan suhu yang digunakan pada saat proses ekstraksi
berlangsung yaitu ekstraksi cara panas dan cara dingin. Pada praktikum ini,
ekstraksi metabolit sekunder pada daun sambiloto digunakan ekstraksi cara
panas yaitu dengan metode refluks. Hal ini didasarkan pada sifat senyawa
metabolit sekunder dari daun sambiloto, andrografolid, yang tahan terhadap
panas yaitu memiliki titik lebur 228o-230oC. Penggunaan metode refluks
memiliki beberapa keuntungan dibandingkan menggunakan metode ekstraksi
lain diantaranya adalah proses ekstraksi berlangsung cepat karena ekstraksi
dibantu oleh pemanasan sehingga dapat menaikkan kelarutan sampel terhadap
pelarut. Selain itu, jumlah pelarut yang digunakan sedikit sehingga dapat
mengurangi biaya
Refluks merupakan metode ekstraksi dengan bantuan panas. Hal yang
sangat berpengaruh terhadap ekstraksi menggunakan refluks adalah adanya
penambahan pemanasan dan pelarut yang digunakan akan tetap dalam keadaan
segar karena adanya penguapan kembali pelarut yang terendam pada bahan.

36
Prinsip pada metode ekstraksi ini adalah pelarut yang digunakan akan
menguap pada suhu sesuai titik didihnya kemudian akan didinginkan dengan
kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun
pada kondensor dan turun kembali ke dalam labu sehingga pelarut akan tetap
ada selama reaksi berlangsung.
Rendemen yang diperoleh dengan menggunakan metode ekstraksi
refluks lebih tinggi dibandingkan maserasi. Hal ini dapat disebabkan tidak
adanya bantuan gaya lain pada maserasi yang hanya dilakukan perendaman
sehingga osmosis pelarut ke dalam padatan berlangsung statis meskipun telah
dilakukan pergantian pelarut dengan metode remaserasi. Pada metode
ekstraksi menggunakan refluks, adanya penambahan panas dapat membantu
meningkatkan proses ekstraksi karena suhu merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi kecepatan ekstraksi. Suhu yang tinggi dapat
meningkatkan desorpsi senyawa aktif dari tanaman karena kerusakan sel pada
bahan meningkat akibat suhu pelarut yang tinggi. Selain adanya penambahan
suhu yang tinggi, pada metode refluks pelarut yang digunakan akan tetap segar
ketika terjadinya ekstraksi sehingga menghindari terjadinya kejenuhan pelarut
yang dapat meningkatkan kemampuan pelarut untuk menarik senyawa
andrografolid.
Dibandingkan dengan maserasi, dimana merupakan salah satu
ekstraksi yang paling umum dan sering digunakan untuk ekstraksi
andrografolid karena mudah dilakukan. Ekstrak kental yang dihasilkan
sebanyak 60,61 gram. Rendemen yang diperoleh dari metode maserasi ini
sebesar 0,10% b/b. Metode maserasi ini kurang efisien karena membutuhkan
waktu yang cukup lama dalam pengerjaannya dan menghasilkan rendemen
yang rendah sehingga dilakukan pengembangan metode ekstraksi refluks agar
mampu menghasilkan rendemen andrografolid yang lebih tinggi (Susanti,
dkk., 2015)
Proses ekstraksi dengan metode refluks yaitu sebagai berikut,
sebanyak 200 gram serbuk simplisia dimasukan ke dalam labu alas bulat
kemudian ditambahkan pelarut metanol sebanyak 350 mL. Pelarut metanol
dipilih karena senyawa andrografolid merupakan senyawa polar yang larut
dalam pelarut polar seperti metanol dan etanol. Selanjutnya, dipasangkan
kondensor dengan alat refluks dan nyalakan heating mantle sampai suhu titik

37
didih pelarut metanol yaitu 64,7oC. Ekstraksi dilakukan selama 1-2 jam dan
dilakukan penggantian pelarut sekali. Hal ini dilakukan karena pelarut
memiliki batasan maksimal untuk mengekstraksi suatu senyawa oleh sebab itu
dilakukan penggantian pelarut sehingga akan semakin banyak senyawa
andrografolid yang terekstrak. Selanjutnya, ekstrak yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga menjadi
ekstrak kental.
Modul terakhir membahas mengenai metode fraksinasi ekstrak.
Fraksinasi adalah proses pemisahan antara zat cair dengan zat cair yang
dilakukan berdasarkan prinsip kepolaran. yaitu dari non polar, semi polar, dan
polar. Senyawa cenderung untuk dapat larut dengan senyawa lain dengan
kepolaran yang sama.
Fraksinasi ekstrak dengan metode ECC menggunakan pelarut dengan
tingkat kepolaran yang berbeda dan tidak saling bercampur. Ketidakcampuran
pelarut mengakibatkan terjadinya perpindahan zat terlarut ke dalam pelarut
baru disebabkan oleh adanya daya dorong (driving force) yang terjadi akibat
adanya perbedaan potensial kimia antara kedua pelarut. Oleh karena itu, akan
terbentuk 2 fase dimana zat terlarut berpindah ke pelarut sesuai dengan
kepolarannya.
Kromatografi lapisan tipis (KLT) adalah suatu teknik kromatografi
yang digunakan untuk memisahkan campuran yang tidak volatil. Sampel
diaplikasikan pada pelat, suatu pelarut atau campuran pelarut (fase gerak)
dialirkan ke atas melalui pelat berdasarkan gaya kapilaritas. Oleh karena analit
yang berbeda mengalir menaiki plat KLT dengan laju yang berbeda, maka
terjadilah pemisahan komponen dalam analit tsb. Kemudian bercak pada plat
KLT di monitor di bawah lampu UV 254 nm dan UV 365 nm.
Pada prosedur ekstraksi cair-cair, yang pertama kali dilakukan adalah
mempersiapkan alat dan bahan. Pastikan alat-alat yang digunakan bersih dan
corong pisah yang digunakan tidak bocor. Cara untuk mengeceknya adalah
dengan mengalirkan aquades ke dalam corong pisah yang stopcock nya masih
tertutup. Corong pisah yang baik tidak akan terlihat ada tetesan melewati
stopcock. Selain itu, stopcock diputar perlahan untuk memastikan nya
berfungsi dengan baik. Memastikan corong pisah berfungsi dengan baik sangat
penting untuk mencegah terjadi kebocoran selawa pengocokan.

38
Setelah itu, memasukkan 500 mL ekstrak ke dalam corong pisah.
Ekstrak sudah dilarutkan dalam pelarut campur etanol dan air. Sebanyak 500
mL n-heksan dimasukkan ke dalam corong pisah. Kemudian corong pisah
dikocok arah atas-bawah dengan posisi stopcock miring sedikit ke arah atas.
Tangan yang berlawanan menahan bagian tutup corong pisah dengan
menggunakan jempol agar mencegah tekanan dari dalam corong mendorong
tutup dan akhirnya pecah. Pengocokan diulang 2 kali hingga diperoleh fraksi
n-heksana yang hampir tidak berwarna. Dilakukannya pengocokkan berulang
diketahui dapat menarik analit lebih banyak daripada menggunakan pelarut
yang banyak dalam sekali pengocokan berdasarkan perhitungan rumus Log P.
Setelah selesai pengocokan, corong pisah ditaruh kembali pada statif
dan dibiarkan hingga terbentuk 2 lapisan secara vertikal antara fraksi air dan
fraksi n-heksan. Fraksi air akan berada di lapisan bawah yang disebabkan oleh
massa jenisnya yang lebih tinggi. Proses pemisahannya dengan cara membuka
tutup corong pisah dan membuka stopcock perlahan hingga fraksi air keluar
dari corong pisah. Untuk mencegah bercampurnya kedua fraksi, perlu
disiapkan beaker glass ketiga untuk menampung campuran dari sedikit bagian
masing masing fraksi pada lapisan pemisah. Fraksi air dan fraksi n-heksan
dapat terpisah dengan asumsi zat aktif andrografolid berada di fraksi air.
Langkah selanjutnya yaitu perlakuan pada kedua fraksi. Kedua fraksi
dipisahkan pada wadah yang berbeda di mana pada fraksi n-heksana diuapkan
dan dihitung rendemennya sedangkan pada fraksi air dilakukan ekstraksi
cair-cair dengan pelarut etil asetat. Proses ECC tahap dua ini dilakukan dengan
teknis sama seperti ECC tahap pertama. Yang membedakan adalah jenis
pelarutnya yaitu etil asetat yang bersifat semi polar. Jika pada pengamatan
belum terbentuk lapisan pemisah antara kedua fraksi, dapat ditambahkan
sedikit larutan NaCl ke dalam corong pisah karena sifat NaCl/garam yang inert
dan dapat mempercepat proses pemisahan. Setelah itu, didapatkan fraksi etil
asetat dan fraksi air dengan asumsi zat aktif andrografolid berada di fraksi etil
asetat karena bersifat semi polar sehingga mudah terlarut. Kedua fraksi
masing-masing diuapkan dan dihitung rendemen zat aktif di dalamnya.

Salah satu cara untuk menentukan kadar zat aktif secara kualitatif
maupun kuantitatif adalah dengan metode Kromatografi Lapis Tipis/KLT. Pada

39
metode KLT diperlukan baku zat aktif untuk membandingkan antara hasil pada
sampel dan standar baku. Preparasi silica gel harus dilakukan dengan tepat
untuk menghindari kesalahan-kesalahan pembacaan di bawah sinar UV seperti
penotolan sampel dan baku, penandaan silica gel oleh pensil, dan permukaan
silica gel yang tidak boleh tersentuh oleh jari. Pemilihan pelarut juga berperan
penting dalam keberhasilan metode ini. Pelarut/fase gerak yang dipilih yaitu
campuran n-heksan P dan etil asetat P (2:3:1). Hal ini dimaksudkan agar zat
aktif dapat terelusi bersama dengan fase gerak sehingga dapat dihitung Rfnya.
KLT dihentikan setelah fase gerak sampai ke batas atas silica gel.

Pengamatan hasil dari KLT dilihat di bawah lampu UV dengan


gelombang 254 nm. Penghitungan Rf dilakukan dengan cara membagi jarak
dari eluen sampel dibagi dengan jarak lintasan total. Diketahui berdasarkan
Farmakope Indonesia Edisi Keenam (2017), nilai Rf dari andrografolid adalah
0,45. Pada data pengamatan sedikit kesulitan dalam menentukan nilai Rf
karena bercak daripada sampel yang tidak terlalu jelas namun masih dapat
teramati. Penyebab dari ketidakjelasan bercak yang tampak setelah
pengamatan di bawah lampu UV ada beberapa faktor, diantaranya perbedaan
konsentrasi antara baku dan sampel, banyaknya penotolan, kedua baku dan
sampel memiliki konsentrasi yang encer/kurang pekat, dan warna hasil yang
memang sangat muda. Cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini
adalah dengan menyemprotkan zat penampak bercak atau meningkatkan
konsentrasi baik baku maupun sampel dan pastikan keduanya memiliki
konsentrasi yang sama.

40
V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
Isolasi senyawa Andrografolid dari simplisia daun sambiloto
(Andrographis paniculata (Burm.f.) Wall. ex Nees) dilakukan melalui
tahapan skrining fitokimia dengan hasil terdapat senyawa metabolit sekunder
Andrografolid dan golongan metabolit alkaloid dan flavonoid; ekstraksi
menggunakan cara panas yaitu metode refluks dengan pelarut metanol
hingga didapat ekstrak kental daun sambiloto; pengujian parameter ekstrak;
fraksinasi menggunakan metode ekstraksi cair-cair, subfraksinasi
menggunakan metode kromatografi lapis tipis untuk menguji fraksi yang
mengandung andrografolid, pemurnian fraksi dengan kromatografi cair
vakum, kromatografi kolom, dan kromatografi lapis tipis preparatif, serta
dilakukan pengujian kemurnian fraksi menggunakan kromatografi lapis tipis
dua arah dan kromatografi lapis tipis sistem tiga pengembang hingga didapat
hasil fraksi murni yang ditandai dengan adanya noda tunggal.

V.2 Saran
Pada proses pengujian kualitatif ekstrak sambiloto, disarankan untuk
dilakukan penyemprotan bercak pada hasil KLT agar dapat meningkatkan
kontras warna bercak dan perhitungan Rf lebih akurat. Praktikum secara
langsung (offline) tentunya akan lebih efektif dan materi-materi yang
diterima oleh praktikan lebih mudah dipahami dan diaplikasikan. Meskipun
dilaksanakan secara daring, sebaiknya dibuat video yang lebih spesifik agar
praktikan dapat membayangkan sebagaimana dilakukan secara langsung di
laboratorium.

41
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, S., Ruslan, dan Wiraningtyas, A. 2016. Skrining Fitokimia Tanaman Obat
Di Kabupaten Bima. Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied
Chemistry). Vol. 4 (1) : 71 – 76.
Anggraito, Y. U., Susanti, R., Iswari, R.S., Yusniati, A., Lisdiana., Nugrahaningsih.,
Habibah, N.A., dan Bintari, S.H. 2018. Metabolit Sekunder dari Tanaman:
Aplikasi dan Produksi. Semarang: UNNES Press.
Alwafi, D. A., Ilmiawan, M. I., dan Zakiah, M. 2019. Uji Efek Antiinflamasi
Kombinasi Astaxanthin dan Ekstrak Etanol 70% Daun SAmbiloto
(Andrographis paniculata Nees) dengan Parameter Hitung Jenis Neutrofil
Apus Darah Tepi pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar. Jurnal
Mahasiswa PSPD FK Universitas Tanjungpura. Vol 5 (1) : 3 - 25.
Cazes, J. 2004. Encyclopedia of Chromatography. New York : Marcel Dekker Inc.
Chao, W. W., dan Linn, B. F. 2010. Review Isolation and Identification of Bioactive
compounds in Andrographis paniculata (Chuanxinlian). Chin Med J. Vol.5:
1-15.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. 1990. Permenkes R.I. No. 246/Menkes/Per/V/1990.
Tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat
Tradisional. Jakarta : Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Jakarta:
Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2010. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta : Depkes RI.
Garg, A., Rajesh, C., Lalit, A. and Sumit, G. 2015. Andrographis paniculata
Transcriptome Provides Molecular Insights Into Tissue-specific
Accumulation Of Medicinal Diterpenes. BMC Genomics. Vol.16(659): 1-16.
Gibbons, S. 2006. An Introduction to Planar Chromatography. New Jersey : Humana
Press.

42
Hawkins, D. W dan D. W. Rahn. 1997. Pharmacoteraphy A Phatophysiologic
Approach 3 th Ed. Stampfor: Appleton and Lange.
Ibrahim, N., Yusriadi, Y., dan Ihwan, I. 2014. Uji Efek Antipiretik Kombinasi Ekstrak
Etanol Herba Sambiloto (Andrographis Paniculata Burm. F. Nees.) Dan
ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Pada Tikus
Putih Jantan (Rattus Norvegicus). Natural Science: Journal of Science and
Technology. Vol. 3(3): 257 - 268.
Jayakumar, T., Hsieh, C.-Y., Lee, J.-J., dan Sheu, J.-R. 2013. Experimental and
Clinical Pharmacology ofAndrographis paniculataand Its Major Bioactive
Phytoconstituent Andrographolide. Evidence-Based Complementary and
Alternative Medicine, Vol. 2013: 1–16.
Jadhao, D. dan Thorat, B. 2014. Purification (Crystallization) of Bioactive
Ingredient Andrographolide from Andrographis paniculata. World
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Vol. 3 (10) : 747-763.
Kumar, A., J. Dora, A. Sigh, and R. Tripathi. 2012. A Review on King of Bitter
(Kalmegh). International Journal of Research in Pharmacy and Chemistry.
Vol. 2 (1) : 116-124.
Leba, M. A. U. 2017. Buku Ajar: Ekstraksi dan Real Kromatografi. Sleman:
Deepublish.
Manoi, F. 2015. Pengaruh cara pengeringan terhadap mutu simplisia sambiloto.
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Vol. 17(1): 1-5.
Mirwan, A. 2013. Keberlakuan Model HB-GFT Sistem n-Heksana-Mek-Air Pada
Ekstraksi Cair-Cair Kolom Isian. Jurnal Konversi. Vol. 2(1): 32-39.
Mohan, M. 2013. Determination of Andrographolide in
Andrographis paniculata Extracts with and without Human Serum by
High Performance Thin Layer Chromatography. Int. Res. J. Pharm.
Vol. 4 (12): 41-49.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa dan Identifikasi Senyawa Aktif.
Jurnal Kesehatan. Vol 7(2): 361-367.
Nurika, I. dan Suhartini, S. 2019. Bioenergi dan Biorefinery. Malang : Universitas
Brawijaya Press.
Plantamor. 2021. Sambiloto (Andrographis paniculata). Tersedia secara online di
plantamor.com/species/info/andrographis/paniculata [Diakses pada 7 April
2021].

43
Prapanza, I. dan Marianto, L.A. 2003. Khasiat dan Manfaat Sambiloto: Raja Pahit
Penakluk Aneka Penyakit. Jakarta : Agromedia.
Pradini, S. A., dan Dian, F. A. 2017. Pengaruh Kombinasi Daun Stevia (Stevia
Rebaudiana Best) dan Ekstrak Etanol Daun Sambiloto (Andrographidis
Folium) terhadap Stress Oksidatif pada Tikus Diabetes Melitus yang
Diinduksi Aloxan. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada. Vol. 8(2): 123-128.
Rais, I.R. 2015. Isolasi dan Penentuan Kadar Flavonoid Ekstrak Etanolik Herba
Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness). Pharmaciana. Vol. 5(1)
: 101 – 106.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Rohman, A. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Ed I. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Simanjuntak, M. R. 2008. Ekstraksi dan Fraksinasi Komponen Ekstrak daun
Tumbuhan Senduduk (Melastoma malabathricum L.) serta Pengujian Efek
Sediaan Krim terhadap Penyembuhan Luka Bakar. Medan : Farmasi.
Universitas Sumatera Utara.
Septiana, E., Gianny, D., dan Simanjuntak, P. 2017. Toksisitas dan Aktivitas
Antimalaria Melalui Penghambatan Polimerisasi Hem Secara In Vitro Ekstrak
Daun Sambiloto (Andrographis paniculata). Media Litbangkes. Vol. 27 (4) :
255 - 262.
Susanti, N. M. P., Warditiani, N. K., Laksmiani, N. P. L., Widjaja, I. N. K.,
Rismayanti, A. A. M. I., dan Wirasuta, I. M. 2015. Perbandingan metode
ekstraksi maserasi dan refluks terhadap rendemen andrografolid dari herba
sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees). Jurnal Farmasi
Udayana. Vol. 4(2) : 29-32.
Warditiani N.K., Larasanty L.P.F., Widjaja I.N.K., Juniari N.P.M., Nugroho A.E. dan
Pramono S. 2014. Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak Terpurifikasi Herba
Sambiloto. Jurnal Farmasi Udayana. Vol. 3(1) : 22 -25.
Widyawati, T. 2007. Aspek Farmakologi Sambiloto (Andrographis paniculata Nees).
Majalah Kedokteran Nusantara. Vol 40(3): 216-222.
Yadnya-Putra, A. A. G. R.; P. O. Samirana; D. A. A. Andhini. 2019. Isolasi dan
Karakterisasi Senyawa Flavonoid Potensial Antioksidan dari Daun Binahong
(Anredera scandens (L.) Moq.). Jurnal Farmasi Udayana. Vol 8 (2): 85-94.

44
Yusron, M., Januwati, M., dan Pribadi, E.R. 2005. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika.
Bogor : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

45

Anda mungkin juga menyukai