Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

ISOLASI SENYAWA DARI SIMPLISIA KULIT BUAH MANGGIS


(Garcinia mangostana L.)
Praktikan:
Shift B / Kelompok 5
Nurul Farika Qomariah 10060316077
Hulwa Wahyu Nabila 10060316073
Agistya Rahtina 10060316075
Selyfia Pamungkasih 10060316076
Mita Yuniarti 10060316077
Tanggal Penyerahan : Rabu, 7 November 2018
Asisten Penanggung Jawab:
Adrian Permana, S.Farm

LABORATORIUM FARMASI UNIT B


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1440 H / 2018 M
ISOLASI SENYAWA DARI SIMPLISIA KULIT BUAH MANGGIS

(Garcinia mangostana L.)

I. Tujuan Percobaan

Praktikum kali ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa dari simplisia kulit
buah manggis (Garcinia mangostana L.). Tahapan awal dari isolasi suatu senyawa
adalah tahapan skrining fitokimia, sebagai identifikasi awal untuk mengetahui
golongan senyawa apa saja yang terdapat didalam simplisia. Selanjutnya
dilakukan tahap ekstraksi untuk menarik seluruh senyawa yang terdapat didalam
simplisia sehingga didapatkan senyawa pada umumnya, metode ekstraksi yang
digunakan adalah refluks. Setelah simplisia diekstraksi, dilakukan proses
pemantauan terhadap ekstrak menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT).
Kemudian dilakukan fraksinasi yang bertujuan untuk memisahkan senyawa-
senyawa berdasarkan tingkat kepolaran. Dengan metode ekstraksi cair- cair (ECC)
dan kromatografi cair vakum (KCV). Tahapan selanjutnya adalah proses
pemantauan fraksi menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Kemudian fraksi
yang terpilih dimurnikan menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif (KLT
Preparatif) untuk mendapatkan senyawa murni. Setelah didapatkan senyawa yang
murni, untuk memastikannya dilakukan uji kemurnian menggunakan pengujian
titik leleh, kromatografi satu dimensi dan dua dimensi. Tahapan proses
selanjutnya, untuk mengetahui nama senyawa yang diperoleh maka digunakan
alat spektrofotometri UV-Vis sehingga didapatkan data berupa puncak, panjang
gelombang dan nilai absorbansi.
II. Alat dan Bahan

Alat Bahan
Alat refluks Air panas
Batang pengaduk Amilalkohol
Batu didih Aquadest
Blangko Etanol
Beaker glass Eter
Cawan penguap Etil asetat
Chamber HCl pekat
Corong pisah 250 ml Kloroform
Gelas kimia Larutan amonia 10%
Gelas ukur Larutan FeCl3 1%
Hot plate Larutan gelatin 1%
Kaca arloji Larutan HCl 2N
Kasa steril Larutan NaOH 1N
Kertas perkamen Larutan Vanilin 10% dalam H2SO4 pekat
Kertas saring Metanol
Labu didih Natrium asetat
Kuvet n-heksan
Melting poin meter digital Pereaksi Dragendroff
Mortir dan stamper Pereaksi FeCl3
Neraca analitik Pereaksi Liebermann-Burchrad
Oven Pereaksi Mayer
Pipa Kapiler Pereaksi Steasny
Pipet tetes Serbuk magnesium
Plat KLT analitik Silika gel
Plat KLT preparatif Simplisia kulit buah manggis
Seperangkat alat KCV
Spatel
Spektrofotometri UV- Vis
Statip dan klem
Tabung reaksi
Vakum rotary evaporator
Vial
Waterbath

III. Prosedur Percobaan


3.1 SKRINING FITOKIMIA
3.1.1 Alkaloid
Bahan uji ditempatkan pada tabung reaksi kemudian diasamkan
menggunakan dengan HCl 2N kemudian disaring, kemudian filtrat dibasakan
dengan larutan amonia 10% dan ditambahkan kloroform dan dikocok dengan kuat
hingga terdapat dua lapisan asam, lapisan asam di bagi menjadi tiga bagian, pada
bagian satu ditambahkan pereaksi Mayer adanya endapan putih atau kekeruhan
menandakan adanya reaksi positif alkaloid, pada bagian dua ditambahkan pereaksi
Dragendorff adanya endapan jingga-kuning atau kekeruhan menandakan adanya
reaksi postif alkaloid dan pada bagian ketiga digunakan sebagai blangko.
Cara pembuatan pereaksi Mayer:
HgCl2 1,36 gram dilarutkan pada 60 ml air dan KI 5 g dilarutkan dalam 10
ml air, kemudian pada kedua larutan tersebut dicampurkan dan digenapkan
dengan air ad 100 ml.
Cara pembuatan pereaksi Dragendorff:
Bi(NO3)3.H2O 8 gram dilarutkan dalam 30% b/v HNO3 dan KI 27,2 gram
dilarutkan dalam 50 ml air, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan
selama 24 jam, lalu disaring dan digenapkan dengan air ad 100 ml.
3.1.2 Polifenolat
Simplisia ditempatkan pada tabung reaksi, kemudian ditambahkan air
secukupnya, dipanaskan diatas penangas air dan disaring, kemudian filtrat
ditambahkan larutan pereaksi besi (III) klorida. Jika larutan berubah warna
menjadi hijau atau biru-hijau, merah ungu, biru-hitam atau hitam maka positif
mengandung senyawa fenolat. Sedangkan jika terbentuk endapan coklat maka
simplisia positif mengandung polifenolat.
3.1.3 Flavonoid
Bahan uji sebanyak 1 gram ditempatkan dalam gelas kimia, kemudian
ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 10 menit. Kemudian
campuran disaring, filtrat ditampung sebagai larutan C yang nantinya digunakan
untuk pemeriksaan golongan flavonoid, saponin, dan antarkuinon. Larutan C 5 ml
dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan serbuk magnesium
dan asam klorida pekat 1 ml. Kedalam campuran ditambahkan amilalkohol,
dikocok dengan kuat lalu dibiarkan sampai terjadi pemisahan. Adanya warna pada
lapisan amilalkohol menunjukkan bahwa simplisia tersebut mengandung
flavonoid.
3.1.4 Saponin
Larutan C diambil 5 ml, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi dan
kocok secara vertikal selama 10 detik. Selama 10 menit dibiarkan sampai
terbentuknya busa. Terbentuknya busa 1 cm yang stabil di dalam tabung reaksi
menunjukkan adanya golongan senyawa saponin. Dan busa tersebut masih
bertahan (tidak hilang) setelah ditambahkan beberapa tetes asam klorida.
3.1.5 Antrakuinon
Larutan C diambil 5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan
beberapa tetes Natrium Hidroksida 1 N. Terbentuknya warna kuning hingga
merah menunjukkan adanya golongan senyawa kuinon.
3.1.6 Tanin
Simplisia sebanyak 1 gram ditambahkan 100 ml air panas, kemudian
dididihkan selama 15 menit, campuran didinginkan, disaring dan filtrat dibagi
menjadi 3 bagian dalam tabung reaksi. Filtrat pertama ditambahkan larutan besi
(III) klorida 1 %. Terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan
adanya golongan senyawa tanin. Filtrat kedua ditambahkan dengan larutan
gelatin. Terbentuknya endapan putih menunjukkan keberadaan senyawa tanin.
Filtrat ketiga ditambahkan 15 ml pereaksi steasny, dipanaskan dengan penangas.
Hasil uji filtrat ketiga disaring dan dijenuhkan dengan penambahan natrium asetat.
Kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan besi (III) klorida 1%. Terbentuknya
warna biru tinta menunjukkan adanya tanin galat.
Pembuatan pereaksi Steasny:
Formaldehid 30% sebanyak 2 bagian dicampurkan dengan 1 bagian HCl
pekat.
3.1.7 Monoterpen & Seskuiterpen
Simplisia digerus dengan eter lalu disaring kemudian filtrat ditempatkan
dalam cawan penguap dan dibiarkan menguap sampai kering, ditambahkan
larutan vanillin 10% dalam asam sulfat pekat. Timbulnya warna-warna
menandakan positif mengandung senyawa monoterpen dan seskuiterpen.
3.1.8 Triterpenoid & steroid
Simplisia digerus dengan eter lalu disaring kemudian filtrat ditempatkan
dalam cawan penguap dan dibiarkan menguap sambil kering, ditambahkan larutan
pereaksi Liebermann-Burchard. Terjadinya warna merah-ungu menandakan
positif triterpenoid sedangkan bila warna hijau-biru menunjukkan positif steroid.
Pembuatan pereaksi Liebermann-Burchard:
Asam asetat anhidrat sebanyak 1 ml dicampur menggunakan 1 ml
kloroform, didinginkan pada suhu 0ºC, kemudian ditambahkan 1 tetes asam sulfat
pekat.
3.2 EKSTRAKSI
3.2.1 Refluks
Alat refluks yang akan digunakan dipastikan dalam keadaan yang bersih,
labu destilasi dibilas menggunakan etanol dan dimasukan batu didih, simplisia
kulit buah manggis yang telah di rajang ditimbang sebanyak 300 gram dan
dimasukan ke dalam labu destilasi. Kemudian ditambahkan pelarut sebanyak 675
ml etanol, labu destilasi dipasang pada alat refluks dan pemanas dinyalakan,
campuran dididihkan dalam labu selama 3 jam dan didinginkan. Filtrat disaring
menggunakan kasa steril dan ditampung di wadah penampung.
3.2.2 Pemekatan Ekstrak
Ekstrak cair dimasukkan ke dalam alat Vaccum rotary evaporator.
Evaporator diatur pada suhu kurang lebih 30-400C. Vaccum rotary evaporator
dijalankan. Penguapan pelarut dilakukan hingga ekstrak hanya tersisa sedikit
pelarut, tetapi tidak sampai kering. Ekstrak hasil evaporasi dipekatkan di atas
waterbath.
3.3 PEMANTAUAN EKSTRAK
3.3.1 Kromatografi lapis tipis
Bejana (chamber) disiapkan kemudian dicelupkan kertas saring ke dalam
bejana KLT untuk menjenuhkan, fasa gerak/eluen disiapkan (n-heksan:etil asetat
3:2) lalu dimasukan kedalam bejana, dibiarkan bejana jenuh. Pelat silika gel GF254
disiapkan kemudian di aktivasi pada oven suhu 150ºC selama 15 menit kemudian
diangkat, ekstrak kental yang sudah dilarutkan dengan beberapa ml etanol
ditotolkan pada pelat silika gel GF254 yang sudah di aktivasi menggunakan pipa
kapiler. Totolan dibiarkan mengering, kemudian pelat yang sudah ditotolkan
dimasukan kedalam chamber yang sudah dijenuhkan, dibiarkan fase gerak/eluen
naik pada pelat KLT hingga tanda batas. Kemudian pelat diangkat dan dibiarkan
mengering, selanjutnya warna bercak dilihat di bawah sinar ultraviolet λ 254 nm
dan 366 nm.
3.4 FRAKSINASI
3.4.1 Ekstraksi Cair-Cair
Corong pisah ukuran 250 ml disiapkan dalam keadaan bersih, terlebih
dahulu dibilas menggunakan etanol dan keringkan. Ekstrak kental ditimbang
sebanyak 2 gram kemudian dilarutkan menggunakan etanol hingga larut,
dilarutkan menggunakan 100 ml aquadest panas, ditambahkan n-heksan 100 ml,
kemudian corong pisah ditutup lalu corong pisah dikocok dengan hati-hati dan
sesekali dibuka keran pada bagian bawah corong pisah untuk mengurangi tekanan
uap yang terjadi didalam corong pisah, pengocokan dilakukan selama 15 menit.
Setelah proses pengocokan selesai dilakukan, corong pisah disimpan pada klem
dan didiamkan sampai kedua lapisan terpisah dengan jelas. Didalam corong pisah
terdiri atas dua lapisan dimana lapisan atas merupakan lapisan pelarut n-heksan
dan lapisan bawah adalah lapisan air sehingga yang diambil untuk diuapkan
adalah lapisan atas (fraksi n-heksan). Fraksi air dimasukkan kembali kedalam
corong pisah dan ditambahkan 100 ml etilasetat dan dilakukan perlakuan yang
sama seperti terhadap n-heksan. Setiap fraksi yang didapat selanjutnya diuapkan
dengan menggunakan rotary evaporator. Kemudian prosedur diulang sebanyak
tiga kali sehingga total ekstrak yang dilakukan ekstraksi cair-cair adalah sebanyak
8 gram.
3.4.2 Pengembangan (Elusi) Kromatogram
Seri campuran pelarut dibuat seperti berikut, masing-masing
sebanyak 30 ml:

n-heksan (ml) Etilasetat (ml) Metanol (ml)

30 0 0

18 12 0

12 18 0

0 30 0

0 18 12

0 12 18

0 0 30

(Tabel 3.1 seri campuran pelarut)


3.4.3 Kromatigrafi Cair Vakum (Subfraksinasi)
Fraksi n-heksan 438 mg yang telah kental, diserbukkan terlebih dahulu
dengan penambahan silika gel H dan digerus menggunakan mortir dan stamper.
Seperangkat alat KCV yang bersih disiapkan. Fraksi n-heksan yang telah
diserbukan menggunakan silika gel H dimasukan kedalam kolom KCV kemudian
diratakan, alat vakum dijalankan dan diatur ketinggian serbuk adsorben sampai
diperoleh sedemikian rupa tinggi adsorben dalam kolom kurang lebih 7 cm, alat
vakum dimatikan. Serbuk ekstrak dimasukan dan diratakan diatas adsorben, kertas
saring diatas serbuk ekstrak, vakum dijalankan, eluen pertama dimasukan,
dibiarkan eluen terkumpul hingga tidak ada lagi eluen yang menetes, alat vakum
dimatikan kemudian kran dibuka pada kolom penampung, tampung eluen dan
komponen terekstraksi. Prosedur yang sama dilakukan untuk eluen-eluen yang
selanjutnya. Kemudian dilakukan pemantauan fraksi dengan KLT untuk
menentukan fraksi mana yang akan dilanjut.

3.5 TEKNIK PEMISAHAN DAN PEMURNIAN


3.5.1 KLT Preparatif
Fraksi yang dipilih dari hasil kromatografi vakum dan pelat KLT tebal
khusus KLT Preparatif disiapkan. Kemudian KLT tersebut diberi garis pada ujung
bawah dan atas dengan jarak 1 cm. Setelah itu plat tersebut di aktivasi dalam oven
dengan suhu 105°C selama 15 menit. Fraksi hasil kromatografi yang telah
disiapkan dan ditotolkan dengan membentuk pita tepat 1 cm dari ujung bawah
pelat. Eluen n-heksan dan etilasetat disiapkan dengan perbandingan 3:2 sebanyak
50 ml. Chamber dijenuhkan terlebih dahulu dengan cara dimasukan kertas saring
ke dalam chamber yang telah berisi eluen lalu didiamkan hingga kertas saring
terbasahi sempurna. Pelat KLT yang telah berisi totolan isolat dimasukan ke
dalam chamber kemudian didiamkan hingga diperoleh bercak yang memisah
sempurna. Setelah itu, bercak pada pelat tersebut dipantau dengan sinar uv 254
nm. Bercak pita yang diduga senyawa target dikerok dan dimasukan ke dalam
erlenmeyer. Pada erlenmeyer, bercak pita tersebut dilarutkan menggunakan etanol
kemudian disaring hingga silika gel terpisah. Setelah itu filtrat diuapkan hingga
filtrat tidak terlalu cair.
3.6 UJI KEMURNIAN
3.6.1 Penetapan Rentang Titik Lebur
Serbuk kristal suatu zat X dimasukan kedalam pipa kapiler kemudian pipa
kapiler yang sudah berisi serbuk kristal dimasukan kedalam alat melting point
meter digital, dinyalakan alat kemudian lihat awal serbuk meleleh sampai meleleh
seluruhnya.
3.6.2 KLT Satu Dimensi
Tiga buah pelat KLT disiapkan dan diberi garis pada ujung bawah dan atas
dengan jarak 1 cm. Setelah itu masing-masing pelat tersebut di aktivasi dalam
oven dengan suhu 105°C selama 15 menit. Kemudian tiga buah chamber
disiapkan, dimana chamber pertama berisi n-heksan, chamber kedua berisi
etilasetat dan chamber ketiga berisi metanol. Kemudian masing-masing chamber
dijenuhkan menggunakan indikator kertas saring. Hasil filtrasi pada KLT
Preparatif ditotolkan pada masing-masing pelat kemudian plat tersebut dimasukan
kedalam masing-masing chamber dengan eluen yang berbeda hingga eluen
menaik dengan sempurna. Pelat diangkat kemudian dipantau dengan sinar UV
pada panjang gelombang 254 nm dan diamati di eluen yang mana totolan tersebut
naik.
3.6.3 KLT Dua Dimensi
Pelat KLT disiapkan dan diberi garis pada semua sisi dengan jarak 1 cm.
Kemudian di aktivasi dalam oven dengan suhu 105°C selama 15 menit. Dua buah
chamber disiapkan, dimana chamber pertama berisi eluen n-heksan:etilasetat (7:2)
dan chamber kedua berisi n-heksan:etil asetat (2:7). Kemudian dijenuhkan dengan
indikator kertas saring. Filtrat hasil KLT Preparatif ditotolkan tepat di sebelah kiri
pelat KLT, kemudian plat tersebut dimasukan ke dalam chamber hingga eluen
menaik sempurna. Pelat KLT tersebut diangkat lalu dianalisis dengan sinar UV
pada panjang gelombang 254 nm. Setelah kering, Pelat KLT dimasukan ke dalam
chamber kedua dengan terlebih dahulu memutar pelat sebesar 90°C sehingga
bercak tepat berada di bawah hingga eluen menaik sempurna. Kemudian pelat
KLT tersebut diangkat dan dianalisis dengan sinar UV 254 nm untuk melihat
adanya pengotor atau tidak.
3.7 SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS
Spektofotometri UV-Vis dinyalakan, kemudian hasil filtrasi dari KLT
Preparatif dan etanol disiapkan. Etanol dimasukan ke dalam kuvet. Kemudian
kuvet yang berisi etanol dimasukkan ke dalam spektrofotometri UV–Vis yang
digunakan sebagai blanko kemudian dibuang. Lalu pada kuvet tersebut
dimasukkan filtrat hasil KLT preparatif yang telah dilarutkan dalam metanol dan
diukur absorbansinya.
IV. Data Pengamatan dan Perhitungan
4.1 Skrining Fitokimia
4.1.1 Perhitungan

Penapisan Fitokim Perhitungan


A. Alkaloid  Pengenceran HCl 12,06 ke HCl 2 N
V1 x N1 = V2 x N2
50 ml x 2 = V2 x 12,06
100 = V2 x 12,06

V2 =

= 8,29 ml
 Larutan Amonia 10%

X 50 = 5 ml

 Pereaksi Mayer

 HgCl = X 1,36 g = 0,68 g

 Air = X 60 ml = 30 ml

 Kl = X 5 g = 2,5 g

 Air = X 10 ml = 5 ml

 Air ad 50 ml
 Pereaksi Dragendorff
 Bi(NO3)3.H2O 8 g diarutkan dalam 30%
b/v HNO3
 Kl 27,2 g dilarutkn dalam 50 ml air
V1 x N1 = V2 x N2
50 ml x 0,3 = V2 x 0,65
15 = V2 x 0,65

V2 = = 23 ml ad 50 ml

aquadest

E. Senyawa Polifenolat FeCl3 1% 50 ml


Kelarutan FeCl3 1% = FeCl3 9 g larut dalam
100 ml air
V1 x N1 = V2 x N2
50 ml x 1% = V2 x 9%

V2 = = 5,56 g ad 50 ml

aquadest
F. Flavonoid -
G. Saponin -
H. Antarkuinon NaOH 1N

1N = x

1N = x

1N = x 20

g=

=2g
I. Tanin  FeCl3
FeCl3 1% 50 ml
Kelarutan FeCl3 1% = FeCl3 9 g larut dalam
100 ml air
V1 x N1 = V2 x N2
50 ml x 1% = V2 x 9%

V2 = = 5,56 g ad 50 ml aquadest

 Gelatin 1%
1% = 1 g ~ 100 ml
50 ml = 50 ml

x 1000 = 500 mg = 0,5 g

 Pereaksi Steasny

 Formaldehid x 50 ml = 33,33 ml

 HCl pekat x 50 ml = 16,67 ml

L. Monoterpen & Seskuiterpena Vanilin 10%

x 50 ml = 5 g

M. Triterpenoid & Steroid -

4.1.2 Data Pengamatan

Hasil Pengamatan Hasil Literatur


A. Alkaloid
Bahan uji + pereaksi Mayer : tidak berwarna (+) (+)
Bahan uji + pereaksi Dragendroff: keruh (+) (+)
B. Senyawa Polifenolat
Bahan uji + FeCl3 : larutan berwarna hijau dan ada (+)
endapan coklat (+)
C. Flavonoid
Filtrat + Amilalkohol : larutan lapisan beda warna dan (+)
cincin dipermukaan (+)
D. Saponin
Filtrat + dikocok + HCl : larutannya terdapat busa (+)
stabil (+)
E. Antakuinon
Fitrat + NaOH 1 N : larutan berwarna merah (+) (-)
F. Tanin
 Filtrat + FeCl3 : larutan berwarna hitam kehijauan (-)
(+) (-)
 Fitrat + Steasny : larutan berwarna orange (-) (-)
 Filtrat + gelatin 1% : larutan berwarna keruh putih
(-)
G. Monoterpen dan Seskuiterpena
Filtrat + Vanillin Sulfat : larutan berwarna hijau (+) (-)
H. Triterpenoid dan Steroid
Filtrat + pereaksi Liebermann-Burchard : larutan (+)
berwarna merah ungu (+)

IV.2 Ekstraksi

Cara Ekstraksi dan Hasil Pengamatan


Gambar
A. Ekstrasi dengan Refluks Jumlah etanol yang digunakan : 675 ml
Jumlah simplisia yang diekstraksi : 300 g
B. Pemekatan ekstrak Jumlah simplisia yang diekstraksi : 300 g
Jumlah total ekstrak : 16,3855 g
Cawan kosong : 62,8095 g
Cawan + ekstrak : 79,1950 g

4.2 Pemantauan Ekstrak

Pengamatan dan Gambar Perhitungan


a. n-heksan:etilasetat (3:2) Tinggi pelarut : 4 cm
Spot 1 : 2,2 cm
Spot 2 : 1,3 cm

Spot 1 = = 0,55 cm

Spot 2 = = 0,325 cm

b. n-heksan:etilasetat (3:2) Pelarut : 4 cm


Spot 1 : 1,5 cm
Spot 2 : 2,8 cm

Spot 1 = = 0,375 cm

Spot 2 = = 0,7 cm
4.3 Fraksinasi

Pengamatan dan Gambar Perhitungan


Ekstraksi cair-cair  Jumlah ekstrak untuk
a. 2 g ekstrak kental
b. 2 g ekstrak kental
c. 2 g ekstrak kental
d. 2 g ekstrak kental
 Fraksi n-heksan
Bobot cawan kosong = 67,3831 g
Bobot cawan + fraksi = 67,8211 g
Fraksi = 67,8211 g – 67,3831 g =
0,438 g
 Fraksi etilasetat
Bobot cawan kosong = 64,3219 g
Bobot cawan + fraksi = 65, 0705 g
Fraksi = 65,0705 g – 64,3219 g =
0,7486 g
 Eluen
n-heksan : etilasetat (1:1)
 Perhitungan Rf

n-heksan = 0,37

etilasetat = 0,35

Spot hasil pemantauan fraksi


Kromatografi Cair Vakum  Perhitungan Eluen :
1. Eluen 1

n-heksan = x 30 ml = 30 ml

2. Eluen 2

n-heksan = x 30 ml = 18 ml
Etilasetat = x 30 ml = 12 ml

3. Eluen 3

n-heksan = x 30 ml = 12 ml

Etilasetat = x 30 ml = 18 ml

4. Eluen 4

Etilasetat = x 30 ml = 30 ml

5. Eluen 5
Proses kromatografi cair
vakum Etilasetat = x 30 ml = 18 ml

Metanol = x 30 ml = 12 ml

6. Eluen 6

Etilasetat = x 30 ml = 12 ml

Metanol = x 30 ml = 18 ml

7. Eluen 7

Metanol = x 30 ml = 30 ml

 Bobot silika gel :

= .π.t

= . 3,14 . 7 . 5,5

= 40,30 g
 Pemantauan fraksi menggunakan KLT
analitik, fraksi yang dipilih:
1. Fraksi 6

Spot 1 = = 0,175

Spot 2 = = 0,475

Hasil pemantauan fraksi di Spot 3 = = 0,675


sinar UV 254 nm 2. Fraksi 7

Spot 1 = = 0,125

Spot 2 = = 0,4

Spot 3 = = 0,625

Jadi, Rf fraksi yang digunakan untuk


KLT preparatif yaitu fraksi 6 dan fraksi 7.

4.4 Teknik Pemisahan dan Pemurnian

No Gambar Hasil Pengamatan


1 Spot senyawa KLT mulai naik
keatas

Eluen yang dipakai (6:4)

n-heksan :

Etilasetat :
Proses elusi KLT Preparatif
menggunakan n-heksan:etil
asetat (6:4)
2 Spot senyawa hasil pemisahan
pada KLT Preparatif
Hasil senyawa yang dipisahkan
pada KLT preparatif sangat
sedikit

KLT Preparatif di lihat dengan


sinar UV pada gelombang 254
nm

4.5 Uji Kemurnian

No Pengamatan Hasil pengamatan


1 Pengujian titik leleh Awal titik leleh : 16,3ºC
Seluruh titik leleh : 175ºC
(menggunakan zat X bukan hasil
Titik leleh diduga parasetamol
dari kulit buah manggis)
karena titik leleh parasetamol
terdapat direntang yang diamati.
2 KLT satu dimensi KLT satu dimensi diperoleh 1
bercak (murni).
Spot senyawa hasil pemantauan
pada Pelat KLT satu dimensi
yaitu:
N = pelat yang dielusi dengan n-
heksan
M = pelat yang dielusi dengan
Hasil uji kemurnian satu dimensi metanol
pada sinar UV 254 nm E = Pelat yang dielusi dengan
etil asetat
3 KLT dua dimensi KLT dua dimensi diperoleh 2
bercak (tidak murni).
Spot KLT preparatif dielusi
dengan n-heksan:etil asetat (7:2)
dan n-heksan:etil asetat (2:7)
Hasil :
Senyawa tidak murni karna
menghasilkan spot lebih dari 1

Hasil elusi n-heksan:etil asetat


(7:2) di sinar UV 254 nm

Hasil n-heksan: etil asetat (2:7)


diputar pelat 90ºC di sinar UV
254 nm
4 Nilai absorbansi dan grafiknya Hasil absorbansi sampel yang
diamati
Nilai absorbansi yang di dapat
217, 241, 314. Masuk kedalam
nilai absorbansi Flavonoid, yang
tidak masuk rentang karena
terjadinya batokromik.
Senyawa yang diduga : flavonoid
Gugus kromofor : dienofil (nilai
abosrbansi 217)
Hasil pengamatan menggunakan
spektrofotometer UV-IR

V. Pembahasan
Manggis merupakan tumbuhan pepohonan, yang memiliki tinggi hingga
15 meter. Mempunyai batang berkayu, bulat, tegak bercabang simodial dan
berwarna hijau kotor. Berdaun tunggal, lonjong, ujung runcing, pangkal tumpul
tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 20-25 cm lebar 6-9 cm, tebal, tangkai
silindris hijau. Bunga tunggal, berkelamin dua, diketiak daun. Buah seringkali,
bersalut lemak berdiameter 6-8 cm dengan warna coklat keunguan. Biji bulat
berdiameter 2 cm, dalam satu buah terdapat 5-7 biji. (Hutapea, 1994)
Klasifikasi tanaman Manggis(Rukmana, 1995):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyte
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Guttiferanales
Family : Guttiferae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L
Pada praktikum kali ini simplisia yang digunakan adalah bagian kulit
manggis. Bagian kulit manggis memiliki banyak manfaat diantaranya adalah
sebagai peluruh haid, obat sariawan, penurun panas, pengelat (adstringen), obat
disentri. Antosianin yang memberikan warna ungu dalam kulit buah manggis
dapat digunakan sebagai alternatif pewarna alami untuk makanan dan tekstil.
Kulit buah manggis secara in vitro mempunyai aktivitas anti plasmodium
falsiparum, antibakteri, antioksidan, menginduksi apoptosis pada sel leukimia,
antijerawat dan anti TBC. (Heyne, 1987)
Kulit manggis memiliki kandungan kimia kulit buah manggis adalah
xanthon, mangostin, garsion, flavonoid, dan tannin dan senyawa lainnya.
Metabolit sekunder utama dari kulit buah manggis adalah inti xanton. Xanton
merupakan derivat dari campuran polifenol yang mempunyai aktivitas biologis
yang signifikan dalam sistem in vitro. Sebagian besar xanton ditemukan dalam
tumbuhan tinggi yang dapat diisolasi dari empat suku yaitu Guttiferae, Moraceae,
Polygalaceae dan Gentianaceae. Senyawa utama dari xanthon adalah α-mangostin
dan γ-mangostin. Pada kulit buah mangostin mengandung senyawa lain
diantaranya mangostenol, mangostinon, trapezifolixanton, caloxanton dan lain
sebagainya. (Soedibyo, 1998)
Skrining fitokimia atau penapisan fitokimia merupakan analisis kualitatif
terhadap senyawa-senyawa metabolit sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam
terdiri atas berbagai macam metabolit sekunder yang berperan dalam aktivitas
biologinya. Senyawa-senyawa tersebut dapat diidentifikasi dengan pereaksi-
pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari setiap golongan dari metabolit
sekunder. (Harborne,1987)
Pada praktikum kali ini senyawa yang diamati adalah alkaloid, polifenol,
flavonoid, saponin, antrakuinon, tanin, monoterpen dan seskuiterpen, triterpen dan
steroid. Pertama-tama dilakukan pemeriksaan pada senyawa alkaloid, simplisia
kulit manggis ditambahkan HCL 2 N tujuannya agar larutannya menjadi asam dan
menjadi bentuk garamnya kemudian disaring dan filtratnya dibasakan dengan
larutan amonia 10% dengan tujuan agar senyawa yang bersifat polar dapat
dipisahkan. Kemudian ditambahkan kloroform yang bersifat semipolar, dikocok
kuat-kuat dengan tujuan agar senyawa non polar dan polar benar-benar tertarik
dan kemudian dipipet dan larutan disaring. Kemudian ditambahkan HCL 2 N
dikocok kuat hingga terjadi 2 lapisan kemudian lapisan asam dipipet dibagi
menjadi 3 bagian. Pada bagian 1 ditambahkan pereaksi Mayer adanya endapan
putih atau kekeruhan menandakan positif alkaloid. Pada percobaan kali ini hasil
yang didapatkan adalah pada pereaksi Mayer tidak berubah. Dan pada saat
ditambahkan pereaksi Dragendroff larutan menjadi keruh, hal ini menandakan
reaksi positif alkaloid. Hal ini terjadi karena adanya alkaloid bersifat basa dan saat
direaksikan menggunakan pereaksi Dragendorff terjadinya pengendapan karena
ada penggantian ligan, atom N punya PEB mengganti ion iodium pada pereaksi
Dragendorff dan juga pada alkaloid membentuk ikatan kovalen koordinat dengan
bismuth. Reaksi antara reagen Meyer atau Dragendorff dengan suatu senyawa
alkaloid merupakan reaksi asam-basa. Logam-logam berat dalam reaksi ini
berfungsi sebagai asam lewis, sedangkan senyawa alkaloid bertindak sebagai basa
lewis. Logam-logam berat dikatakan asam lewis karena mempunyai sifat untuk
menerima elektron dari suatu basa lewis. Alkaloid bertindak sebagai basa karena
mempunyai 2 buah elektron yang belum berikatan sehingga mempunyai
kemampuan untuk mendonorkan pasangan elektronnya (Marliana,2005). pada
percobaan ini diduga simplisia kulit buah manggis mengandung reaksi positif
alkaloid hal ini sesuai bahwa kulit buah manggis mengandung senyawa alkaloid.
Reaksi selanjutnya adalah percobaan untuk mendeteksi senyawa
polifenolat. Senyawa fenol dapat di definisikan secara kimiawi oleh adanya satu
cincin aromatik yang membawa satu (fenol) atau lebih (polifenol) substitusi
hydroksil, termasuk derifat fungsionalnya. Polifenol adalah kelompok zat kimia
yang ditemukan pada tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki
banyak gugus fenol dalam molekulnya. Polifenol memiliki spektrum luas dengan
sifat kelarutan pada suatu pelarut yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh
gugus hidroksil pada senyawa tersebut yang dimiliki berbeda jumlah dan
posisinya (Hattenschwiler dan Vitousek, 2000). Pada percobaan ini yang
dilakukan adalah filtrat simplisia ditambahkan larutan besi (III) klorida dan
timbunya warna hijau, biru-hijau, merah-ungu, biru-hitam hingga hitam
menandakan reaksi positif polifenolat atau timbul endapan coklat menandakan
adanya polifenolat. Pada percobaan ini reaksi yang dihasilkan adalah terbentuk
warna hijau dan endapan coklat, hal ini sesuai bahwa kulit buah manggis
mengandung senyawa polifenolat, hal tersebut terjadi dikarenakan senyawa
polifenolat yang terdapat dalam simplisia kulit buah manggis bereaksi dengan
pereaksi besi (III) klorida.
Reaksi selanjutnya adalah mendeteksi senyawa flavonoid. Flavonoid
memiliki kemampuan antioksidan yang mampu mentransfer sebuah elektron ke
senyawa radikal bebas dan membentuk kompleks dengan logam. Kedua
mekanisme itu membuat flavonoid memiliki beberapa efek, diantaranya
menghambat peroksidasi lipid, menekan kerusakan jaringan oleh radikal bebas
dan menghambat beberapa enzim (Harborne 1987). Yang dilakukan pada
percobaan ini adalah pertama-tama simplisia dilarutkan terlebih dahulu
menggunakan 100 ml air dan di didihkan selama 10 menit, hal ini ditujukan agar
senyawa dalam simplisia dapat tertarik, kemudia di saring dan filtratnya
ditampung sebagai larutan C, larutan C ini nantinya akan digunakan untuk
pemeriksaan senyawa golongan flavonoid, saponin dan antrakuinon. Kemudian
larutan C ditambahkan serbuk magnesium dan HCl pekat, hal ini bertujuan agar
terbentuk larutan amilalkohol, kemudian dikocok hingga kuat hingga terjadi
pemisahan, larutan yang terpisah merupakan lapisan amilalkohol. Pada percobaan
ini reaksi yang dihasilkan adalah adanya lapisan berbeda warna yang berupa
cincin, cincin tersebut merupakan lapisan amilalkohol. Hal ini menunjukan pada
reaksi tersebut terdapat adanya reaksi positif flavonoid dan sesuai literatur kulit
buah manggis juga mengandung flavonoid. Hal ini terjadi karena flavonoid terdiri
dari Benzopyron dan saat Benzopyronnya pecah maka pecahannya akan tertarik
dan menjadi amilalkohol.
Selanjutnya adalah mendeteksi keberadaan saponin pada kulit buah
manggis. Saponin adalah golongan glikosida dan sterol yang apabila dihidrolisis
secara sempurna akan menghasilkan gula dan satu fraksi non-gula yang disebut
sapogenin atau genin. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat
seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya dalam membentuk
busa dan menghemolisis darah. Hemolisis darah merah oleh saponin ini
merupakan hasil interaksi antara saponin dengan senyawa-senyawa yang terdapat
pada permukaan membran sel, seperti kolesterol, protein dan fosfolipid. Saponin
larut dalam air, sedikit larut atau tidak sama sekali dalam etanol dan metanol pekat
yang dingin (Harborne 1984). Pada percobaan ini yang dilakukan adalah larutan C
yang telah dibuat diambil 5 ml kemudian kocok vertikal selama 10 detik, hal ini
bertujuan supaya busa terbentuk dengan adanya pengocokan. Kemudian dibiarkan
adanya busa 1 cm, menunjukan bahwa adanya reaksi positif saponin. Dan hasil
reaksi dari percobaan ini adalah terbentuk busa yang stabil pada larutan, kemudian
setelah ditambahkan HCl beberapa tetes busa tetap stabil tidak hilang, hal ini
menandakan bahwa pada percobaan ini kulit buah manggis menghasilkan reaksi
positif saponin, hal tersebut sesuai dengan literatur bahwa kulit buah manggis
mengandung saponin.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan senyawa antrakuinon. Antrakuinon
merupakan golongan dari senyawa glikosida termasuk turunan kuinon,
antrakuinon mudah terhidrolisis. Senyawa antrakuinon dan turunannya seringkali
berwarna kuning sampai merah sindur (orange). Untuk identifikasi senyawa
antrakuinon digunakan reaksi Borntraeger. Semua antrakuinon memberikan warna
reaksi yang khas dengan reaksi Borntraeger. Jika larutan ditambah dengan amonia
maka larutan tersebut akan berubah warna menjadi merah untuk antrakuinon dan
kuning untuk antron dan diantron (Sirait, 2007). Tahap yang dilakukan pada
percobaan ini adalah larutan C di tambahkan beberapa tetes NaOH 1 N dan
terbentuknya warna kuning hingga merah menunjukan reaksi positif antrakuinon.
Penambahan NaOH tujuannya adalah untuk memberikan suasana basa pada
larutan C. Pada percobaan ini reaksi yang dihasilkan adalah terbentuk warna
merah, yang berarti positif antrakuinon. Tetapi sesuai literatur kulit buah manggis
tidak mengandung antrakuinon, hal ini menunjukan reaksi ini adalah reaksi positif
palsu, karena senyawa yang seharusnya tidak ada malah ada. Hal ini disebabkan
kemungkinan karena ada senyawa yang mirip dengan antrakuinon.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pada senyawa tanin. Tanin terdapat
luas dalam tumbuhan berpembuluh dengan angiospermae terdapat khusus dalam
jaringan kayu. Menurut batasnya, tanin dapat bereaksi dengan protein,
membentuk polimer yang tidak larut dalam air. Pada industri, tanin ialah senyawa
yang berasal dari tumbuhan yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah
menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya meyambung silang protein
(Herborne, 1987). Pada percobaan ini yang dilakukan adalah 1 gram simplisia
ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 15 menit, hal ini ditunjukan
supaya senyawanya tertarik pada pelarutnya dan memudahkan pengamatan.
Kemudian didinginkan dan disaring menjadi tiga bagian, dibagian yang pertama
ditambahkan besi (III) klorida, terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan
menandakan adanya reaksi positif tanin, pada percobaan ini warna yang terbentuk
adalah hitam kehijauan yang berarti pada percobaan ini mengandung reaksi positif
tanin. Kemudian pada bagian kedua ditambahkan gelatin 1%, terbentuknya
endapan putih menunjukan adanya reaksi positif tanin, pada percobaan ini warna
yang terbentuk adalah putih keruh dan tidak ada endapan, hal ini menunjukan
reaksi ini negatif, dan pada bagian ketiga ditambahkan pereaksi steasny dan
dipanaskan dengan penangas, adanya endapan merah muda menunjukan adanya
reaksi positif tanin dan warna yang terbentuk adalah berwarna orange, hal ini
menunjukan bahwa reaksi negatif. Dan sesuai literatur kulit manggis mengandung
tanin tetapi yang menunjukan berwana hitam kehijauan yang berarti yang
direaksikan dengan besi (III) klorida, hal ini sesuai dengan hasil percobaan bahwa
hanya menunjukan reaksi positif saat ditambahkan besi (III) klorida. Yang
bereaksi dengan besi (III) klorida merupakan tanin galat. Hal ini menunjukan
bahwa tanin yang ada di kulit buah manggis ini adalah tanin galat.
Selanjutnya adalah memeriksa senyawa monoterpen dan seskuiterpen.
Monoterpenoid merupakan senyawa “essence” dan memiliki bau yang spesifik
yang dibangun oleh 2 unit isopren atau dengan jumlah atom karbon 10.
Seskuiterpenoid merupakan senyawa terpenoid yang dibangun oleh 3 unit isopren
yang terdiri dari kerangka asiklik dan bisiklik dengan kerangka dasar naftalen
(Lenny,2006). Yang dilakukan pada percobaan ini adalah simplisia digerus
menggunakan eter, tujuannya adalah agar senyawa cepat menguap, kemudian
dibiarkan menguap sampai kering lalu ditambahkan larutan vanilin 10% dan asam
sulfat pekat timbulnya warna-warna menunjukan adanya reaksi positif mono dan
seskuiterpen. Pada percobaan ini warna yang dihasilkan adalah terbentuk warna
hijau, yang berarti reaksi positif mono dan seskuiterpen, sesuai literatur kulit buah
manggis tidak mengandung mono dan seskuiterpen, hal ini berarti menunjukan
adanya reaksi positif palsu yang kemungkinan disebabkan karena adanya senyawa
yang mirip dengan senyawa mono dan seskuiterpen.
Terakhir dilakukan pemeriksaan terhadap senyawa triterpenoid dan
steroid. Triterpenoid merupakan senyawa dengan kerangka karbonilnya berasal
dari enam satuan isoprene. Steroid alami berasal dari berbagai transformasi kimia
dari triterpena yaitu lanosterol dan saikloartenol. Senyawa steroid dapat
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat (Harborne 1987). Pada percobaan
ini yang dilakukan adalah simplisia digerus menggunakan eter kemudian disaring
dan filtrat disimpan di cawan penguap dan dibiarkan menguap, kemudian
direaksikan menggunakan pereaksi Liebermann-Burchard jika terjadi warna
merah-ungu menandakan positif triterpenoid, sedangkan jika berwarna hijau-biru
menandakan positif steroid. Dan pada percobaan ini warna yang dihasilkan adalah
berwarna merah ungu, hal ini menunjukan bahwa simplisia ini mengandung
triterpenoid. Pada percobaan ini senyawa steroid tidak terdeteksi. Pada skrining
fitokimia ini senyawa yang terdeteksi adalah senyawa mengandung alkaloid,
polifenolat, flavonoid, saponin, mono dan seskuiterpen, dan triterpenoid. Dan
reaksi positif palsunya adalah terjadi pada pemeriksaan antrakuinon dan mono dan
seskuiterpen.
Ekstraksi adalah pemisahan zat target dan zat yang tidak berguna dimana
teknik pemisahan berdasarkan perbedaan distribusi zat terlarut antara dua pelarut
atau lebih yang saling bercampur. Pada umumnya, zat terlarut yang diekstrak
bersifat tidak larut atau sedikit larut dalam suatu pelarut tetapi mudah larut dengan
pelarut lain (Harbone, 1987). Prinsip ekstraksi didasarkan pada distribusi zat
pelarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling
bercampur, seperti benzen, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah
zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbada dalam kedua fase pelarut.
Ekstraksi dibagi menjadi 2 yaitu ekstraksi secara dingin dan ekstraksi secara
panas. Dimana salah satu contoh metode ekstraksi secara panas dalah metode
refluks. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Ekstraksi refluks digunakan untuk mengektraksi bahan-bahan
yang tahan terhadap pemanasan. Prinsip dari refluks adalah penarikan komponen
kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat
bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari
terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang
akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang
berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan
sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan
dipekatkan. Keuntungan dari refluks adalah dapat digunakan untuk mengekstraksi
sampel-sampel yang memiliki tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung.
Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah
manipulasi dari operator. (Harbrone, 1987)
Pada percobaan ekstraksi, metode ekstraksi secara panas yang digunakan
adalah metode refluks. Dimana refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi refluks digunakan untuk
mengektraksi bahan-bahan yang tahan terhadap pemanasan. Prinsip dari refluks
adalah penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel
dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu
dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi
molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat,
akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian
seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna,
penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
Pertama alat refluks yang akan digunakan dipastikan dalam keadaan yang
bersih bertujuan untuk memastikan tidak ada pengotor atau kontaminan yang
terdapat dalam alat refluks sehinggga tidak mempengaruhi hasil akhir nanti,
kemudian labu destilasi dibilas menggunakan etanol bertujuan agar labu tersebut
terbebas dari pengotor atau kontaminan yang tidak diinginkan dan dimasukan batu
didih untuk meratakan panas sehingga panas menjadi homogen pada seluruh
bagian. Kemudian simplisia kulit buah manggis yang sudah di rajang ditimbang
sebanyak 300 gram, tujuan kulit buah manggis dirajang adalah agar simplisia
berukuran kecil sehingga memperluas sudut kontak dengan pelarut sehingga
senyawa yang tertarik akan semakin banyak, kemudian dimasukan ke dalam labu
destilasi. Kemudian ditambahkan pelarut sebanyak 675 ml etanol alasan
menggunakan pelarut etanol adalah memiliki tingkat kepolaran yang tinggi,
sehingga cocok untuk mengekstrak seyawa- senyawa yang polar dari tanaman.
Pelarut polar cenderung universal digunakan karena biasanya walaupun polar
tetap dapat menyari senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran lebih rendah.
Lalu labu destilasi dipasangkan pada alat refluks dan pemanas dinyalakan,
campuran di didihkan dalam labu selama 3 jam dan didinginkan. Filtrat yang
diperoleh disaring menggunakan kasa steril, kemudian ditampung di wadah
penampung.
Pemekatan ekstrak kali ini menggunakan alat Vaccum rotary evaporator .
Pertama ekstrak cair yang didapatkan sebelumnya dimasukkan ke dalam alat
Vaccum rotary evaporator dan diatur pada suhu kurang lebih 30-400C. Vaccum
rotary evaporator dijalankan. Prinsip dari alat Vaccum rotary evaporator ini,
yaitu pemanasan dan penurunan tekanan pada labu alas bulat dan memutar labu
alas bulat dengan kecepatan tertentu, sehingga suatu pelarut akan menguap dan
senyawa yang larut dalam pelarut tersebut tidak ikut menguap namun mengendap.
Dan dengan pemanasan dibawah titik didih pelarut, sehingga senyawa yang
terkandung dalam pelarut tidak rusak oleh suhu tinggi.. Tujuan dari evaporasi ini
memisahkan ekstrak kulit buah manggis dari etanol, sehingga sudah tidak
terkandung lagi etanol dari ekstrak yang telah didapatkan. Penguapan pelarut ini
tidak dilakukan sampai pelarut sepenuhnya hilang atau hingga simplisia kering,
karena akan sulit mengeluarkan ekstrak kering dari alat evaporator, sehingga
pemekatan dilanjutkan diatas waterbath. Diatas waterbath ekstrak dipekatkan
hingga sangat pekat.
Dari percobaan ekstraksi dan pemekatan yang telah dilakukan diperoleh
hasil rendemen 5,4618% dari simplisia sebanyak 300 gram dan ekstrak yang
diperoleh sebanyak 16,3855 gram. Tujuan pernghitungan rendemen ini yaitu
untuk melihat apakah jumlah hasil rendemen yang diperoleh sudah bagus atau
sesuai dengan literatur. Berdasarkan hasil dari skripsi Hanny Narulita yang
berjudul Studi Preformulasi Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.), hasil rendemen dari kulit buah manggis yang baik yaitu sebesar
12,5% dari 4000 g simplisia kulit buah manggis. Berdasarkan data tersebut, maka
hasil rendemen yang diperoleh agak sedikit jauh dari literatur tersebut.
Kromatografi adalah proses melewatkan sampel melalui suatu kolom,
perbedaan kemampuan adsorpsi terhadap zat-zat yang sangat mirip
mempengaruhi resolusi zat terlarut dan menghasilkan apa yang disebut
kromatogram (Khopkar, 2008). Dalam kromatografi, komponen-komponen
terdistribusi dalam dua fase yaitu fase gerak dan fase diam. Transfer massa antara
fase bergerak dan fase diam terjadi bila molekul-molekul campuran serap pada
permukaan partikel-partikel atau terserap. Pada kromatografi kertas bentuk naik,
kertasnya digantungkan dari ujung atas lemari sehingga tercelup di dalam solven
di dasar dan solven merangkak ke atas kertas oleh daya kapilaritas. Pada bentuk
turun, kertas dipasang dengan erat dalam sebuah baki solven di bagian atas lemari
dan solven bergerak ke bawah oleh daya kapiler dibantu dengan gaya gravitasi.
Setelah bagian muka solven selesai bergerak hampir sepanjang kertas, maka pita
diambil, dikeringkan dan diteliti. Dalam suatu hal yang berhasil, solut-solut dari
campuran semula akan berpindah tempat sepanjang kertas dengan kecepatan yang
berbeda, untuk membentuk sederet noda-noda yang terpisah. Apabila senyawa
berwarna, tentu saja noda-nodanya dapat terlihat. Distribusi dapat terjadi antara
fase cair yang terserap secara stasioner dan zat alir bergerak yang kontak secara
karib dengan fase cair itu. Dalam kromatografi partisi cairan, fase cair yang
bergerak mengalir melewati fase cair stasioner yang diserapkan pada suatu
pendukung, sedangkan dalam kromatografi lapisan tipis adsorbennya disalutkan
pada lempeng kaca atau lembaran plastik.
Pertama bejana (chamber) disiapkan yang telah berisi eluen sebanyak 5 ml
(n-heksan:etilasetat 3:2) kemudian kertas saring dimasukan ke dalam bejana KLT
(chamber). Kertas saring yang dimasukan kedalam chamber adalah sebagai
penanda bahwa eluen memenuhi dinding chamber sehingga proses elusi akan
berjalan dengan baik. Pada saat penjenuhan, chamber ditutup karena apabila eluen
dibiarkan terbuka, fase gerak akan habis menguap. Pada saat penjenuhan, chamber
tidak boleh diangkat dengan tujuan agar tekanan dalam larutan stabil dan tidak
terjadi penguapan lebih cepat pada eluen yang bersifat volatil. Eluen yang
digunakan dalam percobaan kali ini dilakukan elusi menggunakan berbagai
perbandingan eluen yang lain seperti n-heksan:etilasetat dengan perbandingan
berbeda-beda namun hasil yang tampak adalah bercak tidak terpisah atau terpisah
namun terjadi tailing. Pemantauan ekstrak dengan melakukan beberapa kali uji
kromatografi dengan kombinasi eluen yang berbeda ditujukan untuk melihat
pemisahan yang paling baik dengan eluen tertentu. Bila eluen terlalu polar, bercak
akan berada pada posisi paling atas pelat dan nilai Rf besar. Bila eluen terlalu non
polar, bercak akan berada pada posisi paling bawah pelat dan nilai Rf kecil. Nilai
Rf paling baik adalah pada rentang 0,2-0,8. Pelat silika gel GF254 disiapkan
kemudian diaktivasi pada oven suhu 150ºC selama 15 menit yang bertujuan untuk
menguapkan air yang terperangkap di dalam plat KLT sehingga pelat dapat
memisahkan komponen dengan baik. Kemudian diangkat, ekstrak kental yang
sudah dilarutkan dengan bebapa ml etanol alasan digunakan etanol karena etanol
merupakan pelarut semi polar sehingga dapat melarutkan senyawa yang bersifat
non polar dan polar. Kemudian di totolkan pada pelat silika gel GF254 yang sudah
di aktivasi menggunakan pipa kapiler, pada saat penotolan dilakukan setipis
mungkin agar pemisahan berjalan secara sempurna. Pelat KLT diberi batas dengan
pensil yaitu setinggi 1 cm dari bagian bawah dan 1 cm dari bagian atas. Pemberian
batas dilakukan agar proses elusi tidak berjalan baik karena tidak terpengaruh
ekstrak yang tercelup dalam eluen dan perhitungan Rf dapat dipantau dengan
baik. Totolan dibiarkan mengering, kemudian pelat yang sudah ditotolkan
dimasukan kedalam chamber yang sudah dijenuhkan, kemudian biarkan fase
gerak/eluen naik pada pelat KLT hingga tanda batas. Kemudian pelat diangkat dan
dibiarkan mengering, selanjutnya warna bercak dilihat di bawah sinar ultraviolet λ
254 nm dan 366 mm.
Hasil yang diperoleh setelah dilakukan pemantauan ekstrak menggunakan
berbagai kombinasi eluen, didapat hasil yang lebih baik pada kombinasi eluen n-
heksan:etilasetat dengan perbandingan 3:2. Pada pemantauan menggunakan eluen
ini, didapat 4 bercak fraksi n-heksana dan etilasetat. Antara fraksi n-heksan dan
etilasetat, bercak terlihat dalam sinar UV 254 nm, Rf yang didapat ada 4, yaitu
Rf1= 0,55, Rf2= 0,325, Rf3= 0,375 dan Rf4= 0,7. Rf yang diperoleh memenuhi
standar Rf yang baik yaitu 0,2-0,8.
Pada tahap selanjutnya dilakukan tahap fraksinasi. Fraksinasi adalah
proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari campuran (padat, cair, terlarut,
suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil (fraksi) komposisi
perubahan menurut kelandaian. Pembagian atau pemisahan ini didasarkan pada
bobot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada paling dasar sedang
fraksi yang lebih ringan akan berada diatas. Fraksinasi bertingkat biasanya
menggunakan pelarut organik seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana,
atau campuran pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin, lilin, tanin dan zat warna
adalah bahan yang penting dan dapat diekstraksi dengan pelarut organik
(Adijuwana et al, 1989). Pada proses fraksinasi ini metode yang digunakan adalah
metode ekstraksi cair-cair dan dilanjut kromatografi vakum. Ekstraksi cair-cair
adalah suatu teknik dalam suatu larutan (biasanya dalam air) dengan suatu pelarut
kedua (biasanya organik), yang tidak dapat saling bercampur dan menimbulkan
perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) kedalam fase yang kedua.
Pemisahan yang dapat dilakukan, bersifat sederhana, cepat dan mudah (Basset,
1994). Ekstrak kental yang telah ekstraksi dan yang sudah dilakukan proses
pemantauan ekstrak menggunakan KLT kemudian dilakukan proses fraksinasi,
ekstrak yang digunakan mengandung senyawa non polar, semi polar, dan polar
dan untuk memisahkannya maka digunakan proses ekstraksi cair-cair terlebih
dahulu.
Proses ekstraksi cair-cair alat yang digunakan adalah corong pisah ukuran
250 ml, kemudian ekstrak kental ditimbang sebanyak 2 gram, dan dilarutkan
dalam air panas sebanyak 100 ml. Ekstrak kental terlebih dahulu ditetesi etanol
hingga agak encer kemudian dilarutkan menggunakan 100 ml air panas, proses
pencampuran dilakukan di dalam penangas air supaya masih dialari panas, karena
jika tidak dialari panas ekstrak akan mengental kembali. Kemudian setelah
dicampurkan dimasukan kedalam corong pisah dan ditambahkan n-heksan 100
ml, tujuan ditambahkannya n-heksan adalah karena n-heksan merupakan pelarut
yang mempunyai kepolaran yang berbeda, jadi bisa digunakan untuk ekstraksi
cair-cair, karena ekstraksi cair-cair adalah pemisahan menggunakan pelarut yang
memiliki kepolaran yang berbeda. Air dan n-heksan memiliki kepolaran yang
berbeda, kemudian dikocok selama 15 menit agar bercampur, selama dikocok
selama 15 menit sesekali krannya dibuka, tujuannya adalah agar gasnya keluar,
karena jika gasnya tidak keluar gas yang terkandung didalam corong pisah
kemungkinan akan meledak dan banyaknya gelembung yang akan terdapat
dicorong pisah, kemudian setelah 15 menit larutan dipisahkan, fraksi n-heksan
ditampung dipisahkan dari fraksi airnya. Tujuannya adalah agar n-heksan terpisah
dari campurannya. Kemudian hal yang sama dilakukan tetapi dicampurkan
menggunakan pelarut etilasetat dan menggunakan fraksi air yang tadi dipakai,
etilasetat merupakan pelarut yang mempunyai kepolaran yang semipolar, maka
tidak akan terlalu bercampur dengan air hanya sedikit bercampur. Kemudian
etilasetat dipisahkan dari campurannya kemudian tampung sebagai fraksi.
Percobaan ini dilakukan hingga ekstrak yang di timbang sebanyak 8 gram, jadi
dilakukan sebanyak empat kali percobaan dan secara duplo. Tujuannya adalah
agar fraksi yang ditampung adalah lebih banyak. Setelah itu dilakukan pemantaun
hasil ECC menggunakan KLT, dan nilai Rf yang didapat pada fraksi n-heksan
adalah 0,375 sementara pada fraksi etilasetat nilai Rf yang di dapat adalah 0,375.
Fraksi n-heksan dan fraksi etilasetat yang di dapat kemudian dipekatkan
menggunakan alat rotary evaporator tujuannya adalah agar mendapatkan fraksi
yang lebih kental, dengan atau hanya sedikit pelarut yang didapatkan dari fraksi
tersebut. Prinsip rotary evaporator adalah penurunan tekanan pada labu bundar
dan pemutaran labu bundar sehingga pelarut dapat menguap lebih cepat dibawah
titik didihnya. Setelah pekat kemudian fraksi dipakai untuk digunakan
subfraksinasi. Subfraksinasi yang digunakan adalah menggunakan metode
kromatografi vakum dengan fraksi n-heksan, karena fraksi n-heksan yang didapat
adalah sedikit hanya 438 mg. Selanjutnya fraksi n-heksan yang didapat
diserbukan terlebih dahulu menggunakan silika gel H sebanyak 40,30 gram,
perhitungan ini didapat dari diameter kolom KCV, diameter lingkaran dan panjang
kolom KCV. Kemudian setelah fraksi n-heksan diserbukan kemudian dimasukan
kedalam kolom KCV kemudian diratakan sambil alat vakum dinyalakan, setelah
diratakan kemudian di simpan kertas saring diatasnya, hal ini ditujukan supaya
tidak ada partikel yang tidak di inginkan atau partikel yang lebih besar atau
pengotor masuk. Kemudian setelah itu di buat larutan seri campuran, larutan seri
campuran yang di pakai adalah mulai dari non polar, semi polar dan polar dengan
komposisi yang berbeda. Kemudian larutan seri campuran atau eluen ditambahkan
ke dalam kolom KCV sambil alatnya dinyalakan kemudian dibiarkan menetes dan
eluat terkumpul, setelah eluat terkumpul kemudian kran dibuka dan ditampung
sebagai fraksi. Kemudian cara yang sama diulang hingga seluruh fraksi
seluruhnya mengelusi pada kolom KCV tersebut. Saat dilihat warna fraksi yang
tertampung, fraksi mulai memberikan warna kuning pada eluen ke 4, pada fraksi
ke 4 yang digunakan adalah pelarut etil asetat 30 ml, dan mulai memberikan
warna pada fraksi-fraksi berikutnya.
Kemudian fraksi-fraksi yang telah di dapat dipekatkan, hal ini bertujuan
karena fraks-fraksi yang di dapat sangat cair dan jika dilakukan untuk pemantaun
subfraksinasi menggunakan KLT takut terjadi fehling atau berekor. Kemudian
setelah pekat fraksi-fraksi tersebut dilakukan pemantauan KLT, semua fraksi di
totolkan pada pelat KLT kemudian dimasukan kedalam chamber yang telah jenuh,
eluen yang di gunakan pada awalnya sama dengan eluen yang digunakan pada
pemantaun ekstrak yaitu etilasetat:n-heksan (3:2) dalam 5 ml. Kemudian saat di
elusi dan di lihat di sinar UV 254 nm dan 366 nm, spot hanya naik pada fraksi ke
4, 5, 6, 7 maka dari itu untuk pemantauan selanjutnya yang di totolkan hanya
fraksi 4, 5, 6, 7. Hal ini sedikit menunjukan bahwa senyawa yang di dapat di duga
mempunyai kepolaran semi polar dan polar. Dan kemudian fraksi 4, 5, 6, 7 di
elusi kembali di eluen yang sama tetapi dengan perbamdingan yang berbeda, dan
ternyata spot yang benar-benar naik hanya pada fraksi 5, 6, 7. Hal ini ditujukan
untuk mengambil fraksi-fraksi mana yang benar-benar aktif dan bisa dilanjut
untuk percobaan metode pemurnian KLT Preparatif. Kemudian fraksi 5, 6, 7 di
totolkan kembali pada pelat KLT tetapi di elusi dengan eluen n-heksan:etilasetat
(6:4) tetapi di dalam 10 ml. Dan ternyata spot yang naiknya baik adalah fraksi 6
dan 7 karena naik secara baik, tidak terlalu rendah dan juga tidak terlalu tinggi.
Maka fraksi yang dipakai untuk percobaan teknik pemurnian adalah fraksi 6 dan
7. Selanjutnya fraksi 6 dan 7 di lakukan teknik pemurnian menggunakan KLT
Preparatif.
Tahap selanjutnya adalah dilakukan teknik pemisahan dan pemurnian.
Pemisahan dan pemurnian adalah proses pemisahan dua zat atau lebih yang saling
bercampur serta untuk mendapatkan zat murni dari suatu zat yang telah tercemar
atau tercampur. Contoh materi yang tidak murni, yaitu bukan sebuah unsur atau
sebuah senyawa. Susunan suatu campuran tidak sama dengan sebuah zat, dapat
bervariasi, campuran dapat berupa homogen dan heterogen (Petrucci, 1996). Pada
percobaan kali ini teknik pemurnian yang dipakai adalah KLT Preparatif, tidak
dilakukan kristalisasi karena senyawa yang terdapat pada kulit buah manggis tidak
menghasilkan kristal. Karena tidak menghasilkan kristal maka teknik pemisahan
dan pemurnian yang di lakukan hanya KLT Preparatif saja. Tujuan dilakukannya
teknik pemisahan dan pemurnian ini adalah untuk memisahkan senyawa yang
diinginkan dari yang tidak diinginkan dan teknik ini juga merupakan mekanisme
memisahkan suatu senyawa dengan senyawa lain dalam rangka menghasilkan
suatu isolat yang murni.
Proses isolasi kromatografi lapis tipis preparatif terjadi berdasarkan
perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen
kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen. Oleh karena itu, daya serap
adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan
kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan
(Munson, 2010). Pengembangan pelat KLT Preparatif biasanya dilakukan dalam
bejana kaca yang dapat menampung beberapa pelat. Koefisien pemisahan dapat
ditingkatkan dengan cara pengembangan berulang. Harus diperhatikan bahwa
semakin lama senyawa berkontak dengan penyerap maka semakin besar
kemungkinan penguraian. (Nasution, 2010)
Yang dilakukan pada proses ini adalah fraksi-fraksi aktif yang sudah di
lakukan pemantauan KLT dicampurkan dalam satu vial, fraksi-fraksi aktif yang
dipilih adalah fraksi 6 dan 7, fraksi-fraksi ini kemudian dicampurkan disatu vial,
tujuannya adalah agar kedua fraksi bercampur dan bersatu homogen. Kemudian
setelah bercampur fraksi tersebut diuapkan kembali, tujuannya adalah agar fraksi
yang didapat lebih kental. Menunggu fraksi pekat chamber dijenuhkan terlebih
dahulu, chamber yang digunakan adalah chamber yang lebih besar dari chamber
KLT biasa, karena pelat KLT yang digunakan pada KLT Preparatif lebih tebal dan
lebih besar. KLT Preparatif juga melibatkan fase diam dan fase gerak,
penyangganya adalah sebuah pelat dengan ukuran ketebalan yang tebal dan besar.
Seperti halnya KLT biasa, fase diam yang paling umum digunakan pada KLT
Preparatif adalah silika gel. Pada percobaan ini silika gel yang diguanakan adalah
silika gel GF 254. Artinya silika terbuat dari gipsum yang dapat menempel pada
dinding chamber dan dapat menangkap cahaya pada gelombang 254. Kemudian
eluen yang digunakan adalah n-heksan:etilasetat (6:4) dalam 50 ml. Kemudian
biarkan chamber jenuh. Pelat KLT sebelumnya diberi garis pada bagian ujung
bawah dan atas dengan jarak 1 cm. Hal tersebut dibuat sebagai penanda agar spot
yang kita totolkan pada pelat KLT Preparatif tidak terendam eluen dan hasil
kemudian diaktivasi terlebih dahulu di dalam oven 150˚C selama 15 menit,
tujuannya adalah untuk menghilangkan air yang terdapat pada pelat.
(Sastrohamidjojo, 2007)
Setelah pelat KLT diaktivasi dan chamber sudah jenuh, fraksi yang sudah
pekat ditotolkan pada pelat KLT Preparatif yang sudah diaktivasi, totolan seacara
garis membentuk pita, tujuannya adalah untuk memudahkan dalam pengamatan
dan pengerokan senyawa yang akan diambil. Penotolan dilakukan secara tebal,
agar senyawa naik dan memudahkan untuk pengerokan senyawa yang akan
diambilnya. Setelah selsai ditotolkan pelat KLT Preparatif dimasukan kedalam
chamber dan dibiarkan dielusi menggunakan eluen n-heksan:etilasetat (6:4) dalam
50 ml. Kemudian dibiarkan jenuh pada eluennya. Setelah mencapai tanda batas,
pelat KLT diangkat dan dibiarkan mengering. Kemudian lihat di sinar UV 254 nm
dan 366 nm. Kemudian pita yang dipilih adalah pita yang memiliki warna lebih
nampak, tetapi warna ini bisa dilihat hanya di sinar UV tidak bisa dilihat secara
visual, hal tersebut dikarenakan pita noda yang naik sangat tipis sehingga hanya
bisa dilihat di sinar UV saja tidak bisa dilihat secara visual, hal tersebut
disebabkan karena pita yang memiliki warna yang paling pekat tidak terlalu naik,
hal ini bisa dikarenakan oleh penotolan yang kurang tebal atau kesalahan pada
membuat eluennya. Pita noda yang dikerok merupakan warna yang lebih pekat,
hal tersebut dikarenakan bahwa pita yang memiliki warna yang paling pekat
berarti pita tersebut memiliki senyawa yang banyak ada di dalam kulit buah
manggis.
Setelah pita yang dipilih dikerok menggunakan ujung spatel, kemudian
pita yang sudah dikerok dilarutkan menggunakan metanol 5 ml, kemudian
disaring menggunakan kertas saring, hal ini bertujuan untuk memisahkan silika
gel dengan senyawa kuning hasil KLT Preparatif yang dipilih. Hal ini bertujuan
agar tidak ada lagi senyawa pengotor yang didapat setelah KLT Preparatif
sehingga hanya terdapat satu isolat saja. Setelah dilarutkan kemudian isolat
dipekatkan kembali untuk dilakukan uji kemurnian sehingga pada akhirnya
didapat suatu senyawa murni.
Uji kemurnian adalah uji untuk memastikan bahwa isolat yang dihasilkan
tidak terkontaminasi oleh senyawa lain yang tidak diharapkan. Untuk menguji
suatu isolat yang mengandung senyawa murni atau terdapat campuran senyawa
lain, maka dapat dilakukan dengan uji kemurnian. Uji kemurnian ini dilakukan
untuk memastikan bahwa isolat yang dihasilkan tidak terkontaminasi oleh
senyawa lain yang tidak diharapkan. Pada praktikum kali ini dilakukan uji
kemurnian dengan metode yang digunakan untuk menguji tingkat kemurnian
suatu isolat atau kristal senyawa adalah penetapan rentang titik leleh, KLT satu
dimensi, KLT dua dimensi. (Ibrahim sanusi, 2013)
Pada titik lebur merupakan identitas fisiko kimia yang khas dimiliki oleh
suatu senyawa tertentu. Pengukuran rentang titik lebur akan memperlihatkan
keberadaan suatu pengotor atau kontaminan pada kristal senyawa. Suatu senyawa
murni akan memiliki rentang titik lebur yang pendek. Uji fitokimia dilakukan
untuk menentukan golongan senyawa aktif dari ekstrak tumbuhan. Uji fitokimia
yang sering dilakukan yaitu uji polifenol, kuinon, alkaloid, triterpenoid, steroid,
saponin dan flavonoid. (Ibrahim sanusi, 2013)
a. Pengujian Titik Leleh
Pada praktikum kali ini dilakukan uji titik leleh tujuan dari uji titik leleh
adalah untuk memperlihatkan keberadaan suatu pengotor atau kontaminan pada
kristal senyawa. Sampel kristal diberikan karena pada sampel simplisia kulit
manggis tidak terdapat kristal. Serbukkan kristal dari hasil isolasi dimasukkan
kedalam pipa kapiler sampai batas tanda kemudian disiapkan alat pengukur titik
lebur. Pipa kapiler dimasukkan ke dalam alat pengukur titik leleh, kemudian
tunggu hingga terjadi perubahan fasa pada serbuk kristal dan diukur besarnya
suhu dari mulai serbuk kristal meleleh hingga serbuk kristal berubah semua
menjadi cair. Rentang titik leleh adalah dimulai dari serbuk kristal pertama kali
meleleh sampai semua serbuk kristal berubah menjadi cairan. (Khopkar, 2008)
Rentang temperatur yang tidak begitu jauh menunjukkan kemurnian
padatan tersebut. Titik leleh yang ada pada literatur biasanya dalam bentuk titik
leleh. Sampel senyawa murni biasanya hanya terdiri atas satu bentuk kristal dan
meleleh pada temperatur dengan titik leleh kurang dari 1ºC. Besar daerah titik
leleh lebih dari 1ºC menunjukan adanya pengotor. Titik lebur juga diartikan
sebagai keadaan dimana terjadi keseimbangan antara fase padat dengan fase
lainnya pada suatu zat. (Khopkar, 2008)
Hasil yang didapatkan dari pengujian titik leleh adalah titik leleh awal
pada serbuk kristal pertama kali meleleh adalah 163ºC dan mencair seluruhnya
pada 175ºC, hal ini tidak masuk rentang yaitu hasilnya melebihi 1ºC maka dapat
dikatakan bahwa sampel menunjukkan adanya pengotor dan diduga sampel adalah
parasetamol karena pada parasetamol titik lelehnya adalah 169ºC pada pengujian
memasuki rentang tersebut.
b. KLT satu dimensi
`Pada praktikum kali ini dilakukan KLT satu dimensi. KLT satu dimensi
digunakan untuk menguji kemurnian suatu isolat berdasarkan pada sifat kepolaran
senyawa dalam isolat tersebut. Pada KLT satu dimensi terlebih dahulu isolat diuji
menggunakan eluen non polar terlebih dahulu, kemudian eluen semi polar dan
terakhiri eluen polar. Pertama-tama pelat KLT di beri garis bawah dan atas 1 cm,
kemudian pelat diaktivasi didalam oven pada suhu 105ºC selama 15 menit.
Siapkan eluen dan dijenuhkan dengan indikator kertas saring hal ini bertujuan
untuk mengetahui kejenuhan eluen kemudian masing-masing dalam 3 chamber
yaitu chamber 1 untuk eluen non polar n-heksana, chamber 2 untuk eluen semi
polar etilasetat dan chamber 3 untuk eluen polar metanol. Setelah 15 menit pelat
diangkat dan filtrat hasil KLT Preparatif ditotolkan tepat di sebelah kiri pelat KLT
kemudian pelat tersebut dimasukan ke dalam chamber hingga eluen menaik
sempurna. Pelat KLT tersebut diangkat lalu dianalisis dengan sinar UV pada
panjang gelombang 254 nm lalu dikeringkan. Hasil dari KLT satu dimensi adalah
bahwa suatu isolat murni akan memberikan hanya satu bercak pada semua hasil
pengembangan dengan semua eluen. Pada chamber 3 dengan eluen metanol yang
memberikan 1 bercak maka dapat dikatakan isolat murni pada eluen metanol.
c. KLT dua dimensi
Pada praktikum kali ini dilakukan KLT dua dimensi. KLT dua dimensi
digunakan untuk mengidentifikasi kemurnian suatu isolat dengan menggunakan
eluen dengan kepolaran berbeda dan arah berbeda. Pertama-tama disiapkan dua
buah chamber yaitu chamber 1 berisi eluen n-heksana:etilasetat (7:2) dan chamber
2 berisi n-heksana:etil asetat (2:7). Kemudian dijenuhkan dengan indikator kertas
saring hal ini bertujuan untuk mengetahui kejenuhan eluen. Pelat KLT disiapkan
yang sudah ditandai dan diaktivasi didalam oven pada suhu 105ºC selama 15
menit. Filtrat hasil KLT Preparatif ditotolkan tepat di sebelah kiri pelat KLT
kemudian pelat tersebut dimasukan ke dalam chamber hingga eluen menaik
sempurna. Plat KLT tesebut diangkat lalu dianalisis dengan sinar UV pada
panjang gelombang 254 nm lalu dikeringkan. Setelah kering, Pelat KLT
dimasukan ke dalam chamber kedua dengan terlebih dahulu memutar plat sebesar
90ºC sehingga bercak tepat berada di bawah hingga eluen menaik sempurna.
Kemudian, pelat KLT tersebut diangkat dan dianalisis dengan sinar UV 254 nm
untuk melihat adanya pengotor atau tidak. Hasil yang didapatkan pada pengujian
KLT dua dimensi yaitu memberikan 2 bercak, hal ini dapat dikatakan bahwa
adanya pengotor karena isolat murni menunjukkan satu bercak.
d. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi
cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu. Sinar ultraviolet
(UV) memiliki panjang gelombang antara 200-400 nm dan sinar tampak (visible)
memiliki panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran spektrofotometri
menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan energi elektronik yang
cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis
lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Spektrum
UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari
analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang
gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. (Rohman, 2007)
Berdasarkan detektornya, spektrofotometri yang sering digunakan dalam
analisis secara kimiawi, antara lain : (Underwood, 2003)
 Spektrofotometri Vis (visibel), pengukuran berlangsung pada panjang
gelombang visible
 Spektrofotometri UV (ultra violet), pengukuran berlansung pada panjang
gelombang ultra violet.
1. Spektrofotometri visible
Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar atau energi
adalah cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum
elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang
sinar tampak adalah 380 sampai 750 nm. Sehingga semua sinar yang dapat dilihat
oleh kita, entah itu putih, merah, biru, hijau, dan lain-lain. Selama kita dapat
dilihat oleh mata, maka sinar tersebut termasuk ke dalam sinar tampak(visible).
Sumber sinar tampak yang umumnya dipakai pada spektro visible adalah lampu
tungsten. Tungsten yang dikenal juga dengan nama Wolfram merupakan unsur
kimia dengan simbol W dan no atom 74. Tungsten mempunyai titik didih yang
tertinggi (3422ºC) dibanding logam lainnya. Karena sifat inilah maka digunakan
sebagai sumber lampu. Sample yang dapat dianalisa dengan metode ini hanya
sample yang memiliki warna. Oleh karena itu, untuk sample yang tidak memiliki
warna harus terlebih dulu dibuat berwarna dengan menggunakan reagent spesifik
yang akan menghasilkan senyawa berwarna. Reagent yang digunakan harus betul-
betul spesifik hanya bereaksi dengan analit yang akan dianalisa. Selain itu juga
produk senyawa berwarna yang dihasilkan stabil. biasanya pengujian
menggunakan reagent pewarna mempunyai waktu maksimal untuk mengukur agar
valid. salah satu contoh analisa dengan tektor Visible adalah Cr6+ yang
menggunakan pereaksi 2-diphenilcarbazide menghasilkan warna ungu.
(Underwood, 2003)
2. Spektrofotometri UV
Berbeda dengan spektrofotometri visible, pada spektrofotometri UV
berdasarkan interaksi sample dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang
gelombang 190-380 nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu deuterium.
Deuterium disebut juga heavy hidrogen. Dia merupakan isotop hidrogen yang
stabil yang terdapat berlimpah di laut dan daratan. Inti atom deuterium
mempunyai satu proton dan satu neutron, sementara hidrogen hanya memiliki satu
proton dan tidak memiliki neutron. Nama deuterium diambil dari bahasa Yunani,
deuteros, yang berarti “dua”, mengacu pada intinya yang memiliki dua partikel.
Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata kita, maka senyawa yang dapat
menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna.
Bening dan transparan. Oleh karena itu, sample tidak berwarna tidak perlu dibuat
berwarna dengan penambahan reagent tertentu. Bahkan sample dapat langsung
dianalisa meskipun tanpa preparasi. Namun perlu diingat, sample keruh tetap
harus dibuat jernih dengan filtrasi atau centrifugasi. Prinsip dasar pada
spektrofotometri adalah sample harus jernih dan larut sempurna. Tidak ada
partikel koloid apalagi suspensi.Spektrofotometri UV memang lebih simple dan
mudah dibanding spektrofotometri visible, terutama pada bagian preparasi
sample. Namun harus hati-hati juga, karena banyak kemungkinan terjadi
interferensi dari senyawa lain selain analat yang juga menyerap pada panjang
gelombang UV. Hal ini berpotensi menimbulkan bias pada hasil analisa. salah satu
analisa yang menggunakan UV sebagai detektornya adalah penetapan Thiamin
( vit B1). (Underwood, 2003)
Pertama-tama isolat murni diidentifikasi dengan spektrofotometri yakni
isolat diencerkan dengan metanol kemudian alat spektrofotometri tekan angka 1
dan pilih menu photometrik, kemudian ditekan tombol Go to WL (Wavelength)
untuk mengatur anjang gelombang dan tekan tombol angka untuk panjang
gelombang. Kemudian tekan enter, tekan tombol autozero untuk mengnolkan
angka yang tertera. Kemudian cuci kuvet dengan aquadest dan dilap, kuvet diisi
dengan aquadest kemudian kuvet disimpan pada tempat pembacaan absorbansi.
Setelah muncul angka dilayar tombol autozero ditekan untuk mengnolkan
(kalibrasi). Kemudian kuvet dicuci kembali dan dilap lalu isi kuvet dengan
blanko yaitu metanol dam dilakukan pembacaan absorbansi, blanko dilakukan
untuk membuat larutan konsentrasi menjadi 0. Kemudian kuvet dicuci dan dilap
kembali, diisi dengan sampel dan dilakukan pembacaan absorbansi. Absorbansi
adalah suatu polarisasi cahaya yang terserap oleh bahan (komponen kimia)
tertentu pada panjang gelombang tertentu sehingga akan memberikan warna
tertentu terhadap bahan. Sinar yang dimaksud yakni bersifat monokromatis dan
mempunyai panjang gelombang tertentu. (Marliana dkk, 2005)
Hasil dari pengujian pada spektrofotometri UV-Vis nilai absorbansi 0,414
dengan panjang gelombang 314,0 kemudian absorbansi 0,586 dengan panjang
gelombang 241,0 dan absorbansi 0,738 dengan panjang gelombang 217,0 hasil
tersebut memenuhi syarat karena memasuki rentang yaitu 0,2 – 0,8. Kemudian
senyawa yang diperoleh dari hasil identifikasi adalah diolefin memiliki gugus
kromofor mempunyai panjang gelombang 217-245 memasuki nilai panjang
gelombang pada pengujian dan diperoleh senyawa flavonoid karena dilihat dari
hasil pada grafik spektrofotometri memiliki 2 puncak dan memenuhi salah satu
syarat rentang senyawa flavonoid yaitu pada panjang gelombang 250-360 tetapi
salah satu hasil pengamatan panjang gelombang tidak memenuhi syarat
dikarenakan batokromik. Batokromik adalah pergeseran punscak absorbsi ke
arah panjang gelombang yang lebih besar (disebut juga red shift atau
batokhromik shift). Hal ini terjadi karena pengaruh pelarut atau efek substitusi.
(Marliana dkk, 2005)

VI. Kesimpulan
Pada proses isolasi simplisia kulit buah manggis ini pada hasil skrining
fitokimia kandungan senyawa kimia yang di dapat adalah alkaloid, polifenolat,
flavonoid, saponin, tanin, monoterpen dan seskuiterpen, dan triterpen dan steroid.
Dan yang menunjukan reaksi positif palsu adalah pada antrakuinon, tanin,
monoterpen dan seskuiterpen. Positif palsu terjadi karena adanya senyawa yang
mirip dengan senyawa lain yang ada pada kulit buah manggis. Kemudian saat
dilakukan proses ekstraksi, ekstraksi yang dipakai adalah metode refluks, karena
senyawa tahan panas dan simplisia besar dan keras. Ekstrak yang diperoleh dari
300 gram simplisia adalah 16,3855 gram dengan nilai rendemen 5,4618% hal ini
menunjukan bahwa rendemen jauh dari literatur. Kemudian saat dilakukan
pemantauan ekstrak menggunakan KLT eluen yang dipakai adalah n-
heksan:etilasetat (3:2) dalam 5 ml dan Rf yang di dapat adalah 0,55 dan 0,325
pada spot 1, pada spot 2 adalah 0,375 dan 0,7 hal ini menunjukan Rf yang didapat
baik, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.
Kemudian dilakukan tahap fraksinasi, metode yang di pakai adalah metode
ekstraksi cair-cair, pada ECC di dapat fraksi pekat n-heksan sebanyak 0,438 dan
fraksi pekat etilasetat sebanyak 0,7486. Dan saat dilakukan pemantauan fraksi
menggunakan KLT pada fraksi n-heksan Rf yang di dapat adalah 0,375 dan pada
fraksi etilasetat Rf yang di dapat adalah 0,375. Hal ini menunjukan Rf yang
didapat cukup baik. Kemudian saat dilakukan proses subfraksinasi menggunakan
metide KCV fraksi aktif yang di dapat adalah pada fraksi 6 dan 7 yang merupakan
fraksi yang cenderung memakai eluen polar. Dan saat fraksi 6 dan 7 dilakukan
pemantauan fraksi untuk memilih eluen yang cocok digunakan untuk teknik
pemurnian dan pemisahan menggunakan KLT Preparatif, eluen yang dipilih
adalah n-heksan:etilasetat (6:4) dalam 50 ml. Saat dilakukan proses elusi warna
yang sangat pekat tidak naik jadi yang dipilih warna yang naiknya sangat tinggi
dan kerokan yang dihasilkan sedikit kemungkinan karena kesalahan komposisi
pada eluen. Kemudian setelah itu dilakukan uji kemurnian, saat dengan metode
KLT satu dimensi hasilnya spot hanya naik di eluen semi polar pada etilasetat dan
eluen polar pada metanol, hanya dihasilkan satu spot yang menandakan senyawa
murni. Tetapi saat dilakukan uji KLT dua dimensi spot yang dihasilkan lebih dari
satu yang ditandakan tidak murni, hal ini terjadi karena adanya pengotor pada
isolat. Uji titik leleh dilakukan tidak memakai isolat yang diperoleh karena
senyawa tidak menghasilkan kristal, dan saat dilakukan uji titik leleh zat X,
diduga zat tersebut adalah Paracetamol. Kemudian yang terakhir adalah isolat
diuji menggunakan alat spektrofotometer UV-IR dan setelah dilakukan
pemantauan menggunakan spektrofotometer UV-IR panjang gelombang yang di
dapat adalah 314,0 nm, 241,0 nm dan 217,0 nm dan diduga senyawa tersebut
adalah flavonoid dengan gugus kromofor diolefin, adanya ketidaksesuai salah satu
nilai absorbansi dikarenakan adanya batokromik.

VII. Daftar Pustaka


Adijuwana, Nur M.A. (1989). Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi. Bogor:
Universitas IPB.
Fessenden. (2003). Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Gritter. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: ITB.
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB.
Hattenschwiller, S dan Vitousek, P. M. (2000). The Role Of Polyphenols
Interrestrial Ecosystem Nutrient Cycling. Review PII: S0169-
5347(00)01861-9 TREE vol. 15, no. 6 June 2000.
Khopkar, SM. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.
Lenny Sofia. (2006). Senyawa Terpenoida dan Steroida. Departemen Kimia
FMIPA. Medan: Universitas Sumatra Utara.
Marliana, D. S., Venty, S, dan Suryono. (2005). Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam dalam
Ekstrak Etanol. Jurnal Biofarmasi. 3(1) : 29.
Munson. (2010). Plant Resources of South East Asia,Edible Fruits and Nuts,
Prosea Foundation. Bogor.
Narulita, Hanny. (2015). Studi Preformulasi Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah
Manggis (Garcinia mangostana L.). Jakarta: UIN Syarifhidayatullah.
Nasution. (2010). Pharmacochemical Investigation on Raw Materialsof
Passiflora Edulis Forma Flavicarpa. Planta Med.
Petrucci. (1996). Kimia Dasar. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sastrohamidjojo, Hardjono. (2007). Spektroskopi, Edisi ketiga. Yogyakarta:
Liberty
Sirait, Midian. (2007). Penuntun fitokimia dalam farmasi. Bandung: Penerbit ITB.
Soebagio,dkk. (2002). Kimia Analitik. Malang: FMIPA UNM.
Sudjadi. (1988). Metode Pemisahan. Yogyakarta: Kanisius.
Underwood. (2002). Analisis Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Lampiran
Hasil spektrofotometri UV-IR

Nilai absorbansi yang di dapat

Grafik spektrum yang di dapat

Anda mungkin juga menyukai