i
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu bahan seperti obat tidak hanya terdiri dari satu komponen saja,
melainkan lebih dari satu komponen. Untuk mengetahui komponen-
komponen yang terkandung dalam obat atau bahan tersebut maka dilakukan
analisis kimia. Komponen-komponen yang terdapat dalam suatu obat dapat
diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik. Salah satu metode
analitik yang dapat digunakan dalam menentukan komponen-komponen
penyusun obat adalah kromatografi.
Kromatografi merupakan suatu prosedur pemisahan zat terlarut oleh
suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri atas dua
fase atau lebih (Harmita, 2015). Zat-zat terlarut akan menunjukkan
perbedaan mobilitasnya. Mobilitas zat-zat tersebut berbeda dikarenakan
oleh perbedaan adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul,
atau kerapatan muatan ion.
Terdapat banyak jenis kromatografi, namun kromatografi yang dapat
dilakukan dengan menggunakan perlatan yang sederhana, waktu yang cukup
singkat, dan hanya menggunakan jumlah zat yang kecil adalah kromatografi
lapis tipis. Kromatografi lapis tipis atau yang biasa dikenal dengan KLT
atau Thin Layer Chromatography (TLC) tidak memerlukan ruangan yang
besar dan teknik pengerjaannya juga sederhana.
1
BAB 2
TEORI DASAR
2.1. Teori Dasar
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan fase diam berupa
padatan, yaitu pelat datar (bisa berupa kaca, plastik, atau lembaran logam) yang
dialirkan fase gerak ke dalamnya dan berupa fase cair. Pemisahan senyawa
berdasarkan prinsip bahwa setiap komponen memiliki perbedaan polaritas dan
akan mengadsorbsi fase diam (adsorben) serta akan tertarik oleh fase gerak
dengan kecepatan yang berbeda-beda. Sejumlah kecil komponen yang akan
dipisahkan ditotolkan ke pelat KLT untuk dipisahkan dengan cara elusidasi
oleh fase gerak. Fase gerak yang disimpan dalam chamber akan naik ke pelat
KLT dan memisahkan komponen senyawa yang ditotolkan.
2
BAB 3
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat:
1. Chamber
2. Pelat KLT
3. Lampu UV
4. Beaker glass
5. Gelas ukur
6. Pipa kapiler
7. Lakban
8. Plat tetes
9. Pipet
Bahan:
1. Sampel (campuran Sulfonilamida)
2. Eluen (etil asetat : metanol : NH4OH = 17 : 6 : 5)
3. Standar (Sulfadinamidin, Sulfametoksazol, Benzokain, Sulfasetamid
Na)
4. Pereaksi pDAB
3
7. Memberi titik pada garis dengan jarak titik 1,5 cm sebanyak 6 titik. 4
titik untuk penotolan masing-masing standar dan 2 titik untuk
penotolan sampel (sample di duplo).
8. Mengambil standar dan sampel menggunakan pipet, kemudian
dimasukkan pada plat tetes.
9. Menotolkan masing-masing standar dan sampel menggunakan pipa
kapiler pada spot yang sudah ditandai pada pelat KLT.
10. Meletakkan pelat KLT secara tegak lurus pada chamber yang telah
disiapkan dengan posisi spot berisi standar dan sampel di bagian
bawah.
11. Memerhatikan elusidasi pada pelat KLT yang dilakukan oleh fase
gerak.
12. Mengangkat pelat ketika elusidasi telah mencapai garis 1 cm dari
bagian atas pelat.
13. Mengeringkan pelat KLT.
14. Memeriksa hasil elusidasi di bawah sinar UV.
15. Menandai spot-spot yang terbentuk di bawah sinar UV
menggunakan pensil.
16. Memberi pewarnaan dengan pereaksi pDAB.
17. Menghitung Rf masing-masing spot pada pelat KLT.
4
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
2. Pelat KLT
setelah diberi
pewarnaan
oleh pereaksi
pDAB
Rumus hitung Rf :
5
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑝𝑜𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒 𝑎𝑡𝑎𝑠
𝑅𝑓 =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛
Jarak permukaan eluen = 7 cm
Perhitungan standar :
No Nama Standar Jarak Spot (cm) Rf
1. Sulfadimidin 2,8 0,50
2. Sulfametoksazol 3,0 0,43
3. Benzokain 5,7 0,81
4. Sulfasetamid Na 2,7 0,39
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan pada praktikum kali
ini, kami menyimpulkan bahwa pada sampel yang kami periksa terkandung
sulfametoksazol, benzoikain, dan sulfasetamid Na. Hal tersebut dibuktikan
dengan persamaan Rf yang ditunjukkan oleh bercak atau spot yang terdapat
pada sampel dan spot standar. Pelat KLT berfluoresensi di bawah sinar UV
dengan panjang gelombang 254 nm, sedangkan di bawah sinar UV dengan
panjang gelombang 366 nm pelat KLT tidak berfluoresensi sehingga
bercakpada pelat KLT tidak muncul.
Pada sampel 1 dan 2 terdapat 3 buah spot. Rf spot 1 pada kedua
sampel memiliki nilai Rf 0,39. Nilai Rf tersebut sama dengan nilai Rf
sulfasetamid Na, yaitu 0,39. Rf spot 3 pada kedua sampel memiliki nilai Rf
6
0,84. Nilai Rf tersebut tidak berbeda jauh dengan nilai Rf standar
benzokain, yaitu 0,81. Sedangkan spot 2 pada sampel menunjukkan nilai Rf
yang relatif jauh dengan nilai Rf standar sulfametoksazol ataupun
sulfadimidin. Rf spot 2 pada sampel bernilai 0,5, sedangkan Rf standar
sulfametoksazol 0,43, dan Rf standar sulfadimidin adalah 0,4. Maka dari itu,
kami tetap menyimpulkan bahwa pada sampel terkandung sulfametoksazol
juga karena nilai Rf yang paling mendekati Rf spot 2 sampel adalah
sulfametoksazol.
Namun jika dibandingkan dengan beberapa literatur, diketahui bahwa
nilai Rf sulfametoksazol adalah ±0,7 dan nilai Rf sulfadimidin adalah ±0,5.
Dikutip dari buku Analytical Profiles of Drug Substances, Rf
sulfametoksazol bernilai 0,7 berdasarkan elusidasi fase gerak alkohol : n-
heptana : kloroform : asam asetat dengan perbandingan 25 : 25 : 25 : 7.
Sedangkan nilai Rf sulfadimidin adalah 0,5 berdasarkan elusidasi fase gerak
kloroform : n-butanol dengan perbandingan 4 :1 dikutip dari DOI:
10.1080/01652176.1984.9693899. Pada literatur lain disebutkan Rf
sulfametoksazol 0,74 dan Rf sulfadimidin 0,59. Jika dilihat dari Rf pada
literatur, spot 2 pada sampel adalah sulfadimidin dikarenakan Rf spot 2
adalah 0,5. Ketidaksamaan Rf pada sampel dan standar mungkin
dikarenakan terjadi kesalahan saat penotolan. Mungkin juga terdapat
pengotor saat melakukan pengerjaan selama praktikum sehingga terjadi
perbedaan nilai Rf yang relatif jauh.
7
BAB 5
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum kromatografi lapis tipis ini dapat disimpulkan bahwa
sampel positif mengandung sulfasetamid Na dan benzokain pada spot 1 dan 3.
Berdasarkan perhitungan Rf spot 2 pada sampel, kami juga menyimpulkan
bahwa sampel mengandung sulfametoksazol. Walaupun nilai Rf spot 2 dengan
standar cukup jauh, Rf standar sulfametoksazol yang paling mendekati Rf spot
2 pada sampel. Selain itu, kami juga menyimpulkan bahwa terjadi kesalahan
selama pengerjaan praktikum jika ditinjau dari perbedaan nilai Rf standar dan
nilai Rf spot 2, begitu pula dengan perbedaan nilai Rf yang cukup signifikan
antara Rf standar sulfametoksazol dan sulfadimidin yang kami kerjakan
dengan Rf beberapa literatur.
8
DAFTAR REFERENSI
EGC
www.books.google.co.id
www.books.google.co.id
10.1080/01652176.1984.9693899
9
LAMPIRAN
Gambar Keterangan
Hasil pengamatan
Penjenuhan
hamber yang
sudah berisi eluen
10
Proses elusidasi
11