ANSIETAS
Disusun oleh:
Kelompok 7 (Obat Gangguan Saraf – C)
Abie Rabbina Addha 1606874993
Ayu Savira Rahmafitri 160874974
Baiq Junjung P. R. 1506677585
Nadia Rizqi Aziza 1606874740
Ocha Putri Mulia 1606924360
Regina Sharon Wibowo 1606879994
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2018
1
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Obat Gangguan Saraf : Anxietas” ini dengan
segala keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki.
Kami ingin berterima kasih kepada Dr. Fadlina Chany Saputri S.Si., M.Si., Apt. selaku
dosen pengampu mata kuliah Obat Gangguan Saraf, serta kepada kawan-kawan yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Kami harap makalah ini dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai definisi, patofisiologi, terapi
farmakologis, dan algoritme terapi dari penyakit anxiietas sebagai bekal ilmu kita sebagai calon
apoteker masa depan. Semoga makalah ini dapat dipahami dan berguna bagi kelompok kami
sendiri serta orang lain yang membacanya.
Kami mengetahui bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu kami
terbuka dengan kritik dan masukan dari pembaca untuk pembuatan makalah yang lebih baik.
Mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata dan penulisan yang kurang berkenan.
Penulis
2
Daftar Isi
BAB I ............................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................ 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................................................ 5
1.4 Manfaat .............................................................................................................................................. 5
BAB II .......................................................................................................................................................... 6
ISI ................................................................................................................................................................. 6
2.1 Pendahuluan Anxietas ...................................................................................................................... 6
2.1.1 Pengertian Anxietas ................................................................................................................... 6
2.1.2 Jenis jenis ansietas: .................................................................................................................... 6
2.1.3 Alat Ukur Ansietas: ................................................................................................................... 7
2.1.4 Ciri-ciri/Gejala Ansietas: .......................................................................................................... 8
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan .................................................................... 9
2.1.6 Upaya-upaya untuk Mengatasi Kecemasan ......................................................................... 10
2.2 Patofisiologi Anxietas...................................................................................................................... 11
2.2.1 Model noradrenergic .............................................................................................................. 12
2.2.2 Model serotonergic................................................................................................................... 12
2.2.3 Model Reseptor GABA ............................................................................................................ 13
2.2.4 Model Corticotropin Releasing Factor................................................................................... 14
2.3 Terapi Farmakologi ....................................................................................................................... 14
2..3.1 Benzodiazepin .......................................................................................................................... 14
2.3.2 Antikonvulsan .......................................................................................................................... 16
2.3.3 Beta Bloker ............................................................................................................................... 17
2.3.4 Antidepresan ............................................................................................................................ 17
2.3.5 Buspirone .................................................................................................................................. 20
2.4 Terapi Nonfarmakologi .................................................................................................................. 21
2.5 Kondisi Kecemasan Berdasarkan Kasus ...................................................................................... 22
BAB III....................................................................................................................................................... 24
PENUTUP.................................................................................................................................................. 24
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................................... 24
3.2 Saran ................................................................................................................................................ 24
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ansietas (kecemasan) merupakan keadaan emosional negatif yang ditandai dengan adanya
firasat dan ketegangan fisik, seperti hati berdetak kencang, berkeringat,kesulitan bernapas.
Kecemasan adalah hal yang normal di dalam kehidupan karena kecemasan sangat dibutuhkan
sebagai pertanda akan bahaya yang mengancam. Namun ketika kecemasan terjadi terus-
menerus, tidak rasional dan intensitasnya meningkat, maka kecemasan dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari dan disebut sebagai gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan adalah
salah satu gangguan mental yang umum. Gangguan kecemasan terkait dengan jenis kelamin
yaitu pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria.
Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stress atau konflik. Hal ini biasa
terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut untuk
mampu beradaptasi. Kecemasan berkaitan dengan kehidupan manusia yaitu adanya rasa
kekhawatiran, kegelisahan, ketakutan, dan rasa tidak tentram yang biasa dihubungkan dengan
ancaman bahaya baik dari dalam maupun dari luar individu.
Kecemasan merupakan gejala normal pada manusia dan disebut patologis bila gejalanya
menetap dalam jangka waktu tertentu dan mengganggu ketentraman individu. Kecemasan
sangat mengganggu homoestasis dan fungsi individu, oleh kerena itu kecemasan dapat di atasi
dengan terapi farmakologi dan non farmakologi.
4
4. Bagaimana mekanisme obat obat yang dapat digunakan untuk terapi pasien dengan
ansietas?
5. Apa saja yang menjadi perhatian dalam penggunaan obat obat untuk terapi
ansietas?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1.4 Manfaat
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan informasi bagi pembaca dalam
mempelajari kecemasan, gejala-gejala kecemasan, faktor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan, patofisiologi kecemasan, serta terapi farmakologi dan non farmakologi.
5
BAB II
ISI
Ansietas dapat dialami siapa saja tanpa memandang usia, jenis kelamin, latar belakang
sosial maupun ekonomi. Namun menurut American Psychiatric Association, wanita lebih
rentan mengalami ansietas dibandingkan pria karena terdapat perbedaan pada otak dan
hormon dari keduanya. Dimana sebagian besarnya di dominasi oleh usia dewasa atau lansia.
Selain itu, seseorang yang memiliki kepribadian tertutup, memiliki trauma masa silam dan
riwayat keluarga dengan ansietas juga berpotensi besar mengalami ansietas. Ansietas juga
dapat timbul sebagai efek dari suatu penyakit, misalnya pada penderita kanker yang kerap
diselimuti ketakutan berlebih akan penyakit yang dideritanya, termasuk masalah perawatan
dan kondisi keuangan.
6
Orang-orang dengan PD mengalami serangan panik dan sangat khawatir tentang
kapan serangan berikutnya akan terjadi. Serangan panik adalah serangan rasa takut
mendadak yang berlangsung selama beberapa menit. Biasanya orang-orang dengan
serangan panik takut bahwa mereka akan kehilangan kontrol atau takut adanya bencana
akan datang ketika tidak ada bahaya nyata yang ada. Seringkali orang akan mengalami
gejala fisik selama serangan panik seperti berkeringat, kesulitan bernafas, jantung
berdebar, pusing, nyeri dada, atau perasaan bahwa mereka mengalami serangan jantung.
4.Social Phobia
Fobia Sosial, atau Gangguan Kecemasan Sosial, ditandai oleh kecemasan yang
signifikan ketika berada dalam situasi sosial, atau ketika tampil di depan orang lain. Ini
ditandai dengan reaksi fisiologis, seperti takikardia, diaphoresis, tremor, serta ketakutan
untuk dihakimi oleh orang lain.
7
kebiasaan dan emosi yang dialami. Masing-masing item terdiri atas “ya” dan “tidak”
(Psychology tools, 2017).
Depression, Anxiety Stress Scale (DASS)
DASS terdiri atas pertanyaan terkait tanda dan gejala depresi, ansietas dan stres.
Kuesioner DASS ada dua jenis yaitu DASS 42 dan DASS 21. DASS 42 terdiri atas 42
pertanyaan sedangkan DASS 21 terdiri atas 21 pertanyaan, masing-masing gangguan
(depresi, ansietas, dan stres) terdapat 7 pertanyaan. Masing-masing item terdiri atas 0 (tidak
terjadi dalam seminggu terakhir) sampai 3 (sering terjadi dalam waktu seminggu terakhir)
(Psychology Foundation of Australia, 2014).
Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS)
Kuesioner SAS terdiri atas 20 pernyataan terkait gejala ansietas. Masing-masing
pernyataan terdapat 4 penilaian yang terdiri dari 1 (tidak pernah), 2 (jarang), dan 3 (kadang-
kadang), dan 4 (sering). Klasifikasi tingkat ansietas berdasarkan skor yang diperoleh yaitu
20-40 (tidak cemas), 41-60 (ansietas ringan), 61-80 (ansietas sedang), dan 81-100 (ansietas
berat) (Sarifah, 2013).
Anxiety Visual Analog Scale (Anxiety VAS)
Suatu alat untuk mengukur tingkat kecemasan dengan menggunakan garis
horizontal berupa skala sepanjang 10cm atau 100mm. Penilaiannya yaitu ujung sebelah
kiri mengidentifikasikan “tidak ada kecemasan” dan semakin ke arah ujung sebelah kanan
kecemasan yang dialami luar biasa (Misgiyanto & Susilawati, 2014).
1.Kegelisahan/kegugupan
3. Banyak berkeringat,
4.Sulit bernafas,
8
6. Terdapat gangguan di lambung,
7. Nyeri dada.
Ciri-ciri Sikap/Perilaku :
1. Menghindari keramaian dan memilih untuk menyendiri. Mereka cenderung
memikirkannya dan bertanya-tanya tentang penilaian orang lain terhadapnya.
Ciri-ciri Kognitif
3.Perasaan terganggu atau ketakutan terhadap sesuatu yang akan terjadi di masa depan.
4. Keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi tanpa ada penjelasan
yang jelas,
9
b. Tingkat Kedewasaan/ Maturasi
c. Tingkat Pengetahuan
B. Terapi Somatik/Fisik
Gejala atau keluhan fisik sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari
kecemasan yang berkepanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik ( fisik
) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
C. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi semangat atau dorongan agar pasien
yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
10
2) Psikoterapi re-konstruktif, dimaksutkan untuk membina kepribadian yang mengalami
kecemasan agar tidak mengalami kecemasan.
3) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien yaitu kemampuan
untuk berpikir secara rasional, konsentrai dan daya ingat.
4) Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika
kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadap
kecemasan.
5) Psikoterapi keluarga untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan agar faktor keluarga
tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor
pendukung
6) Terapi psikoreligius untuk meningkatkan keimanan seseorang ,sehingga memiliki
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan.
D. Nafas Dalam
Area di otak yang merupakan kunci dari terjadinya rasa takut dan rasa cemas (anxietas) yaitu:
a. Amygdala, yang merupakan bagian yang terletak di lobus temporal, memiliki peran
penting dalam stimulus rasa takut dan respons untuk rasa takut.
b. Locus Cereleus (LC), yang terdapat pada batang otak, tempat utama Norepinefrin (NE).
c. Hippocampus, yang merupakan bagian yang terletak di lobus temporal, yang berperan
dalam mengingat memori traumatic dan rasa takut kontekstual.
11
Patofosiologi anxietas dibagi menjadi beberapa model, yaitu:
Reseptor 5-HT yang diduga memainkan peran yang sangat penting dalam
kecemasan yaitu reseptor 5-HT1A.Reseptor5-HT1A adalah auto-reseptor pada neuron
presinaptik (Raphe nuclei cortex) yang ketika dirangsang menghambat pelepasan 5-HT
(feedback negative 5- HT) dari neuron presinaptik ke sinaps. Stres jangka panjang
menurunkan kepekaan reseptor 5-HT1A.
12
Gambar Reseptor 5-HT1A
13
Gambar Site GABA, benzodiazepine dan barbiturate
14
Meningkatkan GABA dengan cara meningkatkan efektivitas reseptor GABAA (reseptor
yang berhubungan dengan kecemasan).
Penjelasan Gambar:
15
o Setelah mengikat, benzodiazepin mengunci reseptor GABAA menjadi
konformasi yang meningkatkan pengikatan GABA. Peningkatan GABA yang
terikat pada reseptor meningkatkan frekuensi pembukaan kanal ion, sehingga
memperkuat efek penghambatan potensial aksi
2.3.2 Antikonvulsan
Patofisiologis ansietas : GABA rendah
Mekanisme kerja obat :
Meningkatkan GABA dengan cara Inhibisi kanal Ca2+. Efek ansiolitik: muncul melalui
ikatan afinitas tinggi terhadap protein subunit α 2- of dari kanal Ca2+.
CONTOH OBAT
1. Gabapentin:
Terapi untuk social anxiety disorder :
Dosis: 100 mg sehari 3 kali
Rentang dosis (mg/hari): 900-3600
Efek samping: Pusing dan mulut kering.
2. Pregabalin:
Terapi untuk:
1. Generalized Anxiety Disorder:
Dosis: 50 mg sehari 3 kali.
Rentang dosis (mg/hari): 150-600
2. Social Anxiety Disorder:
Dosis: 100 mg sehari 3 kali.
Rentang dosis (mg/hari): 600
16
Efek samping: pusing dan mengantuk.
MEKANISME KERJA
1. Menghambat norepinephrine (noradrenalin) dan epinephrine (adrenaline) agar
tidak berikatan dengan reseptor-reseptor beta (terutama Beta 1 Adrenergic Receptor).
2. Menyebabkan penurunan aktifitas adrenalin dan noradrenalin.
Beta bloker pada intinya adalah obat yang dapat mengurangi persepsi kecemasan,
dengan cara mencegah gejala peripheral autonomic symptoms (gejala fisik yang
menyertai gangguan kecemasan tertentu) seperti meningkatnya denyut jantung,
berkeringat, tremor.
Dosis untuk Social Anxiety Disorder:
10 to 80 mg of propranolol
25 to 100 mg of atenolol
Dikonsumsi 1 jam sebelum hasil yang diinginkan
2.3.4 Antidepresan
2.3.4.1 SSRI
Adanya penurunan serotonin pada penderita ansietas dapat dilakukan terapi dengan
pemberian SSRI yang bekerja memblokir serotonin secara selektif agar tidak diserap
kembali oleh sel saraf sehingga dapat meningkatkan level serotonin. Jika level serotonin
meningkat maka mood akan menjadi lebih baik dan kecemasan menjadi berkurang.
17
SSRI dapat digunakan untuk lini pertama pada gangguan panik.Contoh obat dari
antidepresan golongan SSRI adalah Citalopram, Escitalopram, Fluoxetine,
Flovoxamine, Paroxetine, danSertralin.
Efek samping yang biasa ditimbulkan dari golongan SSRI adalah mual, mulut
kering, sulit tidur, sembelit, kelelahan, mengantuk, pusing, sering menguap, takikardi,
hipotensi postural, bingung, amnesia, perilaku agresif, psikosis, pankreatitis, hepatitis,
jaundice, kegagalan hati, iregular menstruasi, dan peningkatan keringat dapat terjadi.
2.3.4.2 SNRI
Golongan ini memiliki mekanisme kerja menghambat serotonin dan
norepinephrine agar tidak diserap kembali oleh sel saraf. SNRI juga dapat digunakan
sebagai linipertamapadagangguanpanik. Contoh obat antidepresan SNRI adalah
Venlafaxine dan Duloxetine.
Efek samping yang ditimbulkan SNRI lebih ringan dibanding antidepresan trisiklik
sehingga lebih banyak digunakan. Hal ini dikarenakan mekanismekerjanyaSNRI lebih
selektif daripada antidepresantrisiklik. Efek samping yang dapat ditimbulkan mirip
dengan antidepresan SSRI, yaitu mual, mengantuk, pusing, mulut kering, sembelit,
kehilangan nafsu makan, penglihatan kabur, gugup, kesulitan tidur, keringat yang tidak
biasa, atau menguap dapat terjadi.
18
Efek samping yang ditimbulkan sama dengan antidepresan SSRI dan SNRI, yaitu
mulut kering, penglihatan kabur, sakit kepala, mengantuk, pusing, konstipasi, mual,
muntah, kehilangan nafsu makan, diare, kram perut, kenaikan berat badan, dan
peningkatan keringat dapat terjadi.
19
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika mengonsumsi obat ini adalah tidak boleh
digunakan bersama dengan antidepresan lainnya. Hal ini berguna untuk mencegah
terjadinya serotonin syndrome. Contohnya, SSRI harus dihentikan penggunaannya 2
minggu sebelum menggunakan MAOI. Khusus fluoxetine, penggunaannya harus
dihentikan 6 minggu sebelumnya. Selain itu karena MAOI banyak mengalami food-drug
dan drug-drug interaction, konsumsi MAOI juga harus diperhatikan.
Efek samping dari MAOI adalah dapat menghasilkan adverse efek yang tidak dapat
diprediksi dan parah, karena interaksi obat-obat dan obat-makanan. Contoh: tyramine
diinaktivasi oleh MAO di usus. Pasien yang mengonsumsi MAOI tidak dapat
mendegradasi tyramine sehingga terjadi pelepasan katekolamin yang banyak dari nerve
terminals, yang menyebabkan hypertensive crisis, yang simptomnya sakit kepala
occipital, leher kaku, takikardia, mual, hipertensi, cardiac arrhythmia, kejang, dan stroke.
Sehingga pasien yang mengonsumsi MAOI harus menghindari makanan yang
mengandung tyramine. Efek samping lainnya termasuk drowsiness, hipotensi,
pengelihatan kabur, mulut kering, konstipasi.
2.3.5 Buspirone
Buspiron bekerja pada reseptor spesifik serotonin (5HT1A). Respon terhadap obat
ini dapat memerlukan waktu hingga 2 minggu. Obat ini tidak meredakan gejala putus obat
benzodiazepin. Sehingga pasien yang mengkonsumsi benzodiazepin, penurunan dosis
obatnya tetap sebaiknya dilakukan secara bertahap. Hal ini disarankan dilakukan sebelum
memulai menggunakan buspiron. Tingkat ketergantungan dan kemungkinan
penyalahgunaan buspiron rendah. Konsumsi buspiron hanya diijinkan untuk penggunaan
jangka pendek
Buspirone memiliki kontraindikasi terhadap epilepsi, gangguan fungsi hati dan
ginjal yang berat, hamil dan menyusui. Efek samping yang biasa ditimbulkan adalah
pusing, sakit kepala, gugup, kepala terasa ringan, eksitasi. Jarang: takikardia, palpitasi,
nyeridada, mengantuk, bingung, mulut kering, fatig dan berkeringat.
20
2.4 Terapi Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi termasuk psychoeducation, short-term counseling, stress
management, psychotherapy, meditation, exercise. Selain itu, pasien juga harus menghindari
kafein, stimulan, diet pills, dan alkohol yang berlebihan. Salah satu metode yang efektif
adalah dengan CBT (Cognitive Behavioral Therapy). CBT efektif karena tingkat relapsenya
rendah jika dibandingkan dengan terapi lainnya. Biasanya pasien akan melakukan terapi saja,
atau terapi dan konsumsi obat untuk mengatasi masalah ansietasnya.
Behavioral therapy : melihat reaksi dan perlakukan pasien saat berada di situasi yang
mentrigger ansietas.
Salah satu metode yang digunakan dalam CBT adalah thoughts challenging therapy
atau dikenal juga sebagai cognitive restructuring, yaitu menggantikan pikiran-pikiran negatif
dengan yang positif.
Selain itu dilakukan juga metode exposure therapy, yaitu dengan metode step-by-step.
21
Metode ini disebut systematic desensitization artinya dengan exposure ke situasi yang
menyebabkan ketakutan secara bertahap.
Bukan. Menurut WHO. Depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan
munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan
22
bersalah, gangguan tidur, hilangnya nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan
konsentrasi.
Gejala-gejala depresi:
2. Kekurangan energi
b. Kondisi yang dialami oleh Laki-laki pada Kasus tersebut Merupakan Kecemasan
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ansietas adalah gangguan kecemasan yang ditandai dengan gejala somatik, vegetatif
dan kognitif sebagai respon terhadap tidak adanya rasa aman atau ketidakmampuan dalam
mengatasi suatu masalah. Anxiety terdiri dari Generalised Anxiety Disorder (GAD), Panic
Disorder (PD), Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), dan Social Phobia. Berdasarkan
patofisiologinya, ada beberapa model teori. Model serotonin dapat diatasi dengan obat-obat
SSRI sebagai lini pertama dan antidepresan lainnya. Model norepinefrin dapat diatasi dengan
antidepresan dan SNRI. Model GABA dapat diatasi dengan penggunaan benzodiazepin dan
antikonvulsan (pregabalin dan gabapentin). Model CRF dapat diatasi dengan penggunaan
benzodiazepin
3.2 Saran
Mengetahui gejala-gejala ansietas sangat penting, oleh karena itu untuk mengetahui
lebih lanjut tentang ansietas dan pengobatannya, dapat membaca buku Dipiro dan Goodmans
and Gilmans.
24
Referensi
National Institute of Mental Health. 2010. Depression and College Students. NIMH
Jeffrey S. Nevid, dkk. (2005). Psikologi Abnormal. Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC
25