Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH OBAT GANGGUAN SARAF

ANSIETAS

Disusun oleh:
Kelompok 7 (Obat Gangguan Saraf – C)
Abie Rabbina Addha 1606874993
Ayu Savira Rahmafitri 160874974
Baiq Junjung P. R. 1506677585
Nadia Rizqi Aziza 1606874740
Ocha Putri Mulia 1606924360
Regina Sharon Wibowo 1606879994

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2018

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Obat Gangguan Saraf : Anxietas” ini dengan
segala keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki.

Kami ingin berterima kasih kepada Dr. Fadlina Chany Saputri S.Si., M.Si., Apt. selaku
dosen pengampu mata kuliah Obat Gangguan Saraf, serta kepada kawan-kawan yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Kami harap makalah ini dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai definisi, patofisiologi, terapi
farmakologis, dan algoritme terapi dari penyakit anxiietas sebagai bekal ilmu kita sebagai calon
apoteker masa depan. Semoga makalah ini dapat dipahami dan berguna bagi kelompok kami
sendiri serta orang lain yang membacanya.

Kami mengetahui bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu kami
terbuka dengan kritik dan masukan dari pembaca untuk pembuatan makalah yang lebih baik.
Mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata dan penulisan yang kurang berkenan.

Depok, 4 Desember 2018

Penulis

2
Daftar Isi
BAB I ............................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................ 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................................................ 5
1.4 Manfaat .............................................................................................................................................. 5
BAB II .......................................................................................................................................................... 6
ISI ................................................................................................................................................................. 6
2.1 Pendahuluan Anxietas ...................................................................................................................... 6
2.1.1 Pengertian Anxietas ................................................................................................................... 6
2.1.2 Jenis jenis ansietas: .................................................................................................................... 6
2.1.3 Alat Ukur Ansietas: ................................................................................................................... 7
2.1.4 Ciri-ciri/Gejala Ansietas: .......................................................................................................... 8
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan .................................................................... 9
2.1.6 Upaya-upaya untuk Mengatasi Kecemasan ......................................................................... 10
2.2 Patofisiologi Anxietas...................................................................................................................... 11
2.2.1 Model noradrenergic .............................................................................................................. 12
2.2.2 Model serotonergic................................................................................................................... 12
2.2.3 Model Reseptor GABA ............................................................................................................ 13
2.2.4 Model Corticotropin Releasing Factor................................................................................... 14
2.3 Terapi Farmakologi ....................................................................................................................... 14
2..3.1 Benzodiazepin .......................................................................................................................... 14
2.3.2 Antikonvulsan .......................................................................................................................... 16
2.3.3 Beta Bloker ............................................................................................................................... 17
2.3.4 Antidepresan ............................................................................................................................ 17
2.3.5 Buspirone .................................................................................................................................. 20
2.4 Terapi Nonfarmakologi .................................................................................................................. 21
2.5 Kondisi Kecemasan Berdasarkan Kasus ...................................................................................... 22
BAB III....................................................................................................................................................... 24
PENUTUP.................................................................................................................................................. 24
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................................... 24
3.2 Saran ................................................................................................................................................ 24

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ansietas (kecemasan) merupakan keadaan emosional negatif yang ditandai dengan adanya
firasat dan ketegangan fisik, seperti hati berdetak kencang, berkeringat,kesulitan bernapas.
Kecemasan adalah hal yang normal di dalam kehidupan karena kecemasan sangat dibutuhkan
sebagai pertanda akan bahaya yang mengancam. Namun ketika kecemasan terjadi terus-
menerus, tidak rasional dan intensitasnya meningkat, maka kecemasan dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari dan disebut sebagai gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan adalah
salah satu gangguan mental yang umum. Gangguan kecemasan terkait dengan jenis kelamin
yaitu pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria.
Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stress atau konflik. Hal ini biasa
terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut untuk
mampu beradaptasi. Kecemasan berkaitan dengan kehidupan manusia yaitu adanya rasa
kekhawatiran, kegelisahan, ketakutan, dan rasa tidak tentram yang biasa dihubungkan dengan
ancaman bahaya baik dari dalam maupun dari luar individu.
Kecemasan merupakan gejala normal pada manusia dan disebut patologis bila gejalanya
menetap dalam jangka waktu tertentu dan mengganggu ketentraman individu. Kecemasan
sangat mengganggu homoestasis dan fungsi individu, oleh kerena itu kecemasan dapat di atasi
dengan terapi farmakologi dan non farmakologi.

1.2 Rumusan Masalah


Berikut adalah masalah yang akan dijawab pada makalah ini

1. Apa saja jenis dari ansietas?


2. Bagaimana patofisiologi dari ansietas?
3. Apa saja golongan obat yang dapat dipakai untuk terapi ansietas berdasarkan
patofisiologinya dan contohnya?

4
4. Bagaimana mekanisme obat obat yang dapat digunakan untuk terapi pasien dengan
ansietas?
5. Apa saja yang menjadi perhatian dalam penggunaan obat obat untuk terapi
ansietas?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :

1. Mengetahui dan mengerti definisi serta patofisiologi dari ansietas.


2. Mengetahui klasifikasi ansietas.
3. Mengetahui dan mengerti algoritma terapi berdasarkan terapi farmakologi maupun non
farmakologi ansietas.
4. Mampu mengaplikasikan dan menjelaskan kepada pasien berdasarkan pengetahuan yang
didapat.

1.4 Manfaat
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan informasi bagi pembaca dalam
mempelajari kecemasan, gejala-gejala kecemasan, faktor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan, patofisiologi kecemasan, serta terapi farmakologi dan non farmakologi.

5
BAB II

ISI

2.1 Pendahuluan Anxietas


2.1.1 Pengertian Anxietas
Ansietas adalah gangguan kecemasan yang ditandai dengan gejala somatik, vegetatif dan
kognitif sebagai respon terhadap tidak adanya rasa aman atau ketidakmampuan dalam
mengatasi suatu masalah. Ansietas atau gangguan kecemasan dapat bermanifestasi
menjadi depresi yang mengarah pada penyalahgunaan alkohol juga obat-obatan terlarang.
Pada tahap ini dibutuhkan perhatian dan penanganan serius, karena bukan tidak mungkin
akan berujung pada suatu percobaan bunuh diri (tentament suicide).

Ansietas dapat dialami siapa saja tanpa memandang usia, jenis kelamin, latar belakang
sosial maupun ekonomi. Namun menurut American Psychiatric Association, wanita lebih
rentan mengalami ansietas dibandingkan pria karena terdapat perbedaan pada otak dan
hormon dari keduanya. Dimana sebagian besarnya di dominasi oleh usia dewasa atau lansia.
Selain itu, seseorang yang memiliki kepribadian tertutup, memiliki trauma masa silam dan
riwayat keluarga dengan ansietas juga berpotensi besar mengalami ansietas. Ansietas juga
dapat timbul sebagai efek dari suatu penyakit, misalnya pada penderita kanker yang kerap
diselimuti ketakutan berlebih akan penyakit yang dideritanya, termasuk masalah perawatan
dan kondisi keuangan.

2.1.2 Jenis jenis ansietas:


1. Generalized Anxiety Disorder (GAD)
Orang-orang dengan GAD mengalami kecemasan konstan jangka panjang dan
mengkhawatirkan banyak aspek dari kehidupan mereka. Dan mereka merasa tidak bisa
untuk mengendalikan kekhawatiran ini. Orang dengan GAD mengalami kesulitan tidur,
sakit kepala, kelelahan, ketegangan otot, gelisah, atau mudah marah yang terkait dengan
kecemasan mereka. Orang dengan GAD memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
penyalahgunaan zat (termasuk alkohol), depresi, dan bunuh diri.

2. Panic Disorder (PD)

6
Orang-orang dengan PD mengalami serangan panik dan sangat khawatir tentang
kapan serangan berikutnya akan terjadi. Serangan panik adalah serangan rasa takut
mendadak yang berlangsung selama beberapa menit. Biasanya orang-orang dengan
serangan panik takut bahwa mereka akan kehilangan kontrol atau takut adanya bencana
akan datang ketika tidak ada bahaya nyata yang ada. Seringkali orang akan mengalami
gejala fisik selama serangan panik seperti berkeringat, kesulitan bernafas, jantung
berdebar, pusing, nyeri dada, atau perasaan bahwa mereka mengalami serangan jantung.

3. Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)


Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah kondisi yang melemahkan di mana
pasien terjebak dalam "mode bertahan hidup" setelah terpapar ancaman terhadap diri
mereka sendiri atau orang lain. Penyalahgunaan zat cukup sering pada populasi ini,
menunjukkan kebutuhan untuk secara konsisten bertanya tentang penyalahgunaan zat,
serta menghindari zat yang dapat disalahgunakan dalam pengobatan bila mungkin.

4.Social Phobia
Fobia Sosial, atau Gangguan Kecemasan Sosial, ditandai oleh kecemasan yang
signifikan ketika berada dalam situasi sosial, atau ketika tampil di depan orang lain. Ini
ditandai dengan reaksi fisiologis, seperti takikardia, diaphoresis, tremor, serta ketakutan
untuk dihakimi oleh orang lain.

2.1.3 Alat Ukur Ansietas:


 Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)
HARS merupakan salah satu kuesioner yang mengukur skala ansietas yang masih
digunakan sampai saat ini. Kuesioner terdiri atas 14 item. Masing-masing item terdiri atas
0 (tidak terdapat) sampai 4 skor (terdapat). Apabila jumlah skor <17 tingkat ansietas ringan,
18-24 tingkat ansietas sedang, dan 25-30 tingkat stres berat (Nursalam, 2013).

 Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS


T-MAS merupakan kuesioner yang dirancang untuk mengukur skala ansietas pada
individu (Oxford Index, 2017). T-MAS terdiri atas 38 pernyataan yang terdiri atas

7
kebiasaan dan emosi yang dialami. Masing-masing item terdiri atas “ya” dan “tidak”
(Psychology tools, 2017).
 Depression, Anxiety Stress Scale (DASS)
DASS terdiri atas pertanyaan terkait tanda dan gejala depresi, ansietas dan stres.
Kuesioner DASS ada dua jenis yaitu DASS 42 dan DASS 21. DASS 42 terdiri atas 42
pertanyaan sedangkan DASS 21 terdiri atas 21 pertanyaan, masing-masing gangguan
(depresi, ansietas, dan stres) terdapat 7 pertanyaan. Masing-masing item terdiri atas 0 (tidak
terjadi dalam seminggu terakhir) sampai 3 (sering terjadi dalam waktu seminggu terakhir)
(Psychology Foundation of Australia, 2014).
 Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS)
Kuesioner SAS terdiri atas 20 pernyataan terkait gejala ansietas. Masing-masing
pernyataan terdapat 4 penilaian yang terdiri dari 1 (tidak pernah), 2 (jarang), dan 3 (kadang-
kadang), dan 4 (sering). Klasifikasi tingkat ansietas berdasarkan skor yang diperoleh yaitu
20-40 (tidak cemas), 41-60 (ansietas ringan), 61-80 (ansietas sedang), dan 81-100 (ansietas
berat) (Sarifah, 2013).
 Anxiety Visual Analog Scale (Anxiety VAS)
Suatu alat untuk mengukur tingkat kecemasan dengan menggunakan garis
horizontal berupa skala sepanjang 10cm atau 100mm. Penilaiannya yaitu ujung sebelah
kiri mengidentifikasikan “tidak ada kecemasan” dan semakin ke arah ujung sebelah kanan
kecemasan yang dialami luar biasa (Misgiyanto & Susilawati, 2014).

2.1.4 Ciri-ciri/Gejala Ansietas:


 Ciri-ciri Fisik/Somatik :

1.Kegelisahan/kegugupan

2. Tangan atau anggota tubuh yang bergetar atau gemetar,

3. Banyak berkeringat,

4.Sulit bernafas,

5. Jantung yang berdebar keras atau berdetak kencang,

8
6. Terdapat gangguan di lambung,

7. Nyeri dada.

 Ciri-ciri Sikap/Perilaku :
1. Menghindari keramaian dan memilih untuk menyendiri. Mereka cenderung
memikirkannya dan bertanya-tanya tentang penilaian orang lain terhadapnya.

2. Mudah Terguncang. Terganggu keseimbangan (hati); khawatir: Seperti dia terguncang


setelah mendengar buruk.

 Ciri-ciri Kognitif

1. Khawatir terhadap hal-hal yang sepele,

2. Kawatir tentang sesuatu yang belum pasti terjadi,

3.Perasaan terganggu atau ketakutan terhadap sesuatu yang akan terjadi di masa depan.

4. Keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi tanpa ada penjelasan
yang jelas,

5. Ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah

6.Berpikir tentang hal mengganggu yang sama secara berulang-ulang

7. Tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran terganggu tersebut.

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan


a. Perkembangan Kepribadian
Perkembangan kepribadian seseorang bergantung pada pendidikan non formal yang
diperoleh di rumah dari orang tua,pendidikan disekolah,pengaruh sosialnya, serta
pengalaman dalam kehidupannya. Perkembangan kepribadian akan membentuk tipe
kepribadian seseorang dimana tipe kepribadian tersebut akan memengaruhi seseorang
dalam merespons kecemasan. Dengan demikian respon kecemasan yang dialami
seseorang akan berbeda dari orang lain, bergantung pada tipe kepribadian tersebut.

9
b. Tingkat Kedewasaan/ Maturasi

Tingkat maturasi individu akan memengaruhi tingkat kecemasan. Pada remaja


kecemasan lebih banyak disebabkan oleh perkembangan seksual. Pada orang dewasa
kecemasan lebih banyak ditimbulkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan ancaman
konsep diri. Pada lansia kecemasan berhubungan dengan kehilangan fungsi, sebagai
contoh adalah wanita yang menjelang menopouse. Mereka akan merasa cemas akibat
akan mengalami penurunan fungsi reproduktif sehingga diperlukan dukungan sosial
untuk mencegah terjadinya kecemasan tersebut .

c. Tingkat Pengetahuan

Individu dengan tingkat pengetahuannya lebih tinggi akan mempunyai penyelesaian


masalah yang lebih adaptif terhadap kecemasan, daripada individu yang tingkat
pengetahuannya lebih rendah.

2.1.6 Upaya-upaya untuk Mengatasi Kecemasan


A. Terapi Psikofarmaka

Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-


obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmiter ( sinyal penghantar
syaraf ) di susunan saraf pusat otak ( limbic system ). Terapi psikofarmaka yang sering
dipakai adalah obat anti cemas

B. Terapi Somatik/Fisik
Gejala atau keluhan fisik sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari
kecemasan yang berkepanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik ( fisik
) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
C. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi semangat atau dorongan agar pasien
yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.

10
2) Psikoterapi re-konstruktif, dimaksutkan untuk membina kepribadian yang mengalami
kecemasan agar tidak mengalami kecemasan.
3) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien yaitu kemampuan
untuk berpikir secara rasional, konsentrai dan daya ingat.
4) Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika
kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadap
kecemasan.
5) Psikoterapi keluarga untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan agar faktor keluarga
tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor
pendukung
6) Terapi psikoreligius untuk meningkatkan keimanan seseorang ,sehingga memiliki
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan.

D. Nafas Dalam

Teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan kecemasan.

2.2 Patofisiologi Anxietas


Patofisiologi dari anxietas berkaitan dengan beberapa bagian di otak dan fungsi abnormal
dari beberapa sistem neurotransmitter yaitu Norepinefrin (NE), gamma aminobutyric acid
(GABA), serotonin (5-HT), corticotrophin-releasing factor (CRF), dan cholesystokinin. Yang
paling utama yaitu NE, GABA dan 5-HT.

Area di otak yang merupakan kunci dari terjadinya rasa takut dan rasa cemas (anxietas) yaitu:

a. Amygdala, yang merupakan bagian yang terletak di lobus temporal, memiliki peran
penting dalam stimulus rasa takut dan respons untuk rasa takut.

b. Locus Cereleus (LC), yang terdapat pada batang otak, tempat utama Norepinefrin (NE).

c. Hippocampus, yang merupakan bagian yang terletak di lobus temporal, yang berperan
dalam mengingat memori traumatic dan rasa takut kontekstual.

d. Hipotalamus, merupakan tempat utama neuroendokrin dan respons otonom untuk


ancaman.

11
Patofosiologi anxietas dibagi menjadi beberapa model, yaitu:

2.2.1 Model noradrenergic


Pada penderita anxiety disorder, pada mulanya terjadi overaktivitas noradrenergik
(di lokus seruleus)  manifestasi gejala kecemasan) dan penurunan regulasi α2-
adrenoreseptor yang akan menyebabkan meningkatnya secara berlebihan sintesis
norepinefrin (noradrenalin). Sintesis norepinefrin yang berlebihan akan menyebabkan
peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan respirasi, parestisia(kesemutan), mati rasa,
sesak di dada. Selain itu, sintesis norepinefrin yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya feedback negatif yaitu peningkatan regulasi α2-adrenoreseptor sehingga terjadi
penurunan NE (disregulasi). Penurunan NE menyebabkan terjadinya anxietas.

2.2.2 Model serotonergic


Neuron serotonergik terlibat dalam perubahan nafsu makan, energi, tidur, suasana
hati dan juga fungsi kognitif dalam kecemasan. Ketakutan dan stres akan mengaktifkan
jalur serotonergik (amygdala, hipotalamus, dan hippocampus).

Gejala yang terjadipada pasien GAD (Generalized Anxiety Disorder) yaitu


transmisi 5-HT yang berlebihan atau terlalu banyak aktivitas (overactivity) stimulasi di
jalur 5-HT sehingga terjadi feedback negatif yang menyebabkan turunnya 5-HT.

Reseptor 5-HT yang diduga memainkan peran yang sangat penting dalam
kecemasan yaitu reseptor 5-HT1A.Reseptor5-HT1A adalah auto-reseptor pada neuron
presinaptik (Raphe nuclei cortex) yang ketika dirangsang menghambat pelepasan 5-HT
(feedback negative 5- HT) dari neuron presinaptik ke sinaps. Stres jangka panjang
menurunkan kepekaan reseptor 5-HT1A.

12
Gambar Reseptor 5-HT1A

Patofisiologi GAD yaitu mula-mula jumlah 5-HT tinggi sehingga menyebabkan


gejala anxietas yaitu keringat dingin, kenaikan denyut jantung, dan masalah pernapasan.
Tingginya jumlah 5-HT menyebabkan aktivasi reseptor 5-HT 1a secaraberlebihan
sehingga menyebabkan feedback negatif sekresi 5-HT yang mengakibatkan jumlah 5-HT
turun (disregulasi)

2.2.3 Model Reseptor GABA


Gejala kecemasan terkait dengan sistem GABA yaitu terjadi penurunan kadar
GABA pada pasien anxietas. Reseptor yang berhubungan dengan kecemasan yaitu reseptor
GABA A.

Obat neuroactive, terutama benzodiazepin, barbiturat, etanol, steroid anastetik, dan


anestetik volatile dapatmeningkatkan efektivitas reseptor GABA A. Berdasarkan
penelitian, pada pasien GAD,pengikatan antara benzodiazepin dan GABA A pada lobus
temporal kiri berkurang.

13
Gambar Site GABA, benzodiazepine dan barbiturate

2.2.4 Model Corticotropin Releasing Factor


Corticotropin-releasing factor (CRF) merupakan neurotransmiter dalam sistem
saraf pusat (SSP) yang bertindak sebagai mediator respon stres otonom, perilaku,
kekebalan, dan endokrin.Gama-Aminobutyric acid (GABA) menghambat pelepasan CRF.

Pada beberapa pasien gangguan kecemasan ditemukan beberapa kelainan pada


aksis hipotalamus-pituitari-adrenal dan fungsi saraf pusat corticotropin releasing factor
(CRF). Penyebabnya yaitu jumlah GABA pada pasien anxietas rendah sehingga CRF
diproduksi berlebihan karna tidak ada GABA yang menghambatnya. Hal ini
mengakibatkan respon stress/anxiety behaviorkarna CRF merupakan mediator respon
stress otonom.

2.3 Terapi Farmakologi


2..3.1 Benzodiazepin
 Patofisiologis ansietas : GABA rendah
 Mekanisme kerja obat :

14
Meningkatkan GABA dengan cara meningkatkan efektivitas reseptor GABAA (reseptor
yang berhubungan dengan kecemasan).

Penjelasan Gambar:

o γ-aminobutyric acid (GABA) merupakan neurotransmiter inhibisi utama di


sistem saraf pusat (SSP).

o Pengikatan GABA ke reseptornya memicu pembukaan saluran ion pusat,


memungkinkan masuknya klorida melalui pori-pori. Masuknya ion klorida
menyebabkan hiperpolarisasi neuron dan mencegah pembentukan potensial aksi.

o Benzodiazepin memodulasi efek GABA dengan cara berikatan di reseptor


GABAA pada subunit α2 (efek anxiolytic dari benzodiazepine dimediasi di situs
α2).

o Benzodiazepin menyebabkan peningkatan konduktivitas dari reseptor


GABAA. Ketika neurotransmitter GABA berikatan dengan reseptor,
benzodiazepin memicu perubahan konformasi dalam pori-pori sehingga
memungkinkan lebih banyak Cl- masuk ke dalam sel.

15
o Setelah mengikat, benzodiazepin mengunci reseptor GABAA menjadi
konformasi yang meningkatkan pengikatan GABA. Peningkatan GABA yang
terikat pada reseptor meningkatkan frekuensi pembukaan kanal ion, sehingga
memperkuat efek penghambatan potensial aksi

 Efek Samping : terkait masalah memori/kognitif, mengantuk, lemas.


 Contoh : Alprazolam, Clonazepam, Diazepam, Lorazepam.
 Hal yang harus diperhatikan :
1. Potensi untuk penyalahgunaan dan pengembangan ketergantungan fisik.
2. Pemberian rifampisin dapat menurunkan efektifitas benzodiazepine.

2.3.2 Antikonvulsan
 Patofisiologis ansietas : GABA rendah
 Mekanisme kerja obat :
Meningkatkan GABA dengan cara Inhibisi kanal Ca2+. Efek ansiolitik: muncul melalui
ikatan afinitas tinggi terhadap protein subunit α 2- of dari kanal Ca2+.
 CONTOH OBAT
1. Gabapentin:
 Terapi untuk social anxiety disorder :
 Dosis: 100 mg sehari 3 kali
 Rentang dosis (mg/hari): 900-3600
 Efek samping: Pusing dan mulut kering.

2. Pregabalin:
 Terapi untuk:
1. Generalized Anxiety Disorder:
 Dosis: 50 mg sehari 3 kali.
 Rentang dosis (mg/hari): 150-600
2. Social Anxiety Disorder:
 Dosis: 100 mg sehari 3 kali.
 Rentang dosis (mg/hari): 600

16
 Efek samping: pusing dan mengantuk.

2.3.3 Beta Bloker


 Patofisiologis ansietas:
Terkait dengan adanya peningkatan norepinefrin (noradrenalin), peningkatan
noradrenalin mengakibatkan terjadinya peningkatan rangsangan otonom (terjadi
peningkatan denyut jantun, tekanan darah, dan respirasi,kesemutan, mati rasa, dan
sesak di dada

 MEKANISME KERJA
1. Menghambat norepinephrine (noradrenalin) dan epinephrine (adrenaline) agar
tidak berikatan dengan reseptor-reseptor beta (terutama Beta 1 Adrenergic Receptor).
2. Menyebabkan penurunan aktifitas adrenalin dan noradrenalin.
 Beta bloker pada intinya adalah obat yang dapat mengurangi persepsi kecemasan,
dengan cara mencegah gejala peripheral autonomic symptoms (gejala fisik yang
menyertai gangguan kecemasan tertentu) seperti meningkatnya denyut jantung,
berkeringat, tremor.
 Dosis untuk Social Anxiety Disorder:
 10 to 80 mg of propranolol
 25 to 100 mg of atenolol
 Dikonsumsi 1 jam sebelum hasil yang diinginkan

2.3.4 Antidepresan
2.3.4.1 SSRI
Adanya penurunan serotonin pada penderita ansietas dapat dilakukan terapi dengan
pemberian SSRI yang bekerja memblokir serotonin secara selektif agar tidak diserap
kembali oleh sel saraf sehingga dapat meningkatkan level serotonin. Jika level serotonin
meningkat maka mood akan menjadi lebih baik dan kecemasan menjadi berkurang.

17
SSRI dapat digunakan untuk lini pertama pada gangguan panik.Contoh obat dari
antidepresan golongan SSRI adalah Citalopram, Escitalopram, Fluoxetine,
Flovoxamine, Paroxetine, danSertralin.

Antidepresan SSRI kontraindikasi terhadap hipersensitivitas,


penggunaanbersamadengan MAOI, penyakit jantung, epilepsi, gangguan hati dan
ginjal, hamil dan menyusui.

Efek samping yang biasa ditimbulkan dari golongan SSRI adalah mual, mulut
kering, sulit tidur, sembelit, kelelahan, mengantuk, pusing, sering menguap, takikardi,
hipotensi postural, bingung, amnesia, perilaku agresif, psikosis, pankreatitis, hepatitis,
jaundice, kegagalan hati, iregular menstruasi, dan peningkatan keringat dapat terjadi.

2.3.4.2 SNRI
Golongan ini memiliki mekanisme kerja menghambat serotonin dan
norepinephrine agar tidak diserap kembali oleh sel saraf. SNRI juga dapat digunakan
sebagai linipertamapadagangguanpanik. Contoh obat antidepresan SNRI adalah
Venlafaxine dan Duloxetine.

Obat ini memiliki kontraindikasi terhadap penyakit jantung, gangguan elektrolit,


hipertensi, gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, kehamilan dan menyusui,
penggunaan bersamaan dengan MAOI.

Efek samping yang ditimbulkan SNRI lebih ringan dibanding antidepresan trisiklik
sehingga lebih banyak digunakan. Hal ini dikarenakan mekanismekerjanyaSNRI lebih
selektif daripada antidepresantrisiklik. Efek samping yang dapat ditimbulkan mirip
dengan antidepresan SSRI, yaitu mual, mengantuk, pusing, mulut kering, sembelit,
kehilangan nafsu makan, penglihatan kabur, gugup, kesulitan tidur, keringat yang tidak
biasa, atau menguap dapat terjadi.

2.3.4.3 Antidepresan Trisiklik


Golongan obat ini bekerja dengan menghambat reuptake neurotransmiter di otak
termasuk serotonin, epinefrin, dan norepinephrine. Obat ini diberikan untuk pasien yang
sebelumnya pernah diberikan SSRI namun tidak ada perubahan gejala. Contoh obatnya
adalah Imipramine dan Amitriptiline.

18
Efek samping yang ditimbulkan sama dengan antidepresan SSRI dan SNRI, yaitu
mulut kering, penglihatan kabur, sakit kepala, mengantuk, pusing, konstipasi, mual,
muntah, kehilangan nafsu makan, diare, kram perut, kenaikan berat badan, dan
peningkatan keringat dapat terjadi.

2.3.4.4 MAOI (Monoamine Oxidase Inhibitor)


MAOI adalah salah satu obat yang digunakan untuk mengatasi ansietas. Contoh
obat-obat golongan MAOI adalah phenelzine dan tranylcypromine. MAOIs dapat
menonaktifkan enzim secara ireversibel atau reversibel sehingga memungkinkan
neurotransmitter untuk tidak melakukan degradasi dan terakumulasi dalam neuron
presinaptik sehingga dapat masuk ke ruang sinaptik. Lalu MAOI akan membentuk
kompleks stabil dengan enzim, sehingga menyebabkan inaktivasi ireversibel. Hal ini
menyebkan peningkatan penyimpanan norepinephrine, serotonin, dan dopamin
sehingga terakumulasi dalam neuron presinaptik dan dapat berdifusi ke ruang sinaptik.
Obat-obat MAOI tidak hanya menginhibisi MAO di otak, tapi juga MAO di liver dan
usus sehingga banyak terjadi kejadian interaksi drug-drug dan drug-food.

Gambar. Mekanisme kerja MAOI

19
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika mengonsumsi obat ini adalah tidak boleh
digunakan bersama dengan antidepresan lainnya. Hal ini berguna untuk mencegah
terjadinya serotonin syndrome. Contohnya, SSRI harus dihentikan penggunaannya 2
minggu sebelum menggunakan MAOI. Khusus fluoxetine, penggunaannya harus
dihentikan 6 minggu sebelumnya. Selain itu karena MAOI banyak mengalami food-drug
dan drug-drug interaction, konsumsi MAOI juga harus diperhatikan.
Efek samping dari MAOI adalah dapat menghasilkan adverse efek yang tidak dapat
diprediksi dan parah, karena interaksi obat-obat dan obat-makanan. Contoh: tyramine
diinaktivasi oleh MAO di usus. Pasien yang mengonsumsi MAOI tidak dapat
mendegradasi tyramine sehingga terjadi pelepasan katekolamin yang banyak dari nerve
terminals, yang menyebabkan hypertensive crisis, yang simptomnya sakit kepala
occipital, leher kaku, takikardia, mual, hipertensi, cardiac arrhythmia, kejang, dan stroke.
Sehingga pasien yang mengonsumsi MAOI harus menghindari makanan yang
mengandung tyramine. Efek samping lainnya termasuk drowsiness, hipotensi,
pengelihatan kabur, mulut kering, konstipasi.

2.3.5 Buspirone
Buspiron bekerja pada reseptor spesifik serotonin (5HT1A). Respon terhadap obat
ini dapat memerlukan waktu hingga 2 minggu. Obat ini tidak meredakan gejala putus obat
benzodiazepin. Sehingga pasien yang mengkonsumsi benzodiazepin, penurunan dosis
obatnya tetap sebaiknya dilakukan secara bertahap. Hal ini disarankan dilakukan sebelum
memulai menggunakan buspiron. Tingkat ketergantungan dan kemungkinan
penyalahgunaan buspiron rendah. Konsumsi buspiron hanya diijinkan untuk penggunaan
jangka pendek
Buspirone memiliki kontraindikasi terhadap epilepsi, gangguan fungsi hati dan
ginjal yang berat, hamil dan menyusui. Efek samping yang biasa ditimbulkan adalah
pusing, sakit kepala, gugup, kepala terasa ringan, eksitasi. Jarang: takikardia, palpitasi,
nyeridada, mengantuk, bingung, mulut kering, fatig dan berkeringat.

20
2.4 Terapi Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi termasuk psychoeducation, short-term counseling, stress
management, psychotherapy, meditation, exercise. Selain itu, pasien juga harus menghindari
kafein, stimulan, diet pills, dan alkohol yang berlebihan. Salah satu metode yang efektif
adalah dengan CBT (Cognitive Behavioral Therapy). CBT efektif karena tingkat relapsenya
rendah jika dibandingkan dengan terapi lainnya. Biasanya pasien akan melakukan terapi saja,
atau terapi dan konsumsi obat untuk mengatasi masalah ansietasnya.

Cognitive therapy : memeriksa bagaimana pikiran negatif menyebabkan ansietas.

Behavioral therapy : melihat reaksi dan perlakukan pasien saat berada di situasi yang
mentrigger ansietas.

Salah satu metode yang digunakan dalam CBT adalah thoughts challenging therapy
atau dikenal juga sebagai cognitive restructuring, yaitu menggantikan pikiran-pikiran negatif
dengan yang positif.

Langkah-langkah thoughts challenging:

1.Identifying negative thoughts


Pada tahap ini pasien diajak untuk mengetahui pikiran-pikiran yang membuatnya takut.
Meskipun mudah untuk sebagian orang, tetapi pada pasien ansietas hal ini kadang terasa
sulit.

2.Challenging negative thoughts


Pada tahap ini pasien diajak untuk memikirkan kemungkinan yang terjadi apabila hal
yang ditakuti terjadi.

3.Replacing negative thoughts with realistic thoughts


Pada tahap ini pasien diajak untuk menggantikan pikiran-pikiran negatifnya dengan
pikiran yang positif dan lebih realistis.

Selain itu dilakukan juga metode exposure therapy, yaitu dengan metode step-by-step.

21
Metode ini disebut systematic desensitization artinya dengan exposure ke situasi yang
menyebabkan ketakutan secara bertahap.

Langkah-langkah systematic desensitization:

1.Learning relaxation skills


Pada tahap ini pasien diajari untuk melakukan cara relaksasi ketika ketakutannya datang,
biasanya dengan cara pengaturan nafas dan meditasi.

2.Creating step-by-step list


Pada tahap ini pasien diajak untuk membuat list yang memuat langkah-langkah spesifik
tentang ketakutannya.

3.Working through the steps


Pada tahap ini pasien diajak untuk melakukan list yang sudah dibuat tersebut. Semua
langkah tersebut harus dilakukan dan apabila pasien mengalami panik atau ketakutan
ketika melakukan langkah-langkah tersebut, ia dapat menenangkan diri dengan cara
relaksasi yang sudah diajarkan. Setelah itu dapat melanjutkan langkah-langkah tersebut
sampai selesai.

2.5 Kondisi Kecemasan Berdasarkan Kasus


Seorang laki-laki (22 tahun) bercerita mengenai keadaan dirinya. Sejak 3 tahun yang
lalu, dia selalu merasa khawatir terhadap sesuatu yang bagi orang lain mungkin merupakan hal
yang sepele. Khawatir terhadap orang tuanya ketika dia sedang bepergian. Khawatir terhadap
kesehatannya ketika rasa nyeri muncul meskipun hanya migrain. Khawatir terhadap kuliahnya
ketika masa pembayaran uang kuliah kan tiba. Setiap kali merasa khawatir, laki-laki tersebut
selalu merasakan nyeri dada, perih di lambung, berkeringat dingin, denyut nadi meningkat,
bahkan sulit bernapas .

a. Apakah kondisi di atas ini merupakan depresi?

Bukan. Menurut WHO. Depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan
munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan

22
bersalah, gangguan tidur, hilangnya nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan
konsentrasi.

Gejala-gejala depresi:

1.Hilangnya ketertarikan terhadap sesuatu atau aktivitas yang dijalani

2. Kekurangan energi

3. Gangguan berkonsentrasi, mengingat informasi dan membuat keputusan

4. Gangguan tidur, tidak dapat tidur atau tidur terlalu sering

5. Kehilangan nafsu makan atau makan terlalu banyak

(National Institute of Mental Health, 2010)

b. Kondisi yang dialami oleh Laki-laki pada Kasus tersebut Merupakan Kecemasan

Ansietas (Kecemasan) merupakan keadaan emosional negatif yang ditandai dengan


adanya firasat dan ketegangan fisik, seperti hati berdetak kencang, berkeringat,kesulitan
bernapas.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ansietas adalah gangguan kecemasan yang ditandai dengan gejala somatik, vegetatif
dan kognitif sebagai respon terhadap tidak adanya rasa aman atau ketidakmampuan dalam
mengatasi suatu masalah. Anxiety terdiri dari Generalised Anxiety Disorder (GAD), Panic
Disorder (PD), Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), dan Social Phobia. Berdasarkan
patofisiologinya, ada beberapa model teori. Model serotonin dapat diatasi dengan obat-obat
SSRI sebagai lini pertama dan antidepresan lainnya. Model norepinefrin dapat diatasi dengan
antidepresan dan SNRI. Model GABA dapat diatasi dengan penggunaan benzodiazepin dan
antikonvulsan (pregabalin dan gabapentin). Model CRF dapat diatasi dengan penggunaan
benzodiazepin

3.2 Saran
Mengetahui gejala-gejala ansietas sangat penting, oleh karena itu untuk mengetahui
lebih lanjut tentang ansietas dan pengobatannya, dapat membaca buku Dipiro dan Goodmans
and Gilmans.

24
Referensi

WHO. 2010. Depression. World Health Organization

National Institute of Mental Health. 2010. Depression and College Students. NIMH

Steven Schwartz, S. (2000). Abnormal Psychology: a discovery approach. California:


Mayfield Publishing Company.

Jeffrey S. Nevid, dkk. (2005). Psikologi Abnormal. Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan


Keperawatan.Jakarta : Depkes RI.

Hawari, Dadang (2013). Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta : FK UI

Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC

[Lippincott Illustrated Reviews] Karen Whalen (ed.) - Pharmacology (2014, LWW)

Dipiro JT et al. Pharmacotherapy a pathophysiologic approach.7th ed. McGraw-Hill;


2008

25

Anda mungkin juga menyukai