Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH MANAJEMEN FARMASI RUMAH SAKIT

(GANGGUAN ANSIETAS)

Disusu Oleh :

1. Aulia Ayu Kumala (170105009)


2. Doris Puspitasari (170105018)
3. Hana Fajrin Ananda Putri (170105029)
4. Joko Prasetyo (170105034)
5. Mely Nastiti (170105041)
6. Rizki Yani Fatimah (170105059)
7. Rulif Ali Winarto (170105060)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

PURWOKERTO

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT karena dengan rahmat dan nikmat-Nya makalah
ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
manajemen farmasi Rumah Sakit. Di dalam makalah ini berisi tentang “Gangguan
Ansietas”. Penulis menyadari bahwa apa yang tertuang di dalam makalah ini
masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penulisan, segi redaksional maupun
segi pengkajian dan pemilihan bahan literatur.
Penyusunan makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai
pihak. Penulis ucapkan terima kasih bagi mereka yang telah memberikan bantuan
dan pengarahan dalam penyelesaian makalah ini. Dan penulis berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Tegur sapa serta kritik membangun
penulis terima dengan senang hati demi perbaikan di masa depan.

Purwokerto, 22 Desember 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 1

DAFTAR ISI .................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 3

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 3

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 4

1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 5

2.1 Definisi Cemas ............................................................................................................ 5

2.2 Tingkat Kecemasan ..................................................................................................... 6

2.3 Tatalaksana Terapi Cemas .......................................................................................... 9

2.4 Sistem Pengadaan Obat ............................................................................................. 11

BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 23

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 23

3.2 Saran .......................................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 24

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan kecemasan/ansietas merupakan keadaan psikiatri yang paling


sering ditemukan di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. The Anxiety and
Depression Association of America (dalam Kaplan & Sadock, 2012) menuliskan
bahwa gangguan kecemasan dan depresi di derita oleh 40 juta populasi orang
dewasa di Amerika pada usia 18 tahun atau lebih (18% dari populasi).
Diperkirakan 20% dari populasi dunia menderita kecemasan (Gail et all.,2002)
dan sebanyak 47,7% remaja sering merasa cemas (Haryadi, 2007).

Prevalensi gangguang kecemasan menurut Centers for Disease Control


and Prevention pada tahun 2011 sebesar lebih dari 15%. National Comorbidity
Study melaporkan bahwa satu dari empat orang memenuhi kriteria untuk
sedikitnya satu gangguan kecemasan dan terdapat angka prevalensi 12 bulan per
17,7% (Kaplan & Sadock, 2012). Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes,
Azrul Azwar, mengatakan bahwa satu dari empat penduduk Indonesia menderita
kelainan jiwa seperti cemas, depresi, stres sampai skizofrenia (Yosep, 2009).

Suatu studi yang dilakukan di RSJ Daerah Propinsi Sumatra Selatan


mengemukakan bahwa terjadi peningkatan 10-15% kasus gangguan jiwa yang
dirawat dari tahun sebelumnya dimana pada tahun 2003 sebanyak 4.101 kasus dan
pada tahun 2 2004 naik menjadi 4.384 kasus. Kecenderungannya yaitu pada
kasus-kasus psikotik yang tetap tinggi dan kemudian kasus neurosis, seperti
kecemasan dan stres, yang cenderung meningkat (Mardiono, 2009). Di Indonesia,
masalah gangguan kesehatan jiwa berupa gangguan kecemasan dan depresi pada
orang dewasa secara nasional mencapai 11,6%. Pada seminar dalam rangka Hari
Kesehatan Jiwa Sedunia di Jakarta, 28 September 2011, Direktur Jenderal Bina
Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Supriyantoro mengatakan bahwa
populasi orang dewasa mencapai sekitar 150 juta, dengan demikian ada 1.740.000
orang di Indonesia yang mengalami gangguan mental emosional atau gangguan
kesehatan jiwa berupa gangguan kecemasan dan depresi. Angka tersebut

3
diperoleh dari Survei Kesehatan Daerah tentang gangguan jiwa mental dan
emosional oleh Kementerian Kesehatan (Kompas, 2011).

Kecemasan merupakan gejala normal pada manusia dan disebut patologis


bila gejalanya menetap dalam jangka waktu tertentu dan mengganggu
ketentraman individu. Kecemasan sangat mengganggu homeostasis dan fungsi
individu, karena itu perlu segera dihilangkan dengan berbagai macam cara
penyesuaian (Maramis, 2005). Kecemasan akan meningkatkan neurotransmitter
seperti norepinefrin, serotonin, dan gama aminobuyric acid (GABA) sehingga
peningkatannya akan mengakibatkan terjadinya gangguan: a) fisiologis, antara
lain perubahan denyut jantung, suhu tubuh, pernafasan, mual, muntah, diare, sakit
kepala, kehilangan nafsu makan, berat badan menurun ekstrim, kelelahan yang
luar biasa; b) gejala gangguan tingkah laku, antara lain aktivitas psikomotorik 3
bertambah atau berkurang, sikap menolak, berbicara kasar, sukar tidur, gerakan
yang aneh-aneh; c) gejala gangguan mental, antara lain kurang konsentrasi,
pikiran meloncat -loncat, kehilangan kemampuan persepsi, kehilangan ingatan,
phobia, ilusi dan halusinasi (Hawari, 2001).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi cemas (Ansietas)?

2. Apa saja macam – macam tingkat kecemasan?

3.Bagaimana Tatalaksana Terapi Cemas?

4.Bagaiaman Sistem Pengadaan Obat pada gangguan cemas (Ansietas)?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi cemas (Ansietas).

2. Mengetahui macam – macam tingkat kecemasan.

3.Mengetahui Tatalaksana Terapi Cemas.

4.Mengetahui Sistem Pengadaan Obat pada gangguan cemas (Ansietas).

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Cemas

Kecemasan (ansietas/anxiety) adalah ganggun alam perasaan ketakutan


atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan
dalam menilai realistis (reality testing Ability), masih baik, kepribadian masih
tetap utuh (tidak mengalami keretakan pribadi (spilliting personality), perilaku
dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Kecemasan (ansietas)
adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Gangguan
kecemasan (ansietas) adalah sekolompok kondisi yang memberi gambaran
penting tentang ansietas yang berlebihan yang disertai respon perilaku, emosional
dan fisiologis individu yang mengalami gangguan ansietas (Videbeck Sheila L,
2008, hal 307). Kecemasan adalah emosi yang paling sering dialami, berupa
kekhawatiran atau rasa takut yang tidak dapat dihindari dari hal-hal yang
berbahaya dan dapat menimbulkan gejala-gejala atau respon tubuh. Gejala
kecemasan baik sifatnya akut maupun kronik (menahun) merupakan komponen
utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan (psychiatric disorder). Secara klinis
gejala kecemasan dibagi dalam beberapa kelompok yaitu : Gangguan Cemas
(anxiety disorder), gangguan cemas menyeluruh (generalized anxiety disorder /
GAD), gangguan panik (panic disorder), gangguan phobic (Phobik disorder), dan
gangguan obsesif-komplusif (obsessive-complusive disorder). Diperkirakan
jumlah mereka yang menderita gangguan kecemasan ini baik akut maupun kronik
mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan pria
2 banding 1. Tidak semua orang yang mengalami stressor psikososial akan
menderita gangguan cemas, hal ini tergantung pada struktur kepribadiannya.
Orang yang kepribadian pencemas resiko untuk menderita gangguan cemas lebih
besar dari orang yang tidak berkepribadian pencemas. Perkembangan kepribadian
(personality development) seseorang dimulai dari sejak usia bayi sampai usia 18
tahun dan tergantung dari pendidikan disekolah dan pengaruh lingkungan dan
pergaulan sosialnya serta pengalaman - pengalaman kehidupan nya. Seseorang

5
menjadi cemas terutama akibat proses imitasi dan identifikasi dirinya terhadap
orang tuanya, dari pada pengaruh keturunan (genetika).

2.1 Tingkat Kecemasan

Peplau (1963) mengidentifikasi ansietas (cemas) dalam 4 tingkatan, setiap


tingkatan memiliki karakteristik dalam persepsi yang berbeda, tergantung
kemampuan individu yang ada dan dari dalam dan luarnya maupun dari
lingkungannya, tingkat kecemasan atau pun ansietas yaitu :

a. Cemas Ringan : cemas yang normal menjadi bagian sehari-hari dan


menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya.
Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan
kreatifitas.

b. Cemas sedang : cemas yang memungkinkan sesorang untuk memusatkan pada


hal yang penting dan mengesampingkan yang tidak penting.

c. Cemas berat : cemas ini sangat mengurangi lahan persepsi individu cenderung
untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir
pada hal yang lain. Semua prilaku ditunjukkan untuk mengurangi tegangan
individu memerlukan banyak pengesahan untuk dapat memusatkan pada suatu
area lain.

d. Panik : Tingkat panik dari suatu ansietas berhubungan dengan ketakutan dan
terror, karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang mengalami panik tidak
mampu melakukan suatu walaupun dengan pengarahan, panik mengakibatkan
disorganisasi kepribadian, dengan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak
sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama
dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian (Stuart & Sundent, 2000).
Pada tingkat ansietas ringan dan sedang, individu dapat memproses informasi
belajar dan menyelesaikan masalah. Keterampilan kognitif mendominasi tingkat
ansietas ini. Ketika individu mengalami ansietas berat dan panik, keterampilan

6
bertahan yang lebih sederhana mengambil alih, respon defensive terjadi, dan
keterampilan kognitif menurun signifikan. Individu yang mengalami ansietas
berat sulit berfikir dan melakukan pertimbangan, otot-ototnya menjadi tegang,
tanda-tanda vital meningkat, mondar-mandir, memperlihatkan kegelisahan,
iriabilitas dan kemarahan atau menggunakan cara psikomotor emosional.
Lonjakan adrenalin menyebabkan tandatanda vital meningkat, pupil membesar,
untuk memungkinkan lebih banyak cahaya yang masuk, dan satu-satu nya proses
kognifikan berfokus pada ketahanan individu tersebut. Sisi negatif ansietas
(kecemasan) atau sisi yang membahayakan ialah rasa khawatir yang berlebihan
tentang masalah yang nyata atau potensial. Hal ini menghabiskan tenaga,
menimbulkan rasa takut dan individu melakukan fungsinya dengan adekuat dalam
situasi interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial. Diagnosis gangguan ansietas
ditegakkan ketika ansietas tidak lagi berfungsi sebagai tanda bahaya, melainkan
menjadi kronis dan mempengaruhi sebagian besar kehidupan individu sehingga
mengakibat kan perilaku maladatif dan distabilitas emosional.

7
8
2.3 Tata Laksana Terapi Cemas

1) Farmakologi Obat-obatan yang biasanya diberikan pada penderita kecemasan


adalah benzodiazepine (Fracchione, 2004). Dan yang lazim digunakan adalah
Derivat diazepam, Alprazolam, Propanolol, dan Amitriptilin.

a). Diazepam

9
adalah obat penenang di kelas benzodiazepin dan diperkenalkan pada
tahun 1963. Diazepam termasuk dalam golongan psikotropika, nama dagangnya
antara lain Valium. Indikasinya sebagai obat anti-ansietas, sedatif-hipnotic, dan
obat anti-kejang. Efek sampingnya antara lain : menimbulkan rasa kantuk,
berkurangnya daya konsentrasi dan waktu reaksi. Diazepam mempunyai waktu
paruh yang panjang (24 s/d 200 jam).

b). Alprazolam

adalah sekelompok obat yang disebut benzodiazepines yang bekerja


memperlambat pergerakan zat kimia otak yang menjadi tidak seimbang. Akibat
ketidakseimbangan ini adalah gangguan kecemasan . Efek samping yaitu :Gatal
dengan bintik merah, sulit bernapas, pembengkakan pada wajah, bibir, lidah atau
tenggorokan. Hentikan penggunaan alprazolam dan hubungi dokter anda jika anda
memiliki efek samping serius berikut:Tidak memiliki rasa takut, Depresi, ingin
menyakiti diri sendiri atau bunuh diri, Hiperaktif, mudah marah, berhalusinasi,
Kepala terasa ringan, pingsan, Kejang, Kulit dan mata menguning. Efek samping
lain adalah: Mengantuk, pusing, mudah marah, Amnesia atau pelupa, sulit
berkonsentrasi, Sulit tidur, Otot lemah, hilang keseimbangan atau kordinasi,
bicara ngawur, Pandangan kabur, Mual, muntah, konstipasi, perubahan berat
badan atau nafsu makan, Mulut kering atau basah, berkeringat banyak, Hilang
minat pada aktifitas seksual.

c). Propanolol

adalah tipe beta-blocker non-selektif yang umumnya digunakan dalam


pengobatan tekanan darah tinggi. Obat ini adalah beta-blocker pertama yang
sukses dikembangkan. Indikasi: Digunakan untuk mengobati atau mencegah
gangguan yang meliputi migrain,arrhythmias, angina pectoris, hipertensi,
menopause, dan gangguan kecemasan. Efek sampingnya adalah : Efek CNS
(kelelahan, depresi, pusing, kebingungan, gangguan tidur), Efek CV (gagal
jantung, sumbatan jantung, kedinginan, impotensi pada laki-laki), Efek berturut-
turut (bronchospasma pada pasien yang rentan & obatobatan dengan beta1 harus
digunakan secara selektif pada pasien ini), Efek GI (N/V, diare, konstipasi), Efek

10
metabolik (bisa memproduksi hiper atau hipoglikemia, perubahan dalam serum
kolesterol & trigliserid.

d) Amitriptilin

merupakan antidepresi trisiklik. Amitriptilin bekerja dengan menghambat


pengambilan kembali neurotransmiter di otak. Amitriptilin mempunyai 2 gugus
metil, termasuk amin tersier sehingga lebih resposif terhadap depresi akibat
kekuranganserotonin. Senyawa ini juga mempunyai 17 aktivitas sedatif dan
antikolinergik yang cukup kuat. Dengan indikasi gejala-gejala utama depresi
terutama bila berkaitan dengan kecemasan, tegang, atau kegelisahan. Depresi
neurotik. Efek sampingnya adalah efek antikolinergik seperti mulut kering, retensi
urinaria, konstipasi, palpitasi, takikardi, gingivitis, Berat badan turun atau
bertambah., Tinitus (telinga berdenging), mengantuk, cemas, insomnia. ,
hipotensi, pusing, gangguan kulit, bingung, aritmia, mania., gangguan
pencernaan., efek endokrin seperti perubahan libido, impotensi, gynecomastia,
galactorrhea.

2.4 Sistem Pengadaan Obat

1. PERENCANAAN

Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan


dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tahapan perencanaan
kebutuhan perbekalan farmasi meliputi:

1. Pemilihan

Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi


benarbenar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit
di rumah sakit.Kriteria pemilihan kebutuhan obat yang baik yaitu meliputi:

a. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari kesamaan
jenis.

b. Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai


efek yang lebih baik dibanding obat tunggal. Sedangkan pemilihan alat kesehatan

11
di rumah sakit dapat berdasarkan dari data pemakaian oleh pemakai, standar ISO,
daftar harga alat, daftar harga alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Ditjen Binfar
dan Alkes, serta spesifikasi yang ditetapkan oleh rumah sakit.

2. Kompilasi Penggunaan Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi


untuk mengetahui penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi
di unit pelayanan selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok
optimum. Informasi yang didapat dari kompilasi penggunaan perbekalan farmasi
adalah:

a. Jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada masing-masing unit


pelayanan.

b. Persentase penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total penggunaan


setahum seluruh unit pelayanan.

c. Penggunaan rata-rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi.

3. Perhitungan Kebutuhan Menentukan kebutuhan perbekalan farmasi merupakan


tantangan yang berat yang harus dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di
rumah sakit. Masalah kekosongan atau kelebihan perbekalan farmasi dapat terjadi,
apabila informasi yang digunakan semata-mata hanya berdasarkan kebutuhan
teoritis saja. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan
perbekalan farmasi secara terpadu serta melalui tahapan seperti di atas, maka
diharapkan perbekalan farmasi yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah,
tepat waktu, dan tersedia pada saat dibutuhkan. Adapun pendekatan perencanaan
kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa metode:

a. Metode Konsumsi Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan


pada data riel konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan berbagai
penyesuaian dan koreksi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka
menghitung jumlah perbekalan farmasi yang dibutuhkan adalah:

1) Pengumpulan dan pengolahan data

2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi

12
3) Perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi

4) Penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan alokasi dana.

b. Metode Morbiditas/Epidemiologi

Dinamakan metode morbidotas karena dasar perhitungan adalah jumlah


kebutuhan perbekalan farmasi yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity
load) yang harus dilayani. Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan
perbekalan farmasi berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan, dan
waktu tunggu (lead time). Langkah-langkah dalam metode ini adalah:

1) Menentukan jumlah pasien yang dilayani

2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit.

3) Menyediakan formularium/standar/pedoman perbekalan farmasi.

4) Menghitung perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi.

5) Penyesuaian dengan aloksai dana yang tersedia.

4. Evaluasi Perencanaan Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan perbekalan


farmasi untuk tahun yang akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah
kebutuhan, dan idealnya diikuti dengan evaluasi Cara/teknik evaluasi yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut: -

- Analisa nilai ABC, untuk evaluasi aspek ekonomi

- Pertimbangan/kriteria VEN, untuk evaluasi aspek medik/terapi

- Kombinasi ABC dan VEN

- Revisi daftar perbekalan farmasi

1) Analisa ABC

Alokasi anggaran ternyata didominasi hanya oleh sebagian kecil atau


beberapa jenis perbekalan farmasi saja. Suatu jenis perbekalan farmasi dapat
memakan anggaran besar karena penggunaannya banyak, atau harganya mahal.

13
Dengan analisis ABC jenis-jenis perbekalan farmasi dapat diidentifikasi, untuk 12
Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit kemudian dilakukan
evaluasi lebih lanjut. Evaluasi ini misalnya dengan mengoreksi kembali apakah
penggunaannya memang banyak atau apakah ada alternatif sediaan lain yang lebih
efisiensi biaya (mis merek dagang ain, bentuk sediaan lain, dsb). Evaluasi
terhadap jenis-jenis perbekalan farmasi yang menyerap biaya terbanyak juga lebih
efektif dibandingkan evaluasi terhadap perbekalan farmasi yang relatif
memerlukan anggaran sedikit. ABC bukan singkatan melainkan suatu penamaan
yang menunjukkan peringkat/rangking dimana urutan dimulai dengan yang
terbaik/terbanyak. Prosedur: Prinsip utama adalah dengan menempatkan jenis-
jenis perbekalan farmasi ke dalam suatu urutan, dimulai dengan jenis yang
memakan anggaran/rupiah terbanyak.

Urutan langkah sbb:

a. Kumpulkan kebutuhan perbekalan farmasi yang diperoleh dari salah satu


metode perencanaan, daftar harga perbekalan farmasi, dan biaya yang diperlukan
untuk tiap nama dagang. Kelompokkan kedalam jenisjenis/kategori, dan
jumlahkan biaya per jenis kategori perbekalan farmasi.

b. Jumlahkan anggaran total, jitung masing-masing prosentase jenis perbekalan


farmasi terhadap anggaran total.

c. Urutkan kembali jenis- jenis perbekalan farmasi diatas, mulai dengan jenis yang
memakan prosentase biaya terbanyak.

d. Hitung prosentase kumulatif, dimulai dengan urutan 1 dan seterusnya.

e. Identifikasi jenis perbekalan farmasi apa yang menyerap ±70% anggaran total
(biasanya didominasi oleh beberapa jenis perbekalan farmasi saja). - Perbekalan
Farmasi kategori A menyerap anggaran 70% - Perbekalan Farmasi kategori B
menyerap anggaran 20% - Perbekalan Farmasi kategori C menyerap anggaran
10%.

14
2). Analisa VEN

Berbeda dengan istilah ABC yang menunjukkan urutan, VEN adalah


singkatan dari V = vital, E = Esensial, N = Non-Esensial. Jadi melakukan analisis
VEN artinya menentukan prioritas kebutuhan suatu perbekalan farmasi. Dengan
kata lain, menetukan apakah suatu jenis perbekalan farmasi termasuk vital (harus
tersedia), esensial (perlu tersedia), atau non-esensial (tidak prioritas untuk
disediakan). Kriteria VEN Kriteria yang umum adalah perbekalan farmasi
dikelompokkan sebagai berikut: - Vital (V) bila perbekalan farmasi tersebut
diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan (life saving drugs), dan bila tidak
tersedia akan meningkatkan risiko kematian. - Esensial (E) bila perbekalan
farmasi tersebut terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit, atau mengurangi
penderitaan pasien. - Non-esensial (N) meliputi aneka ragam perbekalan farmasi
yang digunakan untuk penyakit yang sembuh sendiri (self-limiting desease),
perbekalan farmasi yang diragukan manfaatnya, perbekalan farmasi yang mahal
namun tidak mempunyai kelebihan manfaat dibanding perbekalan farmasi sejenis
lainnya, dll.

3). Analisis Kombinasi ABC dan VEN

Jenis perbekalan farmasi yang termasuk kategori A dari analisis ABC


adalah benar-benar jenis perbekalan farmasi yang diperlukan untuk
penanggulangan penyakit terbeanyak. Dengan kata lain, statusnya harus E dan
sebagian V dati VEN. Sebaliknya, jenis perbekalan farmasi dengan status N
harusnya masuk kategori C. 14 Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di
Rumah Sakit Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan obat
dimana anggaran yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan.

2. PENGADAAN

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang


telah direncanakan dan disetujui, melalui:

1. pembelian

2. produksi/pembuatan sediaan farmasi

15
3. sumbangan/droping/hibah. Pembelian dengan penawaran yang kompetitif
(tender) merupakan suatu metode penting untuk mencapai keseimbangan yang
tepat antara mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus
mendasarkan pada kritera berikut: mutu produk, reputasi produsen, harga,
berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman, mutu pelayanan pemasok, dapat
dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan pengemasan.

3. PENERIMAAN

Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang


telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,
tender, konsinyasi atau sumbangan. Penerimaan perbekalan farmasi harus
dilakukan oleh petugas yang bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan dalam
penerimaan harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta
harus mengerti sifat penting dari perbekalan farmasi. Dalam tim penerimaan
farmasi harus ada tenaga farmasi. Semua perbekalan farmasi yang diterima harus
diperiksa dan disesuaikan dengan spesifikasi pada order pembelian rumah sakit.
Semua perbekalan farmasi harus ditempatkan dalam tempat persediaan, segera
setelah diterima, perbekalan farmasi harus segera disimpan di dalam lemaru besi
atau tempat lain yang aman. Perbekalan farmasi yang diterima harus sesuai
dengan spesifikasi kontrak yang telah ditetapkan.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan:

1. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS), untuk bahan


berbahaya.

2. Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai Certificate of Origin.

3. Sertifikat analisa produk

4. PENYIMPANAN

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan


cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai
aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.

16
Tujuan penyimpanan adalah

a. Memelihara mutu sediaan farmasi

b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab

c. Menjaga ketersediaan d. Memudahkan pencarian dan pengawasan

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut


bentuk sediaan san alfabetis dengan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO, dan
disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi
sesuai kebutuhan. Penyimpanan sebaiknya dilakukan dengan memperpendek jarak
gudang dan pemakai dengan cara ini maka secara tidak langsung terjadi efisiensi.

5. PENDISTRIBUSIAN

Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah


sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan
rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan pendistribusian:
Tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat
jenis dan jumlah

Jenis Sistem Distribusi Ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh
IFRS dalam mendistribusikan perbekalan farmasi di lingkungannya. Adapun
metode yang dimaksud antara lain:

1. RESEP PERORANGAN

Resep perorangan adalah order/resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien.
Dalam sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan oleh IFRS
sesuai yang tertulis pada resep. Keuntangan resep perorangan, yaitu:

a. Semua resep/order dikaji langsung oleh apoteker, yang kemudian memberikan


keterangan atau informasi kepada pasien secara langsung.

b. Memberikan kesempatan interaksi profesional antara apoteker, dokter, perawat,


dan pasien.

17
c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat.

d. Mempermudah penagihan biaya perbekalan farmasi bagi pasien.


Kelemahan/Kerugian sistem resep perorangan, yaitu:

 Memerlukan waktu yang lebih lama


 Pasien membayar obat yang kemungkinan tidak digunakan

2. SISTEM DISTRIBUSI PERSEDIAAN LENGKAP DI RUANG

Definisi sistem distribusi persediaan lengkap di ruang adalah tatanan


kegiatan pengantaran sediaan perbekalan farmasi sesuai dengan yang ditulis
dokter pada order perbekalan farmasi, yang disiapkan dari persediaan di ruang
oleh perawat dengan mengambil dosis/unit perbekalan farmasi dari wadah
persediaan yang langsung diberikan kepada pasien di ruang tersebut. Tujuan
pendistribusian: Tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara
tepat waktu, tepat jenis dan jumlah 26 Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi
di Rumah Sakit Dalam sistem persediaan lengkap di ruangan, semua perbekalan
farmasi yang dibutuhkan pasien tersedia dalam ruang penyimpanan perbekalan
farmasi, kecuali perbekalan farmasi yang jarang digunakan. Keuntungan
persediaan lengkap di ruang, yaitu:

a. Pelayanan lebih cepat

b. Menghindari pengembalian perbekalan farmasi yang tidak terpakai ke IFRS.

c. Mengurangi penyalinan order perbekalan farmasi.

Kelemahan persediaan lengkap di ruang, yaitu:

 Kesalahan perbekalan farmasi sangat meningkat karena order perbekalan


farmasi tidak dikaji oleh apoteker.
 Persediaan perbekalan farmasi di unit pelayanan meningkat, dengan
fasilitas ruangan yang sangat terbatas. Pengendalian persediaan dan mutu,
kurang diperhatikan oleh perawat.
 Kemungkinan hilangnya perbekalan farmasi tinggi.

18
 Penambahan modal investasi, untuk menyediakan fasilitas penyimpanan
perbekalan farmasi yang sesuai di setiap ruangan perawatan pasien.
 Diperlukan waktu tambahan lagi bagi perawat untuk menangani
perbekalan farmasi.
 Meningkatnya kerugian dan bahaya karena kerusakan perbekalan
farmasi. Sistem distribusi persediaan lengkap ini hanya digunakan untuk
kebutuhan gawat darurat dan bahan dasar habis pakai.
Kerugian/kelemahan sistem distribusi perbekalan farmasi persediaan
lengkap di ruang sangat banyak. Oleh karena itu, sistem ini hendaknya
tidak digunakan lagi. Dalam sistem ini, tanggung jawab besar dibebankan
kepada perawat, yaitu menginterpretasi order dan menyiapkan perbekalan
farmasi, yang sebetulnya adalah tanggung jawab apoteker. Dewasa ini
telah diperkenalkan sistem distribusi perbekalan farmasi desentralisasi
yang melaksanakan sistem persediaan lengkap di ruang, tetapi di bawah
pimpinan seorang apoteker. Jika sistem desentralisasi ini dilakukan,
kekurangan dari sistem distribusi perbekalan farmasi persediaan lengkap
di ruang akan dapat diatasi.

3. SISTEM DISTRIBUSI DOSIS UNIT (Unit Dose Dispensing =UDD)

Definisi perbekalan farmasi dosis unit adalah perbekalan farmasi yang


diorder oleh dokter untuk pasien, terdiri atas satu atau beberapa jenis perbekalan
farmasi yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah
persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Istilah “dosis unit”
sebagaimana digunakan rumah sakit, berhubungan dengan jenis kemasan dan juga
sistem untuk mendistribusikan kemasan itu. Pasien membayar hanya perbekalan
farmasi yang dikonsumsi saja. Konsep kemasan dosis bukan suatu inovasi baru
bagi kefarmasian dan kedokteran karena industri farmasi telah membuat unit
tunggal untuk sampel dan pada tahun terakhir telah dibuat menjadi prosuk
kemasan tunggal yang dijual ke rumah sakit, untuk melayani resep. Sistem
distribusi perbekalan farmasi dosis unit adalah tanggung jawab IRS, hal itu tidak
dapat dilakukan di rumah sakit tanpa kerja sama dengan staf medik, perawatan
pimpinan rumah sakit dan staf administratif. Jadi, dianjurkan bahwa suatu panitia

19
perencana perlu ditetapkan untuk mengembangkan pendekatan penggunaan suatu
sistem distribusi dosis unit. Kepemimpinan dari panitia ini seharusnya datang dari
apoteker IFRS yang menjelaskan kepada anggota lain tentang konsep distribusi
perbekalan farmasi dosis unit. Sistem distribusi perbekalan farmasi dosis unit
adalah metode dispensing dan pengendalian perbekalan farmasi yang
dikoordinasikan IFRS dalam rumah sakit. Sistem dosis unit dapat berbeda dalam
bentuk, tergantung pada kebutuhan khusus rumah sakit. Akan tetapi, unsur khusus
berikut adalah dasar dari semua sistem dosis unit, yaitu: Perbekalan farmasi
dikandung dalam kemasan unit tunggal; di-dispensing dalam bentuk siap
konsumsi; dan untuk kebanyakan perbekalan farmasi tidak lebih dari 24 jam
persediaan dosis, diantarkan ke atau tersedia pada ruang perawatan pasien setiap
saat. Sistem distribusi dosis unit dapat dioperasikan dengan salah satu daru 3
metode di bawah ini, yang pilihannya tergantung pada kebijakan dan kondisi
rumah sakit.

a. Sistem distribusi dosis unit sentralisasi. Sentralisasi dilakukan oleh IFRS sentral
ke semua unit rawat inap di rumah sakit secara keseluruhan. Artinya, di rumah
sakit itu mungkin hanya satu IFRS tanpa adanya depo/satelit IFRS di beberapa
unit pelayanan.

b. Sistem distribusi dosis unit desentralisasi dilakukan oleh beberapa depo/satelit


IFRS di sebuah rumah sakit. Pada dasarnya sistem distribusi desentralisasi ini
sama dengan sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang, hanya saja sistem
distribusi desentralisasi ini dikelola seluruhnya oleh apoteker yang sama dengan
pengelolaan dan pengendalian oleh IFRS sentral.

c. Dalam sistem distribusi dosis unit kombinasi sentralisasi dan desentralisasi,


biasanya hanya dosis awal dan dosis keadan darurat dilayani depo/satelit IFRS.
Dosis selanjutnya dilayani oleh IFRS sentral. Semua pekerjaan tersentralisasi
yang lain, seperti pengemasan dan pencampuran sediaan intravena juga dimulai
dari IFRS sentral.

Keuntungan Beberapa keuntungan sistem distribusi dosis unit yang lebih


rinsi sebagai berikut:

20
1. Pasien hanya membayar perbekalan farmasi yang dikonsumsinya saja.

2. Semua dosis yang diperlukan pada unit perawatan telah disiapkan oleh IFRS.

3. Mengurangi kesalahan pemberian perbekalan farmasi.

4. Menghindari duplikasi order perbekalan farmasi yang berlebihan.

5. Meningkatkan pemberdayaan petugas profesional dan non profesional yang


lebih efisien.

6. Mengurangi risiko kehilangan dan pemborosan perbekalan farmasi.

7. Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara keseluruhan


sejak dari dokter menulis resep/order sampai pasien menerima dosis unit

8. Sistem komunikasi pengorderan dan distribusi perbekalan farmasi bertambah


baik. 29 Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit

9. Apoteker dapat datang ke unit perawatan/ruang pasien, untuk melakukan


konsultasi perbekalan farmasi, membantu memberikan masukan kepada tim,
sebagai upaya yang diperlukan untuk perawatan psaien yang lebih baik.
10.Peningkatan dan pengendalian dan pemantauan penggunaan perbekalan
farmasi menyeluruh.

11.Memberikan peluang yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi.


Kelemahan:

 Meningkatnya kebutuhan tenaga farmasi


 Meningkatnya biaya operasional

4. SISTEM DISTRIBUSI KOMBINASI

Definisi: sistem distribusi yang menerapkan sistem distribusi resep/order


individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi persediaan di ruangan yang
terbatas. Perbekalan farmasi yang disediakan di ruangan adalah perbekalan
farmasi yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan, dan
biasanya adalah perbekalan farmasi yang harganya murah mencakup perbekalan

21
farmasi berupa resep atau perbekalan farmasi bebas. Keuntungan sistem distribusi
kombinasi yaitu:

a. Semua resep/order perorangan dikaji langsung oleh apoteker.

b. Adanya kesempatan berinteraksi dengan profesional antara apoteker, dokter,


perawat dan pasien/keluarga pasien.

c. Perbekalan farmasi yang diperlukan dapat segera tersedia bagi pasien.


Rancangan Sistem Distribusi Mendisain suatu distribusi perbekalan farmasi di
rumah sakit memerlukan:

1. Analisis sitematik dari rasio manfaat-biaya dan perencanaan operasional.


Setelah sistem diterapkan, pemantauan kinerja dari evaluasi mutu pelayanan tetap
diperlukan guna memastikan bahwa sistem berfungsi sebagaimana dimaksudkan.
2. Jumlah ruangan dalam sistem, cakupan geografis dan tata ruang rumah sakit,
populasi pasien. 30 Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit 3.
Kualitas dan kuantitas staf. Beberapa bentuk permintaan perbekalan farmasi dari
dokter kepada IFRS, yaitu:

 Menggunakan resep yang dibuat rangkap dua, asli dikirim ke IFRS,


sedangkan tembusan disimpan pada rekam medik.
 Formulir order dari ruangan gawat inap langsung ke IFRS, contoh dari
RSHS.
 Menggunakan faksimili, dari ruangan pasien, order/resep dokter dikirim
melalui faksimili. Hal ini tentu cukup mahal, akan tetapi untuk ruangan
pasien yang jauh dari IFRS, hal ini menguntungkan terutama dalam sistem
distribusi perbekalan farmasi sentralisasi.
 Komputerisasi, dari sistem komputer, dokter memasukan order ke dalam
komputer, disimpan, dan order dicetak oleh IFRS. Untuk sistem demikian,
rumah sakit harus menyediakan ketentuan dan/atau prosedur untuk
melindungi data, mencegah akses dan perubahan data oleh orang tidak
berwenang terhadap order/resep perbekalan farmasi tersebut.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kecemasan (ansietas/anxiety) adalah ganggun alam perasaan ketakutan


atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan
dalam menilai realistis (reality testing Ability), masih baik, kepribadian masih
tetap utuh (tidak mengalami keretakan pribadi (spilliting personality), perilaku
dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Tingkat kecemasan yaitu
Cemas ringan, sedang, berat dan panik. Terapi yang lazim digunakan pada
gangguan ansietas adalah Derivat diazepam, Alprazolam, Propanolol, dan
Amitriptilin. Sistem pengadaannya obat meliputi perencanaan, pengadaan,
Penerimaan, penyimpanan dan distribusi.

3.2 Saran

Dengan disusunnya makalah ini semoga dapat menambah wawasan bagi

pembaca dan apabila dalam makalah ini masih banyak kekurangan maka dari itu

penulis mengharapkan kritik mengenai makalah ini.

23
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., Hariyadi, P., 2007. Pasta Pati Jagung Putih Waxy dan Non-Waxy yang
Dimodifikasi Secara Oksidasi dan Asetilasi-Oksidasi. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia hlm. 108 – 115

Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Kaplan, HI, Saddock, BJ & Grabb, JA., 2012. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri
Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis. Tangerang : Bina Rupa Aksara
pp.1-8.

Kompas, 2011. Nugget. www.kompas.com. (08 Mei 2011)

Maramis, F.W. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga


University Press

Stuart and sundeen, 2002. Buku saku keperawatan jiwa ( terjemahan ). Edisi 9
EGC. Jakarta.

Videbeck, Sheila L,. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai