Anda di halaman 1dari 30

ANTIDEPRESSAN DAN ANTIANSIETAS

Oleh :
Zaki Ulfikri 2110070200090
M. Reza Ramdhika 2110070200091

PRESEPTOR

dr. Dian Budianti A, M.Ked.Kj, Sp.KJ

SMF PSIKIATRI
RSJ HB SAANIN PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis sembahkan kehadirat Allah


SWT, yang telah melimpahkan taufik, hidayat dan karunia-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Antidepressan Dan Antiansietas”.
Makalah ini di buat sebagai tugas saat menjalankan kepaniteraan klinik Ilmu
Psikiatri di RSJ PROF HB SAANIN. Bersama ini penulis menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada preseptor dr. Dian Budianti A, M.Ked.Kj,
Sp.KJ yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing
penulis dalam penulisan makalah ini, sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu penulis memohon maaf atas segala kekhilafan dan kesalahan. Namun
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Padang, Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
Latar Belakang........................................................................................... 1
Tujuan Penulisan....................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 5
2.1 Obat Antidepresan .............................................................................. 5
2.1.1 Cara Kerja................................................................................... 6
2.1.2 Indikasi Penggunaan................................................................... 7
2.1.3 Efek Samping............................................................................. 8
2.1.4 Interaksi Obat.............................................................................. 8
2.1.5 Cara Penggunaan........................................................................ 9
2.1.6 Pengaturan Dosis........................................................................ 12
2.1.7 Perhatian Khusus........................................................................ 13
2.1.8 Kontraindikasi............................................................................. 13
2.2. Obat Antiansietas................................................................................ 14
BAB III KESIMPULAN ........................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental utama saat ini,

yang mendapatkan perhatian serius. Orang yang mengalami depresi umumnya

mengalami gangguan yang meliputi keadaan emosi, motivasi, fungsional, dan

tingkah laku serta kognisi bercirikan ketidakberdayaan yang berlebihan (Kaplan et

al., 1997). Depresi dapat terjadi pada anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua.

Orang yang mengalami depresi akan memunculkan emosi-emosi yang negatif

seperti rasa sedih, benci, iri, putus asa, kecemasan, ketakutan, dendam dan

memiliki rasa bersalah yang dapat disertai dengan berbagai gejala fisik (Korff and

Simon., 1996). WHO (2012) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan

keempat penyakit paling sering di dunia. Depresi sering ditemui dalam kasus

gangguan jiwa. Pravalensi pada wanita diperkirakan 10-25% dan laki-laki 5-12%.

Walaupun depresi lebih sering pada wanita, bunuh diri lebih sering terjadi pada

laki-laki terutama usia muda dan usia tua (Nurmiati, 2005). Prevalensi gangguan

jiwa berat pada penduduk Indonesia sebesar 1,7 per mil. Penderita gangguan jiwa

berat paling banyak terdapat di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali dan

Jawa Tengah. Proporsi rumah tangga yang pernah memasung anggota rumah

tangga gangguan jiwa berat sebesar 14,3% serta pada kelompok penduduk dengan

indeks kepemilikan terbawah sebesar 19,5%. Prevalensi gangguan mental

emosional pada penduduk Indonesia sebesar 6%. Provinsi dengan prevalensi

gangguan emosional paling tinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur (Depkes RI, 2013).

1
Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk pengobatan depresi.Kadar

neurotransmiter terutama norepinefrin dan serotonin dalam otak sangat

berpengaruh dalam keadaan depresi dan gangguan Sistem Safar Pusat. Rendahnya

kadar norepinefrin dan serotonin didalam otak yang menyebabkan gangguan

depresi, dan apabila kadarnya terlalu tinggi menyebabkan mania. Oleh karena itu

antidepresan adalah obat yang mampu meningkatkan kadar norepinefrin dan

serotonin di dalam otak (Prayitno, 2008). Salah satu masalah dari penggunaan

obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki (adverse drug reactions). Adverse

Drug Reactions (ADR) dapat memperburuk penyakit dasar yang sedang diterapi

serta menjadikan bertambahnya permasalahan baru bahkan kematian. Keracunan

dan syok anafilatik merupakan contoh ADR berat yang dapat menimbulkan

kematian. Rasa gatal dan mengantuk adalah sebagian contoh ringan akibat ADR.

Sebuah penelitian di Perancis dari 2067 orang dewasa berusia 20-67 tahun yang

mendatangi pusat kesehatan untuk pemeriksaan kesehatan dilaporkan bahwa

14,7% memiliki efek samping terhadap satu atau lebih obat (Mariyono dan

Suryana,2008). Diantara 160 pasien yang menggunakan obat antidepresan

dilaporkan 26,87 % mengalami ADR. ADR paling banyak disebabkan oleh obat

antidepresan golongan Trisiklik dengan persentase 58,84 % dan politerapi

sebanyak 14,37% (Mishra, 2013)

Ansietas atau kecemasan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

utama. Kecemasan adalah bagian gangguan mental yang paling sering terjadi di

masyarakat, di mana kecemasan adalah salah satu penyebab yang dapat

menimbulkan kerugian individu dan sosial yang besar. Kecemasan juga

berhubungan dengan berbagai kondisi medis, memperburuk gejala, menghambat

2
pemulihan, dan meningkatkan risiko gangguan mental lainnya. Bahkan

kecemasan dapat menyebabkan kesengsaraan dan kesehatan yang buruk (Grillon,

2019). Menurut Stuart (2016) kecemasan adalah bentuk kekhwatiran yang tidak

jelas dan menyebar yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.

Keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang spesifik. Kecemasan dialami secara

subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Gejala kecemasan dapat

berupa perasaan khawatir/takut yang tidak rasional akan kejadian yang akan

terjadi, sulit tidur, rasa tegang dan cepat marah, sering mengeluh akan gejala yang

ringan atau takut dan khawatir terhadap penyakit yang berat dan sering

membayangkan hal-hal yang menakutkan/rasa panik terhadap masalah yang besar.

Apabila individu tidak mampu mengatasi secara konstruktif, maka

ketidakmampuan tersebut dapat menjadi penyebab utama terjadinya perilaku yang

patologis. Menurut World Health Organization (2017) gangguan kecemasan

merupakan masalah yang serius, dengan prevalensi 14,9% atau sekitar 264 juta

orang mengalami kecemasan di dunia. Lebih dari 300 juta orang menderita

depresi dan 260 juta orang yang mengalami gangguan kecemasan (WHO, 2012).

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan (Kemenkes)

tahun 2018 melaporkan bahwa prevalensi gangguan jiwa karena depresi dan

kecemasan di Indonesia sebesar 6,1% untuk penduduk berusia 15 tahun ke atas,

yang berarti lebih dari 14 juta jiwa penduduk Indonesia menderita gangguan

mental emosional. Kecemasan merupakan respon alami sebagai tanda bahaya

akan suatu hal yang tidak menyenangkan dan dapat terjadi pada siapa saja, tidak

terkecuali terjadi pada klien dengan penyakit jantung (Celano,2016). Ansietas

dapat diatasi dengan cara farmakologi dan non farmakologi. farmakologi

3
antiansietas dibagi menjadi 2 golongan, yaitu golongan benzodiazepine dan

golongan non-benzodiazepin. Antiansietas yang terutama adalah benzodiazepine.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Untuk melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Rumah

Sakit Jiwa Prof H.B. Saanin Padang tahun 2022

2. Untuk mengetahui jenis-jenis obat golongan antidepressan dan golongan

antiansietas

3. Untuk mengetahui cara kerja obat golongan antidepressan dan golongan

antiansietas

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obat Antidepresan


Obat antidepresan adalah obat-obatan yang mampu memperbaiki suasana
jiwa (mood) dengan meringankan gejala keadaan murung. Pemberian obat
antidepresan merupakan salah satu aspek dalam menangani penderita depresi,
obat diharapkan dapat menghilangkan atau menurunkan emosi-emosi negatif dan
memperbaiki mood bagi penderita depresi. Sebagian besar obat antidepresan
dalam klinis, menghambat baik secara langsung maupun tidak langsung kerja dari
serotonin dan/atau norepinefrin dalam otak. Antidepresan yang tersedia saat ini
terdiri dari beragam tipe kimiawi. Perbedaan ini menjadi dasar untuk
membedakan beberapa subgolongan yaitu Selective Serotonin Reuptake Inhibitors
(SSRI), Serotonin–Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SNRI), Tetrasiklik
(TCA), dan Inhibitor Monoamin Oksidase (MAOI) .
Klasifikasi obat antidepressan :
No Derivat Zat aktif Nama dagang
1 Trisiklik Imipramin Tofranil
Amitriptilin Laroxyl
2 Tetrasiklik Maproptilin Ludiomil
Mianserin Tolvon
3 MAOI (Mono Amine Oxidase Moclobemide Aurorix
Inhibitor)
4 SSRI (Selective Serotonin Sertralin Zoloft
Reuptake Inhibitor) Fluoxetine Prozac
Fluvoxamine Luvox
Paroxetine Seroxat
Escitalopram Cipralex
5 SNRI ( Serotonin Venlafaxine Efexor XR
Norepineprin Reuptake Desvenlavaxine Pristiq
Inhibitor) Duloxetine Cymbalta

5
2.1.1 Cara Kerja
Obat-obat antidepresan digunakan untuk mengatasi gejala depresi yang
terjadi karena rendahnya kadar serotonin di neuron pasca sinap. Secara umum anti
depresan bekerja di sistem neurotransmiter serotonin dengan cara meningkatkan
jumlah serotonin di neuron pasca sinaps. Golongan Trisiklik dan tetrasiklik
bersifat serotonergik dengan menghambat ambilan kembali neurotransmiter yang
dilepaskan dari neuron prasinaps ke celah sinaps, tetapi ambilan kembali tersebut
tidak bersifat selective. Dengan demikian kemungkinan muncul berbagai efek
samping yang tidak diharapkan dapat terjadi. Sementara Selective Serotonin
Reuotake Inhibitor (SSRI) bekerja dengan cara yang sama , tetapi dengan
hambatan yang bersifat selektif hanya pada neurotransmiter serotonin (5HT2).
kelompok MAOI bekerja di presinap dengan cara menghambat enzim
monoaminase yang memecah atau memetabolisme serotonin sehingga jumlah
serotonin yang dilepaskan ke celah sinap bertambah dan dengan demikian yang
diteruskan ke pasca sinap juga akan bertambah. Kelompok SNRI selain bekerja
dengan menghambat ambilan kembali serotonin juga menghambat ambilan
kembali neurotransmiter norepinerpin , sehingga kadar serotonin dan norepineprin
pasca sinap meningkat.

6
2.1.2 Indikasi Penggunaan
Gejala Sasaran (target syndrome) : Sindrom Depresi.
Butir-butir diagnostik Sindrom Depresi
 Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami :
1. Rasa hati yang murung
2. Hilang minat dan rasa senang
3. Kurang tenaga hingga mudah lelah dan kendur kegiatan 
 Keadaan di atas disertai gejala-gejala :
1. Penurunan konsentrasi pikiran dan perhatian
2. Pengurangan rasa harga diri dan percaya diri
3. Pikiran perihal dosa dan diri tidak berguna lagi
4. Pandangan suram dan pesimistik terhadap masa depan
5. Gagasan atau tindakan mencederai diri / bunuh diri
6. Gangguan tidur
7. Pengurangan nafsu makan 

7
 Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala :
penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin.

2.1.3 Efek Samping


- Golongan Trisiklik : Efek samping yang sering adalah efek kolinergik seperti
mulut kering, sembelit, penglihatan kabur, pusing, takikardi, ingatan menurun,
dan retensi urin.
- Golongan tetrasiklik : Efek samping yang ditimbulkan berupa mulut kering,
peningkatan berat badan, dan konstipasi.
- Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) : Efek samping yang
ditimbulkan Antidepresan SSRI yaitu gejala gastrointestinal (mual, muntah, dan
diare), disfungsi sexsual pada pria dan wanita, pusing, dan gangguan tidur
- Golongan Serotonin / Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI) : Venlafaxine
yaitu mual, disfungsi sexual. sedangkan Duloxetine yaitu mual, mulut kering,
konstipasi, dan insomnia.
- Golongan Mono Amin Oxidase Inhibitor ( MAOI ) :Efek samping yang
ditimbulkan adalah postural hipotensi, penambahan berat badan, gangguan sexual

2.1.4 Interaksi Obat


 Trisiklik + Haloperidol / Phenothiazine = mengurangi kecepatan ekskresi dari
Trisiklik (kadar dalam plasma meningkat). Terjadi potensial efek
antikolinergik (ileus paralitik, disuria, gangguan absorbsi) 
 SSRI / TCA + MAOI = Serotonin Malignant Syndrome dengan gejala-gejala
: gatrointestinal distress (mual, muntah, diare), agitation (mudah marah,
ganas), reslesness (gelisah), gerakan kedutan otot, dan lain-lain.
 MAOI + Sympathomimetic drugs” (phenylpropanolamine, pseudoephedrine
pada obat flu/asma, noradrenalin pada anestesi lokal, derivat amfetamin,
ldopa) = efek potensiasi yang dapat menjurus ke Krisis Hipertensi (acute
paroxysmal hypertension), dimana ada risiko terjadinya serangan stroke. 

8
 MAOI + senyawaan mengandung “tyramine” (contohnya keju, anggur) =
dapat terjadi krisis hipertensi (Hypertenive Crisis) dengan risiko serangan
stroke pada pasien usia lanjut.
 Obat anti depresi + “CNS Depressants” (morphine, benzodiazepine, alcohol)
= potensiasi efek sedasi dan penekanan terhadap pusat napas risiko timbulnya
“respiratory failure”.

2.1.5 Cara Penggunaan


2.1.6.1 Pemilihan obat 
Pada dasarnya semua obat anti-depresi mempunyai efek primer (efek
klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder
(efek samping)

9
Pemilihan jenis obat anti-depresi tergantung pada toleransi pasien terhadap
efek samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien (usia,
penyakit fisik tertentu, jenis depresi). Misalnya :
- Trisiklik (Amitriptyline, Imipramine) → efek samping sedatif, otonomik,
kardiologi relatif besar → diberikan pada pasien usia muda (young healthy) yang
lebih besar toleransi terhadap efek samping tersebut, dan bermanfaat untuk
meredakan “agitated depression”.
- Tetrasiklik (Maprotiline, Mianserin) dan Atipikal (Trazodone, Mirtazapine) →
efek samping otonomik, kardiologik relatif kecil, efek sedasi lebih kuat →
diberikan pada pasien yang kondisinya kurang tahan terhadap efek otonomik dan

10
kardiologik (usia lanjut) dan sindrom depresi dengan gejala anxietas dan insomnia
yang menonjol.
- SSRI (Fluoxetine, Sertraline, dan lain-lain) → efek sedasi, otonomik,
kardiologik sangat minimal → untuk pasien dengan “retarded depression”. Pada
usia dewasa & usia lanjut, atau yang dengan gangguan jantung, berat badan lebih,
dan keadaan lain yang menarik manfaat dari efek samping yang minimal tersebut.
- MAOI – Reversible (Meclobemide) → efek samping hipotensi ortostatik (relatif
sering) → pasien usia lanjut mendadak bangun malam hari ingin miksi → risiko
jatuh dan trauma lebih besar. Perubahan posisi tubuh dianjurkan tidak mendadak,
dengan tenggang waktu dan gradual.
- Mengingat profil efek sampingnya, untuk penggunaan pada Sindrom Depresi
ringan dan sedang yang datang berobat jalan pada fasilitas pelayanan kesehatan
umum, pemilihan obat anti-depresi sebaiknya mengikuti urutan (step care) :
 Step 1 = Golongan SSRI (Fluoxetine, Sertraline, dll.)
 Step 2 = Golongan Trisiklik (Amitriptyline, dll.)
 Step 3 = Golongan Tetrasiklik (Maprotiline, dll), Golongan “Atypical”
(Trazodone, dll), Golongan MAOI Reversible (Moclobemide)
Pertama-tama menggunakan golongan SSRI yang efek sampingnya sangat
minimal (meningkatkan kepatuhan minum obat, bisa digunakan padaa berbagai
kondisi medik), spektrum efek anti-depresi luas, dan gejala putus obat sangat
minimal, serta “lethal dose” yang tinggi (>6000 mg) sehingga relatif aman.
Bila telah diberikan dengan dosis yang adekuat dalam jangka waktu yang
cukup (sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat beralih ke pilihan kedua, golongan
Trisiklik, yang spektrum anti-depresinya juga luas tetapi efek sampingnya relatif
lebih berat.
Bila kedua belum berhasil, dapat beralih ketiga dengan spektrum anti-
depresi yang lebih sempit, dan juga efek samping lebih ringan dibandingkan
Trisiklik, yang spektrum anti-depresinya juga luas tetapi efek sampingnya lebih
berat. Bila pilihan kedua belum berhasil, dapat beralih ketiga dengan spektrum
antidepresi yang lebih sempit, dan juga efek samping lebih ringan dibandingkan
Trisiklik, yang teringan adalah golongan MAOI reversible.

11
Disamping itu juga dipertimbangkan bahwa pergantian SSRI ke MAOI
atau sebaliknya membutuhkan waktu 2-4 minggu istirahat untuk “washout period”
guna mencegah timbulnya “Serotonin Malignant Syndrome”. Lithium sering
digunakan pada “Unipolar Recurrent Depression”, yaitu untuk mencegah
kekambuhan sebagai “mood stabilizers”, dibutuhkan kadar serum lithium 0,4 –
0,8 mEq/L (kadar profilaksis). Untuk efek Anti-mania, kadar serum lithium 0,8 –
1,2 mEq/L (kadar terapeutik). Sedangkan kadar toksik adalah > 1,5 mEq/L.
Rentang kadar serum terapeutik dan toksik sempit, sehingga membutuhkan
monitoring kadar serum Lithium secara terus menerus untuk deteksi dini
intoksikasi. Dosis obat Lithium sekitar 250 – 500 mg/h untuk mencapai kadar
serum Lithium Profilaksis.

2.1.6 Pengaturan Dosis 


Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan :
- Onset efek Primer : sekitar 2-4 minggu
- Onset efek sekunder : sekitar 12 – 24 jam
- Waktu paruh : 12 – 48 jam (pemberian 1-2 x/hari) 
Ada 5 proses dalam pengaturan dosis :
1. Initiating Dosage (test dose) → untuk mencapai dosis anjuran selama Minggu I.
Misalnya, Amitriptyline 25 mg/h = hari 1 dan 2, 50 mg/h = hari 3 dan 4, 100 mg/h
= hari 5 dan 6
2. Titrating Dosage (optimal dose) → mulai dosis anjuran sampai mencapai dosis
efektif → dosis optimal. Misalnya Amitriptyline 150 mg/h – hari 7 s/d 14 (minggu
II). Minggu III : 200 mg/h → minggu IV : 300 mg/h
3. Stabilizing Dosage (stabilization dose) → dosis optimal yang dipertahankan
selama 2-3 bulan. Misalnya Amitriptyline 300 mg/h → dosis optimal selama 2-3
bulan → diturunkan sampai dosis pemeliharaan.
4. Maintaining Dosage (maintainance dose) → selama 3-6 bulan. Biasanya dosis
pemeliharaan – ½ dosis optimal. Misalnya, Amitriptyline 150 mg/h → selama 3-6
bulan.
5. Tapering Dosage (tapering dose) → selama 1 bulan. Kebalikan dari proses
“initating dosage”. Misalnya, Amitriptyline 150 mg/h → 100 mg/h (1 minggu) 

12
75 mg/h (1 minggu), 75 mg/h – 50 mg/h (1 minggu), 50 mg//h → 25 mg/h (1
minggu).
Dengan demikian obat anti-depresi dapat diberhentikan total. Kalau
kemudian Sindrom Depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan
seterusnya. Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari
(single dose one hour before sleeping) untuk golongan Trisiklik dan Tetrasiklik.
Untuk golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan pagi.

2.1.7 Perhatian Khusus 


Kegagalan terapi obat anti-depresi pada umumnya disebabkan :
- Kepatuhan pasien menggunakan obat (compliance), yang dapat hilang oleh
karena adanya efek samping, perlu diberikan edukasi dan informasi
- Pengaturan dosis obat belum adekuat
- Tidak cukup lama mempertahankan dosis optimal
- Dalam menilai efek obat terpengaruh oleh persepsi pasien yang tendensi negatif,
sehingga penilaian menjadi “bias”. 

2.1.8 Kontraindikasi
- Penyakit jantung koroner, MCI, khususnya pada usia lanjut
- Glaukoma, retensi urin, hipertrofi prostat, gangguan fungsi hati, epilepsi.
- Pada penggunaan obat Lithium, kelainan fungsi jantung, ginjal, dan kelenjar
thyroid. 
- Wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan menggunakan TCA oleh karena
risiko teratogenik besar (khususnya trimester 1) dan TCA dieksresi melalui ASI.

2.2. Obat Anti Ansietas

13
1. TCA (Tricyclic Antidepressant)
Obat dalam golongan ini bekerja sebagai inhibitor reuptake norepinefrin,
dan beberapa sebagai penghambat reuptake serotonin.
a. Amitriptyline

Indikasi Depresi terutama jika diperlukan sedasi: nocturnal,


enuresis pada anak, gangguan panic, dan gangguan
cemas menyeluruh
Kontraindikasi Infarkmiokard yang baru, aritmia, mania, penyakit
hati berat
Peringatan Penyakit jantung (terutama dengan aritmia),

14
epilepsy, hamil, menyusui, lansia, gangguan faal
hati, penyakit tiroid, psikosis, glaucoma sudut
sempit, retensi urine, bersamaan dengan terapi
elektrokonvulsif, hindari pemutusan obat
mendadak, hati-hati pada anesthesia, porfiria
Efek Samping Mulut kerin, sedasi, pandangan kabur, konstipasi,
mual, sulit buang ainr kecil, efek pada
kardiovaskular(aritmia, hipotensi postural,
takikardia, sinkop, terutama pada dosis tinggi),
berkeringat, tremor, ruam, gangguan perilaku
(terutama anak), hipomania, bingung(terutama
lansia), gangguan fungsi seksual, perubahan gula
darah
Dosis 100-200 mg/oral/hari
Sediaan Tablet 25mg: amitriptilin, trilin.
b. Imipramine

Indikasi Depresi, gangguan panic, GAD


Kontraindikasi Infarmiokard akut, mania
Peringatan Kombinasi terapi dengan MAOI, gangguan
kardiovaskuler, AVBlock derajat I-III, aritmia,
hipotensi, glaucoma sudut sempit, gangguan miksi,
penurunan ambang konvulsi, gangguan
mengemudi, hamil, laktasi
Efek Samping Efek anti kolinergik (sering)
Jarang: gangguan fungsi hati, gangguan
kardiovaskular
Interaksi obat Obat antihipertensi, obat simpatomimetik, alcohol,
obat penekan SSP meningkatkan efek imipramine
Dosis 100-200mg/oral/hari, dengan dosis inisial
50mg/hari.
Sediaan Tablet 25mg: tofranil.
2. Benzodiazepin

15
a. Diazepam

Indikasi Pemakaian jangka pendek pada ansietas atau


insomnia, tambahan pada putus alcohol akut, status
epileptikus, kejang demam, spasme otot
Kontraindikasi Pasien yang hipersensitif terhadap benzodiazepine,
glaucoma, myasthenia gravis, insufisiensi
pulmonal kronik, penyakit hati atau ginjal kronik,
depresi pernapasan, serang asma akut, trisemester
pertama kehamilan, persalinan. Tidak boleh
digunakan sendirian pada depresi atau ansietas
dengan depresi
Peringatan - Pada penderita usia lanjut dan anak dapat
terjadi reaksi yang berlawanan (paradoxical
reaction) berupa kegelisahan, iritabilitas,
disinhibisi, spastisitas otot meningkat, dan
gangguan tidur
- Dapat menganggu kemampuan
mengemudi/mengoperasikan mesin
- Hati-hati pada menyusui, bayi, lansia,
penyakit hati dan ginjal, penyakit
pernapasan, kelemahan otot, riwayat
penyalahgunaan obat/alcohol, kelainan
kepribadian yang nyata, kurangi dosis pada
lansia dan debil, hindari pemakaian jangka
panjang, peringatan khusus untuk injeksi
intravena, porfiria
Efek Samping Mengantuk, kelemahan otot, ataksia, rekasi
paradoxical dalam agresi, gangguan mental,
amnesia, ketergantungan, deperesi pernapasan,
kepala terasa ringan hari berikutnya, bingung.
Kadang-kadang terjadi : nyeri kepala, vertigo,
hipotensi, perubahan salivasi, gangguan saluran

16
cerna, ruam, gangguan penglihatan, perubahan
libido, retensi urin, dilaporkan juga kelainan darah
dan sakit kuning, pada injeksi intravena terjadi :
nyeri, tromflebitis dan jarang apneu atau hipotensi
Dosis Dosis anjuran diazepam sebagai anti anxietas :
- oral : 2-3 X 2-5 mg/ hari
- Injeksi : 5-10 mg (intravena/IM)
Sediaan Tablet 2 mg, tablet 5 mg, rectal supp 5 mg/2,5 ml ,
injeksi 5 mg/ml
b. Alprazolam

Indikasi Anxietas, campuran anxietas-depresi, dan


gangguan panic(pemakaian jangka pendek)
Kontraindikasi Pasien yang hipersensitif terhadap benzodiazepine,
glaucoma, myasthenia gravis, insufisiensi
pulmonal kronik, penyakit hati atau ginjal kronik,
depresi pernapasan, serang asma akut, trisemester
pertama kehamilan, persalinan. Tidak boleh
digunakan sendirian pada depresi atau ansietas
dengan depresi
Peringatan - Pada penderita usia lanjut dan anak dapat
terjadi reaksi yang berlawanan (paradoxical
reaction) berupa kegelisahan, iritabilitas,
disinhibisi, spastisitas otot meningkat, dan
gangguan tidur
- Dapat menganggu kemampuan
mengemudi/mengoperasikan mesin
- Hati-hati pada menyusui, bayi, lansia,
penyakit hati dan ginjal, penyakit
pernapasan, kelemahan otot, riwayat
penyalahgunaan obat/alcohol, kelainan
kepribadian yang nyata, kurangi dosis pada

17
lansia dan debil, hindari pemakaian jangka
panjang, peringatan khusus untuk injeksi
intravena, porfiria
Efek Samping Mengantuk, kelemahan otot, ataksia, rekasi
paradoxical dalam agresi, gangguan mental,
amnesia, ketergantungan, deperesi pernapasan,
kepala terasa ringan hari berikutnya, bingung.
Kadang-kadang terjadi : nyeri kepala, vertigo,
hipotensi, perubahan salivasi, gangguan saluran
cerna, ruam, gangguan penglihatan, perubahan
libido, retensi urin, dilaporkan juga kelainan darah
dan sakit kuning, pada injeksi intravena terjadi :
nyeri, tromflebitis dan jarang apneu atau hipotensi
Dosis Gangguan cemas: 3x 0,25 - 0,5mg/hari
Gangguan panic: 2-4 mg/hari
Sediaan Tablet 0,25 mg, tablet 0,5 mg, tablet lepas lambat
0,5 mg.
c. Clobazam

Indikasi Anxietas, kondisi psikoneurotik yang berhubungan


dengan anxietas
Kontraindikasi Pasien yang hipersensitif terhadap benzodiazepine,
glaucoma, myasthenia gravis, insufisiensi
pulmonal kronik, penyakit hati atau ginjal kronik,
depresi pernapasan, serang asma akut, trisemester
pertama kehamilan, persalinan. Tidak boleh
digunakan sendirian pada depresi atau ansietas
dengan depresi
Peringatan - Pada penderita usia lanjut dan anak dapat
terjadi reaksi yang berlawanan (paradoxical
reaction) berupa kegelisahan, iritabilitas,
disinhibisi, spastisitas otot meningkat, dan

18
gangguan tidur
- Dapat menganggu kemampuan
mengemudi/mengoperasikan mesin
- Hati-hati pada menyusui, bayi, lansia,
penyakit hati dan ginjal, penyakit
pernapasan, kelemahan otot, riwayat
penyalahgunaan obat/alcohol, kelainan
kepribadian yang nyata, kurangi dosis pada
lansia dan debil, hindari pemakaian jangka
panjang, peringatan khusus untuk injeksi
intravena, porfiria
Efek Samping Mengantuk, kelemahan otot, ataksia, rekasi
paradoxical dalam agresi, gangguan mental,
amnesia, ketergantungan, deperesi pernapasan,
kepala terasa ringan hari berikutnya, bingung.
Kadang-kadang terjadi : nyeri kepala, vertigo,
hipotensi, perubahan salivasi, gangguan saluran
cerna, ruam, gangguan penglihatan, perubahan
libido, retensi urin, dilaporkan juga kelainan darah
dan sakit kuning, pada injeksi intravena terjadi :
nyeri, tromflebitis dan jarang apneu atau hipotensi
Dosis Gangguan cemas: 2-3 x 10mg/hari
Sediaan Tablet 10 mg.
d. Chlordiazepoxide

Indikasi Anxietas(penggunaan jangka pendek), terapi


tambahan pada putus obat alcohol akut.
Kontraindikasi Pasien yang hipersensitif terhadap benzodiazepine,
glaucoma, myasthenia gravis, insufisiensi
pulmonal kronik, penyakit hati atau ginjal kronik,
depresi pernapasan, serang asma akut, trisemester
pertama kehamilan, persalinan. Tidak boleh
digunakan sendirian pada depresi atau ansietas

19
dengan depresi
Peringatan - Pada penderita usia lanjut dan anak dapat
terjadi reaksi yang berlawanan (paradoxical
reaction) berupa kegelisahan, iritabilitas,
disinhibisi, spastisitas otot meningkat, dan
gangguan tidur
- Dapat menganggu kemampuan
mengemudi/mengoperasikan mesin
- Hati-hati pada menyusui, bayi, lansia,
penyakit hati dan ginjal, penyakit
pernapasan, kelemahan otot, riwayat
penyalahgunaan obat/alcohol, kelainan
kepribadian yang nyata, kurangi dosis pada
lansia dan debil, hindari pemakaian jangka
panjang, peringatan khusus untuk injeksi
intravena, porfiria
Efek Samping Mengantuk, kelemahan otot, ataksia, rekasi
paradoxical dalam agresi, gangguan mental,
amnesia, ketergantungan, deperesi pernapasan,
kepala terasa ringan hari berikutnya, bingung.
Kadang-kadang terjadi : nyeri kepala, vertigo,
hipotensi, perubahan salivasi, gangguan saluran
cerna, ruam, gangguan penglihatan, perubahan
libido, retensi urin, dilaporkan juga kelainan darah
dan sakit kuning, pada injeksi intravena terjadi :
nyeri, tromflebitis dan jarang apneu atau hipotensi
Dosis Dosis anjuran Gangguan cemas: 2-3 x
5-10mg/hari
Sediaan Tablet 5 mg;10 mg.
e. Lorazepam

Indikasi Anxietas
Kontraindikasi Pasien yang hipersensitif terhadap benzodiazepine,

20
glaucoma, myasthenia gravis, insufisiensi
pulmonal kronik, penyakit hati atau ginjal kronik,
depresi pernapasan, serang asma akut, trisemester
pertama kehamilan, persalinan. Tidak boleh
digunakan sendirian pada depresi atau ansietas
dengan depresi
Peringatan - Pada penderita usia lanjut dan anak dapat
terjadi reaksi yang berlawanan (paradoxical
reaction) berupa kegelisahan, iritabilitas,
disinhibisi, spastisitas otot meningkat, dan
gangguan tidur
- Dapat menganggu kemampuan
mengemudi/mengoperasikan mesin
- Hati-hati pada menyusui, bayi, lansia,
penyakit hati dan ginjal, penyakit
pernapasan, kelemahan otot, riwayat
penyalahgunaan obat/alcohol, kelainan
kepribadian yang nyata, kurangi dosis pada
lansia dan debil, hindari pemakaian jangka
panjang, peringatan khusus untuk injeksi
intravena, porfiria
Efek Samping Mengantuk, kelemahan otot, ataksia, rekasi
paradoxical dalam agresi, gangguan mental,
amnesia, ketergantungan, deperesi pernapasan,
kepala terasa ringan hari berikutnya, bingung.
Kadang-kadang terjadi : nyeri kepala, vertigo,
hipotensi, perubahan salivasi, gangguan saluran
cerna, ruam, gangguan penglihatan, perubahan
libido, retensi urin, dilaporkan juga kelainan darah
dan sakit kuning, pada injeksi intravena terjadi :
nyeri, tromflebitis dan jarang apneu atau hipotensi
Dosis Dosis anjuran Gangguan cemas: 2-3 x 1mg/hari

21
Sediaan Tablet 0,5 mg, tablet 2 mg
3. Non-Benzodiazepin
a.) Buspirone

Indikasi Gangguan anxietas umum dan gejala anxietas non


spesifik dengan dan atau tanpa depresi
Kontraindikasi Epilepsy, gangguan fungsi hati dan ginjal yang
berat, hamil, dan menyusui
Peringatan Tidak meringankan gejala putus obat
benzodiazepine, riwayat gangguan hati dan ginjal
Efek Samping Pusing, sakit kepala, gugup, kepala terasa ringan,
eksitasi.
Jarang: takikardia, palpitasi, nyeri dada, ngantuk,
bingung, mulut kering, fatigue, dan berkeringat
Dosis Dosis anjuran gangguan cemas: 2-3 x 10 mg / hari
Sediaan Tablet 10 mg

b.) SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)


Mekanisme kerja dari obat-obatan golongan SSRI yaitu dengan
menghambat transporter serotonin dan menyebabkan desensitisasi reseptor
serotonin postsinaptik, sehingga menormalkan aktivitas jalur serotonergic.
a. Fluoxetine

Indikasi Depresi, bulimia nervosa, gangguan obsesif


kompulsif
Kontraindikasi Hipersensitif, mania, penggunaan bersama MAOI,
gagal ginjal berat
Peringatan Penyakit jantung, epilepsy (hindari bila sulit
dikendalikan), bersama dengan terapi elektro syok,
riwayat mania, gangguan hati dan ginjal, hamil dan
menyusui, hindari pemutusan mendadak. Dapat
mengganggu ke ekmampuan
mengemudi/menjalankan mesin.

22
Efek Samping Diare, mual, muntah, dyspepsia, sakit kepala,
insomnia, pusing, anoreksia, kelelahan, tremor,
gangguan cemas, hiponatremia.
Dosis Dosis anjuran untuk depresi: 20-40mg/hari
Sediaan Kapsul 10mg: Antiprestin, Kalxetin
Kapsul 20mg: antiprestin, courage, deproz,
deprezac, elizac, foransi, kalxetin, napres,
noxatine, Prozac

b. Sertraline

Indikasi Depresi dengan atau tanpa riwayat mania, kelainan


obsesif-kompulsif, gangguan stress pasca trauma
Kontraindikasi Hipersensitivitas, penggunaan bersama denga
MAOI
Peringatan Hindari penggunaan bersama MAOI atau terapi
elektrokonvulsif. Dapat mengganggu kemampuan
mengemudi atau menjalankan mesin. Epilepsi
yang tidak stabil. Pemberian bersma obat yang
bekerja sentral. Gangguan ginjal dan hati, hami,
laktasi, anak. Penggunaan bersamaan obat yang
mempengaruhi fungsi platelet, DM, riwayat mania,
hipomania.
Efek Samping Mual, diare, gangguan fungsi seks pria, tremor,
mulut kering, jumlah keringat meningkat,
dyspepsia, anoreksia, somnolen, insomnia, puising.
Interaksi Obat Penghambat MAO, obat yang bekerja secara
sentral, litium, triptofan, tramadol, sumatriptan,
fenfluramin, diazepam, tolmudatamide, cimetidine,
warfarin
Dosis Dosis dianjurkan untuk defresi: 50-100 mg/hari
Sediaan Tablet 50 mg: Anexin, Antipres, Fatral, Fridep,

23
Iglodep, Serlop, Semade, Zerlin
c. Escitalopram

Indikasi Gangguan depresi berat, gangguan panic,


gangguan anxietas menyeluruh, gangguan anxietas
sosial, dan memulihkan gejala anxietas yang
disebabkan oleh depresi
Kontraindikasi Hipersensitivitas, penggunaan bersama dengan
penghambat MAO(Non-Selective dan irreversible),
dan pimozid
Peringatan Anak, remaja <18 tahun, lansia, kehamilan,
menyusui, berencana hamil, mengemudi,
penurunan fungsi ginjal, penyakit jantung koroner,
ansietas paradoksikal, kejang, mania/hipomania,
diabetes, keinginan untuk bunuh diri,
akatisia/kegelisahanpsikomotor, hiponatremia,
perdarahan, terapi elektrokonvulsi, sindroma
serotonin.
Efek Samping Sangat umum: mual. Umum: penurunan dan
peningkatan nafsu makan, peningkatan berat
badan, ansietas, kegelisahan, penurunan libido,
mimpi buruk, anorgasmia, insomnia, somnolen,
pusing, paraestesia, tremor, sinusitis, menguap,
diare, konstipasi, muntah, mulut kering,
peningkatan keringat, artralgia, mialgia, gangguan
ejakulasi, impotensi, lelah, demam.
Dosis - Gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia:
dosis awal: 5 mg selama 1 minggu dilanjutkan
10 mg satu kali sehari, maksimal 20 mg satu
kali sehari.
- Gangguan ansietas sosial: 10 mg satu kali
sehari, maksimal 20 mg satu kali sehari
- Gangguan ansietas secara umum: 10 mg satu

24
kali sehari, maksimal 20 mg satu kali sehari
- Gangguan obsesif konvulsif: 10 mg satu kali
sehari, maksimal 20 mg satu kali sehari
Sediaan Tablet 10mg,dan 20 mg, cairan oral sebesar 5
mg/sdt

25
BAB III

KESIMPULAN

Obat antidepresan merupakan obat yang mampu memperbaiki suasana


jiwa (mood) dengan meringankan gejala keadaan murung. Pemberian obat
antidepresan merupakan salah satu aspek dalam menangani penderita depresi,
obat diharapkan dapat menghilangkan atau menurunkan emosi-emosi negatif dan
memperbaiki mood bagi penderita depresi. Adapun obat-obat antidepresan antara
lain : golongan trisiklik (Imipramin, Amitriptilin),Tetrasiklik (Maptoptilin,
Mianserin), MAOI (Moclobemide), SSRI (Sertralin, Fluoxetine, Fluvoxamine),
SNRI ( Venlavaxine, Duloxetine). Efek samping yang ditimbulkan dari
penggunaan antidepresan yaitu Sedasi (rasa mengantuk), efek Antikolinergik
(mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi), efek Anti-adrenergik
alfa (perubahan EKG, hipotensi), efek Neurotoksis (tremor halus, gelisah, agitasi,
insomnia).

Obat anti ansietas adalah obat – obat yang digunakan untuk mengatasi
kecemasan dan juga mempunyai efek sedative, relaksasi otot, amnestic, dan
antiepileptic. Obat antiansietas dibagi menjadi 2 golongan, yaitu golongan
benzodiazepine dan golongan non-benzodiazepin. Antiansietas yang terutama
adalah benzodiazepine. Efek samping obat antiansietas dapat berupa Sedasi (rasa
mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan
kognitif melemah , Relaksasi otot (rasa lemas, cepat lelah, dll).

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, dan Elysabeth. Farmakologi dan


terapi Edisi ke lima. Jakarta : departemen Farmakologi dan Terapeutik
FKUI. 2007.
2. Kaplan HI, Sadock BJ, grebb JA. Synopsis of Phychiatry : behavioral
Sciences/ Clinical Physiciatry, 10 th Ed. Lippincott Williams & Wilkins,
2007
3. Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic
Medication). 3rd ed. 2007.
4. Puspitasari AW, Angeline L. Analisis Potensi Interaksi Obat Golongan
Antidepresan pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan Tahun 2016. Pharmaceutical Sciences Research. 2019;6(1):13–
20.
5. Elvira, Sylvia D dan Gutayanti Hadisukanto, 2013. Buku ajar psikiatri.
Badan Penerbit FK UI. Jakarta
6. Vildayanti H, Puspitasari IM, Sinuraya RK. Review: Farmakoterapi
Gangguan Anxietas. Farmaka [Internet]. 2018;16(1):196–213. Available
from: http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/view/17446
7. Bandelow, B., Sophie, M., and Dirk, W. 2017. Treatment of Anxiety
Disorders. Journal NCBI, Dialogues in Clinical Neuroscience, 19(2): 93-
107.
8. DiPiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., et al. 2015.
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edition. New York: McGraw-Hill
9. Bystritsky, A., Sahib, S. K., Michael, E. C., et al. 2013. Current Diagnosis
and Treatment of Anxiety Disorders. Pharmacy and Therapeutics, 38(1):
41-44.
10. Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J., 2014, Farmakologi Dasar
& Klinik, Vol.2, Edisi 12, Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et
al., Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai