OLEH
NAMA: ROSALIA ROSDIANTI INTAN
NIM : 011201047
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
Keperawatan pada lansia dengan Depresi dapat terselesaikan dengan baik. Tujuan
Penulisan Makalah ini adalah dalam rangka untuk memenuhi tugas keperawatan
Maumere
dalam penyusunan Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
pengetahuan
Wolomarang,Mei 2021
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................3
C. Tujuan..........................................................................................................3
D. Manfaat .......................................................................................................4
A. Konsep Depresi............................................................................................5
B. Pembahasan .................................................................................................95
A. Kesimpulan..................................................................................................96
B. Saran.............................................................................................................97
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Depresi merupakan masalah psikologis yang banyak terjadi pada lanjut
usia. Masalah tersebut ditandai dengan perasaan sedih mendalam yang
berdampak pada gangguan interaksi sosial. Tidak jarang gejala depresi juga
berupa gangguan fisik seperti insomnia dan berkurangnya napsu makan. Depresi
seringkali tidak terdeteksi pada lanjut usia karena dianggap sebagai akibat dari
proses penuaan dan penyakit kronis yang dialami oleh lanjut usia. Padahal
deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap depresi dapat memperbaiki dan
meningkatkan kualitas hidup bagi lanjut usia (Dewi, 2014). Depresi yang sering
dialami lansia tersebut juga menyebabkan gangguan mekanisme koping pada
penderitanya, kebanyakan pada klien lansia dengan depresi mengalami koping
individu yang tidak efektif (Irawan, 2013).
Menurut WHO (2013), depresi merupakan gangguan psikologis terbesar
ketiga yang diperkirakan terjadi pada 5% penduduk di dunia. Penelitian yang
dilakukan oleh Pracheth &Chowti (2013) di India, memberikan hasil dari 218
lanjut usia yang diteliti, terdapat 64 orang (29,36%) yang mengalami depresi. Di
Indonesia, belum ada penelitian yang menyebutkan secara pasti tentang jumlah
prevalensi lanjut usia yang mengalami depresi. Namun peningkatan jumlah
penderita depresi dapat diamati bertambah dari waktu ke waktu melalui
peningkatan jumlah kunjungan pasien yang berobat ke pelayananan kesehatan
maupun peningkatan obat psikofarmaka yang diresepkan oleh dokter (Hawari,
2013). Diperkirakan dari jumlah lanjut usia di Indonesia pada tahun 2013 yaitu
4
24 juta jiwa, 5% mengalami depresi. Akan meningkat 13,5% pada lanjut usia
yang memiliki penyakit kronis dan dirawat inap. Dari hasil pendahuluan kasus
bulan November tahun 2018 di Pelayananan Sosial Tresna Werdha tercatat 13
orang lansia tersebut mengalami keadaan depresi.
Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang
mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku)
seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan
tidak berdaya dan kehilangan harapan (Rice PL 1992, dalam Journal An-nafs:
Kajian dan Penelitian Psikolog 2016).
Depresi dapat menyebabkan mekanisme koping yang sering dialami
lansia yaitu ketidakmampuan klien untuk menerima realita yang terjadi pada usia
lanjutnya dan beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah kurangnya
kasih sayang dari keluarga dan perasaan tidak diinginkan oleh keluarganya serta
faktor tidak mempunyai keluarga atau disebut juga sebatang kara. Batasan
karakteristik yang terjadi yaitu perubahan pada pola komunikasi yang biasa.
Depresi pada lanjut usia telah menjadi masalah utama yang dihubungkan dengan
kematian dan kejadian bunuh diri (Jones, 2003). Hasil penelitian menyebutkan
15% lanjut usia memiliki kecenderungan bunuh diri karena depresi (Subrata,
2003). Risiko bunuh diri pada lanjut usia wanita yang mengalami depresi dua
atau tiga kali lebih tinggi daripada lanjut usia laki-laki (Jones 2003). Bila hal ini
tidak disikapi dengan benar dapat membahayakan lanjut usia.
Ketidakefektifan koping adalah ketidakmampuan untuk membentuk
penilaian valid tentang stresor, ketidakadekuatan pilihan respons yang dilakukan,
dan atau ketidakmampuan untuk menggunakan sumber daya yang tersedia.
(Wilkinson, 2016).
Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari koping individu
inefektif, perlu dilakukan intervensi keperawatan.Intervensi yang dapat dilakukan
dan dijadikan panduan oleh perawat sebagai acuan untuk mengatasi masalah
pada lansia depresi yang mengalami ketidakefektifan koping menurut Wilkinson
(2016) adalah gunakan pendekatan yang tenang dan menentramkan hati, kurangi
5
stimulus lingkungan yang dapat disalah-artikan sebagai ancaman, berikan
suasana penerimaan, hargai dan diskusikan respon alternative terhadap situasi,
anjurkan pengungkapan perasaan, persepsi, dan ketakutan, berikan konseling,
dorong latihan fisik, lakukan aktivitas spiritual kepada klien sesuai keyakinan
yang dianut. Salah satu teknik latihan fisik yang dapat digunakanadalah senam
bugar lansia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah diatas maka rumusan masalah pada tulisan ini adalah:
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui Konsep lansia, Depresi dan Asuhan
Keperawatan pada lansia dgn depresi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada lansia dengan depresi.
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada lansia
dengan depresi.
c. Mahasiswa mampu menyusun Intervensi keperawatan pada lansia
dengan depresi.
d. Mahasiswa mampu melaksanakan Implementasi keperawatan pada
lansia dengan depresi.
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada lansia dengan
depresi.
f. Mahasiswa mampu melakukan dokumentasi keperawatan pada lansia
dengan depresi
D. Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran teoritis tentang Lansia.
2. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran teoritis tentang Depresi.
6
3. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada lansia
dengan Depresi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Depresi
1. Pengertian Depresi
Depresi sebagai suatu gangguan mood yang dicirikan tak ada harapan
dan patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan, tak mampu mengambil
keputusan memulai sautu kegiatan, tak mampu berkonsentrasi, tak punya
semangat hidup, selalu tegang, dan mencoba bunuh diri (Atkinson, 1991)
dalam (Lubis, 2016). Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya
ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan
bersalah (menarik diri, tidak dapat tidur, kehilangan selera, minat dalam
aktivitas sehari-hari) (Gerald C. Davison, 2004) dalam (Miftahudin, 2016).
Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan
yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku)
seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah
perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan (Rice PL, 1992) dalam
(Miftahudin, 2016).
Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan
(afektif, mood) yang ditandai kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan
gairah hidup, tidak ada semangat, dan merasa tidak berdaya, perasaan bersalah
atau berdosa, tidak berguna dan putus asa (Iyus Yosep 2007) dalam
(Miftahudin, 2016).
7
Depresi pada dua keadaan, yaitu pada orang normal dan pada kasus
patologis. Pada orang normal, depresi merupakan keadaan kemurungan
(kesedihan, kepatahan semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak pas,
menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang .
Sedangkan pada kasus patologis, depresi merupakan ketidakmauan ekstrim
untuk mereaksi terhadap perangsang, disertai menurunnya nilai diri, delusi
ketidakpasan, tidak mampu dan putus asa (Chaplin, 2002) dalam (Miftahudin,
2016).
2. Epidemiologi
Prelevansi orang dewasa yang berusia lebih dari 60 tahun, banyak
menderita gangguan mental atau neurologis. Sebesar 6,6% dari total cacat
yang dialami oleh lansia berusia lebih dari 60 tahun banyak dikaitkan dengan
gangguan mental maupun gangguan neurologis. Gangguan neuropsikiatri
yang paling umum dari kelompok lansia adalah demensia dan depresi.
Gangguan kecemasan mempengaruhi 3,8% populasi lansia, masalah
penggunaan narkoba mempengaruhi hampir 1% dari total populasi lansia, dan
hampir seperempat kematian yang terjadi pada lansia dikarenakan perbuatan
menyakiti diri sendiri yang dilakukan oleh lansia (World Health Organization,
2013) dalam (Qonitah & Isfandiari, 2015). Hasil analisis lanjutan riskesdas
tahun 2007 menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara masalah
gangguan mental emosional dengan lansia, khususnya pada usia 65 tahun ke
atas(Idaini, Suhardi, & Kristanto, 2009) dalam (Qonitah & Isfandiari, 2015).
Lanjut usia menurut undang-undang no. 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun
ke atas. Umur Harapan Hidup (UHH) Indonesia meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJPMN),
pada tahun 2009 UHH di Indonesia adalah 70,7 tahun, pada tahun 2010
meningkat menjadi 70,9 tahun. Pada tahun 2011 dan tahun 2012 UHH di
Indonesia adalah sebesar 71,7 tahun (Bappenas, 2013). Peningkatan UHH
akan menyebabkan meningkatnya jumlah lanjut usia (lansia) di Indonesia
8
setiap tahunnya. Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2010 lalu berdasarkan
hasil sensus adalah sebesar 24 juta jiwa atau sebesar 9,7% dari total populasi.
Penduduk lansia diperkirakan akan melonjak menjadi 11,34% dari total
penduduk Indonesia pada 2020 mendatang. Suatu wilayah apabila memiliki
penduduk tua lebih dari 7% maka wilayah tersebut dikatakan memiliki
struktur penduduk tua (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak RI, 2011). Berdasarkan data di atas, maka Indonesia
termasuk negara dengan struktur penduduk tua. Meningkatnya UHH
merupakan indikator baiknya perbaikan dalam bidang kesehatan. Namun hal
ini akan memberikan sebuah tantangan tersendiri, karena juga akan dapat
menimbulkan berbagai masalah kesehatan, terutama angka kesakitan akibat
penyakit degeneratif akan meningkat (Kementerian Kesehatan RI, 2013)
dalam (Qonitah & Isfandiari, 2015).
3. Etiologi
Penyebab depresi sangat kompleks, yaitu penyebab eksternal dan
penyebab internal, tetapi lebih sering merupakan hasil kombinasi dari
keduanya. Berat ringannya depresi tergantung pada kepribadian mental,
kematangan individu, progresifitas penyakit fisik, dan tingkat
pendidikan.Hingga saat ini etiologi depresi yang pasti belum diketahui.
Terdapat beberapa faktor predisposisi yang telah diketahui berkaitan dengan
terjadinya depresi, yaitu antara lain faktor genetik.
Faktor ini berperan secara sangat kompleks dalam perkembangan
gangguan mood. Pada penelitian mengenai depresi dalam keluarga diperoleh
bahwa generasi pertama berpeluang lebih sering dua sampai sepuluh kali
mengalami depresi berat. Penelitian yang berhubungan dengan anak kembar
mengemukakan bahwa kembar monozigot berpeluang sebesar 50%,
sedangkan kembar dizigot sebesar 10-25%. Mengenai faktor neurobiologik,
adanya perubahan neurotransmiter otak, yaitu antara lain: norepinefrin,
serotonin, dopamin, dan juga menurut teori amina biogenik, depresi
disebabkan karena defisiensi senyawa monoamin, terutama noradrenalin dan
9
serotonin). Juga perlu dipertimbangkan peran faktor psiko-sosial (peristiwa
dalam kehidupan dan stres lingkungan) dan faktor kognitif(Ballo, Kaunang,
Munayang, & Elim, 2012).
1. Gambaran Klinik
Pada umumnya lansia mengalami depresi ditandai oleh mood depresi
menetap yang tidak naik, gangguan nyata fungsi atau aktivitas sehari-hari, dan
dapat berpikiran atau melakukan percobaan bunuh diri.Pada lansia gejala
depresi lebih banyak terjadi pada orang dengan penyakit kronik, gangguan
kognitif, dan disabilitas. Kesulitan konsentrasi dan fungsi eksekutif lansia
depresi akan membaik setelah depresi teratasi. Gangguan depresi lansia dapat
menyerupai gangguan kognitif seperti demensia, sehingga dua hal tersebut
perlu dibedakan.Para lansia depresi sering menunjukkan keluhan nyeri fisik
tersamar yang bervariasi, kecemasan, dan perlambatan berpikir. Perubahan
pada lansia depresi dapat dikategorikan menjadi perubahan fisik, perubahan
dalam pemikiran, perubahan dalam perasaan, dan perubahan perilaku.
Perubahan pada lansia depresi (Irawan, 2013):
1. Perubahan fisik
a. Perubahan nafsu makan sehingga berat badan turun (lebih dari 5% dari
berat badan bulan terakhir).
b. Gangguan tidur berupa gangguan untuk memulai tidur, tetap tertidur, atau
tidur terlalu lama. Jika tidur, merasa tidak segar dan lebih buruk di pagi
hari penurunan energi dengan perasaaan lemah dan kelelahan fisik.
Beberapa orang mengalami agitasi dengan kegelisahan dan bergerak
terus.
c. Nyeri, nyeri kepala, dan nyeri otot dengan penyebab fisik yang tidak
diketahui gangguan perut, konstipasi.
2. Perubahan pemikiran
10
a. Pikiran kacau, melambat dalam berpikir, berkonsentrasi, atau sulit
mengingat informasi
b. Sulit dan sering menghindari mengambil keputusan
c. Pemikiran obsesif akan terjadi bencana atau malapetaka
d. Preokupasi atas kegagalan atau kekurangan diri menyebabkan kehilangan
kepercayaan diri
e. Menjadi tidak adil dalam mengambil keputusan
f. Hilang kontak dengan realitas, dapat menjadi halusinasi (auditorik) atau
delusi
g. Pikiran menetap tentang kematian, bunuh diri, atau mencoba melukai diri
sendiri
3. Perubahan perasaan
4. Perubahan perilaku
a. Menarik diri dari lingkungan sosial, kerja, atau kegiatan santai
b. Menghindari mengambil keputusan
c. Mengabaikan kewajiban seperti pekerjaan rumah, berkebun, atau
membayar tagihan
11
d. Penurunan aktivitas fisik dan olahraga
e. Pengurangan perawatan diri seperti perawatan diri dan makan
f. Peningkatan penggunaan alkohol atau obat-obatan
2. Tanda dan Gejala
Penggambaran gejala depresi pada lansia (Samiun,2006 dalam Aspiani,
2014)
a. Kognitif
Sekurang-kurangnya ada 6 proses kognif pada Iansia yang
menunjukkan gejala depresi. Pertama, individu yang mengalami depresi
memiliki selfesteem yang sangat rendah.Mereka berpikir tidak adekuat,
tidak mampu, merasa dirinya tidak berarti, merasa rendah diri dan merasa
bersalah terhadap kegagalan yang dialami.Kedua, Iansia selalu pesimis
dalam menghadapi masalah dan segala sesuatu yang dijalaninya menjadi
buruk dan kepercayaan terhadap dirinya (self-confident) yang tidak
adekuat.Ketiga, memiliki motivasi yang kurang dalam menjalani
hidupnya, selalu meminta bantuan dan melihat semuanya gagal dan sia-
sia sehingga merasa tidak ada gunanya berusaha.Keempat, membesar-
besarkan masalah dan selalu pesimistik menghadapi masalah.Kelima,
proses berpikirnya menjadi lambat, performance intelektualnya
berkurang.Keenam, generalisasi dari gejala depresi, harga diri rendah,
pesimisme dan kurangnya motivasi.
b. Afektif
Lansia yang mengalami depresi merasa tertekan, murung, sedih,
putus asa, kehilangan semangat dan muram.Sering merasa terisolasi,
ditolak dan tidak dicintai. Lansia yang mengalami depresi
menggambarkan dirinya berada dalam lubang gelap yang tidak dapat
terjangkau dan tidak dapat keluar dari sana.
c. Somatik
12
Masalah somatik yang sering dialami Iansia yang mengalami
depresi seperti pola tidur yang terganggu (insomnia), gangguan pola
makan dan dorongan seksual yang berkurang. Lansia telah rentan
terhadap penyakit karena system kekebalan tubuhnya melemah, selain
karena aging proses juga karena orang yang mengalami depresi
menghasilkan sel darah putih yang kurang
d. Psikomotor
Gejala psikomotor pada lansia depresi yang dominan adalah
retardasi motorik Sering duduk dengan terkulasi dan tatapan kosong tanpa
ekspresi, berbicara sedikit dengan kalimat datar dan sering menghentikan
pembicaraan karena tidak memiliki tenaga atau minat yang cukup untuk
menyelesaikan kalimat itu. Dalam pengkajian depresi pada lansia menurut
Sadavoy et all (2004) gejala-gejala depresi dirangkum dalam SIGECAPS
yaitu gangguan pola tidur (sleep) pada lansia yang dapat berupa
kelelahan, susah tidur, mimpi buruk dan bangun dini dan tidak bisa tidur
lagi, penurunan minat dan aktivitas (interest), rasa bersalah dan
menyalahkan diri (gulity), merasa cepat lelah dan tidak mempunyai
tenaga (energy), penuruan konsentrasi dan proses pikir (concentration),
nafsu makan menurun (appetie), gerakan lamban dan sering duduk
terkulai (psychomotor), dan penelantaran diri serta ide bunuh diri
(suicidaly).
3. Tingkat depresi pada lansia
Menurut PPDGJ-III (Maslim, 1997) dalam (Aspiani, 2014)
a. Depresi ringan :
1) Kehilangan minat dan kegembiraan
2) Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah dan menurunnya aktivitas
3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang
13
4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang Pandangan masa depan
yang suram dan pesimis
b. Depresi sedang
1) Mood depresif
2) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
dan menurunnya aktivitas
3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang
4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
5) Pandangan masa depan yang suram dan pesimis
6) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
7) Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri
8) Tidur terganggu
9) Disertai waham, halusinasi
10) Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu
14
10) Apakah bapak / ibu sering tidak mampu berbuat apa-apa ?
11) Apakah bapak / ibu sering merasa resah dan gelisah ?
12) Apakah bapak / ibu senang tinggal tinggal dirumah dari pada keluar
dan mengerjakan sesuatu ?
13) Apakah bapak / ibu sering merasa khawatir tentang masa depan?
14) Apakah bapak / ibu akhir-akhir ini sering pelupa ?
15) Apakah bapak / ibu pikir bahwa hidup bapak / ibu sekarang ini
menyenangkan ?
16) Apakah bapak / ibu sering merasa sedih atau putus asa ?
17) Apakah bapak / ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini ?
18) Apakah bapak / ibu sering merasa khawatir tentang masa lalu ?
19) Apakah bapak / ibu merasa hidup ini menggembirakan ?
20) Apakah sulit bagi bapak / ibu untuk memulai kegiatan yang baru ?
21) Apakah bapak / ibu merasa penuh semangat ?
22) Apakah bapak / ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada harapan ?
23) Apakah bapak / ibu berpikir bahwa orang lain lebih baik keadaanya
daripada bapak / ibu ?
24) Apakah bapak / ibu sering marah karena hal-hal yang sepele ?
25) Apakah bapak / ibu sering merasa ingin menangis ?
26) Apakah bapak / ibu sulit berkonsentrasi ?
27) Apakah bapak / ibu merasa senang waktu bangun tidur di pagi hari ?
28) Apakah bapak / ibu tidak suka berkumpul di pertemuan sosial ?
29) Apakah mudah bagi bapak / ibu membuat sesuatu keputusan ?
30) Apakah pikiran bapak / ibu masih tetap mudah dalam memikirkan
sesuatu seperti dulu ?
Keterangan :
1) Skor 0-10 : Tidak ada depresi
2) Skor 11-20 : Depresi ringan
3) Skor 21-30 : Depresi berat (Aspiani, 2014)
15
5. Pohon Masalah
2. Batasan Lansia
16
2) Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
katagori, yaitu:
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun
3. Ciri–Ciri Lansia
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam
akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya
17
lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.
4. Perkembangan Lansia
18
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan.
Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan
hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak
orang dewasa lain. Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat
berbagai perbedaan teori, namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa
diperkirakan akan meningkat menjadi 41 juta jiwa di tahun 2035 serta lebih
dari 80 juta jiwa di tahun 2050. Tahun 2050, satu dari empat penduduk
19
Sedangkan sebaran penduduk lansia pada tahun 2010, Lansia yang
penghidupan sosial baik material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa
rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat
dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan
Pancasila. Pada ayat 2 disebutkan, Lanjut Usia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas. Dan mereka dibagi kepada dua
kategori yaitu lanjut usia potential (ayat 3) dan lanjut usia tidak potensial
(ayat 4). Lanjut Usia Potensial adalah lanjut usia yang masih mampu
dan/atau jasa.
20
Sedangkan Lanjut Usia Tidak Potensial adalah lanjut usia yang tidak
lain. Bagi Lanjut Usia Tidak potensial (ayat 7) pemerintah dan masyarakat
lansia dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang wajar. Selanjutnya
usia dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang wajar. Lanjut usia
tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun serta faktor resiko
mendadak, dan lain-lain. Selain itu, beberapa penyakit yang sering terjadi
adalah 24,77% artinya dari setiap 100 orang lansia di daerah perkotaan 24
kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup
sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomis. Selain itu, Pemerintah
21
kelompok lansia untuk dapat tetaphidup mandiri dan produktif, hal ini
mencapai tujuan tresebut, harus ada koordinasi yang efektif antara lintas
profesi.
Rumah Sakit, dan menyediakan sarana dan prasarana yang ramah bagi
hari tua dengan sebaik dan sedini mungkin merupakan hal yang sangat
pendekatan siklus hidup dengan tujuan jangka panjang, yaitu sehat sampai
22
a. Masalah fisik
mulai berkurang serta daya tahan tubuh yang menurun, sehingga sering
sakit.
adalah melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit
c. Masalah emosional
perhatian lansia kepada keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia
sering marah apabila ada sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak
pribadi dan sering stres akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.
d. Masalah spiritual
kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai
23
6. Tujuan Pelayanan Kesehatan Pada Lansia
24
Pada penelitian mengenai depresi dalam keluarga diperoleh bahwa
generasi pertama berpeluang lebih sering dua sampai sepuluh kali
mengalami depresi berat.Penelitian yang berhubungan dengan anak
kembar mengemukakan bahwa kembar monozigot berpeluang sebesar
50%, sedangkan kembar dizigot sebesar 10-25%.
c. Riwayat penyakit klien
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan
gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang
didiagnosis.
1) Kaji adanya depresi
25
2) Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang
tepat, seperti geriatric depresion scale.
3) Anjurkan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan.
4) Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga. (Videbeck, 2012)
d. Lakukan observasi langsung terhadap :
1) Perilaku
a) Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan
melakukan aktivitas hidup sehari-hari?
b) Apakah klien menunjukan perilaku yang tidak dapat diterima
secara sosial?
c) Apakah klien sering mengluyur dan mondar-mandir
d) Apakah ia menunjukan sundown sindrom atau perserevation
fenomena?
2) Afek
a) Apakah klien menunjukan ansietas?
b) Labilitas emosi?
c) Depresi atau apatis?
d) Iritabiltas?
e) Curiga?
f) Tidak berdaya?
g) Frustasi?
3) Respon kognitif
a. Bagaimana tingkat orientasi klien?
b. Apakah klien mengalami kehilangan ingatan tentang hal-hal
yang baru saja atau yang sudah lama sekali?
c. Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau meng-
abstrakan?
d. Kurang mampu membuat penilaian?
e. Terbukti mengalami afasia, agnosia atau apraksia? (Videbeck,
2012)
26
e. Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga
a. Identifikasi pemberi asuhan primer dan tentukan berapa lama ia
sudah menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut.
b. Identifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan
dan anggota keluarga lain.
c. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan
sumber daya komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan)
d. Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga
e. Identifikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan
kekhawatiran pemberi asuhan tentang dirinya sendiri
(Videbeck, 2012)
f. Mengkaji Klien Lansia dengan Depresi
Untuk melakukan pengkajian pada lansia dengan depresi, pertama-
tama saudara harus membina hubungan saling percaya dengan pasien
lansia. Untuk dapat membina hubungan saling percaya, dapat
dilakukan hal-hal sebagai berikut: Selalu mengucapkan salam kepada
pasien seperti : selamat pagi/siang/sore/malam atau sesuai dengan
konteks agama pasien Perkenalkan nama saudara (nama panggilan)
saudara, termasuk menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang
akan merawat pasien. Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan
kesukaannya. Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas
yang akan dilakukan. Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan
dan berapa lama aktivitas tersebut Bersikap empati dengan cara :
Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan
menunjukkan perhatian. Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien
untuk berfikir dan menjawab (Videbeck, 2012)
2. Diagnosa Keperawatan :
a. Koping tidak efektif
b. Gangguan pola tidur
c. Resiko mencederai diri sendiri
27
PATHWAY DEPRESI
LANSIA
AAAAA
Penurunan
aktivitas
Fungsi social
menurun,
Penurunan fungsi kehilangan
Demensia
sendi otot, hubungan family
pendengaran,
penglihatan
Depresi
v v
Perasaan Perubahan cara hidup
sedih,mudah marah
v v
Perubahan
Merasa kurang
psikososial
diperhatikan
v v
Koping tdk
v
Gangguan efektif
istirahat/pola tidur
28
29
i
3. Rencana Keperawatan (SDKI,SLKI,SIKI)
2
5. Gangguan kecemasan perpisahan.
6. Delirium.
7. Demensia.
8. Gangguan amnestic.
9. Intoksikasi zat.
10. Putus zat.
Luaran Utama : Status Koping L.09086
Defenisi : Kemampuan menilai dan merespon stressor dan/atau kemampuan
menggunakan sumber-sumber yang ada untuk mengatasi masalah.
Ekspetasi : Membaik.
Kriteria Hasil :
Menurun Cukup Sedan Cukup Meningk
Menurun g Meningk at
at
Kemampuan
memenuhi peran 1 2 3 4 5
sesuia usia
Perilaku koping
adaptif 1 2 3 4 5
Verbalisasi
kemampuan 1 2 3 4 5
mengatasi masalah
Verbalisasi
kelemahan diri 1 2 3 4 5
Perilaku asertif 1 2 3 4 5
Partisipasi sosial 1 2 3 4 5
Tanggung jawab
diri 1 2 3 4 5
Orientasi realitas 1 2 3 4 5
Minat mengikuti
perawatan/pengobat 1 2 3 4 5
an
Kemampuan 1 2 3 4 5
membina hubungan
3
Hipersensitif
terhadap kritik 1 2 3 4 5
Perilaku
penyalahgunaan zat 1 2 3 4 5
Perilaku manipulasi 1 2 3 4 5
Perilaku
permusuhan 1 2 3
Perilaku superior 1 2 3 4 5
4
Intervensi Utama : Dukungan Pengambilan Keputusan I.09265
Defenisi : Memberikan informasi dan dukungan saat pembuatan keputusan
kesehatan.
Tindakan :
Observasi :
- Identifikasi persepsi mengenai masalah dan informasi yang
memicu konflik.
Terapeutik :
- Fasilitasi mengklarifikasi nilai dan harapan yang membantu
membuat pilihan.
- Diskusikan kelebihan kelebihan dan kekurangan dari setiap
solusi.
- Motivasi mengungkapkan tujuan perawatan yang diharapkan.
- Fasilitasi pengambilan keputusan secara kolaboratif.
- Hormati hak pasien untuk menerima atau menolak informasi.
- Fasilitasi menjelaskan keputusan kepada orang lain, jika perlu.
Edukasi :
- Informasikan alternative solusi secara jelas.
- Berikan informasi yang diminta pasien.
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam memfasilitasi
pengambilan keputusan.
5
Edukasi :
- Bimbing untuk bertanggungjawab mengidentifikasi dan
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah kesehatan
secara mandiri.
b. Gangguan Pola Tidur.
Defenisi : Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal.
Penyebab :
1. Hambatan lingkungan ( mis: kelembaban lingkungan sekitar, suhu
lingkungan, pencahyaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal
pemantuan/pemeriksaan/tindakan).
2. Kurang kontrol tidur.
3. Kurang privasi.
4. Restrain fisik.
5. Ketiadaan teman tidur.
6. Tidak familiar dengan peralatan tidur.
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif :
1. Mengeluh sulit tidur.
2. Mengeluh sering terjaga.
3. Mengeluh tidak puas tidur.
4. Mengeluh pola tidur berubah.
5. Mengeluh istirahat tidak cukup.
Objektif :
(tidak tersedia).
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif :
1. Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun.
Objektif :
(tidak tersedia).
Kondisi Klinis Terkait:
1. Nyeri/kolik.
2. Hipertiroidisme.
3. Kecemasan.
4. Penyakit paru obstruktif kronis.
5. Kehamilan.
6. Periode pasca partum.
7. Kondisi pasca operasi.
Luaran Utama : Pola Tidur L. 05045
Defenisi : keadekuatan kualitas dan kuantitas tidur.
Ekspetasi : Membaik.
6
Kriteria Hasil.
1 2 3 4 5
Meningka Cukup Sedan Cukup Menurun
t Meningka g Menurun
t
Kemampua
n 1 2 3 4 5
beraktivitas
7
Sedih 1 2 3 4 5
Putus asa 1 2 3 4 5
Peristiwa
negative 1 2 3 4 5
Perasaan
bersalah 1 2 3 4 5
Keletihan 1 2 3 4 5
Pikiran
mencederai diri 1 2 3 4 5
Pikiran bunuh
diri 1 2 3 4 5
Bimbang 1 2 3 4 5
Menangis 1 2 3 4 5
Marah 1 2 3 4 5
Penyalahgunaa 1 2 3 4 5
zat
Penyalahgunaa 1 2 3 4 5
n alcohol
Memburu Cukup Sedan Cukup Membaik
k Memburu g Membaik
k
Berat badan 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5
Libido 1 2 3 4 5
8
- Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis: pijat,
pengaturan posisi, terapi akupresur).
- Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk menunjang
siklus tidur-terjaga.
Edukasi :
- Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit.
- Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur.
- Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur.
- Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM.
- Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur
(mis: psikologis, gaya hidup, sering berubah shif bekerja).
- Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara nonfarmakologi lainnya.
Intervensi Utama : Edukasi akvitas/istirahat I.12362
Defenisi : Mengajarkan pengaturan aktivitas dan istirahat.
Tindakan :
Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.
Terapeutik :
- Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat.
- Jadwalkan pemberian pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan.
- Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya.
Edukasi :
- Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik/olahraga secara rutin.
- Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok, aktivitas bermain atau
aktivitas lainnya.
- Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat.
- Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (mis: kelelahan, sesak
napas saat aktivitas).
- Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai
kemampuan.
Intervensi Pendukung : Dukungan Kepatuhan Program Pengobatan I.12361
Defenisi :
Memfasilitasi ketepatan dan keteraturan menjalani program pengobatan yang sudah
ditentukan.
Tindakan :
Observasi :
- Identifikasi kepatuhan menjalani program pengobatan.
Terapeutik :
- Buat komitmen menjalani program pengobatan dengan baik.
9
- Buat jadwal pendampingan keluarga untuk bergantian menemani pasien
selama menjalani pengobatan, jika perlu.
- Dokumentasikan aktivitas selama menjalani proses pengobatan.
- Diskusikan hal-hal yang dapat mendukung atau menghambat berjalanya
program pengobatan.
- Libatkan keluarga untuk mendukung program pengobatan yang dijalani.
Edukasi :
- Informasikan program pengobatan yang harus dijalani.
- Informasikan manfaat yang akan diperoleh jika teratur menjalani program
pengobatan.
- Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan merawat pasien selama
menjalani program pengobatan.
- Anjurkan pasien dan keluarga melakukan konsultasi ke pelayanan
kesehatan terdekat, jika perlu.
c. Resiko Mencedarai Diri Sendiri=Resiko Bunuh Diri D.0135
Defenisi : Berisiko melakukan upaya menyakiti diri sendiri untuk mengakhiri
kehidupan.
Faktor Risiko :
1. Gangguan perilaku (mis: euphoria mendadak setelah depresi, perilaku mencari
senjata berbahaya, membeli obat dalam jumlah banyak, membuat surat wasiat).
2. Demografi (mis: lansia, status perceraian, janda/duda, ekonomi rendah,
pengangguran).
3. Gangguan fisik (mis: nyeri kronis, penyakit terminal).
4. Masalah social (mis: berduka, tidak berdaya, putus asa, kesepian, kehilangan
hubungan yang penting, isolasi social).
5. Gangguan psikologis (mis: penganiyaan masa kanak-kanak, riwayat bunuh diri
sebelumnya, remaja homoseksual, gangguan psikiatrik, penyakit psikiatrik,
penyalahgunaan fisik).
Kondisi Klinis Terkait:
1. Sindrom otak akut/kronis.
2. Ketidakseimbangan hormone (mis: premenstruasi syndrome, postpartum psychosis).
3. Penyalahgunaan zat.
4. Post traumatic stress disorder (PTSD).
5. Penyakit kronis/terminal (mis: kanker).
10
Kriteria Hasil :
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Verbalisasi ancaman
kepada orang lain 1 2 3 4 5
Verbalisasi umpatan 1 2 3 4 5
Perilaku menyerang 1 2 3 4 5
11
Mencari dukungan social
bagi anggota keluarga yg 1 2 3 4 5
sakit
Mencari dukungan
spiritual bagi anggota 1 2 3 4 5
keluarga yang sakit
Bekerjasama dengan
anggota keluarga yang 1 2 3 4 5
sakit dalam menentukan
perawatan
Bekerjasama dengan
penyedia layanan 1 2 3 4 5
kesehatan dalam
menentukan perawatan
Berpartisipasi dalam 1 2 3 4 5
perencanaan pulang
12
- Ajarkan memonitor mood secara mandiri (mis: skala tingkat 1-10, membuat
jurnal).
- Ajarkan keterampilan koping dan penyelesaia masalah baru.
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat, jika perlu.
- Rujuk untuk psikoterapi (mis: perilaku, hubungan interpersonal, keluarga,
kelompok), jika perlu.
2. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien disesuaikan dengan
prioritas masalah yang telah di susun. Yang paling penting pelaksanaan mengacu pada
14
intervensi yang telah ditentukan dengan maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara
optimal.
3. Evaluasi Keperawatan.
Evaluasi dilakukan dengan mengacu pada tujuan dan kriteriayang telah ditetapkan.
BAB III
15
jarang datang melihatnya. Pada saat pemeriksaan fisik Ny. C tampak melamun,
tampak berbicara sendiri dan sesekali berusaha meraih meja didekatnya untuk
dipukul-pukul. T= 140/70 mmHg, N=98x/mnt, RR=24x/mnt, Sh=36,5 0c,
SPO2=98%. Tampak tangan kiri Ny. C terdapat bekas-bekas luka.
Dari hasil pengakajian ini didapat analisa data, data subjektif: Ny. C
memanggil nama “Maria”. Ny. C. Data Objektif: Ny. C sering menyendiri, sering
berbicara sendiri, sesekali membenturkan kepalanya di dinding kamar. Ny. C
tampak melamun, tampak berbicara sendiri, tampak berusaha meraih meja untuk
dipukul-pukul, tampak tangan kiri terdapat bekas-bekas luka. T= 140/70mmHg,
N=98x/mnt, RR=24x/mnt, Sh=36,5 0c, SPO2=98%.
Berdasarkan analisa data diatas didapat diagnosa risiko mencederai diri
sendiri (risiko bunuh diri) berhubungna dengan masalah social(berduka, kesepian,
kehilangan hubungan yang penting) yang dibuktikan dengan: keluarga Ny.C
meninggalkannya di panti jompo karena tidak ada waktu untuk mengurusnya, Ny.
C sering keluar rumah dan berjalan tanpa tahu arah jalan pulang, Ny. C sering
memanggil nama istirnya Ny. C sering menyendiri, sering membenturkan
kepalanya di dinding kamar,telapak tangan kiri Ny. C tampak bekas-bekas luka,
keluarga Ny. C sudah jarang mengunjunginya. T= 140/70mmHg, N=98x/mnt,
RR=24x/mnt, Sh=36,5 0c, SPO2=98%, umut Ny. C 69 tahun.
16
sediakan sarana dan prasarana yang aman dan nyaman untuk pelaksnaan ibadah,
fasilitasi penggunaan ibadah sebagai sumber koping, rujuk pada rohaniwan.
2. Kasus 2
Tn.R berumur 72 tahun dan tinggal bersama anak bungsu yang masih
bujang. Sejak pensiun 5 bulan yang lalu Tn.R mengatakan aktitvitasnya banyak
berubah. Menurutnya, dulu sebelum pensiun, ia sering aktif melakukan kegiatan-
kegiatan kemasyarakatan selain pekerjaan tetapnya sebagai seorang PNS. Sejak
pensiun dia lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah saja. Pola tidur Tn.R
berubah, dia sering terbangun karena anaknya sering pulang larut dan
memintanya untuk buka pntu rumah tengah malam,mengakibatkan Tn.R susah
untuk tidur kembali. Tn.R juga mengatakan, dia memiliki riwayat sakit darah
tinggi dan sering merasa pusing.Pada saat pengkajian Tn.R,wajahnya tampak
kurang tidur, sering menguap, T=180/90 mmHg, N=98x/mnt, Sh=37,50c, RR=24
x/mnt, SPO2= 96%.
Analisa data yang didapat dari pengkajian diatas : data subjektif: Tn.R
mengatakan pola tidurnya berubah, Tn.R selalu terbangun tengah malam dan
merasa pusing. Data objektif: Tn.R tampak kurang tidur, tampak sering menguap,
T=180/90 mmHg, N=98x/mnt, Sh=37,50c, RR=24 x/mnt, SPO2= 96%.
Diagnosa yang diangkat berdasarkan data diatas adalah: ganngguan pola
tidur berhubugan dengan kurang kontrol tidur yang dibuktikan dengan Tn.R
mengatakan pola tidurnya berubah, sering terbangun tengah malam karena suara
tangisan cucunya, susah untuk bisa tidur kembali. T=180/90 mmHg, N=98x/mnt,
Sh=37,50c, RR=24 x/mnt, SPO2= 96%., umur Tn.R 72 thn.
Intervensi yang diberikan berdasarkan diagnosa diatas : dukungan tidur
yang bertujuan menfasilitasi siklus tidur dan terjaga yang teratur. Adapun
tindakan yang diberikan, Observasi: identifikasi pola aktivitas dan tidur,
identifikasi faktor pengganggu tidur(fisik dan/atau psikolohis). Terapeutik:
modifikasi lingkungan(kebisingan), batasi waktu tidur siang, jika perlu, fasilitasi
meghilangkan stress sebelum tidur, lakukan prosedur untuk meningkatkan
17
kenyamanan. Edukasi: jelaskan pentingnya tidur cukup, ajarkan relaksasi otot
autogenic atau cara nonfarmakologi lainnya.
B. PEMBAHASAN KASUS
18
BAB V
KESIMPILAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Depresi sebagai suatu gangguan mood yang dicirikan tak ada harapan dan
patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan, tak mampu mengambil keputusan
memulai sautu kegiatan, tak mampu berkonsentrasi, tak punya semangat hidup,
selalu tegang, dan mencoba bunuh diri (Atkinson, 1991) dalam (Lubis, 2016).
Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan
yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah (menarik diri, tidak dapat
19
tidur, kehilangan selera, minat dalam aktivitas sehari-hari) (Gerald C. Davison,
2004) dalam (Miftahudin, 2016). B
Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang
mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku)
seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan
tidak berdaya dan kehilangan harapan (Rice PL, 1992) dalam (Miftahudin, 2016).
Kondisi ini banyak juga dialami oleh lansia. Faktor psikologi merupakan
salah faktor yang dapat memicu terjadinya depresi pada lansia. Asuhan
keperawatan yang diberikan kepada lansia dengan kasus depresi ditujukan untuk
meminimalkan tanda dan gejala dan mengoptimalkan kembali proses dan tujuan
hidup lansia.
B. SARAN
Tenaga kesehatan dalam hal ini perawat memiliki peran penting untuk
meningkatkan kualiatas hidup lansia. Pendampingan dan pemantuan yang berkala
diharapkan dapat membantu lansia mengurangi kecemasan dalam menjalani dan
menghadapi masa tuanya.
Dukungan keluarga juga sangat diharapkan dan berperan besar dalam
upaya meringankan permasalahan lansia. Keluarga menjadi faktor utama dan
pertama dalam setiap intervensi keperawatan. Diharapka kerjasama yang baik dan
terkontrol antara keluarga dan tenaga kesehatan dapat mencapai pengoptimalan
proses lansia menajalani hari tuanya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Aspianti R. Y. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jilid 2. Jakarta: CV. Trans Info
Medika.
Boedhi Darmojo. (2009). Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta: FKUI.
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.
Kusharyadi. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Klien Usia Lanjut. Jakarta: Salemba Medika.
Ninik, M., Hartono, A. Suidah, H., & Pengertika, N. P. (2017) Fungsi Kognitif dengan Activities
of Daily Living (ADL) Pada Lansia. Prosiding Seminar Nasional.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI . 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi I cetakan
III (Revisi). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
21
Tim Pokja SIKI DPP PPNI . 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi I cetakan II.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi I cetakan II.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
22