KELOMPOK 1:
1.Mirna Apriani
2.Yenni Putri
3.Pooja Juliani
4.Tasyya
2021
i
KATA PENGANTAR
Penulis mohon ma’af apabila dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
penulis dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.Penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
03 november 2021
penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ..............................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
a. latar belakang..............................................................................1
b. rumus masalah ............................................................................2
c. tujuan masalah.............................................................................3
BAB 11 PEMBAHASAN
a. kesimpulan..................................................................................21
b. saran ...........................................................................................21
c. daftar pustaka..............................................................................22
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
1
penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia
mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk (Kemenkes
RI, 2016).
Dalam hal ini peran perawat yaitu perawat harus berusaha mendorong dan
mendukung (mempromosikan) gaya hidup sehat, apakah untuk prenatal atau untuk
anak-anak, remaja, atau orang dewasa (Kaakinen, 2015).
Perawat tentu saja harus mengadvokasi pola asuh yang baik dan harus
menawarkan dukungan orang tua dengan cara tidak menghakimi pada anak atau
individu yang memiliki masalah kesehatan mental (Kaakinen,2015)
B.rumus masalah
2
10. Apa saja dampak darigangguan jiwa?
C..tujuan masalah
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Mental atau Jiwa adalah kata yang sering membangkitkan pikiran negatif dan
perasaan. Orang sering mengungkapkan rasa takut dan kebingungan ketika diminta
untuk berbicara tentang masalah kesehatan mental. dalam kebanyakan kasus istilah
ini disamakan dengan penyakit mental dan gejala negatif. Namun istilah"Kesehatan"
pada respon positif yang dihasilkan bermakna, "kesejah teraan", dan"merasa baik
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup
harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang,
dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia dengan cirri menyadari
sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi tekanan hidup yang wajar,
mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta
dalam lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya, merasa
nyaman bersama dengan orang lain.(Danielson .E .2007)
Pengertian di atas menunjukkan bahwa kesehatan mental atau kesehatan jiwa ini
penting bagi kesejahteraan individu, keluarga, komunitas dan masyarakat pada
umumnya. Kesehatan mental memiliki implikasi untuk belajar, untuk
mengembangkan hubungan yang sehat, untuk produktivitas, untuk sukses dan untuk
pembangunan ekonomi. Sebaliknya masalah kesehatan dan penyakit mental dapat
menyebabkan disfungsi, produktivitas rendah, kemiskinan, masalah sosial.
Sedangkan Gangguan Jiwa digambarkan sebagai “Suatu keadaan dengan adanya
gejala klinis yang bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang
berkaitan dengan adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri),
disabilitas (tidak mampu mengerjakan pekerjaan sehari-hari), atau meningkatnya
resiko kematian, kesakitan, dan disabilitas. Gangguan jiawa dapa dibedakan menjadi ;
4
1. Gangguan Jiwa Psikotik : Semua kondisi yang memberi indikasi terdapatnya
hendaya berat dalam kemampuan daya nilai realitas, sehingga terjadi salah
menilai persepsi dan pikirannya, dan salah dalam menyimpulkan dunia luar,
kemudian diikuti dengan adanya waham, halusinasi, atau perilaku yang kacau.
2. Gangguan Jiwa Neurotik : Gangguan jiwa non psikotik yang kronis dan
rekuren, yang ditandai terutama oleh kecemasan, yang dialami atau
dipersepsikan secara langsung, atau diubah melalui mekanisme
pertahanan/pembelaan menjadi sebuah gejala, seperti : obsesi, kompulsi,
fobia, disfungsi seksual, dll.
Sampai saat ini banyak pihak yang memiliki pemahaman yang kurang
tepat mengenai kesehatan mental. Kesehatan mental dipahami untuk
menangani isu-isu kejiwaan yang bersifat individual, padahal kesehatan
mental lebih menekankan pada konteks masyarakat (walau tidak
menafikan kesehatan mental secara individual). Kesehatan mental juga
hendaknya dipahami sebagai isu yang bersifat multidisipliner. Dalam
memahami kesehatan jiwa perlu diperhatikan beberapa prinsip:
1. Kesehatan jiwa tidak sebatas ada atau tidaknya perilaku abnormal. Prinsip ini
berarti bahwa bahwa orang yang sehat mental tidak cukup dimaknai ketika
tidak mengalami abnormalitas saja.
2. Kesehatan jiwa adalah konsep ideal. Artinya kesehatan jiwa adalah tujuan
yang sangat tinggi bagi seseorang/komunitas, apalagi jika kesehatan jiwa
dipandang memiliki sifat kontinum. Dengan demikian, setiap
orang/komunitas berhak memperjuangkan suatu kondisi sehat sebagai salah
satu tujuan hidupnya.
Gangguan mental atau penyakit mental dapat diawali dengan beberapa gejala
berikut ini, antara lain:
5
Berteriak atau berkelahi dengan keluarga dan teman-teman.
Delusi, paranoia, atau halusinasi.
Kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Ketakutan, kekhawatiran, atau perasaan bersalah yang selalu menghantui.
Ketidakmampuan untuk mengatasi stres atau masalah sehari-hari.
Marah berlebihan dan rentan melakukan kekerasan.
Memiliki pengalaman dan kenangan buruk yang tidak dapat dilupakan.
Memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.
Menarik diri dari orang-orang dan kegiatan sehari-hari.
Mendengar suara atau mempercayai sesuatu yang tidak benar.
Mengalami nyeri yang tidak dapat dijelaskan.
Mengalami perubahan suasana hati drastis yang menyebabkan masalah dalam
hubungan dengan orang lain.
Merasa bingung, pelupa, marah, tersinggung, cemas, kesal, khawatir, dan
takut yang tidak biasa.
Merasa sedih, tidak berarti, tidak berdaya, putus asa, atau tanpa harapan.
Merokok, minum alkohol lebih dari biasanya, atau bahkan menggunakan
narkoba.
Perubahan drastis dalam kebiasaan makan, seperti makan terlalu banyak atau
terlalu sedikit.
Perubahan gairah seks.
Rasa lelah yang signifikan, energi menurun, atau mengalami masalah tidur.
Tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti merawat anak atau pergi
ke sekolah atau tempat kerja.
Tidak mampu memahami situasi dan orang-orang.
6
Beberapa penyebab umum dari gangguan mental, antara lain:
Cedera kepala.
Faktor genetik atau terdapat riwayat pengidap gangguan mental dalam
keluarga.
Kekerasan dalam rumah tangga atau pelecehan lainnya.
Kekerasan pada anak atau riwayat kekerasan pada masa kanak-kanak.
Memiliki kelainan senyawa kimia otak atau gangguan pada otak.
Mengalami diskriminasi dan stigma.
Mengalami kehilangan atau kematian seseorang yang sangat dekat.
Mengalami kerugian sosial, seperti masalah kemiskinan atau utang.
Merawat anggota keluarga atau teman yang sakit kronis.
Pengangguran, kehilangan pekerjaan, atau tunawisma.
Pengaruh zat racun, alkohol, atau obat-obatan yang dapat merusak otak.
Stres berat yang dialami dalam waktu yang lama.
Terisolasi secara sosial atau merasa kesepian.
Tinggal di lingkungan perumahan yang buruk.
Trauma signifikan, seperti pertempuran militer, kecelakaan serius, atau
kejahatan dan yang pernah dialami.
7
Memiliki riwayat anggota keluarga atau keluarga dengan penyakit
mental.
Memiliki riwayat kelahiran dengan kelainan pada otak.
Memiliki riwayat penyakit mental sebelumnya.
Mengalami kegagalan dalam hidup, seperti sekolah atau kehidupan
kerja.
Menyalahgunakan alkohol atau obat-obatan terlarang.
Dokter ahli jiwa atau psikiater akan mendiagnosis suatu gangguan mental
dengan diawali suatu wawancara medis dan wawancara psikiatri lengkap mengenai
riwayat perjalanan gejala pada pengidap serta riwayat penyakit pada keluarga
pengidap. Kemudian, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang menyeluruh untuk
mengeliminasi kemungkinan adanya penyakit lain.
Jika kemungkinan adanya penyakit lain sudah dieliminasi, dokter akan memberikan
obat dan rencana terapi untuk membantu mengelola emosi pengidap.
8
Mencari bantuan profesional jika diperlukan.
Menjaga hubungan baik dengan orang lain.
Menjaga kecukupan tidur dan istirahat.
1. Psikoterapi.
Psikoterapi merupakan terapi bicara yang memberikan media yang
aman untuk pengidap dalam mengungkapkan perasaan dan meminta saran.
Psikiater akan memberikan bantuan dengan membimbing pengidap dalam
mengontrol perasaan. Psikoterapi beserta perawatan dengan menggunakan
obat-obatan merupakan cara yang paling efektif untuk mengobati penyakit
mental. Beberapa contoh psikoterapi, antara lain cognitive behavioral therapy,
exposure therapy, dialectical behavior therapy, dan sebagainya.
2. Obat-obatan.
Pemberian obat-obatan untuk mengobati penyakit mental umumnya
bertujuan untuk mengubah senyawa kimia otak di otak. Obat-obatan tersebut
berupa golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), serotonin-
norepinephrine reuptake inhibitor (SNRIs), dan antidepresan trisiklik. Obat-
obatan ini umumnya dikombinasikan dengan psikoterapi untuk hasil
pengobatan yang lebih efektif.
3. Rawat inap.
Rawat inap diperlukan jika pengidap membutuhkan pemantauan ketat
terhadap gejala-gejala penyakit yang dialaminya atau terdapat
kegawatdaruratan di bidang psikiatri, misalnya percobaan bunuh diri.
4. Support group.
9
Support group umumnya beranggotakan pengidap penyakit mental
yang sejenis atau yang sudah dapat mengendalikan emosinya dengan baik.
Mereka berkumpul untuk berbagi pengalaman dan membimbing satu sama
lain menuju pemulihan.
5. Stimulasi otak.
Stimulasi otak berupa terapi elektrokonvulsif, stimulasi magnetik
transkranial, pengobatan eksperimental yang disebut stimulasi otak dalam,
dan stimulasi saraf vagus.
6. Pengobatan terhadap penyalah gunaan zat.
Pengobatan ini dilakukan pada pengidap penyakit mental yang
disebabkan oleh ketergantungan akibat penyalahgunaan zat terlarang.
7. Membuat rencana bagi diri sendiri, misalnya mengatur gaya hidup dan
kebiasaan sehari-hari, untuk melawan penyakit mental. Rencana ini bertujuan
untuk memantau kesehatan, membantu proses pemulihan, dan mengenali
pemicu atau tanda-tanda peringatan penyakit
10
lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya
badannya, jiwanya atau lingkungannya.
Gejala mulai timbul biasanya pada masa remaja atau dewasa awal sampai
dengan umur pertengahan dengan melalui beberapa fase antara lain :
11
J.masalah kesehatan jiwa yang umum di Indonesia
1.Skizofrenia (F20)
12
2.Depresi
3.Gangguan Bipolar
13
4.Gangguan Ansietas
b.gangguan panik
14
tangandan kaki, tremor, berkeringat, tersedak atau merasa seperti akan
mati, melakukan sesuatu di luar kewajaran dan tidak dikontrol. Hal
tersebut bisa saja dianggap sangat menakutkan atau mengkhawatirkan.
Diagnosis gangguan panik ini dapat ditegakkan ketika seseorang
mengalami serangan panik dengan intensitas yang berat dan frekuensi
yang sering.
5.Fobia
Fobia merupakan perasaan takut terhadap sesuatu (benda atau situasi) yang
tidak masuk akal/irasional. Fobia social, atau gangguan kemasan social, adalah
ketakutan terus menerus dan intens, dan keinginan kuat untuk menghindari, sesuatu
yang akan mengekspos individu terhadap situasi yang mungkin memalukan dan
merendahkan dirinya (APA, 2013). Fobia ini memiliki kecendrungan familial dan
bisa disertai dengan depresi atau kecanduan alcohol. Fobia social yang paling umum
adalah rasa takut berbicara di depan umum. Kebanyakan orang dengan fobia social
dapat diobati dengan terapi kognitif-perilaku dan obat-obatan.
15
yang intens. Desensitasi sistemasis dan eksposur normal merupakan perawatan yang
paling efektif untuk fobia sederhana.
6.Gangguan Obsesif-Kompulsif
16
8. Gangguan Makan
Individu dengan anoreksia nervosa menjadi terobsesi dengan takut gemuk dan
kehilangan berat badan. Faktor resiko untuk gangguan makan adalah perfeksionisme,
rendah hati, stress, kemampuan koping yang buruk, ketergantungan pada pendapat
orang lain dan menghormati keinginan orang lain, dan suka menahan emosi. Dalam
berespons terhadap asupan kaloru yang sangat menurun, tubuh mencoba untuk
mengkompensasi dengan memperlambat proses tubuh. Menstruasi berhenti, tekanan
darah, denyut nadi, dan repirasi lambat, dan aktivitas tiroid berkurang.
Ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi sangat parah. Gejala lainnya adalah
anemia ringan, sendi bengkak dan massa otot berkurang. Anoreksia nervosa dapat
mengancam kehidupan dan memiliki tingkat kematian 5% sampai 21%.
17
9. Gangguan Defisit Perhatian / Hiperaktivitas
Dua kondisi yang paling umum yang dihadapi oleh perawat yang bekerja
dengan anak-anak dalam lingkungan masyarakat adalah attention-
deficit/hyperacticity disorder (ADHD) dan gangguan perhatian deficit (ADD).
Perilaku yang mungkin mengindikasikan ADHD/ADD biasanya muncul sebelum usia
7tahun dan sering disertai dengan masalah terkait, seperti ketidak mampuan belajar,
kecemasan, dan depresi. Tiga karakteristik utama ADHD/ADD adalah kurangnya
perhatian, hiperaktif, dan impulsive.
18
10. Bunuh Diri
Terdapat sekitar 1 juta kematian akibat bunuh diri per tahun di seluruh dunia.
Menurut sejarah, faktor resiko dan protektif telah digunakan untuk mengidentifikasi
mereka yang beresiko tertinggi untuk bunuh diri. The American Association of
Suicdology (AAS, 2013) telah merekomondasikan pengenalan tanda-tanda peringatan
yang telah relevan dari pada resiko dan faktor pelindung dalam mencegah kematian
akibat bunuh diri. AAS telah mengatur tanda-tanda peringatan sesuai dengan
mnemonic yang mudah diingat, IS PATH WARM (Tabel 18-1). Tanda-tanda
peringatan yang menunjukkan resiko akut untuk bunuh diri dapat diamati pada
individu yang mengancam untuk menyakiti atau membunuh diri mereka sendiri,
mencoba untuk mencari akses ke senjata mematikan atau berbicara tentang kematian
yang mana pikiran atau tindakan ini tidak biasanya mereka lakukan Faktor resiko
meliputi usaha untuk bunuh diri sebelumnya, penyakit mental, penyalahgunaan zat
berbahaya dan hambatan untuk mengakses perawatan kesehatan mental. Faktor
protektif dapat menurunkan resiko bunuh diri termasuk perawatan kesehatan mental
yang tepat, akses mudah ke pengobatan, dukungan masyarakat, dan dukungan terus-
menerus dari penyediaan pelayanan kesehatan medis dan mental.
Derajat kesehatan jiwa masyarakat dapat dilihat dari angka kejadian gangguan
jiwa dan disabilitas. Gangguan dan penyakit jiwa termasuk burden disease. WHO
(2001), menyatakan bahwa 12 % dari global burden disease disebabkan oleh masalah
kesehatan jiwa. Angka ini lebih besar dari penyakit dengan penyebab lainnya (fisik).
Meskipun tidak tercatat sebagai penyebab kematian maupun kesakitan utama di
Indonesia,bukan berarti kesehatan jiwa tidak ada atau kecil masalahnya. Kurang
terdatanya masalah kesehatan jiwa disebabkan kesehatan jiwa belum mendapat
perhatian. Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia saat ini diperkirakan sudah
mencapai 11.6%. Kesakitan dan kematian karena masalah gangguan jiwa diketahui
19
semakin meningkat di negara maju. Berbagai masalah kesehatan jiwa di masyarakat
dapat menyebabkan gangguan jiwa yang berdampak menurunkan produktifitas atau
kualitas hidup manusia dan masyarakat.
20
BAB III
PENUTUP
A.kesimpulan
Masalah kesehatan mental tentunya tak lagi dapat dianggap sebagai isu perifer
dalam perancangan kebijakan kesehatan. Faktanya, gangguan kesehatan mental
adalah ancaman global yang juga harus dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
Kebijakan kesehatan mental yang evidence-based tentunya tak mungkin dapat
disusun apabila data epidemiologis yang berkualitas tidak tersedia, sehingga langkah
pertama yang harus diambil oleh pemerintah adalah berupaya untuk memotret kondisi
kesehatan mental masyarakat Indonesia melalui riset yang komperhensif. Dengan
data yang komperhensif, perancangan program-program kunci dan alokasi anggaran
tentunya akan dapat diatur secara proporsional.
B. Saran
Demikian lah makalah ini kami buat dengan sebaik baik nya,namun sebagai
manusia kami tidak lepas dari kesalahan, oleh karena itu ,saran da keritik yang
membangun kami sangat diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini di waktu
yang akan datang.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ahlstrom, B., Skarsater, I., & Danielson, E. 2007. Major Depression in a Family:
What Happens and How to Manage A Case Study. Issues in Mental Health
Nursing, 28,691–706.
Brockington, I., Chandra, P., Dubowitz, H., Jones, D., Moussa, S., Nakku, J., &
Ferre, I. 2011. WPA Guidance on The Protection and Promotion of Mental
Health in Children of Persons with Severe Mental Disorders. World
Psychiatry, 10,93–102.
Kaakinen, et al. 2010. Family Health Care Nursing; Theory, Practice, and Research 4
th Edition. USA: F. A. Davis Company (449 – 467).
Kaakinen, et al. 2015. Family Health Care Nursing; Theory, Practice, and Research 5
th Edition. USA: F. A. Davis Company (521 – 523).
Kamel, A. A., Bond, A. E., & Froelicher, E. S. 2012. Depression and Caregiver
Burden Experienced by Caregivers of Jordanian Patients with Stroke.
International Journal of Nursing Practice, 18, 147–154.
22
Nies, Mary A. 2018. Keperawatan kesehatan komunitas dan keluarga. Edisi Indonesia
1. Jakarta: Elsevier
Coleman JC. Abnormal Psychology and Modern Life. Bombay: Taraporevala Sons &
Co; 1970
23