Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KOMUNIKASI pada PASIEN dengan DISABILITAS FISIK

DOSEN MATA KULIAH:


Riri aprianti S.Keb,Bd

Oleh:Kelompok 3
Nabila tsurayya
Ezi Olivia
Viona febiola

PROGRAM STUDI S-1 KEBIDANAN


INSTITUTKESEHATANPRIMANUSANTARA BUKITTINGGI
TAHUN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul transisi
mahsiswa ke otonom serta tanggung jawab bidn dalam berbagai setting pelayanan
kesehatan ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
ibuk riri aprianti S.Keb,Bd pada mata kuliah politik profesionalisme bidan . Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang transisi mahasiswa
ke otonom serta tanggung jawab bidan dalam berbagai setting pelayanan kesehatan
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu riri aprianti S.Keb,Bd selaku
dosen politik profesionalisme bidan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Bukittinggi,1,November 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................................... 1

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 2

A. Latar Belakang................................................................................................ 5

B. Rumusan Masalah........................................................................................... 5

C. Tujuan............................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 6

A. Pengetian Disabilitas ...................................................................................... 6

B. Peraturan Perundang-undangan ..................................................................... 7

C. Pengelompokan Disabilitas ............................................................................ 8

 Penyandang Cacat Fisik .......................................................................... 8

D. Membangun Komunikasi dengan Penyandang Disabilitas ............................ 21

BAB III PENUTUP .................................................................................................... 23

A. Kesimpulan .................................................................................................... 23

B. Saran ............................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 25

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Disabilitas merupakan kata lain yang merujuk pada penyandang cacat atau

difabel. Bagi masyarakat awam, kata disabilitas mungkin terkesan kurang familiar

karena mereka umumnya lebih mudah menggunakan istilah penyandang cacat.

Membahas masalah disabilitas dan pandangan masyarakat merupakan sebuah ironi.

Para kaum disabilitas membutuhkan bantuan dan respon positif dari masyarakat untuk

berkembang, tetapi mereka justru mendapatkan perlakuan berbeda dari masyarakat.

Umumnya masyarakat menghindari kaum disabilitas dari kehidupan mereka.

Alasannya sederhana, karena mereka tidak ingin mendapatkan efek negatif dari

kemunculan kaum disabilitas dalam kehidupan mereka seperti sumber aib, dikucilkan

dalam pergaulan, dan permasalahan lainnya. Contoh disabilitas yang biasa kita temui

sehari-hari adalah orang yang terlahir cacat tanpa penglihatan yang bagus (tunanetra),

pendengaran yang bagus (tunarungu), pembicaraan yang bagus (tunawicara), dan

sebagainya. Disabilitas yang mengarah pada cacat mental juga dapat kita lihat pada

seseorang yang memiliki keterbelakangan mental.

Menurut WHO sebagai organisasi kesehatan dunia, jumlah kaum disabilitas

dalam sebuah negara itu setidaknya sebesar 10% dari total keseluruhan penduduk

sebuah negara. Di indonesia sendiri menurut catatan dari kementerian sosial jumlah

kaum disabilitas mencapai 7 juta orang atau sekitar 3% dari total penduduk Indonesia

yang berjumlah 238 juta pada tahun 2011. Keberadaan kaum disabilitas ini layak

mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Upaya pemerintah dalam melindungi

kehidupan disabilitas sudah tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan

4
yang ada. Contohnya adalah perlindungan hukum seperti yang tercantum dalam UUD

1945, No.4 Tahun 1997 Tentang penyandang cacat.

Meskipun secara jelas pemerintah sudah menetapkan beberapa peraturan

perundang-undangan yang melindungi hak-hak kaum disabilitas, tetapi pada

praktiknya hal ini tidak berjalan sebagai mana mestinya. Kebanyakan disabilitas tidak

mampu mengakses pendidikan yang lebih baik karena mereka minim sekali untuk

mendapatkan akses melakukan hal itu. Misalnya, dari segi persyaratan pendidikan

yang diterapkan. Memang ada bidang pendidikan tertentu yang mengharuskan

muridnya tidak boleh cacat karena berkaitan dengan kinerjanya nanti selama masa

pendidikan. Akan tetapi, hal itu bukan lah harus berlaku secara umum. Banyak

disabilitas tidak dapat bersekolah dan melanjutkan ke perguruan tinggi karena mereka

dianggap cacat fisik yang dianggap tidak dapat mengikuti proses pendidikan dengan

baik. Padahal dalam UU No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung dinyatakan

bahwa setiap institusi pendidikan wajib menyediakan sarana dan prasarana pendidikan

yang menyediakan kemudahan bagi para kaum disabilitas dalam mengakses fasilitas

pendidikan.

Pada bidang pekerjaan pun juga demikian. Perhatikan bunyi UUD 1945 pasal

27 ayat 1, Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada

kecualinya. Ayat 2, Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan

yang layak bagi kemanusiaan. Dua ayat tersebut secara tegas dan jelas

memperlihatkan bahwa semua warga negara baik yang normal dan disailitas memiliki

peluang yang setara dalam memperoleh pekerjaan.

5
B. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi Disabilitas?

2. Bagaimana pengelompokan disabilitas?

3. Bagaimana penjelasan dari Disabilitas Fisik ?

4. Bagaimana cara membangun komunikasi dengan penyandang Disabilitas Fisik?

C. Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu :

1. Kita dapat memahami dan mendalami definisi dari Disabilitas secara keilmuan.

2. Kita dapat mengelompokkan jenis-jenis disabilitas yang ada dan yang kita ketahui

serta mengerti bagaimana sikap dan tindakan kita terhadapn jenis disabilitas

tetentu.

3. Kita mampu menjelaskan apa itu disabilitas fisik dan apa saja kelompok-

kelompok yang termasuk kedalam jenis disabilitas fisik.

4. Kita mampu membangun komunikasi dengan penyandang Disabilitas Fisik.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengetian Disabilitas

Disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan

pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau

strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu

dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan partisipasi

merupakan masalah yang dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi

kehidupan. Jadi disabilitas adalah sebuah fenomena kompleks, yang mencerminkan

interaksi antara ciri dari tubuh seseorang dan ciri dari masyarakat tempat dia tinggal.

Menurut UU No.4 Tahun 1997 Tentang penyandang cacat, penyandang cacat

didefinisikan sebagai setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental,

yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk

melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari Penyandang cacat fisik, Penyandang

cacat mental, Penyandang cacat fisik dan mental.

B. Peraturan Perundang-undangan

1. Menurut UU NOMOR 8 TAHUN 2016, Penyandang Disabilitas adalah setiap

orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik

dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat

mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif

dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Pasal 3 Pelaksanaan dan

Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas bertujuan:

7
a) Mewujudkan Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan Pemenuhan

hak asasi manusia serta kebebasan dasar Penyandang Disabilitas secara

penuh dan setara;

b) Menjamin upaya Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan Pemenuhan

hak sebagai martabat yang melekat pada diri Penyandang Disabilitas;

c) Mewujudkan taraf kehidupan Penyandang Disabilitas yang lebih

berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, mandiri, serta bermartabat;

d) Melindungi Penyandang Disabilitas dari penelantaran dan eksploitasi,

pelecehan dan segala tindakan diskriminatif, serta pelanggaran hak asasi

manusia; dan

e) Memastikan pelaksanaan upaya Penghormatan, pemajuan, Pelindungan,

dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas untuk mengembangkan diri

serta mendayagunakan seluruh kemampuan sesuai bakat dan minat yang

dimilikinya untuk menikmati, berperan serta berkontribusi secara

optimal, aman, leluasa, dan bermartabat dalam segala aspek kehidupan

berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

2. Definisi Disabilitas menurut UU 4/1997 adalah setiap orang yang mempunyai

kelainan fisik dan atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan

& hambatan bagi dirinya untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun

sosialnya secara layak. yang terdiri dari :

a) Penyandang cacat fisik;

b) Penyandang cacat mental;

c) Penyandang cacat fisik dan mental

8
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang

Cacat (difabel) bertujuan untuk menciptakan/agar:

a) upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat berlandaskan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

b) setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala

aspek kehidupan dan penghidupan.

DPR menilai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat

(difabel) sudah tidak sesuai dengan paradigma terkini mengenai kebutuhan

penyandang disabilitas dan merancang RUU inisiatif DPR tentang penyandang

disabilitas. Rapat Paripurna DPR yang digelar pada Kamis, 17 Maret 2016,

akhirnya resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang Penyandang Disabilitas.

Rancangan tersebut akan menjadi undang-undang 30 hari sejak disahkan DPR,

dengan atau tanpa tanda-tangan presiden.

3. Sedangkan Menurut Konvensi Hak Penyandang Disabilitas/ CRPD :Disabilitas

adalah interaksi antara kondisi biologis dan lingkungan sosial, Penyandang cacat

adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat

mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan

secara selayaknya, yang terdiri dari:

C. Kelompok Disabilitas Fisik

Penyandang cacat fisik merupakam individu yang memiliki gangguan dalam

bergerak ataupun berpindah. Ketidak mampuan dalam menggunakan tangan,

lengan, atau atau alat gerak lain dengan efektif karena paralisis (kelumpuhan),

9
kelainan neuro-muscular, struktur tulang , atau akibat kecelakaan, genetik,

maupun imun seperti celebral palsy, multiple sclerosis,, amputasi, polio, dll.

1. Pengelompokan cacat fisik :

a) Tuna Netra

b) Tuna Rungu

c) Tuna wicara

d) Tuna daksa

D. Uraian Penyandang Cacat Fisik

1. Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan untuk kondisi seseorang yang

mengalami gangguan atau hambatan dalam indra penglihatannya. Berdasarkan

tingkat gangguannya Tunanetra dibagi dua yaitu buta total (total blind) dan yang

masih mempunyai sisa penglihatan (Low Visioan). Alat bantu untuk mobilitasnya

bagi tuna netra dengan menggunakan tongkat khusus, yaitu berwarna putih

dengan ada garis merah horisontal. Akibat hilang/berkurangnya fungsi indra

penglihatannya maka tunanetra berusaha memaksimalkan fungsi indra-indra yang

lainnya seperti, perabaan, penciuman, pendengaran, dan lain sebagainya sehingga

tidak sedikit penyandang tunanetra yang memiliki kemampuan luar biasa

misalnya di bidang musik atau ilmu pengetahuan.

10
a. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan:

1) Tunanetra sebelum dan sejak lahir 

2) Tunanetra setelah lahir dan atau pada usia kecil

3) Tunenatra pada usia sekolah atau pada masa remaja 

4) Tunanetra pada usia dewasa

5) Tunanetra dalam usia lajut. 

b. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan:

1) Tunanetra ringan 

2) Tunanetra setengah berat

3) Tunanetra berat. 

c. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata: 

a) Myopia;adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan

jatuh di belakang retina.

11
b) Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan

jatuh di depan retina.

c) Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang

disebabkan karena ketidak beresan pada kornea mata.

d. Penyebab :

a. Pre-natal: Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal Sangat

erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan

seorang anak dalam kandunga.

b. Post-natal: Faktor penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa

post-natal dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir, antara lain:

kerusakan pada mata atau syaraf mata pada waktu persalinan hamil

ibu menderita penyakit gonorrhoe, penyakit mata lain yang

menyebabkan ketunanetraan, seperti trachoma,dan akibat kecelakaan.

e. Karakteristik Tuna Netra :

1) Perilaku: Beberapa gejala tingkah laku pada anak yang mengalami

gangguan penglihatan dini antara lain; berkedip lebih banyak dari

biasanya. menyipitkan mata, tidak dapat melihat benda-benda yang

agak jauh.Adanya keluhan-keluhan antara lain : mata gatal, panas,

pusing, kabur atau penglihatan ganda.

2) Fisik: Keadan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya

lainnya.perbedaan nyata diantaranya mereka hanya terdapat pada

organ penglihatannya. Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi

fisik antara lain: mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata,

kelopak mata merah, gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata

selalu berair dan sebagainya.

12
3) Psikis: Tidak berbeda jauh dengan anak normal. Kecenderungan IQ

anak tunanetra ada pda batas atas sampai batas bawah. Kadangkala

ada keluarga yang belum siap menerima anggota keluarga yang tuna

netra sehingga menimbulkan ketegangan/gelisah di antara keluarga.

Seorang tunanetra biasanya mengalami hambatan kepribadian seperti

curiga terhadap orang lain, perasaan mudah tersinggung dan

ketergantungan yang berlebihan.

f. Penurunan penglihatan (Low vision)

1) Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat

2) Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar

3) Memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya

terang atau saat mencoba melihat sesuatu

2. Tuli, tunarungu, atau gangguan dengar dalam kedokteran adalah kondisi fisik

yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan seseorang untuk

mendengarkan suara.Untuk menentukan jenis dan derajat ketulian dapat diperiksa

dengan audiometri. Disamping dengan pemeriksaan audiometri, ambang respon

seseorang terhadap bunyi dapat juga dilakukan dengan

pemeriksaan BERA (Brainstem Evoke Response Audiometry, dapat dilakukan

pada pasien yang tidak dapat diajak komunikasi atau anak kecil.

13
Tuli/Tuna Rungu dalam kedokteran dibagi atas 3 jenis:

a) Tuli/Gangguan Dengar Konduktif adalah gangguan dengar yang disebabkan

kelainan di telinga bagian luar dan/atau telinga bagian tengah, sedangkan

saraf pendengarannya masih baik, dapat terjadi pada orang dengan infeksi

telinga tengah, infeksi telinga luar atau adanya serumen di liang telinga.

b) Tuli/Gangguan Dengar Saraf atau Sensorineural yaitu gangguan dengar

akibat kerusakan saraf pendengaran, meskipun tidak ada gangguan

di telinga bagian luar atau tengah.

c) Tuli/Gangguan Dengar Campuran yaitu gangguan yang merupakan campuran

kedua jenis gangguan dengar di atas, selain mengalami kelainan di telinga

bagian luar dan tengah juga mengalami gangguan pada saraf pendengaran.

3. Tunawicara dan gangguan bicara, adalah ketidakmampuan seseorang untuk

berbicara. Bisu disebabkan oleh gangguan pada organ-organ seperti tenggorokan,

pita suara, paru-paru, mulut, lidah, dan sebagainya. Bisu umumnya dikaitkan

dengan tuli. Bayi terlahir tuli dan bisu dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Bisa

terjadi akibat faktor genetika (keturunan, perkawinan antar kerabat yang terlalu

14
dekat, seperti antara sepupu kandung, sehingga terjadi mutasi gen yang tidak

wajar.[1] Selain itu, kurang atau tidak berfungsinya organ pendengaran,

keterlambatan perkembangan bahasa, kerusakan pada sistem saraf dan

struktur otot, serta ketidakmampuan dalam kontrol gerak juga dapat

mengakibatkan keterbatasan dalam berbicara.[2] Penyebab lainnya adalah

cacat intelektual dan autisme. Seseorang dapat lahir bisu, atau menjadi bisu di

kemudian hari karena cedera atau penyakit.

Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa satu dari seribu

bayi yang lahir mengalami tuli (tunarungu) dan bisu (tunawicara) dan hampir 50

persen kondisi tuli dan bisu tersebut dialami oleh anak-anak karena faktor

keturunan. Namun adapun penyebab lainnya adalah karena trauma atau cedera

pada daerah broca di bagian otak.

Adapun ciri-ciri bisu antara lain:

 Berbicara keras dan tidak jelas

 Suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh teman bicaranya

 Telinga mengeluarkan cairan

 Menggunakan alat bantu dengar

 Bibir sumbing

 Suka melakukan gerakan tubuh

 Cenderung pendiam

 Suara sengau

 Cadel

15
4. Tuna Daksa

Anak tunadaksa dapat diartikan sebagai bentuk kelainan atau kecacatan pada

sistem otot, tulang, dan persendian yang bersifat primer atau sekunder yang dapat

mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, dan gangguan perkembangan

keutuhan pribadi (Musjafak Assjari,1995 :34).  Tunadaksa berasal dari kata “tuna”

yang berarti rugi, kurang dan “daksa” berarti tubuh. Tunadaksa ditujukan kepada

mereka-mereka yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, misalnya buntung

atau cacat. Istilah cacat ortopedi diterjemahkan dari bahasa inggris “ortopedically

handicaped” ortopedic memiliki arti berhubungan dengan otot, tulang dan

persendian. Dengan demikian penderita cacat ortopedi kelainannya terletak pada

aspek otot, tulang, dan persendian.Istilah Tunadaksa merupakan istilah lain dari

cacat tubuh atau tuna fisik yaitu berbagai kelainan bentuk tubuh yang

mengakibatkan berbagai kelainan fungsi dari tubuh untuk melakukan gerakan-

gerakan yang dibutuhkan (Ahmad Toha Muslim  1996:6).

Klasifikasi anak tunadaksa dibedakan menjadi dua, Pertama anak tunadaksa

dilihat dari faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dan yang kedua dilihat dari

sistem kelainannya.

a. Anak Tunadaksa ditinjau dari faktor-faktor yang menyebabkan kelainan

dibedakan atas :

16
 Kerusakan otak yaitu jenis Cerebral Palsy. Jenis ini cirinya sangat

beragam dengan masalah yang kompleks. Selain mengalami kelainan

gerak tubuh juga mengalami kelainan indera, dan diantaranya mengalami

kelainan kecerdasan.

 Kerusakan pada sumsum tulang belakang (Medulla spinalis), misal

kerusakan bagian depan sel sel-sel sumsum tulang belakang yang

disebabkan karena penyakit poliomielitis. Jenis ini mengalami kelainan

yang bersifat layuh dan lembek (flaksid).

 Cacat bawaan (congenital abnormalities). Cacat bawaan ini terjadi pada

anak saat dalam kandungan (pra-natal) atau kecacatan terjadi pada saat

anak dilahirkan

  Infeksi, Infeksi dapat menyebabkan kelainan pada anggota gerak atau

bagian tubuh lainnya. Kelainan ini bersifat sekunder karena merupakan

akibat dari adanya infeksi. Misalnya poliomyelitis.

 Gangguan metabolisme dapat terjadi pada bayi dan anak-anak

disebabkan faktor gizi (nutrisi), sehingga mempengaruhi perkembangan

tubuh dan mengakibatkan kelainan pada sistem ortopedis dan fungsi

intelektual.

 Kecelakaan, kecelakaan atau istilah lain disebut dengan trauma dapat

mengakibatkan kelainan ortopedis berupa kelainan koordinasi, mobilisasi

atau kelainan yang lain  tergantung akibat dari kecelakaan tersebut.

 Penyakit yang progresif, Anak tunadaksa dapat terjadi karena penyakit

progresif yang diperoleh melalui genetic (keturunan) atau karena

penyakit. Misalnya DMP (dystrophia musculorum progresiva), dan

17
 Tunadaksa yang tidak diketahui penyebabnya, Kelainan tunadaksa jenis

terakhir ini sulit untuk dideteksi faktor-faktor apa yang menyebabkan

mereka menjadi tunadaksa, karena sangat sulitnya mendeteksi faktor

penyebab kelainan maka mereka dikelompokkan kedalam jenis yang

tidak diketahui sebab-sebabnya.

b. Klasifikasi anak tunadaksa dilihat dari sistem kelainanya

Pada dasarnya kelainan pada anak tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi

dua bagian besar, yaitu :

1) Kelainan pada sistem serebral (cerebral system), Penggolongan anak

tunadaksa kedalam kelompok kelainan sistem serebral didasarkan pada

letak penyebab kelainan yang terletak di dalam sistem syaraf pusat (otak

dan sumsum tulang belakang). Kerusakan pada sistem syaraf pusat

mengakibatkan bentuk kelainan yang krusial, karena otak dan sumsum

tulang belakang merupakan pusat komputer dari aktivitas hidup manusia.

Didalamnya terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan, pusat

18
motorik, pusat sensoris dan lain sebagainya. Yang termasuk dalam

kelompok ini adalah cerebral palsy.

2) Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system).

Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system). Sistem

otot dan rangka adalah bagian-bagian atau jaringan-jaringan yang

membentuk    gugusan otot dan rangka sehingga terjadi koordinasi yang

normal dan fungsional dalam menjalankan tugasnya.antara lain meliputi:

 Poliomyelitis

 Muscle dystrophy

 Spina Bifida

3) Kelainan tunadaksa karena bawaan (congenital deformities), Kelainan

tunadaksa atau cacat ortopedi dapat terjadi karena faktor bawaan yang

disebabkan oleh faktor endogeen (gen) dari ayah, ibu, dari kedua-duanya,

sehingga sel-sel pertama yang tumbuh menjadi bayi telah mengalami

cacat, Kelainan ini terjadi karena faktor exogen, yaitu pada awal-awal

pertumbuhan sel.

Karakteristik Anak Tunadaksa

1. Karakteristik Umum, Anak tunadaksa yang beragam jenis dan tingkat

kecacatan serta pengaruh-pengaruh lain akan membentuk dan mencoraki

masing-masingdiri mereka. Bentuk dan corak masing-masing anak

tunadaksa tidak lepas dengan bentukan lingkungan. Disamping yang

sifatnya bawaan. Bawaan dalam pengerrtian ini melekat dengan tetapnya

kecacatan terutama yang berhubungan dengan kelainan pada sistem syaraf

pusat (SSP). Lewandowski dan cruickshank (1980) mengemukakan enam

faktor yang mempengaruhi diri anak tunadaksa, yaitu: (1) usia terjadinya

19
ketunadaksaan, Faktor usia terjadinya kelainan berpengaruh terhadap diri

anak, baik menyangkut aspek fisik, psikologis, maupun sosialnya.

Kelumpuhan terjadi(2) derajat kecacatan, (3) kondisi-kondisi yang

tampak, (4) dukungan keluarga dan sosial, (5) sikap terhadap anak

tunadaksa, dan (6) status sosial lingkungan.

2. Karakteristik Khusus, Telaah terhadap karakteristik anak tunadaksa secara

khusus subjeknya mereka yang mengalami kelainan (1) sistem cerebral

dan (2) sistem musculus sceletal.

E. Cara Membangun Komunikasi dengan Penyandang Disabilitas Fisik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi terencanakan yang terjadi antara

perawat dan klien secara langsung atau tatap muka dengan tujuan untuk

menyelesaikan masalah dan membantu proses penyembuhan klien.

1. Prinsip Berkomunikasi dengan Penyandang Disabilitas Fisik adalah :

 Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan

dan komunikasi terbuka. Bersikap terbuka, jujur, ihklas, dan

menghargai klien.

 Saat memperkenalkan diri, anda boleh menjabat tangan walaupun

dengan pengguna tangan artifisial dan tidak apa-apa berjabat tangan

dengan tangan kiri.

a. Hal yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi dengan penyandang cacat

fisik :

 Posisikan diri anda dalam posisi penyandang cacat

 Bicara sesuai umur pasien (anak, remaja, dewasa, lansia). Bicaralah

dengan nada normal, seperti bicara pada orang tanpa disabilitas.

20
 Hindari menggunakan kata – kata yang menyinggung.

 Berusahalah untuk berbicara pada mereka, jangan pada asisten atau

pendampingnya

 Jika ingin memberikan bantuan, tanyakan dulu pada yang

bersangkutan. Mereka lebih mengetahui apa yang mereka bisa dan

tidak bisa.

 Tawarkan bantuan yang sudah pasti anda bisa lakukan. Jangan yang

tidak bisa anda lakukan.

 Jika pasien disabilitas fisik yang memakai kursi roda usahakan apabila

memungkinkan posisikan diri anda agar mata anda sejajar dengan

pengguna kursi roda. Jangan bersandar pada kursi rodanya ataupun alat

bantu lainnya.

 Yang perlu diingat adalah bersikap Tenang, Dengarkan pasien dan

Layani setiap pasien dengan penuh wibawa, menghargai, dan sopan.

BAB III

21
PENUTUP

A. Kesimpulan

Difabel atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas,

dan pembatasan partisipasi. Disabilitas di kelompokkan menjadi Penyandang cacat

fisik, Penyandang cacat mental, dan Penyandang cacat fisik dan mental. Penyandang

cacat fisik terdiri dari Tuna Netra, Tuna Rungu, Tuna wicara, Tuna daksa, Tuna laras..

Pemerintah telah menerbitkan UU tentang keadilan terhadap disabilitas dalam UU

Nomor 8 Tahun 2016 dan UU Nomor 4 Tahun 1997. Para kaum disabilitas

membutuhkan bantuan dan respon positif dari masyarakat untuk berkembang,

B. Saran

Pada bidang pekerjaan pun juga demikian. Perhatikan bunyi UUD 1945 pasal 27 ayat

1, Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan

dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Ayat

2, Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan. Dua ayat tersebut secara tegas dan jelas memperlihatkan bahwa semua

warga negara baik yang normal dan disailitas memiliki peluang yang setara dalam

memperoleh pekerjaan. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam

hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan

tidak ada kecualinya. Ayat 2, Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Meskipun secara jelas pemerintah sudah menetapkan beberapa peraturan perundang-

undangan yang melindungi hak-hak kaum disabilitas, tetapi pada praktiknya hal ini

tidak berjalan sebagai mana mestinya. Kebanyakan disabilitas tidak mampu

22
mengakses pendidikan yang lebih baik karena mereka minim sekali untuk

mendapatkan akses melakukan hal itu. Misalnya, dari segi persyaratan pendidikan

yang diterapkan. Memang ada bidang pendidikan tertentu yang mengharuskan

muridnya tidak boleh cacat karena berkaitan dengan kinerjanya nanti selama masa

pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

23
https://id.wikipedia.org/wiki/Difabel

http://inspirasikecilku.blogspot.co.id/2011/11/disabilitas-dan-pandangan-masyarakat.html

https://ycaitasikmalaya46111.wordpress.com/konseling-abk/pendidikan-khusus/tunagrahita/

https://m.tempo.co/read/news/2010/01/19/107219937/tunarungu-tak-lagi-bisu

https://bisamandiri.com/blog/2014/11/tingkatkan-potensi-anak-tunadaksa-dengan-pendidikan-

jasmani-adaptif/

http://ikakustikabungsu.blogspot.co.id/2011/07/spes-tunalaras.html

http://mrifki92.blogspot.co.id/2013/12/aplikasi-nvda-tuna-netra-full-version.html

24

Anda mungkin juga menyukai