Anda di halaman 1dari 70

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KOLOSTRUM DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIBUHUAN


TAHUN 2022

SKRIPSI

OLEH :
ZAKIAH KHAIRANI SIREGAR
21061208

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS AUFA ROYHAN
DI KOTA PADANGSIDIMPUAN
2022
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KOLOSTRUM DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIBUHUAN
TAHUN 2022

SKRIPSI

OLEH :
ZAKIAH KHAIRANI SIREGAR
21061208

Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kebidanan
pada Program Studi Kebidanan Program Sarjana Fakultas Kesehatan
Universitas Aufa Royhan di Kota Padangsidimpuan

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS AUFA ROYHAN
DI KOTA PADANGSIDIMPUAN
2022
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : ZAKIYAH KHAIRANI SIREGAR


Nim : 21061208
Program Studi : Kebidanan Program Sarjana
Menyatakan bahwa :
1. Skripsi dengan judul ”Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Kolostrum di
Wilayah Kerja Puskesmas Sibuhuan Tahun 2022” adalah asli dan bebas dari
plagiat
2. Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan tidak sah dari pihak lain, kecuali arah dari Komisi Pembimbing dan
masukan dari Komisi Penguji
3. Skripsi ini merupakan tulisan ilmiah yang di buat dan di tulis sesuai dengn
pedoman penulisan serta tidak terdapat karya atau pendapat yang telah di tulis
atau di publikasikan oleh orang lain, kecuali dikutip secara tertulis dengan
jelas dan di cantumkan sebagai acuan dalam tulisan saya dengan di sebutkan
nama pengarang dan di cantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik serta sanksi lainnya sesuai dengan norma
yang berlaku .

Demikian pernyataan ini di buat, untuk dapat dipergunakan semestinya.

Padangsidimpuan, September 2022


Pembuat pernyataan

ZAKIYAH KHAIRANI SIREGAR


21061208
PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA FAKULTAS
KESEHATAN UNIVERSITAS AUFA ROYHAN DI KOTA
PADANGSIDIMPUAN

Laporan Penelitian, September 2022


Zakiyah Khairani Siregar
Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Kolostrum di Wilayah Kerja Puskesmas
Sibuhuan Tahun 2022

Imunisasi ulangan (booster) merupakan pemberian kekebalan setelah imunisasi


dasar atau pada anak usia sekolah dasar (SD) kelas I dan apabila sampai dengan
usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B, maka
secepatnnya di berikan imunisasi Hepatitis dengan jadwal 3 kali pemberian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu tentang
Kolostrum di Wilayah Kerja Puskesmas Sibuhuan Tahun 2022. Jenis penelitian
adalah kuantitatif dengan desain deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu nifas di wilayah kerja puskesmas sibuhuan pada bulan Mei-Juni 2022
sebanyak 41 orang dengan tehnik pengambilan sampel total sampling. Hasil
penelitian mayoritas berumur 20-35 tahun 63,4%, tingkat pendidikan SMP 41,5%,
paritas primipara 56,1%, jenis pekerjaan IRT 56,1%, pendapatan rendah 75,6%,
suku batak 63,4% dan Mayoritas berpengetahuan kurang sebanyak 28 orang
(68,3%). Disarankan kepada Ibu agar ibu dapat memberikan kolostrum kepada
bayinya yaitu hanya memberikan kolostrum saat bayi baru lahi dan diberika ASI
selama enam bulan penuh.

Kata Kunci : Pengetahuan, Kolostrum


Daftar Pustaka 55 (2010-2020).
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan hidayah-Nya hingga dapat menyusun Skripsi dengan judul

“Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Kolostrum di Wilayah Kerja Puskesmas

Sibuhuan Tahun 2022”.

Skripsi ini ditulis sebagai pedoman untuk melaksanakan penelitian dalam

rangka penulisan skripsi yang menjadi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana

kebidanan di Program Studi Kebidanan Program Sarjana Fakultas Kesehatan

Universitas Aufa Royhan di Kota Padangsidimpuan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepda yang terhormat:

1. Dr. Anto, SKM, M.Kes, M.M selaku Rektor Universitas Aufa Royhan

Padangsidimpuan, sekaligus pembimbing utama yang telah meluangkan

waktu untuk membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini

2. Arinil Hidayah, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas

Aufa Royhan di Kota Padangsidimpuan.

3. Nurelila Sari Siregar, SST, M.Keb selaku Ketua Program Studi Kebidanan

Program Sarjana Fakultas Kesehatan Universitas Aufa Royhan di Kota

Padangsidimpuan.

4. Sri Sartika Sari dewi, SST, M.Keb selaku pembimbing utama yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Dr. Haslinah, SKM, M.Kes selaku selaku pembimbing pendamping yang

telah meluangkan waktu untuk membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini.


6. Lola Pebrianthy, SST, M.Keb selaku penguji I

7. Nefo Nafratilova, SKM, MKM selaku penguji II

8. Seluruh dosen selaku Program Studi Kebidanan Program Sarjana Fakultas

Kesehatan Universitas Aufa Royhan di Kota Padangsidimpuan.

9. Teman-teman seperjuangan khususnya mahasiswa Program Studi Kebidanan

Program Sarjana Fakultas Kesehatan Universitas Aufa Royhan di Kota

Padangsidimpuan.

Kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan guna

perbaikan dimasa mendatang. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi peningkatan

kualitas pelayanan kesehatan kebidanan. Amin.

Padangsidimpuan, September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI……. ............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... viii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum................................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Praktis................................................................................. 5
1.4.2 Manfaat Teoritis ............................................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 7


2.1 Kolostrum ................................................................................................... 7
2.1.1 Pengertian Kolostrum ........................................................................ 7
2.1.2 Kandungan Kolostrum ...................................................................... 7
2.1.3 Pembentukan Kolostrum ................................................................... 8
2.1.4 Refleks Yang Berperan Pembentukan Dan Pengeluaran Air Susu ... 9
2.1.5 Manfaat Pemberian Kolostrum Pada Bayi Baru Lahir ...................... 10
2.1.6 Aspek Kekebalan Tubuh Pemberian Kolostrum ............................... 11
2.1.7 Empat Belas Hal Terpenting Dalam Pemberian Kolostru ................. 13
2.2 Faktor Yang Terkait Pemberian Kolostrum Pada Bayi Baru Lahir…... 15
2.3 Perilaku Ibu ............................................................................................... 17
2.4 Kerangka Konsep ...................................................................................... 23
2.5 Hipotesis .................................................................................................... 23

BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 25


3.1 Jenis dan Desain Penelitian ....................................................................... 25
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 25
3.2.1 Lokasi Penelitian .............................................................................. 25
3.2.2 Waktu Penelitian .............................................................................. 25
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................................. 26
3.3.1 Populasi ............................................................................................. 26
3.3.2 Sampel ............................................................................................... 26
3.4 Etika Penelitian.......................................................................................... 26
3.5 Instrumen Penelitian .................................................................................. 27
3.6 Prosedur Pengumpulan Data ..................................................................... 28
3.7 Defenisi Operasional ................................................................................. 29
3.8 Pengolahan dan Analisa Data .................................................................... 29
BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................................................ 31
4.1 Gambar Umum Lokasi Penelitian ............................................................. 31
4.2 Analisa Univariat ....................................................................................... 31

BAB 5 PEMBAHASAN ...................................................................................... 38


5.1 Gambaran Karakteristik Responden.......................................................... 38
5.2 Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Kolostrum
Pada Bayi ................................................................................................... 49

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 58


6.1 Kesimpulan ............................................................................................... 58
6.2 Saran .......................................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.1 Waktu Penelitian…………………………………………………... 25
Table 3.2 Defenisi Operasional………………………………………………. 29
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................ 23
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Permohonan Kesediaan Menjadi Responden ................................................. 58
2. Formulir Persetujuan Menjadi Responden ..................................................... 59
3. Kuesioner ..................................................................................................... 60
4. Surat Izin Survey ............................................................................................ 65
5. Surat Balasan Izin Survey .............................................................................. 66
11. Lembar Konsultasi ........................................................................................ 79
DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Nama
ASI Air Susu Ibu
AKB Angka Kematian Bayi
IMD Inisiasi Menyusui Dini
UNICEF United Nations
WHO World Health Organization
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberian kolostrum merupakan hal utama dan pertama yang wajib

diberikan kepada bayi sejak pertama lahir. Pemberian kolostrum menjadi salah

satu masalah kesehatan yang diakibatkan rendahnya informasi yang diterima oleh

ibu hamil dan ibu menyusui (Sari, 2017).

World Health Organization (WHO) pada tahun 2020, Angka Kematian

Bayi (AKB) di dunia 54 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian

Bayi yang cukup tinggi di dunia pada tahun 2020 sebesar 35 per 1000 kelahiran

hidup. Rendahnya tingkat pemberian kolostrum menjadi salah satu pemicu status

gizi bayi dan balita. Semua bayi perlu mendapat kolostrum untuk melawan infeksi

yang diperkirakan menyelamatkan satu juta nyawa bayi. Lebih dari 90% ibu-ibu

membuang kolostrum dan memberikan makanan padat dini. Pembuangan

kolostrum tersebut menyebabkan kematian neonates sebesar 30,56% lebih kurang

12% dari AKB (WHO, 2020).

Hasil data Riskesdas (2018) menyatakan bahwa keberhasilan pemberian

kolostrum dapat kita lihat dari data proporsi Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada

bayi 0-23 bulan yang ada di Indonesia yaitu sebesar 58,2%. Proporsi perilaku ibu

terhadap kolostrum sebesar 85,4% kolostrum diberikan semua, sebesar 6,9%

kolostrum di buang sebagian dan sebesar 3,7% kolostrum di buang semua

(Kemenkes RI, 2020).

Data Provinsi Sumatera Utara, yang membuang kolostrum sebanyak

52,3%. Kabupaten/Kota dengan pencapaian ≥ 40% untuk Kabupaten Deli Serdang


(47,1%), Asahan (43,16%), Labuhan Batu (40,9%) Gunung Sitoli (84,5%),

Sibolga (46,7%), Kota Medan (6,77%), Tebing Tinggi (7,4%). Provinsi Aceh,

keberhasilan pemberian kolostrum dapat kita lihat dari data proporsi Inisiasi

Menyusu Dini (IMD) pada bayi 0-23 bulan sebesar 40% dari total bayi yang lahir

seluruh provinsi Aceh. Perlakuan ibu bayi terhadap kolostrum yaitu diberikan

semua, dibuang sebagian kemudia dibuang semua (Dinkes Provsu, 2020).

Cakupan pemberian kolostrum pada bayi di Kabupaten Padang Lawas

sebesar 16,25%. Di Puskesmas Sibuhuan pemberian kolostrum pada bayi sekitar

215 orang dari 618 orang jumlah sasaran bayi. Pemahaman masyarakat bahwa

susu yang keluar pertama kali adalah “susu basi” atau kotor sehingga harus

dibuang terlebih dahulu (Profil Dinas Kesehatan Padang Lawas Utara, 2020).

Faktor perilaku ibu tidak memberikan kolostrum pada bayi baru lahir dapat

dipengaruhi pengetahuan, umur, pendidikan, sumber informasi, faktor persepsi,

sikap, sosial budaya, dukungan sosial serta faktor ketidakmampuan tenaga

kesehatan dalam memberi penambahan ilmu bagi ibu-ibu yang menyusui Suwardi

dkk, 2019). Kendala pemberian kolostrum disebabkan oleh pengetahuan ibu yang

belum baik tentang kolostrum, sehingga banyak ibu yang baru melahirkan tidak

memberikan kolostrum kepada bayinya. Di berbagai daerah, air susu pertama

(kolostrum) sengaja diperah dengan tangan dan dibuang dan tidak diberikan

kepada bayi (Sulaimah, 2019).

Upaya yang dilakukan supaya ibu tetap memberikan kolostrum kepada

bayi baru lahir, adanya penyuluhan atau konseling tenaga kesehatan terhadap ibu

tentang bagaimana pentingnya ASI bagi bayi sejak ibu hamil. Mengajarkan ibu

untuk melakukan perawatan payudara agar ASI bisa keluar lancar dan bayi nya
juga bisa menerima ASI dengan baik, dan dilakukan IMD (Inisiasi Menyusu Dini

segera setelah lahir agar kolostrum tidak terbuang (Wulandari, 2017).

Penelitian Zurrahmi Z.R (2019) tentang hubungan pengetahuan dan sikap

ibu tentang kolostrum dengan pemberian kolostrum di Desa Kuok Wilayah Kerja

Puskesmas Kuok Tahun2019. Hasil penelitian menunjukkan pegetahuan dan sikap

berhunganan dengan pemberian kolostrum pada bayi usia 0-10 hari. Ibu tidak

mengetahui manfaat dari kolostrum dan berasumsi kolostrum susu basi yang

keluar dan harus dibuang sebelum ASI berwarna putih seperti susu. Sikap

larangan orang tua, ASI yang belum lancar hanya keluar beberapa tetes saja

kasian bayinya kalau nanti kelaparan, sehingga tidak disusui terlebih dahulu dan

diganti dengan susu formula.

Penelitian Septiani dan Liza (2020) tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi pemberian kolostrum pada bayi di BPM Nurhayati, S.Sit

Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen. Hasil penelitian menunjukkan faktor

dukungan keluarga, pengetahuan berhubungan dengan pemberian kolostrum pada

bayi. Ibu post partum tidak memberikan kolostrum dengan segera, takut bayi

kedinginan, ibu lelah untuk segera menyusui bayinya, kolostrum tidak keluar,

serta kolostrum tidak baik bagi bayi. Hal ini tidak akan terjadi bila seorang ibu

post partum mempunyai pengetahuan yang bagus serta mendapat support dari

keluarga.

Penelitian Septiani dan Liza (2020) tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi pemberian kolostrum pada bayi di BPM Nurhayati, S.Sit

Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen. Hasil penelitian menunjukkan faktor

dukungan keluarga, pengetahuan berhubungan dengan pemberian kolostrum pada

bayi. Ibu post partum tidak memberikan kolostrum dengan segera, takut bayi
kedinginan, ibu lelah untuk segera menyusui bayinya, kolostrum tidak keluar,

serta kolostrum tidak baik bagi bayi. Hal ini tidak akan terjadi bila seorang ibu

post partum mempunyai pengetahuan yang bagus serta mendapat support dari

keluarga.

Penelitian Devita dkk (2020), “analisis faktor yang berhubungan dengan

pemberian kolostrum pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kedaton Bandar

Lampung”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara

pengetahuan dan sikap ibu dengan pemberian kolostrum pada bayi. Hal ini

disebabkan perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan lebih permanen dari pada

perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan juga seseorang yang mempunyai

sikap positif memiliki peluang lebih besar untuk memberikan kolostrum jika

dibandingkan dengan seseorang dengan sikap negatif.

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan, data yang diperoleh peneliti

dari Wilayah Kerja Puskesmas Sibuhuan bulan awal bulan Maret 2022, diperoleh

jumlah bayi sebanyak 41 orang. Hasil wawancara pada 10 orang ibu menyusui,

sebanyak 7 orang ibu yang tidak memberikan kolostrum dan yang memberikan

kolostrum sebanyak 3 orang. Alasan ibu tidak memberikan kolostrum pada bayi

baru lahir karena ibu percaya bahwa ASI yang keluar pertama kali itu kotor dan

kebiasaan dikalangan ibu untuk membuang kolostrum. Berdasarkan uraian di atas

maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan Ibu

tentang Kolostrum di Wilayah Kerja Puskesmas Sibuhuan Tahun 2022”.


1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah

Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Kolostrum di Wilayah Kerja Puskesmas

Sibuhuan Tahun 2022?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Kolostrum di

Wilayah Kerja Puskesmas Sibuhuan Tahun 2022

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui Gambaran Karakteristik Ibu tentang Kolostrum di Wilayah

Kerja Puskesmas Sibuhuan Tahun 2022

2. Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Kolostrum di Wilayah

Kerja Puskesmas Sibuhuan Tahun 2022

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan

kesehatan, serta memberikan upaya promotif dan preventif untuk perilaku ibu

dengan status pemberian kolostrum pada bayi.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan ilmu perilaku kesehatan, serta memberikan

upaya promotif dan preventif untuk pengelolaan perilaku ibu dengan status

pemberian kolostrum pada bayi.


b. Bagi Responden

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada responden tentang

perilaku ibu dengan status pemberian kolostrum pada bayi.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan kesehatan dapat dimanfaatkan sebagai bahan

masukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan bagi peneliti

selanjutnya dalam melakukan penelitian.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kolostrum

2.1.1 Pengertian Kolostrum

Kolostrum adalah cairan pelindung yang kaya akan zat anti infeksi dan

berprotein tinggi yang keluar dari hari pertama sampai hari keempat atau ketujuh

setelah melahirkan. (Utami Roesli, 2004) Kolostrum adalah cairan pertama yang

disekresi oleh kelenjar payudara (Soetjiningsih, 2018).

Kolostrum adalah ASI stadium I dari hari pertama sampai hari keempat.

Setelah persalinan komposisi kolostrum mengalami perubahan. Kolostrum

berwarna kuning keemasan yang disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan

sel-sel hidup (Purwanti, 2019).

2.1.2 Kandungan Kolostrum

Kolostrum penuh dengan zat antibody (zat pertahanan tubuh untuk

melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh) dan immunoglobulin (zat

kekebalan tubuh untuk melawan infeksi penyakit). Kolostrum mengandung zat

kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu matang (mature). Zat kekebalan yang

terdapat pada ASI akan melindungi bayi dari penyakit diare (Pudjiadi, 2019).

Kandungan dari kolostrum antara lain:

1. Protein : 8,5%

2. Lemak : 2,5%

3. Karbohidarat : 3,5%

4. Garam dan Mineral : 0,4%

5. Air : 85,1%
6. Vitamin A,B,C,D,E, dan vitamin K dalam jumlah yang sangat sedikit.

7. Leukosit (sel darah putih).

8. Sisa epitel yang mati (Pudjiadi, 2019).

Kekebalan bayi akan bertambah dengan adanya kandungan zat-zat dan

vitamin yang terdapat pada air susu ibu tersebut, serta volume kolostrum yang

meningkat dan ditambah dengan adanya isapan bayi baru lahir secara terus

menerus. Hal ini yang mengharuskan bayi segera setelah lahir ditempelkan ke

payudara ibu, agar bayi dapat sesering mungkin menyusui. Kandungan kolostrum

inilah yang tidak diketahui ibu sehingga banyak ibu dimasa setelah persalinan

tidak memberikan kolostrum kepada bayi baru lahir karena pengetahuan tentang

kandungan kolostrum itu tidak ada (Wulandari dkk, 2017).

2.1.3 Pembentukan Kolostrum

Tubuh ibu mulai memproduksi kolostrum pada saat usia kehamilan tiga

sampai empat bulan. Tapi umumnya para ibu tidak memproduksinya kecuali saat

ASI ini bocor sedikit menjelang akhir kehamilan. Pada tiga sampai empat bulan

kehamilan, prolaktin dari adenohipofise (hipofiseanterior) mulai merangsang

kelenjar air susu untuk menghasilkan kolostrum. Pada masa ini pengeluaran

kolostrum masih dihambat oleh estrogen dan progesterone, tetapi jumlah prolaktin

meningkat hanya aktivitas dalam pembuatan kolostrum yang ditekan (Nugroho,

2018).

Sedangkan pada trimester kedua kehamilan, laktogen plasenta mulai

merangsang pembuatan kolostrum. Keaktifan dari rangsangan hormon-hormon

terhadap pengeluaran air susu telah didemonstrasikan kebenarannya bahwa

seorang ibu yang melahirkan bayi berumur empat bulan dimana bayinya

meninggal tetap keluar kolostrum Banyak wanita usia reproduktif ketika ia


melahirkan seorang anak tidak mengerti dan memahami bagaimana pembentukan

kolostrum yang sebenarnya sehingga dari ketidaktahuan ibu tentang pembentukan

kolostrum ia akhirnya terpengaruh untuk tidak segera memberikan kolostrum pada

bayinya (Nugroho, 2018).

2.1.4 Refleks Yang Berperan Sebagai Pembentukan Dan Pengeluaran Air

Susu

1. Refleks prolaktin

Seperti yang telah dijelaskan bahwa menjelang akhir kehamilan terutama

hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat kolostrum, namun jumlah

kolostrum terbatas karena aktifitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan

progesterone yang kadarnya memang tinggi. Setelah melahirkan berhubung

lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya korpus luteum, maka estrogen dan

progesterone sangat berkurang. Ditambah lagi dengan hisapan bayi yang

merangsang ujung-ujung syaraf sensorik yang berfungsi sebagai reseptor mekanik

(Maryunani, 2014).

Rangsangan ini berlanjut ke hypothalamus yang akan menekan

pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya,

merangsang adenohypofise (Hipofise Anterio) sehingga keluar prolaktin. Hormon

ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi membuat air susu. Pada ibu

menyusui kadar prolaktin akan normal tiga bulan setelah melahirkan sampai

penyapihan anak. Sedangkan pada ibu yang tidak menyusui kadar prolaktin akan

normal pada minggu kedua sampai ketiga (Maryunani, 2014).

2. Refleks Let Down

Bersaman dengan pembentukan prolaktin adenohypofise, rangsangan yang

berasal dari hisapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohypofise (Hypofise


posterior) yang kemudian mengeluarkan oksitosin yang menyebabkan kontraksi

sel-sel miopitel. Hisapan bayi memicu pelepasan dari alveolus mamma melalui

duktus ke sinus laktiferus dimana ia akan disimpan. Pada saat bayi menghisap,

ASI di dalam sinus akan tertekan keluar kemulut bayi. Pelepasan dapat terjadi bila

ibu mendengar bayi menangis atau sekedar memikirkan tentang bayinya. Ibu-ibu

setelah melahirkan belum mengetahui tentang reflek yang terjadi yang

berhubungan dengan pemberian kolostrum nantinya, sehingga ibu tidak

memberikan kolostrum tersebut secara nyata pada bayi baru lahir (Maryunani,

2014).

2.1.5 Manfaat Pemberian Kolostrum Pada Bayi Baru Lahir

1. Membantu mengeluarkan mekonium dari usus bayi karena kolostrum

merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang membersihkan mekonium

sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih dan siap menerima

ASI.

2. Melindungi bayi dari diare karena kolostrum mengandung zat kekebalan

tubuh 10-17 kali lebih banyak dibandingkan susu matang.

3. Melawan zat asing yang masuk ke tubuh bayi.

4. Melawan infeksi penyakit oleh zat-zat kekebalan tubuh.

5. Menghalangi saluran pencernaan menghidrolisis (menguraikan) protein.

6. Mengeluarkan kelebihan bilirubin sehingga bayi tidak mengalami jaundice

(kuning) dimana kolostrum mempunyai efek laktasif (Pencahar).

7. Berperan dalam gerak peristaltik usus (gerakan mendorong makanan).

8. Menjaga keseimbangan cairan sel.

9. Merangsang produksi susu matang (mature).

10. Mencegah perkembangan kuman-kuman patogen (Utami, 2018).


Keseluruhan manfaat daripada kolostrum di atas banyak tidak diketahui

oleh ibu-ibu setelah melahirkan. Padahal manfaat tersebut sudah seringkali

diberitakan melalui media, ataupun melalui penyuluhan yang diberikan oleh bidan

desa. Namun banyak ibu tetap tidak mau segera memberikan kolostrum kepada

bayi baru lahir dengan alasan mereka belum diberitahu tentang manfaat kolostrum

tersebut (Jumriati, 2017).

2.1.6 Aspek Kekebalan Tubuh Pemberian Kolostrum

1. Immunoglobin

Fraksi protein dari kolostrum mengandung antibody yang serupa dengan

antibody yang terdapat di dalam darah ibu dan yang melindungi terhadap penyakit

karena bakteri dan virus yang pernah diderita ibu atau yang telah memberikan

immunitas pada ibu. Immunoglobulin ini bekerja setempat dalam saluran usus dan

dapat juga diserap melalui dinding usus dalam sistem sirkulasi bayi. Yang

termasuk dalam antibody ini adalah IgA, IgB, IgM, IgD, dan IgE (Widowati,

2017).

2. Laktoferin

Laktoferin merupakan protein yang mempunyai afinitas yang tinggi

terhadap zat besi. Bersamaan dengan salah satu immunoglobulin (IgA), laktoferin

mengambil zat besi yang diperlukan untuk perkembangan kuman E.coli,

stafilokokus dan ragi. Kadar yang paling tinggi dalam kolostrum adalah 7 hari hari

pertama postpartum. Efek immunologis laktoferin akan hilang apabila makanan

bayi ditambah zat besi (Widowati, 2017).


3. Lisosom

Bersama dengan IgA mempunyai fungsi anti bakteri dan juga menghambat

pertumbuhan berbagai macam-macam virus. Kadar lisosom dalam kolostrum dan

ASI lebih besar dibandingkan dalam air susu sapi (Widowati, 2017).

4. Faktor antitripsin

Enzim tripsin berada di saluran usus dan fungsinya adalah untuk memecah

protein, maka antitripsin di dalam kolostrum akan menghambat kerja tripsin

(Widowati, 2017).

5. Faktor bifidus

Lactobacilli ada di dalam usus bayi yang membutuhkan gula yang

mengandung nitrogen, yaitu faktor bifidus. Faktor bifidus berfungsi mencegah

pertumbuhan organisme yang tidak diinginkan, seperti E.coli, dan ini hanya

terdapat di dalam kolostrum dan ASI (Widowati, 2017).

6. Lipase berfungsi sebagai zat anti virus.

7. Anti stafilokokus berfungsi melindungi bayi terhadap bakteri stafilokokus.

8. Laktoferoksidase berfungsi membunuh streptokokus.

9. Komponen komplemen mengandung komplemen C3 dan C4 yang berfungsi

sebagai faktor pertahanan.

10. Sel-sel fagositosis dapat melakukan fagositosis terutama terhadap

stafilokokus, E.coli dan candida albican (Widowati, 2017).

Pada waktu lahir sampai beberapa bulan sesudahnya bayi belum dapat

membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. Faktor pelindung ini semua ada di

dalam ASI yang mature maupun di dalam kolostrum. Pemberian kolostrum secara

awal pada bayi dan pemberian ASI terus menerus merupakan perlindungan

terbaik yang dapat diberikan kepada bayi terhadap penyakit (Ratnawaty, 2014).
Kolostrum mengandung anti kekebalan tidak menjadi suatu hal yang

utama pada ibu-ibu setelah melahirkan. Kebanyakan mereka tidak segera

memberikan kolostrum karena menganggap kolostrum bukanlah pengaruh yang

terpenting buat masa depan bayi mereka. Serta akibat dari pengetahuan yang serba

terbatas sehingga mereka tidak mampu mencerna makanan dari pemberian

kolostrum (Widowati, 2017).

2.1.7 Empat Belas Hal Terpenting Dalam Pemberian Kolostrum Pada Bayi

Baru Lahir

1. Kolostrum (sering disebut ASI jolong) adalah ASI pertama yang diproduksi

payudara ibu selama hamil.

2. Kolostrum adalah air susu yang keluar sejak ibu melahirkan sampai usia bayi

4-7 hari. Bisa berupa cairan bening atau kuning keemasan kental. Jumlah

kolostrum memang sedikit (150-300 cc per hari) namun hebat dalam

kemampuan, sehingga diibaratkan “bensin beroktan tinggi”. Susu special ini

rendah lemak namun tinggi karbohidrat dan protein.

3. Komposisi kolostrum berbeda dengan ASI yang keluar pada hari ke 4-7

sampai hari ke-10 – 14 kelahiran (ASI transisi) dan juga berbeda dengan ASI

yang keluar setelah hari ke-14 (ASI matang).

4. Kolostrum full antibody dan immunoglobulin. Kolostrum mengandung

sejumlah besar sel-sel hidup sehingga kolostrum bisa dianggap vaksin alami

pertama yang 100% aman.

5. Kolostrum mengandung zat kekebalan tubuh 10-17 kali lebih banyak

dibandingkan susu matang yang berfungsi melindungi bayi dari diare dan

infeksi.
6. Kolostrum juga mengandung leukosit atau sel darah putih dalam jumlah

tinggi yang dapat menghancurkan bakteri dan virus penyebab penyakit

7. Kolostrum mengandung mineral lebih tinggi, terutama potassium, sodium,

dan klorida yang berfungsi dalam gerak peristaltic usus dan menjaga

keseimbangan cairan sel.

8. Kolostrum mengandung vitamin yang larut dalam lemak serta mengandung

zat yang dapat menghalangi saluran pencernaan menghidrolisis protein,

sehingga zat anti infeksi yang umumnya terdiri dari protein tidak akan rusak.

9. Kolostrum sangat mudah dan merupakan makanan pertama yang sempurna

bagi bayi.

10. Kolostrum mempunyai efek laktasif (pencahar) sehingga membantu bayi

mengeluarkan mekonium dan bilirubin yang berlebihan agar bayi tidak

mengalami jaundice (kuning).

11. Kolostrum mempunyai peran special dalam saluran pencernaan bayi baru

lahir yang masih sangat permeable. Kolostrum menutup lubang-lubang

penyerapan itu dengan cara mengecat dinding saluran pencernaan sehingga

sebagian besar zat-zat asing dapat dicegah untuk membuat alergi atau

penyakit.

12. Kolostrum dihasilkan saat pertahanan bayi paling rendah. Sehingga dikatakan

tidak ada pengganti untuk kolostrum.

13. Penghisapan kolostrum akan merangsang produksi ASI matang.

14. Jika kolostrum dapat diperdagangkan secara komersial dengan kandungan

immunoglobulin dan antibody didalamnya maka harga kolostrum mencapai

80 dolar per 30 cc (Astutik, 2015).


2.2 Faktor-Faktor Yang Terkait Pemberian Kolostrum Pada Bayi Baru

Lahir

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu setelah seseorang melakukan penginderaan

terhadap objek tertentu. Penginderaan ini melalui panca indera manusia yaitu

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan melandasi

seseorang untuk berperilaku sehat atau tidak seperti perilaku pemberian kolostrum

sangat ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki (Notoadmodjo, 2014).

Penelitian Papona dkk (2013), tentang hubungan karakteristik ibu dan

pengetahuan tentang ASI terhadap praktek pemberian kolostrum, menunjukkan

hasil bahwa dari 183 responden, 96,2% memberikan ASI tetapi hanya 63,9% yang

memberikan kolostrum. Sedangkan pengetahuan ibu tentang kolostrum

mempunyai hubungan yang bermakna terhadap perilaku pemberian kolostrum

(p<0,05).

2. Sikap

Sikap merupakan proses merespon seseorang terhadap objek tertentu dan

mengandung penilaian suka-tidak suka, setuju-tidak setuju, atau mengambil

keputusan positif atau negatif. Terdapat tiga komponen dari sikap yakni kognitif

(keyakinan), afektif (emosi/perasaan), dan konatif (tindakan) (Notoatmodjo,

2014).

Penelitian Mustafa dan Suhartik (2015) tentang hubungan pengetahuan

dan sikap ibu nifas dengan pemberian kolostrum pada bayi baru lahir

menunjukkan hasil bahwa faktor kognitif atau keyakinan adalah faktor yang

paling berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam pemberian kolostrum.


3. Dukungan sosial

Faktor lain yang juga berhubungan dengan perilaku menurut Green (1980)

dalam Notoatmodjo (2014) adalah adanya dukungan sosial. Dukungan sosial ini

dapat berasal dari keluarga terdekat seperti suami, orangtua/mertua dan saudara.

Dukungan ini akan meningkatkan perilaku pemberian ASI.

Penelitian Khosidah (2016), tentang faktor-faktor yang mempengatuhi

pemberian kolostrum pada bayi baru lahir menunjukkan hasil bahwa dukungan

petugas kesehatan dan dorongan dari keluarga sangat mempengaruhi perilaku ibu

dalam memberikan kolostrum termasuk dukungan terhadap pemberian ASI

kolostrum.

4. Sosial budaya

Budaya merupakan pelaksanaan norma-norma kelompok tertentu yang

dipelajari dan ditanggung bersama. Yang termasuk di dalamnya adalah pemikiran,

penuntun, keputusan dan tindakan atau perilaku seseorang. Selain itu nilai budaya

adalah merupakan suatu keinginan individu atau cara bertindak yang dipilih atau

pengetahuan terhadap sesuatu yang dibenarkan sepanjang waktu sehingga

mempengaruhi tindakan dan keputusan (Maryunani, 2014).

Pengaruh sosial budaya juga terlibat dalam perilaku perawatan keluarga

yang memiliki anak. Mempunyai anak merupakan pengalaman hidup yang kritis

dan penuh dengan kepercayaan dan praktek-praktek tradisional. Adat kebiasaan

yang sering dilakukan dalam masa menyusui seperti menunda menyusui 2-3 hari

setelah melahirkan, membuang kolostrum sebelum menyusui bayi dan memberi

makanan selain ASI sebelum ASI keluar. Perilaku pemberian ASI kolostrum,

akan menimbulkan respon yang berbeda-beda bagi setiap keluarga, biasanya

sangat dipengaruhi oleh budaya yang mereka miliki (Jumriati, 2017).


2.3 Perilaku Ibu

2.3.1 Pengertian Perilaku Ibu

Perilaku ibu adalah semua kegiatan atau aktivitas ibu, baik yang dapat

diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut

Skiner dalam Notoatmodjo merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau

reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia

adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat

diamati secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2012), perilaku manusia dapat

dikelompokan menjadi 2, yaitu:

1. Perilaku tertutup (Covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih

belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih

terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap

terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable bahavior” atau

“covert bahavior” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.

2. Perilaku terbuka (Overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah

berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau

“observable bahvior”.

2.3.2 Faktor-faktor Perilaku

Menurut Green dalam Notoadmodjo (2012), faktor perilaku ditentukan

oleh 3 faktor utama, yaitu:

1. Faktor predisposisi (disposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan,

sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.


2. Faktor pemungkin (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik,

tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan,

misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan

sebagainya.

3. Faktor penguat (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas lainyang merupakan kelompok referensi dari

perilaku masyarakat.

Perilaku merupakan semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang

diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku yang

diamati dapat diukur dengan berbagai skala, salah satunya adalah skala Guttman.

Skala ini memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban atas pernyataan/

pertanyaan: ya, tidak, positif, negatif, setuju-tidak setuju, serta benar dan salah

(Notoatmodjo, 2012).

Notoatmodjo (2014) membagi perilaku dalam tiga domain/kawasan.

Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Ketiga

komponen tersebut antara lain: pengetahuan, sikap dan tindakan, yaitu:

2. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,

dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sehingga

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas dan

persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui

indra penginderaan (telinga), dan indra penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).


Pengetahuan yang tercakup di dalam dominan kognitif mempunyai 6

tingkat yaitu (Notoatmodjo, 2012) :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak

sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan

secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang telah memahami objek yang dimaksud

dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada

situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang

terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa

pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila

orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,

membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau

meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.


6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan

pada suatu kriteria yang di tentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada.

Notoatmodjo (2012), berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu:

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan di dalam dn di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang

makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Pengetahuan sangat erat

kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan

tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.

2) Media massa / informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal

dapat memeberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga

menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.

3) Sosial budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran

apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan

bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang

juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan

tertentu, sehingga status social ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan

seseorang.
4) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik

lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap

proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang berada dalam lingkungan

tersebut.

3. Sikap (attitude)

Menurut Notoatmodjo (2012), sikap merupakan respons tertutup seseorang

terhadap stimulus suatu objek tertentu yang sudah melibatkan faktor-faktor

pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju,

baik-tidak baik). Dengan kata lain, sikap adalah suatu sindroma atau kumpulan

gejala-gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan

pikiran, perasaan dan perhatian.

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu stimulus atau objek. Dalam bagian lain Notoatmodjo (2012)

menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu :

1. Komponen (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional dan evaluasi emosional terhadap suatu objek

3. Kecendrungan untuk bertindak

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh.

Dalam penentuan sikap yang utuh ini , penetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosi

memegang peranan penting.

Menurut Ahmadi (2017), sikap dibedakan menjadi :

1. Sikap negatif merupakan sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak

menyetujui terhadap norma yang berlaku dimana seseorang itu berada.


2. Sikap positif merupakan sikap yang menunjukkan menerima terhadap norma

yang berlaku dimana seseorang itu berada.

3. Tindakan/ penerapan (practice)

Menurut Budiman dan Riyanto (2017), sikap yang diwujudkan menjadi

suatu perbuatan nyata oleh suatu individu disebut dengan tindakan. Tindakan

dalam pilihan seseorang didasari oleh nilai, sehingga tindakan dan perbuatan

dapat berupa benar-salah, baik-buruk serta indah-tidak indah. Setelah seseorang

mengetahui stimulus, kemudian mengetahui penilaian atau pendapat terhadap apa

yang telah diketahui untuk dilaksanakan atau dipraktekkan (Notoadmodjo, 2012).

Menurut Notoatmodjo (2012), tindakan dibagi dalam 3 tingkatan menurut

kualitasnya, yaitu :

1. Praktik terpimpin

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu tapi masih tergantung pada

tuntutan atau menggunakan panduan.

2. Praktik secara mekanisme

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikan

sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.

3. Adopsi

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang.

Artinyaa, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi

sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.


2.4 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep di bawah ini yang akan diteliti Gambaran

Pengetahuan Ibu tentang Kolostrum di Wilayah Kerja Puskesmas Sibuhuan Tahun

2022

Pengetahuan

 Baik
 Cukup
 Kurang

Gambar 2.1. Kerangka Konsep


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan

desain penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional

untuk melihat gambaran pengetahuan ibu tentang kolostrum di wilayah kerja

puskesmas sibuhuan tahun 2022.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Sibuhuan Tahun

2022 karena masih terdapat ibu menyusui tidak mengetahui dan kurangnya

informasi yang didapat tentang manfaat kolostrum

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2022 sampai dengan Juli

2022.

Tabel 3.1. Waktu Rencana Penelitian


No Kegiatan Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli
1 Pengajuan judul
2 Penyajian Skripsi
3 Seminar Skripsi
4 Pelaksanaan
Penelitian
5 Seminar hasil
3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas di wilayah kerja

puskesmas sibuhuan pada bulan Mei-Juni 2022 sebanyak 41 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh ibu nifas di wilayah kerja puskesmas

sibuhuan pada bulan Mei-Juni 2022 sebanyak 41 orang dengan tekhnik

pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tekhnik total sampling

sebanyak 41 orang.

3.4. Etika Penelitian

1. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika kebidanan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama

responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya

(Nursalam, 20117).

3.5. Instrumen Penelitian


Lembar kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mery Krista (2019) “Perilaku Ibu

Nifas 0-5 Hari Dalam Pemberian Kolostrum Pada Bayi Di Klinik Bersalin Martini

Kecamatan Medan Tembung”. Alat atau instrumen yang digunakan adalah

lembar kuesioner yaitu :

1. Data Demografi, secara umum inisial nama, umur dan pendidikan.

2. Pengetahuan menggunakan lembar kuesioner 10 pertanyaan dengan skala

guttman, yaitu jawaban responden “ya” dan “tidak”. Jika jawaban benar

diberi nilai 1, dan jika jawaban salah nila 0.

a. Kurang, bila responden menjawab benar <50%

b. Baik, bila responden menjawab benar ≥50%

3. Status pemberian kolostrum pada bayi menggunakan lembar kuesioner

pertanyaan dengan skala guttman, yaitu jawaban responden “ya” dan “tidak”.

Jika jawaban benar diberi nilai 1, dan jika jawaban salah nila 0.

a. Tidak <50%

b. Ya ≥50%

3.6. Prosedur Pengumpulan Data

1. Tahap persiapan dimulai dengan menetapkan tema judul penelitian,

melakukan konsultasi dengan dosen pembimbng, membuat Skripsi penelitian,

melakukan studi pendahuluan dan revisi.

2. Mengurus surat permohonan izin penelitian dari Universitas Aufa Royhan di

Kota Padangsidimpuan, kemudian mengirim permohonan izin penelitian

kepada Kepala Puskesmas Sibuhuan


3. Peneliti berkoordinasi dengan semua kepala desa atau bidan desa untuk

menyampaikan informasi kepada ibu di posyandu.

4. Pembagian kuesioner kepada responden tidak dilakukan secara bersamaan

tetapi sesuai dengan setiap ibu yang datang saat itu.

5. Peneliti meperkenalkan diri terlebih dahulu, menjelaskan tujuan dan prosedur

pengambilan data penelitian, serta meminta persetujuan kepada responden.

6. Setiap ibu yang datang dan memenuhi kriteria inklusi diberikan informed

consent dan selanjutnya diberikan lembar kuesioner untuk di isi.

7. Setelah data terkumpul, maka peneliti melakukan pengolahan data.

3.7. Defenisi Operasional

Tabel 3.2. Definisi Operasional


Variabel Definisi Alat Skala Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur
Pengetahuan Segala sesuatu yang Kuesioner Ordinal 1. Kurang <50%
Ibu diketahui tentang 2. Baik ≥50%
pemberian
kolostrum pada
bayi

3.8. Pengolahan dan Analisa Data

3.8.1. Pengolahan data

1. Editing (Pengeditan Data)

Dilakukan dengan memeriksa kuesioner yang telah terisi. Data akan

dilakukan pengecekan ulang dengan tujuan agar data yang masuk dapat diolah

secara benar, sehingga dapat memberikan hasil yang menggambarkan masalah

yang diteliti, kemudian data di kelompokkan dengan aspek pengukuran.

2. Coding
Pemberian kode pada setiap data yang telah dikumpulkan untuk

memperoleh memasukkan data ke dalam tabel.

3. Skoring

Memberikan skor pada setiap jawaban yang diberikan pada responden.

Jawaban yang benar diberi nilai 1 dan jawaban yang salah diberi nilai 0,

selanjutnya menghitung skor jawaban dari pertanyaan yang diberikan.

4. Tabulating

Untuk mempermudah analisa data pengolahan data serta pengambilan

kesimpulan, data dimasukkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan

memberikan skor terhadap pernyataan yang diberikan kepada responden

(Notoatmodjo, 2014).

3.8.2. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi

atau besarnya proporsi berdasarkan tabel yang di teliti. Distribusi frekuensi

tentang variabel independet responden (pengetahuan, sikap, tindakan dan perilaku

ibu), variabel dependent (status pemberian kolostrum pada bayi).


BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Sibuhuan beralamat di Jln. SM Raja No.4 Kecamatan Barumun,

Kabupaten Padang Lawas. Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara: Kecamatan Lubuk Barumun

b. Sebelah Selatan: Kecamatan Barumun Selatan

c. Sebelah Timur : Kecamatan Sosa

d. Sebelah Barat : Kecamatan Ulu Barumun

4.2 Analisa Univariat

4.2.1 Karakteristik Ibu


Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Ibu
Karakteristik Ibu n %
Umur
<20 tahun 5 12,2
20-35 tahun 26 63,4
>35 tahun 10 24,4
Jumlah 41 100
Tingkat Pendidikan
SD 7 17,1
SMP 17 41,5
SMA 12 29,3
Perguruan Tinggi 5 12,2
Jumlah 41 100
Paritas
Primipara 23 56,1
Multipara 18 43,9
Jumlah 41 100

Jenis Pekerjaan
IRT 23 56,1
PNS 3 7,3
Wiraswasta 15 36,6
Jumlah 41 100
Pendapatan
Rendah 31 75,6
Tinggi 10 24,4
Jumlah 41 100
Suku
Minang 11 26,8
Jawa 4 9,8
Batak 26 63,4
Jumlah 41 100
Sumber: Data Primer, 2021

Hasil tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa karakteristik responden

mayoritas berumur 20-35 tahun sebanyak 26 orang (63,4%) dan minoritas

berumur <20 tahun sebanyak 5 orang (12,2%). Berdasarkan tingkat pendidikan

mayoritas berpendidikan SMP sebanyak 17 orang (41,5%) dan minoritas

berpendidikan Perguruan Tinggi sebanyak 5 orang (12,2%). Berdasarkan paritas

mayoritas berparitas primipara sebanyak 23 orang (56,1%) dan minoritas

berparitas multipara sebanyak 18 orang (43,9%).

Berdasarkan jenis pekerjaan mayoritas bekerja IRT sebanyak 23 orang

(56,1%) dan minoritas bekerja PNS sebanyak 3 orang (7,3%). Berdasarkan

pendapatan mayoritas berpendapatan rendah sebanyak 31 orang (75,6%) dan

minoritas berpendapatan tinggi 10 orang (24,4%). Berdasarkan suku mayoritas

bersuku batak sebanyak 26 orang (63,4%) dan minoritas bersuku jawa sebanyak 4

orang (9,8%).

4.2.2 Pengetahuan Ibu

Tabel 4.3 Distribusi Pengetahuan Ibu


Pengetahuan Ibu n %
Kurang 28 68,3
Baik 13 31,7
Jumlah 41 100
Sumber: Data Primer, 2021
Hasil tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu mayoritas

berpengetahuan kurang sebanyak 28 orang (68,3%) dan minoritas berpengetahuan

baik sebanyak 13 orang (31,7%).


BAB 5
PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Karakteristik Responden

5.1.1 Umur

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa mayoritas

berumur 20-35 tahun sebanyak 26 orang (63,4%) dan minoritas berumur <20

tahun sebanyak 5 orang (12,2%).

Umur ibu sangat menentukan kesehatan maternal karena berkaitan dengan

kondisi kehamilan, persalinan, dan nifas, serta cara mengasuh juga menyusui

bayinya. Sedangkan ibu yang berumur 20 -35 tahun, disebut sebagai masa dewasa

dan disebut juga masa reproduksi, di mana pada masa ini diharapkan orang telah

mampu untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan tenang secara

emosional, terutama dalam menghadapi kehamilan, persalinan, nifas, dan merawat

bayinya nanti (Notoatmodjo, 2014).

Penelitian Rahayu (2020) ada hubungan usia ibu dengan pemberian

kolostrum pada bayi di Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali dengan

nilai p=0,016. Ibu yang memberikan kolostrum adalah ibu yang berusia 20-35

tahun dikarenakan ibu yang berusia 20-35 tahun disebut juga masa reproduksi, di

mana pada masa ini orang telah mampu untuk memecahkan masalah yang

dihadapi dengan tenang secara emosional, terutama dalam menghadapi

kehamilan, persalinan, nifas, dan merawat bayinya nanti.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ratna (2018) mengatakan ibu

yang berusia 20-35 tahun tergolong dalam kelompok wanita subur (WUS) yang

mana seorang wanita pada usia ini dianggap sudah cukup matang dan mampu
untuk bereproduksi termasuk didalam pemberian kolostrum dan ASI eksklusif.

Ditinjau dari segi fisik maupun kejiwaan wanita pada usia tersebut dianggap telah

siap untuk mempunyai seorang anak dan sanggup untuk memelihara anak yang

telah lahir.

Efriani (2020) menunjukkan bahwa ada hubungan umur ibu dengan

pemberian kolostrum di Puskesmas Umbulharjo didapatkan nilai p= 0,007.

Responden dalam rentang usia 20-35 tahun juga lebih banyak memberikan

kolostrum pada bayi kepada anaknya dikarenakan pengetahuan mengenai

pemberian kolostrum jauh lebih baik dibandingkan dengan ibu berusia 35 tahun

mulai mengalami perubahan pada hormon sehingga produksi ASI yang dihasilkan

berkurang.

Asumsi peneliti bahwa umur yang kurang dari 20 tahun merupakan masa

pertumbuhan termasuk organ reproduksi (payudara), sedangkan umur lebih dari

35 tahun organ reproduksi sudah lemah dan tidak optimal dalam pemberian

kolostrum pada bayi, sehingga kemampuan seorang ibu untuk menyusui secara

eksklusif juga sudah tidak optimal lagi karena penurunan fungsi dari organ

reproduksi seperti payudara. Alasan ibu usia remaja yang tidak memberikan ASI

eksklusif adalah karena mereka kurang paham manfaat dari ASI eksklusif untuk

ibu dan bayi, sebagian besar ibu bekerja, mereka mengatakan jika masih ingin

bebas, mereka melihat keluarga dan teman yang memberi susu formula, ibu

mengatakan jika kolostrum adalah ASI kotor sehingga memberikan susu formula,

tidak ada dukungan dari keluarga, jika menyusui ibu akan mudah lapar itu

mengakibatkan penambahan berat badan.

Selain itu, disebabkan oleh pengalaman menyusui sebelumnya, ibu tidak

memberikan kolostrum kepada bayinya dan bayi tetap sehat sehingga


menyebabkan ibu juga tidak memberikan kolostrum pada anak berikutnya.

Sebaliknya pada umur 20-35 tahun termasuk kelompok umur reproduksi sehat

sehingga ibu mampu memecahkan masalah yang dihadapi dengan lebih matang

secara emosional, terutama dalam menghadapi kehamilan, persalinan, nifas dan

merawat bayinya.

5.1.2 Tingkat Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa mayoritas

berpendidikan SMP sebanyak 17 orang (17,1%) dan minoritas berpendidikan

tinggi sebanyak 5 orang (12,2%). Tingkat pendidikan ibu mempunyai pengaruh

dalam pemberian kolostrum.

Menurut Notoatmodjo (2014) menyatakan pendidikan formal sangat

penting karena dapat membentuk pribadi dengan wawasan berfikir yang lebih

baik. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal akan semakin luas wawasan

berpikirnya, sehingga akan lebih banyak informasi yang diserap. Pendidikan

diperkirakan ada kaitannya dengan pengetahuan ibu menyusui dalam memberikan

kolostrum, hal ini dihubungkan dengan tingkat pengetahuan ibu bahwa seseorang

yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas

dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah. Pendidikan juga akan

membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu mencari pengalaman sehingga

informasi yang diterima akan jadi pengetahuan.

Penelitian Buadianti (2017) adaa hubungan tingkat pendidikan dengan

pemberian kolostrum pada bayi usia 0-3 bulan di RSUD Kota Kendari p=0,002.

Diperoleh kecenderungan ibu-ibu berpendidikan sekolah lanjutan tingkat atas

tidak lagi memberikan ASI kolostrum pada bayinya, karena takut ASI nya kotor

atau basi. Pendidikan adalah aktifitas proses belajar mengajar yang memberikan
tambahan ilmu pengetahuan, keterampilan serta dapat mempengaruhi proses

berfikir secara sistematis.

Penelitian Sunesni (2018) bahwa dari 37 orang responden terdapat 24

orang responden dengan kategori tingkat pendidikan rendah, sebanyak 17 orang

(70,8%) responden tidak memberikan kolostrum dan 7 orang (70,8%) responden

memberikan kolostrum di Kelurahan Gunung Sarik Wilayah Kerja Puskesmas

Belimbing tahun 2018. Hasil uji chi- square didapatkan p value = 0,015, artinya

ada hubungan pendidikan dengan perilaku pemberian kolostrum.

Pada penelitian Ayunsari (2015) dalam studi etnografi tentang pemberian

ASI kolostrum menyatakan bahwa penyebab lain yang menimbulkan pemahaman

terhadap ASI kolostrum rendah adalah rata rata tingkat pendidikan informan

adalah SD. Tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan seseorang

terhadap memaknai pesan dan memahami sesuatu.

Pendapat ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Nurita (2019),

tentang pendidikan ibu berhubungan dengan pemberian kolostrum pada bayi.

Faktor pendidikan merupakan faktor pemicu terjadinya pemberian ASI

(kolostrum). Pendidikan ibu yang lebih tinggi cenderung pengetahuan ibu juga

semakin luas, namun perlu disertai niat yang kuat untuk memberi kolostrum.

Asumsi peneliti terdapat responden dengan kategori tingkat pendidikan

rendah, tidak memberikan kolostrum disebabkan kurangnya pengetahuan ibu

terhadap manfaat pemberian kolostrum sehingga kurangnya motivasi ibu untuk

memberikan kolostrum. Hal ini dengan Notoatmodjo (2014) yang menyatakan

bahwa dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung lebih mudah

untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa.
Sedangkan semakin rendah pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan

seseorang

Namun masih ada responden kategori tingkat pendidikan rendah yang

memberikan kolostrum, disebabkan karena responden yang pendidikan rendah

juga bisa mendapatkan pengetahuan dari lingkungan sekitar seperti internet,

majalah, poster, televisi sehingga tidak menutup kemungkinan responden yang

pendidikan rendah juga memberikan kolostrum. Dan juga adanya peran bidan

dalam pemberian kolostrum setelah ibu melahirkan dan juga pengeluaran ASI ibu

lancar, sehingga ibu termotivasi untuk memberikan kolostrum. Dan juga bisa

disebabkan ibu mengetahui manfaat pemberian kolostrum.

Sedangkan analisa peneliti dengan kategori tingkat pendidikan tinggi yang

tidak memberikan kolostrum disebabkan karena ASI belum keluar atau tidak

lancar. Akan tetapi responden dengan kategori tingkat pendidikan tinggi, terdapat

yang memberikan kolostrum disebabkan karena ibu sudah mempunyai wawasan

dan pengetahuan tentang pemberian kolostrum, dan didukung oleh keluarga dan

informasi informasi yang diperoleh ibu.

5.1.3 Paritas

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa mayoritas

berparitas primipara sebanyak 23 orang (56,1%) dan minoritas berparitas

multipara sebanyak 18 orang (43,9%).

Penelitian Nasihah (2019) hasil penelitian bahwa responden dengan

primipara yang sebagian besar tidak memberikan kolostrum yaitu 17 (56%)

responden sedangkan sebagian kecil ibu grandemulti memberikan kolostrum yaitu

7 (21%) responden. Pada rentang usia 20-35 tahun kemungkinan pengalaman

terhadap aplikasi sehari hari terlampaui karena semakin cukup usia, tingkat
kematangan akan berkembang secara optimal termasuk didalamnya pengalaman

serta kekuatan seseorang dalam berfikir dan bekerja. Semakin banyak anak

semakin sadar ibu post partum untuk memberikan kolostrum.

Penelitian Sunesni (2018) dapat dilihat bahwa dari 37 orang responden

terdapat 12 orang responden dengan kategori paritas primipara, sebanyak 11 orang

(91,7%) responden tidak memberikan kolostrum dan 1 orang (8,3%) memberikan

kolostrum pada bayinya di Kelurahan Gunung Sarik Wilayah Kerja Puskesmas

Belimbing tahun 2018. Hasil uji chi-square didapatkan p value = 0,005, ada

hubungan paritas dengan perilaku pemberian kolostrum.

Asumsi peneliti paritas ada kaitannya dengan arah pencarian informasi

tentang pengetahuan ibu dalam menyusui. Pengalaman yang diperoleh ibu dapat

memperluas pengetahuan seseorang dalam pemberian ASI. Bahwa pengalaman

ibu dalam mengurus anak berpengaruh terhadap pengetahuan tentang ASI

Eksklusif. Pada saat itu susu ibu menghasilkan kolostrum, susu jolong, atau susu

awal. Kolostrum akan muncul lagi 30 jam kemudian. Itu artinya jika bayi tidak

segera mendapat kolostrum pertama, bayi kehilangan zat bergizi tinggi dari

ibunya. Kesiapan fisik dan psikologis ibu fisik dan psikologi ibu harus sudah

dipersiapkan dari awal kehamilannya, konseling dalam pemberian informasi

mengenai Inisiasi Menyusui Dini bisa diberikan selama pemeriksaan kehamilan.

Data diperoleh ibu nifas primipara yang tidak memberikan kolostrum

disebabkan oleh kurangnya pengalaman menyusui. Namun responden dengan

kategori paritas primipara, masih ada memberikan dikarenakan ASI ibu yang

lancar sehingga dapat segera memberikan kolostrum.

Ibu nifas dengan kategori paritas multipara yang tidak memberikan

kolostrum dapat disebabkan karena ASI belum keluar atau tidak lancar. Namun
dengan kategori paritas multipara, ada yang memberikan kolostrum dapat

disebabkan karena pengalaman responden menyusui anak sebelumnya, sehingga

responden sudah mengetahui manfaat ASI pada hari pertama setelah melahirkan.

Dengan demikian dapat disimpulkan responden dengan kategori paritas

primipara lebih sedikit memberikan kolostrum dibandingkan ibu dengan kategori

paritas multipara. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak anak semakin

sadar ibu post partum untuk memberikan kolostrum kepada bayinya. Sebaliknya,

semakin sedikit anak maka semakin rendah perilaku pemberian kolostrum.

5.1.4 Jenis Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di didapatkan bahwa

mayoritas bekerja IRT sebanyak 23 orang (56,1%) dan dan minoritas bekerja PNS

sebanyak 3 orang (7,3%).

Status pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan untuk menunjang

kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Pekerjaan ibu juga dapat diperkirakan

dapat mempengaruhi pengetahuan dan kesempatan ibu dalam memberikan

kolostrum pada bayi. Pengetahuan yang bekerja lebih baik jika dibandingkan

dengan pengetahuan yang tidak bekerja. Semua ini disebabkan karena ibu yang

bekerja diluar rumah (sektor formal) memiliki akses lebih baik terhadap berbagai

informasi, termasuk mendapat informasi tentang pemberian kolostrum (Lova,

2019).

Penelitian Nuritas (2019) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

pekerjaan ibu dengan waktu pemebrian kolostrum pada bayi. Sementara dalam

penelitian ini, baik ibu bekerja dan tidak bekerja, masing-masing sebagian besar

responden memberikan kolostrum > 6 jam kelahiran, hal ini dipengaruhi oleh

faktor-faktor lain.
Hasil penelitian Ayunsari (2013) untuk status pekerjaan ibu dengan

pemberian kolostrum, didapatkan nilai p-value sebesar 0.892 dan nilai OR

menunjukkan bahwa responden yang bekerja 0.985 kali lebih sedikit yang

memberikan kolostrum dibandingkan pada responden yang tidak bekerja, engan

nilai CI : 0.795 – 1.221 yang menunjukkan bahwa hasil tidak signifikan hal ini

menunjukkan bahwa, tidak ada hubungan antara status pekerjaan ibu dengan

pemberian kolostrum.

Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Djaiman & Sihadi (2015) yang

menemukan bahwa seorang ibu yang bekerja mempunyai peluang kecil untuk

memberikan ASI pertama kali diatas 1,85 jam dibanding ibu yang tidak bekerja.

Ibu yang bekerja akan mengalami kendala waktu dan tempat untuk proses

menyusui yang maksimal kepada bayinya.

Asumsi peneliti sebagian besar ibu nifas bekerja sebagai ibu rumah tangga,

bahwa manusia menelusuri kelakuan dari orang lain di lingkungan sosialnya. Ibu

rumah tangga secara sosial mempunyai lingkungan pergaulan yang kurang luas

dibandingkan yang mempunyai pekerjaan. Pergaulan sosial mempunyai manfaat

terhadap tingkat perolehan informasi, sehingga ibu yang tidak bekerja mempunyai

pengetahuan yang kurang baik dibandingkan ibu yang bekerja, termasuk

pengetahuan tentang kolostrum.

Semakin tinggi pekerjaan seseorang maka akan memberikan kesempatan

luas bagi responden untuk menerima informasi kesehatan dari lingkungan bekerja

maupun fasilitas atau media informasi yang lebih maju, misalnya dengan

mengikuti seminar tentang kesehatan ataupun penggunaan media elektronik untuk

memperoleh informasi kesehatan dan hal ini dapat mendukung pengetahuan

responden tentang kolostrum, karena semakin tinggi pekerjaan seseorang maka


semakin banyak informasi yang diperoleh dan semakin tinggi pula

pengetahuannya.

5.1.5 Pendapatan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa mayoritas

berpendapatan rendah sebanyak 31 orang (75,6%) dan dan minoritas

berpendapatan tinggi sebanyak 10 orang (24,4%).

Tingkat pendapatan keluarga merupakan pendapatan atau penghasilan

keluarga yang tersusun mulai dari rendah, sedang, hingga tinggi. Tingkat

pendapatan setiap keluarga berbeda-beda. Pendapatan keluarga adalah

penghasilan yang diperoleh suami dan istri dari berbagai kegiatan ekonomi sehari-

hari, misalnya gaji. ASI memiliki kualitas baik hanya jika ibu mengkonsumsi

makanan dengan kandungan gizi baik (Kusuma, 2017).

Penelitian Ayunsari (2013) tingkat pendapatan keluarga dengan pemberian

kolostrum berdasarkan penelitian p-value sebesar 0.117 dan nilai OR

menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendapatan miskin 0,716 kali

lebih banyak yang memberikan kolostrum dibandingkan pada responden dengan

tingkat pendapatan tidak miskin, dengan nilai CI : 0,470-1,089 yang menunjukkan

bahwa hasil tidak signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa, tidak ada hubungan

antara tingkat pendapatan keluarga dengan pemberian kolostrum.

Asumsi peneliti keluarga yang memiliki cukup pangan memungkinkan ibu

untuk memberi ASI kolostrum daan Eksklusif lebih tinggi dibanding keluarga

yang tidak memiliki cukup pangan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kondisi

sosial ekonomi yaang saling terkait yaitu pendapatan keluarga memiliki hubungan

dengan keputusan untuk memberikan ASI kolostrum dan Eksklusif bagi bayi.
5.1.7 Suku

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa mayoritas

bersuku batak sebanyak 26 orang (63,4%) dan dan minoritas bersuku jawa

sebanyak 4 orang (9,8%).

Menurut Firanika (2019) suku batak maupun suku jawa mempunyai

kekerabatan yang dipengaruhi oleh adat istiadat yang diteruskan secara turun

temurun. Manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan kebudayaan

pada setiap saat dimanapun dia berada. Kebudayaan berperan terhadap perilaku

kesehatan individu maupun kelompok masyarakat. Kebudayaan dapat menopong

perilaku kesehatan maupun dapat memperburuk kesehatan. Begitupun dengan

perilaku pemberian ASI ekslusif yang tidak terlepas dari pandangan budaya yang

telah diwariskan turun temurun dalam kebudayaan yang bersangkutan.

Disadari atau tidak disadari, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan

budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-

akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan,

seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu

dan anak khususnya dalam pemberian kolostrum pada bayi (Firanika, 2019).

Hasil penelitian Elviana (2020) yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

mayoritas suku ibu adalah suku Batak sebanyak 21 orang (43,8%). Anggota suatu

suku bangsa pada umumnya ditentukan menurut garis keturunan ayah (patrilineal)

seperti suku bangsa Batak, dan menurut garis keturunan ibu (matrilineal) seperti

suku Minang, atau keduanya seperti suku Jawa.

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Yulfira (2015) keyakinan ada

terhadap pemberian kolostrum pada bayi dapat menyebabkan anak sakit atau

diare. Selanjutnya berbagai faktor sosial budaya yang melatar belakangi perilaku
pemberian kolostrum menghambat sebagian besar ibu-ibu dalam memberikan

kolostrum kepada bayinya berkaitan dengan kebiasaan masyarakat dalam

memberikan makanan pada bayi yang baru lahir. Menurut sebagian besar

masyarakat kebiasaan memberikan madu, madu ditambah dengan gula merah dan

memberi minuman kopi sebelum menyusui masih dilakukan oleh sebagian

masyarakat, terutama pada bayi baru lahir, asi kolostrum dibuang karena basi atau

kotor.

Asumsi peneliti ibu masih banyak membuang ASI yang pertama kali

keluar/kolostrum. Alasan ibu tidak memberikan ASI kolostrum karena percaya

ASI yang pertama kali keluar ASI basi atau kotor yang dapat menyebabkan bayi

sakit atau mengalami diare, sehingga mereka memberikan madu/minum air putih

atau makanan tambahan tersebut pada bayi yang masih berusia dini adalah karena

adanya anggapan kalau bayi nangis terus menerus berarti bayi tersebut lapar,

sehingga harus diberi makanan. Pemberian kolostrum dan ASI saja tidak cukup

menurut mereka untuk kebutuhan bayi, dan jika bayi sudah diberi makananan bayi

tersebut akan menjadi diam serta mudah tidur (Swasono, 2018).

5.2 Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Kolostrum Pada Bayi

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan mayoritas ibu mayoritas

berpengetahuan kurang sebanyak 28 orang (68,3%). Menurut Notoatmodjo

(2014), bahwa pengetahuan diperngaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor

internal antara lain persepsi, motivasi dan pengalaman. Faktor internal ilmiah

yang mendukung untuk mereka mampu memperoleh informasi tentang

pentingnya kolostrum bagi bayi yang baru dilahirkan, karena tanpa adanya latar
belakang pendidikan dan motivasi yang kuat kemungkinan responden tidak

memiliki pengetahuan yang baik.

Penelitian Sulaimah (2019) menyatakan bahwa pengetahuan berhubungan

dengan pemberian kolostrum pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas

Kedaton p= 0,001. Hal tersebut juga memungkinkan ibu yang berpengetahuan

baik berpotensi memiliki motivasi pemberian kolostrum yang tinggi. Baik dan

buruknya pengetahuan seseorang bisa dipengaruhi oleh umur, pekerjaan dan

pendidikan.

Penelitian Papona (2017) ada hubungan pengetahuan dengan pemberian

kolostrum pada bayi baru lahir di Puskesmas Ulu Kecamatan Siau Timur

Kabupaten Kepulauan Sitaro dengan nilai p= 0,000. Dimana pengetahuan baik

yang baik akan berpengaruh pada cara pemberian kolostrum ibu dan bayi baru

lahir. Dalam penelitian ini terdapat juga sebagian menyatakan pemberian

kolostrum tidak baik, hal ini sebagai suatu perilaku dimana seorang ibu yang

belum memahami pentingnya kolostrum pada bayi.

Hal ini sejalan dengan penelitian Saritahun (2019) yang menyatakan

bahwa pengetahuan ibu yang baik tentang kolostrum menyebabkan ibu bersedia

memberikan kolostrum pada bayinya, sebab ibu termotivasi untuk memberikan

kolostrum pada bayinya karena sudah mengetahui begitu besar manfaat ASI

terutama kolostrum.

Penelitian Hazen (2017) ada hubungan pengetahuan dalam pemberian

kolostrum oleh ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Belakang Padang Kota

Batam dengan nilai p=0,009. Kurangnya pengetahuan yang didapatkan oleh ibu

nifas disebabkan karena motivasi masyarakt sendiri untuk mencari tahu segala yag

berkaitan dengan pemberian kolostrum.


Hal ini sejalan dengan penelitian Hamzah (2021) ada hubungan

pengetahuan dnegan pemberian kolostrum pada bayi baru lahir di Puskesmas

Kotobangon dengan nilai p=0,000. Pengetahuan ibu yang baik tentang kolostrum

menyebabkan ibu bersedia memberikan kolostrum pada bayinya, sebab ibu

termotivasi untuk memberikan kolostrum pada bayinya karena sudah mengetahui

begitu besar manfaat ASI terutama kolostrum.

Asumsi peneliti faktor yang mempengaruhi kurangnya pengetahuan ibu

tentang kolostrum, peneliti beranggapan bahwa ada beberapa hal yang dapat

menyebabkan rendahnya pengetahuan responden terhadap pemberian kolostrum

seperti masih banyaknya ibu yang memang tidak tahu bahkan sebelumnya ibu

tidak pernah mendengar kolostrum, manfaat kolostrum serta kandungan yang

dimiliki oleh kolostrum itu sendiri, hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor

seperti kurangnya petugas kesehatan setempat dalam memberikan informasi

berupa penyuluhan dan dorongan tentang manfaat pemberian kolostrum kepada

bayinya serta manfaat kepada ibu post partum, juga faktor kurangnya sarana atau

prasarana yang dapat memberikan informasi dari tenaga kesehatan, baik dari

media elektronik yaitu televisi dan radio, maupun dari media cetak yaitu koran

dan majalah.

Dalam penelitian terdapat 18 ibu dengan pengetahuan baik terdapat 2

orang ibu tidak memberikan kolostrum pada bayinya. Hal ini disebabkan karena

responden tidak mengetahui manfaat dari kolostrum dan berasumsi kolostrum

merupakan susu basi yang keluar dan harus dibuang sebelum ASI berwarna putih

seperti susu. Dan juga karena larangan orang tua, ASI yang belum lancar hanya

keluar beberapa tetes saja kasian bayinya kalau nanti kelaparan, sehingga tidak

disusui terlebih dahulu dan diganti dengan susu formula.


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

a. Karaktersitik responden mayoritas berumur 20-35 tahun 63,4%, tingkat

pendidikan SMP 41,5%, paritas primipara 56,1%, jenis pekerjaan IRT 56,1%,

pendapatan rendah 75,6%, suku batak 63,4%,

b. Mayoritas berpengetahuan kurang sebanyak 28 orang (68,3%).

6.2 Saran

a. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasaan peneliti agar lebih konfrehensif, khususnya

dalam hal perilaku ibu dengan status emberian kolostrum pada bayi.

b. Bagi Responden

Diharapkan ibu dapat memberikan kolostrum kepada bayinya yaitu hanya

memberikan kolostrum saat bayi baru lahi dan diberika ASI selama enam

bulan penuh.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat menjadi sumber bahan bacaan selanjutnya agar dapat melanjutkan

penelitian mengenai perilaku ibu dengan status pemberian kolostrum pada

bayi dengan metode yang lebih baik lagi dalam menyempurnakan penelitian

ini.
DAFTAR PUSTAKA

Astutik. (2015). Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Trans Info Media.
Jakarta
Ahmadi. (2017). Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu. Jakarta: Prestasi
Pustaka Publish
Ainun Nur. (2019). Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Ibu Post Partum Dalam
Pemberian ASI Di RSU Sundari Medan. Universitas Sumatera Utara
Ayunsari Diah. (2015). Faktor-Faktor Determinan Pemberian Kolostrum Dan
ASI Ekslusif Pada Baduta (0-24 Bulan) Di Indonesia Berdasarkan Data
Riskesdas. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 2, Noor 2, April 2015
Azwar, Saefuddin. (2016). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Budiman Agus dan Riyanto. (2017). Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan Dan
Sikap Dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Budianti. (2017). Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Pengetahuan Ibu Nifas
Tentang Kolostrum Dengan Pemebrian Kolostrum Pada Bayi Usia 0-3
Hari Di Ruang Nifas RSUD Kota Kendari. Skripsi Politeknik Kesehatan
Kendari
Devita Risa, Desi Ulandari dan Lin Karlina. (2020). Analisis Pemberian
Kolostrum Pada Bayi Baru Lahir Berdasarkan Dari Tingkat Pengetahuan
Dan Sikap Ibu Nifas. Jurnal ‘Aisyiyah Medika. Volume 5, Nomor 2,
Agustus 2020
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. (2020). Profil Kesehatan Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2019. Diperoleh 15 Februari 2021, dari
http://www.dinkes.sumutprov.go.id
Dinkes Paluta. (2020). Profil Dinas Kesehatan Padang Lawas Utara Tahun 2020
Djaiman, Sri & Sihadi. (2015). Probalititas Waktu Seorang Ibu Menyusui
Pertama Kali Bayinya Dan Faktor Yang Mempengaruhi. Bulletin
Penelitian Kesehatan. Vol.43(4).Pp.239-249
Elviani Wisda. (2020). Gambaran Pemberian Perakteal Pada Neonates Di Eilayah
Kerja Puskesmas Rejosari Pekanbaru. JOM Fkp, Vol 7 No 1 (Januari-Juni
2020)
Ernawati, Bakhtiar Dan Tahil. (2016). Peningkatan Pengetahuan, Sikap Dan
Tindakan Ibu Dalam Memberikan ASI Ekslusif Melalui Edukasi
Kelompok. Jurnal Ilmu Keperawatan. ISSN:2338-6371
Firanika Rahayu. (2019). Aspek Budaya Dalam Pemberian Asi Ekslusif Di
Kelurahan Bubulak Kota Bogor Tahun 2010. Fakultas Kedokteran Dan
Ilmu Kesehatan Universitas Negeri Syarif Hidayatullah
Hasanah Khuswatun. (2016). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang
Kolostrum Terhadap Perilaku Pemberian Kolostrum Di Puskesmas
Sungai Durian. Jurnal Kesehatan Khatulistiwa, Volume 2, Nomor 1,
Januari 2016
Hazen Azis. (2017). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dalam Pemberian
Kolostrum Oleh Ibu Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Belakang Padang
Kota Batam. Jurnal Bidan Komunitas Vol III, No 3, Hal 99-10
Hamzah Rahmawati. (2021).Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Pemberian Kolostrum Pada Bayi Baru Lahir Di Puskesmas Kotobangon.
Prosding Seminar Nasional Penelitian Dan Pengabdian 2021
Jumriati. (2017). Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Kolostrum Pada
Bayi Baru Lahir Di Rskdia Pertiwi Makassar Tahun 2016.
http//ejurnalkesehatan//pdf..//65.
Kementeria Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Profil Kesehatan Indonesia.
Pusdatin Kemnekes RI
Khosidah A. (2016). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian Kolostrum
Pada Bayi Baru Lahir di Puskesmas Batu Raden Kabupaten Banyumas
Tahun 2016. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 9(1), 75–81.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.26751/jikk.v9i1.406
Kusuma Lina Yudie. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang
Kolostrum Dengan Motivasi Pemberian Kolostrum Di RSUD Prambanan
Sleman Yogyakarta. Stikes Yogyakarta
Maryunani Anik. (2014). Inisiasi Menyusui Dini, Asi Eksklusif, dan Manajemen
Laktasi. Jakarta: Trans Info Media
Mustafa Mardiana dan Suhartatik. (2015). Hubungan Antara Pengetahuan Dan
Sikap Ibu Nifas Dengan Pemberian Kolostrum Pada Bayi Baru Lahir Di
RSKD Ibu Dan Anak Pertiwi Makassar. Poltekkes Kemenkes Makassar
Nasihah Mimatun. (2019). Hubungan Paritas Dengan Pemberian Kolostrum
Pada Ibu Post Partum. Jurnal Midpro, Vol 2/No 2/ Desember
Nepal. (2012). Across-Sectional, Healthy Facility Based Survey. International
Breastfeed J. 2012;7(1):1
Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta: PT Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. (2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Nugroho. (2018). ASI dan Tumor Payudara. Yogyakarta: Nuha Medika
Nurita Suci Rahmani. (2019). Pemberian Kolostrum Pertama Pada Bayi Baru
Lahir Dan Faktor Terkait. Jurnal Akademika Baiturrahim. Vol 8, No 2,
September 2019
Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarata: Salemba
Medika
Papona Novita, Laoh Joice dan Palandeng Hendry. (2017). Hubungan
Pengetahuan Dan Sikap Ibu Nifas Tentang Pemberian Kolostrum Pada
Bayi Baru Lahir Di Puskemas Ulu Kecamatan Siau Timur Kabupaten
Kepulauan Sitaro. e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 1, Nomor 1.
http://www.digilib.unimus.ac.id. diakses pada tanggal. 09 Oktober 2015,
11:41:2
Pudjiadi. (2019). Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta: DPN
Purwanti, Sri H. (20190. Konsep Penerapan ASI Eksklusif: Buku Saku Untuk
Bidan. Jakarta: EGC
Rahayu Ety. (2020). Hubungan Usia Ibu Dengan Pemberian ASI Ekslusif Di Desa
Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali Tahun 2019. Skripsi Thesis,
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Ratna Susanti. (2018). Hubungan Tingkat Pendidikan, Uur Dan Pengetahuan Ibu
Tentang ASI Dengan Pemberian Kolostrum Dan ASI Ekslusif (Studi Di
Desa Tidu, Kecamatan Bukateja, Kabupaten Purbalingga). Thesis
Diponegoro University
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,
Calon Responden Penelitian Di Wilayah Puskesmas Sibuhuan

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswa Universitas
Aufa Royhan di Kota Padangsidimpuan Program Studi Kebidanan Program
Sarjana.
Nama : Zakiah Khairani Siregar
NIM : 21061120
Dengan ini menyampaikan bahwa saya akan mengadakan penelitian
dengan judul: “Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Kolostrum di Wilayah Kerja
Puskesmas Sibuhuan Tahun 2022”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu


tentang Kolostrum di Wilayah Kerja Puskesmas Sibuhuan Tahun 2022. Data yang
diperoleh hanya digunakan untuk keperluan peneliti. Kerahasiaan data dan
identitas saudara tidak akan disebarluaskan.

Saya sangat menghargai kesediaan saudara untuk meluangkan waktu


menandatangani lembar persetujuan yang disediakan ini. Atas kesediaan dan kerja
samanya saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya
Peneliti,
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(Informed Consent)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :

Dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi responden penelitian yang


dilakukan oleh Zakiah Khairani Siregar, mahasiswa Program Studi Kebidanan
Program Sarjana Faklutas Universitas Aufa Royhan di Kota Padangsidimpuan
yang berjudul “Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Kolostrum di Wilayah Kerja
Puskesmas Sibuhuan Tahun 2022”.

Saya mengerti dan memahami bahwa penelitian ini tidak akan beraibat
negative terhadap saya, oleh karena itu saya bersedia untuk menjadi responden
pada penelitian ini.

Sibuhuan, 2022
Responden,

…………………………...
KUESIONER PENELITIAN
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KOLOSTRUM DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIBUHUAN TAHUN 2022
⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺⸺

I. Petunjuk Pengisian
1. Bacalah petunjuk pengisian dan pertanyaan sebelum menjawab
2. Menjawab pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda checklist (√)
di kolom yang telah di sediakan
3. Semua pertanyaan diisi dengan satu jawaban.

A. Kuesioner

II. Nomor Responden

Inisial Nama :

Umur : <20 tahun

20-35 tahun

>35 tahun

Tingkat Pendidikan : SD SMA

SMP Perguruan Tinggi

Paritas : Primipara

Multipara

Jenis Pekerjaan : IRT PNS

Petani Wiraswasta

Pendapatan : < Rp. 1.500.000

≥ Rp. 1.500.000

Suku :
B. Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Kolostrum
No Pernyataan Ya Tidak
1. Kolostrum adalah cairan kekuningan yang dikeluarkan
oleh payudara ibu pada hari-hari pertama setelah
persalinan.
2. Manfaat kolostrum membantu zat kekebalan yang
dibutuhkan oleh bayi.
3. Kolostrum merupakan cairan yang pertama disekresi
oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai hari ke
3-5.
4. ASI stadium I adalah kolostrum.
5. ASI stadium II adalah ASI peralihan.
6. ASI stadium III adalah ASI matur.
7. Sebaiknya ibu memberikan kolostrum pada bayinya
segera setelah lahir.
8. Pada hari pertama bayi memerlukan kalori dalam
kolostrum sebanyak 20-30 cc.
9. Kolostrum tidak berbahaya dan tidak dapat
menyebabkan warna kunig pada bayi.
10. Total kalori dalam kolostrum adalah 58 kal/100 ml
Sumber : Mery (2019)
HASIL SPSS

Analisa Univariat
Frequency Table

Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <20 tahun 5 12.2 12.2 12.2

20-35 tahun 26 63.4 63.4 75.6

>35 tahun 10 24.4 24.4 100.0

Total 41 100.0 100.0

tingkat pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SD 7 17.1 17.1 17.1

SMP 17 41.5 41.5 58.5

SMA 12 29.3 29.3 87.8

Perguruan Tinggi 5 12.2 12.2 100.0

Total 41 100.0 100.0

Paritas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Primipara 23 56.1 56.1 56.1

Multipara 18 43.9 43.9 100.0

Total 41 100.0 100.0


jenis pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid IRT 23 56.1 56.1 56.1

PNS 3 7.3 7.3 63.4

Wiraswasta 15 36.6 36.6 100.0

Total 41 100.0 100.0

Pendapatan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Rendah 31 75.6 75.6 75.6

Tinggi 10 24.4 24.4 100.0

Total 41 100.0 100.0

Suku

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Minang 11 26.8 26.8 26.8

Jawa 4 9.8 9.8 36.6

Batak 26 63.4 63.4 100.0

Total 41 100.0 100.0

Pengetahuan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 28 68.3 68.3 68.3

Baik 13 31.7 31.7 100.0

Total 41 100.0 100.0


LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa :
NIM :
Nama Pembimbing :

No Tanggal Topik Masukan Tanda


Pembimbing tangan
Pembimbing

Anda mungkin juga menyukai